blok 14 sk 4
-
Upload
edwardsundoro -
Category
Documents
-
view
5 -
download
4
description
Transcript of blok 14 sk 4
Fraktur Antebrachii Distal Bagian Dextra
Edward Sundoro
102013010
A7
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Pendahuluan
Fraktur adalah putusnya kesinambungan suatu tulang. Tetapi trauma yang cukup untuk
menyebabkan fraktura, hampir tak dapat dihindarkan dapat menimbulkan cedera jaringan
lunak. Sehingga untuk penilaian fraktura akut dan rehabilitasi setelah fraktura, maka
diperlukan pengetahuan tentang komponen otot, vaskular, dan neurologi cedera. Lebih lanjut,
banyak fraktura akibat trauma hebat, serta evaluasi neurologi pernapasan, sirkulasi, abdomen,
dan genitourinarius sering merupakan komponen perawatan lengkap.
Anamnesis
Adakah riwayat jatuh atau trauma?
Kapan mengalami jatuh atau trauma?
Dimana lokasi trauma?
Bagaimana mekanisme trauma?
Adakah luka terbuka?
Apa saja penanganannya setelah mengalami jatuh?
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan
terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi
pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk
meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher,
dada, dan perut.
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi.
1
Identitas Pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur
(batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan
(pendidikan masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan
secara tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern),
pekerjaan dan alamat.
Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam menegakkan
diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien.
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak
aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun.
Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan
post operasi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post
operasi.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang secara umum dilakukan adalah :
1. Inspeksi
Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi, kemerahan
mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
2. Palpasi
Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita adalah
nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri
tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
3. Perkusi
2
Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
4. Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga
atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur
pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan.
Pemeriksaan fungsi tangan dan jari bersifat kompleks karena gangguan neurologis dapat
disebabkan oleh lesi di otak, medula spinalis, radiks saraf atau saraf perifer. Selain itu, lesi
mekanik dapat mengenai tulang, sendi, otot atau tendo.
Gerakan jari dan ibu jari
Abduksi ibu jari adalah gerakan ibu jari ke atas hingga posisinya pada sudut tegak
lurus terhadap jari telunjuk dan telapak tangan, dan adduksi adalah gerakan ibu jari ke
posisi semula kembali. Ekstensi ibu jari adalah gerakan ibu jari dari posisi anatomis
ke posisi pada sudut tegak-lurus terhadap jari telunjuk, tetapi pada bidang telapak
tangan. Fleksi ibu jari mengembalikan ibu jari ke posisi di samping jari telunjuk.
M. interossei dorsalis mengabduksi jari jemari menjauhi jari tengah. M. Interossei
palmaris mengabduksi jari jemari bersama-sama dengan muskulus lumbrikalis. Tes
abduksi dengan meminta pasien untuk mengembangkan jari-jemarinya melawan
tahanan dan tes adduksi dengan meminta dengan meminta pasien untuk menjepit
sebuah kartu diantara jari jemari.
Sendi-sendi besar ekstremitas atas
Untuk memeriksa bahu, perhatikan kontur tulang dan otot, dan postur lengan atas dan
skapula. Lakukan palpasi untuk menilai adanya nyeri tekan, tetapi efusi sendi bahu
sulit untuk dideteksi secara klinis. Periksa gerakan aktif dan pasif dalam ketiga
dimensi, dan perhatikan adanya keterbatasan gerakan dan tentukan penyebabnya
(nyeri dan kekakuan).
Uji rotasi bahu dengan menempatkan lengan bawah pasien pada bidang yang tegak-
lurus terhadap lengan atas dan gerakanlah lengan bawah tersebut untuk menimbulkan
rotasi sendi bahu. Dalam semua gerakan ini, peganglah skapula dengan tangan yang
lain untuk memastikan bahwa gerakan yang terjadi adalah gerakan sendi bahu, dan
bukan gerakan kesatuan bahu-skapula yang sedang diperiksa.
3
Untuk memeriksa sendi siku, perhatikan setiap deformitas valgus atau varus.
Deformitas varus adalah deformitas dengan lengkungan persendian menjauhi garis
tengah, sedangkan deformitas valgus mendekati garis tengah. Periksa temperatur
sendi, adanya pembengkakan, atau nyeri tekan. Pembengkakan sinovia dapat diraba,
dan nodul rematoid dapat dirasakan di sekitar sendi tersebut. Bamdingkan fleksi dan
ekstensi pada kedua sisi.
Pemeriksaan sensorik
Penyebab gejala sensorik atau kelemahan pada lengan yang lazim meliputi
spondilosis servikal, lesi radiks saraf, atau kompresi saraf-saraf perifer. Trauma relatif
tidak lazim terjadi. Dalam praktik, masalah yang lazim adalah dalam memutuskan
apakah kelainan yang terdeteksi disebabkan oleh lesi radiks saraf atau saraf perifer
tunggal. Daerah nyeri yang ditimbulkan oleh disfungsi neurologis dapat
mencerminkan daerah persarafan sensorik keseluruhan, tetapi hilangnya persepsi
sensorik kulit mungkin lebih sedikit daripada daerah nyeri tersebut akibat persarafan
yang tumpang tindih dengan saraf-saraf yang berfungsi secara normal. Akibat
tumpang tindih persarafn sensorik, kehilangan sensorik utama jarang terjadi pada lesi
nervus radialis, sedangkan pada lesi nervus medianus dan ulnaris, persepsi sensorik
lebih dapat diduga.
Lesi nervus medianus, radialis, dan ulnaris
Kelemahan otot yang disebabkan oleh kerusakan nervus medianus, radialis, dan
ulnaris selain menimbulkan manifestasi negatif (kelemahan) dapat juga menimbulkan
manifestasi positif (seperti claw hand dan paralisis ulnaris) dengan memungkinkan
kerja yang tidak berlawanan pada otot yang digerakkan oleh salah satu atau dua saraf
lainnya.
Lesi nervus medianus
Nervus medianus terutama rentan terhadap kompresi pada pergelangan tangan di
terowongan karpal. Gejala-gejala (terdiri dari parestesi atau hilangnya sensasi kulit
pada distribusi persarafan nervus medianus) dapat dicetuskan oleh pekerjaan tangan
yang berat, yang seringkali memburuk pada malam hari dan dapat berkurang dengan
menggoyang-goyangkan tangan.
Diskriminasi dua titik (pada sisi palmar ibu jari, jari telunjuk, dan tengah) seringkali
terganggu lebih dini (seperti pada sebagian besar penjepitan atau penekanan parsial
saraf sensorik). Pada kasus yang lanjut terdapat pengecilan eminentia thenaris
4
lateralis. Nervus medianus mempersarafi sebagian besar otot-otot fleksor lengan
bawah dan otot-otot kecil ibu jari, dan otot lumbrikalis pada jari telunjuk dan tengah.
Musculus abductor pollicis brevis sering kali lemah dan merupakan otot yang paling
sering diperiksa jika keberadaan sindrom karpal tunnel dicurigai.
Lesi nervus radialis
Pemakaian tongkat jalan yang tidak benar dapat menyebabkan kerusakan nervus
radialis di aksila, yang menyebabkan kelemahan seluruh otot distal yang dipersarafi,
sedangkan kerusakan nervus radialis pada bagian tengah humerus dapat dikompensasi
oleh triseps dan brakioradialis. Lebih ke arah distal, nervus radialis menjadi nervus
interosseous posterior, kerusakan saraf tersebut menimbulkan kelemahan otot
ekstensor pergelangan tangan. Gangguan sensorik bervariasi karena terdapat banyak
tumpang tindih persarafan sensorik dan setiap gangguan sensorik biasanya terbatas
pada daerah kecil di punggung tangan antara ibu jari dan jari telunjuk.
Lesi nervus ulnaris
Trauma ringan yang berlangsung lama dapat menimbulkan masalah gangguan
sensoris dan motorik. Pada pergelangan tangan, nervus ulnaris bercabang menjadi
komponen sensorik dan motorik. Kerusakan pada bagian motorik menyebabkan
kelemahan pada seluruh otot kecil tangan kecuali musculus fleksor digitorum brevis,
abduktor dan opponen ibu jari, dan otot lumbrikalis jari telunjuk dan tengah. Jika
nervus ulnaris rusak, kerja otot ekstensor metacarpophalanx dan fleksor interphalanx
yang tidak berlawanan menimbulkan claw hand pada paralisis ulnar (jari telunjuk dan
tengah sedikit melengkung dibandingkan ketiga jari lainnya karena otot lumbrikalis
kedua jari ini dipersarafi oleh nervus medianus).
Lesi nervus ulnaris dapat menimbulkan kelemahan dan pengecilan seluruh otot tangan
yang kecil, tetapi musculus abductor pollicis brevis dan opponent pollicis (yang
digerakkan oleh nervus medianus) tidak akan terkena.1
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
- Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
5
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di
dalam darah
- Pemeriksaan leukosit urine
Bisa cenderung dapat terjadi formasi batu kemih yang menetap akibat
Program Immobilisasi.
- Darah
Hitung darah lengkap: memotokrit mungkin meningkat, atau menurun karena
pendarahan bermakna pada sisi fraktur.
- Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma).
- Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
Radiologi
- Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
- Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
- Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
- X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.2
Working Diagnosis
1. Fraktur Colles (dinner fork deformity)
a. Fraktur pada radius sepertiga distal dengan pergeseran fragmen distal ke arah
dorsal.
b. Fraktur ini digolongkan berdasarkan kalsifikasi Frykman 1967.
6
Gambar 1. Fraktur Colles
Differential Diagnosis
1. Fraktur radius distal kalsifikasi Frykman
a. Type I: Fraktur distal radius dan tidak memiliki asosiasi dengan fraktur styloid
ulna
b. Type II: Fraktur distal radius disertai fraktur styloid ulna.
c. Type III: Intraartikular fraktur meliputi sendi radiokarpal namun tidak
memiliki asosiasi dengan fraktur styloid ulna.
d. Type IV: Intraartikular fraktur meliputi sendi radikarpal disertai fraktur styloid
ulna.
e. Type V: Fraktur distal radius meliputi sendi radioulnar distal namun tidak
memiliki asosiasi dengan fraktur styloid ulna.
f. Type VI: Fraktur distal radius meliputi sendi radioulnar distal disertai fraktur
styloid ulna.
g. Type VII: Fraktur distal radius meliputi sendi radiokarpal dan radioulnar distal
namun tidak memiliki asosiasi dengan fraktur styloid ulna.
h. Type VIII: Fraktur distal radius melipti sendi radiokarpal dan radioulnar distal
disertai dengan fraktur styloid ulna.
7
Gambar 2. Fraktur Frykman
2. Fraktur Galeazzi
a. Fraktur sepertiga distal radius yang disertai dengan dislokasi sendi radioulnar
distal
Gambar 3. Fraktur Galeazzi
8
3. Fraktur Smith (reverse fracture Colles)
a. Fraktur pada radius sepertiga distal dengan pergeseran fragmen distal ke arah
volar.3
Gambar 4. Fraktur Smith
Etiologi
Trauma tunggal.
Tekanan yang berulang-ulang.
Kelemahan abnormal pada tulang atau fraktur patologis.3
Biomekanik
1. Fraktur Colles
a. Jatuh dengan tangan terbuka dan pronasi sedangkan tubuh dan lengan
endorotasi
b. Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah eksorotasi.
c. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen
fraktur sebelah distal ke arah dorsal.
2. Fraktur radius distal
a. Jatuh secara kompresi dengan posisi pergelangan tangan dorsofleksi.
b. Derajat kominutif proporsional dengan energi yang diteruskan pada tulang.
c. Energi tinggi akan menyebabkan konfigurasi yang lebih kominutif dan fraktur
yang kompleks
3. Fraktur Galeazzi
a. Jatuh dengan tangan terbuka menahan badan rotasi lengan bawah dalam posisi
pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.
4. Fraktur Smith
9
a. Jatuh dengan posisi tangan volar fleksi yang menahan badan.
b. Jatuh pada permukaaan tangan sebelah dorsal yang menyebabkan dislokasi
fragmen distal ke arah volar.4
Manifestasi Klinik
1. Fraktur Colles
a. Fraktur metafisis distal radius dengan jarak 2,5 cm dari permukaan sendi
distal radius.
b. Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior atau dorsal.
c. Subluksasi sendi radioulnar distal.
d. Avulsi prossesus stiloideus ulna.
e. Penonjolan punggung pergelangan tangan dan depresi ke depan.
f. Nyeri tekan local dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan.
Gambaran Radiologi:
Fraktur transverse pada sambungan kortiko-canselosa dan prosessus
stiloideus ulnar sering putus.
Fragmen distal kadang remuk dan kominutif.
Fragmen radius:
o Bergerser dan miring ke belakang.
o Bergeser dan miring ke radial.
o Terimpaksi.
2. Fraktur Galeazzi
a. Tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal.
b. Pergelangan tangan teraba tonjolan ujung distal ulna.
c. Sering terjadi lesi N. ulnaris .
d. Bila derajat dislokasi fragmen fraktur ringan, akan terdapat nyeri dan tegang
pada daerah fraktur; apabila berat biasanya terjadi pemendekan lengan bawah.
Gambaran radiologi:
Fraktur 1/3 distal radius melintang atau oblik dengan angulasi atau
tumpang tindih dan disertai dengan dislokasi sendi radioulna distal.
3. Fraktur Smith
a. Penonjolan dorsal fragmen proksimal.
b. Fragmen distal di sisi volar pergelangan.
10
c. Deviasi tangan ke radial.
Gambaran radiologi:
Fraktur metafisis radius distal.
Fragmen distal bergeser dan miring ke anterior.4,5
Penatalaksanaan
1. Fraktur Colles
a. Tanpa dislokasi
i. Imobilasi: gips sirkular dibawah siku 4 minggu.
b. Dengan dislokasi
i. Reposisi tertutup pada dorsofleksi fragmen distal, traksi, posisi tangan:
1. Volar fleksi, deviasi ulna untuk mengkoreksi deviasi radial.
2. Diputar ke arah pronasi untuk mengkoreksi supinasi.
3. Imobilisasi 4-6 minggu.
c. Fraktur kominutif berat dan tidak stabil
i. Fiksasi internal dengan pen proksimal yang menfiksasi radius dan pen
distal, sebaiknya menfiksasi dasar-dasar metacarpal kedua dan
sepertiga.
2. Fraktur Galeazzi
a. Memulihkan panjang tulang yang mengalami fraktur untuk menjadi petunjuk.
b. Reposisi dan imobilisasi gips di atas siku selama 6 minggu.
c. Reposisi terbuka pemasangan fiksasi interna (plate screw)
3. Fraktur Smith
a. Reposisi dengan posisi tangan dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, supinasi
maksimal (kebalikan posisi Colles)
b. Imobilisasi: gips diatas siku selama 4-6 minggu.5,6
Komplikasi
1. Fraktur Colles
a. Dini
i. Gangguan sirkulasi darah pada ibu jari
ii. Cedera saraf..
iii. Distrofi refleks simpatik.
b. Lanjut
11
i. Malunion.
ii. Delayed nunion dan non-union.
iii. Atrofi Suddeck .
iv. Ruptur tendon pada ekstensor polisis longus.
2. Fraktur Galeazzi
a. Sinostosis atau jembatan kalus antara radius dan ulna sehingga kemungkinan
supinasi dan pronasi hilang.
b. Delayed union dan non-union.
c. Malunion.
3. Fraktur Smith
a. Malunion.
b. Delayed union dan non-union.7,8
Prognosis
1. Reposisi dan waktu reposisi.
2. Osetonecrosis.
3. Pergeseran fragmen fraktur.8
Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan anak
laki-laki berumur 6 tahun ini mengalami fraktur antebrachii distal dextra. Dimana fraktur
yang dialami adalah fraktur collest dan prognosa yang dihasilkan berdasarkan penanganan
yang dilakukan pada saat anak ini mengalami fraktur.
Daftar pustaka
1. Qlintang S. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC, 2010. h. 169-71.
2. Patel PR. Radiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga, 2006. h. 230.
3. Laniyati. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2004. h.677.
4. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, 2005. h.
865-8.
12
5. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn D, Hunter JG, Pollock RE,
Schwartz’s principle of surgery. 8th edition. USA: The McGraw-Hill Companies Inc,
2007.
6. Mettler, FA Essentilals of radiology. 2nd edition. USA: Elsevier, Inc, 2005.
7. Simon RR, Sherman SC, Koenigsknecht SJ. Emergency orthopedics the extremities.
5th edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc, 2007.
8. Guyton, A.C & Hall, J.E.Textbook of Medical Physiology. 11th edition.Philadelphia:
Elsevier-Saunders, Inc, 2006.
13