Responsi Dr.heru Obs
Transcript of Responsi Dr.heru Obs
PRESENTASI KASUS
IMPENDING EKLAMPSIA GRANDE MULTIGRAVIDA HAMIL
ATERM BELUM DALAM PERSALINAN DAN CUKUP ANAK
Oleh:
Intannuary Paringga G0006098
Handayu Ganitafuri G0007079
Trida Ermawati G0007167
Akram Salihim G0007501
A .Fani Chrisanti G9911112001
Pembimbing :
Dr. Heru Priyanto, Sp.OG (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2012
BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
Tanggal 24 Juli 2012
1. Identitas Pasien
Nama : Ny S.
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 41 tahun
Alamat : Songgalan 03/04 Pajang, Laweyan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal Masuk : 21 Juli 2012
No CM : 01140731
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 150 cm
HPMT : 30 Oktober 2011
HPL : 7 Agustus 2012
Umur Kehamilan : 38 minggu
2. Keluhan Utama
Nyeri kepala
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Datang seorang G8P7A0, 41 tahun, usia kehamilan 38 minggu kiriman bidan
dengan keterangan pasien merasa hamil 9 bulan, dengan tekanan darah tinggi,
pasien juga mengeluh nyeri kepala, disertai mual (+). Pasien belum merasakan
2
kenceng- kenceng teratur, gerakan janin masih dirasakan, air ketuban belum
dirasakan keluar, lendir darah (-). Riwayat jatuh sebelumnya disangkal,
riwayat koitus sebelumnya disangkal, riwayat pijat kandungan di dukun
disangkal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
R. Hipertensi : Positif
R. DM : Disangkal
R. Penyakit Jantung : Disangkal
R. Alergi Obat : Disangkal
R. Operasi : Disangkal
R. Asma : Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
R. Hipertensi : Disangkal
R. DM : Disangkal
R. Asma : Disangkal
R. Alergi Obat : Disangkal
6. Riwayat Haid
Menarche : 11 tahun
Lama Haid : 7 hari
Siklus Haid : 28 hari
Nyeri haid : Tidak dirasakan
7. Riwayat Fertilitas
Baik
3
8. Riwayat Obstetri
Baik
9. Riwayat ANC
Teratur, pertama kali periksa ke bidan pada usia kehamilan 1 bulan. Pasien
periksa ke bidan 1 bulan sekali sampai usia kehamilan 3 bulan. Dilanjutkan 2
kali sebulan pada usia kehamilan 4 sampai 6 bulan. Setelah itu, pasien
periksa 2 minggu sekali.
10. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali dengan suami sekarang selama 22 tahun.
11. Riwayat KB
Disangkal.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Keadaan Umum : Compos mentis, baik. Gizi kesan cukup.
Tanda Vital : Tensi : 180/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,80C
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Oedem Palpebra (-/-)
THT : Tonsil tidak Membesar, Faring tidak Hiperemis.
Leher : KGB tidak membesar, glandula thyroid tidak
4
membesar, JVP tidak meningkat.
Thorak
Cor : I = Ictus cordis tidak tampak
P = Ictus cordis tidak kuat angkat.
P = Batas Jantung kesan tidak melebar.
A = BJ I-II interval normal, regular, bising (-)
Pulmo : I = Pengembangan dada kanan = kiri
P = Fremitus raba kanan = kiri
P = Sonor/ sonor
A = SDV (+/+), Suara tambahan (-/-).
Abdomen : I = Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada.
P = Supel, nyeri tekan (-), hepar lien sulit dievaluasi,
teraba uterus gravid dengan bagian-bagian janin.
(lihat pemeriksaan Leopold)
P = Timpani pada daerah hipogastrika, redup pada
daerah uterus.
A = Peristaltik (+) normal.
Ekstremitas : Oedem (-/-), akral dingin (-/-)
Genital : Perdarahan (-), massa (-).
2. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), oedem
palpebra (-/-)
Thorak : Glandula mamae kesan membesar, areola mamae
hiperpigmentasi (+)
5
Abdomen : Striae gravidarum (+), linea nigra (+), dinding perut
lebih tinggi dari dada.
Genetalia Eksterna : Vulva uretra tenang, darah (-), massa (-).
Palpasi
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterin,
presentasi kepala, punggung kiri, kepala masuk panggul
< 1/3 bagian, HIS (-), tinggi fundus uteri 31 cm ≈TBJ
2900 gram.
Pemeriksaan Leopold
I : Teraba 1 bagian lunak di fundus, kesan bokong.
II : Teraba 1 bagian besar memanjang di sebelah kiri, rata, keras kesan
punggung dan di sebelah kanan teraba bagian kecil kesan
ekstremitas.
III : Teraba 1 bagian keras, kesan kepala.
IV : Bagian terendah janin masuk panggul < 1/3 bagian
Kesimpulan : teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang, punggung di
kiri, presentasi kepala, kepala masuk panggul < 1/3 bagian.
Auskultasi : . DJJ (+) 12-12-11/12-12-12/12-12-11/reguler
Pemeriksaan Dalam
VT : vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio utuh livide, OUE tertutup, effisment 0 %, Kepala
turun di H I-II, KK dan penunjuk belum dapat dinilai,
air ketuban (-), lendir darah (-).
6
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG Abdomen (tanggal 21 Juli 2012)
Hasil : Tampak janin tunggal, intrauterin, memanjang, puki, preskep, DJJ
(+) dengan :
BPD = 91
AC = 287
FL = 71
EFBW = 2802 gram
Plasenta berinsersi di corpus kiri grade II-III
Air ketuban kesan cukup.
Tidak tampak ada kelainan kongenital mayor.
Kesimpulan : Saat ini janin dalam keadaan baik
1. Laboratorium Darah (tanggal 21 Juli 2012)
Hb : 12,0 g/dl (12,0-15,6)
Hct : 34 % (33-45)
Eritrosit : 3,45. 106 /µL (4,1-5,1)
Leukosit : 11,3 ribu /µL (4,5-11)
Gol Darah : B
Albumin : 3,8 g/dl (3,5-5,2)
Trombosit : 201.000 / µL
SGOT : 15 µ/L (0-35)
SGPT : 10 µ/L (0-45)
Kreatinin : 0.7 mg/dl (0,6-1,1)
Ureum : 25 mg/dl (<50)
HbsAg : non reaktif
Prot. urin : (+ +)
7
D. KESIMPULAN
Seorang G8P7A0, 41 tahun, umur kehamilan 38 minggu. Riwayat fertilitas baik
dan riwayat obstetri baik, teraba janin tunggal intra uterin, memanjang, punggung
di kiri, presentasi kepala, kepala masuk panggul < 1/3 bagian. Tinggi fundus uteri
31 cm≈TBJ 2900 gram. HIS (-), DJJ (+) reguler, portio ø - cm, eff 0 %, kepala
turun di H I-II, KK dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), lendir darah
(-).
E. DIAGNOSIS
Impending eklampsia grande multigravida hamil aterm belum dalam persalinan
dan cukup anak
F. PROGNOSIS
Malam
G. PENATALAKSANAAN
- Protap PEB:
Injeksi MgSO4 8 gr (4 gr bokong kanan dan 4 gr bokong kiri)
selanjutnya jika syarat terpenuhi 4 gr/6 jam
O2 2 lpm
Infus RL 20 tpm
Pasang DC untuk Balance cairan
Nifedipin jika tensi > 180/100 mmHg
- NST
Baseline = 140
8
Variabilitas > 5
Akselerasi (+)
Deselerasi (-)
Kesimpulan: NST reaktif
- Rencana SCTP emergensi + MOW
Follow Up 21 Juli 2012 (Laporan Persalinan)
Jam 19.20 : Op dimulai
Jam 19.25 : bayi lahir perabdominal, jenis kelamin wanita, BB: 3000 gr, PB:
49 cm, cacat (-), AS: 7-8-9
Jam 19.30 : plasenta lahir perabdominal kesan lengkap, bentuk cakram,
ukuran: 20 x 20 x 1,5 cm
Follow Up 22 Juli 2012 (Bangsal)
P8A0 41 tahun
Keluhan : (-)
KU : CM, baik
VS : T: 160/90 mmHg N: 82x / menit
RR: 20 x /menit t: 36,50C
Mata : Conjunctiva pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : cor/pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari dibawah pusat, peristaltik (+),
kontraksi (+)
Genital : Lochea (+) rubra, darah (-).
Diagnosa : Impending eklampsia grande multipara hamil aterm.
Terapi : Post SCTP em + MOW DPH I
- Injeksi Ceftriaxon 1 g/12 jam
- Infus Metronidazol 500 mg/8 jam
9
- Injeksi Ketorolac 1 amp/8 jam
- Injeksi Asam transexamat 1 amp/8 jam
- Nifedipin 3 x 10 mg
Follow Up 23 Juli 2012 (Bangsal)
P8A0 41 tahun
Keluhan : (-)
KU : CM, baik
VS : T: 160/90 mmHg N: 86x / menit
RR: 20 x /menit t: 36,60C
Mata : Conjunctiva pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : cor/pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari dibawah pusat, peristaltik (+),
kontraksi (+)
Genital : Lochea (+) rubra, darah (-).
Diagnosa : Impending eklampsia grande multipara hamil aterm.
Terapi : Post SCTP em + MOW DPH II
- Cefadroxyl 2 x 500 mg
- Metronidazol 3 x 500 mg
- SF 1 x 1
- Vit C 2 x 1
- Asam mefenamat 3 x 1
- Nifedipin 3 x 10 mg
Follow Up 24 Juli 2012 (Bangsal)
P8A0 41 tahun
Keluhan : (-)
KU : CM, baik
10
VS : T: 140/90 mmHg N: 84x / menit
RR: 20 x /menit t: 36,60C
Mata : Conjunctiva pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Thorax : cor/pulmo dalam batas normal
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari dibawah pusat
Genital : Lochea (+) rubra, darah (-).
Diagnosa : Impending eklampsia grande multipara hamil aterm.
Terapi : Post SCTP em + MOW DPH III
- Cefadroxyl 2 x 500 mg
- Metronidazol 3 x 500 mg
- SF 1 x 1
- Vit C 2 x 1
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PREEKLAMSIA BERAT (PEB)
1. Definisi
Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda
penting preeklamsi, dan apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosisnya
dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih
protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara menetap pada
sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsi
adalah hipertensi plus proteinuri minimal. Semakin parah hipertensi atau
proteinuri maka semakin pasti diagnosis preeklamsi. Memburuknya hipertensi
terutama apabila disertai proteinuri merupakan pertanda buruk, sebaliknya
proteinuri tanpa hipertensi hanyamenimbulkan efek keseluruhan yang kecil
angka kematian pada bayi. Proteinuri +2 atau lebih yang menetap atau eksresi
proteinuri 24 jam sebesar 2g atau lebih adalah preeklamsi berat. Apabila
kelainan ginjal parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma
dapat meningkat (Cunningham et all, 1997).
Selain dapat terjadi preeklamsia murni, preeklamsia dapat terjadi pada
seorang wanita yang mengalami hipertensi kronik atau yang dapat disebut
sebagai superimposed on hypertensive chronic yang dapat terjadi pada trimester
kedua (William H, 1997).
Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada
susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak,
hipoksik otak atau edema otak (Mochtar, 1998).
12
Keparahan Preeklamsia.
Keparahan preeklamsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas
berbagai kelainan seperti tekanan darah diastolik yang meningkat, proteinuri,
nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri abdomen atas,oligouria, kejang,
peningkatan kreatinin serum, trombositopenia, peningkatan enzim hati,
pertumbuhan janin terhambat, dan edema paru. Semakin nyata kelainan
tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Perlu
diketahui, pembedaan antara preeklamsi ringan dan berat dapat menyesatkan
karena penyakit yang tampak ringan dapat berkembang dengan cepat menjadi
penyakit berat (Cunningham et all, 1997).
2. Epidemiologi
► Mortalitas dan Morbiditas
Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang
menyebabkan kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli.
Preeklampsia merupakan penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran
hidup.
Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial
sistemik, vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan
mengakibatkan iskemi jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika memiliki
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita ras kulit putih. Secara
umur mortalitas dan morbiditas semakin meningkat pada wanita hamil dengan
umur muda (<20 tahun) dan wanita hamil dengan umur > 35 tahun.
3. Etiologi
Meskipun etiologi terjadinya preeklamsia sampai sekarang belum jelas
namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar terjadinya preeklamsia.
a. Teori Genetik
13
Dari hasil penelitian dapat diduga preeklamsia merupakan penyakit yang
dapat diturunkan secara resesiv (disebut teori resesiv). Preeklamsia dapat
terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga preeklamsia, seperti ibu
penderita atau saudara perempuan penderita.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan paradoks biologi yaitu janin yang
sebenarnya merupakan benda asing (karena ada faktor ayah) secara
imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Preeklamsia terjadi karena
kegagalan adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehinga konsepsi
tetap berjalan tapi sel-sel trophoblast tidak bisa melakukan invasi ke
dalam arteri spirales agar berdilatasi.
14
Gambar 1. Bagan diatas menjelaskan proses plasentasi normal dan abnormal seperti
pada preeklampsia. Komplikasi pada kehamilan yang lainnya seperti abortus spontan,
kematian janin dalam rahim dan pertumbuhan janin terhambat merupakan tanda
klinis dari iskemi dan inflamasi dari plasenta
c. Teori Ischemia Plasenta
Ischemia plasenta pada preeklamsia terjadi karena pembuluh darah yang
mengalami dilatasi hanya terjadi pada arteri spirales di decidua, sedang
pembuluh darah di daerah myometrium yaitu arteri spirales dan arteri
basalis tidak melebar. Pelebaran arteri spirales adalah akibat fisiologik
invasi sel trophoblast ke dalam lapisan otot arteri spirales, sehingga arteri
spirales menjadi menurun tonusnya dan akhirnya melebar. Pada
preeklamsia invasi sel-sel trophoblast ini tidak terjadi sehingga tonus
pembuluh darah tetap tinggi dan seolah-olah terjadi vasokonstriksi. Hal ini
15
menyebabkan pembuluh darah ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan
darah plasenta sehingga terjadi ischemia plasenta.
d. Teori Radikal Bebas
Ischemia plasenta akan melepaskan suatu bahan yang bersifat toxin
sehingga menimbulkan gejala preeklamsia. Faktor-faktor yang diduga
dihasilkan oleh ischemia plasenta adalah radikal bebas yang merupakan
produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif
dan berumur pendek. Pada preeklamsia sumber radikal bebas yang utama
adalah plasenta yang mengalami ischemia. Radikal bebas akan bekerja
pada asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan peroksida lemak. Asam
lemak tidak jenuh banyak dijumpai pada membran sel sehingga radikal
bebas lebih banyak merusak membran sel. Pada preeklamsia produksi
radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar antioksidan juga
menurun.
e. Teori Kerusakan Sel Endotel
Peroksidase lemak adalah proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang
menghasilkan peroksidase lemak asam lemak jenuh. Pada preeklamsia
diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak
adalah sel endotel pembuluh darah. Hal ini terbukti bahwa kerusakan sel
endotel merupakan gambaran umum yang dijumpai pada preeklamsia.
Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang
menyebabkan preeklamsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang
ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat
(Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008).
2. Faktor Predisposisi
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila
mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut
a. Nulipara
16
b. Kehamilan ganda
b. Usia <20 atau >35 tahun
c. Riwayat preeklampsia-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
d. Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia-eklampsia
e. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum
kehamilan
f. Obesitas
5. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan
vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah
sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah
yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin
II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin
dengan akibat meningkatnya thromboxane yang mengakibatkan
menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan
bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.
b. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai
45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma
hingga mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma
menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah.
Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun
(hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan
metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan
17
utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering
terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth
retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.
c. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac
output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada
kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan-bahan vasoaktif
dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya
vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah artiole dan pra
kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap
terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil
dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik.
Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif
bahwa preeklamsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah
yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya
membuat nekrosis berbagai organ (William H, 1997).
Pada preeklamsi berat dan eklamsi dijumpai perburukan patologis
fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia.
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan
perfusi dari uteroplacenta. Bila hal ini terjadi maka akan mengaktivasi sistem
renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akan melepaskan Angiotensin II
yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara general sehingga terjadi
hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan. Ternyata,
hipovolemia dan hipoksia jaringan dapat pula disebabkan oleh DIC yang dapat
terjadi akibat pelepasan tromboplastin karena terdapat injury pada sel endotel
pembuluh darah uterus (William H, 1997).
18
Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang
membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang
menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari
gambaran klinis dapat ditemukan proteinuria. Vasokonstriksi kapiler-kapiler
dapat pula menyebabkan oedem. Selain itu, dari jalur adrenal akan
memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensi dari Na dan air
sehingga pada pasien preeklamsia terjadi oedem (Knuppel dan Drukker, 1986).
Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat
mengancam nyawa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin
menurun dan eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh
dan mengalami hemolisis dengan cepat.
6. Klasifikasi
Preeklamsi dibagi dalam golongan ringan dan berat,
Preeklampsi ringan adalah suatu syndrome spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibt terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktifasi endotel.
Tanda gejala preeklampsi ringan :
1. Tekanan darah ≥140/90 mmHg.
2. Protein urin ≥300 mg/24 jam.
3. Edema : edema local tidak dimasukkan dalam criteria preeklampsi,
kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalist.
(Sarwono. 2008 : 543)
Preeklampsi berat adalah preeklampsi dengan tekanan darah sistolik ≥160
mmHg, dan tekanan darah diastolic ≥110mmHg, disertai protein uri >5g/24
jam.
Digolongkan dalam berat bila satu atau lebih gejala /tanda di bawah ini
ditemukan:
19
Preeklampsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala
dan tanda di bawah ini :
a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥ 160
mmHg dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg.
b. Proteinuria: ≥ 5 gr/jumlah urin selama 24 atau dipstick 4+.
c. Oliguria:produksi urin < 400-500 cc/24 jam.
d. Kenaikan kreatinin serum.
e. Edema paru dan sianosis.
f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan
teregangnya kapsula Glisson. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur
hepar.
g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala,
scotomata, dan pandangan kabur.
h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino
transferase.
i. Hemolisis mikroangiopatik.
j. Trombositopenia < 100.000cell/mm3
k. Sindroma HELLP
(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam
Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)
Preeclampsia berat dibagi menjadi :
a. Preeclampsia berat tanpa impending eclampsia
b. Preeclampsia berat dengan impending eclampsia (disertai gejala seperti
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah muntah, nyeri epigastrum,
dan kenaikan tekanan darah secara progresif.
(Sarwono,2008)
7. Diagnosis
20
Preeklamsi
Kriteria minimum
TD > 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
Proteinuria > 300mg/24 jam atau > +1 pada dipstik
Peningkatan kepastian preeklamsi
TD > 160/100 mmHg
Proteinuria > 0,2g/24 jam atau > +2 pada dipstik
Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila telah diketahui
meningkat sebelumnya
Trombosit <100.000/mm3
Hemolisis mikroangiopati (LDH meningkat)
SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat
Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan
lainnya
Nyeri epigastrium menetap
Eklamsi
Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita
dengan preklamsi
Preeklamsi pada hipertensi kronik
Proteinuria awitan baru > 300 mg/24 jam pada wanita pengidap
hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu
Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung
trombosit < 100.000 /mm3 secara mendadak pada wanita dengan
hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu
Diagnosis dari preeklamsia berat dapat ditentukan secara klinis
maupun laboratorium.
Klinis :
- Nyeri epigastrik
21
- Gangguan penglihatan
- Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional
- Terdapat IUGR
- Sianosis, edema pulmo
- Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau ≥ 110 mmHg untuk
tekanan darah diastolik (minimal diperiksa dua kali dengan selang
waktu 6 jam)
- Oliguria (< 400 ml selama 24 jam)
Laboratorium :
- Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik)
- Trombositopenia (<100.000/mm3)
- Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah
meningkat sebelumnya
- Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)
- Peningkatan LFT (SGOT,SGPT)
(William H, 1997)
8. Dasar Pengelolaan
Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan
pengelolaan dasar sebagai berikut :
a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya.
b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannnya yang
tergantung pada umur kehamilannya. Sikap terhadap kehamilannnya dibagi
2, yaitu :
- Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilannnya < 37 minggu, artinya
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa.
22
- Aktif ; agresif : bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan
diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam
Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)
9. Pemberian Terapi Medikamentosa
a. Segera masuk rumah sakit.
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.
c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrosa 5 %.
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
yang pemberiannnya dibagi dalam dosis awal serta dosis lanjutan.
e. Pemberian anti hipertensi
Diberikan bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126.
Jenis obat yang diberikan : Nifedipine 10-20 mg oral, diulang setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Desakan darah diturunkan secara bertahap :
Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik.
Desakan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125
f. Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena :
Memperberat penurunan perfusi plasenta
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
g. Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang
berlebih.
(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam
Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)
23
10. Sikap Terhadap Kehamilannya
a. Perawatan Konservatif;ekspektatif
1) Tujuan
a) Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur
kehamilannnya yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan.
b) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa
mempengaruhi keselamatan ibu.
2) Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending
eklampsia.
3) Terapi Medikamentosa
a) Terapi medikamentosa sama seperti diatas.
b) Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih
dirawat 2-3 hari lagi baru diizinkan pulang.
c) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 tersebut
diatas, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi
cukup intramuskuler.
d) Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34 minggu
selama 48 jam.
4) Perawatan di Rumah Sakit
a) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik
sebagai berikut :
-Nyeri kepala
-Penglihatan kabur
-Nyeri perut kuadran kanan atas
-Nyeri Epigastrium
-Kenaikan berat badan dengan cepat
24
b) Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan
diikuti tiap hari.
c) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi
tiap 2 hari.
d) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah
ditentukan.
e) Pemeriksaan laboratorium.
f) Pemeriksaan USG.
g) Meskipun penderita telah bebas dari gejala-gejala PEB, masih
tetap di rawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.
5) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebasdari gejala-
gejala preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru
diijinkan pulang.
6) Cara persalinan
a) Bila penderita tidak in partu, kehamilan di pertahankan sampai
kehamilan aterm.
b) Bila penderita in partu, perjalanan persalinan diikuti seperti
lazimnya ( misalnya dengan grafik Friedman).
c) Bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per
vaginam kecuali ada indikasi untuk pembedahan sesar.
b. Perawatan Aktif agresif
1) Tujuan: Terminasi kehamilan.
2) Indikasi
a) Indikasi Ibu.
Kegagalan terapi medikamentosa
Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa
terjadi kenaikan darah yang persisten.
25
Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan
medikamentosa terjadi kenaikan desakan darah yang
persisten.
Tanda dan gejala impending eklampsia
Gangguan fungsi hepar
Gangguan fungsi ginjal
Dicurigai terjadi solutio plasenta
Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
b) Indikasi Janin
Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG.
NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal.
Timbulnya oligohidramnion
c ) Indikasi Laboratorium
Trombositopenia progresif yang menjurus ke sindroma
HELLP
3) Terapi Medikamentosa
Sama seperti terapi medikamentosa diatas.
4) Cara Persalinan
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam.
a) Penderita belum in partu
Dilakukan induksi persalinan bila bishop score ≥ 8. Bila perlu
dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi
persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus
disusul dengan pembedahan sesar.
Indikasi pembedahan sesar :
26
1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam.
2. Induksi persalinan gagal.
3. Terjadi maternal distress.
4. Terjadi fetal distress.
5. Bila umur kehamilan < 33 minggu.
b) Penderita sudah in partu
Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman.
Memperpendek kala II.
Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal distress
atau fetal distress.
Primigravida direkomendasikan pembedahan sesar.
Anestesia : regional anesthesia, epidural anesthesia, tidak
dianjurkan general anesthesia.
(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam
Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI,
2005)
10. Penyulit Ibu
a. Sistem saraf pusat
Perdarahan intrakranial
Trombosis Vena sentral.
Hipertensi Ensefalopati.
Edema Cerebri.
Edema Retina.
Macular atau retina detachment.
Kebutaan korteks.
b. Gastrointestinal-Hepatik
Subcapsular hematoma hepar.
27
Ruptur kapsul hepar
c. Ginjal
- Gagal ginjal akut
- Necrosis tubular akut
d. Hematologik
- DIC
- Trombositopenia
e. Kardiopulmoner
- Edema Paru ; kardiogenik atau non kardiogenik.
- Depresi atau arrest pernafasan.
- Kardiac arrest
- Iskemia miokardium
f. Lain-lain
Ascites
(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam
Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)
11. Penyulit Janin
a. IUGR
b. Solutio plasenta
c. IUFD
d. Kematian neonatal
e. Penyulit akibat premarturitas
f. Cerebral palsy.
(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam
Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)
14. Penanganan
28
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat
(Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008).
Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah.
Karena preeklamsia sendiri bisa membunuh janin (Cunningham et all, 1997).
PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan
kemudian ditentukan jenis perawatan/tindakannya. Perawatannya dapat
meliputi :
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.
Indikasi :
Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1). Ibu :
a). Kehamilan lebih dari 37 minggu
b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
2). Janin :
a). Adanya tanda-tanda gawat janin
b). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.
3). Laboratorium :
Adanya sindroma HELLP .
Pengobatan Medikamentosa
1). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc
(60-125 cc/jam)
2). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3). Pemberian obat : MgSO4.
b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan
29
Indikasi
Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.
Medikamentosa
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya
dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja (MgSO4 40% 8 gr
i.m.) (Hidayat W, 1998).
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat
diberikan:
- Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada
bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang
4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus
hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan
kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit. Bila terjadi
toksisitas akut, dapat diberikan kalsium glukonat intravena selama
3 menit sebagai antidotum.
- Klorpromazin 50 mg IM
- Diazepam 20 mg IM.
Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat diperlukan
karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan
apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Namun, dari penggunaan
obat-obat antihipertensi jangan sampai mengganggu perfusi
uteropalcental. OAH yang dapat digunakan adalah hydralazine,
labetolol, dan nifedipin (William H, 1997).
Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 %
secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.
Pemberian kortikosteroid untuk maturitas dari paru janin sampai
saat ini masih kontroversi (William C , Baha M, 1994).
30
Untuk penderita preeklamsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih
banyak dalam persalinan. Namun, untuk saat ini teknik anestesi
yang lebih disukai adalah anestesi epidural lumbal.
Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan
dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah
terpenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau
vakum. Pada gawat janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio
sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi dengan cunam atau
ekstraktor vakum.
12. Komplikasi
Komplikasi preeklamsia berat antara lain: Eklamsia, HELLP
Sindrom, Edema pulmonum, DIC, Gagal ginjal akut, Ruptur hepar, Solutio
plasenta, Perdarahan serebral dan gangguan visus.
13. Prognosis
Untuk Ibu
Prognosis pasien pasien preeklampsia baik jika tidak terjadi eklampsia.
Kematian karena preeklampsia kurang dari 0,1 %. Jika terjadi kejang
eklamptik , 5 – 7 % pasien akan meninggal. Penyebab kematian meliputi
perdarahan intrakranial, syok, gagal ginjal, pelepasan prematur plasenta dan
pneumonia aspirasi
Untuk bayi
Kematian perinatal sebesar 20 %. Sebagian besar bayi bayi ini kurang
bulan. Namun dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat , kematian
ini mungkin dapat dikurangi <10 % ( Benson Ralph, 2008).
31
DAFTAR PUSTAKA
Benson, Ralph C. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo S, Wiknjosastro. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Balai Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Mochtar R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor:
Delfi Lutan. Jakarta: EGC.
William H. Clewell. 1997. Hypertensive Emergencies in pregnacy dalam Obstetric
intesive care. Pensylvania: WB Saunders Company.
Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 1997. William’s
Obtetrics20th. Prentice-Hall International,Inc.
William C Mabie, Baha M.Sibai. 1994. Hypertensive states of Pregnancy dalam
Current Obstetric & Gynecologic diagnosis & treatment. Connecticut:
Appleton & Lahge.
32
Hidayat W. 1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, RSUP
dr.Hasan Sadikin. Edisi ke-2. Bandung: SMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran, RSUP dr. Hasan Sadikin.
Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di
Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 2005. Pedoman
Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi kedua. Batam.
33