Lapsus Obs Peb Trisna

42
LAPORAN KASUS PREEKLAMPSIA BERAT OLEH : Baiq Trisna Satriana H1A 008 042 PEMBIMBING : dr. Ketut Dewi Wijayanti, Sp.OG DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI LAB/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN 1

Transcript of Lapsus Obs Peb Trisna

Page 1: Lapsus Obs Peb Trisna

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA BERAT

OLEH :

Baiq Trisna Satriana

H1A 008 042

PEMBIMBING :

dr. Ketut Dewi Wijayanti, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI LAB/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/ RSUD PRAYA

2012

1

Page 2: Lapsus Obs Peb Trisna

KATA PENGANTAR

Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNyalah

sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun

untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari Lab/ SMF Ilmu Kebidanan dan

Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Dalam penyusunan laporan

yang berjudul “Preeklampsia Berat” ini penulis memperoleh bimbingan, petunjuk serta

bantuan moral dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:

1. dr. Ketut Dewi Wijayanti, Sp.OG, selaku Dosen Pembimbing laporan kasus ini.

2. dr. I Ketut Puspa Ambara, Sp.OG selaku supervisor RSUD Praya

3. dr. H. Doddy Ario Kumboyo, Sp.OG (K), selaku Dosen Pembimbing laporan kasus ini.

4. dr. A. Rusdhy H. Hamid, SpOG, selaku kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan

RSU Mataram

5. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku Koordinator Pendidikan Bagian/ SMF Kebidanan dan

Kandungan RSU Mataram

6. dr. Edi P.W., Sp.OG selaku supervisor

7. Rekan-rekan dokter muda

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan

masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan tinjauan pustaka.

Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan

kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis

dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.

Mataram, Desember 2012

Penulis

2

Page 3: Lapsus Obs Peb Trisna

BAB I

PENDAHULUAN

Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang

terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal

setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan

persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan

nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5

tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta

anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di

negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita

menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988

menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002 (Survei Demografi

Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di negara maju

seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian besar

kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk

perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Langelo,

2012).

Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan

penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia.

Wahdi, dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di

RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini

sebanding dengan dokumen WHO (18 September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab

langsung kematian terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan

penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini

preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus

diperhatikan dengan seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara

rutin untuk mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam

usaha pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya, 2003).

Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan

etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan.

Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden

preeklampsia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya

lebih maju jarang terkena preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering

3

Page 4: Lapsus Obs Peb Trisna

terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi

predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik, kelainan faktor pembekuan,

diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau

yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga (George, 2007).

4

Page 5: Lapsus Obs Peb Trisna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan

tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003). Preeklampsia terjadi pada umur

kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi

dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang

dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).

2.2 Epidemiologi Preeklampsia

2.2.1 Insiden Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang

mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam

penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-

10% (Tomasulo, 2006), Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian

preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Pada

primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida,

terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia

dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431

persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia

sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai

pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,

kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor

predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan kejadian

preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik

yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Langelo, 2012).

Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999)

mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin

Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga

paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.

Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka

memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %)

5

Page 6: Lapsus Obs Peb Trisna

yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar

memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan

tunggal (Cunningham, 2003).

2.2.2 Faktor Risiko Preeklampsia

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya

preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi

terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi;

1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat

keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.

2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking

antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia

Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan

kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.

3) Kegemukan

4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi

kembar atau lebih.

5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu

sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi

hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik

arthritis atau lupus (Langelo, 2012).

2.3 Etiologi Preeklampsia

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori

yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu

disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.

Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”.

Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini

(Mochtar, 1998).

Adapun teori-teori tersebut adalah ;

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga

sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan

pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit

6

Page 7: Lapsus Obs Peb Trisna

bertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun.

Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%,

hipertensi dan penurunan volume plasma (Prawirohardjo, 1999).

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I terjadi

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada

preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat

diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.

3) Peran Faktor Genetik

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu

yang menderita preeklampsia.

4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

5) Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan

vasodilatasi dari pembuluh darah.

6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki

peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui

dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan

dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah

dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai

dengan kemajuan kehamilan (Prawirohardjo, 1999).

2.4 Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada

sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia

(Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami

peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan)

yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan

pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan

defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi

glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri

epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi

penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan

pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan

7

Page 8: Lapsus Obs Peb Trisna

trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin

terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Prawirohardjo, 1999).

Perubahan pada organ-organ :

1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan

eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload

jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya

secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh

larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam

ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003).

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui

penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia

dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.

Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang

diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan

kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan

perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam

serum biasanya dalam batas normal (Tomasulo, 2006).

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi

ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi

untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat

yang mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini

disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri

atau didalam retina (Mochtar, 1998).

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks

serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Tomasulo, 2006).

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga

terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada

preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap

rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

8

Page 9: Lapsus Obs Peb Trisna

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang

menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau

abses paru (Mochtar, 1998).

2.5 Gambaran Klinis Preeklampsia

2.5.1 Gejala subjektif

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,

penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini

sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa

eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria

bertambah meningkat (Trijatmo, 2005).

2.5.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30

mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg.

Tekanan darah pada preklamsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai

kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema

paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael,

2005).

2.6 Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2

golongan yaitu;

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 140/90 mmHg sampai < 160/110 mmHg setelah usia kehamilan >20

minggu.

b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter

atau midstearm.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+

9

Page 10: Lapsus Obs Peb Trisna

c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

e) Terdapat edema paru dan sianosis

f) Trombositopeni

g) Gangguan fungsi hati

h) Pertumbuhan janin terhambat (Prawirohardjo, 1999).

2.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

2.7.1 Perawatan Konservatif

1. Bila umur kehamilan < 37 minggu, tanpa adanya keluhan subyektif dengan

keadaan janin baik.

2. Pengobatan dilakukan di Kamar Bersalin / Ruang Isolasi :

a. Tirah baring dengan miring ke satu sisi (kiri)

b. Infus Dekstrose 5%, 20 tetes/menit

c. Pasang kateter tetap

d. Pemberian obat anti kejang : Magnesium Sulfat (MgSO4)

Langsung berikan dosis pemeliharaan MgSO4 2 g/jam IV

Caranya :

- Siapkan larutan infus Dekstrose 5% atau NaCL 0,9% 500 cc

- Masukkan MgSO4 40% 30 cc ke dalam 500 cc larutan infuse

- Atur tetesan 28 tetes/menit (1 kolf/ 6 jam)

- Monitor jumlah tetesan, bersamaan dengan monitor tanda vital.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :

- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium Glukonas 10% (1 gr

dalam 10 cc) diberikan IV pelan (3 menit).

- Refleks patella (+)

- Frekuensi pernafasan > 16 x/menit

- Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.

a. Pemberian anti hipertensi (bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg)

Injeksi Clonidin 1 ampul (0,15 mg/cc) dilarutkan/diencerkan dalam larutan

Dekstrose 5% 10 cc. Mula-mula disuntikkan 5 cc IV perlahan-lahan selama 5

menit. Kemudian setelah 5 menit tekanan darah diukur bila belum ada

10

Page 11: Lapsus Obs Peb Trisna

penurunan, maka diberikan lagi 5 cc IV perlahan-lahan selama 5 menit. Injeksi

Clonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah diastolik normal.

b. Pemeriksaan Laboratorium :

Hb, Trombosit, Hematokrit, Asam Urat

Urine lengkap dan produksi urine 24 jam

Fungsi hati

Fungsi ginjal

c. Konsultasi :

SMF Penyakit Dalam

SMF Mata

SMF Jantung, dll.

3. Pengobatan dan evaluasi selama rawat inap di Kamar Bersalin :

a. Tirah Baring

b. Medikamentosa :

Nifedipin 3 x 10 mg (po).

Roboransia

a. Pemeriksaan Laboratorium :

Hb, Trombosit, Hematokrit, asam urat

Urine lengkap dan produksi urine 24 jam

Fungsi hati

Fungsi Ginjal

a. Diet biasa

b. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (KTG/USG)

1. Perawatan Konservatif dianggap gagal bila :

Adanya tanda-tanda “ Impending Eklampsia “ (keluhan subyektif)

Penilaian kesejahteraan janin jelek

Kenaikan tekanan darah progresif

Adanya Sindroma HELLP

Adanya kelainan fungsi ginjal

2. Perawatan konservatif dianggap berhasil bila : penderita sudah mencapai perbaikan

dengan tanda-tanda pre-eklampsia ringan dan perawatan dilanjutkan sekurang-

kurangnya selama 3 hari lagi kemudian penderita boleh pulang.

11

Page 12: Lapsus Obs Peb Trisna

3. Bila perawatan konservatif gagal dilakukan terminasi.

2.7.2 Perawatan Aktif

a. Indikasi :

1. Penilaian kesejahteraan janin jelek

2. Adanya keluhan subyektif ( “Impending Eklampsia” )

3. Adanya sindroma HELLP

4. Kehamilan aterm

5. Perawatan konservatif gagal

6. Perawatan selama 24 jam, tekanan darah tetap ≥ 160 / 110 mmHg

b. Pengobatan Medikamentosa :

1. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)

2. Infus Dekstrose 5% 20 tetes/menit

3. Pemberian MgSO4

Dosis Awal : Berikan MgSO4 4 g IV (bolus)

Caranya :

- Masukkan MgSO4 40 % 10 cc ke dalam spuit 20 cc

- Tambahkan aquadest 10 cc

- Berikan secara IV perlahan (5-10 menit)

- Bila tidak tersedia spuit 20 cc, dapat menggunakan spuit 10 cc :

Mula-mula masukkan MgSO4 40% 5 cc ke dalam spuit 10 cc lalu

tambahkan aquadest 5 cc kemudian tambahkan lagi aquadest 5 cc dan

suntikkan kembali.

Dosis Pemeliharaan : MgSO4 2 g / jam IV

- Setelah tindakan (pervaginam atau seksio sesarea) pasien segera

minum 1 s/d 2 gelas.

- Setelah bayi lahir, monitor : keluhan subyektif, tekanan darah dan

diuresis dalam 2 jam (100 cc/jam).

- Bila tidak ada keluhan subjektif, tekanan darah sesuai kriteria

Preeklampsia ringan dan diuresis 100 cc/jam maka pemberian MgSO4

dihentikan.

- Bila timbul tanda-tanda intoksikasi MgSO4 segera berikan Calcium

Gluconas 10%, 1 gr dalam 10 cc IV pelan-pelan selama 3 menit.

12

Page 13: Lapsus Obs Peb Trisna

- Bila sebelum pengobatan MgSO4 telah diberikan Diazepam maka

dilanjutkan pengobatan dengan MgSO4.

1. Bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg diberikan injeksi Clonidin 0,15 mg IV

yang diencerkan 10 cc Dekstrose 5% diberikan sama dengan perawatan

konservatif dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 mg.

c. Terminasi Kehamilan :

Induksi persalinan dengan drips Oksitosin bila :

- Kesejahteraan janin baik

- Skor pelvik (Bishop) ≥ 5

Operasi Seksio Sesarea bila :

- Kesejahteraan janin jelek

- Skor pelvik (Bishop) < 5

Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.

Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:

- Tidak terdapat koagulapati

- Anestesi yang aman/ terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan

anastesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi

- Jika anestesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil,

lakukan persalinan pervaginam.

Jika servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml

dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (Abdul bari, 2001).

2.8 Komplikasi

Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus berupa

prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut maupun kronis. Pada

kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran

(Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering terjadi pada preklampsia berat adalah (Wiknjosastro,

2006) :

1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita

hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio plasenta

terjadi pada pasien preeklampsia.

2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23%

hipofibrinogenemia.

13

Page 14: Lapsus Obs Peb Trisna

3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala

klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini

merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal

hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan

mekanisme ikterus tersebut.

4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal.

5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama

seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini

merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.

6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia

diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui

dengan pemeriksaan faal hati. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver

enzymes dan low platelet.

7. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan

sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain

yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

8. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.

9. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat

kejang, pneumonia aspirasi dan DIC (Pangeman, 2002).

2.9 Prognosis

Prognosis untuk eklampsia selalu serius walaupun angka kematian ibu akibat

eklampsia telah menurun selam tiga dekade terakhir dari 5 sampai sepuluh persen menjadi

kurang dari tiga persen kasus. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya

pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat mendapat

pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem

paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan

hipoksia intra uterin (Pangeman, 2002).

14

Page 15: Lapsus Obs Peb Trisna

BAB III

LAPORAN KASUS

Tanggal/Jam Masuk RSUP NTB : 19 November 2012/ 06.20 Wita

Nomor Rekam Medis : 066381

Nama Dokter Muda / NIM : Baiq Trisna Satriana / H1A008042

I. IDENTITAS

Nama : Ny. M

Usia : 24 tahun

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Suku : Sasak

Alamat : Dopang, Lombok Barat

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri pada perut menjalar sampai ke pinggang

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merupakan rujukan dari puskesmas gunungsari dengan G1P0A0H0

postterm/T/H/IU preskep K/U ibu dan janin baik PK1 fase aktif+ PEB. Pasien mengeluh

nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang sejak pukul 03.00 wita (19-11-2012).

keluar lendir campur darah (+), riwayat keluar air dari jalan lahir (+), gerak janin masih

dirasakan pasien. Keluhan nyeri kepala, nyeri ulu hati, muntah, penglihatan kabur (-).

Kronologis :

Puskesmas Gunungsari 04.30 (19-11-12)

S: pasien hamil 9 bulan datang ke puskesmas gunungsari mengeluh nyeri perut

menyebar ke pinggang sejak pukul 03.00, lendir campur darah (+)

O:

KU: baik

TD : 150/100 mmHg

N : 88x/menit

RR: 28x/menit

T: 36,5 oC

15

Page 16: Lapsus Obs Peb Trisna

Status Obstetri

L1: bokong

L2: puka

L3: kepala

L4: 4/5

His: 2x10'~20"

Djj: 12-11-11 (136x/menit)

TBJ: 2480 gram

VT: Ø 1cm, eff 25%, amnion (+), teraba kepala ↓H1, denominator UUK, impalpable

bagian terkecil janin dan tali pusat

UL: proteinuria +4

A: G1P0A0L0 Postterm/S/L/IU presentasi kepala K/U ibu dan janin baik PK1 fase

aktif+ PEB

P:

(04.40)

MgSO4 bolus 4 gr

IVFD RL 1 flash + MgSO4 6 gr drip 28 tpm

Rujuk ke RSUP NTB

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat asma, penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga memiliki penyakit asma, hipertensi, diabetes mellitus maupun penyakit

berat lainnya disangkal. Riwayat keluarga mengalami hipertensi dalam kehamilan

disangkal.

Riwayat Alergi :

Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.

Riwayat Obstetri :

1. Ini

HPHT : 28/01/2012

Taksiran Persalinan : 04/11/2012

Riwayat ANC : 7 kali di Polindes

ANC terakhir : 02/11/2012

Riwayat USG : -

16

Page 17: Lapsus Obs Peb Trisna

Riwayat KB : -

Rencana KB : -

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : baik

Kesadaran : E4V5M6

Tanda Vital

- Tekanan darah : 160/110 mmHg

- Frekuensi nadi : 96 x/menit

- Frekuensi napas : 22 x/menit

- Suhu : 36,6oC

Pemeriksaan Fisik Umum

- Mata : anemis -/-, ikterus -/-

- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)

- Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+)

- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +

- - + +

IV. STATUS OBSTETRI

L1 : bokong

L2 : punggung di sebelah kanan

L3 : kepala

L4 : 4/5

TFU : 29 cm

TBJ : 2790 gram

His : 1x/10’~20”

DJJ : 12-12-12 (144 x/menit)

VT : Ø 1cm, amnion (+), eff. 25 %, teraba kepala ↓ HI, denominator ubun-ubun

kecil kiri, bagian terkecil janin dan tali pusat tidak teraba.

PE:

spina ishiadica tidak prominen, os coccygeus mobile, arkus pubis>90o

PS: 3

Dilatasi servix:1 (1)

17

Page 18: Lapsus Obs Peb Trisna

Panjang servix: 2 (1)

Station: -3 (0)

Konsistensi: moderate (1)

Posisi: posterior (0)

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

- HGB : 11,2x 106/ µL

- WBC : 10,0x 103/ µL

- PLT : 191x 103/ µL

- HCT : 37,1%

- HBsAg : (-)

- Creatinin: 0,6 mgl/dl

- Ureum: 15 mgl/dl

- SGOT : 27mgl/dl

- SGPT:19 mgl/dl

- Proteinuria:+3

VI. DIAGNOSIS

G1P0A0L0 42-43 minggu/T/H/IU dengan PEB

VII. TINDAKAN

Diagnostik:

- Cek lab. Darah lengkap, HbsAg, Urinalisis

Terapi

- DM konsultasi ke supervisor pro penatalaksanaan PEB aktif sesuai protap.

Supervisor acc tatalaksana PEB aktif sesuai protap.

o Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)

o Berikan MgSO4:

1. Dosis awal : Berikan MgSO4 4 g IV (bolus)

2. Dosis Pemeliharaan : MgSO4 2 g/jam IV

o Nifedipin 3x10 mg

Monitoring

- Observasi kesejahteraan ibu dan janin

18

Page 19: Lapsus Obs Peb Trisna

- Pasang DC observasi urin output

VIII. BAYI LAHIR

Jenis persalinan : Spontan

Indikasi : Persalinan Kala II

Lahir tanggal, jam : 19/11/2012, pukul 14.05 WITA

Jenis kelamin : Perempuan

APGAR Score : 7-9

Lahir : Hidup

Berat : 2600 gram

Panjang : 49 cm

Kelainan kongenital : (-)

Anus : (+)

IX. PLASENTA

Lahir : Spontan pada pukul 14.10 (19/11/2012)

Lengkap : Ya

Air ketuban : Jernih

Perdarahan : + 150 cc

X. KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 150/80 mmHg

Frekuensi nadi : 92 x/menit

Frekuensi napas : 24 x/menit

Suhu : 36,5ºC

Kontraksi uterus : (+)

TFU : 2 jari di bawah umbilikus

Perdarahan aktif : (-)

XI. KONDISI IBU 1 HARI POST PARTUM

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 140/80 mmHg

19

Page 20: Lapsus Obs Peb Trisna

Frekuensi nadi : 80 x/menit

Frekuensi napas : 20 x/menit

Suhu : 36,4ºC

Kontraksi uterus : (+)

TFU : 3 jari di bawah umbilikus

Perdarahan aktif : (-)

XII. KONDISI BAYI 1 HARI POST PARTUM RAWAT BERSAMA

07.00 (20/11/2012)

Frekuensi nadi : 148 x/menit

Frekuensi napas : 54 x/menit (retraksi +)

Suhu : 36,7 ºC

20

Page 21: Lapsus Obs Peb Trisna

CATATAN PERKEMBANGAN

Waktu Subjektif Objektif Assessment Planning

19/11/2012 06.20

Pasien rujukan dari puskesmas gunungsari dengan G1P0A0H0 Postterm/T/H/IU presentasi kepala, K/U ibu dan janin baik dengan inpartu kala 1 fase laten+PEB. Pasien mengeluh nyeri perut menyebar ke pinggang sejak 03.00 (19-11-12), bloody slim (+), riwayat keluar air dari jalan lahir (-), gerak janin (+).Riwayat asma, HT, DM (-)HPHT : 28-01-2012HTP: 04-11-2012Riwayat ANC: 7x di polindesANC terakhir : -Riwayat USG : -Riwayat KB : -Rencana KB selanjutnya : -Riwayat Obstetri:1. ini

Status GeneralisKU : BaikTD : 160/100 mmHg N : 96 x/min RR : 22 x/min

T : 36,6oC Status LokalisMata : anemis -/-, icteric -/-Cor : S1S2 tunggal reguler,

murmur (-), gallop (-).Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-),ronkhi (-/-).Abdomen : scar (-) horizontal, striae (+), linea nigra (+).Extremitas : edema (-/-), warm acral (+/+).Status ObstetriL1 : BokongL2 : Punggung di sebelah kananL3 : Kepala L4 : 4/5 TFU : 29 cm TBJ : 2790 gram His : 1x10’~20”DJJ : 12-12-12 (144 bpm)

G1P0 000 42-43 minggu/T/H/IU dengan PEB

Diagnostik:- Cek lab. Darah lengkap,

HbsAg, UrinalisisTerapi

- DM konsultasi ke supervisor pro penatalaksanaan PEB aktif sesuai protap. Supervisor acc tatalaksana PEB aktif sesuai protap. o Tirah baring miring ke

satu sisi (kiri)o Berikan MgSO4:

1. Dosis awal : Berikan MgSO4 4 g IV (bolus)

2. Dosis Pemeliharaan : MgSO4 2 g/jam IV

o Nifedipin 3x10 mgMonitoring- Observasi kesejahteraan

ibu dan janin- Pasang DC observasi

urin output

21

Page 22: Lapsus Obs Peb Trisna

Kronologis di Puskesmas Gunungsari 04.30 (19-11-12)S: pasien hamil 9 bulan datang ke puskesmas gunungsari mengeluh nyeri perut menyebar ke pinggang sejak pukul 03.00, lendir campur darah (+)O:KU: baikTD : 150/100 mmHgN : 88x/menitRR: 28x/menitT: 36,5 oCStatus ObstetriL1: bokongL2: pukaL3: kepalaL4: 4/5His: 2x10'~20"Djj: 12-11-11 (136x/menit)TBJ: 2480 gramVT: Ø 1cm, eff 25%, amnion (+), teraba kepala ↓H1, denominator UUK, impalpable bagian terkecil janin dan tali pusatUL: proteinuria +4A: G1P0A0L0 Postterm/S/L/IU presentasi kepala K/U ibu dan janin baik PK1 fase aktif+ PEBP:(04.40)MgSO4 bolus 4 gr

VT : Ø 1cm, eff 25%, amnion (+), teraba kepala ↓H1, denominator UUK, tidak teraba bagian terkecil janin dan tali pusat PE: spina ishiadica tidakprominent, os coccygeus mobile, arkus

pubis >90o

PS: 3Dilatasi servix:1 (1)Panjang servix: 2 (1)Station: -3 (0)Konsistensi : moderate (1)Posisi: posterior (0)

Pemeriksaan Lab :

HGB : 11,2x 106/ µL

WBC : 10,0x 103/ µL

PLT : 191x 103/ µL

HCT : 37,1%HBsAg : (-) kreatinin: 0,6 mgl/dlUreum: 15 mgl/dlSGOT : 27mgl/dlSGPT:19 mgl/dlProteinuria:+3

22

Page 23: Lapsus Obs Peb Trisna

IVFD RL 1 flash + MgSO4 6 gr drip 28 tpm

• Rujuk ke RSUP NTB09.00 Di VK teratai

Keluhan subjektif (-)

KU: baik TD: 140/90 mmHgN: 84x/menitRR: 20x/menitT: 36,7oCHis : 2x10’~20”DJJ : 12-12-11 (140x/min)

G1P0 000 42-43 minggu/T/H/IU inpartu kala I fase laten+ PEB

10.00 Ibu mengeluh nyeri perut yang semakin sering dan keluar air dari jalan lahir (+)

His: 3x10’~30”DJJ: 12-11-12 (140x/min) VT: Ø4cm, eff 50%, amnion (-), teraba kepala ↓H1, denominator UUK, tidak teraba bagian terkecil janin dan tali pusat

G1P0 000 42-43 minggu/T/H/IU kala I fase aktif + riwayat keluar air + PEB

Observasi kemajuan persalinan dengan partograf

Anjurkan ibu untuk makan dan minum

10.30 His:3x10~30”DJJ: 12-11-12 (140x/min)

11.00 KU: baikTD: 150/80 mmHgN: 88x/menitRR: 20x/menitT:36,6oCHis:3x10~30”DJJ: 11-12-12 (140x/menit)

11.30 His:3x10~30”Djj: 12-13-12 (148x/menit)

12.00 TD: 140/80 mmHgN: 84 x/minRR: 20 x/min

23

Page 24: Lapsus Obs Peb Trisna

T:36,5oC His:4x10~30”DJJ: 12-12-12 (144x/min)

12.30 His:4x10~30”DJJ: 11-12-12 (140x/min)

13.00 TD: 150/80 mmHgN: 92 x/minRR: 20 x/min

T : 36,5oCUO: 150 cc His:4x10~40”DJJ: 12-12-13 (148x/min)

13.30 Ibu mengeluh ingin mengedan Head crowning Ø 1cm di vulvaTeknus, perjol, vulka

Kala II • Obs kesejahteraan ibu dan janin

• Aff DC• Pimpin ibu meneran

14.05 Kala III Bayi lahir, perempuan, BB 2600 gr, PB 49cm , AS 7-9, anus (+), anomali kongenital (-)

MAK IIIPlasenta lahir spontan, lengkap, Kontraksi uterus (+), perdarahan ±150cc

16.15 KU : BaikTD : 150/80 mmHgN : 92 x/menitRR : 24 x/menitT : 36,5ºC

2 jam post partum Obs kesejahteraan ibu dan bayi

Anjurkan ibu makan, minum, mobilisasi,

24

Page 25: Lapsus Obs Peb Trisna

Kontraksi uterus : (+)TFU : 2 jari di bawah umbilicusPerdarahan aktif: (-)

medikasi dan memberi ASI

20/11/1207.00

KU : BaikTD : 140/80 mmHgN : 80 x/menitRR : 20 x/menitT : 36,5ºCKontraksi uterus : (+)TFU : 3 jari di bawah umbilicusPerdarahan aktif: (-)

Bayi rawat bersama: N: 140 x/mnt RR: 54 x/mnt T: 36,5C

1 hari post partum Obs kesejahteraan ibu dan bayi

Anjurkan ibu makan, minum, mobilisasi, medikasi dan memberi ASI

25

Page 26: Lapsus Obs Peb Trisna

BAB IV

PEMBAHASAN

Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai

proteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini ibu dikatakan

mengalami preeklampsia berat karena mengalami hipertensi, yaitu tekanan darahnya sebesar

160/110 mmHg dan disertai proteinuria +3. Ibu tidak mengalami edema. Edema memang

bukan lagi menjadi kriteria untuk mendiagnosis preeklampsia berat. Dalam kasus ini, usia

kehamilan ibu 42-43 minggu, yang artinya bayi telah postterm.

Faktor resiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini yang dapat diidentifikasi

hanya dari faktor primigravida, faktor resiko lainnya seperti riwayat preeklampsia

sebelumnya atau riwayat keluarga preeklampsia, kegemukan, kehamilan ganda dan riwayat

penyakit tertentu seperti DM, hipertensi kronis, penyakit ginjal atau penyakit degeneratif

seperti reumatik arthritis atau lupus tidak didapatkan. Primigravida dapat meningkatkan

resiko terjadinya preeklampsia dikarenakan pembentukan antibodi penghambat (blocking

antibodies) belum sempurna.

Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar

oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada preeklampsia

permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Edema terjadi karena adanya

penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial. Pada preeklampsia dijumpai

kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan

normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air

dan natrium. Pada preeklampsia terjadi perubahan pada ginjal yang disebabkan oleh aliran

darah kedalam ginjal menurun sehingga mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang atau

mengalami penurunan. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriole ginjal

menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi garam

dan juga retensi air.

Tanda-tanda dari preeklampsia berat yang tidak dijumpai pada kasus ini adalah

• Oliguria, jumlah produksi urine < 500 cc / 24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin

darah. Hal ini terjadi karena pada preeklampsia filtrasi glomerulus dapat turun sampai

50% dari normal sehingga menyebabkan diuresis menurun; pada keadaan lanjut dapat

terjadi oliguria atau anuria.

• Gangguan visus : mata berkunang-kunang karena terjadi vasospasme, edema/ ablatio

retina. Hal ini dapat diketahui dengan oftalmoskop.

26

Page 27: Lapsus Obs Peb Trisna

• Gangguan serebral : kepala pusing dan sakit kepala karena vasospasme / edema otak dan

adanya resistensi pembuluh darah dalam otak.

• Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen karena regangan selaput

hati oleh perdarahan/ edema atau sakit akibat perubahan pada lambung.

• Edema paru dan sianosis. Edema paru merupakan penyebab utama kematian pada

penderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi ini terjadi sebagai akibat

dekompensasio kordis kiri.

• Pertumbuhan janin terhambat ( IUGR )

Terapi preeklampsia berat pada kasus ini memilih terapi aktif, hal tersebut sudah sesuai

dengan indikasi, karena pada kasus ini umur kehamilan ibu sudah mencapai 42-43 minggu

yang memang seharusnya dilakukan upaya langkah terminasi. Penggunaan antikonvulsan

MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc larutan RL (drip 28 tetes/ menit) dan MgSO4 40% 4 g IV

(bolus) dalam kasus ini terbukti efektif dalam mencegah terjadinya kejang pada penderita.

Pemberian Nifedipin 3x 10 mg peroral juga efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan

tekanan darah mulai turun 150/80 mmHg dan keluhan subjektif juga tidak didapatkan

sehingga pemberian MgSO4 dihentikan.

Ibu dianjurkan untuk ANC yg lebih cermat pada kehamilan, karena dengan ANC yang

baik ibu dapat mengetahui tanda bahaya pada kehamilannya serta dapat lebih mempersiapkan

mental dan fisik ibu pada waktu persalinan. Pentingnya perkembangan ANC pada saat umur

kehamilan < 20 mg akan membantu menegakkan diagnosis pre eklampsi dan menyingkirkan

diagnosa banding hipertensi kronik dalam kehamilan. Umur kehamilan post term juga dapat

dihindari jika ibu melakukan ANC yang lebih teliti karena kehamilan post term juga dapat

membahayakan keadaan bayi dalam rahim.

27

Page 28: Lapsus Obs Peb Trisna

KESIMPULAN

Dari kasus ini dapat disimpulkan:

1. Diagnosis pada pasien sudah tepat sesuai dengan kriteria preeklampsia berat dimana

tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.

Proteinuria > 5 gram / 24 jam atau kualitatif ( ++++ ) dan umur kehamilan pasien

pada kasus lebih dari 20 minggu.

2. Penatalaksanaan yang telah dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan

tatalaksana aktif PEB. Penggunaan antikonvulsan MgSO4 mampu mencegah

terjadinya kejang pada pasien.

3. Faktor resiko yang dapat diidentifikasi pada pasien ini hanya faktor primigravida,

faktor resiko lainnya tidak didapatkan

28

Page 29: Lapsus Obs Peb Trisna

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, B.M., (2005, January 05 – Last update), Pregnancy, Preeclampsia, Available from:

http://www.emedicine.com/emerg/topic480.htm (Accesed: 2008, November 20)

Cunningham, F.G. et all, 2003, Williams Obstetrics, 21st ed, McGraw-Hill Companies.

Langelo W., et al. 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia di Rskd Ibu dan Anak Siti

Fatimah Makassar Tahun 2011-2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi

Lutan, EGC, Jakarta

Pangeman, W.T. 2002. Komplikasi Akut pada Preeklampsia. Bagian Obstetri dan Ginekologi

RSMH/ FK UNSRI Palembang

Prawirohardjo S., Wiknjosastro H. 1999. Ilmu Kandungan. FKUI: Jakarta.

Sudinaya I.P., 2003, Insiden Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum Tarakan

Kalimantan Timur-Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, 139, 13-15.

Surjadi, M.L. dkk, 1999, Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam Urin Antara

Penderita Preeklamsia Dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri Dan Ginekologi

Indonesia, 23, 23-26.

Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates, Jakarta

Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2006, March 15 – Review date), Preeclamsia, Available

from:http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf.

Wagner, L., (2004), Diagnosis And Management Of Preeclampsia, Available:

http://www.aafp.org/afp/20041215/2317.html. (Accesed: 2008, November 20)

Wahdi. Dkk, 2000. Kematian Maternal Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 1996-1998,

Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 24, 165-170.

29