Case Kejang Demam

48
LAPORAN KASUS MENINGOENSEFALITIS TUBERKULOSA PENYUSUN: Sania Swasti 030.07.233 PEMBIMBING : Dr. Meidy Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT OTORITA BATAM PERIODE 25 Februari 2013 – 4 Mei 2013

description

text

Transcript of Case Kejang Demam

Page 1: Case Kejang Demam

LAPORAN KASUSMENINGOENSEFALITIS TUBERKULOSA

PENYUSUN:

Sania Swasti

030.07.233

PEMBIMBING :

Dr. Meidy Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

PERIODE 25 Februari 2013 – 4 Mei 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Case Kejang Demam

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : An. S

Tanggal lahir/Umur : 15 September 2008

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Pl. Estate Sei Guntung

Agama : Islam

No. RM : 244788

Masuk RS : 24 Februari 2013 pukul 19.50

B. Identitas Orang Tua

Ayah Ibu

Nama Tn. A Ny.B

Umur 41 tahun 37 tahun

Alamat Perum Permata Rhabayu

Blok F/03

Perum Permata Rhabayu

Blok F/03

Agama Islam Islam

Suku Bangsa Melayu Melayu

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga

Hubungan Pasien dengan orang tua: Pasien anak tunggal ( tidak memiliki saudara

kandung )

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien pada tanggal 26

februari 2013 pukul 08.00 WIB di kamar perawatan pasien.

Keluhan Utama

Penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS

2

Page 3: Case Kejang Demam

Keluhan Tambahan

Kejang sejak 7 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan THIP Guntung dengan diagnosis status epileptikus. Pasien

anak perempuan usia 4 tahun, berat badan 16 kg datang dibawa orang tuanya dengan

keluhan penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS. Os tidak sadarkan diri setelah os

mengalami kejang selama kurang lebih 30 menit. Kejang awalnya pada tangan dan kaki

kiri kemudian kedua tangan dan kaki os menyentak-nyentak. Sebelum kejang os masih

sadar, saat kejang os tidak sadar, mata mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak

mengeluarkan busa. Ini merupakan kejang yang kedua dalam hari yang sama. Kejang

pertama terjadi setengah jam sebelum kejang yang kedua, tipe kejang sama, berlangsung

kurang lebih 10 menit dan Os kembali sadar dan tampak lemah setelah kejang.

3 hari SMRS os sempat mengalami demam tinggi, timbul mendadak dan terus

menurus sepanjang hari. Tidak ada menggigil atau mengigau dan tidak terdapat kejang.

Ibu os tidak sempat mengukur dengan termometer namun dengan perabaan, os

mengalami demam tinggi. Ibu os sempat berobat ke puskesmas dan diberi obat penurun

panas kemudian demam turun. Tidak ada hari bebas demam.

1 hari SMRS, Os masih mengalami demam tinggi. Menggigil disangkal oleh ibu os.

15 menit kemudian os mengalami kejang. Kemudian dibawa ke THIP Guntung dan

dirujuk ke RSOB.

Os tidak mengalami batuk, pilek ataupun sesak nafas. Os mengalami penurunan nafsu

makan semenjak demam. Dalam sehari os makan sebanyak 3 kali. Setiap makan hanya

setengah porsi dari porsi makan biasanya. Ibu os menyangkal adanya gusi berdarah,

mimisan ataupun bab berwarna hitam. Ibu os juga menyangkal adanya nyeri

tenggorokan, nyeri di belakang mata dan sekitar wajah ataupun keluar cairan dari

telinga. Buang air kecil tidak ada masalah, tidak ada nyeri dan berwarna kuning jernih.

3

Page 4: Case Kejang Demam

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteri - Penyakit jantung -

Cacingan - Diare - Penyakit ginjal -

DBD - Kejang - Penyakit darah -

Demam tifoid - Kecelakaan - Penyakit paru -

Otitis - Morbili - Tuberculosis -

Parotitis - Operasi - Lainnya -

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Kehamilan

Morbiditas

kehamilan

Tidak pernah menderita penyakit selama

kehamilan, dan juga tidak pernah

mengkonsumsi obat-obatan apapun

Perawatan Antenatal Ibu pasien memeriksakan kandungannya ke

bidan selama kehamilan, tetapi tidak

melakukannya secara rutin

Kelahiran

Tempat Kelahiran RS Permata Hati

Penolong Persalinan Dokter

Cara Persalinan Sectio Caesarea

Masa Gestasi Cukup bulan

Keadaan Bayi Langsung menangis, warna kulit kemerahan

Berat badan lahir: tidak ingat

Panjang badan: tidak ingat

Lingkar kepala tidak ingat

Apgar score (-)

Kesimpulan: riwayat kehamilan baik dan kelahiran baik

Riwayat Makanan

4

Page 5: Case Kejang Demam

Umur/bulan ASI PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim

0-2 + - - - -

2-4 + - - - -

4-6 + - - - -

6-8 + - - - -

8-10 + + + + +

Kesimpulan:. Gizi cukup, bervariasi

Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (umur)

I II III IV

BCG 1 bulan

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Campak 9 bulan

Hepatitis

B

0 bulan 1 bulan 5 bulan

Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Perkembangan

- Tengkurap : 6 bulan

- Duduk : 9 bulan

- Bicara : sudah bisa

Kesimpulan : Perkembangan baik, sesuai usia

Riwayat Keluarga

Pasien adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Saat ini tidak ada keluarga yang

mencret, muntah, demam, dan batuk seperti pasien. Kakak pasien pernah mengalami

kejang demam satu kali saat umur 1 tahun. Ada riwayat asma pada keluarga yaitu ibu

dan kakak pasien. Terdapat riwayat alergi pada keluarga pasien. Tidak ada riwayat batuk

lama yang tidak sembuh, batuk darah dan penyakit darah dalam keluarga, tidak ada

riwayat epilepsi. Tidak ada yang merokok di dalam rumah.

5

Page 6: Case Kejang Demam

PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 26 februari 2013, pukul 08.00 WIB

Kesadaran : somnolen

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tanda-tanda vital:

- Tekanan darah : 110/80

- Nadi : 138x/ menit

- Pernafasan : 48x/ menit

- Suhu : 38,00 C

Data antropometri

Berat badan : 16 kg

Panjang badan : cm

BB/U : 14,5/14 kg x 100% = 103,6% (gizi baik)

TB/U : 95/92 cm x 100% = 103,3% ( tinggi normal)

BB/TB : 14,5/14 kg x 100% = 103,6% (gizi baik)

Kesan : status Gizi baik

Kepala : normochepali, UUB tidak menonjol, distribusi rambut merata, rambut tidak

mudah rontok dan berwarna hitam, wajah simetris.

Mata : kelopak mata tidak cekung, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil

isokor kanan kiri, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung

+/+, mata merah -/-, mata berair -/-, air mata +/+.

Telinga : deformitas -/-, sekret dari telinga -/- darah dari telinga -/-.

Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret -/-,

pernafasan cuping hidung (+).

Mulut : deformitas (-), bibir kering (-), sianosis perioral (-), mukosa mulut kering

(-) hiperemis (+), lidah kotor (-)

Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,

retraksi suprasternal (+).

Thoraks :

Jantung

6

Page 7: Case Kejang Demam

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV garis midclavicularis kiri

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak mendengar mumur dan gallop

Paru

Inspeksi : kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi

sela iga (-), retraksi sub costa (-).

Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai

Auskultasi : suara napas vesikuler pada hemitoraks kiri dan

kanan. Ronkhi -/-, wheezing +/+

Abdomen :

Inspeksi : datar, tidak tampak peristaltik usus, retraksi epigastrium (+)

Palpasi : abdomen teraba lunak, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba membesar,

lien tidak teraba membesar, ballotment -/-, tidak teraba massa, turgor

kulit kembali dalam waktu kurang dari 2 detik.

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus 6x/menit

Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, sianosis akral (-) di keempat

ekstremitas, CRT < 2 detik, ptekie (-)

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Kesadaran : GCS E3V3M5

Nervus Kranial

1. Nervus Olfaktorius (N I): Tidak dilakukan

2. Nervus Optikus (N II) :

Visus bedside : Tidak dilakukan

Lapang Pandang konfrontasi : Tidak dilakukan

Pupil : isokor, tepi rata,

o Refleks cahaya langsung OD/OS (+)

o Refleks cahaya tidak langsung OD/OS (+)

3. Nervus Okulomotorius (N III) :

Ptosis OD dan OS : (-)

7

Page 8: Case Kejang Demam

Strabismus : (-)

Diplopia : (-)

Gerakan Bola Mata : sulit dinilai

4. Nervus Troklearis (N IV) : tidak dilakukan

5. Nervus Trigeminus (N V) :

Membuka mulut : tidak sulit

Refleks kornea (+)

6 Nervus Abdusen (N VI) :

Gerak bola mata

Melihat ke arah lateral : sulit dinilai

7. Nervus fasialis (N VII) :

Fungsi Motorik

Mengerutkan dahi : Simetris kanan dan kiri

Mengangkat alis : Simetris kanan dan kiri

Menutup mata : Simetris kanan dan kiri

Memperlihatkan gigi : Simetris kanan dan kiri

Menggembungkan pipi: Simetris kanan dan kiri

Fungsi Sensorik

Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan

8. Nervus Vestibulo-kokhlearis (N VIII)

Tidak dilakukan

9. Nervus Glosofaringeus ( N IX) dan Nervus Vagus ( N X)

Fungsi Motorik

Fungsi pembentukan suara : Normal

Fungsi pengucapan kata-kata : Normal

Menelan : Normal

Fungsi Sensorik

Fungsi pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan

10. Nervus aksesorius (N XI)

Tidak dilakukan

11. Nervus Hypoglossus ( N XII)

Artikulasi : Baik

Statis

Lidah tidak deviasi, Tremor (-)

8

Page 9: Case Kejang Demam

Dinamis

Lidah tidak deviasi

Motorik

Kekuatan otot : tidak ada kesan hemiparesis

Gerakan Abnormal (-)

Kesan : Normal

Sensorik

Rangsang Raba :

Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris

Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris

Rangsang Nyeri :

Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris

Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris

Kesan : Normal

Otonom

Defekasi : Normal

Miksi : Normal

Rangsang Meningeal

Kernig’s sign : - / -

Laseque sign : - / -

Brudzinsky I : +

Brudzinsky II : -

Kaku kuduk : +

Refleks

Refleks fisiologis

Refleks Biceps : + / +

Refleks Triceps : + / +

Refleks Patella : + / +

Refleks Achilles : + / +

Refleks patologis

Refleks Oppenheim : - / -

Refleks Gordon : - / -

Refleks Schaeffer : - / -

9

Page 10: Case Kejang Demam

Refleks Chaddock : - /

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan lab darah

Tanggal 25/2/13

Hemoglobin 10,5 gr/dl ( 11 - 16,5 gr/dl)

Hematokrit 30,6% ( 35- 50 %)

Leukosit 11.000/uL ( 3500 -10.000/uL)

Trombosit 255.000/uL ( 150.000- 390.000/uL)

GDS 110 mg/dl

Elektrolit Na : 135 meq/L (135-147)

K : 4 meq/L (3,5-5)

Mg :99 meq/L (94-111)

Rontgen Thorax ( 24 februari 2013 ) : kesan bronkopneumonia

Periksa Dengue blot IgG dan IgM

Periksa malaria ( 24 februari 2013 ) : negatif

CT scan kontras dan non kontras ( 27 februari 2013 ) : kesan tampak gambaran

meningitis

Lumbal pungsi ( 28 februari 2013 )

1. Makroskopis

Pemeriksaan Hasil Normal

Warna Tidak berwarna

Kejernihan Jernih Jernih

2. Mikroskopis

Pemeriksaan Hasil Normal

Hitung sel 5 sd 5 sel/ul

Segmen 55

Limfosit 45

3. Bakteriologi

10

Page 11: Case Kejang Demam

Pemeriksaan Nilai Normal

Gram ( - ) ( - )

Ziehll neelsen ( - ) ( - )

4. Kimia klinik

Pemeriksaan Nilai Normal

None ( - ) ( - )

Pandy ( - ) ( - )

Protein 13 14 - 40

Glukosa 45 50 - 80

5. Imunologi dan serologi

Pemeriksaan Hasil Normal

VDRL Negatif Non reaktif

EEG ( Tidak dilakukan)

RESUME

Seorang anak laki-laki usia 2 tahun 7 bulan (BB : 14,5 kg), datang ke IGD RSOB dengan

keluhan kejang ½ jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang sebanyak 2 kali, terjadi diseluruh

tubuh, berlangsung kurang lebih 15 menit. Kejang disertai demam, demam sudah

berlangsung 3 hari smrs naik turun. Sebelumnya pasien pernah mengalami kejang demam

sebanyak 2 kali. Pasien mengeluh adanya sesak hilang timbul yang semakin lama semakin

terasa berat, sesak disertai bunyi mengi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien pernah mengalami

sesak saat umur 1 tahun tetapi tidak berobat karena membaik sendiri. Pasien mengaku sering

bersin-bersin saat pagi hari. Pasien menyangkal adanya batuk dan pilek. Saat ini pasien

mengalami penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu dan menyangkal adanya mual,

muntah, diare ,BAK normal. Ada riwayat asma pada keluarga dan ada riwayat alergi terhadap

makanan yaitu udang dan Tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan. Dari pemeriksaan

fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, komposmentis. Tanda-tanda vital HR :

108x/menit, RR : 74x/menit(takipneu), dan suhu : 38,8o (febris) . Pada pemeriksaan fisik

ditemukan pernapasan cuping hidung, retraksi epigastrium, auskultasi thorax didapatkan

bunyi wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb

menurun, Ht meningkat, leukositosis, dan hiponatremia.

11

Page 12: Case Kejang Demam

DIAGNOSA KERJA

1. Kejang demam kompleks + asma bronkial + pneumonia

DIAGNOSA BANDING:

1. Kejang demam kompleks +asma bronkial

2. Kejang demam sederhana + asma bronkial + pneumonia

3. Kejang demam sederhana + asma bronkial

PENATALAKSANAAN

- IVFD Tridex 10 tpm/makro

- Cinam 2x500mg IV

- Paracetamol 4x 1 ½ cth

- Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam

- Diazepam 7mg i.v jika kejang

- Dexamethason 1 ampul sebelum antibiotik

- Diet makanan lunak dan minum

PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

EVALUASI HARIAN PASIEN

Tanggal 1 januari 2013 (perawatan hari kedua)

Subjektif:

Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)

Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit

12

Page 13: Case Kejang Demam

sesak (+) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit

Objektif:

Kes/KU : compos mentis/tampak sakit sedang

Tanda vital : HR: 102x/menit, RR: 32x/menit, S: 36,70C

Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH +/+,

bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)

Leher : retraksi SS (+), KGB ttm

Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (+)

Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+)

Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Refleks : Fisiologis (+) Patologis (-)

Assessment:

Kejang demam kompleks + asma bronkial

Planning

- IVFD Tridex 10 tpm/makro

- Cinam 2x500mg IV

- Paracetamol 4x 1 ½ cth

- Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam

- Diet makan lunak dan minum

Tanggal 2 januari 2013 (perawatan hari ketiga)

Subjektif:

Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)

Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit

13

Page 14: Case Kejang Demam

sesak (+) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit

Objektif:

Kes/KU : compos mentis/tampak sakit sedang

Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 36x/menit, S: 36,60

Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH +/+,

bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)

Leher : retraksi SS (+), KGB ttm

Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (+)

Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+)

Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Assessment:

Kejang demam kompleks + asma bronkial

Planning

- IVFD Tridex 10 tpm/makro

- Cinam 2x500mg IV

- Paracetamol 4x 1 ½ cth

- Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam

- Diet makan lunak dan minum

Tanggal 3 januari 2013 (perawatan hari keempat)

Subjektif:

Demam (-) Sianosis (-) BAB (+) normal ikterik (-)

Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit

sesak (+) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit

14

Page 15: Case Kejang Demam

Objektif:

Kes/KU : compos mentis/tampak sakit sedang

Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 34x/menit, S: 36,70

Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-,

bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)

Leher : retraksi SS (-), KGB ttm

Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (-)

Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+)

Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Assessment:

Kejang demam kompleks + asma bronkial

Planning

- IVFD Tridex 10 tpm/makro

- Cinam 2x500mg IV

- Paracetamol 4x 1 ½ cth

- Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam

- Diet makan lunak dan minum

Tanggal 4 januari 2013 (perawatan hari kelima)

Subjektif:

Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)

Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit

sesak (-) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit

15

Page 16: Case Kejang Demam

Objektif:

Kes/KU : compos mentis/tampak sakit sedang

Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 34x/menit, S: 36,90

Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-,

bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)

Leher : retraksi SS (-), KGB ttm

Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (-)

Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (-)

Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Assessment:

Kejang demam kompleks + asma bronkial

Planning

- Cefixime syr 2x ¼ cth

- Paracetamol 4x 1 ½ cth k/p

- Diet makan lunak dan minum

- Pasien di ijinkan pulang pada tanggal 4 januari 2013

BAB II

ANALISA KASUS

Kasus ini didiagnosis sebagai Kejang demam kompleks dan asma bronkial e.c ISPA

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang didapatkan

yaitu:

Dasar diagnosa Pasien Literatur

16

Page 17: Case Kejang Demam

kejang demam

kompleks

Anamnesis 1. Pasien berusia 2 tahun 7 bulan

2. Kejang didahului dengan demam

3. Kejang berlangsung selama

kurang lebih 15 menit

4. Sebelum dan sesudah kejang

pasien sadar

5. Riwayat kejang demam 2 kali

( tgl 17/12/2012 dan tgl

30/12/2012)

6. Riwayat keluarga, kakak pasien

pernah mengalami kejang demam

1x saat kecil

7. Tidak ada mual, muntah, diare

( menyingkirkan gangguan

elektrolit)

8. Tidak ada riwayat trauma

9. Tidak ada riwayat epilepsi pada

keluarga

1. Pada usia 3 bulan – 5

tahun

2. Kejang didahului dengan

demam kurang lebih

38,4 o

3. Kejang bersifat fokal ( >

10-15 menit)

4. Multiple ( > 1 x

serangan dalam 24 jam

selama demam)

5. Tidak ada infeksi pada

susunan saraf pusat dan

tidak ada gangguan

elektrolit

6. Riwayat keluarga pernah

mengalami kejang

demam

7. Tidak ada riwayat

trauma pada kepala

Pemeriksaan fisik Dalam batas normal Diluar serangan kejang pada

pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan neurologis tidak

ditemukan kelainan

Pemeriksaan

Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium :

Hb:10,5gr/dl(menurun)

Ht: 30,6% (menurun)

Leukosit:11.000 (meningkat)

2. Lumbal pungsi (tidak dilakukan)

3. EEG (tidak dilakukan)

1. Pemeriksaan

laboratorium : daam

batas normal, kcuali

adanya infeksi bakteri

akan terjadi leukositosis

2. Lumbal pungsi

dilakukan untuk

17

Page 18: Case Kejang Demam

menyingkirkan

kemungkinan

meningitis, pada Kejang

demam dalam batas

normal

3. EEG dilakukan untuk

mengetahui apakah

terdapat gelombang

abnormal dan mencari

letak lesinya bila ada

kelainan

Pada kasus ini penyebab dari kejang demam masih belum diketahui secara pasti karena

belum dilakukan pemeriksaan lanjutan secara menyeluruh. Penyebab kejang demam pada

pasien ini bisa berupa infeksi virus, pneumonia, demam dengue, dan demam tifoid

Dasar diagnosa

asma bronkial

Pasien Literatur

Anamnesa 1. Sesak sejak 1 bulan yang

lalu, hilang timbul

2. Saat sesak terdapat bunyi

mengi

3. Ada riwayat pernah sesak

saat berumur 1 tahun dan

membaik

sendiri(reversible)

4. Sering bersin-bersin di pagi

hari (rhinitis alergi)

5. Ada riwayat alergi makanan

udang

1. Sesak yang bersifat episodik

2. Sesak disertai bunyi mengi

(whezzing), batuk berdahak

yang berulang, rasa berat pada

dada

3. Gejala timbul / memburuk pada

malam hari

4. Bersifat reversible dengan atau

tanpa pengobatan

5. Asma muncul setelah ada

paparan allergen, gejala

musiman, pencetus ( ISPA,

6. Terdapat riwayat asma pada

keluarga

7. Terdapat riwayat atopi (rhinitis

18

Page 19: Case Kejang Demam

alergi, dermatitis atopi)

Pemeriksaan Fisik 1. Pernapasan cuping hidung

(+)

2. Leher: retraksi suprasternal

(+)

3. Thorax :

Retraksi subcostae (+)

Auskultasi paru wh +/+

4. Abdomen:

Retraksi epigastrium (+)

1. Pernapasan cuping hidung (+)

2. Leher:retraksi suprasternal (+)

3. Thorax:

Retraksi subcostae (+)

Auskultasi paru wh +/+

4. Abdomen:

retraksi epigastrium (+)

Pemeriksaan

penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

dalam batas normal

2. Uji provokasi tidak

dilakukan

3. Uji faal paru tidak

dilakukan

1. Pemeriksaan laboratorium

dalam batas normal

2. Uji provokasi : mengalamai

penurunan VEP1 sebesar >

20%, Penurunan APE > 10%

3. Uji faal paru : pada derajat

ringan VEP1 dan APE bisa ≥

80%, Pada derajat sedang-berat

VEP1 dan APE mengalami

penurunan

ANALISA TERAPI:

1.Kebutuhan cairan,menurut holiday and segar berdasar berat bdan:

Berat badan (BB) Anak Jumlah (ml)/ kgBB/jam

BB 10 kg pertama 4ml/kgBB/jam

BB 10 kg kedua 2ml/ kgBB/jam

BB sisanya 1 ml/kgBB/jam

19

Page 20: Case Kejang Demam

Pada pasien ini berat badan nya 14,5 kg.Maka kebutuhan cairan basalnya.

(4x10) + (1 x 4,5) = 44,5 ml/jam

Jumlah tetesan/menit:

Kebutuhan cairan(cc/kg)xberat badan(kg)x20 tetes/menit(makro)

Waktu pemberian(jam)x60 cc/jam

44,5 x1 4,5 x20 = 9 tetes per mnit

24x60

Pada pasien yang diberikan 10 tetes per menit infus Tridex,

Diberikan cairan rumatan yaitu TRIDEX yang setara dengan KA-EN 3B. Yang isinya

adalah glukosa anhydrate 13.5 g,sodium chloride(na cl) 0.875 g,potassium

chlorid(kcl) 0.75 sodium lactate 1.12 gr.

Pada pasien ini diberikan 10 tetes per menit.

Tridex atau KAEN3B adalah cairan untuk rumatan yang umum dipakai,terutama pada

pasien yang ada keterbatasan asupan oral,merupakan cairan yang lazim untuk

rumatan.

ANTIBIOTIK

Antibiotik yang diberikan adalah ampisilin/sulbactam sesuai dosisnya yaitu

1. Untuk anak dengan berat badan dibawah 20 adalah 50-100 mg/kgbb.shingga

dosisnya:

2. Pada anak ini beratnya 14,5 kg: 60 x 14,5= 870 per hari,sehingga dibagi jadi 4 dosis

injeksi intravena 4x 200mg.

Ampisilin sulbactam

20

Page 21: Case Kejang Demam

Ampisilin merupakan turunan dari golongan penisilin yang memiliki efek bakterisisdal

luas(spektrum luas),sayagnya ampisilin terdegradasi oleh betalaktamse sehingga spektrumnya

menjadi tidak luas.Oleh karena itu ampisilin dikombinasikan dengan sulbaktam,yang dapat

memblok efek degradasi dari betalkatamse,seehingga spektrumnya dan efeknya jadi

luas.ampisilin sulbactam merupakan pilihan pertama antibiotik pada bayi dan neonatus

karena dari penelitian terbukti tidak ada efek yang membahyakan kecuali alergi terhadap

penislin dan tidak ada bukti resistensi seperti halnya amoksisilin.lebih dipilih daripada

golongan sefalosporin yang banyak mengandung efek samping.

Untuk anak dengan berat badan dibawah 20 adalah 50-100 mg/kgbb.shingga dosisnya:

Pada anak ini beratnya 14,5 kg: 60 x 14,5= 870 per hari,sehingga dibagi jadi 4 dosis injeksi

intravena 4x 200mg.

Cefixime

Cefixime adalah sefalosforin semi-sintetik generasi ketiga yang dapat diberikan secara oral.

Selain cefixime, keluarga sefalosporin lain diantaranya sefaleksin, cefaclor,cefuroxime,

cefpodoxime, cefprozil dan lain-lain. 

Mekanisme kerja sefalosporin yaitu dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri,

sehingga tanpa dinding sel, bakteri akan mati. Cefixime tahan terhadap hidrolisa berbagai

macam enzim betalaktamase yang dihasilkan bakteri. Beberapa bakteri yang peka terhadap

cefixime yaitu Staphylococcus aureus  , Streptococcus pneumoniae , Streptococcus

pyogenes (penyebab radang tenggorokan  ),  Haemophilus influenzae, Moraxella

catarrhalis, E. coli ,  Klebsiella , Proteus mirabilis, Salmonella , Shigella , dan Neisseria

gonorrhoeae.

Anak-anak: 1.5-3 mg/kg berat badan (BB), 2 kali sehari. Untuk infeksi berat, dosis dapat

ditingkatkan menjadi 6 mg/kg BB, 2 kali sehari. Pada anak ini beratnya 14,5 kg : 2 x 14,5 =

29 mg. Sediaan cefixime sirup 100mg/5ml dalam 30 ml jadi diberikan 2 x ¼ cth

ANTIPIRETIK

Pada pasien ini diberikan antipiretik yaitu paracetamol sirup dengan dosis 10-15 mg/kg/bb

per 6-8 jam.

21

Page 22: Case Kejang Demam

Dosis pada pasien ini: 10x bb pasien(14,5)= 145 mg per 8 jam. Sediaan obat sirup

120mg/5ml berarti diberikan 4 x 1 ½ cth.

OBAT ASMA

Pada pasien ini diberikan Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam. Flexotide adalah

kortikosteroid. Kortikosteroid berkerja dengan memblok enzim fosfolipase A2, sehingga

menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain

itu mengurangi sekresi mucus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak

dapat merelaksasi otot polos jalan napas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi

reaktifitas otot polos disekitar saluran napas, meningkatkan sirkulasi jalan napas dan

mengurangi keparahan asma. Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas dengan

kortikosteroid. Kortikosteroid secara inhalasi umumnya lebih aman karena efek samping

yang ditimbulkan lebih bersifat lokal seperti kandidiasis (infeksi jamur) disekitar mulut,

disfonia (kesulitan bicara), sakit tenggorokan dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari

dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi.

Combivent mengandung 21 mg Ipropropium Bromida + 125 mg Salbutamol yang fungsinya

adalah sebagai bronkodilator.

Anjuran obat asma yang dibawa pulang oleh pasien adalah Ambroxol syr. Dosis menurut

umur 2-5tahun 3x 1 (2,5ml).Ambroxol merupakan obat yang berfungsi sebagai mukolitik

dan ekspektoran. Obat ini merupakan metabolit aktif dari bromhexin sehingga memiliki cara

kerja yang sama. Mekanisme kerjanya dengan menghancurkan atau memecah asam

mukopolisakarida sehingga mengencerkan dan menipiskan lapisan mucus sehinga lebih

mudah dikeluarkan melalui batuk

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di

atas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam biasanya terjadi pada usia

antara 3 bulan dan 5 tahun dan tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 1,2

22

Page 23: Case Kejang Demam

Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang

demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum, tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal dan

tidak berulang dalam waktu 24 jam.1

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut :1

1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15

menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak

sadar.

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Epidemiologi

Kejang demam adalah jenis kejang yang paling sering terjadi pada anak, sekitar 2 – 5 % dari

populasi, pada usia antara 5 bulan dan 5 tahun dengan manifestasi paling sering pada usia 2 tahun 3.

Insiden di seluruh dunia bervariasi, 5 – 10 % di India, 8,8 % di Jepang, 14 % di Guam, 0,35 % di

Hongkong dan 0,5 – 1,5 % di Cina. Kejang demam terjadi pada semua ras dan insidennya sedikit

lebih predominan pada anak lelaki.4

Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 – 50 % dari seluruh kasus kejang demam.

Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam berulang, kejang

demam dengan status epileptikus dan epilepsi.5

Etiologi dan Faktor Risiko

Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak, seperti

herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A.4 Penyakit yang mendasari demam berupa

infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Risiko

berulangnya kejang demam akan meningkat pada anak dengan riwayat orangtua dan saudara

kandungnya juga pernah menderita kejang demam. Kejang demam diturunkan secara autosomal

dominan sederhana.2

Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala klinisnya, infeksi

virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur otak. Gurner et

al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom 12 yang berhubungan dengan

peningkatan risiko kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan

untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut.5

Manifestasi Klinis

23

Page 24: Case Kejang Demam

Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral

dan sering berhenti sendiri. Setelah kejang anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi

setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.2

Kejang demam kompleks memiliki manifestasi klinis yang berbeda dari kejang demam

simpleks, yakni : 5

- Dapat memiliki durasi yang lebih lama (hingga > 15 menit)

- Dapat muncul dengan beberapa kali kejang dalam 24 jam

- Dapat terjadi kejang lagi pada 24 jam berikutnya

- Kejang bersifat fokal, dengan kemungkinan tampilan :

o Klonik dan atau tonik

o Kehilangan tonus otot sesaat

o Dimulai pada salah satu sisi tubuh, dengan atau tanpa generalisasi sekunder

o Gerakan kepala atau mata ke salah satu sisi

o Kejang diikuti paralisis unilateral transien (dalam beberapa menit atau jam,

kadang-kadang beberapa hari)

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Kejang demam dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

menyeluruh. Pada anamnesis dapat ditanyakan : 4

- Tampilan kejang, umum atau fokal, dan berapa lama durasi kejangnya

- Riwayat demam dan penyakit lain yang diderita oleh anak

- Riwayat penyebab demam, misalnya penyakit virus dan gastroenteritis

- Riwayat penggunaan obat pada anak

- Riwayat kejang pada anak sebelumnya, masalah neurologik, keterlambatan tumbuh

kembang, atau penyebab lain dari kejang seperti trauma.

- Tanyakan faktor risiko terjadinya kejang demam, seperti :

o Riwayat keluarga yang pernah atau tidak menderita kejang demam

o Suhu tubuh yang tinggi

o Riwayat prenatal dan keterlambatan perkembangan

o Penyakit perinatal (saat usia 28 hari pertama)

o Riwayat konsumsi alkohol dan rokok saat kehamilan ibu, karena dapat

meningkatkan risiko terjadinya kejang demam sebanyak 2 kali lipat

Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan : 4

24

Page 25: Case Kejang Demam

- Pemeriksaan sistem untuk mencari penyebab demam, misalnya otitis media, faringitis,

atau penyakit virus lain

- Pemeriksaan neurologis

- Tanda rangsangan meningeal

- Tanda-tanda trauma atau keracunan

Diagnosis banding kejang demam pada anak dapat berupa : 4

- Bakteremia dan sepsis

- Meningitis dan ensefalitis

- Status epileptikus

Pemeriksaan Penunjang untuk Kejang Demam

1. Pemeriksaan Laboratorium1

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya

gastroenteritis dengan dehidrasi yang disertai demam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah

2. Pungsi Lumbal1

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan terjadinya meningitis, karena pada bayi kecil manifestasi meningitis cenderung

tidak jelas. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi kurang dari 12 bulan. Pada bayi antara

12-18 bulan dianjurkan, tetapi tidak rutin pada bayi usia > 18 bulan. Bila yakin bukan

meningitis secara klinis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.

3. Elektroensefalografi (EEG)

EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering

asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan EEG ditemukan pada 88% anak yang EEG-

nya dilakukan pada hari kejang terjadi, dan 33 % pada tiga sampai tujuh hari setelah serangan

kejang.2 EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau perkiraan terjadinya epilepsi

pada pasien kejang demam, sehingga EEG ini tidak direkomendasikan untuk dilakukan.1

4. Pencitraan

Foto rontgen kepala, CT-Scan, atau MRI jarang dikerjakan dan tidak rutin, hanya atas

indikasi adanya kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI,

atau papil edema.1 Suatu penelitian menunjukkan bahwa hasil CT-Scan yang dilakukan pada

anak dengan serangan kejang demam kompleks pertama tidak memiliki adanya kondisi

intrakranial patologis yang membutuhkan penanganan bedah saraf emergensi.4

25

Page 26: Case Kejang Demam

Penatalaksanaan Kejang Demam

1. Pengobatan fase akut saat anak kejang

Saat pasien sedang kejang, semua pakaian yang ketat dibuka, anak dimiringkan apabila

muntah untuk mencegah aspirasi. Bebaskan jalan napas untuk menjamin oksigenasi.

Pengisapan lendir dapat dilakukan secara teratur, berikan oksigen, kalau perlu dilakukan

intubasi. Tanda vital mesti dipantau dan diawasi, sperti kesadran, suhu tubuh, tekanan darah,

pernafasan, dan fungsi jantung.2

Obat yang dapat diberikan saat pasien kejang adalah diazepam intravena dengan dosis 0,3 –

0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/ menit atau dalam waktu 3 – 5 menit

dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dapat berupa diazepam rektal dengan dosis

0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10

kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau dosis 5 mg diazepam rektal untuk

anak di bawah usia 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.1

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi dengan

cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian masih

kejang, anjurkan ke rumah sakit untuk pemberian diazepam intravena. Bila masih kejang,

dapat diberikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan

1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dapat diberikan dosis

selanjutnya 4 – 8 mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal.1

Setelah kejang berhenti dengan pemberian diazepam, dapat diberikan fenobarbital loading

dose secara intramuskular dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB, lalu dilanjutkan setelah 24

jam dosis awal dengan 4 – 8 mg/kgBB/hari

2. Pemberian obat saat demam dan mencari penyebab demam

Antipiretik dapat digunakan untuk menurunkan panas, dengan obat yang dipakai adalah

parasetamol dengan dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali dan tidak lebih dari 5 kali.

Dapat juga diberikan ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.1 Dapat juga diberikan

antibiotik bila ada indikasi, misalnya otitis media dan pneumonia.4

3. Pemberian terapi profilaksis

Profilaksis diberikan untuk mencegah berulangnya kejadian kejang demam. Pengobatan

profilasis ini diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu ciri sebagai berikut :1

- Kejang lama > 15 menit

- Ada kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis,

paresis Todd, serebral palsi, retardasi mental, hidrosefalus

- Kejang fokal

- Terapi profilaksis ini dipertimbangkan bila : kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24

jam, terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, dan kejang demam terjadi > 4 kali per tahun.

Profilaksis yang diberikan terdiri dari dua jenis, yakni :2

26

Page 27: Case Kejang Demam

- Profilaksis intermittent. Profilaksis ini hanya diberikan pada saat pasien demam, dimana

orangtua atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada anak. Dapat

diberikan diazepam rektal dengan dosis 5 mg (untuk anak dengan berat badan < 10 kg)

atau 10 mg ( anak dengan berat badan >10 kg), bila anak menunjukkan suhu ≥ 38,5°C.

- Profilaksis terus menerus dengan pemberian antikonvulsan setiap hari. Antikonvulsan

yang dapat diberikan adalah asam valproat dengan dosis 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2-3

dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.1

Pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap

selama 1-2 bulan.

Prognosis

- Kejang demam kemungkinan akan berulang bila ada faktor risiko berikut : 1

1. Ada riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia terjadinya kejang demam kurang dari 12 bulan

3. Suhu tubuh yang rendah saat kejang

4. Cepatnya terjadi kejang setelah demam

Bila seluruh faktor risiko ada, maka kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80

%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya sekitar 10 –

15 %. Kejang demam lebih besar kemungkinan berulangnya pada tahun pertama

kehidupan.1

- Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.1 Akan tetapi, kejang demam

kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu <39°C dihubungkan

dengan peningkatan mortalitas 2 kali lipat pada 2 tahun pertama setelah kejang terjadi.4

- Kejang demam kompleks, riwayat epilepsi atau abnormalitas neurologis pada keluarga,

dan keterlambatan tumbuh kembang dapat menjadi faktor risiko terjadinya epilepsi di

kemusian hari. Anak dengan 2 faktor risiko ini memiliki kemungkinan 10 % untuk

mengalami kejang tanpa demam.4

ASMA BRONKIAL

Definisi

Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas sehingga menimbulkan gejala

periodik berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam

atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang menyebabkan obstruksi

jalan napas dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

27

Page 28: Case Kejang Demam

Inflamasi menyebabkan peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan

(Smeltzer & Bare, 2002).

Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten dan reversibel dimana trakea

dan bronki berespon hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Asma berbeda dari penyakit

obstruktif lainnya dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel. Serangan asma dapat saja

terjadi dan berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam, diselingi oleh periode

bebas gejala (Smeltzer & Bare, 2002).

Penyebab

Penyebab asma sampai sekarang belum diketahui pasti. Telah banyak penelitian yang

dilakukan oleh para ahli dibidang asma untuk menerangkan sebab terjadinya asma, namun

belum ada teori ataupun hipotesis yang dapat diterima atau disepakati para ahli (Tanjung,

2003).

a. Faktor predisposisi

Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya asma. Bakat alergi merupakan hal yang

diturunkan, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Bakat

alergi ini membuat penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar

faktor pencetus. Penderita biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita

penyakit alergi (Tanjung, 2003). Apabila kedua orang tua memiliki riwayat penyakit

asma maka hampir 50% dari anak-anaknya memiliki kecenderungan asma, sedangkan

jika hanya salah satu orang tuanya yang menderita asma maka kecenderungannya hanya

35% (BKPM Semarang, 2009).

b. Faktor Presipitasi

Menurut Tanjung (2003), beberapa faktor yang mencetuskan serangan

asma, yaitu :

a. Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1.) Inhalan : masuk melalui saluran pernapasan. misal : debu, serbuk bunga, bulu

binatang, polusi, asap rokok.

2.) Ingestan : masuk melalui mulut.misal : makanan dan obat-obatan.

3.) Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit. misal : perhiasan, logam, jam

tangan.

b. Stres atau gangguan emosi

28

Page 29: Case Kejang Demam

Stres dapat menjadi pencetus serangan asma, bahkan memperberat serangan asma yang

sudah ada.

c. Lingkungan Kerja

Serangan asma yang timbul berhubungan langsung dengan lingkungan kerja penderita,

misalnya polisi lalu lintas, pekerja pabrik asbes, pekerja industri tekstil. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

d. Perubahan Cuaca

Cuaca lembab dan udara dingin juga dapat mempengaruhi asma.Terkadang serangan

asma berhubungan dengan musim.

e. Olahraga

Serangan asma timbul pada sebagian besar penderita jika melakukan aktivitas jasmani

atau olahraga berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi setelah selesai

aktivitas tersebut.

f. Infeksi saluran pernapasan

KLASIFIKASI ASMA

Derajat Intensitas munculnya gejala Intensitas munculnya gejala

pada malam hari

Intermitten Gejala < 1x/ minggu < 2x per bulan

Persisten sedang a. Gejala setiap hari

b. Aktivitas dan tidur

terganggu

c. Membutuhkan obat

setiap hari

>1x/minggu

Persisten Berat a. Gejala kontinyu

b. Aktivitas fisik

terbatas

Sering

Klasifikasi Berdasarkan Pola Waktu Serangan (Bleecker,2004)

Aspek pengamatan Asma ringan Asma sedang Asma berat

Sesak napas Dapat berjalan Lebih suka duduk Membungkuk ke

29

Page 30: Case Kejang Demam

Dapat berbaring depan

Cara berbicara Beberapa kalimat Satu kalimat Kata

Frekuensi napas Meningkat Meningkat >30x/menit

Retraksi otot Biasanya tidak Biasanya ada Ada

Suara wheezing Ringan-sedang Terdengar keras Sangat keras

Kay membagi obstruksi bronkus atas 3fase utama yaitu

1. fase cepat (spasmogenik),

Fase cepat identik dengan respon awal yang terlihat pada uji provokasi bronkus. Ciri

utamanya adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yang mengakibatkan spasme

otot polos bronkus, reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhir setelah 1-2 jam. Reaksi dapat

menghilang dengan sendirinya atau kemudian diikuti fase lambat menetap.

2. fase lambat menetap (late,sustained),

Fase lambat menetap ditandai oleh spasme bronkus dan akumulasi sel-sel neutrofil, dengan

mediator utamanya adalah leukotrin, prostaglandin dan tromboksan. Serangan dapat

berlangsung 6-8 jam atau lebih.

3. Fase subakut/kronik.

Pada fase subakut, reaksi inflamasi merupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasi eosinofil

dan sel mononuklear. Fase lambat menetap dan fase subakut sangat mempengaruhi terjadinya

asma kronis.

Tanda dan Gejala

Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan

kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa karena sumbatan mukus. Tanda

serangan asma yang dapat kita ketahui adalah napas cepat, merasa cemas dan ketakutan, tak

sanggup bicara lebih dari 1-2 kata setiap kali tarik napas, dada dan leher tampak

mencekung bila tarik napas, bibir/ jari tampak berwarna biru (Balai Kesehatan Paru

Masyarakat Semarang, 2009).

Tiga gejala yang sering muncul pada asma adalah sesak napas, napas bunyi/ wheezing, batuk-

batuk terutama malam hari. Tingkat keparahan serangan asma tergantung pada tingkat

obstruksi saluran napas, kadar saturasi oksigen, pembawaan pola napas, perubahan status

mental, dan bagaimana tanggapan penderita terhadap status pernapasannya (Smeltzer

& Bare, 2002).

30

Page 31: Case Kejang Demam

Patofisiologi

Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi tersebut dapat disebabkan

oleh faktor berikut, seperti penyempitan jalan napas; pembengkakan membran pada bronki;

pengisian bronki dengan mucus kental. Beberapa penderita mengalami respon imun yang

buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast

dalam paru yang menyebabkan pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin.

Pelepasan ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,

pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan (Smeltzer & Bare, 2002).

Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh

beberapa faktor, seperti udara dingin, emosi, olahraga, merokok, polusi dan infeksi sehingga

jumlah asetilkolin yangdilepaskan meningkat. Peningkatan asetilkolin ini secara langsung

bisa menimbulkan bronkokonstriksi. Penderita dapat mempunyai toleransi rendah terhadap

respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2002).

Penatalaksanaan

Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran

pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan

controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas .

Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. Obat yang

termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik,teofilin,dan kortikosteroid sistemik.

Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2

mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler , dan mencegah pelepasan

mediator dari sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel

mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif

bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin,

merupakan obat golongan simpatomimetik . Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa

gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala .

Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak

dapat lepas dari bronkodilator.

Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromide dalam bentuk

inhalasi. Ipratropium bromide mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan

enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi

31

Page 32: Case Kejang Demam

adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan

kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan secara inhalasi. Ipratropium bromide digunakan sebagai obat

tambahan jika pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini

terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrem atau pada

penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis.

Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah, tetapi

jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman , dan harganya murah . Dosis teofilin

peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek samping yang

ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual,

muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah diuresis. Pada

pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi , takikardi dan

aritmia, stimulasi sistem saraf pusat

Obat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid,

natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi

lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller. Natrium kromoglikat dapat

mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma.

Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada

kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium nedoksomil yang

lebih poten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi

kortikosteroid tetapi belum mendapat hasil yang optimal.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

32

Page 33: Case Kejang Demam

1. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006.

2. Soetomenggolo T, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : IDAI; h. 244-51.

3. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK : Churchill Livingstone.

2007; page 582.

4. Tejani NR. Febrile Seizure. Dalam emedicine.medscape.com 5 Februari 2010.

5. Kimia A, Ben-Joseph EP, Rudloe T, Capraro A, Sarco D, Hummel D, Johnston P, Harper

MB. Yield of Lumbar Puncture Among Children Who Present With Their First Complex

Febrile Seizure. Pediatrics 2010;126;62-69.

6. Vestergaard M, Pedersen MG, Ostergaard JR, Pedersen CB, Olsen J, Christensen J. Death in

children with febrile seizures: a population-based cohort study. Lancet. Aug 9

2008;372(9637):457-63.

7. Lumbantobing S M. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta : Balai Penerbit FKUI,

2004.

8. Pusponegoro, Hardiono D., dkk.Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.Jakarta:Unit

Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006.

9. Behrman R., Kliegman R., Arvin A.Kejang demam.Nelson: Ilmu Kesehatan Anak vol. 3.ed

15.EGC.hal 2059-60.

10. Behrman R., Kliegman R., Arvin A.Kejang demam.Nelson: Ilmu Kesehatan Anak

vol. 3.ed 15.EGC.hal 2059-60.

11. Rogayah R. Penatalaksanaan asma bronkial prabedah. J Respir Indo1995;15:177-81

12. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan jalan untuk asma. J Respir Indo 1988;8:30-5.

13. Alpers JH. The Changing approach to the pharmacotherapy of asthma.

33