Butter&Buttermilk_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata
-
Upload
praktikum-tpsusu -
Category
Documents
-
view
22 -
download
4
description
Transcript of Butter&Buttermilk_Caecilia Eka Putri_13.70.0018_Kloter A1_UNIKA Soegiajpranata
Acara I
BUTTER & BUTTERMILK
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh :
Nama : Caecilia Eka Putri
NIM : 13.70.0018
Kelompok A1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
1
1. TOPIK DAN TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum Butter dan Buttermilk dilakukan pada hari Senin, 16 Mei 2016 bersama dengan
praktikum Susu Pasteurisasi. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan
mulai pukul 15.00 bersama asisten dosen Graytta Intannia. Bahan yang digunakan untuk
membuat butter dan buttermilk adalah krim cair ‘Roselle’ dan bubuk krim ‘Haan’. Butter
merupakan produk yang terbuat dari krim yang diperoleh melalui proses pengocokan
(churning). Buttermilk merupakan by-product dari proses pembuatan butter. Tujuan dari
praktikum butter dan buttermilk ini agar mahasiswa mambu membuat unsalted butter
yang tidak difermentasi dan memahami prinsip pembuatannya.
2
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan uji sensori dan fisik butter dan buttermilk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Uji Sensori dan Fisik Butter dan Buttermilk
Kel Produk Sensori Fisik
Warna Rasa Aroma Tekstur Penampakan Rendemen
(%)
A1 Butter + ++ ++ +++ - Tidak punya
body
- Mudah
dioles
- Creamy
26,43
Butter
setelah
disimpan
di kulkas
++ ++ +++ ++++ - Punya body
- Tidak mudah
dioles
- Creamy
Buttermilk + +++ +++ - Creamy 66,67
A2 Butter + ++ ++ +++ - Tidak punya
body
- Mudah
dioles
- Creamy
27,49
Butter
setelah
disimpan
di kulkas
++ ++ +++ ++++ - Punya body
- Tidak mudah
dioles,
- Creamy
Buttermilk + +++ +++ - Creamy 60,00
A3 Butter - - - - - -
Butter
setelah
disimpan
di kulkas
- - - - -
Buttermilk - - - - -
A4 Butter - - - - - -
Butter
setelah
disimpan
di kulkas
- - - - -
Buttermilk - - - - -
A5 Butter - - - - - -
Butter
setelah
disimpan
di kulkas
- - - - -
Buttermilk - - - - -
3
Keterangan:
Warna Rasa
+ : putih + : tidak enak
++ : agak kuning ++ : agak enak
+++ : kuning +++ : enak
++++ : sangat kuning ++++ : sangat enak
+++++ : coklat
Aroma Tekstur
+ : tidak kuat + : kasar/keras
++ : agak kuat ++ : agak kasar
+++ : kuat +++ : lembut
++++ : sangat kuat ++++ : sangat lembut
Penampakan
Punya body atau tidak
Mudah dioles atau tidak
Creamy atau tidak
Pada Tabel 1 dapat diketahui hasil uji sensori dan fisik butter dan buttermilk yang
dihasilkan dari krim cair ‘Roselle’ dan krim bubuk ‘Haan’. Uji sensori yang dilakukan
meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur. Uji fisik yang dilakukan penampakan dan %
rendemen. Kelompok A1 dan A2 menggunakan krim cair menghasilkan butter yang
memiliki warna agak kuning, rasa agak enak, aroma agak kuat, tekstur lembut, tidak
punya body, mudah dioles, dan creamy. Setelah butter disimpan di kulkas, butter
memiliki warna agak kuning, rasa agak enak, aroma kuat, tekstur sangat lembut, punya
body, tidak mudah dioles, dan creamy. Sedangkan buttermilk yang dihasilkan warna
putih, rasa enak, aroma kuat, dan creamy. Kelompok A1 memiliki % rendemen butter
sebesar 26,43% dan % rendemen buttermilk sebesar 66,67%. Sedangkan kelompok A2
memiliki % rendemen butter sebesar 27,49% dan % rendemen buttermilk sebesar 60%.
Untuk kelompok A3, A4, dan A5 yang menggunakan krim bubuk tidak dihasilkan butter
dan buttermilk. Gambar terbentuknya butter dan buttermilk dari krim cair dan krim bubuk
dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Proses Pembuatan Butter Menggunakan Whipping Cream Cair dan Whipping
Cream Bubuk
5
3. PEMBAHASAN
Butter merupakan salah satu produk turunan susu yang dibuat dengan cara memisahkan
lemak susu dengan pengocokan (churning) (Walstra et al., 2006). Selain dari susu, butter
juga dapat dibuat dari krim susu. Proses pengocokan akan mengakibatkan terpisahnya 2
fase yaitu fase lemak (mentega) dan fase air yang mengandung zat-zat larut air dari susu
(Wardana, 2012). Butter merupakan produk emulsi air dalam minyak yang mengandung
80-82% lemak dan 18-20% air (Winarno, 1993). Butter maksimal mengandung 16% air
(Rønholt et al., 2014). Terdapat 2 jenis butter yakni sweet cream butter (butter yang
terbuat tanpa penambahan starter) dan flavoured butter (butter yang dibuat dari krim
yang dimatangkan atau krim asam) (Winarno, 1993). Dalam pembuatan butter dapat
ditambah dengan garam yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa air yang terdapat dalam
lemak susu (butter fat) (Wilbey, 2009). Dalam proses pembuatan butter, butter akan
mengalami dua fase lemak yaitu fase lemak kontinyu yakni lemak yang dipisahkan dari
hasil proses churning dan working, dan fase lemak globular yakni lemak yang secara
alami terdapat di dalam krim. Dari total lemak yang terdapat dalam butter, 1/3 bagiannya
merupakan lemak dalam fase lemak globular. Keseimbangan antara dua fase lemak ini
dipengaruhi oleh intensitas proses working (Mortensen, 2011).
Dalam praktikum kali ini, butter dibuat berdasarkan proses churning konvensional.
Pertama-tama 300 ml krim disiapkan. Kelompok A1 dan A2 menggunakan krim cair
‘Roselle’, sedangkan kelompok A3, A4, dan A5 menggunakan 150 gram bubuk krim
‘Haan’ yang dilarutkan dalam 300 ml air. Krim berasal dari susu yang mengandung 30-
35% lemak. Krim yang akan digunakan lebih baik dipasteurisasi terlebih dahulu karena
kandungan lemak yang tinggi memiliki efek protektif terhadap bakteri (Potter &
Hotchkiss, 1996). Krim lebih sering digunakan dalam pembuatan butter daripada susu
utuh karena krim mengandung lemak susu lebih banyak dan dalam butter mengandung
lemak dengan porsi besar. Krim mengandung semua jenis lemak susu, sebagian laktosa
serta protein susu (Gaman & Sherrington, 1994).
Kemudian krim dikocok dengan menggunakan mixer kecepatan tinggi sampai terpisah
antara lemak dengan buttermilk. Dalam pembuatan butter dari krim, emulsi lemak dalam
6
air akan mengalami perubahan menjadi emulsi air dalam lemak. 3 tahap pembuatan butter
meliputi pematangan, pengocokan (churning), dan pemisahan (working) dengan
pencucian (Vanderghem et al., 2010). Pengocokan krim dengan kecepatan tinggi
bertujuan untuk memecah globula lemak. Terpecahnya globula lemak ditandai dengan
adanya busa yang berasal dari protein pada krim, sedangkan globula lemak yang terpecah
akan berada diantara permukaan udara dan air. Pengocokan secara terus menerus akan
mengakibatkan gelembung air yang dihasilkan dan gelembung udara yang terperangkap
menjadi berukuran semakin kecil. Hal tersebut disebabkan oleh protein yang
mengeluarkan air, sehingga busa yang terbentuk menjadi semakin kompak, tersusun
rapat, dan memberikan tekanan pada globula lemak. Ketika gelembung tersusun padat,
akan mengakibatkan semakin banyak lemak cair yang tertekan keluar, sehingga busa
menjadi tidak stabil, dan kemudian pecah. Globula lemak yang tertinggal kemudian akan
menggumpal dan disebut butter grain (Susilorini & Sawitri, 2006).
Lama pengocokan dipengaruhi oleh cara pendinginan dari krim. Krim yang didinginkan
secara cepat memiliki waktu pengocokan yang lebih lama dibandingkan krim yang
didinginkan secara lambat. Hal tersebut disebabkan oleh karena adanya kristal-kristal
besar lemak pada krim yang didinginkan secara lambat. Kristal lemak yang besar akan
mempercepat rusaknya membran globula lemak susu selama pengocokan, juga
mempercepat fase inversi dari emulsi lemak dalam air menjadi air dalam lemak (Rønholt
et al., 2014).
Setelah itu didiamkan hingga semua lemak naik. Kemudian lemak dipisahkan dari
buttermilk dengan cara menyaring buttermilk. Butter ditekan-tekan agar buttermilk yang
masih tersisa dapat dipisahkan. Pemisahan buttermilk dari butter dapat dilakukan dengan
pencucian dengan air dingin ataupun dengan penambahan garam. Akan tetapi hal tersebut
tidak dilakukan selama praktikum berlangsung. Penambahan garam bertujuan untuk
mengeluarkan sisa air yang terdapat dalam lemak susu (butter fat) (Wilbey, 2009).
Menurut Winarno (1993), butter dengan kadar air tinggi harus dihindari karena butter
mudah menjadi tengik.
7
Selanjutnya butter dan buttermilk yang dihasilkan ditimbang dan kemudian disimpan di
refrigerator dengan ditutup oleh plastik cling. Penutupan dengan cling wrap bertujuan
untuk menghindari peningkatan kadar air butter selama disimpan yang dapat mengubah
butter menjadi mudah berbau tengik (Winarno, 1993). Kemudian % rendemen butter dan
% rendemen buttermilk dihitung serta diamati karakteristik fisik dan sensorinya.
Dari hasil pengamatan pada Tabel 1 dapat diketahui hasil uji sensori dan fisik butter dan
buttermilk yang dihasilkan dari krim cair ‘Roselle’ dan krim bubuk ‘Haan’. Uji sensori
yang dilakukan meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur. Uji fisik yang dilakukan
penampakan dan % rendemen. Kelompok A1 dan A2 menggunakan krim cair
menghasilkan butter yang memiliki warna agak kuning, rasa agak enak, aroma agak kuat,
tekstur lembut, tidak punya body, mudah dioles, dan creamy. Setelah butter disimpan di
refrigerator, butter memiliki warna agak kuning, rasa agak enak, aroma kuat, tekstur
sangat lembut, punya body, tidak mudah dioles, dan creamy. Sedangkan buttermilk yang
dihasilkan warna putih, rasa enak, aroma kuat, dan creamy. Kelompok A1 memiliki %
rendemen butter sebesar 26,43% dan % rendemen buttermilk sebesar 66,67%. Sedangkan
kelompok A2 memiliki % rendemen butter sebesar 27,49% dan % rendemen buttermilk
sebesar 60%. Untuk kelompok A3, A4, dan A5 yang menggunakan krim bubuk tidak
dihasilkan butter dan buttermilk.
Perbedaan butter sebelum dan sesudah disimpan dalam refrigerator terletak pada aroma,
tekstur, dan penampakan butter yang awalnya aroma agak kuat, tekstur lembut, tidak
memiliki body, dan sifat mudah dioles. Setelah disimpan butter menjadi memiliki aroma
kuat, tekstur sangat lembut, memiliki body, dan bersifat tidak mudah dioles. Aroma pada
butter dikontribusi oleh adanya flavor susu yang disusun oleh komponen diasetil, asam
format, asetat, propionat dan asetaldehid. Aroma pada sweet cream butter disebabkan
oleh adanya asam dekanoat, fenol, p-cresol, indol, dan skatol (Herschdoefer, 1986).
Perubahan aroma menjadi kuat selama penyimpanan disebabkan oleh adanya
penghilangan gas oksigen dan juga kristalisasi lemak sehingga menyebabkan aroma
terperangkap dalam lemak dan membuat aroma butter menjadi lebih kuat.
8
Tekstur butter yang lembut diperoleh dari lemak cair yang terdispersi dalam bentuk
kristal halus (Kosiskowski, 1977). Sifat mudah dioles dan lembut pada butter diakibatkan
oleh tingginya asam lemak tidak jenuh pada butter (Bobe et al., 2003). Faktor-faktor yang
mempengaruhi tekstur butter antara lain jenis lemak, jumlah lemak, metode pembuatan
butter, bentuk kristal lemak, dan suhu penyimpanan (Bennion & Hughes, 1975).
Sehingga perubahan tekstur menjadi memiliki body dan tidak mudah dioles disebabkan
oleh terbentuknya kristal partikel yang terperangkap dalam kristal struktur lemak padat
pada butter yang disimpan di dalam refrigerator (Rønholt et al., 2014).
Butter tidak mengalami perubahan warna agak kuning dan rasa agak enak pada butter,
serta rasa creamy. Warna, rasa, dan aroma pada butter dipengaruhi oleh tipe ternak
penghasil susu, musim, metode pembuatan butter, jumlah garam yang ditambahkan, dan
keberadaan pigmen larut lemak. Selain itu warna dari butter juga dipengaruhi oleh
kandungan karotenoid pada susu sebagai bahan baku butter (Kosikowski, 1977). Warna
agak kuning pada butter yang dihasilkan kelompok C1 dan C2 disebabkan oleh pigmen
alami dari susu sebagai bahan baku. Tidak adanya perubahan warna pada butter tidak
sesuai dengan teori Kosikowski (1977), bahwa seharusnya setelah disimpan pada suhu
rendah, butter akan mengalami perubahan warna menjadi lebih pucat karena suhu rendah
menyebabkan perpecahan struktur warna pada butter. Menurut Bennion & Hughes
(1975), seharusnya terjadi perubahan rasa selama proses pendinginan. Hal tersebut
disebabkan oleh karena terjadinya penghilangan gas oksigen dan perubahan protein susu
selama proses pendinginan. % rendemen butter yang dihasilkan dipengaruhi oleh
komposisi krim dan proses working.
Krim bubuk ‘Haan’ memiliki takaran saji 20 gram, dimana dalam setiap takaran sajinya
terkandung 1 gram lemak, 1 gram protein, 18 gram karbohidrat total dimana terkandung
8 gram gula, dan 45 mg natrium. Pada praktikum kali ini digunakan 150 gram krim bubuk,
sehingga dalam 150 gram krim bubuk terkandung 3 gram lemak, 3 gram protein, 54 gram
karbohidrat total dimana di dalamnya terkandung 24 gram gula, dan 135 mg natrium.
Adapun komposisi krim bubuk ‘Haan’ yaitu gula, pengemulsi nabati, bubuk whey, dan
pati kentang termodifikasi. Whey merupakan salah satu protein susu sapi. Protein whey
diperoleh ketika terpisah dengan kasein pada proses pembuatan keju. Protein whey dapat
9
berbentuk bubuk, konsentrat, dan isolat. Bubuk whey mengandung protein, laktosa, dan
lemak susu (Shankar & Bansal, 2013).
Krim cair ‘Roselle’ memiliki takaran saji 100 gram, dimana dalam setiap takaran sajinya
terkandung 28 gram lemak yang mengandung 26 gram lemak jenuh, 14 gram karbohidrat
dimana di dalamnya terkandung 14 gram gula, 2,1 gram protein, dan 0,1 gram garam.
Pada praktikum kali ini digunakan 300 ml krim cair, sehingga dalam 300 ml krim cair
terkandung 84 gram lemak dimana terkandung 79 gram lemak jenuh, 42 gram
karbohidrat dimana di dalamnya terkandung 42 gram gula, 6,3 gram protein, dan 0,3 gram
garam. Adapun komposisi krim cair ‘Roselle’ yaitu susu skim, minyak nabati
terhidrogenasi sebagian, bubuk glukosa, gula, emulsifier, zat penstabil, garam, dan
pewarna.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan lemak pada krim cair ‘Roselle’ sangat
tinggi dibandingkan dengan krim bubuk ‘Haan’, kandungan protein krim cair lebih tinggi
dibandingkan krim bubuk, dan total karbohidrat krim bubuk lebih tinggi dibandingkan
krim cair. Tidak terbentuknya butter dapat disebabkan oleh karena kurang lamanya waktu
pengocokan (Rønholt et al., 2014). Selain itu, tidak terbentuknya butter dari krim bubuk
dapat disebabkan oleh karena krim bubuk didesain lebih kokoh (tidak mudah berubah
bentuk) karena adanya karbohidrat yang tinggi dibandingkan krim cair sehingga
memerlukan waktu pengocokan yang lebih lama untuk menghasilkan butter. Kadar lemak
dan krim yang rendah juga menyebabkan tidak terbentuknya butter dari krim bubuk.
Selain itu, ketika melakukan preparasi krim pada krim bubuk seharusnya menggunakan
air dingin. Menurut Vanderghem et al. (2010), proses inversi dari krim menjadi butter
dipengaruhi oleh keasaman krim, jumlah lemak dalam krim, kristalisasi lemak, kestabilan
membran globula lemak susu, dan suhu serta shear rate yang terkontrol.
Buttermilk merupakan fase cair yang muncul selama proses pengocokan (churning).
Buttermilk merupakan produk samping atau by-product dari proses pembuatan butter.
Buttermilk memiliki kandungan residu membran globula lemak susu yang tinggi.
Membran globula lemak susu dilepaskan ke dalam fase cair ketika proses pengocokan
yang mengandung protein spesifik dan lemak polar yang unik. Membran globula lemak
10
susu tersusun atas protein, fosfolipid, glikoprotein, lemak netral, enzim, dan komponen-
komponen lainnya (Vanderghem et al., 2010). Buttermilk banyak digunakan dalam
industri makanan sebagai emulsifier dan penambah flavor (Lonkar et al., 2011). Sebanyak
20-25% sweet cream buttermilk dapat digunakan untuk produksi cream cheese (Bahrami
et al., 2015).
Buttermilk diperoleh ketika lemak susu (butter) dipisahkan dari krim. Ada dua jenis
buttermilk, yakni sweet cream buttermilk (fermented buttermilk) yang merupakan hasil
dari pasteurisasi krim dengan kultur starter butter setelah pemisahan dengan lemak butter
dan sour cream buttermilk yang merupakan hasil fermentasi krim sebelum dilakukan
pemisahan dengan lemak butter (Smith, 2003). Buttermilk mengandung komponen larut
air seperti protein, mineral, dan laktosa. Pada umumnya komposisi buttermilk bubuk
mirip dengan susu skim bubuk, hanya saja buttermilk mengandung lebih banyak lemak
dan komponen membran globula lemak susu (fosfolipid) terutama spingomyelin (Lonkar
et al., 2011). Sweet cream buttermilk mengandung 90,83% air, 3,45% protein, 0,55%
lemak, 4,40% laktosa, 0,73% abu, dan 0,04% asam laktat. Sour cream buttermilk
mengandung 91,30% air, 3,40% protein, 0,65% lemak, 3,40% laktosa, 0,65% abu, dan
0,60% asam laktat (Lampert, 1975).
Buttermilk yang dihasilkan oleh kelompok A1 dan A2 memiliki warna putih, rasa enak,
aroma kuat, dan creamy. Warna pada buttermilk dipengaruhi oleh keberadaan pigmen
larut lemak (Kosikowski, 1977). Secara umum buttermilk memiliki bentuk yang cair.
Namun apabila kandungan padatan bukan lemak dalam susu rendah, tingkat keasaman
terlalu rendah ketika curd pecah, proses pengadukan yang berlebihan, suhu penyimpanan
yang tinggi, dan hadirnya bakteri pencerna protein akan meningkatkan keenceran dari
buttermilk. Rasa, aroma enak, dan rasa creamy dari buttermilk disebabkan tingginya
kandungan fosfolipid (Lonkar et al., 2011). % rendemen buttermilk yang dihasilkan
dipengaruhi oleh komposisi krim dan proses working.
11
4. KESIMPULAN
Butter merupakan salah satu produk turunan susu yang dibuat dengan cara
memisahkan lemak susu dengan pengocokan.
Pengocokan krim dengan kecepatan tinggi dalam prinsip pembuatan butter bertujuan
untuk memecah globula lemak.
Lama pengocokan dipengaruhi oleh cara pendinginan dari krim.
Kristal lemak yang besar akan mempercepat rusaknya membran globula lemak susu
selama pengocokan, juga mempercepat fase inversi dari emulsi lemak dalam air
menjadi air dalam lemak.
Butter memiliki aroma agak kuat, tekstur lembut, tidak memiliki body, dan sifat
mudah dioles.
Setelah disimpan di dalam refrigerator, butter menjadi memiliki aroma kuat, tekstur
sangat lembut, memiliki body, dan bersifat tidak mudah dioles.
Butter tidak mengalami perubahan warna agak kuning dan rasa agak enak pada
butter, serta rasa creamy setelah disimpan di dalam refrigerator.
Kandungan protein krim cair lebih tinggi dibandingkan krim bubuk, dan total
karbohidrat krim bubuk lebih tinggi dibandingkan krim cair.
Proses inversi dari krim menjadi butter dipengaruhi oleh keasaman krim, jumlah
lemak dalam krim, kristalisasi lemak, kestabilan membran globula lemak susu, dan
suhu serta shear rate yang terkontrol.
Buttermilk merupakan produk samping atau by-product dari proses pembuatan
butter.
Semarang, 23 Mei 2016
Praktikan, Asisten Dosen:
-Graytta Intannia
Nama: Caecilia Eka Putri
NIM : 13.70.0018
12
5. DAFTAR PUSTAKA
Bahrami, M., D. Ahmadi, F. Beigmohammadi, & F. Hosseini. (2015). Mixing Sweet
Cream Buttermilk with Whole Milk to Produce Cream Cheese. Research Article.
Irish Journal of Agricultural and Food Research. 54(2), 73-78.
Bennion, M. & O. Hughes. (1975). Introductory Foods. Macmillan Publishing Co., Inc.
New York.
Bobe, G., E. G. Hammond, A. E. Freeman, G. L. Lindberg, & D. C. Beitz (2003). Texture
of Butter from Cows with Different Milk Fatty Acid Compositions.
http://jds.fass.org/cgi/content/full/90/6/2596 –. diakses 20 Mei 2016.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi, dan Mikrobiologi. UGM Press. Yogyakarta.
Herschdoefer, S. M. (1986). Quality Control in the Food Industry Volume 2. Academic
Press. London.
Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Milks Foods. F.V Kosikowski and
Assiciates. New York.
Lampert, L. M. (1975). Modern Dairy Products 3rd Edition. Chemical Publishing
Company, inc. USA. New York. 249-264.
Lonkar, S. P., A. P. Mahajan, R. C. Ranveer, & A. K. Sahoo. (2011). Development of
Instant “Mattha Mix”. World Journal of Dairy & Food Sciences. ISSN 1817-
308X. 6(2), 125-129.
Mortensen, B. K. (2011). Butter and Other Milk Fat Products. di dalam Fuquay, J. W.,
P. F. Fox & P. L. H. McSweeney. Encyclopedia of Dairy Sciences 2nd. Academic
Press. London.
Potter, N. N. & J. H. Hotchkiss. (1996). Food Scince Fifth Edition. CBS Publishers &
Distributors. New Delhi.
Rønholt, S., J. J. K. Kirkensgaard, K. Mortensen, & J. C. Knudsen. (2014). Effect of
Cream Cooling Rate and Water Content on Butter Microstructure during Four
Weeks of Storage. Food Hydrocolloids. 34. 169-176
13
Shankar, J. R. & G. K. Bansal. (2013). A Study on Health Benefits of Whey Proteins.
International Journal of Advanced Biotechnology and Research. ISSN 0976-
2612. Vol. 5, Issue 1, pp 15-19.
Smith, G. (2003). Dairy Processing. Woodhead Publishing Limited. Cambridge.
Susilorini, T. E. & M. E. Sawitri. (2006). Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Vanderghem,C., P. Bodson, S. Danthine, M. Paquot, C. Deroanne, & C. Blecker. (2010).
Milk Fat Globule Membrane and Buttermilks: from Composition to
Valorization. Biotechnol. Agron. Soc. Environ. 14(3), 485-500.
Walstra, P., J. T. M. Woulters, & T. J. Geurts. (2006). Dairy Science and Technology 2nd
Ed. Taylor & Francis Group, LTC. Boca Raton.
Wardana, A. S. (2012). Teknologi Pengolahan Susu. Universitas Slamet Riyadi.
Surakarta.
Wilbey, R. A.(2009). Butter. di dalam Tamime, A. Y. (Ed.). Dairy Fats and Related
Products. Blackwell Publishing Ltd. West Sussex.
Winarno, F. G.(1993). Pangan : Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
14
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rendemen butter = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 × 100%
Rendemen buttermilk = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟𝑚𝑖𝑙𝑘
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 × 100%
Kelompok A1
Rendemen butter = 83
314× 100% = 26,43%
Rendemen buttermilk = 200
500× 100% = 66,67%
Kelompok A2
Rendemen butter = 85,5
311× 100% = 27,49%
Rendemen buttermilk = 180
300× 100% = 60%
6.2. Foto
6.2.1. Foto Kemasan Krim Bubuk Haan
15
6.2.2. Foto Kemasan Krim Cair Roselle
6.3. Abstrak Jurnal
6.4. Laporan Sementara