Responsi Dr.heru Obs

47
PRESENTASI KASUS IMPENDING EKLAMPSIA GRANDE MULTIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM DALAM PERSALINAN DAN CUKUP ANAK Oleh: Intannuary Paringga G0006098 Handayu Ganitafuri G0007079 Trida Ermawati G0007167 Akram Salihim G0007501 A .Fani Chrisanti G9911112001 Pembimbing : Dr. Heru Priyanto, Sp.OG (K)

Transcript of Responsi Dr.heru Obs

Page 1: Responsi Dr.heru Obs

PRESENTASI KASUS

IMPENDING EKLAMPSIA GRANDE MULTIGRAVIDA HAMIL

ATERM BELUM DALAM PERSALINAN DAN CUKUP ANAK

Oleh:

Intannuary Paringga G0006098

Handayu Ganitafuri G0007079

Trida Ermawati G0007167

Akram Salihim G0007501

A .Fani Chrisanti G9911112001

Pembimbing :

Dr. Heru Priyanto, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2012

Page 2: Responsi Dr.heru Obs

BAB I

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

Tanggal 24 Juli 2012

1. Identitas Pasien

Nama : Ny S.

Jenis Kelamin : Wanita

Umur : 41 tahun

Alamat : Songgalan 03/04 Pajang, Laweyan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status Perkawinan : Kawin

Tanggal Masuk : 21 Juli 2012

No CM : 01140731

Berat Badan : 50 kg

Tinggi Badan : 150 cm

HPMT : 30 Oktober 2011

HPL : 7 Agustus 2012

Umur Kehamilan : 38 minggu

2. Keluhan Utama

Nyeri kepala

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Datang seorang G8P7A0, 41 tahun, usia kehamilan 38 minggu kiriman bidan

dengan keterangan pasien merasa hamil 9 bulan, dengan tekanan darah tinggi,

pasien juga mengeluh nyeri kepala, disertai mual (+). Pasien belum merasakan

2

Page 3: Responsi Dr.heru Obs

kenceng- kenceng teratur, gerakan janin masih dirasakan, air ketuban belum

dirasakan keluar, lendir darah (-). Riwayat jatuh sebelumnya disangkal,

riwayat koitus sebelumnya disangkal, riwayat pijat kandungan di dukun

disangkal.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

R. Hipertensi : Positif

R. DM : Disangkal

R. Penyakit Jantung : Disangkal

R. Alergi Obat : Disangkal

R. Operasi : Disangkal

R. Asma : Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

R. Hipertensi : Disangkal

R. DM : Disangkal

R. Asma : Disangkal

R. Alergi Obat : Disangkal

6. Riwayat Haid

Menarche : 11 tahun

Lama Haid : 7 hari

Siklus Haid : 28 hari

Nyeri haid : Tidak dirasakan

7. Riwayat Fertilitas

Baik

3

Page 4: Responsi Dr.heru Obs

8. Riwayat Obstetri

Baik

9. Riwayat ANC

Teratur, pertama kali periksa ke bidan pada usia kehamilan 1 bulan. Pasien

periksa ke bidan 1 bulan sekali sampai usia kehamilan 3 bulan. Dilanjutkan 2

kali sebulan pada usia kehamilan 4 sampai 6 bulan. Setelah itu, pasien

periksa 2 minggu sekali.

10. Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali dengan suami sekarang selama 22 tahun.

11. Riwayat KB

Disangkal.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Interna

Keadaan Umum : Compos mentis, baik. Gizi kesan cukup.

Tanda Vital : Tensi : 180/100 mmHg

Nadi : 88 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,80C

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),

Oedem Palpebra (-/-)

THT : Tonsil tidak Membesar, Faring tidak Hiperemis.

Leher : KGB tidak membesar, glandula thyroid tidak

4

Page 5: Responsi Dr.heru Obs

membesar, JVP tidak meningkat.

Thorak

Cor : I = Ictus cordis tidak tampak

P = Ictus cordis tidak kuat angkat.

P = Batas Jantung kesan tidak melebar.

A = BJ I-II interval normal, regular, bising (-)

Pulmo : I = Pengembangan dada kanan = kiri

P = Fremitus raba kanan = kiri

P = Sonor/ sonor

A = SDV (+/+), Suara tambahan (-/-).

Abdomen : I = Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada.

P = Supel, nyeri tekan (-), hepar lien sulit dievaluasi,

teraba uterus gravid dengan bagian-bagian janin.

(lihat pemeriksaan Leopold)

P = Timpani pada daerah hipogastrika, redup pada

daerah uterus.

A = Peristaltik (+) normal.

Ekstremitas : Oedem (-/-), akral dingin (-/-)

Genital : Perdarahan (-), massa (-).

2. Status Obstetri

Inspeksi

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), oedem

palpebra (-/-)

Thorak : Glandula mamae kesan membesar, areola mamae

hiperpigmentasi (+)

5

Page 6: Responsi Dr.heru Obs

Abdomen : Striae gravidarum (+), linea nigra (+), dinding perut

lebih tinggi dari dada.

Genetalia Eksterna : Vulva uretra tenang, darah (-), massa (-).

Palpasi

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterin,

presentasi kepala, punggung kiri, kepala masuk panggul

< 1/3 bagian, HIS (-), tinggi fundus uteri 31 cm ≈TBJ

2900 gram.

Pemeriksaan Leopold

I : Teraba 1 bagian lunak di fundus, kesan bokong.

II : Teraba 1 bagian besar memanjang di sebelah kiri, rata, keras kesan

punggung dan di sebelah kanan teraba bagian kecil kesan

ekstremitas.

III : Teraba 1 bagian keras, kesan kepala.

IV : Bagian terendah janin masuk panggul < 1/3 bagian

Kesimpulan : teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang, punggung di

kiri, presentasi kepala, kepala masuk panggul < 1/3 bagian.

Auskultasi : . DJJ (+) 12-12-11/12-12-12/12-12-11/reguler

Pemeriksaan Dalam

VT : vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,

portio utuh livide, OUE tertutup, effisment 0 %, Kepala

turun di H I-II, KK dan penunjuk belum dapat dinilai,

air ketuban (-), lendir darah (-).

6

Page 7: Responsi Dr.heru Obs

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. USG Abdomen (tanggal 21 Juli 2012)

Hasil : Tampak janin tunggal, intrauterin, memanjang, puki, preskep, DJJ

(+) dengan :

BPD = 91

AC = 287

FL = 71

EFBW = 2802 gram

Plasenta berinsersi di corpus kiri grade II-III

Air ketuban kesan cukup.

Tidak tampak ada kelainan kongenital mayor.

Kesimpulan : Saat ini janin dalam keadaan baik

1. Laboratorium Darah (tanggal 21 Juli 2012)

Hb : 12,0 g/dl (12,0-15,6)

Hct : 34 % (33-45)

Eritrosit : 3,45. 106 /µL (4,1-5,1)

Leukosit : 11,3 ribu /µL (4,5-11)

Gol Darah : B

Albumin : 3,8 g/dl (3,5-5,2)

Trombosit : 201.000 / µL

SGOT : 15 µ/L (0-35)

SGPT : 10 µ/L (0-45)

Kreatinin : 0.7 mg/dl (0,6-1,1)

Ureum : 25 mg/dl (<50)

HbsAg : non reaktif

Prot. urin : (+ +)

7

Page 8: Responsi Dr.heru Obs

D. KESIMPULAN

Seorang G8P7A0, 41 tahun, umur kehamilan 38 minggu. Riwayat fertilitas baik

dan riwayat obstetri baik, teraba janin tunggal intra uterin, memanjang, punggung

di kiri, presentasi kepala, kepala masuk panggul < 1/3 bagian. Tinggi fundus uteri

31 cm≈TBJ 2900 gram. HIS (-), DJJ (+) reguler, portio ø - cm, eff 0 %, kepala

turun di H I-II, KK dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), lendir darah

(-).

E. DIAGNOSIS

Impending eklampsia grande multigravida hamil aterm belum dalam persalinan

dan cukup anak

F. PROGNOSIS

Malam

G. PENATALAKSANAAN

- Protap PEB:

Injeksi MgSO4 8 gr (4 gr bokong kanan dan 4 gr bokong kiri)

selanjutnya jika syarat terpenuhi 4 gr/6 jam

O2 2 lpm

Infus RL 20 tpm

Pasang DC untuk Balance cairan

Nifedipin jika tensi > 180/100 mmHg

- NST

Baseline = 140

8

Page 9: Responsi Dr.heru Obs

Variabilitas > 5

Akselerasi (+)

Deselerasi (-)

Kesimpulan: NST reaktif

- Rencana SCTP emergensi + MOW

Follow Up 21 Juli 2012 (Laporan Persalinan)

Jam 19.20 : Op dimulai

Jam 19.25 : bayi lahir perabdominal, jenis kelamin wanita, BB: 3000 gr, PB:

49 cm, cacat (-), AS: 7-8-9

Jam 19.30 : plasenta lahir perabdominal kesan lengkap, bentuk cakram,

ukuran: 20 x 20 x 1,5 cm

Follow Up 22 Juli 2012 (Bangsal)

P8A0 41 tahun

Keluhan : (-)

KU : CM, baik

VS : T: 160/90 mmHg N: 82x / menit

RR: 20 x /menit t: 36,50C

Mata : Conjunctiva pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Thorax : cor/pulmo dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari dibawah pusat, peristaltik (+),

kontraksi (+)

Genital : Lochea (+) rubra, darah (-).

Diagnosa : Impending eklampsia grande multipara hamil aterm.

Terapi : Post SCTP em + MOW DPH I

- Injeksi Ceftriaxon 1 g/12 jam

- Infus Metronidazol 500 mg/8 jam

9

Page 10: Responsi Dr.heru Obs

- Injeksi Ketorolac 1 amp/8 jam

- Injeksi Asam transexamat 1 amp/8 jam

- Nifedipin 3 x 10 mg

Follow Up 23 Juli 2012 (Bangsal)

P8A0 41 tahun

Keluhan : (-)

KU : CM, baik

VS : T: 160/90 mmHg N: 86x / menit

RR: 20 x /menit t: 36,60C

Mata : Conjunctiva pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Thorax : cor/pulmo dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari dibawah pusat, peristaltik (+),

kontraksi (+)

Genital : Lochea (+) rubra, darah (-).

Diagnosa : Impending eklampsia grande multipara hamil aterm.

Terapi : Post SCTP em + MOW DPH II

- Cefadroxyl 2 x 500 mg

- Metronidazol 3 x 500 mg

- SF 1 x 1

- Vit C 2 x 1

- Asam mefenamat 3 x 1

- Nifedipin 3 x 10 mg

Follow Up 24 Juli 2012 (Bangsal)

P8A0 41 tahun

Keluhan : (-)

KU : CM, baik

10

Page 11: Responsi Dr.heru Obs

VS : T: 140/90 mmHg N: 84x / menit

RR: 20 x /menit t: 36,60C

Mata : Conjunctiva pucat (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Thorax : cor/pulmo dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari dibawah pusat

Genital : Lochea (+) rubra, darah (-).

Diagnosa : Impending eklampsia grande multipara hamil aterm.

Terapi : Post SCTP em + MOW DPH III

- Cefadroxyl 2 x 500 mg

- Metronidazol 3 x 500 mg

- SF 1 x 1

- Vit C 2 x 1

11

Page 12: Responsi Dr.heru Obs

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PREEKLAMSIA BERAT (PEB)

1. Definisi

Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda

penting preeklamsi, dan apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosisnya

dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih

protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara menetap pada

sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsi

adalah hipertensi plus proteinuri minimal. Semakin parah hipertensi atau

proteinuri maka semakin pasti diagnosis preeklamsi. Memburuknya hipertensi

terutama apabila disertai proteinuri merupakan pertanda buruk, sebaliknya

proteinuri tanpa hipertensi hanyamenimbulkan efek keseluruhan yang kecil

angka kematian pada bayi. Proteinuri +2 atau lebih yang menetap atau eksresi

proteinuri 24 jam sebesar 2g atau lebih adalah preeklamsi berat. Apabila

kelainan ginjal parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma

dapat meningkat (Cunningham et all, 1997).

Selain dapat terjadi preeklamsia murni, preeklamsia dapat terjadi pada

seorang wanita yang mengalami hipertensi kronik atau yang dapat disebut

sebagai superimposed on hypertensive chronic yang dapat terjadi pada trimester

kedua (William H, 1997).

Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada

susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak,

hipoksik otak atau edema otak (Mochtar, 1998).

12

Page 13: Responsi Dr.heru Obs

Keparahan Preeklamsia.

Keparahan preeklamsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas

berbagai kelainan seperti tekanan darah diastolik yang meningkat, proteinuri,

nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri abdomen atas,oligouria, kejang,

peningkatan kreatinin serum, trombositopenia, peningkatan enzim hati,

pertumbuhan janin terhambat, dan edema paru. Semakin nyata kelainan

tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Perlu

diketahui, pembedaan antara preeklamsi ringan dan berat dapat menyesatkan

karena penyakit yang tampak ringan dapat berkembang dengan cepat menjadi

penyakit berat (Cunningham et all, 1997).

2. Epidemiologi

► Mortalitas dan Morbiditas

Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang

menyebabkan kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli.

Preeklampsia merupakan penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran

hidup.

Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial

sistemik, vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan

mengakibatkan iskemi jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika memiliki

mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita ras kulit putih. Secara

umur mortalitas dan morbiditas semakin meningkat pada wanita hamil dengan

umur muda (<20 tahun) dan wanita hamil dengan umur > 35 tahun.

3. Etiologi

Meskipun etiologi terjadinya preeklamsia sampai sekarang belum jelas

namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar terjadinya preeklamsia.

a. Teori Genetik

13

Page 14: Responsi Dr.heru Obs

Dari hasil penelitian dapat diduga preeklamsia merupakan penyakit yang

dapat diturunkan secara resesiv (disebut teori resesiv). Preeklamsia dapat

terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga preeklamsia, seperti ibu

penderita atau saudara perempuan penderita.

b. Teori Imunologik

Kehamilan sebenarnya merupakan paradoks biologi yaitu janin yang

sebenarnya merupakan benda asing (karena ada faktor ayah) secara

imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Preeklamsia terjadi karena

kegagalan adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehinga konsepsi

tetap berjalan tapi sel-sel trophoblast tidak bisa melakukan invasi ke

dalam arteri spirales agar berdilatasi.

14

Page 15: Responsi Dr.heru Obs

Gambar 1. Bagan diatas menjelaskan proses plasentasi normal dan abnormal seperti

pada preeklampsia. Komplikasi pada kehamilan yang lainnya seperti abortus spontan,

kematian janin dalam rahim dan pertumbuhan janin terhambat merupakan tanda

klinis dari iskemi dan inflamasi dari plasenta

c. Teori Ischemia Plasenta

Ischemia plasenta pada preeklamsia terjadi karena pembuluh darah yang

mengalami dilatasi hanya terjadi pada arteri spirales di decidua, sedang

pembuluh darah di daerah myometrium yaitu arteri spirales dan arteri

basalis tidak melebar. Pelebaran arteri spirales adalah akibat fisiologik

invasi sel trophoblast ke dalam lapisan otot arteri spirales, sehingga arteri

spirales menjadi menurun tonusnya dan akhirnya melebar. Pada

preeklamsia invasi sel-sel trophoblast ini tidak terjadi sehingga tonus

pembuluh darah tetap tinggi dan seolah-olah terjadi vasokonstriksi. Hal ini

15

Page 16: Responsi Dr.heru Obs

menyebabkan pembuluh darah ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan

darah plasenta sehingga terjadi ischemia plasenta.

d. Teori Radikal Bebas

Ischemia plasenta akan melepaskan suatu bahan yang bersifat toxin

sehingga menimbulkan gejala preeklamsia. Faktor-faktor yang diduga

dihasilkan oleh ischemia plasenta adalah radikal bebas yang merupakan

produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif

dan berumur pendek. Pada preeklamsia sumber radikal bebas yang utama

adalah plasenta yang mengalami ischemia. Radikal bebas akan bekerja

pada asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan peroksida lemak. Asam

lemak tidak jenuh banyak dijumpai pada membran sel sehingga radikal

bebas lebih banyak merusak membran sel. Pada preeklamsia produksi

radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar antioksidan juga

menurun.

e. Teori Kerusakan Sel Endotel

Peroksidase lemak adalah proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang

menghasilkan peroksidase lemak asam lemak jenuh. Pada preeklamsia

diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak

adalah sel endotel pembuluh darah. Hal ini terbukti bahwa kerusakan sel

endotel merupakan gambaran umum yang dijumpai pada preeklamsia.

Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang

menyebabkan preeklamsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang

ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat

(Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008).

2. Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila

mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut

a. Nulipara

16

Page 17: Responsi Dr.heru Obs

b. Kehamilan ganda

b. Usia <20 atau >35 tahun

c. Riwayat preeklampsia-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

d. Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia-eklampsia

e. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum

kehamilan

f. Obesitas

5. Patofisiologi

Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler

Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang

menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan

vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah

sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah

yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin

II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin

dengan akibat meningkatnya thromboxane yang mengakibatkan

menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan

bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.

b. Hipovolemia Intravaskuler

Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai

45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma

hingga mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma

menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah.

Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun

(hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan

metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan

17

Page 18: Responsi Dr.heru Obs

utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering

terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth

retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.

c. Vasokonstriksi pembuluh darah

Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac

output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada

kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap

bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan-bahan vasoaktif

dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya

vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah artiole dan pra

kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap

terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil

dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik.

Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif

bahwa preeklamsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah

yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya

membuat nekrosis berbagai organ (William H, 1997).

Pada preeklamsi berat dan eklamsi dijumpai perburukan patologis

fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia.

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan

perfusi dari uteroplacenta. Bila hal ini terjadi maka akan mengaktivasi sistem

renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akan melepaskan Angiotensin II

yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara general sehingga terjadi

hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan. Ternyata,

hipovolemia dan hipoksia jaringan dapat pula disebabkan oleh DIC yang dapat

terjadi akibat pelepasan tromboplastin karena terdapat injury pada sel endotel

pembuluh darah uterus (William H, 1997).

18

Page 19: Responsi Dr.heru Obs

Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang

membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang

menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari

gambaran klinis dapat ditemukan proteinuria. Vasokonstriksi kapiler-kapiler

dapat pula menyebabkan oedem. Selain itu, dari jalur adrenal akan

memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensi dari Na dan air

sehingga pada pasien preeklamsia terjadi oedem (Knuppel dan Drukker, 1986).

Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat

mengancam nyawa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin

menurun dan eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh

dan mengalami hemolisis dengan cepat.

6. Klasifikasi

Preeklamsi dibagi dalam golongan ringan dan berat,

Preeklampsi ringan adalah suatu syndrome spesifik kehamilan dengan

menurunnya perfusi organ yang berakibt terjadinya vasospasme pembuluh

darah dan aktifasi endotel.

Tanda gejala preeklampsi ringan :

1. Tekanan darah ≥140/90 mmHg.

2. Protein urin ≥300 mg/24 jam.

3. Edema : edema local tidak dimasukkan dalam criteria preeklampsi,

kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalist.

(Sarwono. 2008 : 543)

Preeklampsi berat adalah preeklampsi dengan tekanan darah sistolik ≥160

mmHg, dan tekanan darah diastolic ≥110mmHg, disertai protein uri >5g/24

jam.

Digolongkan dalam berat bila satu atau lebih gejala /tanda di bawah ini

ditemukan:

19

Page 20: Responsi Dr.heru Obs

Preeklampsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala

dan tanda di bawah ini :

a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥ 160

mmHg dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg.

b. Proteinuria: ≥ 5 gr/jumlah urin selama 24 atau dipstick 4+.

c. Oliguria:produksi urin < 400-500 cc/24 jam.

d. Kenaikan kreatinin serum.

e. Edema paru dan sianosis.

f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan

teregangnya kapsula Glisson. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur

hepar.

g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala,

scotomata, dan pandangan kabur.

h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino

transferase.

i. Hemolisis mikroangiopatik.

j. Trombositopenia < 100.000cell/mm3

k. Sindroma HELLP

(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam

Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)

Preeclampsia berat dibagi menjadi :

a. Preeclampsia berat tanpa impending eclampsia

b. Preeclampsia berat dengan impending eclampsia (disertai gejala seperti

nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah muntah, nyeri epigastrum,

dan kenaikan tekanan darah secara progresif.

(Sarwono,2008)

7. Diagnosis

20

Page 21: Responsi Dr.heru Obs

Preeklamsi

Kriteria minimum

TD > 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu

Proteinuria > 300mg/24 jam atau > +1 pada dipstik

Peningkatan kepastian preeklamsi

TD > 160/100 mmHg

Proteinuria > 0,2g/24 jam atau > +2 pada dipstik

Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila telah diketahui

meningkat sebelumnya

Trombosit <100.000/mm3

Hemolisis mikroangiopati (LDH meningkat)

SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat

Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan

lainnya

Nyeri epigastrium menetap

Eklamsi

Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita

dengan preklamsi

Preeklamsi pada hipertensi kronik

Proteinuria awitan baru > 300 mg/24 jam pada wanita pengidap

hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu

Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung

trombosit < 100.000 /mm3 secara mendadak pada wanita dengan

hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu

Diagnosis dari preeklamsia berat dapat ditentukan secara klinis

maupun laboratorium.

Klinis :

- Nyeri epigastrik

21

Page 22: Responsi Dr.heru Obs

- Gangguan penglihatan

- Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional

- Terdapat IUGR

- Sianosis, edema pulmo

- Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau ≥ 110 mmHg untuk

tekanan darah diastolik (minimal diperiksa dua kali dengan selang

waktu 6 jam)

- Oliguria (< 400 ml selama 24 jam)

Laboratorium :

- Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik)

- Trombositopenia (<100.000/mm3)

- Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah

meningkat sebelumnya

- Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)

- Peningkatan LFT (SGOT,SGPT)

(William H, 1997)

8. Dasar Pengelolaan

Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan

pengelolaan dasar sebagai berikut :

a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi medikamentosa

dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya.

b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannnya yang

tergantung pada umur kehamilannya. Sikap terhadap kehamilannnya dibagi

2, yaitu :

- Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilannnya < 37 minggu, artinya

kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi

medikamentosa.

22

Page 23: Responsi Dr.heru Obs

- Aktif ; agresif : bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan

diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam

Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)

9. Pemberian Terapi Medikamentosa

a. Segera masuk rumah sakit.

b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.

c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrosa 5 %.

d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang

yang pemberiannnya dibagi dalam dosis awal serta dosis lanjutan.

e. Pemberian anti hipertensi

Diberikan bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126.

Jenis obat yang diberikan : Nifedipine 10-20 mg oral, diulang setelah 30

menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Desakan darah diturunkan secara bertahap :

Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik.

Desakan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125

f. Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena :

Memperberat penurunan perfusi plasenta

Memperberat hipovolemia

Meningkatkan hemokonsentrasi

g. Diet

Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang

berlebih.

(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam

Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)

23

Page 24: Responsi Dr.heru Obs

10. Sikap Terhadap Kehamilannya

a. Perawatan Konservatif;ekspektatif

1) Tujuan

a) Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur

kehamilannnya yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan.

b) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa

mempengaruhi keselamatan ibu.

2) Indikasi :

Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending

eklampsia.

3) Terapi Medikamentosa

a) Terapi medikamentosa sama seperti diatas.

b) Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih

dirawat 2-3 hari lagi baru diizinkan pulang.

c) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 tersebut

diatas, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi

cukup intramuskuler.

d) Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34 minggu

selama 48 jam.

4) Perawatan di Rumah Sakit

a) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik

sebagai berikut :

-Nyeri kepala

-Penglihatan kabur

-Nyeri perut kuadran kanan atas

-Nyeri Epigastrium

-Kenaikan berat badan dengan cepat

24

Page 25: Responsi Dr.heru Obs

b) Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan

diikuti tiap hari.

c) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi

tiap 2 hari.

d) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah

ditentukan.

e) Pemeriksaan laboratorium.

f) Pemeriksaan USG.

g) Meskipun penderita telah bebas dari gejala-gejala PEB, masih

tetap di rawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.

5) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebasdari gejala-

gejala preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru

diijinkan pulang.

6) Cara persalinan

a) Bila penderita tidak in partu, kehamilan di pertahankan sampai

kehamilan aterm.

b) Bila penderita in partu, perjalanan persalinan diikuti seperti

lazimnya ( misalnya dengan grafik Friedman).

c) Bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per

vaginam kecuali ada indikasi untuk pembedahan sesar.

b. Perawatan Aktif agresif

1) Tujuan: Terminasi kehamilan.

2) Indikasi

a) Indikasi Ibu.

Kegagalan terapi medikamentosa

Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa

terjadi kenaikan darah yang persisten.

25

Page 26: Responsi Dr.heru Obs

Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan

medikamentosa terjadi kenaikan desakan darah yang

persisten.

Tanda dan gejala impending eklampsia

Gangguan fungsi hepar

Gangguan fungsi ginjal

Dicurigai terjadi solutio plasenta

Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan

b) Indikasi Janin

Umur kehamilan ≥ 37 minggu.

IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG.

NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal.

Timbulnya oligohidramnion

c ) Indikasi Laboratorium

Trombositopenia progresif yang menjurus ke sindroma

HELLP

3) Terapi Medikamentosa

Sama seperti terapi medikamentosa diatas.

4) Cara Persalinan

Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam.

a) Penderita belum in partu

Dilakukan induksi persalinan bila bishop score ≥ 8. Bila perlu

dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi

persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam.

Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus

disusul dengan pembedahan sesar.

Indikasi pembedahan sesar :

26

Page 27: Responsi Dr.heru Obs

1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam.

2. Induksi persalinan gagal.

3. Terjadi maternal distress.

4. Terjadi fetal distress.

5. Bila umur kehamilan < 33 minggu.

b) Penderita sudah in partu

Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman.

Memperpendek kala II.

Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal distress

atau fetal distress.

Primigravida direkomendasikan pembedahan sesar.

Anestesia : regional anesthesia, epidural anesthesia, tidak

dianjurkan general anesthesia.

(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam

Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI,

2005)

10. Penyulit Ibu

a. Sistem saraf pusat

Perdarahan intrakranial

Trombosis Vena sentral.

Hipertensi Ensefalopati.

Edema Cerebri.

Edema Retina.

Macular atau retina detachment.

Kebutaan korteks.

b. Gastrointestinal-Hepatik

Subcapsular hematoma hepar.

27

Page 28: Responsi Dr.heru Obs

Ruptur kapsul hepar

c. Ginjal

- Gagal ginjal akut

- Necrosis tubular akut

d. Hematologik

- DIC

- Trombositopenia

e. Kardiopulmoner

- Edema Paru ; kardiogenik atau non kardiogenik.

- Depresi atau arrest pernafasan.

- Kardiac arrest

- Iskemia miokardium

f. Lain-lain

Ascites

(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam

Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)

11. Penyulit Janin

a. IUGR

b. Solutio plasenta

c. IUFD

d. Kematian neonatal

e. Penyulit akibat premarturitas

f. Cerebral palsy.

(Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam

Kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005)

14. Penanganan

28

Page 29: Responsi Dr.heru Obs

Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya

kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta

kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat

(Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008).

Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah.

Karena preeklamsia sendiri bisa membunuh janin (Cunningham et all, 1997).

PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan

kemudian ditentukan jenis perawatan/tindakannya. Perawatannya dapat

meliputi :

a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.

Indikasi :

Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini

1). Ibu :

a). Kehamilan lebih dari 37 minggu

b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia

c). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.

2). Janin :

a). Adanya tanda-tanda gawat janin

b). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.

3). Laboratorium :

Adanya sindroma HELLP .

Pengobatan Medikamentosa

1). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc

(60-125 cc/jam)

2). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

3). Pemberian obat : MgSO4.

b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan

29

Page 30: Responsi Dr.heru Obs

Indikasi

Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda

impending eklamsi dengan keadaan janin baik.

Medikamentosa

Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya

dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja (MgSO4 40% 8 gr

i.m.) (Hidayat W, 1998).

Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat

diberikan:

- Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada

bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang

4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus

hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan

kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit. Bila terjadi

toksisitas akut, dapat diberikan kalsium glukonat intravena selama

3 menit sebagai antidotum.

- Klorpromazin 50 mg IM

- Diazepam 20 mg IM.

Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat diperlukan

karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan

apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Namun, dari penggunaan

obat-obat antihipertensi jangan sampai mengganggu perfusi

uteropalcental. OAH yang dapat digunakan adalah hydralazine,

labetolol, dan nifedipin (William H, 1997).

Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 %

secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.

Pemberian kortikosteroid untuk maturitas dari paru janin sampai

saat ini masih kontroversi (William C , Baha M, 1994).

30

Page 31: Responsi Dr.heru Obs

Untuk penderita preeklamsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih

banyak dalam persalinan. Namun, untuk saat ini teknik anestesi

yang lebih disukai adalah anestesi epidural lumbal.

Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan

dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah

terpenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau

vakum. Pada gawat janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio

sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi dengan cunam atau

ekstraktor vakum.

12. Komplikasi

Komplikasi preeklamsia berat antara lain: Eklamsia, HELLP

Sindrom, Edema pulmonum, DIC, Gagal ginjal akut, Ruptur hepar, Solutio

plasenta, Perdarahan serebral dan gangguan visus.

13. Prognosis

Untuk Ibu

Prognosis pasien pasien preeklampsia baik jika tidak terjadi eklampsia.

Kematian karena preeklampsia kurang dari 0,1 %. Jika terjadi kejang

eklamptik , 5 – 7 % pasien akan meninggal. Penyebab kematian meliputi

perdarahan intrakranial, syok, gagal ginjal, pelepasan prematur plasenta dan

pneumonia aspirasi

Untuk bayi

Kematian perinatal sebesar 20 %. Sebagian besar bayi bayi ini kurang

bulan. Namun dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat , kematian

ini mungkin dapat dikurangi <10 % ( Benson Ralph, 2008).

31

Page 32: Responsi Dr.heru Obs

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo S, Wiknjosastro. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Balai Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Mochtar R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor:

Delfi Lutan. Jakarta: EGC.

William H. Clewell. 1997. Hypertensive Emergencies in pregnacy dalam Obstetric

intesive care. Pensylvania: WB Saunders Company.

Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 1997. William’s

Obtetrics20th. Prentice-Hall International,Inc.

William C Mabie, Baha M.Sibai. 1994. Hypertensive states of Pregnancy dalam

Current Obstetric & Gynecologic diagnosis & treatment. Connecticut:

Appleton & Lahge.

32

Page 33: Responsi Dr.heru Obs

Hidayat W. 1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, RSUP

dr.Hasan Sadikin. Edisi ke-2. Bandung: SMF Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran, RSUP dr. Hasan Sadikin.

Kelompok Kerja Penyusunan “Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di

Indonesia” Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 2005. Pedoman

Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi kedua. Batam.

33