Carpal Tunnel Syndrome

31
BAB I PENDAHULUAN Sindroma Terowongan Karpal adalah entrapment neuropathy yang paling sering terjadi akibat adanya tekanan terhadap nervus medianus pada saat melalui terowongan karpal di pergelangan tangan. Beberapa penyebabnya telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin dan lain-lain, tetapi sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya. Penggunaan tangan/ pergelangan tangan yang berlebihan dan repetitif diduga berhubungan dengan terjadinya sindroma ini. Gejala awal umumnya berupa gangguan sensorik (nyeri, rasa tebal, parestesia dan tingling). Gejala motorik hanya dijumpai pada stadium lanjut. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis didukung pemeriksaan elektrodiagnostik, radiologis dan laboratoris. Penatalaksanaanya dibagi atas tindakan konservatif seperti istirahat, pemasangan bidai dan injeksi steroid serta tindakan operatif. Prognosa umumnya baik walaupun kekambuhan masih tetap mungkin terjadi. 1

description

dasar teori

Transcript of Carpal Tunnel Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma Terowongan Karpal adalah entrapment neuropathy yang paling sering terjadi akibat adanya tekanan terhadap nervus medianus pada saat melalui terowongan karpal di pergelangan tangan. Beberapa penyebabnya telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin dan lain-lain, tetapi sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya. Penggunaan tangan/ pergelangan tangan yang berlebihan dan repetitif diduga berhubungan dengan terjadinya sindroma ini. Gejala awal umumnya berupa gangguan sensorik (nyeri, rasa tebal, parestesia dan tingling). Gejala motorik hanya dijumpai pada stadium lanjut. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis didukung pemeriksaan elektrodiagnostik, radiologis dan laboratoris. Penatalaksanaanya dibagi atas tindakan konservatif seperti istirahat, pemasangan bidai dan injeksi steroid serta tindakan operatif. Prognosa umumnya baik walaupun kekambuhan masih tetap mungkin terjadi.

Salah satu penyakit yang paling sering mengenai nervus medianus adalah neuropati tekanan/ jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan nervus medianus berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan menginnervasi kulit telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis. Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah Sindroma Terowongan Karpal/ STK (Carpal Tunnel Syndrome/CTS).

STK adalah suatu neuropati yang sering ditemukan, biasanya unilateral pada tahap awal dan dapat menjadi bilateral. Gejala yang ditimbulkan umumnya dimulai dengan gejala sensorik walaupun pada akhirnya dapat pula menimbulkan gejala motorik. Pada awalnya gejala yang sering dijumpai adalah rasa nyeri, tebal (numbness) dan rasa seperti aliran listrik (tingling) pada daerah yang diinervasi oleh nervus medianus. Gejala ini dapat timbul kapan saja dan di mana saja, baik di rumah maupun di luar rumah. Seringkali gejala yang pertama timbul di malam hari yang menyebabkan penderita terbangun dari tidurnya. Sebagian besar penderita biasanya baru mencari pengobatan setelah gejala yang timbul berlangsung selama beberapa minggu.

Kadang-kadang pijatan atau menggoyang-goyangkan tangan dapat mengurangi gejalanya, tetapi bila diabaikan penyakit ini dapat berlangsung terus secara progresif dan semakin memburuk. Keadaan ini umumnya terjadi karena ketidaktahuan penderita akan penyakit yang dideritanya dan sering dikacaukan dengan penyakit lain seperti 'rematik'. Tulisan ini akan mencoba membahas STK meliputi etiologi, epidemiologi, patogenese, gejala, diagnosa, diagnosa banding, penatalaksanaan dan prognosanya. Dengan segala keterbatasan diharapkan tulisan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai STK.

BAB II

ISI

A. DEFINISI

Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum (cit.Samuel 1979, Dejong 1979, Mumenthaler 1984)1. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia 1, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy2. STK pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854). STK spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah STK diperkenalkan oleh Moersch pada tahun 1938 1.

Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut3. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus 3.

B. ETIOLOGI

Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah STK3.

Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk STK. Pada kasus yang lain etiologinya adalah4 :

1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.

2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.

3. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.

4. Metabolik: amiloidosis, gout.

5. Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidisme, kehamilan.

6. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.

7. Penyakit kolagen vaskular: artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik.

8. Degeneratif: osteoartritis.

9. Pekerjaan: gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang, vibrasi (naik motor jarak jauh, mengetik)

10. Iatrogenik: punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

11. C. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.

12. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.

13. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.

14. Metabolik: amiloidosis, gout.

15. Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidisme, kehamilan.

16. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.

17. Penyakit kolagen vaskular: artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik.

18. Degeneratif: osteoartritis.

19. Pekerjaan: gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang, vibrasi (naik motor jarak jauh, mengetik)

20. Iatrogenik: punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

EPIDEMIOLOGI

STK adalah entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai. Nervus medianus mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan. Wanita lebih banyak menderita penyakit ini daripada pria. Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah5.

Prevalensi STK bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita STK setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik. Pada populasi Rochester, Minnesota, ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah STK 1.

D. ANATOMI

Struktur tulang karpal terbentuk dari 8 tulang, tersusun atas 2 deretan4:

Deretan proximal:

1. Tulang Naviculare (Scapoid)

2. Tulang Lunatum

3. Tulang Triquetrum

4. Tulang Pisiformis

Deretan distal:

1. Tulang Trapezium

2. Tulang Trapezoid

3. Tulang Kapitatum

4. Tulang Hamatum

Tulang-tulang ini melengkung dengan bagian concave menghadap ke arah volar. Pada permukaan volar pergelangan tangan terdapat penebalan fascia yang disebut flexor retinakulum (FR). Flexor retinakulum terdiri dari 2 lapisan :

Lapisan fascia I : Ligamentum carpil-palmaris

Lapisan fascia II:Ligamentum carpal-transversus

Tulang-tulang karpal dan ligamen-ligamen interkarpal pada batas-batas medial, lateral dan posterior yang membentuk terowongan karpal. Sedangkan batas anterior dibentuk oleh ligamentum carpal transversa dan fleksor retinakulum. Fleksor retinakulum (FR) secara keseluruhan dapat dibagi menjadi tiga bagian dari proksimal sampai distal. Fascia Antebrachii membentuk bagian proksimal dari FR. Suatu lapisan fascia superficial tak terpisahkan dari fascia antebrachii bagian dalamyang menebal, yang terletak anterior terhadap nervus medianus dan bersambungan denganligamentum carpal transversus di distalnya. Dua lapisan ini terpisah untuk membungkus tendon flexor carpi radialis pada sisi radial dan isi dari kanal Guyon dan tendon flexor carpi ulnaris pada sisi ulnar. Jadi, fascia antebrachii bagian dalam pada level ini terletak volar dari isi terowongan karpal dan dorsal terhadap kanal Guyon. Ligamentum Carpal transversa sendiri mewakili sepertiga tengah FR dan membentuk atap palmar dari terowongan karpal. Ligamentum ini berinsersio pada tuberositas scaphoid dan tepi trapezium di sisi radial dan hamulus serta pisiformis di sisi ulnar tempat ligamentum ini paling sempit antara kait hamatum dan tepi trapezium. Sepertiga distal adalah aponeurosis antara otot-otot thenar dan hipothenar, dari tempat mana otot-otot ini berorigo. Ketebalan FR pada terowongan karpal adalah 10 kali ketebalan pada fascia antebrachii.

Suatu penampang lintang pada pergelangan tangan mengungkapkan suatu terowongan yang sesak oleh nervus medianus dan sembilan tendon fleksor extrinsik ibu jari dan jari-jari (tendon flexor pollicis longus, empat tendon flexor digitorum superficialis dan empat tendon flexor digitorum profundus) dan sinovium. Nervus medianus normalnya terbagi dalam enam cabang pada ujung distal dari FR . Keenam cabang meliputi cabang motorik rekuren yang mencakup: nervusdigitorum propius hingga sisi radial ibu jari; nervus digitorum komunis brevis hingga ruang interossei pertama yang segera membagi menjadi nervus digitorum propius pada sisi ulnar ibu jari dan nervus digitorum propius pada sisi radial telunjuk; dan dua nervus digitorum komunis terhadap ruang interossei kedua dan ketiga.

Lanz mendefinisikan empat kategori variasi yang ditemukan pada nervus medianus di terowongan karpal:

1) variasi perjalanan dari cabang thenar

2) cabang-cabang aksesorius pada terowongan karpal distal;

3) pembagian yang lebih tinggi nervus medianus distal

4) cabang-cabang aksesorius proksimal terhadap terowongan karpal. Lebih jauh lagi, cabang motorik dapat muncul pada lengan bawah, atau dapat dipisahkan oleh arteri medianus persisten atau suatu otot aberan yang hanya untuk bergabung distal terhadap ligamen carpal yang transversal

E. PATOGENESIS

Ada beberapa hipotesa mengenai patogenesis dari STK. Sebagian besar penulis berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/ pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh 1.

Pada STK akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut. Tekanan langsung pada saraf perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu 1.

Kompresi nervus medianus yang paling mungkin terjadi pada fleksi pergelangan tangan pada tepi proksimal ligamen carpal transversa tempat ligmentum ini bergabung dengan fascia bagian dalam dari lengan bawah, penjelasan anatomik untuk tanda Phalen. Penjelasan lain, nervus medianus dapat tertekan pada tempat terowongan karpal paling sempit yakni pada tingkat kait hamatum baik oleh hipertrofi sinovial maupun lesi desak-ruang. Memakai teknik-teknik pencitraan dinamis, beberapa peneliti menunjukkan perubahan pada posisi dari isi karpal dan perubahan pada tekanan di dalam terowongan. Penelitian pencitraan dari nervus medianus selama fleksi pergelangan tangan menunjukkan bahwa pasien dengan sindrom terowongan karpal lebih mungkin mengalami keterbatasan gerak nervus medianus pada terowongan karpal daripadapasien normal. Saraf pada pasien normal bergerak kearah radial dan posterior ke suatu posisi yang terletak antara tendon-tendon fleksor selama fleksi pergelangan tangan. Saraf pada CTS lebih mungkin berada tetap di FR. Gerakan terbatassaraf pada kasus ini dapat predisposisi saraf tertekan selama fleksi pergelangan tangan yang menimbulkan gejala-gejala terowongan karpal. Penelitian dilaporkan oleh Szabo dan Chidgey bahwa tekanan terowongansetelah gerakan fleksi / ekstensi berulang secara bermakna lebih lama pulih kembali pada pasien dengan CTS daripada subyek normal. Penurunan gerakan nervus medianus selama fleksi teramati pada para pasien dengan nyeri lengan bawah yang tidak spesifik dengan kompresi nervus medianus. Meluncurnya nervus medianus sebagai respon tidak hanya terhadap gerakan pergelangan tangan, tetapi juga siku, bahu dan leher dan nervus medianus ditemukan keluar saat bahu adduksi atau siku fleksi. Pada penelitian yang sama yang bahkan saat saraf masuk ketika bahu abduksi, siku diluruskan dan pergelangan tangan berekstensi 60, aliran darah ke atau konduksi pada nervus medianus tak terpengaruh. Disimpulkan bahwa nervus medianus didesain sangat baik untuk menyesuaikan diri dengan perubahan pada panjang alasnya disebabkan oleh gerakan lengan.

Ketiga teori utama penyebab dari CTS adalah:

1) kompresi berulang yang menyebabkan iskemia, pembentukan edema pada ruang subendoneurial dan sinovium yang akhirnya menjadi fibrosis,

2) perlekatan saraf yang disebabkan oleh jaringan parut berakibat pada menurunnya hantaran saraf dan iskemia,

3) tekanan mekanis setempat dari struktur-struktur seperti misalnya FR yang menyebabkan kerusakan saraf setempat. Teori ini dapat tumpang-tindih, contohnya, suatu peningkatan tekanan ekstra neurial dapat mendorong saraf melawan jaringan yang kaku dan menyebabkan suatu cedera setempat disebabkan karena tekanan mekanis.

F. GAMBARAN KLINIK

Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik. Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan5,8 .

Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus 8.

Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam 1,2. Pada penderita STK pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus medianus.

G. DIAGNOSA

Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :

1. Pemeriksaan fisik

Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah 1,8 :

a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.

c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Keterampilan/ ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.

d. Wrist Extension tes (Prayer sign). Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.

e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi pasif tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala parestesi, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.

f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.

g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus, kalau dilakukan perkusi (ketukan ringan) di atas terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.

i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (weber test two point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.

k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa STK.

l.Test Tethered Median Nerve Stress. Pergelangan tangan supinasi, lalu hiperekstensi telunjuk oleh pemeriksa selama 1-3 menit. Positif nyeri kearah proximal lengan bawah volar pada STK kronik.

m. Tes Tekan Von Rey. Dengan menggerakkan monofilament semmesmeinstein diletakkan tegak lurus pada palmar jari lalu ditekan sampai filamen tertekuk. Tes positif jika dengan mata tertutup tahu jari mana yang ditekan.

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)8

a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar yang di inervasi oleh nervus medianus. EMG bisa normal pada 31% kasus STK. Pemeriksaan EMG mendukung STK jika:

i. LDM > 4,7 mdetik

ii. LDS> 3,5 mdetik

iii. Amplitude sensorik < 25 mikroV

iv. Asimetris konduksi antara kedua tangan untuk LDM > 1 m/detik atau LDS > 25 mdetik

v. Komparasi nervus medianus-nervus ulnaris (perbedaan LDS > 0,3 mdetik)

b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

3. Pemeriksaan radiologis5. Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

4. Pemeriksaan laboratorium5. Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

H. DIAGNOSA BANDING6,7

1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya C567 dari jari sampai proximal. Jarang bilateral, tidak bertambah buruk pada malam hari, nyeri positif jika mengerakkan leher, gangguan sensorik bukan di palmar saja tetapi juga di dorsal tangan, ada kelemahan otot atas dan bawah, reflex bisep menurun, reflek tricep menurun.

2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.

3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.

4. De Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.

I. TERAPI

Selain ditujukan langsung terhadap STK, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya STK. Oleh karena itu sebaiknya terapi STK dibagi atas 2 kelompok, yaitu :

1. Terapi langsung terhadap STR1,8

a. Terapi konservatif.

1. Istirahatkan pergelangan tangan.

2. Obat anti inflamasi non steroid.

3.Pemasangan wrist splint (bidai) sejenis pembungkus untuk menetralkan posisi pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu (gambar A).

Gambar A

Gambar B

4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau no.25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Hati hati terhadap komplikasi dari injeksi steroid yang berupa lesi nervus medianus, ruptur tendon, dysesthesia (intrafasikular injeksi), infeksi. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan (gambar B).

5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.

6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar.

7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan (Metode Parafin).

b. Terapi operatif.

Tindakan operasi pada STK disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada STK bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten8.

Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab STK seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.

2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari STK 1.

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan STK kembali. Pada keadaan di mana STK terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya STK atau mencegah kekambuhannya antara lain:

i. Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral

ii. Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.

iii. Batasi gerakan tangan yang repetitif.

iv. Istirahatkan tangan secara periodik.

v. Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki waktu untuk beristirahat.

vi. Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.

Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari terjadinya STK seperti: trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering di hemodialisa, myxedema akibat hipotiroidisme, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.

J. PROGNOSA

Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pada umumnya prognosa baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita STK, penyembuhan post-operatifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan 1.

Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini 1,8 :

1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/ tekanan terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.

2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.

3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan gangguan trofik 7.

Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik ,tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.

BAB III

KESIMPULAN

Sindroma Terowongan Karpal (STK) adalah neuropati jebakan yang sering ditemukan, lebih banyak mengenai wanita dan sering ditemukan pada usia pertengahan .Sebenarnya secara klinis sindroma ini sudah dikenali sejak abad ke 19, Tetapi istilah STK baru digunakan pertama kali oleh Moersch pada tahun 1938. Sindroma ini bisa unilateral maupun bilateral.

Sebagian kasus STK tidak diketahui penyebabnya sedangkan pada kasus yang diketahui, penyebabnya sangat bervariasi. Kebanyakan penulis berpendapat bahwa STK mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan tangan secara repetitif dan berlebihan.

Gejala awal STK umumnya hanya berupa gangguan sensorik seperti rasa,nyeri, parestesia, rasa tebal dan tingling pada daerah yang diinnervasi nervusmus. Gejala-gejala ini umumnya bertambah berat pada malam hari dan berkurang bila pergelangan tangan digerak-gerakkan atau dipijat. Gejala motorik hanya dijumpai pada penderita STK yang sudah berlangsung lama, demikian pula adanya atrofi otot-otot thenar.

Penegakan diagnosa STK didasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan fisik yang meliputi berbagai macam tes. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis, laboratoris dan terutama pemeriksaan neurofisiologi dapat membantu usaha menegakkan diagnosa.

Penatalaksanaan STK dikelompokkan atas 2 dengan sasaran yang berbeda. Terapi yang langsung ditujukan terhadap STK harus selalu disertai terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK. Terapi terhadap STK dikelompokkan lagi atas terapi konservatif dan terapi operatif (operasi terbuka atau endoskopik). Sekalipun prognosanya baik, kemungkinan kambuh masih tetap ada.

DAFTAR PUSTAKA

1.Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (S.T.K.) atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16-27.

2.DeJong RN. The Neurologic Examination revised by AF.Haerer, 5th ed, JB

Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-559.

3.Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275.

4.Catatan Neurologi. FK UNDIP

5.Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6th ed. New York:McGraw-Hill ; 1997.p.1358-1359.

6.Weimer LH. Nerve and Muscle Disease. In : Marshall RS, Mayer SA, editors. on Call Neurology. Philadelphia: WB Saunders Co; 1997 .p.254-256.

7.Walshe III TM. Diseases of Nerve and Muscle. In: Samuels MA, editor. Manual of Neurologic Therapeutics. 5th ed. Boston : Little, Brown and Co; 1995.p.381-382.

8.Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3rd ed. Lakeland (Florida) : Greenberg Graphics; 1994.p.414-419.

9.Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill ; 2000.p.599-601.

18