Case Kejang Demam
-
Upload
teuku-arie-hidayat -
Category
Documents
-
view
51 -
download
7
description
Transcript of Case Kejang Demam
LAPORAN KASUSMENINGOENSEFALITIS TUBERKULOSA
PENYUSUN:
Sania Swasti
030.07.233
PEMBIMBING :
Dr. Meidy Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
PERIODE 25 Februari 2013 – 4 Mei 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : An. S
Tanggal lahir/Umur : 15 September 2008
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pl. Estate Sei Guntung
Agama : Islam
No. RM : 244788
Masuk RS : 24 Februari 2013 pukul 19.50
B. Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama Tn. A Ny.B
Umur 41 tahun 37 tahun
Alamat Perum Permata Rhabayu
Blok F/03
Perum Permata Rhabayu
Blok F/03
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Melayu Melayu
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Hubungan Pasien dengan orang tua: Pasien anak tunggal ( tidak memiliki saudara
kandung )
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orang tua pasien pada tanggal 26
februari 2013 pukul 08.00 WIB di kamar perawatan pasien.
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS
2
Keluhan Tambahan
Kejang sejak 7 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan THIP Guntung dengan diagnosis status epileptikus. Pasien
anak perempuan usia 4 tahun, berat badan 16 kg datang dibawa orang tuanya dengan
keluhan penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS. Os tidak sadarkan diri setelah os
mengalami kejang selama kurang lebih 30 menit. Kejang awalnya pada tangan dan kaki
kiri kemudian kedua tangan dan kaki os menyentak-nyentak. Sebelum kejang os masih
sadar, saat kejang os tidak sadar, mata mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak
mengeluarkan busa. Ini merupakan kejang yang kedua dalam hari yang sama. Kejang
pertama terjadi setengah jam sebelum kejang yang kedua, tipe kejang sama, berlangsung
kurang lebih 10 menit dan Os kembali sadar dan tampak lemah setelah kejang.
3 hari SMRS os sempat mengalami demam tinggi, timbul mendadak dan terus
menurus sepanjang hari. Tidak ada menggigil atau mengigau dan tidak terdapat kejang.
Ibu os tidak sempat mengukur dengan termometer namun dengan perabaan, os
mengalami demam tinggi. Ibu os sempat berobat ke puskesmas dan diberi obat penurun
panas kemudian demam turun. Tidak ada hari bebas demam.
1 hari SMRS, Os masih mengalami demam tinggi. Menggigil disangkal oleh ibu os.
15 menit kemudian os mengalami kejang. Kemudian dibawa ke THIP Guntung dan
dirujuk ke RSOB.
Os tidak mengalami batuk, pilek ataupun sesak nafas. Os mengalami penurunan nafsu
makan semenjak demam. Dalam sehari os makan sebanyak 3 kali. Setiap makan hanya
setengah porsi dari porsi makan biasanya. Ibu os menyangkal adanya gusi berdarah,
mimisan ataupun bab berwarna hitam. Ibu os juga menyangkal adanya nyeri
tenggorokan, nyeri di belakang mata dan sekitar wajah ataupun keluar cairan dari
telinga. Buang air kecil tidak ada masalah, tidak ada nyeri dan berwarna kuning jernih.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Penyakit jantung -
Cacingan - Diare - Penyakit ginjal -
DBD - Kejang - Penyakit darah -
Demam tifoid - Kecelakaan - Penyakit paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan
Morbiditas
kehamilan
Tidak pernah menderita penyakit selama
kehamilan, dan juga tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan apapun
Perawatan Antenatal Ibu pasien memeriksakan kandungannya ke
bidan selama kehamilan, tetapi tidak
melakukannya secara rutin
Kelahiran
Tempat Kelahiran RS Permata Hati
Penolong Persalinan Dokter
Cara Persalinan Sectio Caesarea
Masa Gestasi Cukup bulan
Keadaan Bayi Langsung menangis, warna kulit kemerahan
Berat badan lahir: tidak ingat
Panjang badan: tidak ingat
Lingkar kepala tidak ingat
Apgar score (-)
Kesimpulan: riwayat kehamilan baik dan kelahiran baik
Riwayat Makanan
4
Umur/bulan ASI PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim
0-2 + - - - -
2-4 + - - - -
4-6 + - - - -
6-8 + - - - -
8-10 + + + + +
Kesimpulan:. Gizi cukup, bervariasi
Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur)
I II III IV
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan
Hepatitis
B
0 bulan 1 bulan 5 bulan
Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Perkembangan
- Tengkurap : 6 bulan
- Duduk : 9 bulan
- Bicara : sudah bisa
Kesimpulan : Perkembangan baik, sesuai usia
Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Saat ini tidak ada keluarga yang
mencret, muntah, demam, dan batuk seperti pasien. Kakak pasien pernah mengalami
kejang demam satu kali saat umur 1 tahun. Ada riwayat asma pada keluarga yaitu ibu
dan kakak pasien. Terdapat riwayat alergi pada keluarga pasien. Tidak ada riwayat batuk
lama yang tidak sembuh, batuk darah dan penyakit darah dalam keluarga, tidak ada
riwayat epilepsi. Tidak ada yang merokok di dalam rumah.
5
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 26 februari 2013, pukul 08.00 WIB
Kesadaran : somnolen
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda-tanda vital:
- Tekanan darah : 110/80
- Nadi : 138x/ menit
- Pernafasan : 48x/ menit
- Suhu : 38,00 C
Data antropometri
Berat badan : 16 kg
Panjang badan : cm
BB/U : 14,5/14 kg x 100% = 103,6% (gizi baik)
TB/U : 95/92 cm x 100% = 103,3% ( tinggi normal)
BB/TB : 14,5/14 kg x 100% = 103,6% (gizi baik)
Kesan : status Gizi baik
Kepala : normochepali, UUB tidak menonjol, distribusi rambut merata, rambut tidak
mudah rontok dan berwarna hitam, wajah simetris.
Mata : kelopak mata tidak cekung, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor kanan kiri, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung
+/+, mata merah -/-, mata berair -/-, air mata +/+.
Telinga : deformitas -/-, sekret dari telinga -/- darah dari telinga -/-.
Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret -/-,
pernafasan cuping hidung (+).
Mulut : deformitas (-), bibir kering (-), sianosis perioral (-), mukosa mulut kering
(-) hiperemis (+), lidah kotor (-)
Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
retraksi suprasternal (+).
Thoraks :
Jantung
6
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV garis midclavicularis kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak mendengar mumur dan gallop
Paru
Inspeksi : kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi
sela iga (-), retraksi sub costa (-).
Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai
Auskultasi : suara napas vesikuler pada hemitoraks kiri dan
kanan. Ronkhi -/-, wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak tampak peristaltik usus, retraksi epigastrium (+)
Palpasi : abdomen teraba lunak, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba membesar,
lien tidak teraba membesar, ballotment -/-, tidak teraba massa, turgor
kulit kembali dalam waktu kurang dari 2 detik.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus 6x/menit
Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, sianosis akral (-) di keempat
ekstremitas, CRT < 2 detik, ptekie (-)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Kesadaran : GCS E3V3M5
Nervus Kranial
1. Nervus Olfaktorius (N I): Tidak dilakukan
2. Nervus Optikus (N II) :
Visus bedside : Tidak dilakukan
Lapang Pandang konfrontasi : Tidak dilakukan
Pupil : isokor, tepi rata,
o Refleks cahaya langsung OD/OS (+)
o Refleks cahaya tidak langsung OD/OS (+)
3. Nervus Okulomotorius (N III) :
Ptosis OD dan OS : (-)
7
Strabismus : (-)
Diplopia : (-)
Gerakan Bola Mata : sulit dinilai
4. Nervus Troklearis (N IV) : tidak dilakukan
5. Nervus Trigeminus (N V) :
Membuka mulut : tidak sulit
Refleks kornea (+)
6 Nervus Abdusen (N VI) :
Gerak bola mata
Melihat ke arah lateral : sulit dinilai
7. Nervus fasialis (N VII) :
Fungsi Motorik
Mengerutkan dahi : Simetris kanan dan kiri
Mengangkat alis : Simetris kanan dan kiri
Menutup mata : Simetris kanan dan kiri
Memperlihatkan gigi : Simetris kanan dan kiri
Menggembungkan pipi: Simetris kanan dan kiri
Fungsi Sensorik
Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan
8. Nervus Vestibulo-kokhlearis (N VIII)
Tidak dilakukan
9. Nervus Glosofaringeus ( N IX) dan Nervus Vagus ( N X)
Fungsi Motorik
Fungsi pembentukan suara : Normal
Fungsi pengucapan kata-kata : Normal
Menelan : Normal
Fungsi Sensorik
Fungsi pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan
10. Nervus aksesorius (N XI)
Tidak dilakukan
11. Nervus Hypoglossus ( N XII)
Artikulasi : Baik
Statis
Lidah tidak deviasi, Tremor (-)
8
Dinamis
Lidah tidak deviasi
Motorik
Kekuatan otot : tidak ada kesan hemiparesis
Gerakan Abnormal (-)
Kesan : Normal
Sensorik
Rangsang Raba :
Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris
Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris
Rangsang Nyeri :
Ekstremitas atas : kanan dan kiri: Postif dan simetris
Ekstremitas bawah : kanan dan kiri: Postif dan simetris
Kesan : Normal
Otonom
Defekasi : Normal
Miksi : Normal
Rangsang Meningeal
Kernig’s sign : - / -
Laseque sign : - / -
Brudzinsky I : +
Brudzinsky II : -
Kaku kuduk : +
Refleks
Refleks fisiologis
Refleks Biceps : + / +
Refleks Triceps : + / +
Refleks Patella : + / +
Refleks Achilles : + / +
Refleks patologis
Refleks Oppenheim : - / -
Refleks Gordon : - / -
Refleks Schaeffer : - / -
9
Refleks Chaddock : - /
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lab darah
Tanggal 25/2/13
Hemoglobin 10,5 gr/dl ( 11 - 16,5 gr/dl)
Hematokrit 30,6% ( 35- 50 %)
Leukosit 11.000/uL ( 3500 -10.000/uL)
Trombosit 255.000/uL ( 150.000- 390.000/uL)
GDS 110 mg/dl
Elektrolit Na : 135 meq/L (135-147)
K : 4 meq/L (3,5-5)
Mg :99 meq/L (94-111)
Rontgen Thorax ( 24 februari 2013 ) : kesan bronkopneumonia
Periksa Dengue blot IgG dan IgM
Periksa malaria ( 24 februari 2013 ) : negatif
CT scan kontras dan non kontras ( 27 februari 2013 ) : kesan tampak gambaran
meningitis
Lumbal pungsi ( 28 februari 2013 )
1. Makroskopis
Pemeriksaan Hasil Normal
Warna Tidak berwarna
Kejernihan Jernih Jernih
2. Mikroskopis
Pemeriksaan Hasil Normal
Hitung sel 5 sd 5 sel/ul
Segmen 55
Limfosit 45
3. Bakteriologi
10
Pemeriksaan Nilai Normal
Gram ( - ) ( - )
Ziehll neelsen ( - ) ( - )
4. Kimia klinik
Pemeriksaan Nilai Normal
None ( - ) ( - )
Pandy ( - ) ( - )
Protein 13 14 - 40
Glukosa 45 50 - 80
5. Imunologi dan serologi
Pemeriksaan Hasil Normal
VDRL Negatif Non reaktif
EEG ( Tidak dilakukan)
RESUME
Seorang anak laki-laki usia 2 tahun 7 bulan (BB : 14,5 kg), datang ke IGD RSOB dengan
keluhan kejang ½ jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang sebanyak 2 kali, terjadi diseluruh
tubuh, berlangsung kurang lebih 15 menit. Kejang disertai demam, demam sudah
berlangsung 3 hari smrs naik turun. Sebelumnya pasien pernah mengalami kejang demam
sebanyak 2 kali. Pasien mengeluh adanya sesak hilang timbul yang semakin lama semakin
terasa berat, sesak disertai bunyi mengi sejak 2 minggu yang lalu. Pasien pernah mengalami
sesak saat umur 1 tahun tetapi tidak berobat karena membaik sendiri. Pasien mengaku sering
bersin-bersin saat pagi hari. Pasien menyangkal adanya batuk dan pilek. Saat ini pasien
mengalami penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu dan menyangkal adanya mual,
muntah, diare ,BAK normal. Ada riwayat asma pada keluarga dan ada riwayat alergi terhadap
makanan yaitu udang dan Tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan. Dari pemeriksaan
fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, komposmentis. Tanda-tanda vital HR :
108x/menit, RR : 74x/menit(takipneu), dan suhu : 38,8o (febris) . Pada pemeriksaan fisik
ditemukan pernapasan cuping hidung, retraksi epigastrium, auskultasi thorax didapatkan
bunyi wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb
menurun, Ht meningkat, leukositosis, dan hiponatremia.
11
DIAGNOSA KERJA
1. Kejang demam kompleks + asma bronkial + pneumonia
DIAGNOSA BANDING:
1. Kejang demam kompleks +asma bronkial
2. Kejang demam sederhana + asma bronkial + pneumonia
3. Kejang demam sederhana + asma bronkial
PENATALAKSANAAN
- IVFD Tridex 10 tpm/makro
- Cinam 2x500mg IV
- Paracetamol 4x 1 ½ cth
- Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam
- Diazepam 7mg i.v jika kejang
- Dexamethason 1 ampul sebelum antibiotik
- Diet makanan lunak dan minum
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
EVALUASI HARIAN PASIEN
Tanggal 1 januari 2013 (perawatan hari kedua)
Subjektif:
Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)
Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit
12
sesak (+) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit
Objektif:
Kes/KU : compos mentis/tampak sakit sedang
Tanda vital : HR: 102x/menit, RR: 32x/menit, S: 36,70C
Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH +/+,
bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)
Leher : retraksi SS (+), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (+)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Refleks : Fisiologis (+) Patologis (-)
Assessment:
Kejang demam kompleks + asma bronkial
Planning
- IVFD Tridex 10 tpm/makro
- Cinam 2x500mg IV
- Paracetamol 4x 1 ½ cth
- Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam
- Diet makan lunak dan minum
Tanggal 2 januari 2013 (perawatan hari ketiga)
Subjektif:
Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)
Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit
13
sesak (+) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit
Objektif:
Kes/KU : compos mentis/tampak sakit sedang
Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 36x/menit, S: 36,60
Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH +/+,
bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)
Leher : retraksi SS (+), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (+)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Assessment:
Kejang demam kompleks + asma bronkial
Planning
- IVFD Tridex 10 tpm/makro
- Cinam 2x500mg IV
- Paracetamol 4x 1 ½ cth
- Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam
- Diet makan lunak dan minum
Tanggal 3 januari 2013 (perawatan hari keempat)
Subjektif:
Demam (-) Sianosis (-) BAB (+) normal ikterik (-)
Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit
sesak (+) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit
14
Objektif:
Kes/KU : compos mentis/tampak sakit sedang
Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 34x/menit, S: 36,70
Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-,
bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)
Leher : retraksi SS (-), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Assessment:
Kejang demam kompleks + asma bronkial
Planning
- IVFD Tridex 10 tpm/makro
- Cinam 2x500mg IV
- Paracetamol 4x 1 ½ cth
- Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam
- Diet makan lunak dan minum
Tanggal 4 januari 2013 (perawatan hari kelima)
Subjektif:
Demam (-) Sianosis (-) BAB (-) ikterik (-)
Kejang (-) Batuk (-) BAK (+) normal Makan (+)sedikit
sesak (-) Pilek (-) Muntah (-) Minum (+)sedikit
15
Objektif:
Kes/KU : compos mentis/tampak sakit sedang
Tanda vital : HR: 120x/menit, RR: 34x/menit, S: 36,90
Kepala : normochepali, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, PCH -/-,
bibir kering (-), kelopak mata cekung (-)
Leher : retraksi SS (-), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler, Rh -/-, wh +/+, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik, hepar-lien ttm, retraksi epigastrium (-)
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Assessment:
Kejang demam kompleks + asma bronkial
Planning
- Cefixime syr 2x ¼ cth
- Paracetamol 4x 1 ½ cth k/p
- Diet makan lunak dan minum
- Pasien di ijinkan pulang pada tanggal 4 januari 2013
BAB II
ANALISA KASUS
Kasus ini didiagnosis sebagai Kejang demam kompleks dan asma bronkial e.c ISPA
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang didapatkan
yaitu:
Dasar diagnosa Pasien Literatur
16
kejang demam
kompleks
Anamnesis 1. Pasien berusia 2 tahun 7 bulan
2. Kejang didahului dengan demam
3. Kejang berlangsung selama
kurang lebih 15 menit
4. Sebelum dan sesudah kejang
pasien sadar
5. Riwayat kejang demam 2 kali
( tgl 17/12/2012 dan tgl
30/12/2012)
6. Riwayat keluarga, kakak pasien
pernah mengalami kejang demam
1x saat kecil
7. Tidak ada mual, muntah, diare
( menyingkirkan gangguan
elektrolit)
8. Tidak ada riwayat trauma
9. Tidak ada riwayat epilepsi pada
keluarga
1. Pada usia 3 bulan – 5
tahun
2. Kejang didahului dengan
demam kurang lebih
38,4 o
3. Kejang bersifat fokal ( >
10-15 menit)
4. Multiple ( > 1 x
serangan dalam 24 jam
selama demam)
5. Tidak ada infeksi pada
susunan saraf pusat dan
tidak ada gangguan
elektrolit
6. Riwayat keluarga pernah
mengalami kejang
demam
7. Tidak ada riwayat
trauma pada kepala
Pemeriksaan fisik Dalam batas normal Diluar serangan kejang pada
pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan neurologis tidak
ditemukan kelainan
Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium :
Hb:10,5gr/dl(menurun)
Ht: 30,6% (menurun)
Leukosit:11.000 (meningkat)
2. Lumbal pungsi (tidak dilakukan)
3. EEG (tidak dilakukan)
1. Pemeriksaan
laboratorium : daam
batas normal, kcuali
adanya infeksi bakteri
akan terjadi leukositosis
2. Lumbal pungsi
dilakukan untuk
17
menyingkirkan
kemungkinan
meningitis, pada Kejang
demam dalam batas
normal
3. EEG dilakukan untuk
mengetahui apakah
terdapat gelombang
abnormal dan mencari
letak lesinya bila ada
kelainan
Pada kasus ini penyebab dari kejang demam masih belum diketahui secara pasti karena
belum dilakukan pemeriksaan lanjutan secara menyeluruh. Penyebab kejang demam pada
pasien ini bisa berupa infeksi virus, pneumonia, demam dengue, dan demam tifoid
Dasar diagnosa
asma bronkial
Pasien Literatur
Anamnesa 1. Sesak sejak 1 bulan yang
lalu, hilang timbul
2. Saat sesak terdapat bunyi
mengi
3. Ada riwayat pernah sesak
saat berumur 1 tahun dan
membaik
sendiri(reversible)
4. Sering bersin-bersin di pagi
hari (rhinitis alergi)
5. Ada riwayat alergi makanan
udang
1. Sesak yang bersifat episodik
2. Sesak disertai bunyi mengi
(whezzing), batuk berdahak
yang berulang, rasa berat pada
dada
3. Gejala timbul / memburuk pada
malam hari
4. Bersifat reversible dengan atau
tanpa pengobatan
5. Asma muncul setelah ada
paparan allergen, gejala
musiman, pencetus ( ISPA,
6. Terdapat riwayat asma pada
keluarga
7. Terdapat riwayat atopi (rhinitis
18
alergi, dermatitis atopi)
Pemeriksaan Fisik 1. Pernapasan cuping hidung
(+)
2. Leher: retraksi suprasternal
(+)
3. Thorax :
Retraksi subcostae (+)
Auskultasi paru wh +/+
4. Abdomen:
Retraksi epigastrium (+)
1. Pernapasan cuping hidung (+)
2. Leher:retraksi suprasternal (+)
3. Thorax:
Retraksi subcostae (+)
Auskultasi paru wh +/+
4. Abdomen:
retraksi epigastrium (+)
Pemeriksaan
penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
dalam batas normal
2. Uji provokasi tidak
dilakukan
3. Uji faal paru tidak
dilakukan
1. Pemeriksaan laboratorium
dalam batas normal
2. Uji provokasi : mengalamai
penurunan VEP1 sebesar >
20%, Penurunan APE > 10%
3. Uji faal paru : pada derajat
ringan VEP1 dan APE bisa ≥
80%, Pada derajat sedang-berat
VEP1 dan APE mengalami
penurunan
ANALISA TERAPI:
1.Kebutuhan cairan,menurut holiday and segar berdasar berat bdan:
Berat badan (BB) Anak Jumlah (ml)/ kgBB/jam
BB 10 kg pertama 4ml/kgBB/jam
BB 10 kg kedua 2ml/ kgBB/jam
BB sisanya 1 ml/kgBB/jam
19
Pada pasien ini berat badan nya 14,5 kg.Maka kebutuhan cairan basalnya.
(4x10) + (1 x 4,5) = 44,5 ml/jam
Jumlah tetesan/menit:
Kebutuhan cairan(cc/kg)xberat badan(kg)x20 tetes/menit(makro)
Waktu pemberian(jam)x60 cc/jam
44,5 x1 4,5 x20 = 9 tetes per mnit
24x60
Pada pasien yang diberikan 10 tetes per menit infus Tridex,
Diberikan cairan rumatan yaitu TRIDEX yang setara dengan KA-EN 3B. Yang isinya
adalah glukosa anhydrate 13.5 g,sodium chloride(na cl) 0.875 g,potassium
chlorid(kcl) 0.75 sodium lactate 1.12 gr.
Pada pasien ini diberikan 10 tetes per menit.
Tridex atau KAEN3B adalah cairan untuk rumatan yang umum dipakai,terutama pada
pasien yang ada keterbatasan asupan oral,merupakan cairan yang lazim untuk
rumatan.
ANTIBIOTIK
Antibiotik yang diberikan adalah ampisilin/sulbactam sesuai dosisnya yaitu
1. Untuk anak dengan berat badan dibawah 20 adalah 50-100 mg/kgbb.shingga
dosisnya:
2. Pada anak ini beratnya 14,5 kg: 60 x 14,5= 870 per hari,sehingga dibagi jadi 4 dosis
injeksi intravena 4x 200mg.
Ampisilin sulbactam
20
Ampisilin merupakan turunan dari golongan penisilin yang memiliki efek bakterisisdal
luas(spektrum luas),sayagnya ampisilin terdegradasi oleh betalaktamse sehingga spektrumnya
menjadi tidak luas.Oleh karena itu ampisilin dikombinasikan dengan sulbaktam,yang dapat
memblok efek degradasi dari betalkatamse,seehingga spektrumnya dan efeknya jadi
luas.ampisilin sulbactam merupakan pilihan pertama antibiotik pada bayi dan neonatus
karena dari penelitian terbukti tidak ada efek yang membahyakan kecuali alergi terhadap
penislin dan tidak ada bukti resistensi seperti halnya amoksisilin.lebih dipilih daripada
golongan sefalosporin yang banyak mengandung efek samping.
Untuk anak dengan berat badan dibawah 20 adalah 50-100 mg/kgbb.shingga dosisnya:
Pada anak ini beratnya 14,5 kg: 60 x 14,5= 870 per hari,sehingga dibagi jadi 4 dosis injeksi
intravena 4x 200mg.
Cefixime
Cefixime adalah sefalosforin semi-sintetik generasi ketiga yang dapat diberikan secara oral.
Selain cefixime, keluarga sefalosporin lain diantaranya sefaleksin, cefaclor,cefuroxime,
cefpodoxime, cefprozil dan lain-lain.
Mekanisme kerja sefalosporin yaitu dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri,
sehingga tanpa dinding sel, bakteri akan mati. Cefixime tahan terhadap hidrolisa berbagai
macam enzim betalaktamase yang dihasilkan bakteri. Beberapa bakteri yang peka terhadap
cefixime yaitu Staphylococcus aureus , Streptococcus pneumoniae , Streptococcus
pyogenes (penyebab radang tenggorokan ), Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis, E. coli , Klebsiella , Proteus mirabilis, Salmonella , Shigella , dan Neisseria
gonorrhoeae.
Anak-anak: 1.5-3 mg/kg berat badan (BB), 2 kali sehari. Untuk infeksi berat, dosis dapat
ditingkatkan menjadi 6 mg/kg BB, 2 kali sehari. Pada anak ini beratnya 14,5 kg : 2 x 14,5 =
29 mg. Sediaan cefixime sirup 100mg/5ml dalam 30 ml jadi diberikan 2 x ¼ cth
ANTIPIRETIK
Pada pasien ini diberikan antipiretik yaitu paracetamol sirup dengan dosis 10-15 mg/kg/bb
per 6-8 jam.
21
Dosis pada pasien ini: 10x bb pasien(14,5)= 145 mg per 8 jam. Sediaan obat sirup
120mg/5ml berarti diberikan 4 x 1 ½ cth.
OBAT ASMA
Pada pasien ini diberikan Terapi inhalasi combiven + flexotide tiap 6 jam. Flexotide adalah
kortikosteroid. Kortikosteroid berkerja dengan memblok enzim fosfolipase A2, sehingga
menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain
itu mengurangi sekresi mucus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak
dapat merelaksasi otot polos jalan napas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi
reaktifitas otot polos disekitar saluran napas, meningkatkan sirkulasi jalan napas dan
mengurangi keparahan asma. Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas dengan
kortikosteroid. Kortikosteroid secara inhalasi umumnya lebih aman karena efek samping
yang ditimbulkan lebih bersifat lokal seperti kandidiasis (infeksi jamur) disekitar mulut,
disfonia (kesulitan bicara), sakit tenggorokan dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari
dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi.
Combivent mengandung 21 mg Ipropropium Bromida + 125 mg Salbutamol yang fungsinya
adalah sebagai bronkodilator.
Anjuran obat asma yang dibawa pulang oleh pasien adalah Ambroxol syr. Dosis menurut
umur 2-5tahun 3x 1 (2,5ml).Ambroxol merupakan obat yang berfungsi sebagai mukolitik
dan ekspektoran. Obat ini merupakan metabolit aktif dari bromhexin sehingga memiliki cara
kerja yang sama. Mekanisme kerjanya dengan menghancurkan atau memecah asam
mukopolisakarida sehingga mengencerkan dan menipiskan lapisan mucus sehinga lebih
mudah dikeluarkan melalui batuk
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam biasanya terjadi pada usia
antara 3 bulan dan 5 tahun dan tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 1,2
22
Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang
demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum, tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal dan
tidak berulang dalam waktu 24 jam.1
Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut :1
1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak
sadar.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Epidemiologi
Kejang demam adalah jenis kejang yang paling sering terjadi pada anak, sekitar 2 – 5 % dari
populasi, pada usia antara 5 bulan dan 5 tahun dengan manifestasi paling sering pada usia 2 tahun 3.
Insiden di seluruh dunia bervariasi, 5 – 10 % di India, 8,8 % di Jepang, 14 % di Guam, 0,35 % di
Hongkong dan 0,5 – 1,5 % di Cina. Kejang demam terjadi pada semua ras dan insidennya sedikit
lebih predominan pada anak lelaki.4
Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 – 50 % dari seluruh kasus kejang demam.
Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam berulang, kejang
demam dengan status epileptikus dan epilepsi.5
Etiologi dan Faktor Risiko
Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak, seperti
herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A.4 Penyakit yang mendasari demam berupa
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Risiko
berulangnya kejang demam akan meningkat pada anak dengan riwayat orangtua dan saudara
kandungnya juga pernah menderita kejang demam. Kejang demam diturunkan secara autosomal
dominan sederhana.2
Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala klinisnya, infeksi
virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur otak. Gurner et
al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom 12 yang berhubungan dengan
peningkatan risiko kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan
untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut.5
Manifestasi Klinis
23
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral
dan sering berhenti sendiri. Setelah kejang anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.2
Kejang demam kompleks memiliki manifestasi klinis yang berbeda dari kejang demam
simpleks, yakni : 5
- Dapat memiliki durasi yang lebih lama (hingga > 15 menit)
- Dapat muncul dengan beberapa kali kejang dalam 24 jam
- Dapat terjadi kejang lagi pada 24 jam berikutnya
- Kejang bersifat fokal, dengan kemungkinan tampilan :
o Klonik dan atau tonik
o Kehilangan tonus otot sesaat
o Dimulai pada salah satu sisi tubuh, dengan atau tanpa generalisasi sekunder
o Gerakan kepala atau mata ke salah satu sisi
o Kejang diikuti paralisis unilateral transien (dalam beberapa menit atau jam,
kadang-kadang beberapa hari)
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Kejang demam dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh. Pada anamnesis dapat ditanyakan : 4
- Tampilan kejang, umum atau fokal, dan berapa lama durasi kejangnya
- Riwayat demam dan penyakit lain yang diderita oleh anak
- Riwayat penyebab demam, misalnya penyakit virus dan gastroenteritis
- Riwayat penggunaan obat pada anak
- Riwayat kejang pada anak sebelumnya, masalah neurologik, keterlambatan tumbuh
kembang, atau penyebab lain dari kejang seperti trauma.
- Tanyakan faktor risiko terjadinya kejang demam, seperti :
o Riwayat keluarga yang pernah atau tidak menderita kejang demam
o Suhu tubuh yang tinggi
o Riwayat prenatal dan keterlambatan perkembangan
o Penyakit perinatal (saat usia 28 hari pertama)
o Riwayat konsumsi alkohol dan rokok saat kehamilan ibu, karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya kejang demam sebanyak 2 kali lipat
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan : 4
24
- Pemeriksaan sistem untuk mencari penyebab demam, misalnya otitis media, faringitis,
atau penyakit virus lain
- Pemeriksaan neurologis
- Tanda rangsangan meningeal
- Tanda-tanda trauma atau keracunan
Diagnosis banding kejang demam pada anak dapat berupa : 4
- Bakteremia dan sepsis
- Meningitis dan ensefalitis
- Status epileptikus
Pemeriksaan Penunjang untuk Kejang Demam
1. Pemeriksaan Laboratorium1
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya
gastroenteritis dengan dehidrasi yang disertai demam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah
2. Pungsi Lumbal1
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan terjadinya meningitis, karena pada bayi kecil manifestasi meningitis cenderung
tidak jelas. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi kurang dari 12 bulan. Pada bayi antara
12-18 bulan dianjurkan, tetapi tidak rutin pada bayi usia > 18 bulan. Bila yakin bukan
meningitis secara klinis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.
3. Elektroensefalografi (EEG)
EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering
asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan EEG ditemukan pada 88% anak yang EEG-
nya dilakukan pada hari kejang terjadi, dan 33 % pada tiga sampai tujuh hari setelah serangan
kejang.2 EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau perkiraan terjadinya epilepsi
pada pasien kejang demam, sehingga EEG ini tidak direkomendasikan untuk dilakukan.1
4. Pencitraan
Foto rontgen kepala, CT-Scan, atau MRI jarang dikerjakan dan tidak rutin, hanya atas
indikasi adanya kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI,
atau papil edema.1 Suatu penelitian menunjukkan bahwa hasil CT-Scan yang dilakukan pada
anak dengan serangan kejang demam kompleks pertama tidak memiliki adanya kondisi
intrakranial patologis yang membutuhkan penanganan bedah saraf emergensi.4
25
Penatalaksanaan Kejang Demam
1. Pengobatan fase akut saat anak kejang
Saat pasien sedang kejang, semua pakaian yang ketat dibuka, anak dimiringkan apabila
muntah untuk mencegah aspirasi. Bebaskan jalan napas untuk menjamin oksigenasi.
Pengisapan lendir dapat dilakukan secara teratur, berikan oksigen, kalau perlu dilakukan
intubasi. Tanda vital mesti dipantau dan diawasi, sperti kesadran, suhu tubuh, tekanan darah,
pernafasan, dan fungsi jantung.2
Obat yang dapat diberikan saat pasien kejang adalah diazepam intravena dengan dosis 0,3 –
0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/ menit atau dalam waktu 3 – 5 menit
dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dapat berupa diazepam rektal dengan dosis
0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10
kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau dosis 5 mg diazepam rektal untuk
anak di bawah usia 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.1
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian masih
kejang, anjurkan ke rumah sakit untuk pemberian diazepam intravena. Bila masih kejang,
dapat diberikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan
1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dapat diberikan dosis
selanjutnya 4 – 8 mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal.1
Setelah kejang berhenti dengan pemberian diazepam, dapat diberikan fenobarbital loading
dose secara intramuskular dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB, lalu dilanjutkan setelah 24
jam dosis awal dengan 4 – 8 mg/kgBB/hari
2. Pemberian obat saat demam dan mencari penyebab demam
Antipiretik dapat digunakan untuk menurunkan panas, dengan obat yang dipakai adalah
parasetamol dengan dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali dan tidak lebih dari 5 kali.
Dapat juga diberikan ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.1 Dapat juga diberikan
antibiotik bila ada indikasi, misalnya otitis media dan pneumonia.4
3. Pemberian terapi profilaksis
Profilaksis diberikan untuk mencegah berulangnya kejadian kejang demam. Pengobatan
profilasis ini diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu ciri sebagai berikut :1
- Kejang lama > 15 menit
- Ada kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis,
paresis Todd, serebral palsi, retardasi mental, hidrosefalus
- Kejang fokal
- Terapi profilaksis ini dipertimbangkan bila : kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24
jam, terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, dan kejang demam terjadi > 4 kali per tahun.
Profilaksis yang diberikan terdiri dari dua jenis, yakni :2
26
- Profilaksis intermittent. Profilaksis ini hanya diberikan pada saat pasien demam, dimana
orangtua atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada anak. Dapat
diberikan diazepam rektal dengan dosis 5 mg (untuk anak dengan berat badan < 10 kg)
atau 10 mg ( anak dengan berat badan >10 kg), bila anak menunjukkan suhu ≥ 38,5°C.
- Profilaksis terus menerus dengan pemberian antikonvulsan setiap hari. Antikonvulsan
yang dapat diberikan adalah asam valproat dengan dosis 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2-3
dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.1
Pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.
Prognosis
- Kejang demam kemungkinan akan berulang bila ada faktor risiko berikut : 1
1. Ada riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia terjadinya kejang demam kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh yang rendah saat kejang
4. Cepatnya terjadi kejang setelah demam
Bila seluruh faktor risiko ada, maka kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80
%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya sekitar 10 –
15 %. Kejang demam lebih besar kemungkinan berulangnya pada tahun pertama
kehidupan.1
- Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.1 Akan tetapi, kejang demam
kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu <39°C dihubungkan
dengan peningkatan mortalitas 2 kali lipat pada 2 tahun pertama setelah kejang terjadi.4
- Kejang demam kompleks, riwayat epilepsi atau abnormalitas neurologis pada keluarga,
dan keterlambatan tumbuh kembang dapat menjadi faktor risiko terjadinya epilepsi di
kemusian hari. Anak dengan 2 faktor risiko ini memiliki kemungkinan 10 % untuk
mengalami kejang tanpa demam.4
ASMA BRONKIAL
Definisi
Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas sehingga menimbulkan gejala
periodik berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang menyebabkan obstruksi
jalan napas dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
27
Inflamasi menyebabkan peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan
(Smeltzer & Bare, 2002).
Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten dan reversibel dimana trakea
dan bronki berespon hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Asma berbeda dari penyakit
obstruktif lainnya dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel. Serangan asma dapat saja
terjadi dan berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam, diselingi oleh periode
bebas gejala (Smeltzer & Bare, 2002).
Penyebab
Penyebab asma sampai sekarang belum diketahui pasti. Telah banyak penelitian yang
dilakukan oleh para ahli dibidang asma untuk menerangkan sebab terjadinya asma, namun
belum ada teori ataupun hipotesis yang dapat diterima atau disepakati para ahli (Tanjung,
2003).
a. Faktor predisposisi
Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya asma. Bakat alergi merupakan hal yang
diturunkan, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Bakat
alergi ini membuat penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar
faktor pencetus. Penderita biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita
penyakit alergi (Tanjung, 2003). Apabila kedua orang tua memiliki riwayat penyakit
asma maka hampir 50% dari anak-anaknya memiliki kecenderungan asma, sedangkan
jika hanya salah satu orang tuanya yang menderita asma maka kecenderungannya hanya
35% (BKPM Semarang, 2009).
b. Faktor Presipitasi
Menurut Tanjung (2003), beberapa faktor yang mencetuskan serangan
asma, yaitu :
a. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.) Inhalan : masuk melalui saluran pernapasan. misal : debu, serbuk bunga, bulu
binatang, polusi, asap rokok.
2.) Ingestan : masuk melalui mulut.misal : makanan dan obat-obatan.
3.) Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit. misal : perhiasan, logam, jam
tangan.
b. Stres atau gangguan emosi
28
Stres dapat menjadi pencetus serangan asma, bahkan memperberat serangan asma yang
sudah ada.
c. Lingkungan Kerja
Serangan asma yang timbul berhubungan langsung dengan lingkungan kerja penderita,
misalnya polisi lalu lintas, pekerja pabrik asbes, pekerja industri tekstil. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
d. Perubahan Cuaca
Cuaca lembab dan udara dingin juga dapat mempengaruhi asma.Terkadang serangan
asma berhubungan dengan musim.
e. Olahraga
Serangan asma timbul pada sebagian besar penderita jika melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi setelah selesai
aktivitas tersebut.
f. Infeksi saluran pernapasan
KLASIFIKASI ASMA
Derajat Intensitas munculnya gejala Intensitas munculnya gejala
pada malam hari
Intermitten Gejala < 1x/ minggu < 2x per bulan
Persisten sedang a. Gejala setiap hari
b. Aktivitas dan tidur
terganggu
c. Membutuhkan obat
setiap hari
>1x/minggu
Persisten Berat a. Gejala kontinyu
b. Aktivitas fisik
terbatas
Sering
Klasifikasi Berdasarkan Pola Waktu Serangan (Bleecker,2004)
Aspek pengamatan Asma ringan Asma sedang Asma berat
Sesak napas Dapat berjalan Lebih suka duduk Membungkuk ke
29
Dapat berbaring depan
Cara berbicara Beberapa kalimat Satu kalimat Kata
Frekuensi napas Meningkat Meningkat >30x/menit
Retraksi otot Biasanya tidak Biasanya ada Ada
Suara wheezing Ringan-sedang Terdengar keras Sangat keras
Kay membagi obstruksi bronkus atas 3fase utama yaitu
1. fase cepat (spasmogenik),
Fase cepat identik dengan respon awal yang terlihat pada uji provokasi bronkus. Ciri
utamanya adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yang mengakibatkan spasme
otot polos bronkus, reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhir setelah 1-2 jam. Reaksi dapat
menghilang dengan sendirinya atau kemudian diikuti fase lambat menetap.
2. fase lambat menetap (late,sustained),
Fase lambat menetap ditandai oleh spasme bronkus dan akumulasi sel-sel neutrofil, dengan
mediator utamanya adalah leukotrin, prostaglandin dan tromboksan. Serangan dapat
berlangsung 6-8 jam atau lebih.
3. Fase subakut/kronik.
Pada fase subakut, reaksi inflamasi merupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasi eosinofil
dan sel mononuklear. Fase lambat menetap dan fase subakut sangat mempengaruhi terjadinya
asma kronis.
Tanda dan Gejala
Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan
kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa karena sumbatan mukus. Tanda
serangan asma yang dapat kita ketahui adalah napas cepat, merasa cemas dan ketakutan, tak
sanggup bicara lebih dari 1-2 kata setiap kali tarik napas, dada dan leher tampak
mencekung bila tarik napas, bibir/ jari tampak berwarna biru (Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Semarang, 2009).
Tiga gejala yang sering muncul pada asma adalah sesak napas, napas bunyi/ wheezing, batuk-
batuk terutama malam hari. Tingkat keparahan serangan asma tergantung pada tingkat
obstruksi saluran napas, kadar saturasi oksigen, pembawaan pola napas, perubahan status
mental, dan bagaimana tanggapan penderita terhadap status pernapasannya (Smeltzer
& Bare, 2002).
30
Patofisiologi
Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi tersebut dapat disebabkan
oleh faktor berikut, seperti penyempitan jalan napas; pembengkakan membran pada bronki;
pengisian bronki dengan mucus kental. Beberapa penderita mengalami respon imun yang
buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast
dalam paru yang menyebabkan pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin.
Pelepasan ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan (Smeltzer & Bare, 2002).
Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh
beberapa faktor, seperti udara dingin, emosi, olahraga, merokok, polusi dan infeksi sehingga
jumlah asetilkolin yangdilepaskan meningkat. Peningkatan asetilkolin ini secara langsung
bisa menimbulkan bronkokonstriksi. Penderita dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan
Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran
pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan
controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas .
Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. Obat yang
termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik,teofilin,dan kortikosteroid sistemik.
Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2
mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler , dan mencegah pelepasan
mediator dari sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel
mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif
bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin,
merupakan obat golongan simpatomimetik . Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa
gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala .
Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak
dapat lepas dari bronkodilator.
Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromide dalam bentuk
inhalasi. Ipratropium bromide mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan
enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi
31
adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan
kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan secara inhalasi. Ipratropium bromide digunakan sebagai obat
tambahan jika pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini
terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrem atau pada
penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis.
Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah, tetapi
jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman , dan harganya murah . Dosis teofilin
peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek samping yang
ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual,
muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah diuresis. Pada
pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi , takikardi dan
aritmia, stimulasi sistem saraf pusat
Obat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid,
natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi
lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller. Natrium kromoglikat dapat
mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma.
Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada
kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat menghasilkan natrium nedoksomil yang
lebih poten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi
kortikosteroid tetapi belum mendapat hasil yang optimal.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
32
1. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006.
2. Soetomenggolo T, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : IDAI; h. 244-51.
3. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK : Churchill Livingstone.
2007; page 582.
4. Tejani NR. Febrile Seizure. Dalam emedicine.medscape.com 5 Februari 2010.
5. Kimia A, Ben-Joseph EP, Rudloe T, Capraro A, Sarco D, Hummel D, Johnston P, Harper
MB. Yield of Lumbar Puncture Among Children Who Present With Their First Complex
Febrile Seizure. Pediatrics 2010;126;62-69.
6. Vestergaard M, Pedersen MG, Ostergaard JR, Pedersen CB, Olsen J, Christensen J. Death in
children with febrile seizures: a population-based cohort study. Lancet. Aug 9
2008;372(9637):457-63.
7. Lumbantobing S M. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2004.
8. Pusponegoro, Hardiono D., dkk.Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.Jakarta:Unit
Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006.
9. Behrman R., Kliegman R., Arvin A.Kejang demam.Nelson: Ilmu Kesehatan Anak vol. 3.ed
15.EGC.hal 2059-60.
10. Behrman R., Kliegman R., Arvin A.Kejang demam.Nelson: Ilmu Kesehatan Anak
vol. 3.ed 15.EGC.hal 2059-60.
11. Rogayah R. Penatalaksanaan asma bronkial prabedah. J Respir Indo1995;15:177-81
12. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan jalan untuk asma. J Respir Indo 1988;8:30-5.
13. Alpers JH. The Changing approach to the pharmacotherapy of asthma.
33