berita kakao

8
Biji cokelat (atau biji kakao, juga sering disebut “cocoa” dan “kakao") merupakan biji Theobroma cacao berlemak yang telah dikeringkan dan difermentasi, yang diekstrak untuk menghasilkan cokelat padat (cocoa solids) dan lemak kakao (cocoa butter). Kedua hasil ekstrak tersebut merupakan bahan-bahan dasar pembuatan cokelat, serta sejumlah produk makanan lainnya. Terdapat tiga variasi utama kakao: Forastero, Criollo, dan Trinitario. Forastero merupakan jenis kakao yang paling umum diproduksi, sekitar 95% dari produksi di seluruh dunia. Pada umumnya, biji kakao terbaik berasal dari varietas Criollo, namun varietas ini kurang tahan terhadap penyakit yang menyerang tanaman kakao. Pedoman pemrosesan biji kakao mencakup cara membelah kulit buah, fermentasi dan pengeringan yang benar telah diterbitkan oleh Organisasi Kakao Internasional atau International Cocoa Organisation (ICCO). Salah satu isu masalahnya adalah perkembangan Ochratoxin A yang menghasilkan jamur pada saat proses fermentasi dan kontaminasi dengan hidrokarbon aromatik polisiklik (polycylic aromatic hydrocarbons) pada tahap pengeringan buatan. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan merupakan komoditas pertanian utama dan produk awal dari berbagai macam produk turunan kakao. Biji-biiji kakao diproses untuk menghasilkan sejumlah produk kakao, termasuk cokelat. Tahap pertama adalah penyangraian,

description

berita kakao

Transcript of berita kakao

Biji cokelat (atau biji kakao, juga sering disebut “cocoa” dan “kakao") merupakan

biji Theobroma cacao berlemak yang telah dikeringkan dan difermentasi, yang diekstrak

untuk menghasilkan cokelat padat (cocoa solids) dan lemak kakao (cocoa butter). Kedua

hasil ekstrak tersebut merupakan bahan-bahan dasar pembuatan cokelat, serta sejumlah

produk makanan lainnya.

 

Terdapat tiga variasi utama kakao: Forastero, Criollo, dan Trinitario. Forastero merupakan

jenis kakao yang paling umum diproduksi, sekitar 95% dari produksi di seluruh dunia. Pada

umumnya, biji kakao terbaik berasal dari varietas Criollo, namun varietas ini kurang tahan

terhadap penyakit yang menyerang tanaman kakao.

 

Pedoman pemrosesan biji kakao mencakup cara membelah kulit buah, fermentasi dan

pengeringan yang benar telah diterbitkan oleh Organisasi Kakao Internasional

atau International Cocoa Organisation(ICCO). Salah satu isu masalahnya adalah

perkembangan Ochratoxin A yang menghasilkan jamur pada saat proses fermentasi dan

kontaminasi dengan hidrokarbon aromatik polisiklik (polycylic aromatic hydrocarbons) pada

tahap pengeringan buatan. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan merupakan

komoditas pertanian utama dan produk awal dari berbagai macam produk turunan kakao.

 

Biji-biiji kakao diproses untuk menghasilkan sejumlah produk kakao, termasuk cokelat.

Tahap pertama adalah penyangraian, diikuti oleh pemecahan dan pelepasan dari biji untuk

menghasilkan biji yang disebut nibs. Biji ini kemudian digiling dengan berbagai metode

menjadi berbentuk pasta, yaitu cokelat cair atau pasta kakao. "Cairan" ini kemudian diproses

lebih lanjut menjadi cokelat dengan mencampurkan (lebih banyak) lemak kakao dan gula

(kadang-kadang ditambahkan vanila sebagai perisa dan lesitin sebagai pengemulsi), dan

kemudian dimurnikan, dihaluskan dengan coche, lalu dipanaskan dan didinginkan berulang

kali (tempered).

 

Metode lain adalah dengan memisahkannya menjadi kakao bubuk dan lemak kakao

menggunakan mesin tekanan hidrolik. Proses pemisahan ini menghasilkan sekitar 50% lemak

kakao dan 50% kakao bubuk. Kakao bubuk standar memiliki kandungan lemak sebesar 10 -

12%. Lemak kakao digunakan dalam produksi cokelat batangan, produk gula lain, sabun,

serta produk kosmetik.

 

Kakao standar memiliki sifat asam dan harus ditambahkan dengan zat alkalin dan potasium

karbonat untuk meningkatkan level pH dan menghasilkan bubuk kakao “Dutch process” yang

lebih tidak asam, lebih hitam, dan rasanya lebih ringan. Penyesuaian pH ini dapat dilakukan

pada beberapa tahap sepanjang pemrosesan, termasuk selama proses pengerjaan nibs,

pengerjaan cokelat cairatau pengerjaan press cake.

Bahan 2 : MEMBIDIK ORGANISASI PETANI KAKAO YANG KUAT DENGAN PENDEKATAN   SWOT

“Berikut ini adalah cerita dan bisa jadi adalah catatan “junk” atas hasil dialog dengan salah seorang staf pengajar senior Universitas Airlangga, Prof Dr. Budiman Cristiananta, MA” Pada tanggal 09 Januari 2010 di Kandea, Makassar. Jika ada kawan-kawan yang teah berpengalaman dan membaca catatan ini, mungkin akan tersenyum kecut (semoga tidak), karena harapan saya, dapat dibaca juga bagi yang pemula (utamanya bagi penggiat LSM) tentang apa itu analisa SWOT.

Empat tahun lalu saat bekerja pada salah satu program penguatan petani kakao di Kabupaten

Luwu dan Luwu Utara yang disponsori oleh USAid, saya memperoleh banyak pelajaran

komparatif, mulai dari beragam kisah suka cita para anggota kelompok petani kakao, hingga

dinamika pengorganisasian petani kakao yang didasarkan pada analisis sumberdaya dan

perangkat manajemen yang mesti dipenuhi oleh mereka.

Dari sana saya memperoleh gambaran bahwa ketakmampuan mereka (dan juga kurangnya

penguasaan saya pada analisis SWOT) bertahan hingga program selesai (atau hanya beberapa

tahun sejak program selesai)  adalah karena motivasi beroganisasi yang masih belum kuat

serta iming-iming bantuan melalui program yang masih ada dalam pikiran mereka.  Lebih

jauh, banyak kelompok petani kakao yang ternyata tidak mampu beradaptasi pada perubahan-

perubahan eksternal dari mereka. Semisal, posisi mereka atas “godaan” bantuan dari

pemerintah yang ternyata melemahkan daya tawar mereka, tekanan perubahan harga berat

kering kakao yang banyak dipermainkan oleh pembeli dari Makassar (cocoa buyers) dengan

dalih yang sulit diterima akal sehat petani.

Juga, tren perubahan kebijakan ekspor kakao yang luput dari mereka seperti kemungkinan

dikenakan larangan “automatic detention” atau larangan masuk kakao Indonesia ke Amerika

jika tidak memenuhi standar tertentu.

Banyak hal yang masih menjadi tanda tanya para kelompok petani itu, para penggiat LSM

utamanya saya, terkait bagaimana seharusnya organisasi petani kakao (baik kelompok tani

maupun forum kelompok petani kakao) memandang potensi eksternal dan internal untuk

dapat bertahan (survive) di tengah berbagai  kemungkinan perubahan lingkungan dalam

organisasi maupun di luar organisasi.

Menurut Prof Budiman, “organisasi bisnis apapun bahkan termasuk organisasi masyarakat

berbasis komoditi dapat dianalisis untuk mencari posisi dan titik kelebihan dan kekurangan

mereka untuk mencapai tujuan yang dikehendaki bersama”. “Topik kali ini adalah bagaimana

membangun keuntungan kompetitif yang berkelanjutan serta pengantar tentang implementasi

strategik berdasarkan alur bangun organisasi”. Katanya. Kita akan melihat alur dan

mengamati di tahapan mana analisa SWOT dilaksanakan.

Analisis SWOT adalah akronim dari kata Strength, Weakness, Opportunity and Threats. Bagi

saya, topik ini bukan hal baru karena mengingatkan saya saat mulai menelaah kondisi

organisasi di masyarakat kaitannya dengan strategi (atas sumberdaya dan manajemen) dan

pelaksanaan kegiatan berbasis masyarakat. Mari kita simak penjelasan Prof Budi:

“Proses dalam manajemen strategik, meliputi pengenalan apa yang disebut dengan SWOT

(mencakup factor eksternal, dan faktor internal), kemudian penentuan strategi alternatif

hingga pemilihan strategi yang terkait dengan berbagai faktor pendukung, implementasi

hingga capaian tujuan. Pada tahapan implementasi kegiatan monitoring atau evaluasi

merupakan hal pokok karena terkait dengan penyediaan informasi feedback untuk strategi

lanjutan dan kemungkinan feed forward information”.

Ihwal Opportunity dan Threat adalah merupakan gambaran faktor eksternal. Sedangkan,

faktor internal meliputi  kekuatan dan kelemahan (Strength dan Weakness). Faktor-faktor

eksternal meliputi sosial budaya, ekonomi, politik dan teknologi. Faktor internal meliputi

aspek seperti pesaing, pelanggan, kreditur, debitur, pemerintah, pemasok, serikat buruh,

asosiasi usaha, pesero, lembaga kemasyarakatan, media massa dan lain-lain.

“Sampai di sini saya lalu menerawang, ke lima tahun lalu, saat mengamati beberapa

kelompok petani kakao di Luwu yang mencoba membangun usaha join marketing kakao

(mengumpulkan kakao untuk dijual bersama ke Makassar), bagaimana mereka berhubungan

dengan kreditor, para supplier pupuk, para kolektor (pengepul) dan berbagai institusi yang

coba mendekati mereka” Banyak dari kelompok yang tidak bisa memahami keterkaitan

fungsional di antara mereka dan nyaris menjerumuskan mereka pada ketergantungan yang a-

mutualisme. Banyak hal rupanya yang mesti dipenuhi oleh setiap organisasi sebelum mereka

merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatannya.

“Organisasi-organisasi yang dibentuk itu mesti dibayangkan dulu seperti apa tujuan yang

hendak dicapai (semacam visi misinya) lalu mulailah memetakan situasi internal dan

eksternal yang terkait dengan organisasi Anda” Kata Prof Budi. Ini penting bagi LSM dan

kelompok-kelompok usaha itu. “Tentu apa yang dimaksudkan Prof Budi adalah organisasi

yang asal bentuk tentu tidak akan bertahan lama. Kelompok-kelompok petani kakao itu

haruslah dibangun oleh kesadaran kolektif anggotanya. Bukan oleh pihak luar”.

Ditambahkan oleh Prof Budi, yang perlu dipertimbangkan pula adalah kaitannya dengan issu

ekologi. Organisasi-organisasi itu harus menjamin bahwa produk mereka tidak menggunakan

pestisida yang berlebihan atau mesti ramah dengan lingkungan.

Saat ini issu ekologi telah memengaruhi kebijakan perusahaan, itulah mengapa ada program

“corporate social responsibility” sebagai jawaban atas pengunaan sumberdaya alam oleh

beberapa perusahaan terhadap warga di sekitarnya. Pada perkembangan perusahaan

kontemporer faktor ekologi atau ekosistem kini masuk menjadi faktor penting karena sejauh

ini, aspek menyangkut keseimbangan ekologi dan kaitannya dengan keberlanjutan

perusahaan menjadi begitu relevan.

Dia lalu memberi contoh betapa perubahan temperatur telah terjadi di hampir beberapa

daerah. Sebagai missal, Daerah Batu, Malang ada kecenderungan udara pagi tak sedingin lagi

beberapa waktu silam, Di Surabaya, suhu 35 derajat dianggap merupakan hal yang tak lazim

karena selama ini, suhu maksimum di sana adalah 34. Bahkan di Italila, dulu saat musim semi

atau summer, hotel-hotel tak perlu menggunakan pendingin kamar (AC) tapi kini sudah mesti

berAC karena cuaca sudah berubah.

“Yang perlu digaris bawahi adalah perubahan-perubahan faktor eksternal dapat menimbulkan

opportunity ataupun threats bagi perusahaan atau organisasi nirlaba” Demikian Prof Budiman

menjelaskan kaitan perubahan faktor eksternal terhadap perusahaan.  Perusahaan, organisasi

bisnis dan nirlaba dapat memutuskan beberapa strategi dari keadaan yang ditemui terkait

kedua faktor itu. Tentu saja melalui analisis dan berbagai kalkulasi plus minus dari masing-

masing faktor ke perusahaan atau lembaga pengelola kegiatan atau proyek.

Dicontohkan, pada aspek sosial budaya, perubahan selera masyarakat bisa berdampak

kerugian bagi pihak perusahaan. Pelanggan mungkin mencari produk lain yang lebih mahal

saat kondisi keuangannya meningkat. Warung atau kios yang selama ini menjadi

langganannya tentu ditinggalkan saat mereka mulai menemukan kepuasaan baru dari tempat

lain.

Demikian pula tentang peran pemerintah, tengoklah misalnya, pemerintah mengubah tingkat

suku bunga atau katakanlah, pemerintah memberi subsidi (seperti pupuk, alat perkebunan,

dll) atau menerapkan “tight money policy”. Semuanya berdampak pada perusahaan atau

pelaku usaha. Demikian pula tren perubahan oleh aspek teknologi yang semakin drastis dari

masa ke masa. Hal-hal tersebut di atas merupakan contoh, betapa pentingnya mengetahui

faktor-faktor berpengaruh yang sedang dihadapi oleh organisasi sebelum menentukan strategi

yang akan ditempuh.

Jika hal-hal tersebut di atas telah dipahami oleh manajer atau pengurus kelompok usaha,

maka grand strategi dapat diputuskan dengan memilah berdasarkan bobot (plus bagi yang

berdampak positif bagi perusahaan atau yang berdampak negative)

Pada tingkatan yang lebih tinggi seperti organisasi yang lebih kompleks (dengan orientasi

bisnis yang berskala luas) mereka dapat mengkaji faktor-faktor eksternal maupun internal

bahkan memberinya skor dan memutuskan akumulasinya sebagai gambaran tindakan yang

akan ditempuh atas sumberdaya, budaya dan struktur organisasi. Kita dapat memilih

keputusan strategik seperti, ekspansif (grow and build), atau turn around jika terasa stabil,

defensive (retrenchment) atau kombinasi diversifikasi (diversifikasi berhubungan / concentric

atau tidak berhubungan/conglomerate).

Kandea, 09/01/2010