Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

44
BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1. Latar Belakang Saluran napas dapat mengalami obstruksi (sumbatan). Obstruksi saluran napas atas adalah kegagalan sistem pernapasan dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh akibat sumbatan pada saluran napas bagian atas (dari hidung sampai percabangan trakea). Obstruksi saluran napas atas ini sering menyebabkan gagal napas. 1 Tanda obstruksi komplet saluran napas atas yang mendadak sangat jelas. Pasien tidak dapat bernapas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang kerongkongannya seperti mencekik (choking), agitasi, panik dan napas yang tersengal-sengal dan diikuti sianosis. Selanjutnya akan terjadi gagal napas diikuti dengan hilangnya kesadaran apabila sumbatan tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian pada waktu 2-5 hari. 1 Tanda adanya sumbatan saluran napas sebagian diantaranya adalah perasaan tercekik, tersumbat, batuk, stridor inspirasi serta disfoni. Kemungkinan juga terjadi retraksi dinding interkosta dan supraklavikula. Kegagalan respirasi bisa berlangsung cepat dan berkembang menjadi obstruksi/sumbatan komplet. Letargi, dan hilangnya kesadaran merupakan tanda akhir dari hipoksemia. Bradikardia dan hipotensi merupakan pertanda ancaman terjadinya gagal jantung. Oleh sebab itu penatalaksanaan yang cepat dan identifikasi yang tepat mengenai penyebab 1

Transcript of Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Page 1: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

BAB I

PENDAHULUAN

1.

1.1. Latar Belakang

Saluran napas dapat mengalami obstruksi (sumbatan). Obstruksi saluran napas

atas adalah kegagalan sistem pernapasan dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh

akibat sumbatan pada saluran napas bagian atas (dari hidung sampai percabangan

trakea). Obstruksi saluran napas atas ini sering menyebabkan gagal napas.1

Tanda obstruksi komplet saluran napas atas yang mendadak sangat jelas. Pasien

tidak dapat bernapas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang

kerongkongannya seperti mencekik (choking), agitasi, panik dan napas yang tersengal-

sengal dan diikuti sianosis. Selanjutnya akan terjadi gagal napas diikuti dengan

hilangnya kesadaran apabila sumbatan tidak segera ditangani akan menyebabkan

kematian pada waktu 2-5 hari.1

Tanda adanya sumbatan saluran napas sebagian diantaranya adalah perasaan

tercekik, tersumbat, batuk, stridor inspirasi serta disfoni. Kemungkinan juga terjadi

retraksi dinding interkosta dan supraklavikula. Kegagalan respirasi bisa berlangsung

cepat dan berkembang menjadi obstruksi/sumbatan komplet. Letargi, dan hilangnya

kesadaran merupakan tanda akhir dari hipoksemia. Bradikardia dan hipotensi

merupakan pertanda ancaman terjadinya gagal jantung. Oleh sebab itu penatalaksanaan

yang cepat dan identifikasi yang tepat mengenai penyebab obstruksi saluran napas atas

dapat menyelamatkan orang yang sedang mengalami obstruksi saluran napas. 1

1.2. Batasan Masalah

Clinical Science Session ini membahas mengenai anatomi dan fisiologi laring,

etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan obstruksi (sumbatan) pada

laring yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, tumor laring baik berupa tumor jinak

ataupun tumor ganas, benda asing (corpus aleinum), alergi (edema angioneurotik), dan

kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan Clinical Science Session bertujuan untuk mengetahui etiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan obstruksi (sumbatan) pada laring.

1

Page 2: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

1.4. Metode Penulisan

Clinical Science Session ini merupakan tinjauan kepustakaan yang dirujuk dari

berbagai literatur.

1.5. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan Clinical Science Session ini adalah untuk mengetahui dan

memahami manifestasi klinis dari obstruksi laring dengan berbagai etiologi sehingga

dapat didiagnosis secara dini serta dapat ditatalaksana dengan cepat dan tepat.

2

Page 3: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.

2.1. Anatomi dan Fisiologi Laring

2.1.1. Anatomi

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas

dan terdapat sepanjang vertebra servikalis IV - VI. Bentuknya menyerupai limas

segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas

atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal

kartilago krikoid.2

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan

beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang

permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh

tendo-tendo dan otot-otot. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago

epiglotis, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, dan

kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh

ligamentum krikotiroid.2

Gambar 1. Anatomi Laring

3

Page 4: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Gambar 2. Kartilago tritisea

Rongga Laring

Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang

yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah epiglotis,

batas belakang ialah, tuberkulum kornikulata Santorini dan insisura

interaritenoidea, batas lateralnya adalah plika ariepiglotika dan tuberkulum

kuneiformis.2

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum

ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika

ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut

rima glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli.

Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu

vestibulum laring, glotik, dan subglotik.2

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika

ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik. Antara plika vokalis dan plika

ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring Morgagni. Daerah

subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis.2

Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat jarang, yang disebut

konus elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah terjadi

edema dan akan terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan berlangsung lama.2

4

Page 5: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Gambar 3. Aditus Laring, batas-batas laring; tampak dorsal

2.1.2. Fisiologi

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, serta

fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda

asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis

secara bersamaan. Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis.

Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.

Sedangkan dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea

dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang

berasal dari paru dapat dikeluarkan.2

Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima

glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus

vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka

(abduksi). Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-

bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga

mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga

sebagai alat pengatur sirkulasi darah.2

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,

yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis, dan

mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke

dalam laring. Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara

serta menentukan tinggi rendahnya nada.2

5

Page 6: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

2.2. Obstruksi Laring

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat disebabkan oleh

infeksi, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor baik tumor jinak ataupun ganas,

alergi (edema angioneurotik) dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral.2,5

Obstruksi jalan napas yang jelas di laringotrakea sangat berbeda dengan penyakit

paru obstruktif menahun. Obstruksi laringotrakea ditandai dengan meningakatnya usaha

ventilasi untuk mempertahankan batas normal ventilasi alveolus sampai terjadi

kelelahan. Pada pasien yang lelah, kematian terjadi dalam beberapa menit atau jam

setelah usaha ventilasi maksimal tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolus yang

normal.2,3

2.2.1. Infeksi Laring (Croup)

a. Definisi

Croup adalah suatu penyakit infeksi laring yang berkembang cepat,

menimbulkan stridor dan obstruksi jalan nafas. Walaupun dapat terjadi pada

usia berapapun, bahkan pada dewasa, croup terutama menyerang pada anak di

bawah usia 6 tahun. Croup dapat dibedakan menjadi laringitis supraglotis

(epiglotitis) akut dan laringitis subglotis akut. Meskipun keduanya dapat

bersifat akut dan berat, namun epiglotitis cenderung lebih hebat, seringkali

berakibat fatal dalam beberapa jam ( 6-12 jam) tanpa terapi. Sedangkan

perjalanan penyakit dari langiritis subglotis akut berlangsung dalam beberapa

hari (2-3 hari) hingga beberapa minggu.4

b. Etiologi

Pada supraglotitis akut etiologinya seringkali. Sedangkan pada langiritis

subglotis akut etiologinya seringkali adalah virus.4

c. Manifestasi Klinis

Secara klinis, kedua penyakitnya tampak serupa dimana pasien

gelisah, cemas, stridor, retraksi dan sianosis namun terdapat beberapa

perbedaan ringan. Anak dengan epiglotitis cenderung duduk dengan mulut

terbuka dan dagu mengarah ke depan, tidak serak dan cenderung tidak

disertai dengan batuk croupy, namun kemungkinan besar mengalami disfagia.

Karena nyeri untuk menelan, maka anak cenderung mengiler. Disfagia pada

epiglotitis dapat merupakan pertanda kolaps. Kolaps merupakan akibat

6

Page 7: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

perluasan inflamasi sepanjang mulut esofagus, dan berarti proses inflamasi

telah menyebabkan pembengkakan epiglotis yang nyata.3,4

Anak dengan laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk

croupy (menggonggong) dan kering. Serangan batuk biasanya terjadi pada

malam hari. Tidak ada gejala disfagia dan mengiler. Makin berat penyakit

pasien, terjadi peningkatan stridor yang disertai dengan cekungan

supraklavikula, interkosta dan daerah epigastrium. Masa inspirasi memanjang

dan kemudian mengi pada ekspirasi akan timbul. Anak tampak sangat

membutuhkan udara dan hipoksia, dengan wajah cemas, gelisah, menolak

makan dan minum serta berbicara. Sianosis mungkin terjadi pada kasus yang

berat.3,4

d. Diagnosis

Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan penemuan klinis dan riwayat

perjalanan penyakit. Pada epiglotitis, foto Rontgen jaringan lunak leher dapat

memperlihatkan pembengkakan yang khas pada daerah supraglotik

memenuhi saluran nafas. Sedangkan pada laringitis subglotis akut foto

Rontgen lateral leher akan memperlihatkan penyempitan di infraglotik.

Gambar 4. Epiglotis normal Gambar 5. Epiglotitis

Apusan dan biakan dari sekret laring harus dilakukan untuk

menentukan organisme penyebab. Manfaatnya sedikit untuk perencanaan

terapi awal, tetapi berguna jika organisme tersebut resisten terhadap terapi

awal itu. Pada laringitis subglotis akut, kadar serum antibodi mungkin

7

Page 8: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

menolong untuk mendiagnosis adanya infeksi virus, terutama bila terdapat

kenaikan titer.3

e. Penatalaksanaan

Anak-anak ini harus segera ditangani tanpa menunggu di bagian gawat

darurat atau radiologi. Pemberian cairan intravena dimulai untuk mencegah

dehidrasi dan pengeringan sekret. Udara dingin dan lembab juga perlu

diberikan, sebaiknya dengan uap air berukuran partikel terkecil. Terapi

antibiotik terhadap Haemophilus dan Staphylococcus dimulai sambil

menunggu hasil biakan. Antibiotik seharusnya tidak boleh ditunda, karena

secara klinis sulit untuk membedakan jenis croup dan perjalanan penyakit

dapat sangat cepat. Steroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengurangi

inflamasi.4

Pasien perlu diamati secara cermat dan dipertimbangkan untuk

trakeostomi atau intubasi. Indikasi bantuan pernapasan adalah kemunduran

meskipun telah diberikan kelembaban, antibiotik dan steroid. Pemantauan

croup termasuk denyut nadi, frekuensi pernapasan, derajat kegelisahan dan

kecemasan, penggunaan otot asesorius pada pernapasan, derajat sianosis,

derajat retraksi dan kemunduran pasien secara menyeluruh. Jika pasien dapat

tidur, bantuan jalan napas tidak diperlukan. Sebaliknya, frekuensi pernapasan

diatas 40 kali/menit, denyut nadi diatas 160 kali/menit, dan kegelisahan serta

retraksi yang makin hebat mengindikasikan perlunya bantuan pernapasan.

Jika anak kolaps, gunakan respirator ambu bertekanan positif untuk memaksa

oksigen melalui jalan napas yang edematosa.4

2.2.2. Trauma Laring

a. Definisi

Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam

akibat luka sayat, luka tusuk,dan luka tembak. Trauma tumpul pada daerah

leher selain dapat merusak struktur laring juga menyebabkan cedera pada

jaringan lunak seperti otot, saraf, pembuluh darah, dll. Hal ini sering terjadi

dalam kehidupan sehari-hari seperti leher terpukul oleh tangkai pompa air,

leher membentur dash board dalam kecelakaan mobil, tertendang atau

terpukul waktu berolah raga bela diri, berkelahi, dicekik, atau usaha bunuh

8

Page 9: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

diri dengan menggantung diri (strangulasi) atau seseorang pengendara motor

terjerat tali di jalan (clothesline injury).

b. Etiologi

Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:

1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi

trakeostomi atau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan

endoskopi, intubasi endotrakea, atau pemasangan pipa nasogaster).

2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan

kimia (cairan alkohol, amoniak, natrium hipoklorit, dan lisol) yang

terhirup.

3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher.

4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan (vokal abuse)

misalnya akibat berteriak, menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara

keras.2

c. Patofisiologi

Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plika

ariepiglotika dan plika ventrikularis, oleh karena jaringan submukosa di

daerah ini mudah membengkak. Selain itu mukosa faring dan laring mudah

robek, yang akan diikuti dengan terbentuknya emfisema subkutis di daerah

leher. Infeksi sekunder melalui robekan ini dapat menyebabkan selulitis,

abses, atau fistel.2

Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan

dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma,

nekrosis tulang rawan, dan perikondritis yang mengakibatkan penyempitan

lumen laring dan trakea. Robekan mukosa yang tidak dijahit dengan baik,

yang diikuti oleh infeksi sekunder, dapat menimbulkan terbentuknya jaringan

granulasi, fibrosis, dan akhirnya stenosis.2

d. Manifestasi Klinis

Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24

jam pertama. Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin

menghebat atau timbul mendadak sesudah trauma merupakan tanda adanya

9

Page 10: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

sumbatan jalan napas. Gejala-gejala berikut menunjukkan adanya kelainan

pada struktur laring:

1) meningkatnya obstruksi jalan napas dengan adanya sesak napas (dispnoe)

2) disfonia atau afonia

3) batuk

4) hemoptisis dan hematemesis

5) nyeri pada leher

6) disfagia dan odinofagia.

Gejala awal mungkin disertai dengan tanda-tanda klinis berikut:

1) deformitas leher

2) emfisema subkutis

3) nyeri tekan laring

4) krepitasi tulang.2,3

Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat

kelainan pita suara akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau

parese pita suara.

Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea,

atau fraktur tulang-tulang rawan laring hingga mengakibatkan udara

pernapasan akan keluar dan masuk ke jaringan subkutis leher. Emfisema leher

dapat meluas sampai ke daerah muka, dada, dan abdomen dan pada perabaan

terasa sebagai krepitasi kulit.2

Hemoptisis dan hematemesis dapat terjadi akibat laserasi mukosa

jalan napas dan bila jumlahnya banyak dapat menyumbat jalan napas.

Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka tusuk, luka sayat, luka tembak,

maupun luka tumpul. Disfagia (sulit menelan) dan odinofagia (nyeri menelan)

dapat timbul akibat ikut bergeraknya laring yang mengalami cedera pada saat

menelan.2,3

Gejala luka tertutup tergantung pada berat ringannya trauma. Pada

trauma ringan gejalanya dapat berupa nyeri pada waktu menelan, waktu

batuk, dan waktu bicara. Di samping itu mungkin terdapat disfonia, tetapi

belum terdapat sesak napas.Pada trauma berat dapat terjadi fraktur dan

dislokasi tulang rawan serta laserasi mukosa laring. Sehingga menyebabkan

gejala sumbatan jalan napas (stridor dan dispnea), disfonia atau afonia,

10

Page 11: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

hemoptisis, hematemesis, disfagia, odinofagia serta emfisema yang

ditemukan di daerah leher, muka, dada, dan mediastinum.2

e. Diagnosis

Terdapatnya salah satu manifestasi klinik di atas merupakan dasar

perkiraan adanya trauma yang berat dan merupakan indikasi untuk melakukan

pemeriksaan laringoskopi indirek, laringoskopi langsung dan bronkoskopi

untuk menentukan adanya edema,hematoma, mukosa dan tulang rawan yang

bergeser dan paralisis pita suara. Rontgen foto leher dan dada harus dilakukan

untuk mendeteksi adanya fraktur laring dan trauma trakea.2,3

Diagnosis luka terbuka di laring dapat ditegakkan dengan adanya

gelembung-gelembung udara pada daerah luka, oleh karena udara yang keluar

dari trakea. Berbeda dengan luka terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring

lebih sulit. Diagnosis ini penting untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah

perlu dilakukan eksplorasi atau cukup dengan pengobatan konservatif dan

observasi saja.2,3

f. Penatalaksanaan

Sebagai terapi awal pada trauma laring akut ialah dengan

mempertahankan aliran udara adekuat, mungkin diperlukan tindakan

trakeostomi. Kemudian dilanjutkan dengan penilaian terhadap trauma dan

menentukan apakah terapi definitif harus dilakukan dengan segera atau perlu

ditunda, yang tergantung pada keadaan klinisnya.2

Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi

laring, misalnya oleh pisau, celurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien

dengan luka terbuka pada laring meninggal sebelum mendapat pertolongan,

oleh karena perdarahan atau terjadinya asfiksia. Penatalaksanaan luka terbuka

pada laring terutama ditujukan pada perbaikan saluran napas dan mencegah

aspirasi darah ke paru. Tindakan yang segera harus dilakukan ialah

trakeostomi dengan menggunakan kanul trakea yang memakai balon,

sehingga tidak terjadi aspirasi darah. Tindakan intubasi endotrakea tidak

dianjurkan karena dapat menyebabkan kerusakan struktur laring yang lebih

parah. Setelah trakeostomi barulah dilakukan eksplorasi untuk mencari dan

mengikat pembuluh darah yang cedera serta memperbaiki struktur laring

11

Page 12: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

dengan menjahit mukosa dan tulang rawan yang robek.Untuk mencegah

infeksi dan tetanus dapat diberikan antibiotika dan serum anti tetanus.2

g. Komplikasi

Komplikasi trauma laring dapat terjadi apabila penatalaksanaanya

kurang tepat dan cepat. Komplikasi yang dapat timbul antara lain:

1. Terbentuknya jaringan parut dan terjadinya stenosis laring

2. Paralisis nervus rekuren

3. Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan parut, dan

stenosis laring dan trakea.2

2.2.3. Tumor Laring

a. Jenis

Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, adenoma, kondroma,

mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma dan neurofibroma. Papiloma

laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak frekuensinya. Papiloma

pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis infantil atau tumbuh

pada usia pertengahan. Kedua keadaan ini dapat berubah jadi karsinoma sel

skuamosa. Perubahan ke arah keganasan terjadi khusus pada penderita yang

sebelumnya pernah mendapat radioterapi.2

b. Manifestasi Klinis

Gejala khasnya berupa disfonia dan apabila papiloma telah menutup rima

glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor yang dapat bertambah hebat

sampai terjadi sumbatan total jalan napas.2,5

Tumor ini terlihat pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik.

Dapat pula di plika ventrikularis atau aritenoid. Secara makroskopik bentuknya

seperti buah murbei, berwarna putih kelabu dan kadang-kadang kemerahan.

Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan

perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini ialah sering tumbuh lagi setelah

diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang.2

12

Page 13: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

c. Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laring langsung, biopsi

serta pemeriksaan patologi-anatomik. 2

Gambar 6. Papiloma Laring

Gambar 7. Karsinoma sel skuamosa pada laring

d. Penatalaksanaan

Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan sinar laser.

Oleh karena sering tumbuh lagi, maka tindakan ini diulangi berkali-kali.

Kadang-kadang dalam seminggu sudah tampak papiloma tumbuh lagi. Terapi

terhadap penyebabnya belum memuaskan, karena sampai sekarang etiologinya

belum diketahui dengan pasti. Tidak dianjurkan memberikan radioterapi, oleh

karena papiloma dapat berubah menjadi ganas. 2

Pada tumor ganas laring setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan,

maka ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3

cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat

sitostatika ataupun kombinasinya tergantung pada stadium penyakit dan keadaan

umum pasien. Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk

13

Page 14: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium

4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim

untuk mendapatkan radiasi. Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis

ataupun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, yang sering dilakukan

adalah laringektomi totalis karena beberapa pertimbangan, sedangkan

laringektomi parsial jarang dilakukan, karena teknik sulit untuk mentukan batas

tumor. Selain itu dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke

kelenjar limfa leher. Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal

pemberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk,

disamping harga obat ini yang relatif mahal, sehingga tidak terjangkau oleh

pasien.2

Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis

yang paling baik di antara tumor-tumor daerah traktur aero-digestivus, bila

dikelola dengan tepat, cepat dan radikal. 2

Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring

menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring

beserta pita suara yang ada di dalamnya, maka pasien akan menjadi afonia dan

bernapas melalui stoma permanen di leher. Untuk itu diperlukan rehabilitasi

terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat

memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni

rehabilitasi suara agar pasien dapat berbicara, sehingga berkomunikasi verbal.

Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni

semacam vibrator yang ditempelkan di daerah sub mandibula, ataupun dengan

suara yang dihasilkan dari esofagus (esophageal speech) melalui proses belajar.

Ada 2 faktor utama yang mempengaruhi suksesnya rehabilitasi suara ini, yakni

faktor fisik dan faktor psiko-sosial. 2

2.2.4. Corpus Alienum

a. Definisi

Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar

tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing

yang berasal dari luar tubuh, disebut benda asing eksogen, biasanya masuk

melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh, disebut

benda asing endogen.2

14

Page 15: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing

eksogen padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan (yang berasal

dari tumbuh- tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka binatang) dan zat

anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen

cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda

cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.2

Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan

darah, nanah, krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit, cairan amnion,

mekonium dapat masuk ke dalam napas saluran bayi pada saat proses

persalinan.2

b. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing kedalam

saluran napas antara lain, faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan,

kondisi sosial, tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi yang normal,

(antara lain keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme), proses menelan

yang belum sempurna pada anak, ukuran dan bentuk serta sifat benda asing.

Faktor kecorobohan, (antara lain meletakan benda asing dimulut, makan atau

minum tergesa-gesa, makan sambil bermain (pada anak), memberikan kacang

atau permen pada anak yang gigi molarnya belum lengkap.2

c. Manifestasi Klinis

Gejala sumbatan benda asing didalam saluran napas tergantung pada

lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan

ukuran benda asing. Bila seorang pasien, terutama anak, diketahui mengalami

rasa tercekik atau manisfestasi lainnya, rasa tersumbat ditenggorok, batuk-batuk

sedang makan, maka keadaan ini haruslah dianggap sebagai gejala aspirasi

benda asing.2

Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara

atau berada di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk

dan letak (posisi) benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan

keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam

waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala

antara lain disfonia sampai afonia, apne dan sianosis.2

15

Page 16: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan gejala suara parau,

disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak (croupy cough), odinofagia,

mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif dari benda asing (pasien akan

menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut) dan dispne

dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda asing masih

tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih

meninggalkan reaksi laring oleh karena edema laring.2

d. Diagnosis

Diagnosis klinis benda asing disaluran napas ditegakan berdasarkan

anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul rasa tercekik

(choking), gejala, tanda, pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi dan

pemeriksaan radiologik sebagai pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda

asing disaluran napas ditegakan setelah dilakukan tindakan endoskopi atas

indikasi diagnostik dan terapi.2

Anamnesis yang cermat perlu ditegakan karena kasus aspirasi benda

asing sering tidak segera dibawa kedokter pada saat kejadian. Perlu diketahui

macam benda atau bahan yang teraspirasi dan telah berapa lama tersedak benda

asing itu.2

Pada kasus benda asing disaluran napas dapat dilakukan pemeriksaan

radiologik dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda

asing yang bersifat radioopak dapat dibuat Röentgen foto segera setelah

kejadian, sedangkan benda asing radiolusen (seperti kacangkacangan) dibuat

Röentgen foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum

menunjukan gambaran radiologis yang berarti. Pemeriksaan radiologik leher

dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan lunak leher dan pemeriksaan toraks

postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi benda asing.

Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher

dalam fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan napas dari

mulut sampai karina. Karena benda asing dibronkus utama atau lobus,

pemeriksaan paru sangat membantu diagnosis.2

Video Fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas

secara keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan

adanya obstruksi parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologik pada

benda asing di saluran napas setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran

16

Page 17: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

emfisema tampak sebagai pergeseran mediastinum ke sisi paru yang sehat pada

saat ekspirasi (mediastinal shift) dan pelebaran interkostal.2

Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada diperifer

pada pandangan endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda

asing yang lama berada di bronkus.2

Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya

gangguan keseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial. 2

e. Penatalaksanaan

Pasien dengan benda asing di laring harus diberi pertolongan dengan

segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya dalam beberapa menit.

Pada anak dengan sumbatan total pada laring, dapat dicoba dengan menolongnya

dengan memegang anak dengan posisi terbalik, kepala ke bawah, kemudian

daerah punggung/tengkuk dipukul, sehingga diharapkan benda asing dapat

dibatukkan ke luar.2

Gambar 8. Cara pengeluaran benda asing Gambar 9. Cara pengeluaran benda asing

pada anak < 1 tahun pada anak >1 tahun

17

Page 18: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring

secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat

dilakukan pada anak maupun orang dewasa. Menurut teori Heimlich, benda

asing masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi. Dengan demikian paru

penuh oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan

menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar ke luar.

Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat Heimlich tidak

dapat digunakan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit

terdekat untuk diberi pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau

bronkoskop, atau kalau alat-alat itu tidak ada, dilakukan trakeostomi sebelum

merujuk. Pada waktu tindakan trakeostomi, pasien tidur dengan posisi

Trandelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya benda asing tidak turun

ke trakea. Kemudian pasien dapat dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai

fasilitas laringoskopi dan bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing itu

dengan cunam. Tindakan ini dapat dilakukan dengan anastesi (umum) dan

analgesia (lokal).2

2.2.5. Alergi: Edema Angioneurotik

a. Definisi

Edema angioneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab

obstruksi laring yang biasanya disebabkan oleh alergi. Edema laring

angioneurotik akut dapat mengobstruksi saluran pernapasan setelah respon

imun humoral akut terhadap berbagai antigen seperti sengatan lebah, suntikan

antibiotika dan makanan.5

b. Manifestasi klinis

Gejalanya berupa suara parau yang progresif setelah kontak dengan,

mengirup atau menelan alergen, tanpa tanda infeksi. 5

c. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis terdapatnya riwayat atopi

pada pasien maupun keluarganya dan terjadi setelah paparan alergen, serta

dari pemeriksaan fisik. Kadang-kadang kerentanan individu dapat dibuktikan

dengan mendeteksi C1 esterase di dalam darah.5

18

Page 19: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

d. Penatalaksanaan

Diindikasikan suntikan epinefrin, oksigen dan selanjutnya

penyelidikan alergi tindak lanjut. Pada keadaan parah, diperlukan

krikotiroidotomi maupun trakeostomi untuk menyelamatkan jiwa.5

2.2.6. Kelumpuhan nervus rekuren bilateral

a. Etiologi

Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan

tiroid,terutama total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah karena

pertumbuhan tumor tiroid yang malignan.5

b. Manifestasi klinis

Paralisis bilateral n. Laringeus rekurens menyebabkan sesak nafas sebab

celah suara cukup sempit karena kedua pita suara tidak dapat abduksi pada

inspirasi sehingga menetap pada posisi paramedian. Kadang pita suara cenderung

bertaut pada inspirasi sehingga keselamatan penderita terancam.5

c. Penatalaksanaan

Bila pita suara bertaut pada saat inspirasi, penderita harus diselamatkan

dengan intubasi dan trakeostomi. Beberapa kondisi memiliki indikasi operasi

fiksasi pita suara di posisi abduksi pada paralisis n. Laringeus rekurens bilateral.5

2.3. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda sumbatan laring adalah :

1. Suara serak (disfoni sampai afoni)

2. Sesak napas (dispnea)

3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengan pada waktu inspiras.

4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,

supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot

pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)

6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

19

Page 20: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda

dan gejala:

Stadium 1. Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu

inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2. Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,

ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai

gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.

Stadium 3. Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di

infraklavikuladan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor terdengar

pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4. Cekungan-cekungan diatas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak

sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien maka

akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah

dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

2.4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laringoskopi.

Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi indirek, dan pada anak laringoskopi direk.2

2.5. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan/ penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan

penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin

ventilasi. Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan supaya

jalan jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian antiinflamasi,

antialergi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermitten dilakukan pada sumbatan

laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk

membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui

mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat

trakeostomi atau melakukan krikotirotomi.

Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan

laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring

stadium 4.

Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasarkan analisis gas darah

(pemeriksaan Astrup). Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endotrakea merupakan

20

Page 21: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

pilihan pertama, sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia sebaiknya

dilakukan trakeostomi.2

2.5.1. Perasat Heimlich

Dengan perasat Heimlich, dilakukan pada penekanan paru. Caranya ialah,

bila pasien masih dapat berdiri, maka penolong dapat berdiri di belakang pasien,

kepalan tangan penolong diletakkan di atas prossesus xifoid, sedangkan tangan

kirinya diletakkan diatasnya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan

keatas ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing akan terlempar ke

luar mulut.

Bila pasien sudah berbaring karena pingsan, maka penolong bersetumpu

pada lututnya di kedua sisi pasien, kepalan diletakkan di bawah prosesus xifoid,

kemudian dilakukan penekanan ke bawah dan ke arah paru pasien beberapa kali,

sehingga benda asing akan terdorong melalui mulut. Pada tindakan abdominal

thrust ini posisi muka pasien harus lurus, leher jangan ditekuk ke samping, supaya

jalan napas merupakan garis lurus.

Komplikasi perasat Heimich ialah kemungkinan terjadinya ruptur lambung

atau hati dan fraktur iga. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya

tidak dengan menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan menggunakan

dua buah jari kiri dan kanan.2

Gambar 10. Heimlich maneuverpada pasien tidak sadar21

Page 22: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Gambar 11. Abdominal thrust pada pasien sadar

2.5.2. Intubasi Endotrakea

a. Indikasi intubasi endotrakea

1) untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas,

2) membantu ventilasi

3) memudahkan mengisap sekret dari tarktus trakeo-bronkial

4) mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari

lambung. Intubasi endotrakea merupakan cara yang paling cepat untuk

memperbaik jalan napas. Dapat dilakukan secara transnasal atau transoral.2,3

Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinilchloride dengan

balon (cuff) pada ujungnya yang dapat diisi dengan udara, diperkenalkan oleh

Magill pertama kali tahun 1964,dan sampai sekarang sering dipakai untuk

intubasi. Ukuran pipa endotrakea ini harus sesuai dengan ukuran trakea

pasien dan umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7-

8,5 mm. Pipa endotrakea yang dimasukkan melalui hidung dapat

dipertahankan untuk beberapa hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa

intubasi endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya

dilakukan trakeostomi.2

b. Teknik Intubasi Endotrakea

Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat dan dapat

dilakukan tanpa atau dengan analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi

pasien tidur terlentang, leher fleksi sedikit dan kepala ekstensi. Laringoskop

dengan spatel bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukkan melalui

mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan

22

Page 23: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas,

sehingga pita suara dapat terlihat. Dengan tangan kanan pipa endotrakea

dimasukkan melalui mulut terus melalui celah antara kedua pita suara ke

dalam trakea. Pipa endotrakea dapat juga dimasukkan melalui salah satu

lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan cunam Magill ujung pipa

endotrakea dimasukan ke dalam celah anatara kedua pita suara sampai ke

trakea.

Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan

baik. Apabila menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang

tidur terlentang itu, pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga

kepala mudah diekstensikan maksimal.

Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri

dan dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat

horizontal ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat. Pipa

endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukan melalui celah pita

suara sampai di trakea. Kemudia balon diisi udara dan pipa endotrakea

difiksasi dengan plester.2

c. Komplikasi

Pipa yang terpasang di laring untuk waktu lama dapat

menimbulkan ulserasi mukosa, pembentukan jaringan granulasi, edem

subglotis, dan akhirnya stenosis laring dan trakea. Komplikasi ini lebih sering

pada pasien sadar atau hiperaktif dengan refleks menelan yang aktif.4

2.5.3. Trakeostomi

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior

trakea untuk bernapas. Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan menjadi:

1) trakeostomi letak tinggi, yaitu di cincin trakea 2-3

2) trakeostomi letak rendah, setinggi cincin trakea 4-5.

Berdasarkan letak tinggi dan rendah kira-kira setinggi ismus kelenjar

tiroid, bila melakukan trakeostomi sebaiknya letak tinggi karena:

1) letak trakea lebih superfisial

2) dekat dengan bangunan pedoman yaitu kartilago tiroid atau krikoid

3) kanul tidak mudah lepas dan bila lepas mudah dikembalikan

4) ismus atau timus pada anak tidak terganggu

5) aman, karena jauh dari pembuluh darah besar.

23

Page 24: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi

dalam:

1) trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana yang kurang

2) trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik

(lege artis).2

a. Indikasi Trakeostomi

1. Mengatasi obstruksi laring

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas

seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya

stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru,

tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien

dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.

3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak

dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam

koma.

4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan)

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai

fasilitas bronkoskopi. 2

b. Alat-alat trakeostomi

Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit

dengan obat anlagesia (novokain), pisau (skalpel), pinset anatomi, gunting

panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang

tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien. 2

Gambar 12. Kanul silikon Gambar 13. Kanul metal

24

Page 25: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Gambar 14. Alat –alat trakeostomi

c. Teknik Trakeostomi

Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga

memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital.

Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis

median dekat permukaan leher. Kulit daerah leher dibersihkan secara asepsis

dan antisepsis dan ditutup dengan kasa steril. Obat anastetikum (novokain)

disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fosa suprasternal secara infiltrasi.

Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dibawah krikoid sampai

fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada

pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-

kira 2 jari dibawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat

kira-kira 5 cm.

Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan dibawahnya

dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul,

sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin-cincin tulang

rawan yang berwarna putih. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang

tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong

ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismus tiroid diikat kedua tepinya

dan disihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan

aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea

dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin

trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian dipasang kanul trakea

25

Page 26: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien

dengan luka operasi ditutup dengan kasa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan, sebelum membuat lubang trakea, perlu

dibuktikan dulu yang akan dipotong itu benar-benar trakea dengan cara aspirasi

dengan semprit yang berisi novokain. Bila yang ditusuk itu trakea maka pada

waktu dilakukan aspirasi terasa ringan dan udara yang terisap akan

menimbulkan gelembung udara. Untuk mengurangi refleks batuk dapat

disuntikan novokain sebanyak 1 cc ke dalam trakea.

Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatiakan insisi kulit

jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya

emfisema kulit. Ukuran kanul harus sesuai dengan diameter lumen trakea. Bila

kanul terlalu kecil, akan menyebabkan kanul bergerak-gerak sehingga terjadi

rangsangan pada mukosa trakea dan mudah terlepas ke luar.

Bila kanul terlalu besar, sulit untuk memasukkannya ke dalam lumen dan

ujung kanul akan menekan mukosa trakea dan menyebabkan nekrosis dinding

trakea. Panjang kanul harus sesuai pula. Bila terlalu pendek akan mudah keluar

dari lumen trakea dan masuk ke dalam jaringan subkutis sehingga timbul

emfisema kulit dan lumen kanul akan tertutup sehingga menimbulkan asfiksia.

Bila kanul terlalu panjang maka mukosa trakea akan teriritasi dan mudah

timbul jaringan granulasi. 2

Gambar 15. Teknik trakeostomi

26

Page 27: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

d. Perawatan pasca trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret dapat

menyumbat, sehingga akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu sekret di trakea dan

kanul harus sering diisap ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya

2 kali sehari, lalu segera dimasukan lagi ke dalam kanul luar. Pasien dapat

dirawat di ruang perawatan biasa dan perawatan trakeostomi sangatlah penting.

Bila kanul harus dipasang untuk jangka waktu lama, maka kanul luar harus

dibersihkan 2 minggu sekali. Kain kasa di bawah kanul harus diganti setiap

basah, untuk menghindari terjadinya dermatitis. 2

Gambar 16. Memasang kanul

2.5.4. Krikotirotomi

Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan

gawat napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus

dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat. 2

a. Indikasi Krikotirotomi:

1. Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau trakeostomi tidak

memadai untuk

mengatasi obstruksi jalan napas yang berat.

2. Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh tenaga

yang tidak

terlatih medis.

3. Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi laring

karena tumor,

27

Page 28: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut dikeluarkan pada saat

operasi definitif. 3

b. Teknik Krikotirotomi

Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto

oksipitalis. Puncak tulang rawan (Adam’s apple) mudah diidentifikasi

difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang

rawan tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran

krikotiroid terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi

dengan anastetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan

di bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah

kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian,

masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk

sementara. 2

Gambar 17. Krikotirotomi

c. Komplikasi

Kerugian teknik ini banyak, sehingga terbatas penggunaannya.

Ruang krikotiroid relatif sempit dan sering tidak cukup untuk memasukkan

pipa trakeostomi dengan ukuran adekuat tanpa merusak kartilago krikoid.

Tiap luka pada krikoid dapat diikuti dengan perikondritis dan stenosis laring.

28

Page 29: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

Arteri krikotiroid masuk ke dalam ruang krikotiroid dekat garis tengah yang

mungkin menjadi sumber perdarahan yang cukup banyak selama melakukan

teknik ini.3

Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama.

Makin lama pipa terpasang pada membran krikotiroid, makin besar

kemungkinan terjadi perinkondritis, karena kanul yang letaknya tinggi akan

mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotik, sehingga terbentuk jaringan

granulasi, dan akhirnya stenosis laring. Sehingga sebaiknya segera diganti

dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.2,3

Krikotirotomi merupakan kontraindikasi pada anak di bawah 12

tahun, demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan

terdapat laringitis. 2

d. Perawatan Pasca Bedah

Kanul trakeostomi harus segera dimasukkan melalui krikotirotomi

segera setelah alat tersebut tersedia. Krikotirotomi harus diganti dengan

trakeostomi melalui insisi terpisah yang lebih rendah segera setelah keadaan

pasien stabil. Bila mungkin dilakukan dalam 24 jam atau paling lama 48 jam

setelah krikotirotomi.2,3

29

Page 30: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

BAB III

PENUTUP

3.

3.1. Kesimpulan

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring oleh bermacam-macam

sebab seperti peradangan pada laring, tumor laring, alergi (edema angioneurotik), benda

asing, trauma, dan paralisis nervus rekuren laring bilateral yang dapat menyumbat

laring.

Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di laring akan

menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana akan menyebabkan

kematian akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring dapat menyebabkan gejala suara

parau, disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, sianosis,

hemoptisis, dan rasa subjektif benda asing.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan

laringoskopi. Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada anak

dilakukan laringoskopi langsung.

Tindakan pada pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan derajat

obstruksi.Penatalaksanaan dapat bersifat konservatif dengan pemberian obat-obatan,

dapat pula dengan tindakan bedah. Tindakan operatif untuk membebaskan saluran napas

ini dapat dengan cara memasukan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi endotrakea

transoral) atau melalui hidung (intubasi endotrakea transnasal) , membuat trakeostomi

atau melakukan krikotirotomi.

3.2. Saran

Peranan ahli THT banyak berbuhungan dengan mempertahankan jalan napas dan

penatalaksanaan saluran napas, baik dengan cara intubasi, trakeostomi maupun

kritotirotomi. Oleh karena itu tim medis harus menguasai seluruh aspek perawatan jalan

napas.

Apabila dijumpai seseorang yang mengalami sumbatan jalan napas (laring),

sebaiknya ditangani dengan segera karena asfiksia dapat terjadi hanya dalam beberapa

menit. Tindakan yang dilakukan yaitu dengan perasat Heimlich, trakeostomi maupun

krikotirotomi.

Penyebab sumbatan jalan napas harus segera diketahui agar dapat dilakukan

penatalaksanaan dan perawatan selanjutnya. Sebaiknya penanganan darurat terhadap

sumbatan jalan napas dapat dilakukan oleh siapapun tidak bergantung hanya pada para 30

Page 31: Refrat Obs Laring Aya,Maisyah,Hasnan,Luli

tenaga medis mengingat seringnya kejadian sumbatan jalan napas dalam kehidupan

sehari-hari.

31