blok 13 sken 1

download blok 13 sken 1

of 8

description

makalah pbl

Transcript of blok 13 sken 1

Tinjauan PustakaInkontinensia Pada Wanita Usia Lanjut

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No.6, Jakarta, 11510

PendahuluanBerkemih adalah aktivitas yang wajib dilakukan karena berfungsi untuk membuang hasil metabolisme di dalam tubuh yang sudah tidak diperlukan lagi. Banyaknya jumlah urin yang dikeluarkan tergantung dari apa dan seberapa banyak makanan atau minuman yang dikonsumsi. Kita bisa menahan berkemih karena ada otot dan saraf yang membuat kantung kemih dapat menahan urin jika kita belum ingin mengeluarkannya. Tapi fungsi fisiologis ini lama kelamaan dapat menjadi berkurang karena faktor usia dan lainnya sehingga membuat kita tidak dapat lagi menahan berkemih terlalu lama, dan bahkan bisa sampai langsung keluar karena sudah tidak ada kemampuan untuk menahan. Masalah lebih lengkapnya akan dibahas pada makalah ini. AnamnesisIdentitas : Ny. A, berusia 70 tahunKeluhan utama : Sering tidak dapat menahan kencingRiwayat penyakit sekarang : Sering mengompol, nyeri sendi, sering jatuh, menjadi depresi dan malu untuk bergaulRiwayat penyakit dahulu : -Riwayat pribadi : Tidak ada riwayat penyakit jantung, darah tinggi, dan kencing manisRiwayat keluarga : -Riwayat sosial : -

Disamping hal-hal diatas, perlu juga ditanyakan tentang: Lama dan karateristik inkontinensia urin; waktu dan jumlah urin pada saat mengalami inkontinensia. Frekuensi miksi. Asupan cairan, jenis (kopi,cola, teh) dan jumlahnya. Gejala lain seperti nokturia, disuria, hematuria, dan nyeri. Kejadian yang menyertai seperti batuk, diabetes, operasi, obat-obatan. Adanya penggunaan modalitas.

PemeriksaanPemeriksaan FisikMelakukan inspeksi dan palpasi seperti biasa. Perhatian khusus kepada keadaan muskulus levator ani, mukosa dinding vagina, serta jaringan parut yang mungkin ada akibat trauma persalinan atau operasi sebelumnya. Palpasi bimanual mencari tumor intraabdominal yang mungkin ada.Bonney test merupakan tes elevasi leher kandung kemih, dapat menilai kemungkinan pengobatan stress inkontinensia dengan vagina repair. Caranya : 1. Pasien batuk dengan keras kemudian catat urin yang keluar. 2. Jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa berada di vagina dan dinding anterior menekan melawan segitiga sub pubic tetapi tidak menekan uretra, kemudian pasien batuk lagi dengan keras.Jika tekanan jari mencegah keluarnya urin, mungkin perlu tindakan operasi.

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:1 Kultur urin: untuk menyingkirkan infeksi IVU: untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula Urodinamik: -Uroflowmetri: mengukur kecepatan aliran-Sistometri: menggambarkan kontraktur detrusor-Sistometri video: menunjukkan kebocoran urin saat mengedan pada pasien dengan inkontinensia stres-Flowmetri tekanan uretra: mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat istirahat Sistoskopi: jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung kemih Pemeriksaan spekulum vagina sistogram jika dicurigai terdapat fistula vesikovaginaDiagnosisWork DiagnosisBerdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan bahwa terjadi inkontinensia urin tipe urgensi dan tipe stres pada pasien.Differential Diagnosis Diabetes mellitus; disertai dengan kadar gula darah yang lebih dari normal. Diabetes insipidus; volume urin yang meningkat tetapi tidak disertai dengan inkontinensia. Cistitis; terjadi peningkatan frekuensi berkemih dan desakan ingin berkemih, biasanya disertai demam atau juga tidak, nyeri waktu berkemih, atau dapat juga asimtomatik, pada urinalisis terdapat sel darah putih.

EtiologiSeiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jraingan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urin. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga beresiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang, semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urin, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi abnormal dari dinding kandung kemih, walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Bisa juga disebabkan oleh obat-obatan seperti sedatif, hipnotik, diuretik, opiat, penghambat saluran kalsium, antikolinergik (antidepresan, antihistamin), dekongestan, dan lain-lain. Penyebab lain yang lebih jarang adalah depresi, pembentukan urine berlebihan (diabetes , diabetes insipidus), mobilitas yang terbatas, serta impaksi tinja. Imobilitas dapat menyebabkan inkontinensia karena keadaan pasien yang tidak mampu pergi ke kamar mandi.2

PatogenesisDefinisi inkontinensia urin adalah keadaan hilangnya kontrol urin involunter yang secara objektif dapat terlihat jelas dan cukup berat hingga menjadi masalah sosial atau masalah higiene.3Fisiologis dari berkemih, dimana kapasitas kandung kemih normal adalah 350-400 ml. saat kandung kemih terisi oleh urin, otot detrusor mengalami relaksasi untuk memungkinkan peningkatan volume tanpa meningkatkan tekanan (plastisitas). Ketika kandung kemih memulai kontraksi refleks pada otot detrusor dan relaksasi sfingter urin untuk mengosongkan kandung kemih. Refleks spinal ini dikontrol oleh mekanisme inhibisi kortikal, yang memungkinkan kontrol secara sadar sepanjang berkemih. Kontrol secara sadar terbentuk pada masa kanak-kanak awal.1Ada beberapa macam inkontinensia, antara lain:3 Inkontinensia dorongan (tipe urgensi)Pengeluaran urin involunter yang disebabkan oleh dorongan dan keinginan mendadak untuk berkemih. Hal ini berkaitan dengan kontraksi detrusor secara involunter. Penyebabnya adalah gangguan neurologik (misalnya stroke, sklerosis multiple) serta infeksi saluran kemih. Inkontinensia tekanan (tipe stress)Pengeluaran urin involunter selama batuk, bersin, tertawa, atau peningkatan tekanan intra abdomen lainnya. Paling lazim terjadi pada wanita setelah usia setengah baya (dengan kehamilan dan kelahiran per vaginam berulang), inkontinensia tekanan sering disebabkan oleh kelemahan dasar panggul dan kurangnya dukungan unit sfinter vesikouretra. Penyebab lainnya adalah kelemahan sfingter uretra intrinsik seperti prostatsektomi, trauma, radiasi, atau lesi medula spinalis bagian sakral. Inkontinensia aliran berlebih (tipe overflow)Pengeluaran urin involunter akibat distensi kandung kemih yang berlebihan. Bisa terdapat penetesan urine yang sering atau berupa inkontinensia dorongan atau tekanan. Dapat disertai dengan kandung kemih yang kurang aktif, obstuksi jalan keluar kandung kemih (seperti tumor, hipertrofi prostat), obat-obatan (seperti diuretik), impaksi feses, nefropati diabetik, atau defisiensi vitamin B12. Inkontinensia fungsionalTerjadi karena penderita yang imobilitas, defisit kognitif, paraplegia, atau daya kembang kandung kemih yang buruk. Inkontinensia campuranBiasanya campuran dari inkontinensia dorongan dan tekanan.

PenatalaksanaanAda beberapa terapi yang bisa lakukan, antara lain:2 Pelatihan kandung kemihMemerlukan edukasi, berkemih yang terjadwal, serta hadiah. Tindakan menghambat berkemih harus dilakukan sampai suatu waktu tertentu, dan jumlah waktu yang ditentukan ini harus ditingkatkan secara progresif. Mulai dengan 2 sampai dengan 3 jam dan tingkatkan. 12% pasien dapat menjadi kontinen total, dan 75% dapat mengalami penurunan inkontinensia sebesar 50%. Paling baik dilakukan pada inkontinensia dorongan, tetapi juga dapat bermanfaat pada inkontinensia tekanan. Pelatihan kebiasaanDorong pasien untuk berkemih di saat yang normal seperti di pagi hari, sebelum tidur, sesudah makan, dll. Berkemih atas desakan/doronganTerutama baik pada orang dengan gangguan kognitif. Menurunkan inkontensia sebesar 50% Latihan dasar panggul (senam Kegel)Terutama berguna pada inkontinensia tekanan. Angka kesembuhan 16% dan 54% membaik. Untuk tipe overflow, jika terdapat obstruksi, obati penyebab obstruksi; jika tidak terdapat obstruksi, drainase jangka pendek dengan kateter untuk memungkinkan otot detrusor pulih dari peregangan berlebihan, kemudian penggunaan stimulan otot detrusor jangka pendek (bethanekol; distigmin), dan jika semua gagal, kateterisasi intermiten yang dilakukan sendiri (inkontinensia overflow neurogenik)Terapi dengan obat-obatan memiliki efek yang baik terhadap inkontinensia urin tipe urgensi dan stres. Obat-obat yang dipergunakan dapat digolongkan menjadi: antikolinergik-antispasmodik, agonis adrenergik , estrogen topical, dan antagonis adrenergik .4 Pada semua obat yang digunakan untuk terapi inkontinensia urin, efek samping harus diperhatikan apabila dipergunakan pada pasien geriatrik, seperti mulut kering, mata kabur, peningkatan tekanan bola mata, konstipasi, dan delirium.4 Sementara obat yang lain dapat menimbulkan hipotensi postural, bradikardia, sakit kepala, dan lain-lain.4Tabel 1. Obat-Obat yang Dipakai Untuk Inkontinensia Urin

KomplikasiBerbagai komplikasi dapat menyertai inkontinensia urin seperti infeksi saluran kemih, kelainan kulit, gangguan tidur, problem psikososial seperti depresi, mudah marah, dan rasa terisolasi.4 Secara tidak langsung masalah-masalah tersebut juga dapat menyebabkan dehidrasi karena umumnya pasien akan mengurangi minum karena khawatir mengompol.4Dekubitus, infeksi saluran kemih berulang, jatuh, dan tidak kalah pentingnya biaya perawatan yang tinggi untuk pembelian popok.4

PrognosisPenderita lanjut usia dengan inkontinensia, banyak yang dapat diobati, terutama yang mempunyai mobilitas dan fungsi mental cukup baik.5 Bila tidak dapat diobati sempurna, inkontinensia selalu dapat diupayakan lebih ringan, sehingga penderita menjadi lebih nyaman dan memudahkan juga bagi yang merawat di samping mengurangi komplikasi serta biaya perawatan.5

PencegahanBeberapa pencegahan yang bisa dilakukan: Kurangi hamil yang terlalu sering Sering berolahraga Jaga berat badan agar tidak berlebihan / obesitas Tidak menahan berkemih terlalu lama

EpidemiologiSurvei inkontinensia urin yang dilakukan oleh Divisi Geriatri Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada 208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) di Jakarta (2002) mendapatkan angka kejadian inkontinensia urin tipe stres sebesar 32,2%.4 Sedangkan survei yang dilakukan di Poliklinik Geriatri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo terhadap 179 pasien geriatri didapatkan angka kejadian inkontinensia urin tipe stres pada laki-laki sebesar 20,5% dan pada perempuan sebesar 32,5%. Penelitian di Poli Geriatri RS Dr.Sardjito mendapatkan angka prevalensi inkontinensia urin 14,47%.4National Overactive Bladder Evaluation (NOBLE), program yang meneliti inkontinensia urin pada 5240 orang dewasa di Amerika Serikat memperkirakan jumlah perempuan di negara tersebut yang mengalami inkontinensia urin sebesar 14,8 juta orang, sepertiga diantaranya merupakan inkontinensia urin campuran (34,4%).4Penelitian lain dilakukan oleh Diokno dkk, pada perempuan usia lanjut diatas 60 tahun (Medical Social Aspect of Aging/MESA) mendapatkan dari 1150 subyek yang dipilih secara random, 434 orang diantaranya mengalami inkontinensia urin 55,5% merupakan inkontinensia tipe campuran, 26,7% inkontinensia tipe stres saja, 9% dengan inkontinensia tipe urgensi saja, dan 8,8% dengan diagnosis lain.4

KesimpulanTidak bisa menahan kencing atau inkontinensia urin dapat disebabkan karena sudah berusia lanjut, dan juga pada wanita yang sering melahirkan seperti pada kasus.

Daftar Pustaka1. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Ed 3. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. Hal 1812. Graber MaA, Toth PP, Herting RL. Dokter keluarga. Ed 3. Jakarta: Penerbit EGC; 2006. Hal 549-503. Morgan G, Hamilton Carole. Obstetri dan ginekologi panduan praktis. Jakarta; Penerbit EGC; 2003. Hal 2924. Setiati S, Pramantara IDP. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Inkontinensia urin dan kandung kemih hiperaktif. Edisi V. Jilid 1. Jakarta Pusat: InternaPublishing; 2010.h.865-75.5. Pranarka K. Geriatri. Inkontinensia. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.226-41.5