BIMBINGAN FRAKTUR.docx

62
BAB I PENDAHULUAN Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang. Fraktur dapat bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Fraktur dapat berupa retakan, patah, atau serpihan dari korteks; sering patahan terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. 1

Transcript of BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Page 1: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang. Fraktur dapat bersifat total

ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh

kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot

dan persarafan. Fraktur dapat berupa retakan, patah, atau serpihan dari korteks; sering

patahan terjadi sempurna dan bagian tulang bergeser.

Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma

tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi

fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah

yang lebih jauh dari daerah fraktur.

1

Page 2: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

BAB II

FRAKTUR

2.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,

baik yang bersifat total maupun parsial.

2.2 Proses Terjadinya Fraktur

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, harus

mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.

Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir

(shearing).

Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama

tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.

Trauma bisa bersifat :

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur

pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan

lunak ikut mengalami kerusakan.

Trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari

daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur

pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa :

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi

atau fraktur dislokasi

2

Page 3: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya

pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan

menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z

Fraktur oleh karena remuk

Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang

Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai

keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa

fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan

lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak

seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.

Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat

menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka

dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya

darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang

disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada

tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.

2.3 Etiologi Fraktur

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut

kekuatannya melebihi kekuatan tulang.  Dua faktor mempengaruhi terjadinya fraktur :

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan

kekuatan trauma.

Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,

kekuatan, dan densitas tulang.

3

Page 4: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk

menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress

berulang; (3) fraktur patologis.1

A. Fraktur yang disebabkan oleh cedera 1

Sebagian besar fraktur disebabkan oeh tenaga berlebihan yang tiba-tiba, dapat secara

langsung ataupun tidak langsung.

Dengan tenaga langsung tulang patah pada titik kejadian; jaringan lunak juga rusak.

Pukulan langsung biasanya mematahkan tulang secara transversal atau

membengkokkan tulang melebihi titik tupunya sehingga terjadi patahan dengan

fragmen “butterfly”. Kerusakan pada kulit diluarnya sering terjadi; jika crush injury

terjadi, pola faktur dapat kominutif dengan kerusakan jaringan lunak ekstensif.

Dengan tenaga tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga dierikan;

kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi. Walaupun sebagian besar

fraktur disebabkan oleh kombinasi tenaga (perputaran, pembengkokkan, kompresi, atau

tekanan), pola x-ray menunjukkan mekanisme yang dominan:

Terpelintir mengakibatkan fraktur spiral;

Kompresi mengakibatkan fraktur oblique pendek;

Pembengkokan mengakibatkan fraktur dengan fragmen triangular “butterfly”;

4

Page 5: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada beberapa situasi

tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik insersi ligament atau tendon.

Deskripsi diatas merupakan deskripsi untuk tulang panjang. Tulang kecil jika terkena

gaya yang cukup, akan terbelah atau hancur menjadi bentuk yang abnormal.

B. Fatigue atau stress fracture 1

Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat berulang,

seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani program berat. Beban ini

menciptakan perubahan bentuk yang memicu proses normal remodeling—kombinasi

dari esorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut hukum Wolff. Ketika pajanan

terjadap stress dan perubahan bentuk terjadi berulang dan dalam jangka panjang,

resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan daerah tersebut rentan

terjadi fraktur. Masalah yang sama terjadi pada individu dengan pengobatan yang

mengganggu keseimbangan normal resorpsi dan pergantian tulang; stress fracture

meningkat pada penyakit inflamasi kronik dan pasien dengan pengobatan steroid atau

methotrexate.

C. Fraktur patologis 1

Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena perubahan

strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta, atau Paget’s disease)

atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau metastasis).

Fraktur dapat disebabkan oleh trauma minor berulang dibawah ambang batas cedera

yang menyebabkan fraktur, mengakibatkan fraktur stress (fatigue fracture).3 Fraktur juga

dapat disebabkan oleh trauma langsung bertenaga tinggi seperti pada kecelakaan sepeda

motor. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma tidak langsung dimana gaya ditransmisikan

melalui tulang dengan terpuntir atau tertekuk.2

Cedera bertenaga rendah mengakibatkan cedera jaringan lunak yang terbatas dan pola

fraktur sederhana. Tenaga yang besar mengakibatkan absorpsi energi yang lebih besar

sehingga menyebabkan trauma jaringan lunak yang lebih berat dan kominutif yang berat.

Kombinasi kedua mekanisme ini dapat terjadi.4

Prognosisnya ditentukan oleh derajat keparahan cedera jaringan lunak, jenis fraktur,

yang keduanya bergantung pada jumlah tenaga yang ditangkap ekstrimitas saat cedera.1

5

Page 6: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

2.4 Tipe Fraktur

Fraktur untuk alasan praktis dibagi menjadi beberapa kelompok.1

A. Fraktur komplit

Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Pola fraktur pada rontgen dapat

membantu memprediksi tindakan setelah reduksi: jika fraktur transversal patahan

biasanya akan tetap pada tempatnya setelah reduksi; jika fraktu oblique atau spiral,

tulang cenderung memendek dan kembali berubah posisi walaupun tulang dibidai. Jia

terjadi fraktur impaksi, fragmen terhimpit bersama dan garis fraktur tidak jelas.

Fraktur kominutif dimana terdapat lebih dari 2 fragmen tulang; karena jeleknya

hubungan antara permukaan tulang, cenderung tidak stabil.

B. Faktur inkomplit

Disini tulang tidak secara total terbagi dan periosteum tetap intak. Pada fraktur

greenstick tulang membengkok; hal ini terjadi pada anak-anak yang tulangnya lebih

lentur dibandingkan dewasa. Anak-anak juga dapat bertahan terhadap cedera dimana

tulang berubah bentuk tanpa terlihat retakan jelas pada foto rontgen.

2.5 Klasifikasi Fraktur3

Klasifikasi etiologis

o Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba

o Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat

kelainan patologis di dalam tulang

o Fraktur stres : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu

tempat tertentu

Klasifikasi klinis

o Fraktur tertutup (simple fracture) : suatu fraktur yang tidak mempunyai

hubungan dengan dunia luar

o Fraktur terbuka (compound fracture) : fraktur yang mempunyai hubungan

dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk

from within (dari dalam) atau from without (dari luar).

Fraktur terbuka dibagi berdasarkan klasifikasi Gustilo-Anderson, yang

pertama kali diajukan pada tahun 1976 dan modifikasi pada tahun 1984.5

6

Page 7: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

o Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) : fraktur yang disertai

dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion, atau infeksi

tulang

Klasifikasi radiologis

Klasifikasi ini berdasarkan atas :

o Lokalisasi

Diafisial

Metafisial

Intra-artikuler

Fraktur dengan dislokasi

o Konfigurasi

Fraktur transversal

Fraktur oblik

Fraktur spiral

Fraktur Z

Fraktur segmental

Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen

Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya

fraktur epikondilus humeri, fraktur trochanter major, fraktur patella

Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang

tengkorak

Fraktur impaksi

7

Page 8: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah

misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus

Fraktur epifisis

o Menurut eksistensi

Fraktur total

Fraktur tidak total (fraktur crack)

Fraktur buckle atau torus

Fraktur garis rambut

Fraktur green stick

o Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

Tidak bergeser (undisplaced)

Bergeser (displaced) dapat terjadi dalam 6 cara :

Bersampingan

Angulasi

Rotasi

Distraksi

Over-riding

Impaksi

8

Page 9: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Klasifikasi Nicol

Klasifikasi The American Society of Internal Fixation, yang dikembangkan oleh

Muller et al telah diterima di seluruh dunia; klasifikasi ini kemudian dimodifikasi oleh Johner

dan Wruhs dengan menambahkan mekanisme cedera, patahan, dan derajat keparahan cedera

jaringan lunak. Klasifikasi ini digunakan untuk reduksi terbuka dengan fiksasi plate and

screw.2

2.6 Gambaran Klinis Fraktur3

Anamnesis

Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma ringan

dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Pasien

biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri tersebut

bertambah bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,

deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya :

1. Syok, anemia atau pendarahan

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau

organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen

3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan lokal

1. Inspeksi (Look)

- Ekspresi wajah karena nyeri

9

Page 10: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

- Bandingkan dengan bagian yang sehat

- Perhatikan posisi anggota gerak

- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan

- Perhatikan adanya pembengkakan

- Perhatikan adanya gerakan yang abnormal

- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur

tertutup atau terbuka

- Ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai beberapa

hari

- Perhatikan keadaan vaskular

2. Palpasi (Feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati dikarenakan pasien biasanya mengeluh sangat

nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

- Temperatur setempat yang meningkat

- Nyeri tekan nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

- Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-

hati

- Pemeriksaan vaskular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,

arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang

terkena. Dinilai juga refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada

bagian distal daerah trauma, dan temperatur kulit.

- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (Move)

Dilakukan dengan cara mengajak pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif

sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pasien

dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji

pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris

serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau

neurotmesis.

10

Page 11: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

5. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta

ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak

sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen

untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis :

- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

- Untuk konfirmasi adanya fraktur

- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya

- Untuk menentukan teknik pengobatan

- Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

- Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler

- Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

- Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI,

tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan foto polos kita dapat

mendiagnosis fraktur.

2.7 Tatalaksana Fraktur1,3,5

Penatalaksanaan awal

Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :

1. Pertolongan pertama

Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan

nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi fraktur pada

anggota gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan mengurangi nyeri

sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan

pertolongan dengan penekanan setempat.

2. Penilaian klinis

Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka

itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/ saraf ataukah ada trauma

alat-alat dalam yang lain.

11

Page 12: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

3. Resusitasi

Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,

sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri

berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur

1. First, do no harm

Yakni dengan mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik. Hal ini bisa dilakukan

dengan pertolongan pertama yang hati-hati, transportasi pasien ke rumah sakit

yang baik, dan mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan yang lebih

parah.

2. Tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat

Keputusan pertama adalah menentukan apakah fraktur tersebut membutuhkan

reduksi dan bila iya maka tentukan tipe reduksi terbaik apakah terbuka atau

tertutup. Kemudian keputusan kedua yakni mengenai tipe imobilisasi, apakah

eksternal atau internal.

3. Pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik

Tujuan spesifik dalam tatalaksana fraktur yaitu :

Untuk mengurangi rasa nyeri

Dikarenakan tulang bersifat relatif tidak sensitif, rasa nyeri pada fraktur

berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak termasuk periosteum dan

endosteum. Rasa nyeri ini dapat diperberat dengan pergerakan fragmen

fraktur yang berhubungan dengan spasme otot dan pembengkakan yang

progresif. Rasa nyeri pada fraktur dapat berkurang dengan imobilisasi dan

menghindari pembalutan yang terlalu ketat. Beberapa hari pertama setelah

terjadinya fraktur dapat diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri.

Untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur

Reduksi fraktur untuk mendapatkan posisi yang baik, yakni diindikasikan

hanya untuk memperbaiki fungsi dan mencegah terjadinya artritis

degeneratif. Pemeliharan posisi fragmen fraktur biasanya membutuhkan

beberapa derajat imobilisasi, dengan beberapa metode, termasuk

continuous traction, plaster-of-Paris cast, fiksasi skeletal eksterna, dan

fiksasi skeletal interna, berdasarkan derajat dari kestabilan atau

ketidakstabilan reduksi.

12

Page 13: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union)

Pada kebanyakan fraktur, proses penyatuan tulang merupakan proses

penyembuhan yang terjadi secara alami. Namun pada beberapa kasus,

misalnya dengan robekan periosteum berat dan jaringan lunak atau dengan

nekrosis avaskular pada satu atau dua fragmen, proses penyatuan tulang

harus dengan autogenous bone grafts, pada tahap penyembuhan awal atau

lanjut.

Untuk mengembalikan fungsi secara optimal

Saat periode imobilisasi dalam penyembuhan fraktur, diuse atrophy pada

otot regional harus dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik) pada otot

tersebut dengan mengkontrol imobilisasi sendi dan latihan aktif dinamik

(isotonik) pada seluruh otot lainnya di tubuh. Setelah periode imobilisasi,

latihan aktif sebaiknya tetap dilanjutkan.

4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami

Jaringan muskuloskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai dengan hukum

alami yang ada.

5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang realistik dan

praktis.

6. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual

Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu dengan

mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan perlu

pula dipertimbangkan keadaan ekonomi pasien secara individual.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip pengobatan

ada empat (4R), yaitu :

Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu

diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai

untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengobatan.

Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

13

Page 14: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat

diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat

mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti

kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.

Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.

Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak

memerlukan reduksi. Angulasi <5º pada tulang panjang anggota gerak bawah

dan lengan atas dan angulasi sampai 10º pada humerus dapat diterima.

Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5

inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun

lokalisasi fraktur.

Retention; imobilisasi fraktur

Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status

neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah

reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multipel trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi

awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan

definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan “ORIF”

maupun “OREF”.

Tujuan pengobatan fraktur yaitu :

a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik reposisi

terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi

eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan

pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini,

fraktur multipel, dan fraktur patologis.

b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi

sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur

unstable serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.

Jenis Fiksasi :

14

Page 15: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

a. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)

• Gips (plester cast)

• Traksi

Jenis traksi :

• Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus

• Skin traksi

Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali

ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas

• Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,

lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat

terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12

kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat

masuknya pin.

- Indikasi OREF :

• Fraktur terbuka derajat III

• Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

• Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

• Fraktur Kominutif

• Fraktur Pelvis

• Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

• Non Union

• Trauma multipel

b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

15

Page 16: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini

adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

- Indikasi ORIF :

• Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi, misalnya fraktur

talus dan fraktur collum femur.

• Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan fraktur

dislokasi.

• Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia,

fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.

• Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,

misalnya : fraktur femur.

2.8 Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu : 1,3

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang

melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan

akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh

periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan

hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan

kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang

yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi

penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang

berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum

16

Page 17: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi

robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel

mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari

penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi

pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas.

Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu

daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa

yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung

tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar

yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat

osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh

garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut

sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan

merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi

tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan

kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodelling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang

menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase

remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses

osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus

intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus

bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

17

Page 18: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Penilaian Penyembuhan Fraktur

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union

secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur

dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk

mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan

oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka

secara klinis telah terjadi union dari fraktur.

Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan

dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang

18

Page 19: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla

atau ruangan dalam daerah fraktur.

Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya kalus yang

menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan kembali fragmen-fragmen

tulang yang fraktur). Pembentukan bridging callus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

jarak antara fragmen, stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan umum penderita, umur, lokasi

fraktur, infeksi dan lain-lain. Vaskularisasi daerah fraktur dapat berasal dari periosteum,

endosteum dan medulla.

Penelitian tentang perubahan densitas kalus pernah dilakukan oleh Siregar (1998,

Bandung) dengan membandingkan pertumbuhan kalus pada penderita paska operasi internal

fiksasi dengan menggunakan plate dan screw dengan K-nail pada pasien fraktur femur dan

peneliti ini melakukan kriteria penilaian gambaran radiologi serta membaginya menjadi:

Grade 0 : Kalus belum / tidak terbentuk / non union

Grade 1+: Bintik-bintik radioopak pada daerah fraktur

Grade 2+ : Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi sama dengan lusensi

medulla.

19

Page 20: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Grade 3+: Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi antara medulla dengan

korteks.

Grade 4+: Densitas kalus sama dengan atau lebih radioopak dari pada korteks.

Pada penelitian berikut ini diamati proses pertumbuhan kalus pada penderita fraktur

tulang panjang Humerus, Radius, Ulna, Femur, Tibia, dan Fibula. Sampai saat ini belum

ditemukan data awal tentang pertumbuhan kalus pada masing – masing tulang panjang

tersebut.6

2.9 Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur

yang disebut komplikasi iatrogenik.

a. Komplikasi umum1,2

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan

fungsi pernafasan.

Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca

trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa

peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena

dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.

b. Komplikasi Lokal1

Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,

sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.

• Pada Tulang

1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non union.

20

Page 21: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada

fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago

sendi dan berakhir dengan degenerasi.

• Pada Jaringan lunak

1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema.

Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik.

2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu

perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.

• Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu.

Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi

dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan

menimbulkan sindroma crush atau thrombus.

• Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada

robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti

spontan.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau

manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada

pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah

tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan

torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair

untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai

atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena

ini disebut iskemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat

sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.

Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan

kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara

21

Page 22: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya

adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan

Paralisis

• Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan

akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.1

Komplikasi lanjut 1,2

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan

terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

• Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada

pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur.

Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20

minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

• Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan

diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union

dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat

jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses

union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas,

hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai,

implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang

(fraktur patologis).

22

Page 23: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

• Mal union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan

refraktur atau osteotomi koreksi.

• Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non

union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya

atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.

• Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,

sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara

otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan

latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya

dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap.

23

Page 24: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

BAB III

FRAKTUR PADA TULANG PANJANG EKSTREMITAS ATAS

3.1 Fraktur Humerus

Fraktur humerus dapat terjadi mulai dari proksimal (kaput) sampai bagian distal

(kondilus) humerus, berupa :

1. Fraktur leher

2. Fraktur tuberkulum mayus

3. Fraktur diafisis

4. Fraktur suprakondiler

5. Fraktur kondiler

6. Fraktur epikondilus medialis

Fraktur leher humerus

Fraktur leher humerus umumnya terjadi pada wanita tua yang telah mengalami

osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang.

- Mekanisme trauma

Biasanya pasien jatuh dan terjadi trauma pada anggota gerak atas

- Klasifikasi

Fraktur impaksi dan fraktur tanpa impaksi dengan atau tanpa pergeseran

24

Page 25: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

- Pengobatan

Pada fraktur impaksi atau tanpa impaksi yang tidak disertai pergeseran dapat

dilakukan terapi konservatif saja dengan memasang mitela dan mobilisasi segera

pada gerakan sendi bahu. Bila fraktur disertai dengan pergeseran mungkin dapat

dipertimbangkan tindakan operasi.

- Komplikasi

Kekakuan pada sendi, trauma saraf yaitu nervus aksilaris, dan dislokasi sendi

bahu.

Fraktur tuberkulum mayus humerus

Fraktur dapat terjadi bersama dengan dislokasi humerus atau merupakan fraktur

tersendiri akibat trauma langsung di daerah sendi bahu. Biasanya terjadi pada orang

tua dan umumnya tidak mengalami pergeseran.

- Pengobatan

Fraktur dengan dislokasi humerus yang telah direposisi, biasanya fraktur juga

tereposisi dengan sendirinya. Pengobatan fraktur tanpa pergeseran fragmen

dengan cara konservatif. Pada fraktur yang disertai pergeseran fragmen sebaiknya

dilakukan operasi dengan memasang screw.

- Komplikasi

Painful arc syndrome

Fraktur diafisis humerus

Fraktur diafisis humerus biasanya terjadi pada 1/3 tengah humerus dimana trauma

dapat bersifat memuntir yang menyebabkan fraktur spiral dan bila trauma bersifat

langsung dapat menyebabkan fraktur transversal, oblik pendek, atau komunitif.

Fraktur patologis biasanya terjadi pada 1/3 proksimal humerus.

- Gambaran klinis

Pada fraktur humerus ditemukan pembengkakan, nyeri tekan serta deformitas

pada daerah humerus. Pada setiap fraktur humerus harus diperiksa adanya lesi

nervus radialis terutama pada daerah 1/3 tengah humerus.

- Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi dan konfigurasi

fraktur.

25

Page 26: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

- Pengobatan

Prinsip pengobatan adalah konservatif karena angulasi dapat tertutup oleh otot

dan secara fungsional tidak terjadi gangguan, disamping itu 1/3 kontak cukup

memadai untuk terjadinya union.

Pengobatan konservatif dibagi atas :

Pemasangan U slab

Pemasangan gips tergantung (hanging cast)

Pengobatan operatif dengan pemasangan plate dan screw atau pin dari Rush atau

pada fraktur terbuka dengan fiksasi eksterna.

Indikasi operasi yaitu :

Fraktur terbuka

Terjadi lesi nervus radialis setelah dilakukan reposisi (jepitan nervus radialis)

Nonunion

Pasien yang segera ingin kembali bekerja secara aktif

Fraktur suprakondiler humerus

Fraktur ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Pengobatannya

seperti pada fraktur diafisis humerus.

Fraktur kondilus humerus

Fraktur ini jarang terjadi pada orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak.

- Mekanisme trauma

Biasanya terjadi pada saat tangan dalam posisi out stretched dan sendi siku dalam

posisi fleksi dengan trauma pada bagian lateral atau medial. Fraktur kondilus

lateralis lebih sering terjadi daripada kondilus medialis humerus.

- Klasifikasi dan pemeriksaan radiologis

26

Page 27: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

1. Fraktur pada satu kondilus

2. Fraktur interkondiler (fraktur Y atau T)

3. Fraktur komunitif

Fraktur kondiler sering bersama-sama dengan fraktur suprakondiler.

- Gambaran klinis

Nyeri dan pembengkakan serta pendarahan subkutan pada daerah sendi siku.

Ditemukan nyeri tekan, gangguan pergerakan serta krepitasi pada daerah tersebut.

- Pengobatan

Fraktur tanpa pergeseran fragmen tidak memerlukan reposisi, cukup dengan

pemasangan gips sirkuler selama 6 minggu dan dilanjutkan dengan fisioterapi

secara hati-hati.

Fraktur kondiler adalah fraktur yang mengenai permukaan sendi sehingga

memerlukan reduksi dengan operasi segera, akurat dan rigid sehingga mobilisasi

dapat dilakukan secepatnya.

3.2 Fraktur lengan bawah

Fraktur kepala dan leher radius

Fraktur ini terjadi pada saat seseorang jatuh dengan posisi tangan dalam out stretched.

Klasifikasi dibagi dalam :

o Tipe 1, terbelah vertikal

27

Page 28: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

o Tipe 2, fraktur disertai dengan kemiringan

o Tipe 3, fraktur shearing (terbelah)

o Tipe 4, remuk/ hancur

Untuk tatalaksananya, pada fraktur tipe 1 dan 2 dengan sudut kemiringan yang tidak

terlalu besar diatasi dengan mengistirahatkan sendi siku menggunakan mitela. Fraktur

yang pecah sebaiknya dilakukan eksisi. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu kekauan

sendi dan osteoartritis.

Fraktur Monteggia

Fraktur Monteggia sering ditemukan pada orang dewasa dan merupakan fraktur 1/3

proksimal ulna disertai dislokasi radius proksimal.

Pada orang dewasa sebaiknya dilakukan operasi dengan fiksasi interna yang rigid dan

mobilisasi segera sendi siku.

Klasifikasi Fraktur dislokasi Monteggia menurut Bado:

28

Page 29: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

- Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi

anterior kaput radius

- Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai

dislokasi posterior kaput radii dan fraktur kaput radii

- Fraktur ulna distal processus coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radio

- Fraktur ulna 1/3 tengah / proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii

dan fraktur 1/3 proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis

Fraktur diafisis radius dan ulna

Fraktur radius sendiri biasanya terjadi karena trauma langsung. Untuk tatalaksananya,

fraktur yang tidak bergeser diatasi dengan gips di atas siku dan fleksi pada siku,

sedangkan yang bergeser sebaiknya dengan memasang fiksasi interna.

Fraktur ulna sering terjadi pada seseorang yang menangkis benda keras. Untuk

tatalaksananya, sama seperti fraktur radius.

Fraktur diafisis radius dan ulna terjadi karena trauma memuntir yang mengakibatkan

fraktur oblik atau spiral pada daerah ulna dan radius dengan ketinggian yang berbeda,

sedangkan trauma langsung menyebabkan fraktur dengan garis transversal. Karena

adanya hubungan yang erat pada posisi supinasi dan pronasi, maka fraktur kedua

tulang harus direposisi secara akurat baik rotasi maupun kesejajarannya.

Gambaran klinisnya yakni terdapat pembengkakan dan nyeri tekan serta deformitas

pada lengan bawah.

29

Page 30: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

- Pengobatan

Pengobatan fraktur yang tidak bergeser berupa pemasangan gips di atas siku

dengan meletakkan lengan bawah dalam posisi pronasi pada fraktur 1/3 distal,

posisi netral pada fraktur 1/3 tengah dan pada fraktur 1/3 proksimal dengan

pemasangan gips di atas siku dalam posisi supinasi. Apabila ada kelainan

perlekatan otot pronator dan supinator tulang radius dan ulna, reduksi serta

imobilisasi yang baik sulit dilakukan. Reduksi yang akurat sangat diperlukan

karena tangan mempunyai fungsi untuk pronasi dan supinasi. Pengobatan yang

paling baik adalah dengan pemasangan fiksasi rigid dengan operasi yang

mempergunakan plate dan screw pada kedua tulang.

- Komplikasi

Malunion termasuk cross union akan memberikan gangguan dalam

pronasi dan supinasi

Delayed union

Nonunion

Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi pertama kali diuraikan oleh Riccardo Galeazzi yaitu fraktur pada 1/3

distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal.

- Pengobatan

30

Page 31: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Pada fraktur ini harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi segera

karena bagian distal mengalami dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat

maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposisi dengan sendirinya. Apabila

reposisi spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-wire.

Operasi terbuka dengan fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw.

Fraktur distal radius

Fraktur distal radius dapat dibagi dalam fraktur Colles, fraktur Smith, dan fraktur

Barton.

o Fraktur Colles

Pertama kali diutarakan oleh Abraham Colles. Merupakan jenis fraktur yang

paling sering ditemukan pada orang dewasa di atas usia 50 tahun dan lebih

sering pada wanita daripada pria.

- Mekanisme trauma

Fraktur terjadi bila terjatuh dalam posisi tangan out stretched pada orang

tua dengan tulang yang sudah osteoporosis.

Fraktur Colles terdiri atas fraktur radius 1 inci di atas pergelangan tangan,

angulasi dorsal fragmen distal, pergeseran ke dorsal dari fragmen distal, dan

fraktur prosesus stiloid ulna.

31

Page 32: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

- Gambaran klinis

Terdapat riwayat trauma dengan pembengkakan pergelangan tangan pada

orang yang berumur lebih dari 50 tahun, nyeri dan deformitas berbentuk

garpu. Gambaran ini terjadi karena adanya angulasi dan pergeseran ke

dorsal, deviasi radial, supinasi, dan impaksi ke arah proksimal.

- Pengobatan

Fraktur tanpa pergeseran diobati dengan pemasangan gips sirkuler di bawah

siku, lengan bawah dalam keadaan pronasi, deviasi ulna, serta fleksi. Pada

fraktur dengan pergeseran fragmen dilakukan reposisi dengan pembiusan

umum atau lokal. Imobilisasi dengan gips dilakukan selama enam minggu

dan dilanjutkan dengan fisioterapi yang intensif.

32

Page 33: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

o Fraktur Smith

Biasa disebut juga sebagai fraktur Colles terbalik. Fraktur jenis ini lebih sering

ditemukan pada pria daripada wanita. Fraktur Smith pertama kali

dikemukakan oleh R.W. Smith. Ditemukan deformitas dengan fragmen distal

mengalami pergeseran ke volar dimana garis fraktur tidak melalui persendian.

- Pengobatan

Fraktur Smith biasanya bersifat tidak stabil sehingga sebaiknya difiksasi

dengan plate buttress.

o Fraktur Barton

Merupakan fraktur pada radius distal dengan fragmen distal melalui sendi dan

terjadi pergeseran fraktur serta seluruh komponen sendi ke arah volar. Untuk

tatalaksananya, seperti pada fraktur Smith.

33

Page 34: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

BAB IV

FRAKTUR PADA TULANG PANJANG EKSTREMITAS BAWAH

4.1 Fraktur Femur

Fraktur Proksimal Femur 7

Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur

Capital : uncommon

Subcapital : common

Transcervical : uncommon

Basicervical : uncommon

Entracapsular fraktur termasuk trochanters

Intertrochanteric

Subtrochanteric

Fraktur Leher Femur 8

Tingkat kejadian yang tinngi karena faktor usia yang merupakan akibat dari

berkurangnya kepadatan tulang

Fraktur leher femur dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head femur) dan

extra- (suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan berdasarkan anatominya.

Intracapsular dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical. Extracapsular

tergantung dari fraktur pertrochanteric

Sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi berbagai

macam obat seperti corticosteroids, thyroxine, phenytoin and furosemid

Kebanyakan hanya berkaitan dengan trauma kecil

Fraktur Intracapsular diklasifikasikan

34

Page 35: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

o Grade I : Incomplete, korteks inferior tidak sepenuhnya rusak

o Grade II : Complete, korteks inferior rusak, tapi trabekulum tidak

angulasi

o Grade III : Slightly displaced, pola trabekular angulasi

o Grade IV : Fully displaced, grade terberat, sering kali tidak ada

kontinuitas tulang

Fraktur Pada Batang Femur

Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas dan besar

sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja

karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah

terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat

pendarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara

tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.9

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu

lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan

perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu

klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan

daerah yang patah.

35

Page 36: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Fraktur ini dibagi menjadi : 1

1. Tertutup

2. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah

dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya

diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari

luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak

yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

- Gambaran Klinis

Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan

deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan

mungkin datang dalam keadaan syok.

- Penatalaksanaan

A. Terapi konservatif

- Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif

untuk mengurangi spasme otot

- Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi

terutama yang bersifat kominutif dan segmental.

- Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis

B. Terapi operatif

- Pemasangan plate and screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur

- Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup

ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis.

- Fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected

pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat. 1

36

Page 37: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Gambar Gambar

Comminuted mid-femoral shaft fracture Femoral shaft fracture postinternal

fixation.

Fraktur Distal Femur 1

Supracondylar

Nondisplaced

Displaced

Impacted

Continuited

Condylar

Intercondylar

4.2 Fraktur Tibia dan Fibula1,3

37

Page 38: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau

persendian pergelangan kaki.

Fraktur Kondilus Tibia

Fraktur kondilus tibia lebih sering mengenai kondilus lateralis daripada medialis serta fraktur

pada kedua kondilus

- Mekanisme trauma

Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya abduksi tibia terhadap femur dimana

kaki terfiksasi pada dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil

- Klasifikasi Sederhana (Adam)

1. Fraktur kompresi komunitif

2. Tipe depresi plateau

3. Fraktur oblik

- Klasifikasi kompleks (Rockwod)

1. Fraktur yang tidak bergeser

2. Kompresi lokal

3. Kompresi split

4. Depresi total kondiler

5. Fraktur aplit

38

Page 39: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

6. Fraktur komunitif

Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4mm, sedangkan yang bergeser

apabila depresi melebihi 4mm

- Gambaran Klinis

Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri

serta hemartosi. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.

- Pemeriksaan radiologis

Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur, tetapi

kadang-kadang diperlukan pula foto oblik dan pemeriksaan laminagram.

- Pengobatan

1. Konservatif

Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4mm dapat

dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain:

- Verban elastis

- Traksi

- Gips sirkuler

Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan

beban dan segera mobilisasi pada sendi lutus agar tidak terjadi kekauan sendi

2. Operatif

Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi mengangkat bagian depresi

dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan

pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian

fragmen terhadap tibia.

- Komplikasi

1. Genu valgum ; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik

2. Kekakuan lutut ; terjadi karena tidak dilakukan latihan lebih awal

39

Page 40: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

3. Osteoartritis ; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi

sehingga bersifat ireguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut

Fraktur Kondilus Medialis

Sama seperti fraktur kondilus lateralis tetapi lebih jarang ditemukan

Fraktur Diafisis Tibia dan atau Fibula

Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat

juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja.

- Mekanisme trauma

Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan

menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi

akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas

antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal sedangkan fraktur fibula pada batas

1/3 bagian tengah dengan 1/3 bagian proksimal, sehingga fraktur tidak terjadi

pada ketinggian yang sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi

otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama

terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas.

- Gambaran klinis

Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan

penonjolan tulang keluar kulut

- Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokasi fraktur, jenis fraktur,

apakah fraktur pada tibia dan fibula atau hanya pada tibia saja atau fibula saja.

Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental.

- Pengobatan

40

Page 41: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

1. Konservatif

Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan

manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk

imobilisasi, dipasang sampai di atas lutut.

Prinsip reposisi:

o Fraktur tertutup

o Ada kontak 70% atau lebih

o Tidak ada angulasi

o Tidak ada rotasi

Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union secara

fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral imobilisasi dengan gips biasanya sulit

dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.

Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada tendo

patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan

mereda atau telah terjadi union secara fibrosa.

2. Operatif

Terapi operatif dilakukan pada:

o Fraktur terbuka

o Kegagalan dalam terapi konservatif

o Fraktur tidak stabil

o Adanya malunion

Metode pengobatan operatif:

o Pemasangan plate and screw

o Nail intermeduker

o Pemasangan screw semata-mata

o Pemasangan fiksasi eksterna

- Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:

41

Page 42: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

o Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terbuka kerusakan

jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang

o Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Komplikasi

1. Infeksi

2. Delayed union atau nonunion

3. Malunion

4. Kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartemen anterior)

5. Trauma saraf terutama pada nervous peroneal komunis

6. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan ini biasanya

disebabkan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

Fraktur Tibia Semata-mata atau Fibula Semata-mata

Fraktur tibia dan fibula semata-mata perlu diwaspadai sebab sering mengganggu

terjadinya union hingga diperlukan osteotomi pada salah satu tulang.

42

Page 43: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

BAB V

KESIMPULAN

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,

baik yang bersifat total maupun parsial.

Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk

menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress

berulang; (3) fraktur patologis.

Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri

tersebut bertambah bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,

deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain. Pada pemeriksaan fisik,

perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain,

misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan

abdomen, dan faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal

dilakukan inspeksi (Look), palpasi (Feel), pergerakan (Move), pemeriksaan neurologis , dan

dilakukan pemeriksaan radiologis.

Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur yaitu First, do no harm, tatalaksana dasar

berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat, pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang

spesifik yakni untuk mengurangi rasa nyeri, untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen

fraktur, untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union), untuk mengembalikan

fungsi secara optimal, mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik

dan praktis dalam memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan pasien

secara individual. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif,

prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu : Recognition, Reduction, Retention, dan

Rehabilitation.

43

Page 44: BIMBINGAN FRAKTUR.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L, et al. Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London:

Hodder Arnold; 2010.

2. Chapman MW. Chapman’s orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott

Williams&wilkins; 2001. p 756-804.

3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009. p. 325-6;

355-420; 431-41; 449-54.

4. Konowalchuk BK. Tibia shaft fractures. Available at:

http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984. Accessed on January 4th, 2014.

5. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA:

Williams & Wilkins; 1999. p. 436-8.

6. Universitas sumatera utara. Fraktur. Available at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33107/5/Chapter%20I.pdf. Accessed

on January 4th, 2014.

7. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Musculoskeletal Imaging in

Primer of Diagnostic Imaging. 4th Edition. United States: Mosby Elsevier; 2007.

8. Holmes, Erskin J. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University; 2004.

9. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. 2nd ed. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran; 2003.

44