Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

24
Case Report Session HIFEMA TRAUMATIKA Oleh : Gebby Berri 1110312121 Kevin Maulanda 1210311009 Rika Fadilah 1210312021 Pembimbing : dr. M. Hidayat, Sp.M (K) / dr. Julita, Sp.M BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RS Dr. M. DJAMIL PADANG

Transcript of Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

Page 1: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

Case Report Session

HIFEMA TRAUMATIKA

Oleh :

Gebby Berri 1110312121

Kevin Maulanda 1210311009

Rika Fadilah 1210312021

Pembimbing :

dr. M. Hidayat, Sp.M (K) / dr. Julita, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RS Dr. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016

Page 2: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,

kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra

penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan

unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami

trauma okuli yang parah.1,2

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan

trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme

trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam), trauma radiasi (sinar

inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa). Trauma

okuli merupakan kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency. Beberapa komplikasi yang

dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis,

subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid,

ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik.1,2,3

Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat

terjadi akibat trauma tumpul pada mata.3 Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang

robek. Hifema dapat juga disebabkan oleh trauma intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi,

adanya kanker, atau kelainan vaskuler lain. Menurut salah satu studi yang di lakukan di

Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12

kasus per 100.000 orang populasi. Anak-anak dan usia remaja 10-20 tahun memiliki

presentase penderita terbanyak, yaitu sebesar 70%. Hifema lebih sering terjadi pada pria

dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1.1,2,4,

Page 3: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu

daerah di antara kornea dan iris (kamera okuli anterior), yang dapat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor

aqueus (cairan mata) yang jernih.2

2.2 Klasifikasi 1,3,4,5,6

1. Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:

a. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan

pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen

anterior bola mata.

b. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)

c. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga

pembuluh darah pecah

d. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah

e. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)

2. Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:

a. Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata

b. Hifema sekunder terjadi 2-5 hari setelah trauma pada mata

3. Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi

a. Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang

b. Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop

4. Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:

a. Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan

b. Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan

c. Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan

d. Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,

blackball atau 8-ball hyphema

Page 4: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

2.3 Etiopatogenesis

Trauma merupakan penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema sering

terjadi terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau limbus

dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang singkat di dalam bola

mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis

sehingga terjadi perenggangan-perenggangan dan robekan pada kornea, sklera sudut

iridokornea, badan siliar yang dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat

terjadi oleh karena resorbsi dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah

tidak mendapat waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan

perdarahan lagi.2,5

Hal yang menjadi perhatian utama pada hifema traumatika adalah rebleeding.

Komplikasi yang berhubungan dengan perdarahan sekunder adalah glaukoma, atrofi optik,

dan corneal blood staining.7

Rebleeding dapat terjadi pada seluruh hifema, tidak tergantung pada ukurannya, dan

paling sering terjadi antara hari ke 2 dan hari ke 5 pasca trauma. Waktu rebleeding ini

kemungkinan berhubungan dengan lisis dan retraksi pembekuan yang terjadi selama periode

ini. Berbagai studi telah mengemukakan pentingnya rebleeding sebagai faktor prognostik

memburuknya kemampuan penglihatan.7

Peningkatan TIO berkembang pada sekitar 50% pasien dengan rebleeding. Kombinasi

peningkatan TIO, disfungsi endotel, dan darah pada bilik anterior merupakan predisposisi

corneal blood staining, yang sulit dideteksi ketika darah berada di aposisi endotel. Sel darah

merah pada bilik anterior melepaskan hemoglobin yang penetrasi ke bagian stroma kornea

posterior, ditempat ia akan diabsorpsi oleh keratosit. Hemoglobin akan dikonversi menjadi

hemosiderin di dalam keratosit, yang akan menyebabkan kematian keratosit. Corneal blood

staining sering berpola sentripetal, bermula dari perifer.7

Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris,

retinoblastoma, dan kelainan darah yang mungkin diakibatkan karena terjadi suatu kelemahan

dinding-dinding pembuluh darah. Pada proses penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik

mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn

dan permukaan depan iris. Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim

proteolitik yang dapat berlebihan di dataran depan iris.2,3

Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya, namun bila

jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke dalam trabekula,

sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.

Page 5: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

2.4 Diagnosis

Gambaran klinik dari penderita dengan traumatik hifema adalah :

Adanya anamnesa trauma, terutama mengenai matanya.

Ditemukan perdarahan pada bilik depan bola mata (diperiksa dengan flashlight)

Kadang-kadang ditemukan gangguan tajam penglihatan.

Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari konjungtiva dan perikorneal.

Penderita mengeluh nyeri pada mata, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), sering

disertai blefarospasme.

Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya

cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata

depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Otot sfingter pupil

mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah

(blood staining) pada kornea, anisokor pupil.5,6,9,103

Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu

media refraksi. Darah  yang mengisi kamera okuli  ini secara  langsung dapat  mengakibatkan

tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah.

Kenaikan tekanan intra okuler ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga

dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi

membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama

berada di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan

kerusakan jaringan kornea.5,9,10

2.5 Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus dapat

menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

b) Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler,

glaukoma.

c) Pengukuran tonometri: mengkaji tekanan intra okuler.

d) Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal

contact, aqueous flare, dan synechia posterior.

e) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.

f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau

meningkat ringan.

Page 6: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

g) Pemeriksaan USG ditujukan untuk mengetahui adanya kekeruhan pada segmen

posterior bola mata, dan dapat diketahui tingkat kepadatan kekeruhannya.

Pemeriksaan USG dilakukan pada keadaan dimana oftalmoskopi tidak dapat

dilakukan oleh adanya kekeruhan kornea, bilik mata depan, lensa, karena berbagai

sebab atau perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema penuh).

h) Pemeriksaan foto X-ray dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing radioopak di

dalam bola mata pada trauma tembus okuli yang disertai kekeruhan media akibat

perdarahan.

2.6 Tatalaksana 2,3,11,12

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan

demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik

ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :

1) Menghentikan perdarahan.

2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.

3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat

absorbsi.

4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.

5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik

hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara

konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.

Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi

1. Tirah baring (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi

alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi

tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah

perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini

sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema.

Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi

dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.

Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan

sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu

harus diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.

Page 7: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara

para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi

pergerakan bola mata yang sakit.

3. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi

cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan

komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti :

Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral,

berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC,

Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi

obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal sebagai transamine/ transamic acid)

sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan

untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya

perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira

5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi

cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya

jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.

Midriatika Miotika

Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika

atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-

sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan

midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila

didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa

pemberian midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua

kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat

saja.

Ocular Hypotensive Drug

Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral

sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan

Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin

Page 8: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin.

Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin,

nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas

normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila

tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap

hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-

9 lakukan juga parasentesa.

Kortikosteroid dan Antibiotika

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis

dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.

Perawatan Operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder, tanda

imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema

dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik

dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau

tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea

dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila

ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.

Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila

hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi

bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah

sebagai berikut :

1. Empat hari setelah onset hifema total

2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk

mencegah atrofi optic)

4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari dengan tekanan

25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)

5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah

peripheral anterior synechiae)

6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan

tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular

menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda.

Page 9: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika

pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan

sickle cell hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak

terkontrol dalam 24 jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :

1. Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah

dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm

dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila

dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan

keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan

garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut.

Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap

terdapat dalam COA pada hari 5-9.

2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.

3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka korneoscleranya

sebesar 1200

2.7 Komplikasi 12

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah perdarahan

sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari traumanya sendiri

berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido dialysis. Besarnya komplikasi

juga sangat tergantung pada tingginya hyphaema.

1. Perdarahan Sekunder

Insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen. Perdarahan sekunder ini timbul

karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan

primernya.

2. Glaukoma Sekunder

Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya

trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Adanya darah dalam COA

dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi

sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder dapat

pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga

terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Page 10: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

3. Hemosiderosis Kornea

Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai

kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu

permanen, tapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (dua

tahun). Insidensinya 1-10 persen. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan

siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan

4. Sinekia Posterior

Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini akibat dari

iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi

medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada

hifema.

5. Atrofi optic

Disebbakan karena peningkatan tekanan intraokuler

2.8 Prognosis

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli

anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan  tanpa disertai glaukoma,

prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam

beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung

pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila

tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah

buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.

Page 11: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : QA

Usia : 6 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar

No. RM : 946097

Masuk RS : 17 Mei 2016

ANAMNESIS

Pasien perempuan usia 6 tahun dirawat di Bangsal Mata RSUP M Djamil masuk

melalui IGD RSUP M Djamil rujukan dari dokter spesialis mata dengan:

Keluhan Utama

Mata kiri kabur dan merah sejak ± 5 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Mata kiri kabur dan merah sejak ± 5 hari yang lalu

Saat ini, mata kiri masih terasa kabur tetapi mata merah sudah tidak ada

Sebelumnya mata kiri pasien terkena lemparan sendal jepit saat bermain dengan

sepupunya

Mata kiri nyeri, tetapi keluhan sakit kepala tidak ada

Riwayat memakai kacamata tidak ada

Page 12: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

Pasien sudah berobat ke dokter mata 3 hari yang lalu, diberi obat polydex 4x1 OS ed,

metylprednisolon tab 4x½ tab dan sirup enervon C, kemudian pasien dirujuk ke RSUP

M.Djamil.

Riwayat luka yang lama sembuhnya (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

- Tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat luka yang lama sembuhnya (-)

STATUS OFTALMOLOGI

Tanggal 19 Mei 2016Oculli Dextra Oculli Sinistra

Visus tanpa koreksi 5/5 5/10

Visus dengan koreksi - -

Refleks fundus (+) (+)

Supersilia/siliaMadarosis (-)Trikiasis (-)

Madarosis (-)Trikiasis (-)

Palpebra superiorEdema (-)

Hiperemis (-)Edema (-)

Hiperemis (-)

Palpebra inferiorEdema (-)

Hiperemis (-)Edema (-)

Hiperemis (-)

Apparat Lakrimal Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)

Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-)Edema (-)

Hiperemis (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konjungtiva BulbiInjeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)

Injeksi konjungtiva (-)Injeksi siliar (-)

Sklera Putih Putih

Page 13: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

Kornea Bening Bening

COA Cukup dalam Koagulum (+) menempel di iris

Iris Coklat Coklat

Pupil Bulat, reflex +/+, Ø 3 mm bulat, reflex +↓/+↓, Ø 6 mm semimidriasis (SA)

Lensa Bening Bening

Korpus Vitreum Bening Sulit dinilai

Fundus- Media- Papil- Pemb. darah- Retina- Makula

BeningBulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4

aa:vv = 2:3Perdarahan (-), eksudat (-)

Refleks fovea (+)

Sulit dinilai

TIO Normal (palpasi) Tidak dilakukan

Posisi bola mata Ortho Ortho

Gerakan bola mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

DIAGNOSIS

Hifema traumatika OS grade I hari ke-6

ANJURAN TERAPI

Medikamentosa : - Polydex ed 4 x 1 OS

- Prednison 3 x 4 mg oral

- Homatro ed 3 x 1 OS

ANJURAN PADA PASIEN

- Mengurangi risiko terjadinya trauma

-

Page 14: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

FOLLOW UP

Tanggal 20 Mei 2016

- Pasien sudah tidak ada indikasi rawat dan sudah dibolehkan pulang

Page 15: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

BAB 4

DISKUSI

Telah diperiksa seorang perempuan berusia 6 tahun dengan diagnosis hifema

traumatika grade I okuli sinistra. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan mata kiri merah sejak ±5 hari yang lalu

yang disertai nyeri. Keluhan juga disertai dengan pandangan mata kiri kabur. Riwayat trauma

pada mata kiri (+). Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tidak ditemukan

kelainan pada okuli dekstra sedangkan pada okuli sinistra ditemukan visus 5/10 dan pada

COA ditemukan koagulum yang menempel di iris. Pemeriksaan dengan funduskopi

didapatkan media keruh sehingga papil, perdarahan, retina, dan makula sulit dinilai.

Sementara pemeriksaan tekanan intraokuler dengan palpasi tidak dilakukan. Berdasarkan

temuan tersebut maka ditegakkan diagnosis hifema traumatika OS grade I.

Berdasarkan literatur, hifema dapat terbentuk akibat tindakan medis, inflamasi,

neoplasia ataupun traumatik. Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh – pembuluh

darah di iris dan merusak sudut bilik mata depan. Darah di dalam aquos dapat membentuk

suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema). Beratnya hifema dinilai dari banyaknya darah

dalam bilik mata depan. Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade.

Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga kamera okuli anterior, grade II : darah mengisi

sepertiga hingga setengah kamera okuli anterior, grade III : darah mengisi hampir total

kamera okuli anterior dan grade IV: darah memenuhi seluruh kamera okuli anterior.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah bed rest elevasi 30º- 45º dan farmakoterapi

medikamentosa. Menurut literatur bed rest dengan elevasi tersebut pada pasien hifema akan

meningkatkan pemecahan darah dan menurunkan tekanan vena, yang akan membantu

menurunkan TIO. Penatalaksanaan medikamentosa dilakukan dengan pemberian

kortikosteroid yang bertujuan untuk menurunkan proses inflamasi. Siklopegik diberikan

untuk meningkatkan kenyamanan pasien dengan mengurangi nyeri dan untuk mencegah

terjadinya sinekia posterior. Kortikosteroid dan Siklopegik bersama-sama akan mengurangi

risiko perdarahan sekunder (rebleeding), dimana kortikosteroid akan menstabilkan barrier

darah ocular dan secara langsung menghambat fibrinolysis. Siklopegik mengurangi gerakan

iris dan mengurangi stress pembuluh darah yang ruptur.

Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Sesuai dengan literatur, bila tajam

penglihatan 5/10 dan tidak ada komplikasi yang terjadi maka prognosis penderita adalah baik.

Page 16: Case HIFEMA TRAUMATIKA.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2007

2. Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3. FKUI: Jakarta.

2007

3. Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Available at

URL: www.uod.ac

4. Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview pada

tanggal 30 Mei 2016 pukul 09.00

5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Ophtalmologi umum edisi 17th. Jakara: Widya

Medika, 2008. Hal

6. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular trauma

principles and practice. New York:Thieme.2002.

7. American Academy of Ophtalmology. Traumatic Hyphema, dalam: External Disease and

Cornea. LEO, 2011-2012

8. Hapus!

9. Hapus!

10. Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam Studi Journal og

Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006

11. Sheppard, John D, Jr, MD, MMSC. Hyphema. Available at:

http://www.emedicine.com/med/EYE/ topic.2884.htm. last up date: 3rd November 2006

12. dr. Admadi Soeroso, Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Rudapaksa (Traumatic

Hyphaema) Bagian llmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret/RSU Mangkubumen Surakarta