Case DHF Dan Hipertiroid

53
CASE DHF dan Hipertiroid Pembimbing : Dr. Mayorita P, Sp.PD Penyusun : Ria Novitasari 030.05.189 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR.ESNAWAN ANTARIKSA PERIODE 30 JANUARI   6 MARET 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Transcript of Case DHF Dan Hipertiroid

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 1/53

CASE

DHF dan Hipertiroid

Pembimbing :

Dr. Mayorita P, Sp.PD

Penyusun :

Ria Novitasari

030.05.189

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR.ESNAWAN ANTARIKSAPERIODE 30 JANUARI –  6 MARET 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 2/53

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat ,

Presentasi kasus pada Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Pusat Angkatan

Udara Dr. Esnawan Anatariksa periode 30 Januari 2012  –  6 April 2012 dengan kasus “DHF dan

Hipertiroid” yang disusun oleh :

 Nama : Ria Novitasari

 NIM : 030.05.189

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh:

Pembimbing : dr. Mayorita P, Sp.PD

Menyetujui ,

(dr. Mayorita P, Sp.PD)

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 3/53

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 4/53

Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya sakit kepala, nyeri pada sendi-sendi,

lemas, mual, tapi pasien tidak muntah, dan nafsu makan yang berkurang.

Pasien menyangkal adanya batuk, pilek, gusi berdarah, mimisan, atau keluarnya

 bintik-bintik merah pada tubuh. BAK dan BAB normal.

Selama 2 bulan terakhir pasien merasakan badannya selalu lemas, mudah berkeringat

walaupun dalam ruangan yang tidak panas, gemetar, berdebar-debar, dan sulit tidur. Dan

dalam 4 bulan terakhir berat badan pasien turun dari 60 Kg menjadi 45 Kg, padahal nafsu

makan pasien baik. Akhirnya 1 minggu SMRS pasien memeriksakan diri ke dokter, dan

dokter mengatakan ada benjolan pada leher pasien yang tidak pernah disadari oleh pasien

sebelumnya. 1 bulan ini pasien menstruasi sebanyak 2 kali.

Riwayat Penyakit Dahulu 

Riwayat Asma (+)

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien menderita penyakit kencing manis.

III.  PEMERIKSAAN FISIK  

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : compos mentis

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Tinggi Badan : 158 cm

Berat Badan : 45 Kg

IMT : 18,025

Keadaan gizi : cukup

Tanda Vital

Tekanan Darah : 120/ 80 mmHg

 Nadi : 76 x / menit

Suhu : 39,8  C

Pernafasan : 20 x / menit

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 5/53

Kepala

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks

cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

Eksoftalmus (-)

Telinga : di kedua telinga tampak meatus akustikus ekternus lapang, membran

timpani intak, refleks cahaya (+/+)

Hidung : mukosa tidak oedem, tidak tampak sekret

Mulut : tidak tampak sianosis, mukosa tidak hiperemis, oral hygiene baik

Tenggorokan : T1-T1, mukosa faring tidak hiperemis

Leher : trachea teraba lurus di tengah, KGB tidak teraba membesar,

Tiroid ; pembesaran kelenjar tiroid diffuse, warna kulit sama dengan

sekitarnya, dan tidak tampak tanda peradangan, ikut bergerak naik

saat pasien diminta menelan ludah, konsistensi lunak, tidak berbatas

tegas, dengan permukaan licin, dapat digerakkan dari dasarnya,

serta tidak ada nyeri tekan maupun perubahan suhu. Tidak ada

 bruit.

Thorax

Paru

Inspeks : pernafasan tampak simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, tidak

tampa retraksi sela iga

Palpasi : fokal fremitus simetris

Perkusi : sonor, simetris

 batas paru-hepar : sela iga VI garis midclavicularis kanan

 batas paru-lambung : sela iga VIII garis axilla anterior kiri

Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi dan tidak ada wheezing di

kedua lapang paru. 

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 6/53

Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga V garis midclavicularis kiri, tidak ada

thrill

Perkusi

 batas atas jantung : sela iga III garis sternalis kiri

 batas kanan jantung : garis sternal kanan

 batas kiri jantung : sela iga V, 1 cm medial garis midclavicularis kiri

Auskultasi : bunyi jantung I normal, bunyi jantung II normal, irama regular, tidak

ada murmur, tidak ada gallop

Abdomen 

Bentuk : simetris, datar, tidak ada benjolan

Hepar : tidak teraba pembesaran

Lien : tidak teraba pembesaran

Ginjal : tidak ada nyeri ketuk costo vertebra di kedua sisi

Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), tidak ada nyeri lepas

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas

Atas : tidak sianosis, akral hangat, dan tidak ada oedem

Bawah : tidak sianosis, akral hangat, dan tidak ada oedem di kedua tungkai

Genital

Tidak diperiksa

IV.  PEMERIKSAAN LABORATORIUM 

Hasil Nilai Rujukan

Hb : 13,1 g/dl 11,7 –  15,5 gr/dL

Ht : 40 % 35 –  47 %

Lekosit : 3.300 /uL 3.600 –  11.000 /mm3 

Trombosit : 172.000 /uL 150.000 –  440.000 /mm3 

T3 : 2,94 ng/mL (↑)  0,99 –  2,21 ng/mL

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 7/53

T4 : 23,06 ug/dL (↑)  6,37 –  12,59 ug/dL

TSHs : 0,0056 uIU/mL (↓)  0,8 –  6,3 uIU/mL

V.  RESUME

Pasien Ny.D, perempuan, usia 34 tahun, demam sejak 2 hari SMRS, disertai mual, nyeri

kepala, lemas, dan penurunan nafsu makan, tidak ada tanda-tanda perdarahan. Dan sejak 2

 bulan SMRS pasien merasakan badannya selalu lemas, mudah berkeringat walaupun dalam

ruangan yang tidak panas, gemetar, berdebar-debar, dan sulit tidur. Dan dalam 4 bulan

terakhir berat badan pasien turun dari 60 Kg menjadi 45 Kg, padahal nafsu makan pasien

 baik.

Pemeriksaan fisik didapatkan normotensi, nadi normal, suhu febris, pembesaran kelenjar

tiroid, nyeri tekan epigastrium (+).

Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukopenia, peningkatan T3, T4, dan penurunan

kadar TSHs.

VI.  DIAGNOSIS KERJA 

1.  Observasi Febris suspect DHF

2.  Hipertiroid

VII.  PROGNOSIS

Ad vitam : Ad bonam

Ad functionam : Ad bonam

Ad sanationam : Ad bonam

VIII.  PENATALAKSANAAN 

  IVFD RL 28 tpm

 

Ceftriaxon 2 x 1 gram

  Paracetamol 3 x 1 tab

  B complex 3 x 1 tab

  PTU 3 x 100 mg

  Diet bubur kasar

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 8/53

  Cek ulang darah rutin

IX.  ANALISA KASUS

1.  DHF

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal dibawah ini

dipenuhi: 

  Demam atau riwayat demam akut, antara 2 –  7 hari, biasanya bifasik

  Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

o  Uji bendung positif

o  Petekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)

Hematemesis atau melena

  Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

  Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

 berikut:

o  Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan

 jenis kelamin

o  Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya

o  Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

Secara Laboratoris

Pada DHF ditemukan trombositopeni, hemokonsentrasi, leukopenia atau leukositosis,

limfositosis relatif.

1.  Presumtif Positif (Kemungkinan Demam Dengue): Apabila ditemukan demam akut

disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut: nyeri kepala, nyeri belakang mata,

mialgia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI ≥1.280 dan atau

IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama

ditemukan kasus confirmed dengue infection.

2.  Confirmed  DBD (Pasti DBD): Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut

deteksi antigen dengue, peningkatan titer antibodi >4 kali pada pasangan serum akut

dan serum konvalesens, dan atau isolasi virus.

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 9/53

 

Pada kasus Ny.D ditegakkan diagnosa DHF berdasarkan :

Anamnesa

  Demam 2 hari SMRS

  Sakit kepala

  Myalgia

  Lemas

Pemeriksaan Fisik

   Nyeri tekan epigastrium

  Perdarahan : Ruam kulit

Pemeriksaan Penunjang

  Leukopenia

  Trombositopenia

  Tidak dilakukan uji serologi IgG IgM maupun NS-1

2.  Hipertiroid

Pada hipertiroid dapat ditemukan adanya :

  Peningkatan kepekaan terhadap panas, banyak keringat

  Efek simpatis : takikardia, aritmia

  Palpitasi, gelisah

  Mudah lelah

  Frekuensi napas meningkat

  Diare

  Penurunan berat badan, tanpa penurunan nafsu makan

  Hiperrefleksia

  Pembesaran kelenjar tiroid

  Pemeriksaan Lab T3, T4, TSHs

Pada kasus Ny. D ditegakkan diagnosa Hipertiroid berdasarkan :

Anamnesa

  Penurunan berat badan dalam 4 bulan terakhir, dari 60 Kg menjadi 45 Kg, tanpa

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 10/53

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 11/53

  Ceftriaxon 2 x 1 gram

  Paracetamol 3 x 1 tab

  B complex 3 x 1 tab

  PTU 3 x 100 mg

  Omeprazole iv

  Diet bubur kasar

  Cek ulang darah rutin

18 Maret 2012

S : mual (+) muntah (+) lebih dari 3 kali, demam (+)

O : T 110/70 mmHg

 N 84 x/menit

S 39,2

P 20 x/menit

PF muncul bintik-bintik merah di kulit

A : Observasi febris hari ke-3 suspect  DHF

Hipertiroid

P :

 

IVFD RL 28 tpm

  Ceftriaxon 2 x 1 gram

  Paracetamol 3 x 1 tab

  B complex 3 x 1 tab

  PTU 3 x 100 mg

  Omeprazole iv

  Diet bubur kasar

 

Cek ulang darah rutin

19 Maret 2012

S : mual (+) muntah (+) lebih dari 3 kali, demam (+)

O : T 100/70 mmHg

 N 80 x/menit

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 12/53

  S 36,4

P 20 x/menit

PF muncul bintik-bintik merah di kulit

Laboratorium

Hasil Nilai Rujukan

Hb : 15,4 gr/dL 11,7 –  15,5 gr/dl

Leukosit : 2.600 /mm 3.600 –  11.000/mm

Trombosit : 33.000 /mm 150.000 –  440.000/mm

Ht : 41 % 35 –  47 %

Bilirubin total : 1,08 mg/dL 0,1 –  1,2 mg/dL

Bilirubin direk : 0,89 mg/dL 0 –  0,2 mg/dL

Bilirubin indirek : 0,19 mg/dL 0,1 –  1,0 mg/dL

Protein total : 7,2 gr% 6,6 –  8,7 gr%

Albumin : 4,0 gr% 3,8 –  5,2 gr%

Globulin : 3,2 gr% 2,8 –  3,6 gr%

Alkali Fosfatase : 59 u/L 64 –  306 u/L

SGOT : 122 u/L 10 –  35 u/L

SGPT : 56 u/L 10 –  35 u/L

Cholesterol : 82 mg% < 200 mg%

Trigliserida : 220 mg% < 200 mg%

Ureum : 30 mg% 10 –  50 mg%

Creatinin : 0,59 mg% < 1,1 mg%

Asam Urat : 4,7 mg/dL 2,3 –  6,1 mg/dL

GDN : 69 mg/dL 80 –  100 mg/dL

A : DHF grade IIHipertiroid

P :

  IVFD RL 28 tpm

  Ceftriaxon 2 x 1 gram

  Paracetamol 3 x 1 tab

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 13/53

  B complex 3 x 1 tab

  PTU 3 x 100 mg

  Omeprazole iv

  Diet bubur kasar

  Cek ulang darah rutin

20 Maret 2012

S : mual (+) muntah (-) demam (+)

O : T 120/70 mmHg

 N 88 x/menit

S 37,5

P 20 x/menit

PF muncul bintik-bintik merah di kulit

Lab pagi Lab sore

Hb : 16 Hb : 14,5

Leukosit : 2.500 Leukosit : 4.100

Trombosit : 33.000 Trombosit : 36.000

Ht : 43 Ht : 39

A : DHF grade IIHipertiroid

P :

  IVFD RL 28 tpm

  Ceftriaxon 2 x 1 gram

  Paracetamol 3 x 1 tab

  B complex 3 x 1 tab

 

PTU 3 x 100 mg  Omeprazole iv

  Kalmethasone tappering off

o  3 x 1 (20 Maret 2012)

o  2 x 1 (21 Maret 2012)

o  1 x 1 (22 Maret 2012)

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 14/53

o  1 x ½ (23 Maret 2012)

  Diet bubur kasar

  Cek ulang darah rutin

21 Maret 2012

S : mual (-) muntah (-) demam (-)

O : T 110/70 mmHg

 N 64 x/menit

S 36

P 20 x/menit

PF bintik-bintik merah di kulit

Lab pagi Lab sore

Hb : 14,7 Hb : 14,2

Leukosit : 7.100 Leukosit : 9.200

Trombosit : 41.000 Trombosit : 77.000

Ht : 40 Ht : 40

A : DHF grade II

HipertiroidP :

  IVFD RL 28 tpm

  Ceftriaxon 2 x 1 gram

  Paracetamol 3 x 1 tab

  B complex 3 x 1 tab

  PTU 3 x 100 mg

  Kalmethasone tappering off

o  3 x 1 (20 Maret 2012)

o  2 x 1 (21 Maret 2012)

1 x 1 (22 Maret 2012)

o  1 x ½ (23 Maret 2012)

  Diet bubur kasar

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 15/53

  Cek ulang darah rutin

22 Maret 2012

S : mual (-) muntah(-) demam (-)

O : T 130/90 mmHg

 N 64 x/menit

S 36

P 20 x/menit

PF bintik-bintik merah di kulit

Lab

Hb : 14,7

Leukosit : 11.400

Trombosit : 78.000

Ht : 41

A : DHF grade II

Hipertiroid

P :

 

IVFD RL 28 tpm  Ceftriaxon 2 x 1 gram

  Paracetamol 3 x 1 tab

  B complex 3 x 1 tab

  PTU 3 x 100 mg

  Kalmethasone tappering off

o  3 x 1 (20 Maret 2012)

o  2 x 1 (21 Maret 2012)

o  1 x 1 (22 Maret 2012)

o  1 x ½ (23 Maret 2012)

 

Diet bubur kasar

  Cek ulang darah rutin

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 16/53

23 Maret 2012

S : mual (-) muntah(-) demam (-)

O : T 130/90 mmHg

 N 64 x/menit

S 36

P 20 x/menit

PF bintik-bintik merah di kulit

Lab

Hb : 15,3

Leukosit : 13.500

Trombosit : 177.000

Ht : 43

A : DHF grade II

Hipertiroid

P :

  B complex 3 x 1 tab

  PTU 3 x 100 mg

 Kalmethasone tappering off

o  3 x 1 (20 Maret 2012)

o  2 x 1 (21 Maret 2012)

o  1 x 1 (22 Maret 2012)

o  1 x ½ (23 Maret 2012)

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 17/53

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE

Virus Dengue

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue

yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai

genus  Flavivirus, famili  Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2,

DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

 bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga

tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang

yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,

 pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit

menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe

DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan

manifestasi klinik yang berat.[1]

Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu

manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan

nyamuk  Aedes aegypti. Nyamuk  Aedes albopictus,  Aedes polynesiensis  dan beberapa spesies

yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.

 Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang

sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam

waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period ) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia

 pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya

(transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus

dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat

menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa

tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period ) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 18/53

manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang

mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.[1]

Epidemiologi

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh

David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan

 penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang

disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang

terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri

kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan

yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue

menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila,

Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan

Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah

kematian yang sangat tinggi.[1]

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat

kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan

tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4)

Peningkatan sarana transportasi.[1]

 

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain

status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi)

virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan

virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran

 penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh

 propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.  Incidence rate 

meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per

100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban

udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan

tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban

tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 19/53

tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus

sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.[1]

Patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi

kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host ) terutama

dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya

tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun

 bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat

menimbulkan kematian.[2]

 

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang

kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi

sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement . Hipotesis

ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya

dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk

menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain

yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian

 berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi

heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement   (ADE),

suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. [2]

 

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection 

dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi

anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan

transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,

replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 20/53

kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan

aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

 peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat

 berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini

terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan

terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi

secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena

itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. [2]

 

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat

mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada

tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam

genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi

dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai

kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data

epidemiologis dan laboratoris. [2]

 

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus  Anamnestic antibody response 

Kompleks virus-antibody

Aktivasi komplemen Komplemen

Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin ↑ 

Permeabilitas kapiler ↑  Ht ↑ 

> 30% pada Perembesan plasma  Natrium ↓ 

kasus syok 24-48 jamHipovolemia Cairan dalam rongga

serosa

Syok

Anoksia Asidosis

Meninggal

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD[2]

 

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 21/53

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor

tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat

dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),

ditandai dengan peningkatan FDP ( fibrinogen degredation product ) sehingga terjadi penurunan

faktor pembekuan. [2]

 

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus  Anamnestic antibody 

Kompleks virus antibody

Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen

Penghancuran Pengeluaran Aktivasi faktor Hageman

trombosit oleh RES platelet faktor III

Anafilatoksin

Trombositopenia Koagulopati Sistem kinin

konsumtif

Gangguan Kinin Peningkatan

fungsi trombosit penurunan faktor permeabilitas

 pembekuan kapiler

FDP meningkat

Perdarahan massif syok

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD[2]

 

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 22/53

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.

Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan

(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,

 perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.[1]

Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat

menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam

ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang

lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).[1]

Bagan 1

Spectrum Klinis Infeksi Virus Dengue[2]

 

Infeksi virus dengue

Asimptomatik Simptomatik

Demam tidak spesifik Demam dengue

Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)

(SSD)

Demam Dengue

Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang

 bifasik ( saddle back fever ), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau

sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 23/53

 pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam

merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,

dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang

dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan,

terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang

disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,

hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan

dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai

kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan

dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.[1]

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan perembesan plasma.

Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan

hematokrit. [2]

 

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai

dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual,

dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan faring

hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya

ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi

dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. [2]

 

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet ( Rumple Leede) positif, kulit

mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan

darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah,

dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan

 perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada

fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah

arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya

 penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. [2]

 

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan

suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 24/53

ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan

sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. [2]

 

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini

dipenuhi: [2]

 

 

Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik

 

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)

Hematemesis atau melena

 

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

 

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis

kelamin

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai

hematokrit sebelumnya

Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:

Derajat I  Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah

uji tourniquet.

Derajat II  Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat III  Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit

dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat IV  Syok berat ( profound shock ), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak

terukur.[2] 

Laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada

DBD. Penurunan jumlah trombosit <100.000/µl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 25/53

sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.

Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai

hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai

hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau

sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian

cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,

limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau

syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan

ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII,

dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi

trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.

Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-

ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang

mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral. [1]

 

Sindrom Syok Dengue (SSD)

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke-3 sampai hari

sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang

ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi <20

mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium

akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan

segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok

 berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna,

sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3

hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda

 prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan. [1]

 

Penyulit SSD: penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan

terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti

ensefalopati dan gagal hati. [1]

 

Definisi kasus DD/DBD

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 26/53

A. Secara Laboratoris

3.  Presumtif Positif (Kemungkinan Demam Dengue): Apabila ditemukan demam akut

disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut: nyeri kepala, nyeri belakang mata,

mialgia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI ≥1.280 dan atau IgM

anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama ditemukan

kasus confirmed dengue infection.

4.  Confirmed   DBD (Pasti DBD): Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut

deteksi antigen dengue, peningkatan titer antibodi >4 kali pada pasangan serum akut dan

serum konvalesens, dan atau isolasi virus.

B. Secara Klinis

1. 

Kasus DBD

1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.

2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa:

•  Uji tourniquet positif

•  Petekia, ekimosis, atau purpura

•  Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan

•  Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia <100.00/µl.

4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

•  Peningkatan nilai hematrokrit ≥20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis

kelamin.

•  Penurunan nilai hematokrit ≥20 % setelah pemberian cairan yang adekuat.

•   Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.

•  Efusi pleura, asites, hipoproteinemia.

2.  SSD

Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :

•   Nadi cepat, lemah, tekanan nadi <20 mmHg, perfusi perifer menurun.

•  Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah.[1]

 

Diagnosis Serologis

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 27/53

  Dikenal 5 jenis uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus

dengue, yaitu: [2]

 

1. 

Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test : HI test)

Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai sebagai gold standard . Hal-hal

yang perlu diperhatikan:

a. 

Uji ini sensitif tapi tidak spesifik, tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.

b. 

Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai >48 tahun, maka baik untuk studi sero-

epidemiologi.

c. 

Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer tinggi

(>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumptif positif, atau diduga

keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection).

2. 

Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)Jarang dipergunakan secara rutin, oleh karena selain rumitnya prosedur pemeriksaan, juga

memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan

sekitar 2-3 tahun saja.

3. 

Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)

Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya memakai cara

yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari

plaque yang terjadi. Saat antibodi nneutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan

dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8

tahun). Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

4. 

IgM Elisa (Mac. Elisa)

Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa adalah singkatan dari

IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang

perlu diperhatikan:

a. 

Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti dengan timbulnya

IgG.

b. 

Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat ditentukan diagnosis yang

tepat.

c. 

Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.

d. 

Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 28/53

e. 

Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya

infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat

alasan tersebut di atas maka uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik

untuk pengelolaan kasus.

f. 

Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan uji Mac Elisa

hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesivisitas yang sama dengan uji HI.

5. 

IgG Elisa

Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang untuk uji infeksi

dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG, IgM Elisa, IgG Elisa.[1]

Diagnosis Banding[3]

 

a. 

Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksiparasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dam

malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara

DBD dengan penyakit lain.

b. 

Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya

seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila

dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih

pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih

sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama

dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

c. 

Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya

sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik

turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Di samping itu jelas terdapat leukositosis disertai

dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan LED dapat

dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus jelas

terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

d. 

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura  (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena

didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit

dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang (pada ITP bisa tidak

disertai demam), tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 29/53

pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat

kembali normal daripada ITP.

e. 

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukimia demam tidak

teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum

tulang akan memperjelas diagnosis leukimia. pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia

(leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat,

pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD

ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.[1]

 

Penatalaksanaan 

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan

fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkansyok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian

cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada

saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya

terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan

 peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat diwaspadai dengan

 pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis

cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian

cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah, dan obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang

tepat. [1]

 

Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa.

Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat

 pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium

yang memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila

diperlukan. Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda

syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan

 penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik,

dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana

DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase

demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. [1]

 

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 30/53

 

1. Demam Dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan:

•  Tirah baring, selama masih demam.

•  Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

•  Untuk menurunkan suhu menjadi <39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.

Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat meyebabkan gastritis,

 perdarahan, atau asidosis.

•  Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air

 putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.

•  Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.

Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi

selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit

membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu

turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal

kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala

syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air

 besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi,

apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus

segera dibawa segera ke rumah sakit. Penerangan untuk orang tua tertera pada Lampiran 1. Pada

 pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.

Tatalaksana DD tertera pada Bagan 2 (Tatalaksana tersangka DBD). [1]

 

2. Demam Berdarah Dengue

Ketentuan Umum

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya

 peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan

hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis

hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 31/53

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 32/53

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia

dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta

larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah

keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam

 berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila

terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam. [4]

 

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis

adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan

kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan

hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan

cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan

darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga

sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan

hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. [1]

 

Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan

menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.[1]

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan

suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume

 plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana

dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus

syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus

selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian

volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum

volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.[1]

 

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) terus menerus muntah, tidak mau minum,

demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi

sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada

 pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 33/53

kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat

asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. [1]

 

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang

diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai

cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5

sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini. [1]

 

Tabel 2

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5-8%) 

Berat Badan Waktu Masuk RS

(kg)

Jumlah cairan

ml/kg berat badan per hari

<7 220

7-11 16512-18 132

>18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan

 pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak

gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.

Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut. [1]

 

Tabel 3

Kebutuhan Cairan Rumatan

Berat Badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10-20 1000 + 50 x kg (di atas 10 kg)

>20 1500 + 20 x kg (di atas 20 kg)

Misalnya untuk berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20) =1900 ml.

Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak konstan

(perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti

harus disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari

 pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah

 plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 34/53

 penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler.

Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dan distres

 pernafasan[1]

 

Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,

letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit

(20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau

kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.[1]

3. Sindrom Syok Dengue

Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama

yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat

mengalami syek dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD

dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak

20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kgBB.[1]

Penggantian Volume Plasma Segera

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat >20 ml/kg BB. Tetesan diberikan

secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai

 berat BB ideal dan umur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid

ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid

dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid dan beri

cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid

tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak

diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok

masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka

dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka

 berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam.

Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan

kadar hematokrit.[1]

Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 35/53

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar

hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dan kemudian

disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP

yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi. [1]

 

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht

sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi

membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila

cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari

ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan),

maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan

hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi

disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital

 baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.[1]

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis

gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak

dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. [1]

 

Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan

koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan

tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.[1]

Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.

Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada

anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.[1]

Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok,

terutama pada syok yang berkepanjangan ( prolonged shock ). Pemberian transfusi darah

diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui

 perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 36/53

hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan

cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar

dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah

dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien

dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan

 perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu

tromboplastin parsial, waktu protombin, dan  fibrinogen degradation products  harus diperiksa

 pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan

hematologis tersebut juga menentukan prognosis.[1]

 

Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk

menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:

•   Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih

sering, sampai syok dapat teratasi.

•  Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.

•  Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan

tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.

•  Jumlah dan frekuensi diuresis.

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler

telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang

 jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,

 pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan

 jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap

 belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian

dopamin perlu dipertimbangkan. [1]

 

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan diagnosis

DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian,

yaitu:[2]

1.  Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat II

tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 2 dan 3)

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 37/53

2.  Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar

hematokrit. (Bagan 4)

3.  Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 5)

Bagan 2. Tatalaksana kasus tersangka DBD[2]

 

Tersangka DBD 

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 38/53

  Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak

terus menerus <7 hari

tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas,

 badan lemah/lesu

Ada kedaruratan  Tidak ada kedaruratan 

Tanda syok Periksa uji torniquetMuntah terus menerus

Kejang Uji torniquet (+)  Uji torniquet (-) 

Kesadaran menurun (Rumple Leede) (Rumple Leede)

Muntah darah

Berak darah

Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan

<100.000/µl >100.000/µl ParasetamolKontrol tiap hari

Tatalaksana sampai demam hilangdisesuaikan,

(Lihat bagan 3,4,5)

Rawat Inap

(lihat bagan 3)

Rawat Jalan  Nilai tanda klinis &

Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, HtParasetamol bila masih demam

Kontrol tiap hari hari sakit ke-3sampai demam turun periksa Hb, Ht, trombosit tiap

kali

Perhatian untuk orang tua

Pesan bila timbul tanda syok:

gelisah, lemah, kaki/tangan

dingin, sakit perut, BAB hitam,BAK kurang

Lab : Hb & Ht naikTrombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 39/53

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II

tanpa peningkatan hematokrit[2]

 

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

Gejala klinis:Demam 2-7 hari

Uji torniquet (+) atau

 perdarahan spontanLaboratorium:

Hematokrit tidak meningkat

Trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum

Beri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerusAtau 1 sendok makan tiap 5 menit

Jenis minuman; air putih, teh manis,

Sirup, jus buah, susu, oralit

Bila suhu >39oC beri parasetamol Pasang infus NaCl 0,9%:

Bila kejang beri obat antikonvulsi dekstrosa 5% (1:3)

Sesuai berat badan tetesan rumatan sesuai berat badan

Periksa Ht, Hb tiap 6 jam, trombositTiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium

Perhatikan tanda syokPalpasi hati setiap hari

Ukur diuresis setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun

Awasi perdarahanPeriksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

Infus ganti RL

Perbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)•  Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

• 

Nafsu makan membaik

•  Secara klinis tampak perbaikan

•  Hematokrit stabil

•  Tiga hari setelah syok teratasi

•  Jumlah trombosit >50.000/µl

•  Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 40/53

 

Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan

hematokrit >20%[2]

 

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

Cairan awalRL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5

6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikanTidak gelisah Gelisah

 Nadi kuat Distress pernafasanTek.darah stabil Frek.nadi naik

Diuresis cukup Tanda vital memburuk Ht tetap tinggi/naik

(12 ml/kgBB/jam) Ht meningkat Tek.nadi <20 mmHgHt turun Diuresis </tidak ada

(2x pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan

10-15 ml/kgBB/jamPerbaikan

5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil

Perbaikan

Sesuaikan tetesan

Distress pernafasan Ht turun 3ml/kgBB/jam Ht naik

Tek.nadi < 20 mmHg

IVFD stop setelah 24-48 jamApabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segardiuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB

Indikasi Transfusi pd Anak

- Syok yang belum teratasiPerbaikan - Perdarahan masif

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 41/53

 

Bagan 5. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

(Sindrom Syok Dengue/SSD) [2]

 

DBD derajat III & IV

1. 

Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit

2. 

Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis) 

Ringer laktat/NaCl 0,9%

20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?

Pantau tanda vital tiap 10 menit

Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasiKesadaran membaik Kesadaran menurun

 Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba

Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHgTidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosis

Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab

Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dinginPeriksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan

10 ml/kgBB/jam  15-20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketatTanda vital 2. Tambahkan koloid/plasma 

Tanda perdarahan Dekstran/FFP 

Diuresis

Pantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis 

Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam

DBD derajat III & IV

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 42/53

  Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi

Ht stabil dalam 2x Syok teratasi

Pemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar

10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBBdapat diulang sesuaiInfus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan

setelah syok teratasi

HIPERTIROID

Definisi

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam

sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang

hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam

darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis.9

Pengaturan Faal Tiroid Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid9 :

1. 

TRH (Thyrotrophin releasing hormon)

Hormon ini disintesa dan dibuat di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat sistem

hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.

2. 

TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh sub unit (α dan β). Sub unit α sama seperti hormon

glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG) dan penting untuk kerja

hormon secara aktif. Tetapi sub unit β adalah khusus untuk setiap hormon. TSH yang masuk

dalam sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan sel tiroid TSH-reseptor (TSH-r) dan

terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling,

proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.

3. 

Umpan balik sekresi hormon.

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 43/53

Kedua ini merupakan efek umpan balik ditingkat hipofisis. Khususnya hormon bebaslah yang

berperan dan bukannya hormon yang terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada

tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap

rangsangan TRH.

4. 

Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena Wolf-

Chaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap  yodium sehingga kadar

intratiroid akan mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit tiroid autoimun.

Efek Metabolik Hormon Tiroid

Efek metabolik hormon tiroid adalah3

1. 

Kalorigenik. 

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 44/53

2.  Termoregulasi.

3.  Metabolisme protein: Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik.

4.  Metabolisme karbohidrat: Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis pada dosis farmakologis tinggi, dan degradasi insulin meningkat.

5.  Metabolisme lipid: T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,

sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada

hipotiroidisme, kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

6.  Vitamin A: Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid.

7.  Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer, khususnya 3

tahun pertama kehidupan.

8.  Lain-lain: Pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus traktus

gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare.

Efek Fisiologik Hormon Tiroid

1.  Efek pada perkembangan janin

Sistem TSH dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia di

dalam 11 minggu. Sebagian T3 dan T4 maternal diinaktivasi pada plasenta. Dan

sangat sedikit hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin

sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.9

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 45/53

2.  Efek pada konsumsi oksigen dan produksi panas

T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi

 Na+ K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini

 berperan pada peningkatan percepatan metabolisme basal dan peningkatan

kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme.9

3.  Efek kardiovaskuler

T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai

 beta miosin, sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga

meningkatkan transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik,

meningkatkan kontraksi di diastolik jantung dan meningkatkan reseptor

adrenergik β. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan

kronotropik yang nyata terhadap otot jantung.9

4.  Efek Simpatik

Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-β dalam otot

 jantung, otot skeletal dan jaringan adiposa. Mereka juga menurunkan reseptor

adrenergik-α miokardial. Disamping itu, mereka juga dapat memperbesar aksi

katekolamin pada tempat paskareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap

ketokolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan

obat-obatan penyekat adrenergik-β dapat sangat membantu dalam mengendalikan

takikardi dan aritmia.9 

5.  Efek Pulmonar

Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapnia pada

 pusat pernafasan, sehingga terjadi frekuensi nafas meningkat.9

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 46/53

 

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 47/53

6.  Efek Hematopoetik

Peningkatan kebutuhan selular akan O2  pada hipertiroidisme menyebabkan

 peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun volume

darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi. Hormon tiroid meningkatkan

kandungan 2,3 difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2 

hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan.9 

7.  Efek Gastrointestinal

Hormon tiroid merangsang motillitas usus, yang dapat menimbulkan

 peningkatan motilitas terjadi diare pada hipertiroidisme. Hal ini juga

menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada

hipertiroidisme.9

8.  Efek Skeletal

Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan

resorbsi tulang dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan

demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna.9

9.  Efek Neuromuskular

Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak

 protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein

dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Terdapat juga suatu peningkatan

kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperfleksia

 pada hipertiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi

normal susunan syaraf pusat dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta di

dalam kehamilan.9

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 48/53

10. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat

Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati

demikian pula absorbsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan

mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol

keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar

disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low density lipoprotein  (LDL)

hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan.

Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol.9

11. 

Efek Endokrin

Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan

obat-obatan farmakologi. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada

 pasien hipertiroid dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu

kadar hormon sirkulasi yang normal.9

Etiologi

Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter miltinodular

toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodi

reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada goiter multinodular toksik ada

hubungannya dengan autoimun tiroid itu sendiri.11,12

Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya

tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien graves mempunyai

keluarga dekat dengan kelainan yang sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit

graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar dalam darah. Wanita terkena kira-kira 5 kali

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 49/53

lebih banyak dari pada pria. Penyakit ini terjadi pada segala umur dengan insidensi puncak pada

kelompok umur 20-40 tahun.11,12

Patogenesis

Pada penyakit graves, limfosit T didensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar tiroid dan

merangsang limfosit B untuk mensintesa antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu dari antibodi

ditunjukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel tiroid dan mempunyai kemampuan

untuk merangsang sel tiroid dalam peningkatan pertumbuhan dan fungsi. Adanya antibodi dalam

darah berkorelasi positif dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi

genetik yang mendasari, namun tidak jelas apa yang mencetus episode akut ini. Beberapa faktor

yang mendorong respon imun pada penyakit graves ialah11,12

 :

1.  Kehamilan.

2.  Kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida. Dimana kekurangan iodida

dapat menutupi penyakit Graves laten pada saat pemeriksaan.

3.  Infeksi bakterial atau viral. Diduga stres dapat mencetus suatu episode penyakit

Graves, tapi tidak ada bukti yang mendukung.

Manifestasi Klinik

Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi, kegelisahan,

mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi

 penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda

tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan umumnya terjadi. Kelemahan otot dan

 berkurangnya massa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa

 bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 50/53

cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih

menonjol. Keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispneu d`effort  , tremor, nervous dan

 penurunan berat badan.10,11,12

Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai

 beberapa tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik. Manifestasi klinis yang paling sering

adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas,

 palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan berat badan meskipun nafsu makan bertambah dan

tidak tahan panas adalah sangat spesifik, sehingga segera dipikirkan adanya hipertiroidisme.9

Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut dengan

eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita dan degenerasi otot-otot

ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses autoimun. Eksoftalmus berat dapat

menyebabkan teregangnya N. Optikus sehingga penglihatan akan rusak. Eksoftalmus sering

menyebabkan mata tidak bisa menutup sempurna sehingga permukaan epithel menjadi kering

dan sering terinfeksi dan menimbulkan ulkus kornea.9 

Hipertiroidisme pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus sebab gejala dan tanda

sistem kardiovaskular sangat menonjol dan kadang-kadang berdiri sendiri. Pada beberapa kasus

ditemukan payah jantung, sedangkan tanda-tanda kelainan tiroid sebagai penyebab hanya sedikit.

Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada umur pertengahan harus dipikirkan

hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga curah jantung yang tinggi atau atrium fibrilasi

yang tidak dapat diterangkan. Pada usia lanjut ada baiknya dilakukan pemeriksaan rutin secara

 berkala kadar tiroksin dalam darah untuk mendapatkan hipertiroidisme dengan gejala klinik

 justru kebalikan dari gejala-gejala klasik seperti pasien tampak tenang, apatis, depresi dan struma

yang kecil.10,11,12

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 51/53

 

Diagnosis

Manifestasi klinis hipertiroid umumnya dapat ditemukan. Sehingga mudah pula dalam

menegakkan diagnosa. Namun pada kasus-kasus yang sub klinis dan orang yang lanjut usia perlu

 pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosa hipertiroid.

Diagnosa pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan seperti

 pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti pada tirotoksikosis. Meskipun

diagnosa sudah jelas, namun pemeriksaan laboratorium untuk hipertiroidisme perlu dilakukan,

dengan alasan

9

 :

1.  Untuk lebih menguatkan diagnosa yang sudah ditetapkan pada pemeriksaan klinis.

2.  Untuk menyingkirkan hipertiroidisme pada pasien dengan beberapa kondisi, seperti

atrial fibrilasi yang tidak diketahui penyebabnya, payah jantung, berat badan

menurun, diare atau miopati tanpa manifestasi klinis lain hipertiroidisme.

3.  Untuk membantu dalam keadaan klinis yang sulit atau kasus yang meragukan.

Menurut Bayer MF kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium Thyroid Stimulating

 Hormone sensitif   (TSHs) yang tak terukur atau jelas subnormal dan  free T4  (FT4)

meningkat, jelas menunjukan hipertiroidisme.9 

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 52/53

8/11/2019 Case DHF Dan Hipertiroid

http://slidepdf.com/reader/full/case-dhf-dan-hipertiroid 53/53

9)  Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta Pusat 2007.

10) Chew SC, Leslie D. Clinical endocrinology and diabetes. Churchill Livingstone Elseiver

2006:8.

11) 

Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan penatalaksanaannya.

Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002:9-18.

12) Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC 2000;5:2144-2151.