Case Kejang Demam

39
STATUS PASIEN RUMAH SAKIT DINAS KESEHATAN TENTARA BANDAR LAMPUNG Nama : dr. Annisa Oktantiani Dokter Pembimbing : dr. Imelda Meilina : dr. Kheriyah IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : An. F Jenis kelamin : Laki-Laki Usia : 2 tahun Suku bangsa : Jawa Ruangan : Cempaka Agama : Islam Pekerjaan : - No. CM : 08.23.10 Alamat : Bandar Lampung Tanggal masuk RS: 12 Januari 2015 Identitas Orang Tua IBU Nama : Ny. N Umur : 32 tahun Pekerjaan : IRT Pendidikan : SMP Agama : Islam Suku : Sunda Alamat : idem Penghasilan/bln : Rp. – 1

description

kejang demam

Transcript of Case Kejang Demam

Page 1: Case Kejang Demam

STATUS PASIENRUMAH SAKIT DINAS KESEHATAN TENTARA

BANDAR LAMPUNG

Nama : dr. Annisa Oktantiani Dokter Pembimbing : dr. Imelda Meilina

: dr. Kheriyah

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : An. F Jenis kelamin : Laki-Laki

Usia : 2 tahun Suku bangsa : Jawa

Ruangan : Cempaka Agama : Islam

Pekerjaan : - No. CM : 08.23.10

Alamat : Bandar Lampung Tanggal masuk RS: 12 Januari 2015

Identitas Orang Tua

IBU

• Nama : Ny. N

• Umur : 32 tahun

• Pekerjaan : IRT

• Pendidikan : SMP

• Agama : Islam

• Suku : Sunda

• Alamat : idem

• Penghasilan/bln :

Rp. –

AYAH

Nama : Tn. S

Umur : 33tahun

Pekerjaan : Pegawai

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Suku : Sunda

Alamat : idem

Penghasilan/bln :

Rp. 1.000.000,-

1

Page 2: Case Kejang Demam

II. Anamnesis

Keluhan Utama :

Kejang sejak 1 hari SMRS

Keluhan tambahan :

demam, batuk, pilek,

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke IGD RS DKT dengan keluhan kejang

1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien demam tinggi, terus menerus sepanjang

hari, pada malam hari pasien kejang, kejang kelojotan seluruh tubuh. Kejang

berlangsung lebih dari 15 menit, sampai perjalanan ke klinik. Di klinik pasien

sudah mendapat penganan berupa stesolid supp sebelum datang ke RS DKT.

Pasien tidak sesak dan tidak biru. Sudah kurang lebih 1 minggu pasien mengeluh

batuk dan pilek. Pasien sudah 2 hari dirawat di RS DKT dan diberikan infuse,

obat suntik, dan obat minum

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami kejang yang didahului demam pada umur 1 tahun .

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteri - Peny. Jantung -

Cacingan - Diare - Peny. Ginjal -

Demam berdarah - Kejang 1 tahun Peny. Darah -

Demam tifoid - Kecelakaan - Radang Paru -

Otitis - Morbili - Tuberculosis -

Parotitis - Operasi - Asma -

Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Page 3: Case Kejang Demam

Riwayat Kehamilan / Kelahiran :

Kehamilan Morbiditas kehamilan Ibu pasien ketika hamil

tidak menderita penyakit

apapun.

Perawatan antenatal Ibu pasien rutin kontrol ke

dokter selama masa

kehamilan

Kelahiran Tempat kelahiran Klinik Bidan

Penolong kelahiran Bidan

Cara persalinan Normal

Masa Gestasi 38 minggu

Keadaan bayi BB : 3000 gram

PB : 49 cm

Bayi langsung menangis

dan tidak ada kelainan

bawaan.

Riwayat Perkembangan :

• Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan

• Psikomotor :

* Tengkurap : 9 bulan

* Duduk : 8 bulan

* Berdiri : 9 bulan

* Berjalan : 13 bulan

Riwayat Pemberian ASI

Pasien mendapatkan ASI sampai umur 1 tahun.

Riwayat Imunisasi

Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.

Page 4: Case Kejang Demam

Vaksin Umur

0 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan 18 bulan

BCG √

DPT √ √ √ √

Polio √ √ √ √ √

Campak √

Hepatitis B √ √

Kesan : Imunisasi dasar PPI lengkap

Data Perumahan

Kepemilikan rumah adalah rumah sendiri. Keadaan rumah adalah dinding rumah

tembok, kamar mandi di dalam rumah. Sumber air bersih dari sumur pompa.

Terdapat jamban keluarga. Limbah buangan ke saluran atau selokan yang ada.

Keadaan lingkungan jarak antara rumah berdekatan, cukup padat.

III. Pemeriksaan Fisik

Tanggal 12 Januari 2015, jam 13.00 WIB.

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, tidak kejang, tidak sesak

Kesadaran : komposmentis

Frekwensi Nadi : 100 x/menit (reguler,kuat angkat)

Frekwensi Pernafasan : 24 x/menit (reguler)

Suhu tubuh : 38,5 ° C

Data Antropoemetri

√ Berat Badan : 10 kg

√ Tinggi Badan : tidak diketahui

Kepala

• Kepala : bulat, normocephli

• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut

• Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera

tidak ikterik, pupil isokor, simetris,

Page 5: Case Kejang Demam

refleks cahaya +/+

• Telinga : Lapang, serumen -/-

• Hidung :Lapang, sekret +/+, septum

deviasi (-), pernafasan cuping

hidung (-)

• Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis sirkum oral tidak ada

• Gigi geligi : Baik

• Lidah : tidak hiperemis

• Tonsil : T1 – T1, tenang

• Faring : hiperemis

• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar

Toraks

• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris

Retraksi (-)

• Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama

• Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor

• Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler

Ronki -/-, Wheezing -/-

Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

• Inspeksi : Perut datar

• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 4x/menit

• Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)

Ekstremitas: Bentuk biasa, deformitas (-),Akral hangat,

sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik

Page 6: Case Kejang Demam

Status Neurologis

1. Rangsang Meningeal :

Kaku kuduk : -

Brudzinski I :-

Brudzinski II :-/-

Kernig :-/-

Laseque : <70o / >70o

2. Motorik

- Derajat Kekuatan Otot :5555 5555

5555 5555

- Berdiri : tidak dilakukan

- Jongkok berdiri : tidak dilakukan

- Jalan : tidak dilakukan

Gerakan Spontan Abnormal

- tetani : tidak ada

- tremor : tidak ada

- khorea : tidak ada

- atetosis : tidak ada

- balismus : tidak ada

- diskinesia : tidak ada

- mioklonik : tidak ada

3. Refleks Tendo

• Biseps : ++/++

• Triseps :++/++

• Patella ++/++

• Achilles ++/++ 

Page 7: Case Kejang Demam

4. Refleks Patologis :

• Hoffman Trommer -/-

• Babinski -/-

• Chaddock -/-

• Gordon -/-

• Oppenheim -/-

• Schaeffer -/-

• Klonus lutut -/-

• Klonus Kaki -/-

5. Tanda Regresi

- Refleks menghisap: -

- Refleks menggigit : -

- Refleks memegang: -

- Snout refleks : -

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium 12 Januari 2015

JENIS PEMERIKSAAN HASIL

• Hb

• Eritrosit

• Leukosit

• 9,1 g/dL

• 5,7 juta/uL

• 11.200 /uL

Page 8: Case Kejang Demam

• Trombosit

• Hematokrit

• 109.000 /uL

• 30%

V. Diagnosa Kerja

• Kejang demam kompleks

• Faringitis akut

VI. Diagnosa Banding

• Epilepsi

• Tonsilitis akut

• Bronkopneumonia

VIII. Penatalaksanaan

- Rawat inap

• IVFD : RL 40 tetes permenit mikro

• Cefotaxim 3 X 400 mg

• PCT 3 X 1 Cth

• Stesolid 10 mg supp

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Pemeriksaan EEG setelah pulang

X. PROGNOSIS

Ad Vitam : Dubia ad bonam

Ad Fungsionam : Dubia ad malam

Ad Sanationam : Dubia ad malam

Page 9: Case Kejang Demam

X. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

13

Januari

2015

Jam

08.00

Kejang (-)

Panas

turun,

batuk,

pilek

berkurang

KU : TSS

KS : CM

N : 100 x/mnt

S : 39 oC

P : 32x/mnt

Hidung: sekret +/+

Mulut : mukosa

faring

hiperemis

Kejang

demam

kompleks

e.c.

faringitis

• IVFD : RL 40 tetes

permenit mikro

• Cefotaxim 3 X 400 mg

• PCT 3 X 1 Cth

• Stesolid 10 mg supp

K/P kejang

14

Januari

2015

Jam

09.35

Kejang (-)

Panas

turun,

Batuk pilek

berkurang

KU : TSS

KS : CM

N : 100 x/mnt

S : 37,1 oC

P : 36x/mnt

Mata : RCL (+/+),

RCTL (+/+),

Mulut : Mukosa

bibir lembab,

mukosa faring tidak

hiperemis, tonsil

T1-T1

Leher : KGB tidak

teraba

membesar

Kejang

demam

kompleks

e.c.

faringitis

• IVFD : RL 40 tetes

permenit mikro

• Cefotaxim 3 X 400 mg

• PCT 3 X 1 Cth

• Stesolid 10 mg supp

K/P kejang

Page 10: Case Kejang Demam

XI. Resume

• Pasien seorang anak laki – laki umur 2 tahun, berat badan 10 kg, datang ke IGD

RS DKT dengan keluhan utama kejang dan keluhan tambahan demam dan

batuk, dan pilek

Page 11: Case Kejang Demam

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal yang

terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf diotak yang tidak

dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure

bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran,gerakan tonik (menjadi kaku)

atau klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala

berulang dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun

disebut sebagai epilepsi (ayan).Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan

serentak otot-otot yang tidak bias dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah

yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu

manifestasi dari seizure.(4)

Kejang demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

( suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1,2,3

Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan-batasan

sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama. Menurut Consensus Statement on

Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya

terjadi antara umur antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi

tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.1,2 Anak yang pernah

kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat

tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38ºC atau

lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui.1 Anak yang pernah mengalami

kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang

demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang

demam. (konsensus)

B. Epidemiologi

Page 12: Case Kejang Demam

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan,

dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang

demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23

bulan). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.3

C. Faktor Risiko

Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor

riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,

problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.3

Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali

rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak  mengalami rekurensi 3 kali atau lebih,

resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah

demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan

riwayat keluarga epilepsi.1,2,3

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum

berumur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang

demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya

setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien

masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun. Kejang demam diturunkan

secara dominan autosomal sederhana.1

D. Klasifikasi

Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang

demam sederhana ( simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam

(epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif

epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya

kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.3

Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston

tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang

demam sederhana ialah:2

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

Page 13: Case Kejang Demam

3. Kejang bersifat umum.

4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria

modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan

timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.2

Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu :

a. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang menyeluruh yang

berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang dalam 24 jam.

b. Kejang demam kompleks( Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal (hanya

melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15 menit dan atau

berulang dalam waktu singkat ( selama demam berlangsung).

Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang demam

atau kejang tanpa demam dalam keluarga.3,6,7

E. Etiologi

Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran

pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.

Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak

begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.1,2,3

.

F. Patofisiologi

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang

anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan

dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat

terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat

Page 14: Case Kejang Demam

terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat

terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga

dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan

yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.2

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38º C

sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi , kejang baru terjadi pada suhu 40ºC

atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam

lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya

perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.2

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak

menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15

menit) biasanya disertai terjadinya apne, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi

untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat

disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang

tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot

dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.2

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan

neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan

peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas

kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.2

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang

yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan

epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.2

G. Manifestasi klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengn

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan

Page 15: Case Kejang Demam

saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lain-

lain.1,2,3,5Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,

berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral,

tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata

terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang

tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.1,2,3,45

Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung

lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak

memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak

kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti

hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai

beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.

Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika

kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau

kejang menahun adalah kecil.3

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang

sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini

biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal.

Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ

lebih rendah ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan

mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang

demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.

H. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami

demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan

lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada

anak,1,2,3,4,5,6,7yaitu:

1. Pungsi lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk

menyingkirkan menigitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi

Page 16: Case Kejang Demam

kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan

pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari

18 bulan. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan cerebrospinal yang abnormal

umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:

-Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).

-mengalami komplek partial seizure.

-Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya).

-Kejang saat tiba di IGD.

-Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam

setelah kejang demam adalah normal.

-kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda

peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem

sarap pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotikk

sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi

lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.7

2. EEG

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.

Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi

sekali tanpa adanya defisit neurologis.2,3 Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa

EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya

dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang.

Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam,

gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau

risiko epilepsi.2,3,4,5 EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat didaerah belakang

yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan

pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien

bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah serangan kejang.1 Saat ini pemeriksaan

EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.1,7

3. Pemeriksaan Laboratorium

Page 17: Case Kejang Demam

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit., kalsium, fosfor,

magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.

Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar

sebagai pemeriksaan rutin.6,7

4. Pemeriksaan Imaging

Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat dindikasikan pada keadaan:

a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.

b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).

c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah

berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil).6

I. Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan

apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat (otak). Kelainan

didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan

lain-lain.2 Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada

kelainan organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong

dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi

susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan

cerebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis

sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat

diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan

demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga

menyerupai kejang demam.1

J. Perjalanan Penyakit

Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental dan

neurologis, berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari.

Mortalitas pada kejang demam sangat rendah, hanya rendah, hanya sekitar 0,64-0,74%.1

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

sebelumnya normal. Peneliti lain melakukan penelitian retrospektif dan melaporkan

kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah

Page 18: Case Kejang Demam

hemiparesis, disusul diplegia, koreoatetosis atau rigiditas serebrasi. Kelainan ini biasanya

terjadi pada pasien dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal.

11% pasien kejang menunjukkan hiperaktivitas walaupun tidak diberi pengobatan

fenobarbital.1

Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana.

Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak berbeda

dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang demam. IQ lebih

rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami

komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam

diikuti terulangnya kejang tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa demam atau

epilepsi berbeda-beda tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi.

Sebagian peneliti melaporkan angka sekitar 2-5%.1

Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan bahwa

diantara 201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita kejang tanpa

demam (epilepsi), sedangkan diantara 297 pasien yang digolongkan epilepsi yang

diprovokasi oleh demam 276(93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal

mendapatkan angka epilepsi 2 % pada kejang demam sederhana dan 30% pada kejang

demam atipikal. Diindonesia, Lumbantobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien

kejang demam menjadi epilepsi.1

Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak

dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang kemungkinan

terjadinya epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien yang tidak

mengalami berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:

1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan.

2) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara

kandung.

3) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.

Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2-3, sedangkan

apabila terdapat 2 dari 3 faktor diatas, kemungkinan menjadi epilepsi adalah 13%.

Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam, yang paling sering

Page 19: Case Kejang Demam

adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam yang lama biasanya

diikuti oleh epilepsi parsial kompleks. Sebanyak 30-35% pasien mengalami berulangnya

kejang demam. Sebagian besar hanya berulang 2- 3 kali kecuali pada 9-17% kasus yang

berulang lebih dari 3 kali. Setengahnya berulang dalam 6 bulan pertama dan 75%

berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg melaporkan berulangnya kejang demam

pada 35% diantara 1706 pasien. Berulangnya kejang demam lebih sering bila serangan

pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50%. Bila kejang

demam pertama terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko berulangnya kejang adalah

28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi. Anak dengan

perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga juga lebih

sering tmengalami berulangnya kejang demam.1

K. Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:

pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis

terhadap berulangnya kejang demam..2,3

1. Pengobatan fase akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk

mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi

terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan

fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan

pemberian antipiretik.2,3,9

Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang diberikan

secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai

dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intrvena dan dalam waktu 5 menit

apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan

dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis

maksimal 20 mg. Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan

dosis dan cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam

intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg pada anak dengan berat

badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak

berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-

Page 20: Case Kejang Demam

lahan dengan kecpatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/kg/menit. Dosis

selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan pasien

dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus diberikan obat

dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital diberikan

secara intramuskular dengan loading dose. Dosis awal 10-20 mg/kg dan dosis selanjutnya

4-8 mg/kg/hari. Diberikan 24 jam setelah dosis awal.

Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernafasan, hipotensi,

letargi dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau dengan ketat. Diazepam juga

mempunyai efek samping hipotensi dan depresi pernafasan,sebab itu setelah pemberian

fenobarbital dosis tinggi jangan diberikan diazepam. 2,3,7,8

2. Mencari dan Mengobati Penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk meyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,. Walaupun demikian

kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai

mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering

manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbar harus dilakukan pada bayi

berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan.

Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.1,2,3

3. Pengobatan profilaksis

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bila

sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis, yaitu:

1. Profilaksis intermittent pada waktu demam.

2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan).

Profilaksis intermittent

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan

orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien.

Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal yang demikian

sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan

fenobarbital intermittent. Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik karena

penyerapannya cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg

Page 21: Case Kejang Demam

untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat

badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,50 C atau lebih. Diazepam

dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada

waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan

hipotonia.1,2,3,7,8

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu efektif

karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan. Efek

sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti

infeksi sistem saraf pusat.10

Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari ( rumatan)

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat

yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi

dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan fenobarbital 4-5 mg/kg

BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam valproat dengan

dosis 15-40 mg/kgBB/hari.1 Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun

setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria ( termasuk poin 1

atau 2) yaitu:

1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan ( misalnya serebrl palsy atau mikrosefal).

2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan

neurologis sementara atau menetap.

3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.

4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi

kejang multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka

panjang, maka berikan profilaksis intermittent yaitu pada waktu anak demam dengan

diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.1,3

Page 22: Case Kejang Demam

ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG11

5 – 15 menitKEJANG

Perhatikan jalan nafas, kebutuhanO2 atau bantuan pernafasanBila kejang menetap 3-5 menit,

Diazepam rektal 0,5mg/kgdosis 5 - 10 kg > 10 kg : 10 mg rektiol

AtauDiazepam intravena dosis rata-rata (0,2 – 0,5 mg/kg/dosis)dapat diulang dengan dosis/cara yang sama dengan interval 5 - 10 menit

15 – 20 menit Pencarian akses vena dan pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi

Kejang ( - ) Kejang ( + )Fenitoin IV (15-20mg/kg) diencerkandgn NaCl 0,9% diberikan selama 20-30 menit atau dengan kecepatan 50mg/menit

> 30 menit: Status konvulsivus

Kejang ( - ) Kejang ( + )

Page 23: Case Kejang Demam

Dosis pemeliharaan Fenobarbotal IV/IM 10-20 mg/kg

FenitoinIV 5-7mg/kg diberikan 12 jam kemudian

Kejang ( - ) Kejang ( + )Dosis pemeliharaan Perawatan Ruang Intensif

Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg Pentobarbital IV 5-15mg/kg diberikan 12 jam kemudian bolus atau Midazolam 0,2

mg/kg

L. Rujukan

Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:

a. Kejang demam kompleks

b. Hiperpireksia

c. Usia dibawah 6 bulan

d. Kejang demam pertama

e. Dijumpai kelainan neurologis

M. Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu

menyebabkan kematian.2,3 Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka kematian

0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara

25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.2

Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi demam

lagi kira-kira 40-50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat apabila onsetnya

kurang dari umur 19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif, terdapat kelainan

neurologis ( meskipun minimal), kejang awal gambarannya unilateral, kejang berhenti

lebih dari 30 menit atau berulang karena penyakit yang sama.4

Page 24: Case Kejang Demam

Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, lennox-Buchtal

(1973) mendapatkan:

-Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria

33%.

-Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,

terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang adalah 25%.

Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam sederhana hanya

2,9 % yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam

ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak

sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:

a. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.

b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita

kejang demam.

c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan

mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1

atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3%

saja (Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).

N. Pencegahan

Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar

kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti

kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang

demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.

Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat menderita

demam, bisa diberikan diazepam ( baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).

Page 25: Case Kejang Demam

DAFTAR PUSTAKA

1. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan

Kedua. BP. IDAI. Jakarta: 2000; Hal 244-251.

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak.

Bagian IKA FK UI. Jakarta: 1985; Hal 847-855.

3. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta

Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; Hal

434-437.

4. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid

Dua. Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-63.

5. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15.

EGC. Jakarta: 1999;

6. Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004; Hal 210-211.

7. http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics ;

8. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion

9. www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf

Page 26: Case Kejang Demam

10. Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure.

Practice Parameter: Long Term Treatment of The Child with Simple Febrile

Seizure. Pediatrics. 1999; 103:1307-1309.

11. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak.

Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; Hal

252