Case Anak Dhf Fix Sip

53
0 PRESENTASI KASUS DHF PENYUSUN : ZAINAL ABIDIN 030.08.267 PEMBIMBING : dr. LILI ZULKARNAEN, Sp. A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 25 MEI 2015 31 JULI 2015

description

case

Transcript of Case Anak Dhf Fix Sip

  • 0

    PRESENTASI KASUS

    DHF

    PENYUSUN :

    ZAINAL ABIDIN

    030.08.267

    PEMBIMBING :

    dr. LILI ZULKARNAEN, Sp. A

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

    RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    PERIODE 25 MEI 2015 31 JULI 2015

  • 1

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

    RSAL MINTOHARDJO

    Dokter Pembimbing : dr. Lili Zulkarnaen, Sp.A Tanda tangan :

    Nama Mahasiswa : Zainal Abidin

    NIM : 030.08.267

    I. IDENTITAS

    PASIEN

    Nama : An. SA Suku Bangsa :Minang

    Umur : 10 tahun 11 bulan Agama : Islam

    Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : Kelas 5 SD

    Alamat : Jl. Dukuh Pinggir no 4 jakarta pusat

    ORANG TUA/ WALI

    AYAH

    Nama : Tn. M Agama : Islam

    Tgl lahir (Umur): 40 Tahun Pendidikan : SMA

    Suku Bangsa : Minang Pekerjaan : Wiraswasta

    Alamat : Jl. Dukuh Pinggir no 4 jakarta pusat Gaji : Rp 1-2juta

    IBU

    Nama : Ny. YS Agama : Islam

    Umur : 40 tahun Pendidikan : D3

    Suku bangsa : Jawa Pekerjaan : IRT

    Alamat : Jl. Dukuh Pinggir no 4 jakarta pusat Gaji : -

    Hubungan dengan orang tua : anak kandung

  • 2

    II. ANAMNESIS

    Dilakukan auto dan alloanamnesis dengan pasien dan ibu pasien, pada tanggal 8 Juni 2015,

    pukul 15.00 WIB.

    KELUHAN UTAMA

    Demam tinggi sejak 3 hari SMRS

    KELUHAN TAMBAHAN

    Sakit kepala dan mual

    RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

    Pasien datang ke IGD RSAL dengan keluhan demam yang tinggi, demam awalnya

    dirasakan pasien pada hari jumat siang hari setelah pulang sekolah, demam dirasakan

    mendadak tinggi dan terus menerus tidak naik turun. Pasien sempat periksa kedokter dan

    mendapatkan obat penurun panas namum belum membuahkan hasil yang baik, pasien juga

    mengeluhkan adanya sakit kepala semenjak awal pertamakali merasakan demam, sakit kepala

    yang dirasakan pasien seperti ditindih barang sehingga kepala terasa berat, pasien juga

    mengeluhkan adanya rasa pegal-pegal pada seluruh tubuh, kembung dan mual namun tidak

    ada muntah ataupun diare, tetapi pasien merasakan adanya nyeri pada ulu hati, pasien

    menyangkal adanya batuk dan pilek, pasien juga menyangkal adanya mimisan ataupun gusi

    berdarah. Keluhan yang dirasakan pasien baru pertama kali.

    RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

    Pasien menyangkal adanya keluhan yang sama pada riwayat penyakit dahulu

    RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

    KEHAMILAN

    Perawatan Antenatal Rutin memeriksa kehamilan pada saat hamil sampai dengan

    melahirkan.

    Penyakit Kehamilan Tidak ada penyakit kehamilan

  • 3

    KELAHIRAN

    Tempat Kelahiran Rumah Sakit Budi Kemuliaan

    Penolong Persalinan Dokter

    Cara Persalinan Spontan

    Masa Gestasi 38 minggu

    Riwayat kelahiran Berat Badan : 3300 gram

    Panjang Badan Lahir : 50 cm

    Lingkar kepala : (orang tua lupa)

    Langsung menangis: langsung menangis

    APGAR score : 9-10

    Kelainan bawaan : --

    RIWAYAT PERKEMBANGAN

    Pertumbuhan gigi pertama : 8 bulan

    Psikomotor

    Tengkurap : 4 bulan

    Duduk : 6 bulan

    Berdiri : 9 bulan

    Berceloteh : 10 bulan

    Berjalan : 13 bulan

    Baca dan tulis : 5 tahun

    Gangguan Perkembangan : tidak ada gangguan perkembangan

    Kesan Perkembangan : tumbuh kembang baik

    RIWAYAT IMUNISASI

    VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)

    BCG 2 bulan - - - - -

    DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

    Polio 0 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

  • 4

    Campak - 9 bulan - - - -

    Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

    MMR - 15 bulan - 5 tahun - -

    TIPA - - - - - -

    Kesan : Imunisasi dasar pada pasien sudah lengkap, booster karena orang tua lalai

    RIWAYAT MAKANAN

    Umur (Bulan) ASI/ PASI BUAH/

    BISKUIT BUBUR SUSU NASI TIM

    0 2 ASI+Susu

    Formula - - -

    2 4 ASI+Susu

    Formula - -

    4 6 ASI+Susu

    Formula -

    6 8 ASI+Susu

    Formula

    -

    8 10 ASI+Susu

    Formula

    10-12 ASI+Susu

    Formula

    Kesan: pasien tidak mendapat ASI eksklusif, dan mendapat makanan yang diberikan tidak

    sesuai umur

    JENIS MAKANAN FREKUENSI DAN JUMLAHNYA

    Nasi/ pengganti 3x/hari

    Sayur 3x/hari

    Daging 2x/minggu

    Ayam 4x/minggu

    Telur 3x/minggu

    Ikan 3x/minggu

  • 5

    Tahu Hampir setiap hari

    Tempe Hampir setiap hari

    Susu (merek/ takaran) Dancow 1x/hari

    Kesan: makanan yang dikonsumsi oleh pasien cukup bergizi

    RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

    PENYAKIT KETERANGAN PENYAKIT KETERANGAN

    Infeksi Saluran

    nafas - Morbili -

    Otitis - Parotitis -

    Radang Paru - Demam Berdarah -

    Tuberculosis - Demam Tifoid -

    Kejang - Cacingan -

    Ginjal Alergi -

    Jantung - Kecelakaan -

    Darah - Operasi -

    RIWAYAT KELUARGA

    DATA CORAK PRODUKSI

    Anak ke Umur Jenis Kelamin Status/Keterangan

    1 (pasien) 10 tahun Perempuan Sakit

    DATA KELUARGA

    AYAH/ WALI IBU/ WALI

    Perkawinan ke- 1 1

    Umur saat menikah 28 tahun 28 tahun

    Kosanguinitas - -

    Keadaan kesehatan/

    penyakit bila ada Sehat Sehat

    Riwayat Penyakit dalam Keluarga

    Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit yang sama pada saat ini.

  • 6

    DATA PERUMAHAN

    Kepemilikan rumah: Rumah milik sendiri

    Keadaan rumah:

    Rumah 2 lantai dengan 2 kamar tidur, 1 kamar tidur di lantai 1 dan 1 kamar tidur di

    lantai 2, 1 ruang tamu, 1 kamar mandi, dan dapur. Sirkulasi udara di dalam rumah cukup

    baik, cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah melalui jendela-jendela yang dibuka

    tiap pagi sampai sore hari. Untuk mandi dan mencuci, memakai air PAM. Untuk masak dan

    minum, memakai air isi ulang.

    Keadaan lingkungan:

    Rumah berada didalam kompleks perumahan. Aliran got terbuka dan lancar, tidak

    bau, tempat pembuangan sampah jauh dari rumah dan tertutup rapat, sampah rumah tangga

    diambil 2 kali seminggu oleh petugas kebersihan. Cukup banyak motor yang lalu lalang di

    depan lingkungan rumah, tetapi asap tidak sampai ke rumah.

    Kesan: Kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal sekitar cukup baik

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    Tanggal : 8 Juni 2015

    Pukul : 15.30 WIB

    PEMERIKSAAN UMUM

    Keadaan Umum : Tampak sakit berat

    Kesadaran : Compos mentis

    Vital sign : Nadi : 120x/menit, reguler, volume cukup, equalitas sama kanan

    kiri

    Suhu : 39.70C

    RR : 26 x/menit

    TD : 100/50mmHg

    Data Antropometri : BB : 35kg TB : 147cm

    Lingkar kepala : -

    Lingkar dada : -

    Lingkar lengan atas : -

    Status Gizi :

  • 7

    BB/U : dari tabel NCHS didapatkan berat ideal menurut usia 10 tahun 11 bulan

    adalah 34,5 kg, berat badan pasien saat ini 35 kg.

    BB/TB2: dari perhitungan BMI pasien didapatkan hasil 16,66 kg/m2, berdasarkan

    tabel NCHS, BMI menurut usia pasien seharusnya 16,9 kg/m2.

    PEMERIKSAAN SISTEMATIS

    KEPALA

    Bentuk dan ukuran : Normocephali

    Rambut dan kulit kepala : Warna hitam, rambut halus, kulit kepala bersih, rambut tidak

    mudah dicabut

    Mata : Palpebra tampak oedem, konjungtiva tidak tampak pucat,

    kornea jernih, sklera putih, pupil bulat isokor, RCL +/+

    RCTL +/+, mata cekung (-)

    Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/-,

    Hidung : Normosepti, sekret -/-, deviasi septum (-), nafas cuping

    hidung (-)

    Bibir : Warna merah muda

    Mulut : Mukosa mulut lembab

    Gigi-geligi : hygiene baik, caries (-)

    Lidah : normoglotia, lembab, tidak ada papil atrofi, lidah tidak kotor

    Tonsil : T1-T1 tenang, hiperemis (-) kripta (-) detritus (-)

    Faring : hiperemis (-) sekret (-), ptekie (+) pada arcus faring

    LEHER : tidak teraba kelenjar getah bening dan tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid,

    trakea ditengah

    THORAKS

    Dinding thoraks

    I : bentuk dada datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis

    PARU

    I : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak terdapat

    retraksi

    P : Vocal fremitus sama di kedua lapang paru

  • 8

    P: Sonor di seluruh lapang paru

    Batas paru kanan-hepar : setinggi ICS V linea midklavikularis dextra

    Batas paru kiri-gaster : setinggi ICS VII linea axillaris anterior

    A: Suara nafas vesikuler, ronkhi basah halus -/-. Wheezing (-/-)

    JANTUNG

    I : Ictus cordis tidak terlihat

    P : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS IV

    P : Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V

    Batas kiri jantung : line midklavikularis sinistra setinggi ICS V

    Batas atas jantung : linea parasternalis sinistra setinggi ICS II

    A: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

    ABDOMEN

    I : bentuk datar, simetris, tidak tampak pelebaran vena

    A : Bising usus (+) meningkat

    P : supel, tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit normal, nyeri tekan

    epigastrium (+)

    P: timpani

    ANUS

    Tidak ada kelainan

    GENITAL

    Jenis kelamin Perempuan

    ANGGOTA GERAK

    Akral hangat dan tidak terdapat oedem pada ekstremitas bawah (tungkai bawah kanan-kiri)

    KULIT

    Warna kulit sawo matang, kelembapan baik, tidak ada efloresensi bermakna.

    KELENJAR GETAH BENING

  • 9

    Tidak teraba kelenjar getah bening di preaurikular, retroaurikular, oksipitalis,

    submandibula, submental, cervicalis anterior dan posterior, supraklavikula, infraklavikula,

    axillaris dan inguinalis.

    PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

    Refleks fisiologis : Biceps +/+ , Triceps +/+ , Patella +/+ , Achilles +/+

    Refleks patologis : Babbinsky -/- , Chaddok -/- , Schaeffer -/- , Gordon -/- , Oppenheim -/-

    Tanda rangsang meningeal (-)

    IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Darah Tepi (tanggal 08/06/2015)

    PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

    Leukosit 3.700/L * 5.000-10.000/L

    Eritrosit 7,1 juta/L * 4,6-6,2 juta/L

    Hemoglobin 12,3 g/dL 11,8-15 g/dL

    Hematokrit 38% 31-43%

    Trombosit 146.000/L * 150.000-450.000/L

    Diff count (tanggal 08/06/2015)

    PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

    Basofil 0% 0-1%

    Eosinofil 0% 0-5%

    Neutrofil batang 0% * 2-6%

    Neutrofil segmen 69% * 50-70%

    Limfosit 25% 20-40%

    Monosit 6% 2-8%

    V. DIAGNOSIS KERJA

    DHF

    VI. DIAGNOSIS BANDING

    - Infeksi Virus

    - Demam chikungunya

  • 10

    VII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan darah rutin ulang

    Pemeriksaan dengue blood

    VIII. PROGNOSIS

    Quo ad vitam : ad bonam

    Quo ad functionam : ad bonam

    Quo ad sanactionam : ad bonam

    IX. PENATALAKSANAAN

    Medikamentosa :

    IVFD RL 28 tpm (08/06/2015)

    Paracetamol 3x12,5 mg (11/11/2014)

    Non Medikamentosa :

    Tirah baring

    Tingkatkan intake cairan dan makan

  • 11

    LEMBAR FOLLOW-UP

    Tang

    gal

    Peraw

    atan

    09/06/2015 10/06/2015

    S

    Demam (+)

    Pusing (+)

    Mual (+)

    Demam (+)

    Pusing (+)

    BAB cair 3x

    O

    KU : tampak sakit sedang

    Kes : CM

    S: 38oC, N: 100 x/mnt

    (reguler, kuat), TD: 110/70

    mmhg

    RR: 24x/mnt

    Mata: CA-/-, SI-/-

    Thoraks: BJ I-II reg,

    murmur (-), gallop (-); SN

    Ves +/+, Wh -/- Rh -/-

    Abdomen: BU (+), NT

    epigastrium (+)

    Ekstremitas: akral hangat,

    oedem ekstremitas (-),

    ptekie (+)

    Refleks Fisiologis (+)

    Meningeal sign (-)

    Lab :

    HB : 12,7

    Leukosit 4800

    Eritrosit 7,40 jt

    Thrombosit : 95000

    Hematocrit : 39

    KU : tampak sakit sedang

    Kes : CM

    S: 37,oC, N: 93 x/mnt

    (reguler, kuat), TD:

    110/60mmhg

    RR: 20x/mnt

    Mata: oedem palpebra(-),

    CA-/-, SI-/-

    Thoraks: BJ I-II reg, murmur

    (-), gallop (-); SN Ves +/+,

    Wh -/- Rh -/-

    Abdomen: BU (+), NT

    epigastrium (+)

    Ekstremitas: akral hangat,

    oedem ekstremitas (-)

    Refleks Fisiologis (+)

    Meningeal sign (-)

    Lab :

    HB : 12,4

    Leukosit : 5800

    Eritrosit : 7,09 juta

    Thrombosit : 61000

    Hematocrit : 38

    IgG (+), IgM (-)

  • 12

    A

    DHF

    Infeksi Virus

    DHF

    Infeksi Virus

    P

    IVFD RL 28 tpm

    paracetamol

    cefotaxim 1 x 2g IV

    cek IgG IgM dengue

    IVFD RL 28 tpm

    Paracetamol

    Cefotaxim 1 x 2Gg IV

    Boleh pulang

    XI. ANALISA KASUS

    pasien didiagnosa DHF berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan demam yang tinggi

    secara mmendadak dan tidak turun naik sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam

    disertai dengan sakit kepala dan rasa pegal-pegal pada seluruh tubuh, dan disertai dengan

    mual dan nyeri ulu hati. Pasien tidak memiliki keluha adanya perdarahan seperti mimisan

    ataupun gusi yang mudah berdarah, pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini,

    tidak didapatkan data apakah ada anggota keluarga ataupun teman pasien dilingkungan

    rumah atau sekolah yang mengalami hal yang sama. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda

    vital kesadaran compos mentis dengan suhu 39,7 , nadi 120x/menit, tekanan darah 100/50

    mmHg dan RR 26x/menit. Pada pemeriksaan fisik secara sistematis dari kepala sampai

    ekstremitas didapatkan ptekie pada arcus faring dan rumpled test positif pada lengan bawah

    kanan, bising usus meningkat lebih dari 3x, hipertimpani, serta nyeri tekam pada daerah

    epigastrium. Pada pemeriksaan lab tanggal 8 juni 2015 didapatkan hasil leukosit 3700/ul,

    eritrosit 7,1juta/ul , thrombosit 146000/ul dan pada diff count didapatkan penurunan pada

    basophil (0%) dan netrofil batang (0%), pada tanggal 9 juni 2015 hasil lab di dapatkan hasil

    leukosit 4800/ul, eritrosit 7,30 juta/ul, thrombosit 95000/ul, dan hasil lab pada tanggal 10 juni

  • 13

    2014 leukosit 5800/ul, eritrosit 7,09 juta/ul, thrombosit 61000/ul dan dengue IgG(+) dengue

    IgM (-). Penatalaksanaan medikamentosa pasien diberikan cairan intravena RL sebanyak 28

    tpm dan paracetamol 3 x tab serta diberikan cefotaxim intravena 1 x 2 g . pasien

    dipulangkan setelah mendapatkan perawatan selama 2 hari, pada saat dipulangkan kondisi

    pasien sudah membaik dan sudah mulai mau makan dan minum yang banyak.

  • 14

    TINJAUAN PUSTAKA

    DEMAM BERDARAH DENGUE

    EPIDEMIOLOGI

    Infeksi virus dengue telah berada di Indonesia sejak abad ke 18, dilaporkan oleh

    David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue dikenal

    sebagai penyakit demam lima hari (vijf daagse koorts) kadangkala disebut juga demam sendi

    (knokkel koorts).1

    Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang senantiasa ada sepanjang tahun di

    negara kita, oleh karena itu disebut penyakit endemis. Di Indonesia sejak pertama ditemukan

    penyakit DBD tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta angka kejadian DBD meningkat dan

    menyebar ke seluruh daerah kabupaten di wilayah Republik Indonesia 2

    Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25 tahun sejak awal ditemukan kasus DBD,

    angka kejadian luar biasa penyakit DBD diestimasikan setiap 5 tahun dengan angka kematian

    tertinggi pada tahun 1968 awal diketemukan kasus DBD dan angka kejadian penyakit DBD

    tertinggi pada tahunn 1988. Angka Case Fatality Rate dari DBD terlihat menurun tajam dari

    tahun ke tahun sebagai hasil dari pelatihan penatalaksanaan kasus dan ceramah-ceramah

    klinik yang diberikan untuk dokter-dokter di RS dan puskesmas.1,2

    Kelompok umur yang sering terkena adalah anak-anak umur 4-10 tahun, walaupun

    dapat mengenai bayi dibawah umur 1 tahun. Laki-laki dan perempuan sama-sama dapat

    terkena tanpa terkecuali.3

    Cara hidup nyamuk terutama nyamuk betina yang menggigit pada pagi dan siang hari,

    kiranya dapat menjadi sebab mengapa anak balita mudah terserang demam berdarah.

  • 15

    Nyamuk aedes yang menyenangi tempat teduh, terlindung matahari, dan berbau manusia,

    oleh karena itu balita yang masih membutuhkan tidur pagi dan siang hari seringkali menjadi

    sasaran gigitan nyamuk. Sarang nyamuk selain di dalam rumah, juga banyak djumpai di

    sekolah, apalagi bila keadaan kelas gelap dan lembab. Disamping nyamuk aedes aegypti yang

    senang hidup di dalam rumah, juga terdapat nyamuk aedes albopictus yang senang hidup di

    luar rumah, di kebun yang rindang yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue.

    Faktor daya tahan anak yang belum sempurna seperti halnya orang dewasa, agaknya juga

    merupakan faktor mengapa anak lebih banyak terkena penyakit demam berdarah dengue

    dibanding orang dewasa.3

    Puncak kasus DBD diketahui pada musim hujan, tetapi untuk daerah perkotaan puncak kasus

    DBD terjadi pada permulaan musim kemarau.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks,

    yaitu (1) pertumbuhan penduduk, (2) urbanisasi yang tidak terencana dan terkontrol, (3) tidak

    adanyan kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan (4) peningkatan

    sarana transportasi.4

    Morbiditas dan moralitas demam berdarah dengue bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai

    faktor antara lain status imunologi penderita, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus

    dengue, virilensi virus dan kondisi geografi setempat.4

    Cara Penularan

    Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu

    manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan

    nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies

    yang lain dapat juga menularkan virus ini tetapi merupakan vektor yang kurang berperan.5

  • 16

    Nyamuk aedes aegypti hidup dengan subur di belahan dunia yang memiliki iklim

    tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika. Australia dan Amerika. Nyamuk aedes aygepti

    hidup dan berkembangbiak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak secara

    langsung berhubungan dengan tanah seperti : bak mandi/wc, minuman burung, air tandon, air

    tempayan/gentong, kaleng, ban bekas, dll. Di Indonesia nyamuk aedes aygepti tersebar luas

    di seluruh pelosok tanah air, baik di kota-kota maupun di desa-desa, kecuali di wilayah yang

    ketinggiannya lebih dari 1.000m diatas permukaan laut.1

    Perkembangan hidup nyamuk aedes aygepti dari telur hingga dewasa memerlukan

    waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta

    memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Kemampuan terbangnya berkisar

    antara 40-100 m dari tempat perkembang biakannya. Tempat istirahat yang disukainya adalah

    benda-benda yang tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan

    baju/pakaian di kamar gelap dan lembab.1

    Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan, dimana terdapat

    banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk aedes

    aygepti.

    Nyamuk aedes albopictus kurang berperan dalam menyebarkan penyakit demam

    berdarah jika dibandingkan dengan nyamuk aedes aygepti. Hal ini karena nyamuk aedes

    albopictus hidup dan berkembangbiak di kebun atau semak-semak, sehingga jarang kontak

    dengan manusia dibandingakan dengan nyamuk aedes aygepti yang berada di dalam dan

    sekitar rumah.1

    Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

    Aedes aegypti. Penyakit ini ditularkan oleh orang yang dalam darahnya terdapat virus

    dengue. Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika

  • 17

    mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika manusia digigit nyamuk

    Aedes aegypti maka virus masuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu,

    virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh

    bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kalenjar liur nyamuk.

    Selanjutnya pada waktu nyamuk itu mengigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk

    (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap, terlebih dahulu

    dikeluarkan air liur dari kalenjar liurnya agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama

    dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan ke orang lain.1

    PATOFISIOLOGI

    Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu (1) meningkatnya permeabilitas kapiler

    yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini menyebabkan hipovolemia, hemokonsentrasi

    serta renjatan (2) adanya hemostasis yang abnormal, melibatkan perubahan pembuluh darah,

    trombositopeni dan koagulopati.6

    Teori Virulensi Virus

    Seseorang akan terkena infeksi virus dengue dan menjadi sakit kalau jumlah dan

    virulensi virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini diperkuat dengan

    uji coba dimana beberapa orang yang digigit nyamuk infeksius, hasilnya adalah ada orang

    yang sakit dan ada orang yang tidak sakit.1

    Teori Imunopatologi

    Respon imun terhadap infeksi virus dengue mempunyai dua aspek yaitu respon

    kekebalan atau malahan menyebabkan penyakit. Pada percobaan terhadap manusia dan

    mencit dapat disimpulkan bahwa sesudah mendapat infeksi virus dengue satu serotype maka

    akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka waktu lama dan tidak mampu mMberi

  • 18

    pertahanan terhadap jenis virus yang lain. Teori ini berkembang dan didukung oleh data

    epidemologik, klinis dan laboratorium yang banyak diteliti di Thailand sekitar tahun 1954-

    1964. Teori tersebut kemudian disebut sebagai Teori Infeksi Sekunder oleh virus yang

    heterologus yang berurutan. Kalau seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis

    virus, kemudian lain kali mendapat infeksi sekunder dengan jenis serotype virus yang lain

    maka risiko besar akan terjadi infeksi virus yang berat.1

    Teori Antigen Antibodi

    Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,

    membentuk virus-antibodi kompleks (kompleks imun) kemudian mengaktivasi komplemen,

    aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a, yang merupakan mediator kuat

    permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma.1,6

    Teori Infection Enhacing Antibodi

    Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan membentuk

    antibody, dimana antibody ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi infeksi berulang

    memiliki resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan manusia yang tak memiliki

    antibody. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak di dapat pada sel makrofag yang

    beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag

    yang dilingkupi antibody non neutralisasi, antibody tersebut akan bersifat opsonisasi,

    internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag terinfeksi lebih

    berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan

    berbagai substansi inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas

    kapiler dan akan mengaktivasi sistem koagulasi.1

  • 19

    Teori Mediator

    Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Sitokin diproduksi

    oleh banyak sel terutama makrofag mononuclear. Disini sitokin disebut juga monokin. Fungsi

    dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan

    oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan

    diferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator

    pertumbuhan dan diferensiasi loeukosit matur. Teori mediator ini sejalan dan berkembang

    bersama dengan peran endotoksin dan teori peran sel limfosit.1

    Peran Endotoksin

    Syok pada DBD akan menyebabakan iskemia pada usus, disamping iskemia juga pada

    jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi translokasi bekteri dari lumen usus ke

    dalam sirkulasi. Endotoksin dsebagai komponen kapsul luar dari bakteri gram

    negative akan mudah masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang akan diikuti

    iskemia berat. Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan

    interleukin 1 dimana hal tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang

    memudahkan kembali terjadinya shock hipovolemic.

    Peran Limfosit

    Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana peptide virus akan

    dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang dipermukaan virus. Pajanan peptide virus

    menyebabkan sel limfosit T CD8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada

    virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin,

    termasuk limfokin yang mengaktivkan makrofag dan mengaktivkan sel

  • 20

    Teori Trombosit Endotel

    Trombosit dan endotel diduga mempunyai peran penting dalam patogenesis DBD,

    berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD terjadi trombositopenia dan permeabilitas kapiler

    yang meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap integritas sel endotel. Dua komponen ini

    merupakan satu kesatuan fungsi dalam mempertahankan homeostasis. Salah satu cedera akan

    berakibat pada yang lain. Gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit serta

    aktivasi koagulasi.1

    PATOGENESIS

    Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegepty

    atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ hepar, nodus limfatikus,

    sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukan bahwa sel-sel

    monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah,

    virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.

    Virus Den mampubertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.

    Infeksi virus dengue mulai dengan menempelnya virus gemonnya masuk ke dalam sel dengan

    bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik

    komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit

    virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus DEN terjadi di sitoplasma

    sel.

    Patogenesisnya terjadinya syok berdasarkan hipotesis The Secondary Heterologous

    Infection Theory yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder

    oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang

    akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit

  • 21

    dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu replikasi virus

    dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus

    dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi

    (virus antibodi kompleks) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

    Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah

    dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien

    dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung

    selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar

    hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi

    pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan

    anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna

    mencegah kematian.7

    Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain,

    dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik

    pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik

    dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,

    peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah yang

    besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

  • 22

    Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain

    mengaktivasi sistem komplemen juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi

    sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan

    akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari

    perlekatan kompleks antigen antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

    ADP (adenosine di phospat) sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan

    menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial sistem) sehingga terjadi

    trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet factor III

    mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulopati intravaskuler

    deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga

    terjadi penurunan faktor pembekuan.

    Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga

    walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak namun tidak berfungsi baik. Di sisi lain,

    aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi

    sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat

    terjadinya syok. Jadi, perdarahan massif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,

  • 23

    penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit dan kerusakan dinding

    endotel kapiler. Akibatnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. 7

    Perubahan Hematologi

    Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan unik pada

    berbagai mekanisme homeostatik dalam tubuh penderita. Komplek virus antibody yang

    terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem koagulasi yang dimulai dari aktivasi faktor XII

    (Hageman) menjadi bentuk aktif (XIIa). Selanjutnya faktor XIIa ini akan mengaktifkan faktor

    koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya terbentuk

    fibrin. Disamping itu, selain terhadap sistem koagualsi, faktor XI Ia juga akan mengaktifkan

    sistem fibrinolisis, sistem kinin dan sistem komplemen yang kesemuanya memberikan

    gambaran betapa kompleksnya akibat yang ditimbulkan oleh virus DBD tersebut.

    Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai akibat trombositopenia berat,

    masa perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan kadar faktor pembekuan

    II, V, VII, VIII, IX dan X bersama hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan

    fibrin (FDP). Sedangkan aktivasi sistem kinin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas

  • 24

    Komplek virus - antibody

    XII XIIa

    Fibrinolisis

    koagulasi

    Kinin Komplemen

    System

    kardiovaskulerplasmin

    Fibrin

    DIC

    FDP

    Perdarahan Syok

    pembuluh darah dengan akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan

    hematokrit dan efusi cairan serosa. Terbentuknya bradikinin mengakibatkan pelebaran

    pembuluh darah yang dapat berlanjut dengan turunnya tekanan darah. Berbagai kelainan

    hematologi telah terbukti menyertai perjalanan penyakit DBD, keadaan ini dipakai sebagai

    penunjang diagnosis dan untuk penatalaksanaan yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh

    mengenai patofisiologi DBD.

    Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik

    terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial. Sebagian

    peneliti mengatakan kemungkinan penyebabnya ialah trombopoesis yang menurun dan

    destruksi trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain menemukan adanya gangguan

    fungsi trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai

    penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan sistem retikuloendotelial

    khususya limpa dan hati.

    Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:

    1. Supresi sumsum tulang

    2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit

  • 25

    Sistim respon imun

    Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel

    retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat

    infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti

    netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah

    IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi

    sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).

    Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari

    ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90

    hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik

    antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer

    antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG

    meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat

    ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi

    sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang

    cepat.7

  • 26

    DIAGNOSIS

    Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini

    terpenuhi : 3

    1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

    2. Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut :

    Uji bendung positif

    Petekie, ekimosis, atau purpura

    Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau

    perdarahan di tempat lain

    Hematemesis atau melena

    3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/uL)

    4. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda plasma leakage (keocoran plasma) sebagai

    berikut :

    Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar standar sesuai dengan

    umur dan jenis kelamin

    Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

    dengan nilai hematokrit sebelumnya

    Tanda kebocoran plama seperti : efusi pleura, ascites, hipoproteinemia atau

    hiponatremia

  • 27

    Sindroma Syok Dengue (SSD)

    Seluruh kriteria diatas untuk DBD

    Disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan

    darah turun ( 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin

    dan lembab serta gelisah.

    Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue 3

    Derajat I : Adanya demam tanpa perdarahan, manifestasi perdarahan hanya berupa torniket

    tes positif

    Derajat II : Gejala demam diikuti dengan perdarahan spontan, biasanya berupa perdarahan di

    bawah kulit dan atau berupa perdarahan lainnya

    Derajat III : Adanya kegagalan sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, penyempitan

    tekanan nadi (< 20 mmHg), atau hipotensi, dengan disertai akral dingin dan gelisah

    Derajat IV : Adanya syok yang berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak

    terukur

  • 28

    MANIFESTASI KLINIS

    Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa

    demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan kebocoran plasma

    yang mengakibatkan syok atau syndroma syok dengue (SSD).3

    Masa inkubasi pada tubuh manusia sekitar 4-6 hari, timbul gejala prodromal yang tidak khas

    seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.

    Demam Dengue

    Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih

    manifestasi klinis sebagai berikut : 1,4,5,8

    - Peningkatan suhu mendadak, kadang-kadang disertai menggigil

    - nyeri kepala

    - muka kemerahan (flushed face)

    - nyeri retro-orbital

    - fotofobia

  • 29

    - mialgia/atralgia

    - anoreksia

    - konstipasi

    - nyeri perut

    - nyeri tenggorok

    - ruam kulit

    - manifestasi perdarahan

    Laboratorium :

    - leukopenia

    - jumlah trombosit umumnya normal tapi dapat dijumpai trombositopenia

    - faktor pembekuan normal

    - dan pemeriksaan serologi dengue positif

    Demam Berdarah Dengue

    Perubahan patofisiologis infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit

    antara DD dengan DBD. Perubahan patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostasis dan

    perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat dapat diketahui dengan adanya

    trombositopenia dan peningkatan hematokrit. 1,4,5,8

    Gejala klinis DBD ditandai dengan :

    - Demam mendadak

    - Disertai dengan muka kemerahan (facial flush)

    - Gejala klinis lain yang menyerupai DD seperti anoreksia, mual, muntah, sakit kepala,

    nyeri pada otot dan sendi

  • 30

    - Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada pemeriksaan ditemukan

    faring hiperemis

    - Perasaan tidak enak di epigastrium, nyeri bawah lengkung iga kanan, kadang-kadang

    nyeri dapat dirasakan pada seluruh perut

    - Pada akhir fase demam jumlah lekosit menurun

    Terdapat 4 gejala utama DBD, y aitu :

    1. Demam tinggi yang mendadak

    2. Tanda-tanada perdarahan

    3. Hepatomegali

    4. Syok

    Laboratorium :

    - Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)

    - Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi merupakan indikator terjadinya

    kebocoran plasma

    - Pemeriksaan serologi dengue +

    - Penurunan faktor koagualsi dan fibrinolitik

    - Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok vitamin K-

    dependen

    Pemeriksaaan radiologis

    Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama hemithoraks kanan. Tetapi apabila

    perembesan plasma hebat dapat terjadi di kedua hemitorax.

  • 31

    Masa kritis dari penyakit terjadi pada fase akhir demam, pada saat ini penurunan suhu

    yang tiba-tiba sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-

    ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan

    sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. DBD dibedakan dengan DD

    dengan adanya kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan nilai hematokrit,

    efusi pada rongga pleura atau rongga peritoneum atau hipoproteinemia. Perjalanan penyakit

    dapat dipengaruhi oleh diagnosis dini dan pemberian cairan.

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pada pemeriksaan darah ditemukan :1

    Leukopenia pada akhir fase demam

    Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok

    Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi)

    Trombosit

  • 32

    Pemeriksaan Fungsi hati :

    Kadar transaminase sedikit meningkat

    Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya hemokonsentrasi

    Pemeriksaan Radiologis :

    Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus (RLD)

    Ditemukan adanya efusi pleura kanan. Efusi bilateral bisa terjadi pada DSS

    Pemeriksaan serologis :

    Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test = HI test)

    Uji hemaglutinasi inhibisi adalah uji serologis yang dianjurkan dan paling

    sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis.

    Walaupun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada uji HI :

    - Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat

    menunjukan tipe virus yang menginfeksi

    - Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai lama sekali (>48 tahun) maka uji ini baik

    digunakan pada studi sero-epidemiologi

    - Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer 4x dari titer serum akut atau titer tinggi

    (>1280) baik pada serum akut atau konvalessen dianggap sebagai presumtif positif,

    atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection)

    Uji netralisasi

    Uji neutralisasi adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus

    dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction

  • 33

    Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang

    terjadi. Saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan

    dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan

    lama (>4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama

    sehingga tidak dipakai secara rutin.

    Uji fiksasi komplemen

    Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin, oleh

    karena selain cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga memerlukan tenaga

    pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen

    fiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).

    Uji ELISA anti dengue IgM dan IgG

    IgM antidengue timbul pada infeksi primer maupun sekunder dan adanya antibodi

    IgM ini menunjukkan adanya infeksi dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,

    meningkat sampai minggu ke-3, meghilang pada minggu ke-6.

    IgG pada infeksi primer IgG mulai timbul pada hari ke-5 dan mencapai kadar

    tertinggi pada hari ke-14, kemudian bertahan untuk berbulan-bulan. Pada infeksi

    sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2 melebihi kadar IgM.

    NS1

    Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen adalah pemeriksaan yang

    mendeteksi bagian tubuh virus dengue sendiri. Karena mendeteksi bagian tubuh virus

    dan tidak menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan ini dilakukan

    paling baik saat panas hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah pemeriksaan ini dapat

  • 34

    mendeteksi infeksi virus dengue bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Setelah

    hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun dan akan hilang setelah hari ke-9

    infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya pun juga tinggi. Bila ada hasil NS1

    yang positif menunjukkan kalau seseorang hampir pasti terkena infeksi virus

    dengue. Sedangkan kalau hasil NS1 Ag dengue menunjukkan hasil negatif tidak

    menghilangkan kemungkinan infeksi virus dengue dan masih perlu dilakukan

    observasi serta pemeriksaan lanjutan.

    DIAGNOSA BANDING

    Pada awal perjalanan penyakit diagnosis mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi

    protozoa seperti demam dengue, campak, influenza, demam chikungunya,

    leptospirosis dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai

    hemokonsentrasi dapat membedakan DBD dengan penyakit lain.

    DBD harus dibedakan pada demam chikungunya. Pada demam chikungunya biasanya

    seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza.

    Demam chikungunya memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam

    lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi

    konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Pada demam chikungunya tidak

    ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.1,5

    PENATALAKSANAAN

    Perjalanan penyakit DBD terbagi 3 fase :3

    1. Fase demam yang berlangsung selama 2-7 hari

    Terapi simtomatik dan suportif

  • 35

    Parasetamol 10-15mg/kg/dosis setiap 4-6 jam (salisilat tidak dianjurkan karena

    mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis)4

    Kompres hangat diberikan apabila pasien masih tetap panas

    Terapi suportif yang diberikan antara lain larutan oralit, jus buah dan lain-lain

    Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat, berikan cairan

    sesuai kebutuhan dan apabila perlu berikan cairan intravena. Semua pasien tersangka

    dengue harus diawasi dengan ketat setiap hari sejak hari sakit ketiga. Setelah bebas

    demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien DBD akan memasuki fase kritis.

    Sebagian pasien akan sembuh setelah pemberian cairan intravena, sedangkan kasus

    berat akan jatuh ke dalam fase syok.

    Pemantauan :

    - Pemeriksaan fisik :

    tanda vital

    perabaan hati hati yang membesar dan lunak merupakan indikasi

    mendekati fase kritis, pasien harus diawasi ketat dan dirawat di rumah

    sakit

    - Pemeriksaan laboratorium

    Leukopenia dan limfositosis relative dalam waktu 24 jam pasien akan

    bebas demam serta memasuki fase kritis

    Trombositopenia pasien memasuki fase kritis dan memerlukan

    pengawasan ketat di rumah sakit

    Peningkatan Ht 10-20% mengindikasikan pasien memasuki fase kritis dan

    memerlukan terapi cairan intravena apabila pasien tidak dapat minum oral,

  • 36

    Berikan penerangan pada pasien mengenai pertanda gejala syok yang

    mengharuskan ke rumah sakit antara lain :

    o Keadaan memburuk sewaktu pasien mengalami penurunan suhu

    o Setiap perdarahan

    o Nyeri abdominal akut dan hebat

    o Mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari

    o Menolak untuk makan dan minum

    o Lemah badan, gelisah

    o Kulit dingin, lembab

    o Tidak buang air kecil selama 4-6 jam

    Indikasi rawat :

    o Adanya tanda-tanda syok

    o Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi

    o Perdarahan

    o Hitung trombosit 100.000/uL dan atau peningkatan Ht 10-20%

    o Mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari ketika penurunan suhu

    o Nyeri abdominal akut hebat

    2. Fase kritis atau bocornya plasma yang berlangsung umumnya hanya 24-48 jam,

    sekitar hari 3 sampai hari ke-5 perjalanan penyakit

    Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia

    atau dan muntah

  • 37

    - Tatalaksana umum

    Catat tanda vital, asupan dan keluaran cairan

    Berikan oksigen pada kasus dengan syok

    Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat

    - Tatalaksana cairan

    Trombositopenia, peningkatan Ht 10-20%, pasien tidak dapat makan dan

    minum melalui oral

    Syok

    Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya : ringer laktat dan ringer asetat

    terutama pada fase syok)

    Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau syok

    berkepanjangan)

    Selama fase kritis pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan

    ditambah deficit 5-8% atau setara dehidrasi sedang

    - Pada pasien dengan syok

    Apabila nilai Ht awal rendah, pikirkan kemungkinan perdarahan interna

    atau pantau nilai Ht lebih sering, apabila ada indikasi berikan tranfusi

    darah

    Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia,

    hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis

    Setelah 6 jam apabila Ht menurun, meski telah diberikan sejumlah besar

    cairan pengganti, tetesan tidak dapat diturunkan sampai

  • 38

    - Indikasi tranfusi darah

    Perdarahan saluran cerna berat (melena)

    Kehilangan darah bermakna, mis >10% volume darah total. (Total

    volume darah = 80 ml/kg)

    Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda

    vital yang tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan

    volume yang cukup banyak, berikan sediaan darah segar

    10ml/kg/kali atau PRC 5 ml/kg/kali

    - Indikasi tranfusi trombosit

    Hanya diberikan hanya pada perdarahan massf. Dosis 0,2 /kg/dosis

    3. Fase penyembuhan (2-7 hari)

    Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam

    waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan

    adalah :

    - Keadaan umum membaik

    - Meningkatnya selera makan

    - Tanda vital stabil

    - Ht stabil dan menurun sampai 35-40%

    - Diuresis cukup

    - Dapat ditemukan confluent petechial rash

    Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini.

  • 39

    4. Indikasi pulang

    Paling tidak 24 jam tidak demam tanpa antipiretik

    Secara klinis tampak perbaikan

    Nafsu makan baik

    Nilai Ht stabil

    Tiga hari setelah syok teratasi

    Tidak ada sesak nafas atau takipnea

    Trombosit 50.000/l

    Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa

    mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,

    sebagai berikut :4

    1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok

    2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

    3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

    4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

    5. Tatalaksana sindrom syok pada dewasa

    Protokol 1. Penanganan Tersangka DBD Dewasa tanpa syok

    Protokol 1 digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada

    penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat yang juga dipakai sebagai

    petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

  • 40

    Protokol 1. Penanganan tersngka DBD tanpa syok

    Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

    Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif tanpa syok maka di

    ruang rawat diberikan cairan infuse kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut : volume

    cairan kristaloid per hari yang diperlukan

    1500 +{20 x (BB dalam kg - 20)}

    Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD

    dewasa di ruang rawat

  • 41

    Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht >20%

    Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

  • 42

    Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

    Kasus DBD

    Perdarahan spontan dan masif : - epistaksis tidak terkendali, hematemesis melena,

    perdarahan otak

    Syok (-)

    Hb, ht Trombo, Leuko, pemeriksaan hemostasis (KID)

    Golongan darah, uji cocok serasi

    KID (+) KID (-)

    Transfusi komponen darah transfusi komponen darah

    - Prc (Hb

  • 43

    Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok pada Dewasa

    Bila kita berhadapan dengan DSS maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa

    renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravascular yang hilang

    harus segera dilakukan. Angka kematian DSS 10 kali lipat dibandingkan dengan penderita

    DBD tanpa renjatan dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita mendapatkan

    pertolongan, penatalaksanaan yang tidak tepat temasuk kurangnya kewaspadaan terhadap

    tanda-tanda renjatan dini dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

  • 44

    Protokol 5. Penatalaksanaan sindrom syok pada dewasa

  • 45

    Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada

    penatalaksanaan demam berdarah dengue:

    1. Jenis cairan

    2. jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan

    Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang

    intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun

    koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada

    terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih

    murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara

    lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak

    mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.1,4

    Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif.

    Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema,

    asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi.13,14

    Kristaloid memiliki waktu

    bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20

    ml/kgBB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang

    singkat sebelum di distribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan

    perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang

    tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.12

    Namun

    demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain

    mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma,

    mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.15,16

    Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu:

    pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular)

  • 46

    yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan

    kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan

    hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan

    penggunaan koloid yakni resiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun

    beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah

    (contoh: hetastarch).15,16

    Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom

    renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1

    jam pertama renjatan, memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan.17,18

    Sebuah

    penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita

    dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses

    publikasi.

    Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma

    yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD

    derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk

    mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien

    dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan

    pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000

    ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang

    stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit

    perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah

    jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain

    yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada

    DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus

    atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara

    bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil. Pada kondisi di mana

  • 47

    terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil,

    pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan

    terjadinya perdarahan internal.

    KOMPLIKASI

    Ensefalopati dengue

    Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

    dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

    Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat

    menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat

    sementara maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh thrombosis pembuuh darah

    otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravascular diseminata (KID).

    Gagal ginjal akut

    Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok

    yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok

    diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah syok

    telah teratasi dengan baik. Dieresis merupakan parameter yang penting dan mudah

    dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.

    Edema paru

    Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat berlebihan

    pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai panduan

    yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena

    perembesan plasma masiih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorpsi

  • 48

    plasma dari ruang ekstra, apabila cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya

    melihat penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit)

    pasien akan mengalami distres pernapasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan

    tampak adanya gambaran edema paru pada foto dada.7

    PROGNOSIS

    Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DBD dan DSS

    mortalitasnya cukup tinggi jika penanganan yang diberikan tidak adekuat. 7

    PENCEGAHAN

    Pencegahan penyakit demam berdarah mencakup 3

    Terhadap nyamuk perantara yaitu

    - pemberantasan nyamuk Aedes aegypti induk dan telurnya

    Terhadap diri kita

    - memperkuat daya tahan tubuh

    - melindungi dari gigitan yamuk

    Terhadap lingkungan dengan tujuan mengubah perilaku hidup sehat terutama

    kesehatan lingkungan

    Penyuluhan Bagi Masyarakat

    Sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus dengue ataupun vaksin

    demam berdarah, maka upaya untuk pencegahan demam berdarah ditujukan pada

  • 49

    pemberantasan nyamuk beserta tempat perindukannya. Oleh karena itu, dasar pencegahan

    demam berdarah adalah memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat bagaimana

    cara memberantasan nyamuk dewasa dan sarang nyamuk yang dikenal sebagai pembasmian

    sarang nyamuk atau PSN. Demi keberhasilan pencegahan demam berdarah, PSN harus

    dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di rumah, di sekolah,

    rumah sakit, dan tempat-tempat umum seperti tempat ibadah, makam, dan lain-lain. Dengan

    demikian masyarakat harus dapat mengubah perilaku hidup sehat terutama meningkatkan

    kebersihan lingkungan.

    Cara Memberantas Jentik

    Cara memberantas jentik dilakukan dengan cara 3 M yaitu menguras, menutup, dan

    mengubur, artinya :

    Kuras bak mandi seminggu sekali (menguras),

    Tutup penyimpanan air rapat-rapat (menutup),

    Kubur kaleng, ban bekas, dll. (mengubur).

    Kebiasaan-kebiasaan seperti mengganti dan bersihkan tempat minum burung setiap hari

    atau mengganti dan bersihkan vas bunga, seringkali dilupakan. Kebersihan di luar rumah

    seperti membersihkan tanaman yang berpelepah dari tampungan air hujan secara teratur atau

    menanam ikan pada kolam yang sulit dikuras, dapat mengurangi sarang nyamuk.

    Pada kolam atau tempat penampungan air yang sulit dikuras dapat diraburkan bubuk

    abate yang dapat ditaburkan bubuk abate yang dapat membunuh jentik. Bubuk abate ini dapat

    dibeli di apotek.

    Pedoman Penggunaan Bubuk Abate (Abatisasi)

    Satu sendok makan peres (10 gram) untuk 100 liter air

  • 50

    Dinding jangan disikat setelah ditaburi bubuk abate

    Bubuk akan menempel di dinding bak/ tempayan/ kolam

    Bubuk abate tetap efektif sampai 3 bulan

    Cara Memberantas Nyamuk Dewasa

    Untuk memberantas nyamuk dewasa, upayakan membersihkan tempat-tempat yang disukai

    oleh nyamuk untuk beristirahat.

    Kurangi Tempat Untuk Nyamuk Beristirahat

    Jangan menggantung baju bekas pakai (nyamuk sangat suka bau manusia)

    Pasang kasa nyamuk pada ventilasi dan jendela rumah

    Lindungi bayi ketika tidur di pagi dan siang hari dengan kelambu

    Semprot obat nyamuk rumah pagi & sore (jam 8.00 dan 18.00)

    Perhatikan kebersihan sekolah, bila kelas gelap dan lembab, semprot dengan obat

    nyamuk terlebih dahulu sebelum pelajaran mulai

    Pengasapan (disebut fogging) hanya dilakukan bila dijumpai penderita yang dirawat

    atau menginggal. Untuk pengasapan diperlukan laporan dari rumah sakit yang

    merawat.

  • 51

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Surososo T. Tatalaksana Demam

    Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi

    Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana

    kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.

    2. Soegijanto, S. Demam Berdarah Dengue. Tinjauan dan Temuan Baru di Era

    2003. Surabaya : Airlangga University Press. 2004.

    3. Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam:

    Sri Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap.

    Pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam

    dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia. Hal. 1-12.

    4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di

    Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Bakti Husada. 2005.

    5. World Health Organization. Demam Berdarah Dengue. Diagnosis,

    Pencegahan dan Pengendalian. Jakarta : EGC.1997.

    6. Soegijanto, S. Ilmu penyakit Anak Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta :

    Salemba Medika. 2002.

    7. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di

    Indonesia. Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan

    Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2004

    8. Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam: Ha-

    dinegoro SRH, Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap.

    Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1999.p.32-43

    9. Gubler DJ et al, (1994): Infect Agents Dis. 2: 383.

  • 52

    10. Behrman, Kliegemen, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.

    Saunders. 2004.

    11. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta :2000.

    12. Kaaallen A J and Lonergan JM. Fluid resusciaation of acute hypovolemic

    hypoperfusion status in pediatrics. Pediat Clin N Amer 1990; 37(2):287-94

    13. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anestesia. 4th ed. New York:Churchill

    Livingstone, 2000.p.236-7

    14. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 4th

    ed. New York:Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2006.p.692-4

    15. Venu Goppal Reddy. Crystalloids versus colloids in hypovolemic shock.

    Proceedings of 5th Indonesian-International Symposium on Shock and Critical

    Care 26-33

    16. Liolios A. Volume resuscitation: the crystalloid vs colloid debate revisited.

    Medscape, 2004. Available from: URL :

    http://www.medscape.com/viewarticle/480288.

    17. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al. Comparison

    of three fluid solutions for resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J

    Med 2005; 353:87789.

    18. Ngo NT, Cao XT, Kneen R, Wills B, Nguyen VM, Nguyen TQ, et al. Acute

    management of dengue shock syndrome: a randomized double-blind

    comparison of 4 intravenous fluid regimens in the first hour. Clin Infect Dis

    2001; 32:20413.