Lapsus Obs Mirats

51
LAPORAN KASUS OBSTETRI KALA 2 DENGAN INERSIA UTERI OLEH: Miats Izzatul Millah H1A 007 38 PEMBIMBING : dr. I Made Putra Juliawan, SpOG DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

description

fyfuyf

Transcript of Lapsus Obs Mirats

Page 1: Lapsus Obs Mirats

LAPORAN KASUS OBSTETRI

KALA 2 DENGAN INERSIA UTERI

OLEH:

Miats Izzatul Millah

H1A 007 38

PEMBIMBING :

dr. I Made Putra Juliawan, SpOG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

MATARAM

2015

Page 2: Lapsus Obs Mirats

KATA PENGANTAR

Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-

Nya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Laporan kasus ini yang bejudul “Kala 2 Dengan Inersia Uteri” ini disusun

untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari SMF Obstetri dan Ginekologi

RSUP NTB. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan

kepada penulis:

1. dr. I Made P, Juliawan, SpOG, selaku Dosen Pembimbing laporan kasus ini.

2. dr. Agus Thoriq, SpOG, selaku Kepala Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi

RSUP NTB

3. dr. H. Doddy A.K., SpOG (K) selaku supervisor

4. dr. Gede Made Punarbawa, SpOG (K) selaku supervisor

5. dr. Edi Prasetyo Wibowo, SpOG selaku supervisor.

Semua pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang

telah memberikan masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan

tinjauan pustaka.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan lapoan kasus ini, masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami

harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan

pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan

praktek sehari-hari sebagai dokter.

Mataram, Agustus 2015

Penulis

2

Page 3: Lapsus Obs Mirats

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan lama disebut juga “distosia”, didefinisikan sebagai persalinan yang

abnormal atau sulit.1 Persalinan lama secara spesifik dirincikan sebagai fase laten

lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi

(persalinan lama), serta dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf.2,3

Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang

disebabkan oleh 3 faktor yang disebut 3 P, yaitu power, passenger dan passage.

Powers mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang

kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak mampu

menyebabkan pelebaran bukaan serviks. Dalam kelompok ini, juga termasuk

lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II. Passengger mewakili kondisi adanya

kelainan dalam presentasi, posisi atau perkembangan janin. Passage memaksudkan

kelainan pada panggul ibu atau penyempitan pelvis.1,3,4

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi ibu atau janin,

atau keduanya sekaligus. Beberapa komplikasinya antara lain infeksi intrapartum,

ruptur uteri, pembentukan fistula, cedera otot-otot dasar panggul, timbulnya kaput

suksadeneum atau timbulnya molase.1

Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama

adalah mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri, sehingga dapat

ditentukan apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau perabdominam

melalui seksio sesarea.1,4

3

Page 4: Lapsus Obs Mirats

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Persalinan lama disebut juga “distosia”, didefinisikan sebagai persalinan

yang abnormal atau sulit.1 Persalinan lama secara spesifik dirincikan sebagai fase

laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa

kelahiran bayi (persalinan lama), serta dilatasi serviks di kanan garis waspada

pada partograf.1,3,4

Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang

disebabkan oleh 3 faktor yang disebut 3 P, yaitu power, passenger dan passage.

Powers mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang

kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak

mampu menyebabkan pelebaran bukaan serviks. Dalam kelompok ini, juga

termasuk lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II. Passengger mewakili

kondisi adanya kelainan dalam presentasi, posisi atau perkembangan janin.

Passage memaksudkan kelainan pada panggul ibu atau penyempitan pelvis.1,3

2.2. Distosia Karena Kelainan His

His

His yang sempurna bila terdapat (a) kontraksi yang simetris, (b) kontraksi

paling kuat atau dominasi di fundus uteri, dan (c) sesudah itu terjadi relaksasi.

Otot-otot uterus tidak mengadakan relaksasi sampai 0, tetapi masih mempunyai

tonus, sehingga tekanan di dalam ruang amnion masih terukur antara 6-12

mmHg. Pada tiap kontraksi tekanan tersebut meningkat, disebut amplitudo atau

intensitas his yang mempunyai 2 bagian : bagian pertama peningkatan tekanan

yang agak cepat dan bagian kedua penurunan tekanan yang agak lambat.5

Frekuensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu. Amplitudo dikalikan

dengan frekuensi his dalam 10 menit menggambarkan keaktifan uterus dan ini

4

Page 5: Lapsus Obs Mirats

diukur dengan unit Montevideo. Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah

satu sudut di mana tuba masuk ke dalam dinding uterus yang disebut sebagai

pace maker tempat his berasal. Gelombang bergerak ke dalam dan ke bawah

dengan kecepatan 2 cm tiap detik sampai ke seluruh uterus. His paling tinggi di

fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal dan puncak kontraksi terjadi

simultan di seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot-otot korpus uteri

menjadi lebih pendek daripada sebelumnya yang disebut retraksi. Oleh karena

serviks kurang mengandung otot, serviks tertarik dan terbuka (penipisan dan

pembukaan); lebih-lebih jika ada tekanan oleh bagian janin yang keras,

umpamanya kepala.5

His yang sempurna dan efektif bila ada koordinasi dari gelombang

kontraksi, sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan

mempunyai amplitudo 40 sampai 60 mmHg yang berdurasi 60-90 detik, dengan

jangka waktu antara kontraksi 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang

dari 12 mmHg.5

Kelainan His

1. Inersia Uteri

Pada inersia uteri, his bersifat biasa, dalam arti bahwa fundus

berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan

fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus lebih

aman, singkat, dan daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik

dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak

berbahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali persalinan berlangsung terlalu

lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan motalitas janin baik. Keadaan

ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction.4

Kalau timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama, dan

hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Karena dewasa ini persalinan tidak

dibiarkan berlangsung demikian lama sehingga menimbulkan kelelahan

5

Page 6: Lapsus Obs Mirats

uterus, maka inersia uteri sekunder seperti ini jarang ditemukan, kecuali pada

ibu yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan. Dalam menghadapi

inersia uteri, harus diadakan penilaian yang seksama untuk menentukan sikap

yang harus diambil. Jangan dilakukan tindakan yang tergesa-gesa untuk

mempercepat lahirnya janin. Tidak dapat diberikan waktu yang pasti, waktu

yang dipakai sebagai pegangan untuk membuat diagnosis inersia uteri atau

untuk memulai terapi aktif.4

2. Incoordinate uterine contraction

Pada kelainan ini, sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga

di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada

sinkronisasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi atara

kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam

mengadakan pembukaan.4

Di samping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri

yang lebih keras dan lama, bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada

janin. His jenis ini juga disebut sebagai incoordinated hypertonic uterine

contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah

lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat,

sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan

lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara teoritis lingkaran ini

dapat terjadi dimana-mana, tetapi biasanya ditemukan pada batas antara

bagian atas dengan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat

diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali pada pembukaan sudah lengkap,

sehingga tangan dapat dimasukkan  kedalam kavum uteri. Oleh sebab itu, jika

pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini

dengan pasti.4

6

Page 7: Lapsus Obs Mirats

Etiologi Kelainan His

Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya

primigravida tua. Pada mutipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat

inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan pula dalam kelainan

his. Sampai seberapa jauh faktor emosi (ketakutan dan lain-lain) mempengaruhi

kelainan his. Khususnya inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak

berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti pada kelainan letak janin

atau pada disporposi sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada

kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri

yang murni. Akhirnya, gangguan dalam pembentukan uterus pada masa

embrional, misalnya uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan

his. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus kurang lebih separuhnya, penyebab

inersia uteri tidak diketahui.4

Penanganan

Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun keadaan ibu yang

bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap 4 jam,

bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala

preeklamsi. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan

lebih sering dalam kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat

perhatian sepenuhnya. Karena ada persalinan lama selalu ada kemungkinan

untuk melakukan tindakan pembedahan dengan narkosis, hendaknya ibu jangan

diberi makan biasa melainkan bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan

glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intervena berganti-ganti. Untuk

mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg yang dapat diulangi; pada

permulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin.4

Pemeriksaan dalam perlu dilakukan, tetapi harus selalu disadari bahwa

pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung

7

Page 8: Lapsus Obs Mirats

24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian keadaan umum,

perlu diadakan penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian umum,

perlu ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam

tingkat false labour, apakah ada inersia uteri atau incoordinated uterine

contraction; apakah tidak ada disproporsi sefalopelvik walaupun ringan. Untuk

menetapkan hal yang terakhir ini, jika perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik

atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Apabila serviks sudah terbuka untuk

sedikit-sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah

mulai.4

Dalam menentukan sikap lebih lanjut lebih perlu diketahui apakah

ketuban sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan

untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung

dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah dapat

diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat

atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.4

I nersia Uteri

Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan

serviks, presentasi serta posisi janin, turunya kepala janin pada panggul, dan

keadaan panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi persalinan yang

lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil

keputusan untuk seksio sesarea. Apabila tidak ada disproporsi atau ada

disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan umum penderita sementara

itu diperbaiki dan kandung kencing serta rektum dikosongkan. Apabila kepala

atau bokong janin sudah masuk kedalam panggul, penderita disuruh jalan-jalan.

Tindakan sederhana ini kadang-kadang menyebabkan his menjadi kuat dan

selanjutnya persalinan berjalan lancar. Pada waktu pemeriksaan dalam ketuban

boleh dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh

8

Page 9: Lapsus Obs Mirats

berlangsung lama. Namun, tindakan tersebut dapat dibenarkan karena dapat

merangsang his sehingga mempercepat jalannya persalinan. Kalau diobati

dengan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukkan dalam larutan glukosa 5% dan

diberikan infus secara intervena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes per menit

dan perlahan-lahan dapat dinaikkan sampai kira-kira 50 tetes, tergantung pada

hasilnya. Kalau 50 tetes tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka tidak

banyak gunanya memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Bila infus

oksitosin diberikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh

ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his dan keadaan denyut jantung janin

harus diperhatikan dengan teliti. Infus harus diberhentikan apabila kontraksi

uterus berlangsung lebih 60 detik atau kalau denyut jantung janin menjadi cepat

atau menjadi lambat. Menghentikan infus umumnya akan segera memperbaiki

keadaan. Sangat berbahaya memberikan oksitosin pada panggul sempit dan pada

adanya regangan segmen bawah uterus. Demikian pula oksitosin jangan

diberikan pada grande multipara dan kepada penderita yang pernah mengalami

seksio sesarea atau miomektomi, karena memudahkan terjadinya ruptur uteri.

Pada penderita dengan partus lama dan gejala-gejala dehidrasi dan asidosis, di

samping pemberian oksitosin dengan jalan infus intervena gejala-gejala tersebut

perlu diatasi.4

Maksud pemberian oksitosin adalah memperbaiki his sehingga serviks

dapat membuka. Satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak

jalan waktu singkat. Oleh karena itu, tidak ada gunanya memberikan oksitosin

berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja. Kalau ternyata

tidak ada kemajuan, pemberiannya diberhentikan supaya penderita dapat

istirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam. Kalau masih tidak ada

kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesarea. Oksitosin yang diberikan dengan

suntikan intramuskuler dapat menimbulkan incoordinated uterine contraction.

Akan tetapi, ada kalanya terutama pada kala II, hanya diperlukan sedikit

9

Page 10: Lapsus Obs Mirats

penambah kekuatan his supaya persalinan dapat diselesaikan. Disini seringkali

0.5 satuan oksitosin intramuskulus sudah cukup untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan

pemberian sekaligus dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin

karena kontraksi uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula

timbulnya ruptur uteri. Pemberian intervena dengan jalan infus yang

memungkinkan masuknya dosis dikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini

dan sudah pula dibuktikan bahwa oksitosis dengan jalan ini dapat diberikan

dengan aman apabila penentuan indikasi, pelaksanaan dan pengawasan dengan

baik.4

Incoordinated Uterine Action

Kelainan ini hanya dapat diobati secara simptomatis karena belum ada

obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antar bagian-bagian uterus.

Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat

dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morfin dan petidin. Akan tetapi,

persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah

pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap, perlu pertimbangan seksia

sesarea. Lingkaran kontriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali kalau

lingkaran ini terdapat dibawah kepala janin sehinga dapat di raba melalui kanalis

servikalis. Jika diagnosis lingkaran kontriksi dalam kala I dapat dibuat,

persalinan harus diselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran kontriksi

dalam kala II baru diketahui setelah usai melahirkan dengan cunam gagal.

Dengan tangan yang dimasukkan kedalam kavum uteri untuk mencari sebab

kegagalan cunam, lingkaran kontriksi mungkin dapat diraba. Dengan narkosis

dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat dihilangkan dan janin dapat

dilahirkan dengan cunam. Apabla tindakan gagal dan janin masih hidup, terpaksa

dilakukan seksio sesarea.4

10

Page 11: Lapsus Obs Mirats

2.3. Distosia Karena Kelainan Janin

Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan

dalam letak atau dalam bentuk janin. Cara penumpang (passenger) atau janin

bergerak di sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor,

yakni : ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin.

Ukuran Kepala Janin

Karena ukuran dan sifatnya yang relatif kaku, kepala janin sangat

mempengaruhi proses persalinan. Tengkorak janin terdiri dari dua tulang parietal,

dua tulang temporal, satu tulang frontal dan satu tulang oksipital. Tulang-tulang

ini disatukan oleh sutura membranosa : sagitalis, lambdoidalis, koronalis dan

frontalis. Rongga yang berisi membran ini disebut fontanel, terletak di tempat

pertemuan sutura-sutura tersebut. Dalam persalinan, setelah selaput ketuban

pecah, pada periksa dalam fontanel dan sutura dipalpasi untuk menentukan

presentasi, posisi dan sikap janin. Pengkajian ukuran janin memberi informasi

usia dan kesejahteraan bayi baru lahir. Dua fontanel yang paling penting ialah

fontanel anterior dan posterior. Fontanel yang lebih besar, yakni fontanel

anterior, berbentuk seperti intan dan terletak pada pertemuan sutura sagitalis,

koronalis, dan frontalis. Fontanel ini menutup pada usia 18 bulan. Fontanel

posterior terletak di pertemuan sutura dua tulang parietal dan satu tulang oksipital

dan berbentuk segitiga. Fontanel ini menutup pada usia sampai 8 minggu. Sutura

dan fontanel membuat tengkorak fleksibel sehingga dapat menyesuaikan diri

terhadap otak bayi, yang beberapa lama setelah lahir terus bertumbuh. Akan

tetapi, karena belum menyatu dengan kuat, tulang-tulang ini dapat saling

tumpang tindih. Hal ini disebut molase, struktur kepala yang terbentuk selama

persalinan. Molase dapat berlangsung berlebihan, tetapi pada kebanyakan bayi,

kepala akan mendapatkan bentuk normalnya dalam tiga hari setelah lahir.

Kemungkinan tulang untuk saling menggeser memungkinkannya untuk

beradaptasi terhadap berbagai diameter panggul ibu.

Presentasi Janin

11

Page 12: Lapsus Obs Mirats

Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas

panggul dan terus menerus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai aterm.

Tiga presentasi janin yang utama adalah kepala (kepala lebih dahulu), sungsang

(bokong lebih dahulu), dan bahu. Bagian presentasi ialah bagian tubuh janin yang

pertama kali teraba oleh jari pemeriksa saat melakukan periksa dalam. Faktor-

faktor yang menentukan bagian presentasi ialah letak janin, sikap janin, dan

ekstensi atau fleksi kepala janin.

Letak Janin

Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap

sumbu panjang (punggung) ibu. Ada dua macam letak : memanjang atau vertikal,

di mana sumbu panjang janin parallel dengan sumbu panjang ibu dan melintang

atau horisontal, di mana sumbu panjang janin membentuk sudut terhadap sumbu

panjang ibu. Letak memanjang dapat berupa presentasi kepala atau presentasi

sakrum (sungsang). Presentasi ini tergantung pada struktur janin yang pertama

memasuki panggul ibu.

Sikap Janin

Sikap adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan bagian yang

lain. Janin mempunyai postur yang khas (sikap) saat berada di dalam rahim. Hal

ini sebagian merupakan akibat pola pertumbuhan janin dan sebagian akibat

penyesuaian janin terhadap bentuk rongga rahim. Pada kondisi normal punggung

janin sangat fleksi, kepala fleksi ke arah dada, dan paha fleksi kearah sendi lutut.

Sikap janin disebut fleksi umum. Tangan disilangkan di depan thoraks dan tali

pusat terletak di antara lengan dan tungkai.

Penyimpangan sikap normal dapat menimbulkan kesulitan saat anak

dilahirkan. Misalnya, pada presentasi kepala, kepala janin dapat berada dalam

sikap ekstensi atau fleksi yang menyebabkan diameter kepala berada pada posisi

yang tidak menguntungkan terhadap batas-batas panggul ibu.

Posisi Janin

12

Page 13: Lapsus Obs Mirats

Presentasi atau bagian presentasi menunjukkan bagian janin yang

menempati pintu atas panggul. Pada presentasi kepala, bagian yang menjadi

presentasi biasanya oksiput, pada presentasi bokong, yang menjadi presentasi

sacrum, pada letak lintang yang menjadi bagian presentasi skapula bahu. Apabila

yang menjadi bagian presentasi oksiput, presentasinya adalah puncak kepala.

2.4. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar

panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak,

khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul, ikut menunjang keluarnya bayi,

tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan.Janin harus

berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relative kaku. Oleh

karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditrentukan sebelum persalinan

dimulai.

Berdasarkan pada ciri-ciri bentuk pintu atas panggul, ada 4 bentuk pokok

jenis panggul:

a. Ginekoid : paling ideal, bulat : 45%

b. Android : panggul pria, segitiga : 15%

c. Antropoid : agak lonjong sepertri telur : 35%

d. Platipeloid : menyempit arah muka belakang : 5%

Ukuran-ukuran panggul:

1. Alat pengukur panggul : Pita meter, jangka panggul : Martin,

Oseander, Collin, dan Baudeloque, pelvimetri klinis dengan periksa

dalam, pelvimetri rontgenologis dibuat oleh ahli radiologi yang

hasilnya diinterprestasikan serta dikalkulasikan oleh ahli kebidanan.

2. Ukuran-ukuran luar panggul :

Distansia spinarum ; jarak antara kedua spina iliaka anterior

superior 24-26 cm.

13

Page 14: Lapsus Obs Mirats

Distansia cristarum ; jarak antara kedua crista iliaka kanan dan

kiri 28-30 cm.

Konjungata externa (Boudeloque) 18-20 cm

Lingkaran panggul 80-90 cm

Konjungata diagonalis (periksa dalam) 12,5 cm

Distansia tuberum (dipakai Oseander) 10,5 cm

3. Ukuran-ukuran dalam panggul

Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh

promontorium, line innominata, dan pinggir atas simfisis pubis.

- Konjugata vera : dengan periksa dalam diperoleh konj.diagonalis

1,5-11 cm.

- Konjugata transversa konj. 12-13 cm

- Konjugata oblique 13 cm

- Konjugata obstetrica adalah jarak bagian tengah simfisis ke

promontorium

Ruang tengah panggul

- Bidang terluas ukurannya 13 x 12,5 cm

- Bidang tersempit ukurannya 11,5 x 11 cm

- Jarak antara spina ischiadika 11 cm

Pintu bawah panggul (outlet) :

- Ukuran anterior posterior 10-11 cm

- Ukuran melintang 10,5 cm

- Arkus pubis membentuk sudut 90˚ lebih, pada laki-laki kurang

dari 80˚.

Penyebab lama persalinan

Tulang panggul si ibu yang bermasalah bisa menyebabkan persalinan

menjadi agak susah, meskipun sang bayi tiada masalah dan kontraksi juga bagus.

Bisa jadi panggul terlalu sempit atau bentuknya tidak sempurna seperti bengkok

14

Page 15: Lapsus Obs Mirats

atau berbentuk segitiga. Pada pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan

pemeriksaan panggul, yang terdiri dari :

1. Pemeriksaan panggul luar

2. Pemeriksaan panggul dalam (VT) ; yang dievaluasi antara lain :

promontorium, linea innominata, spina ischiadika, dinding samping,

kurvatura sacrum, ujung sacrum, dan akkus pubis.

Pada pemeriksaan ini dicoba memperkirakan ukuran :

- Konjugata diagonalis dan konjugata vera

- Distansia interspinarum (diameter bispinosium)

- Diameter antero-posterior

2.5. Komplikasi

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi ibu atau

janin, atau keduanya sekaligus.

Infeksi Intrapartum

Infeksi bahaya yang serius yang mngancam pada ibu dan janinnya pada

partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan

amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion

sehingga terjadi bakterimia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin,

akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya.

Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina

kedalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama

apabila dicurigai terjadi persalinan lama.

Ruptura uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius

selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka

dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan

panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak

terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian

15

Page 16: Lapsus Obs Mirats

dapat menyebabkan ruptur. Pada kasus ini mungkin terbentuk cincin retraksi

patologis yang dapat diraba sebagai sebuah kista trasversal atau oblik yang

berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilikus. Apabila dijumpai

keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam segera.

Cincin retraksi patologis

Walaupun sangat jarang, dapat timbul kontriksi atau cincin lokal uterus

pada persalinan yang berkepanjang. Tipe yang paling sering adalah cincin

retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang

berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai

peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi

semacam ini cincin dapat terlihat sebagai suatu identitas abdomen dan

menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus. Kontriksi uterus

lokal jarang dijumpai saat ini karena terhambatnya persalinan secara

berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi lokal ini kadang-kadang masih

terjadi sebagai konstriksi jam pasir (hourglass constriction) uterus setelah

lahirnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi tersebut kadang-kadang

dapat dilemaskan dengan anestesi umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara

normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengna segera

menghasilkan progonis yang lebih baik bagi kembar kedua.

Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas pinggul tetapi

tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak

diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan.

Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi narkosis yang akan jelas dalam beberapa

hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal,

atau rektovaginal. Umumnya narcosis akibat penekanan ini pada persalinan kala

II yang berkepanjangan. Dulu saat tindakan operasi ditunda selama mungkin,

penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang terjadi kecuali Negara-negara

yang belum berkembang.

16

Page 17: Lapsus Obs Mirats

Cedera otot-otot dasar panggul

Suatu anggapan yang telah dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar

panggul atau persarafan pada fasia penghubungannya merupakan konsekuensi

yang tidak terelakan pada persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya

sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala

janin serta tekanan kebawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini

meregangkan dan melebarkan dasar panggul selama melahirkan ini akan

menyebabakan inkontinensa urin dan alvi serta prolaps organ panggul.

Efek pada janin

Partus lama itu sendiri dapat dirugikan. Apabila panggul sempit dan juga

terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus, risiko janin dan ibu akan

muncul. Infeksi intrapartum bukan saja merupakan penyulit yang serius pada ibu,

tetapi juga merupakan penyebab penting kematian janin dan neonatus. Hal ini

disebakan bakteri didalam cairan amnion menembus selaput amnion dan

menginvasi desidua serta pembuluh korion, sehingga terjadi bakteremia pada ibu

dan janin. Pneumonia janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah

konsekuensi serius lainnya.

Kaput Suksedeneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput

suksedeneum yang besar terjadi pada kepala janin. Kaput ini dapat berukuran

cukup besar dan menyebabakan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput hampir

dapat mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap.

Molase kepala janin.

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling

bertumpang tindih satu sama lain disutura-sutura besar, suatu proses yang disebut

molase. Biasannya batas median tulang parietal yang berkontak dengan

promotorium bertumpang tindih dengan tulang disebelahnya; hal ini sama terjadi

pada tulang-tulang frontal. Namun tulang oksipital terdorong kebawah tulang

parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian

17

Page 18: Lapsus Obs Mirats

yang nyata. Di lain pihak, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat

menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, tanpa

perdarahan intra kranial pada janin. Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai,

biasanya setelah dilakukan uoaya paksa pada persalinan. Fraktur ini juga dapat

terjadi pada persalinan spontan atau bahkan sekseo sesarea.

2.6. Tatalaksana

Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama

adalah mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama

adalah sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi

patologis penyebab persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode

yang tepat dalam mengakhiri persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan

pervaginam, atau akandilakukan per abdominam melalui seksio sesarea.

Penanganan Umum

1. Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital

dan tingkat hidrasinya)

2. Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan. Di

nilai juga frekuensi dan lamanya his

3. Perbaiki keadaan umum ibu dengan:

a. Dukungan emosi, perubahan (sesuai dengan penanganan persalinan

normal)

b. Periksa keton dalam urin dan berikan cairan, baik oral maupun

perenteral, dan upayakan buang air kecil (kateterisasi hanya kalau

perlu)

4. Berikan analgesia: tramadol atau petidin 25 mg I.M. (maksimum 1mg/kgBB)

atau morfin 10 mg I.M., jika pasien merasakan nyeri yang sangat

18

Page 19: Lapsus Obs Mirats

Tanda dan Gejala DiagnosaServiks tidak membuka. Tidak didapatkan his/his tidak teratur

Belum in partu

Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam in partu dengan his yang teratur

Fase laten memanjang

Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada

Frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik

Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik

Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasikan tidak maju dengan kaput, terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda rupture uteri iminen, gawat janin

Kelainan presentasi (selain verteks dengan oksiput anterior)

Fase aktif memanjang

Inersia uteri

Disproporsi sefalopelvik

Obstruksi kepala

Malpresentasi atau malposisi

Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan tetapi tak ada kemajuan penurunan

Kala II lama

Tabel 1. Diagnosis Persalinan Lama

Penanganan Khusus

Persalinan Palsu/Belum Inpartu (False Labor)

Periksa apakah ada infeksi saluran kemih atau ketuban pecah. Jika

didapatkan adanya infeksi, obati secara adekuat. Jika tidak ada, pasien boleh

rawat jalan.

Fase Latent Memanjang (Prolonged Latent Phase)

Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Jika his berhenti,

pasien disebut belum inpartu atau persalinan palsu. Jika his makin teratur dan

19

Page 20: Lapsus Obs Mirats

pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, pasien masuk dalam fase laten.

Jika fase laten > 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian

ulang terhadap serviks:

Jika tidak ada perubahan pada pendataran, atau pembukaan serviks tidak

ada gawat janin mungkin pasien belum inpartu

Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks lakukan

amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin

o Lakukan penilaian ulang tiap 4 jam

o Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian

oksitosin selama 8 jam, lakukan seksio sesaria

Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau)

o Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin

o Berikan antibiotic kombinasi sampai persalinan

Ampicilin 2 gr I.V. setiap 6 jam

Ditambah gentamicin 5mg/kgBB I.V. setiap 24 jam

Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika

pascapersalinan

Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika

ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam sampai

ibu bebas demam selama 48 jam

Fase Aktif Memanjang

jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan

ketuban masih utuh pecahkan ketuban

Nilai his

o Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan

lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya inersia uteri

20

Page 21: Lapsus Obs Mirats

o Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40

detik) pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi

atau malpresentasi

Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan

mempercepat kemajuan persalinan

Disproporsia Sefalopelvik

Disproporsi sefalopelvik terjadi karena janin terlalu besar, atau panggul

ibu kecil, sehingga persalinan macet. Penilaian ukuran panggul yang baik adalah

dengan melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimeter klinis

terbatas.

Jika diagnosis disproporsi lakukan seksio sesarea

Jika bayi mati :

o Lakukan kraniotomi atau embriotomi

o Bila tidak mungkin melakukan kraniotomi lakukan seksio

sesarea

Obstruksi (partus macet)

Jika bayi hidup dan pembukaan serviks sudah lengkap dan penurunan

kepala 1/5, lakukan ekstraksi vakum

Jika bayi hidup dengan pembukaan serviks belum lengkap atau

kepala bayi masih terlalu tinggi untuk ekstraksi vakum, lakukan

seksio sesarea

Jika bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi

His tidak adekuat (inersia uteri)

Jika his tidak adekuat sedangkan disproprsi dan obstruksi dapat

disingkirkan kemungkinan penyebab persalinan lama adalah inersia uteri.

Pecahkan ketuban dan lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin

21

Page 22: Lapsus Obs Mirats

Evaluasi kemajuan persalinan dengan pemeriksaan vaginal 2 jam

setelah his adekuat

- Jika tidak ada kemajuan, lakukan seksio sesarea

- Jika ada kemajuan, lanjutkan infuse oksitosin dan evaluasi tiap

2 jam

Kala II Memanjang (prolonged expulsive phase)

Upaya mengedan ibu menambah risiko pada bayi karena mengurangi

jumlah oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan (mengedan

dan menahan nafas terlalu lama, tidak dianjurkan)

Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan,

berikan infuse oksitosin

Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala

- Jika kepala tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis, atau

bagian tulang kepala di station (0), lakukan ekstraksi vakum

atau cunam

- Jika kepala di antara 1/5 – 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian

tulang kepala di antara station (0)-(-2), lakukan ekstraksi

vakum

- Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis, atau bagian

tulang kepala di atas station (-2) lakukan seksio sesarea

2.7. Akselerasi Persalinan

Augmentasi adalah stimulasi kontraksi spontan (sudah terjadi) yang

dianggap kurang memadai karena gagalnya pembukaan serviks atau penurunan

janin.

Augmentasi persalinan dengan oksitosin

Pemakaian oksitosin yang diberikan melalui infus intravena dapat

dilakukan hanya setelah dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan disproporsi

fetopelvik. Pada induksi dan augmentasi dengan oksitosin, denyut jantung janin

22

Page 23: Lapsus Obs Mirats

dan pola kontraksi harus dipantau secara ketat. Oksitosin umumnya dihindari

pada kasus presentasi janin abnormal dan distensi berlebihan uterus, seperti

hidrmanion patologis, janin yang terlalu besar, atau janin multipel.

Teknik untuk oksitosin intravena

Terdapat berbagai metode untuk merangsang kontraksi unterus dengan

oksitosin. Wanita yang bersangkutan perlu mendapaat pengawasan keperawatan

secara langsung sementara oksitosin sedang diinfuskan. Tujuannya adalah

menghilangkan aktivitas uterus yang mampu menyebabkan perubahan serviks

dan penurunan janin sekaligus menghindari hiperstimulasi uterus atau timbulnya

status janin yang membahayakan atau keduanya.

Kontraksi harus dievaluasi secara kontinu dan oksitosin dihentikan jika

kontraksi lebih dari lima dalam daripada 60 hingga 90 detik, atau jika pola

denyut jantung janin meragukan. Pada hiperstimulasi, penghentian segera

oksitosin hampir selalu mengurangi kontraksi uterus. Jika oksitosin dihentikan,

konsentrasinya dalam plasma turun cepat karena rerata waktu paruhnya adalah

sekitar 5 menit.

Oksitosin sintetik biasanya diencerkan ke dalam 1000 ml larutan garam

berimbang yang diberikan melalui pompa infus. Untuk stimulasi persalinan,

pemberian melalui rute lain tidak dianjurkan. Untuk menghindari pemberian

bolus, infus harus dimasukkan ke dalam selang intravena yang dekat dengan

tempat pungsi vena. Infus oksitosin biasanya mengandung 10 sampai 20 unit

ekuivalen dengan 10.000 sampai 20.000 mU dicampur dengan 1000 ml larutan

ringer lactat, masing-masing menghasilkan konstentrasi oksitosin 10 atau 20

mU/ml.

Dosis Oksitosin

Dosis oksitosin bervariasi. Infus oksitosin dalam dekstrose atau garam

fisiologik dengan tetesan dinaikkan secara gradual sampai his adekuat. Catat

semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit: kecepatan infus oksitosin,

23

Page 24: Lapsus Obs Mirats

frekuensi dan lamanya kontraksi, denyut jantung janin (DJJ). Dengar DJJ tiap 30

menit dan selalu langsung setelah kontraksi. Apabila DJJ kurang dari 100 per

menit, segera hentikan infus. Infus oksitosin 2.5 unit dalam 500 cc dekstrose

mulai dengan 10 tetes per menit. Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap

30 menit sampai kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari

40 detik) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran. Jika terjadi hiperstimulasi

(lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4 kali kontraksi dalam 10

menit, hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan:3

Terbutalin 250 mcg I.V. pelan-pelan selama 5 menit, atau

Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer Laktat)

10 tetes per menit

Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan

lama lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit: 3

Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml desktrose (atau

garam fisiologi) dan sesuaikan kecepatan kecepatan infus sampai 30 tetes per

menit (15mIU.menit)

Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi

adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) atau setelah

infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit

Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang

lebih tinggi:3

Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea

Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan kontentrasinya yaitu:

o 10 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per

menit

o Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat

o Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit (60

mIU per menit), lakukan seksio sesarea

24

Page 25: Lapsus Obs Mirats

BAB III

LAPORAN KASUS

25

Page 26: Lapsus Obs Mirats

Masuk Rumah Sakit : 5 Agustus 2015 pukul 11.24 WITA

Nomor Rekam Medis : 564745

I. IDENTITAS

Nama : Ny. P

Usia : 17 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Suku : Sasak

Alamat : Bug-Bug Utara, Lingsar

II. ANAMNESA :

Keluhan Utama:

Pasien mengeluh nyeri perut hilang timbul

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien rujukan dari PKM Lingsar, dengan G1P1A0H1 uk 37-38 minggu T/H/IU

preskep, k/u ibu dan janin baik dengan inpartu kala I fase aktif macet + HDK. Pasien

mengeluh nyeri perut hilang timbul sejak pukul 22.00 wita, tanggal 3/8/2015. Pasien

mengatakan sudah keluar air sejak pukul 08.00 wita (5/8/2015). Keluar lendir campur

darah (-). Pasien masih merasakan gerakan janinnya.

Kronologis di PKM Lingsar (tanggal 5 Agustus 2015 )

Pukul 09.00 WITA

26

Page 27: Lapsus Obs Mirats

S : Pasien hamil 9 bulan datang mengeluhkan nyeri perut hilang timbul sejak

pukul 20.00 wita tanggal 4/8/2015. Pasien juga mengeluhkan keluar lendir

bercampur darah. Riwayat keluar air (+) pada pukul 08.00 wita (4/8/2015).

O : Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Frekuensi nadi : 80x/menit

Frekuensi napas : 20x/menit

Suhu : 37,0oC

Status Obsetri

L1 : Bokong

L2 : Punggung kanan

L3 : Kepala

L4 : 3/5

TFU : 30 cm, TBJ : 2945 gram

His : 3x10’ - 35”

VT : Ø 8 cm, eff 75%, amnion (-), presentasi kepala, ¯ HII, denominator,

UUK kanan depan, tidak teraba tali pusat dan bagian kecil janin

A : G1P0A0H0 uk 37-38 minggu T/H/IU preskep k/u ibu dan janin baik dengan

inpartu kala I fase aktif

P : Anjurkan ibu makan dan minum

Observasi inpartu 2 jam lagi

Pukul 11.00 WITA

S : Ibu mengeluh nyeri perut hilang timbul

O : Keadaan umum : Baik

Tekanan darah : 150/110 mmHg

27

Page 28: Lapsus Obs Mirats

Frekuensi nadi : 82x/menit

Frekuensi napas : 20x/menit

Suhu : 36,7oC

His : 3x10’- 45”

VT : Ø 8 cm, eff 75%, amnion (-), presentasi kepala, ¯ HIII, denominator

UUK kanan depan, tidak teraba tali pusat dan bagian kecil janin

Lab : Protein urine (-)

A : G1P0A0H0 uk 37-38 minggu T/H/IU preskep k/u ibu dan janin baik dengan

inpartu kala I fase aktif macet + HDK

P : Pasang infus

Rehidrasi 2:1 (09.00 wita)

Inj. Ampicilin 1 gr (11.00 wita)

Rujuk RSUP NTB

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang membuat dirinya dirawat di RS. Pasien

juga mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan asma.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Menurut pasien, di keluarga pasien tidak ada yang mengmderita hipertensi, diabetes

mellitus, dan asma.

Riwayat Alergi :

Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.

HPHT : 13-11-2014

Taksiran Persalinan : 20-08-2015

Riwayat Obstetri:

1. Ini

Riwayat ANC : 9x di Polindes

Terakhir ANC : 04-08-2014

28

Page 29: Lapsus Obs Mirats

Hasil : Tekanan darah 120/70 mmhg, BB : 56 kg, Uk 37-38 minggu, letak kepala, DJJ

132 x/mnt

Riwayat USG : 1x di Sp.OG

Terakhit USG : 4/8/2015

Hasil:

Janin T/H/IU, letak kepala, 37-38 minggu, TBJ 3141 g, Akir ketuban cukup, plasenta

di fundus, TP : 25/8/2015

Riwayat KB

Riwayat KB : -

Rencana KB : IUD

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4V5M6

Tanda Vital

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Frekuensi nadi : 85 x/menit, reguler, kuat

- Frekuensi napas : 20 x/menit, dangkal

- Suhu : 36,5oC

Pemeriksaan Fisik Umum

- Mata : anemis -/-, ikterus -/-, edema palpebra +/+

- Thoraks :

Paru : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing (-)

Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen : luka operasi (-), striae gravidarum (+), linea nigra (+)

- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +

- - + +

IV. STATUS OBSTETRI

29

Page 30: Lapsus Obs Mirats

Pemeriksaan Leopold

L1 : Bokong

L2 : punggung kanan

L3 : kepala

L4 : 4/5

TFU : 29 cm ; TBJ : 2790 g

DJJ : (+), 11-12-11 (136) x/menit

HIS: 3x10’-30”

Pemeriksaan dalam

Inspeksi : tampak sedikit lendir keluar dari vagina.

Inspekulo : tidak dilakukan

VT : Ø lengkap, eff 100%, amnion (-) jerrnih, teraba kepala, ¯ HII,

denominator UUK, tidak teraba tali pusat dan bagian kecil janin

PE : spina ischiadika tidak prominent

os coccygeus mobile

arcus pubis > 900

Pemeriksaan Penunjang

- Hb : 10,5 g/dl

- RBC : 3,93 x106/uL

- WBC: 9,05 x103/uL

- PLT : 219 x103/uL

- HCT : 35,6 %

- GDS : 101 mgl/dl

- HbsAg : negatif

V. DIAGNOSIS

30

Page 31: Lapsus Obs Mirats

G1P0A0H0 UK 37-38 minggu T/H/IU letak kepala dengan kala II dan inersia uteri

sekunder

VI. RENCANA PENATALAKSANAAN

Rencana Diagnostik

- Cek CTG, Darah lengkap, HBsAg

Rencana Terapi

- Konsul SPV pro akselerasi dengan drip oksitosin, SPV setuju untuk

dilakukan akselerasi dengan drip oksitosin mulai 8 tetes

Rencana Monitoring

- Observasi kemajuan persalinan dengan partograf

Rencana Edukasi

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang keadaan ibu dan janin

- Menjelaskan tentang rencana tindakan

- Menganjurkan pasien makan dan minum

- Menganjurkan pasien berbaring miring kiri bila capek

- Menganjurkan pasien untuk jongkok

VII. BAYI

- Lahir tgl / jam : 5 Agustus 2015/15.45 wita

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Macam Persalinan : Spontan

- Apgar Score : 7-9

- Indikasi : Kala II lama

- Lahir : Hidup

- Berat : 2500 gram

- Panjang : 49 cm

- Anus : +

- Kel.kongenital : -

31

Page 32: Lapsus Obs Mirats

VIII. PLASENTA

- Lahir tgl / jam : 5 Agustus 2015/15.55, spontan.

- Air Ketuban : Jernih

- Berat : ± 500 gram

- Ukuran : ± 15x10x3 cm

- Panjang tl.pusat : 50 cm

- Lengkap : Ya

IX. IBU POST PARTUM

- Keadaan umum : Baik

- Tek. Darah : 120/80 mmHg

- Nadi : 88x/mnt

- Nafas : 22x/mnt

- Suhu : 36,6’C

- Kontraksi Uterus : Baik

- Tinggi Fundus Uteri : 2 jari dibawah pusat

- Jumlah Perdarahan : ± 150 cc

- Perineum : Ruptur grade II

- Laktasi 30 menit pertama :Ya

32

Page 33: Lapsus Obs Mirats

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini diajukan suatu kasus G1P0A0H0 uk 37-38 minggu

T/H/IU letak kepala dengan kala II dan inersia uteri sekunder. Diagnosis ditentukan

berdasarkan pembukaan seviks sudah lengkap namun his tidak adekuat yaitu kurang

dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik, sementara itu disproporsi

dan obstruksi dapat disingkirkan, sehingga kemungkinan penyebab adalah inersia

uteri. Oleh karena itu, pada pasien dilakukan tindakan akselerasi persalinan dengan

oksitosin drip. Oksitosin drip dimulai dari 8 tetes per menit. His kemudian perlahan-

lahan meningkat. Dua jam setelah dilakukan akselerasi, bayi kemudian lahir. Bayi

lahir dengan jenis kelamin perempan, berat 3000 gr, lingkar kepala 32 cm, A-S : 7-9,

tidak ada anomali kongenital, dan ketuban jernih.

Di PKM Lingsar, pasien dikelola dengan diagnosis fase aktif macet,

berdasarkan tidak adanya kemajuan pembukaan yang sebelumnya 8 cm dalam 4 jam.

Hal tersebut ditunjukkan dalam partograf, dimana dilatasi serviks berada di kanan

garis waspada. Bila dilihat dari his pasien saat itu, yaitu his adekuat, penyebab dari

faktor his yaitu inersia uteri dapat disingkirkan. Penanganan di PKM.

Penatalaksanaan pasien pada pasien ini telah dilakukan dengan baik sesuai

dengan protap. Penatalaksanaan di RSUP NTB sudah tepat yaitu dengan melakukan

akselerasi persalinan dengan oksiitosin drip.

33

Page 34: Lapsus Obs Mirats

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

34