Pengembangan Varietas Kakao

29
Makalah PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL : ASPEK PENGEMBANGAN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Industri Perbenihan Disusun Oleh: Emawati K 150510110125 Arjuna Sipayung 150510120007 Fiqriah Hanum K 150510120013

description

Varietas kakao

Transcript of Pengembangan Varietas Kakao

Page 1: Pengembangan Varietas Kakao

Makalah

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL : ASPEK PENGEMBANGAN TANAMAN

KAKAO (Theobroma cacao)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Industri Perbenihan

Disusun Oleh:

Emawati K 150510110125

Arjuna Sipayung 150510120007

Fiqriah Hanum K 150510120013

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2015

Page 2: Pengembangan Varietas Kakao

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya

kepada kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pengembangan varietas

unggul: aspekpengembangan tanaman kakao (Theobroma cacao)” yang diajukan untuk

memenuhi tugas Mata Kuliah Industri Perbenihan.

Besar harapan kami, bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat sesuai dengan

yang diharapkan. Kami menyadari bahwa ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik

dan saran yang membangun dari semua pihak selalu kami harapkan demi kesempurnaan

makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan

serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Jatinangor, September 2015

Page 3: Pengembangan Varietas Kakao

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak tahun 1930 Kakao (Theobroma cacao L.)merupakan salah satu komoditas

perkebunanyang mempunyai peran penting dalamperekonomian Indonesia. Tahun 2010

Indonesiamerupakan pengekspor biji kakao terbesar ketigadunia dengan produksi biji

kering 550.000 tonsetelah Negara Pantai Gading (1.242.000 ton) danGhana dengan

produksi 662.000 ton (ICCO,2011). Pada tahun tersebut, dari 1.651.539 haareal kakao

Indonesia, sekitar 1.555.596 ha atau94% adalah kakao rakyat (Ditjenbun, 2010). Halini

mengindikasikan peran penting kakao baiksebagai sumber lapangan kerja maupun

pendapatanbagi petani. Areal dan produksi kakao Indonesiajuga terus meningkat pesat

pada dekade terakhir,dengan laju 5,99% per tahun (Ditjenbun, 2009).

Volume dan nilai ekspor kakao Indonesiapada periode 1999-2009 meningkat pesat

masing-masingdengan laju 12% dan 10,84% per tahun.Hasil penelitian juga mendukung

bahwa industrikakao patut dikembangkan sebagai salah satuandalan karena mempunyai

koefisien keterkaitan kedepan dan ke belakang yang lebih besar dari satu,efek

penggandaan, dan lapangan kerja yang relatifbesar, serta efek distribusionalnya cukup

baik(tersebar) (Zainudin et al., 2004). Sejalan denganperan penting tersebut, peluang

pasar kakaoIndonesia masih cukup terbuka. Potensi untukmenggunakan industri kakao

sebagai salah satupendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatancukup terbuka dan

sangat menjanjikan.

Permintaan biji kakao terus meningkat,terutama dari Amerika Serikat dan negara-

negaraEropa Barat. Berbagai negara tersebut dikenalsebagai produsen makanan yang

menggunakankakao sebagai komponen utamanya. Indonesiasebagai salah satu produsen

perlu memanfaatkanpeluang tersebut untuk meningkatkan devisa negaradengan

meningkatkan ekspor biji kakao.Berorientasi pada pasar ekspor, peluang besarkakao

Indonesia relatif masih terbuka. Beberapahasil studi menunjukkan bahwa daya saing

produkkakao Indonesia, khususnya biji kakao masih baiksehingga Indonesia masih

mempunyai peluanguntuk meningkatkan ekspor dan mengembangkanpasar domestik.

Beberapa hasil kajian yang mendukungkeberadaan peluang pasar tersebut antara lain:

(a)Daya saing ekspor biji kakao Indonesia cukupkompetitif. Salah satu indikator yang

digunakanadalah laju ekspor biji kakao Indonesia yang jauh diatas laju perdagangan

kakao dunia. Pada periode1999-2009, laju ekspor kakao (volume) Indonesiaadalah sekitar

Page 4: Pengembangan Varietas Kakao

12,0% per tahun, sedangkan lajupertumbuhan dunia hanya 3,51% per tahun(Zainudin dan

Baon, 2004). Walaupun mempunyaikelemahan dan komposisi komoditas dan

distribusipasar, daya saing biji kakao Indonesia cukup baikyang dicerminkan dengan

koefisien daya saing lebihbesar dari satu (1,62), (b) Memiliki daya saing yangcukup baik,

Indonesia diperkirakan akan mampumemanfaatkan peluang pasar yang masih

cukupterbuka pada masa mendatang. Beberapa studimenunjukkan bahwa peluang ekspor

kakaoIndonesia pada periode 2000-2008 masih tumbuhdengan laju sekitar 3,3% per tahun

sampai dengantahun 2008. Laju tersebut tertinggi di antara negaraeksportir dan jauh di

atas rata-rata laju ekspordunia yang hanya 1,7%, (c) Liberalisasiperdagangan juga

diperkirakan akan memperkuatposisi kakao Indonesia di pasar Internasional. Maka perlu

dikembangkan varietas unggul Kakao (Theobroma cacao L.) ini.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui Pengembangan Varietas

Unggul Kakao (Theobroma cacao L.) di Indonesia dari sentra produksi, permasalahan

pengembangan, potensi pengembangan hingga perspektif kebijakannya.

Page 5: Pengembangan Varietas Kakao

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Wilayah produksi

Saat ini areal pengembangan kakao di Indonesia meliputi Sulawesi Selatan,

SulawesiBarat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, PapuaBarat, Jawa Timur, Lampung,

Sumatera Barat,Sumatera Utara, dan NAD. Dari total areal kakaodi Indonesia seluas

1.745.789 ha, sekitar 57% atauseluas 1.004.158 ha tersebar di daerah Sulawesi(Tabel 1),

sedangkan daerah pengembangan baruyang direncanakan untuk mendukung produktivitasdan

mutu kakao nasional adalah Provinsi Papua,Kaltim, dan NTT. Pengembangan dan

intensifikasikakao oleh pemerintah dilakukan melalui programGernas kakao oleh

Kementerian Pertanian,terutama keterkaitannya dengan programRehabilitasi, Intensifikasi,

dan Peremajaan.Program ini diarahkan untuk peningkatan produksidan mutu hasil tanaman

kakao di Indonesia.Peningkatan produksi dan perbaikan mutu kakaoIndonesia dapat

dilakukan melalui intensifikasi danekstensifikasi. Penerapan kedua program tersebutdi

Indonesia memerlukan tersedianya bibit danbenih kakao unggul, sehingga

pengembangankultivar atau klon kakao unggul secara terprogramperlu segera dilakukan.

Umumnya bahan tanam kakao yangdigunakan untuk pengembangan di

Indonesiamenggunakan benih hibrida F1, yang diperoleh darikebun benih. Kebun benih

dirancang khusus untukmenghasilkan benih hibrida F1, denganmenggunakan tetua (sebagai

Page 6: Pengembangan Varietas Kakao

induk betina danjantan) yang telah diketahui daya dan mutu hasilnyaserta sifat-sifat penting

seperti ketahanan terhadappenyakit utama (Phytophthora palmivora danVascular-Streak

Dieback/VSD). Secara umum luaspertanaman kakao dari tahun 2001 mengalamikenaikan,

kenaikan tertinggi adalah perkebunanrakyat (PR).

2.2. Produktivitas Kakao di Sentra Produksi

Produktivitas kakao sangat beragam antardaerah dan wilayah provinsi. Setiap

wilayahumumnya memiliki tingkat produktivitas di bawah1 ton biji kering terkecuali

Provinsi SumateraUtara mencapai 1,165 ton (Tabel 2). Produktivitasini masih di bawah

potensi produksi kakao yangdapat mencapai 2 ton biji kering/ha/tahun.Rendahnya

produktivitas kakao ini sangatdipengaruhi terjadinya serangan hama penggerekbuah kakao

(PBK) serta penyakit busuk buah kakaomaupun VSD di lapangan. Rendahnya

produktivitaskakao terutama kakao rakyat karena pada umumnyapetani kakao belum banyak

menanam benih unggulyang dianjurkan, kebanyakan kakao yang ditanamberasal dari benih

asalan sehingga produksinyarendah dan rentan serangan hama dan penyakit.Rendahnya

produktivitas kakao di beberapa sentraproduksi kakao juga banyak disebabkan olehkondisi

perawatan dan pemeliharaan kebun. Banyaktanaman yang diusahakan petani kondisinya

tidakterawat dan tidak produktif karena sudah berumurtua, di atas 25 tahun. Sementara

pemeliharaantanaman yang ada kurang maksimal. Pemupukanseringkali tidak sesuai dengan

anjuran karenasulitnya memperoleh pupuk yang distribusinyaterbatas sehingga harganya

relatif mahal, sementarapetani umumnya kurang bermodal. Pemangkasandan kebersihan

kebun juga jarang diperhatikansehingga tanaman tidak produktif bahkanmendorong

meningkatnya serangan OPT.

Budidaya kakao menghadapi banyak kendala di lapangan, antara lain penyakit dan

hama tanaman yang dapat menurunkan kuantitas dankualitas produksi kakao. Salah satu

penyakit utamapada tanaman kakao di Indonesia adalah penyakitbusuk buah (blackpod) yang

disebabkan oleh P. palmivora (Butl). Butl. Penyakit yang sama jugadiketahui menyerang

tanaman kakao di berbagainegara penghasil kakao. Penyakit busuk buah dilapangan

menyebabkan kerugian yang bervariasibesarnya antara satu daerah dengan daerah lainnyadi

Indonesia bahkan di antar negara. Secara umum,besarnya kerugian antara 20-30% per tahun

dapatterjadi akibat infeksi penyakit busuk buah padapertanaman kakao di lapangan (Wood

dan Lass,1985). Berdasarkan data tahun 1997 dilaporkaninfeksi penyakit busuk buah

Page 7: Pengembangan Varietas Kakao

menyebabkanmenurunnya total kakao dunia hingga sebesar44%/tahun (Van der Vossen,

1997).

Tabel 2. Produksi Kakao pada daerah sentra produksi di Indonesia 2000-2011

2.3. Permasalahan Pengembangan Varietas Unggul Kakao (Theobroma cacao L.)

Faktor pembatas lingkungan merupakanpersyaratan tumbuh kakao sangat

berhubungandengan (a) faktor tanah/lahan antara lain tinggitempat, topografi, drainase, jenis

tanah, sifat fisiktanah, sifat kimia tanah, dan (b) iklim. Faktor-faktoryang dapat

mempengaruhi produktivitas danmutu kakao dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Tanah

Tanaman kakao umumnya dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah tergantung pada

sifat fisik dan kimia tanahnya untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan

tanaman kakao. Kemasaman tanah (pH), kadar bahan organik, unsur hara, kapasitas

absorbsi dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan

sifat fisik yang meliputi kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, srtuktur

dan konsistensi tanah. Selain itu, ketinggian tempat dan kemiringan lahan berlereng datar

sampai dengan <8%, lereng optimum <2 %, sangat baik untuk pertanaman, sedangkan

untuk kemiringan yang lebih tinggi penanaman kakao harus sejajar dengan garis kontur.

pH tanah yang ideal untuk tanaman kakao adalah 6-7,5 dan bahan organik tanah tinggi

(>3%) sangat sesuai untuk tanaman kakao. Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao

adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir dan 10-

20% debu. Tanaman kakao menghendaki solum tanah minimal 90 cm sehingga dapat

Page 8: Pengembangan Varietas Kakao

mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao. Tanaman kakao

tidak menghendaki adanya air yang menggenang, oleh karena itu air adalah unsur yang

penting bagi pertanaman. Ketersediaan air tanah terhadap kondisi drainase, serta bahaya

banjir, harus menjadi perhatian untuk pengelolaan pertanaman kakao. Masalah hidrologi

pada pertanaman kakao lebih berupa teknis pengaturan tata air/drainase yang berdampak

langsung terhadap proses pertumbuhan tanaman, khususnya di lahan-lahan yang sering

atau selalu tergenang.

b. Iklim

Curah hujan yang sesuai untuk pertanamankakao adalah 1100-3000 mm, dengan

distribusicurah hujan sepanjang tahun. Curah hujan di atas4500 mm pertahun kurang

baik untuk tanamankakao karena kondisi hujan seperti ini akanmendorong kelembaban

tinggi sehingga dapatmenyebabkan berkembangnya penyakit busuk buahkakao yang

merupakan penyakit utama padatanaman ini. Daerah yang memiliki curah hujankurang

dari 1200 mm per tahun masih dapatditanami kakao tentu dengan pengelolaan yang

baikmisal memberikan naungan atau dibantu dengan airirigasi. Iklim yang ideal untuk

tanaman kakaoadalah daerah yang memiliki tipe iklim A (menurutKoppen) atau B

(menurut Schemidt danFergusson). Pola penyebaran hujan yang merataakan sangat

berpengaruh terhadap penyebaranpanen pada tanaman kakao, sedangkan temperatur30-

32 0C. Kakao merupakan tanaman C3 yangmampu berfotosintesis pada suhu

rendah.Fotosintesis maksimum diperoleh pada saatpenerimaan cahaya pada tajuk sebesar

20% daritotal pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya dalamberfotosintesis setiap daun

yang telah membukasempurna berada dalam kisaran 3-30% cahayamatahari atau 15%

cahaya matahari penuh. Hal iniberkaitan dengan proses membukanya stomatalebih besar

bila cahaya matahari yang diterima lebihbanyak.

Masalah lain yang dihadapi menurut Winarno (1995)ialah kemungkinan terjadinya

segregasi karena penggunaan biji sebagai bahan tanam, sehingga pertumbuhan, produktivitas

maupun mutu hasil tanaman sangat beragam.

Perbanyakan tanaman kakao asal biji sudah dilakukan petani kakao sejak lama dan

secara turun temurun. Bahkan Limbongan et al (2010) menemukan beberapa petani kakao di

Sulawesi Selatan sering membawa biji dari daerah lain sehingga memungkinkan penularan

hama penyakit dari satu daerah ke daerah yang lain. Masalah lain adalah benih kakao harus

dikecambahkanterlebih dahulu, dibibitkan sekitar enam bulan di pesemaian, sehingga

memerlukan tambahan waktu dan biaya di pesemaian.

Page 9: Pengembangan Varietas Kakao

2.4. Potensi Pengembangan Varietas Unggul Kakao (Theobroma cacao L.)

Pengembangan usaha perkebunan kakao membutuhkan ketersediaan lahan yang luas,

tenaga kerja cukup, modal dan sarana serta prasarana yang memadai. Indonesia masih

memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan perkebunan kakao. Pengembangan

agribisnis kakao ke depan lebih diprioritaskan pada upaya intensifikasi, rehabilitasi dan

peremajaan untuk meningkatkan produktivitas kebun kakao, disamping terus menerus

melakukan perluasan. Pengembangan ini difokuskan terutama di sentra sentra perkebunan

kakao yang ada saat ini yaitu Sulawesi tenggara, selatan, barat, sumatera utara, NTT, jawa

timur, kalimantan timur, maluku dan papua.

No Propinsi Area lahan (Ha)

1 Nangroe Aceh Darusalam 152.169

2 Sumatera Utara 195.483

3 Jawa Timur 12.169

4 Nusa Tenggara Timur 81.646

5 Kalimantan Timur 1.574.150

6 Sulawesi Tengah 807.714

7 Sulawesi Selatan 52.856

8 Sulawesi Tenggara 320.387

9 Maluku 584.686

10 Papua 2.443.853

Jumlah 6.225.113

Tahun Ekspor Impor

Volume

(Ton)

Nilai (US) Volume

(Ton)

Nilai (US)

1999 419.874 423.273 11.84 15.699

2000 424.089 341.86 18.252 18.953

2001 329.072 389.262 11.841 15.699

2002 465.662 701.034 36.603 64.001

2003 355.726 621.022 39.226 76.205

2004 336.855 546.56 46.974 77.023

2005 463.632 664.338 52.353 82.326

2006 609.035 852.778 47.939 74.185

2007 503.522 924.157 43.528 82.786

2008 515.523 1,268,914 53.331 113.381

Page 10: Pengembangan Varietas Kakao

Kondisi ini menimbulkan animo masyarakat untuk mengembangkan perkebunan

kakao karna ketersediaan lahan masih sangat luas. Namun pengembangan perluasan lahan ini

kurang mendapat dukungan dari sub sistem pengadaan sarana produksi dan pengembangan

industri hilirnya. Akibatnya, kebun yang berhasil dibangun produksinya relatif masih rendah

dan sebagian besar produksinya dipasarkan dalam bentuk produk primer. Kondisi ini

membuka peluang bagi para investor untuk berperan dalam upaya pengembangan industri

hilir kakao.

Teknologi pendukung yang tersedia

a. Bahan tanam kakao

Bahan tanam unggul merupakan modal dasar untuk mencapai produksi yang tinggi.

Dengan menerapkan budidaya dan pengelolaan benih yang tepat, maka akan dapat

dicapai produksi tinggi seperti yang diharapkan. Perbanyakan tanaman kakao secara

generatif paling sering digunakan karena merupakan cara paling efektif dan efisien

dalam kegiatan pengembangan tanaman kakao di Indonesia (Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao, 2008).

Pada kegiatan rehabilitasi kakao memilih entres yang baik diantaranya entres

menggunakan klon/varietas bina/anjuran. Asal usul entres harus jelas yaitu dari kebun

benih yang bersertifikat, menggunakan entres yang berasal dari pohon kakao klon unggul

yang bebas dari infeksi penyakit (VSD dan Phytophthora palmivora) yang di tetapkan

oleh Puslit Kopi dan Kakao Jember bersama-sama dengan Direktorat Jenderal

Perkebunan. Setek entres yang digunakan untuk sambung samping minimal terdiri dari 3

- 4 mata tunas. Entres yang akan digunakan untuk sambung samping harus diambil dari

cabang plagiotrop dengan kriteria tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda (semi

hardwood), dipilih ranting yang pertumbuhannya sehat dan mempunyai panjang entres

20 - 40 cm kemudian dikemas dalam kotak karton dengan media gergaji yang telah

dicampur dengan alkosorb (5 gram/liter air) atau kemasan dan bahan lain yang

memenuhi syarat teknis yang dapat mempertahankan kesegaran cabang plagiotrop yang

dikemas tersebut, isi kemasan ± 50 potong. Entres kakao yang diedarkan harus sudah

disertifikasi dan berlabel oleh UPTD/IP2MB/BBP2TP. Tingkat kemurnian entres 100%,

pada mutu fisik kesegaran fisik tidak keriput, warna entres hijau kecoklatan, berumur

sekitar 4 bulan, dari ketiak daun tidak menunjukkan gejala menumbuhkan bunga  dan

daya simpan atau pengiriman maksimal 5 hari.

Page 11: Pengembangan Varietas Kakao

Sebelum melakukan sambung samping, batang bawah perlu dipangkas dan dipupuk.

Pemangkasan dilakukan agar fotosintesis tanaman nantinya dapat dimanfaatkan secara

optimal untuk pertumbuhan sambungan. Sedangkan pemupukan dilakukan untuk

meningkatkan kekebalan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit pasca

disambung samping. Pemangkasan dan pemupukan dilakukan secara beriringan yakni

sekitar 1 bulan sebelum sambung samping dilakukan.

Setelah batang bawah dipangkas dan dipupuk, langkah selanjutnya yang dilakukan

dalam teknik sambung samping adalah penyiapan batang atas (entres). Entres diperoleh

dari cabang-cabang tanaman kakao yang memiliki produktivitas tinggi dan ketahanan

terhadap hama dan penyakit yang kuat. Entres sebaiknya diperoleh dari tanaman kakao

klon unggul seperti PBC 123 dan BR 25. Entres juga dapat diperoleh dari tanaman

produksi yang memenuhi syarat antara lain produktivitasnya tinggi minimal selama 4

tahun berturut-turut, tidak terserang hama dan penyakit penting tanaman kakao, jumlah

biji perbuah di atas 40 butir dan berat biji kering di atas 1 gram per biji.

Jika entres diperoleh dari tempat yang jauh dari tanaman batang bawah, maka perlu

dilakukan pengemasan khusus agar entres masih tetap segar. Cabang-cabang entres yang

telah diambil harus dibuang daunnya tanpa merusak tangkai daun. Daun dibuang agar

penguapan entres tidak terlalu besar. Agar entres dapat bertahan lama, entres harus

dikemas menggunakan pelepah daun pisang. Dengan pengemasan yang demikian, entres

dapat bertahan selama 4 hari dipejalanan.

Teknik sambung samping dan sambung pucuk menggunakan klon-klon kakao unggul

telahtersedia dan telah banyak diaplikasikan oleh petanisehingga mampu meningkatkan

produktivitas danmutu hasilnya.

Setelah sambung samping tanaman kakao berumur 3 minggu, buka plastik

pembungkus agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat. Sambungan kemudian

dipelihara dan dibiarkan tumbuh hingga cukup besar. Jika sambungan sudah berumur

sekitar 6 bulan, batang pokok harus dipangkas agar tidak terjadi persaingan dengan

sambungan. Pemotongan dilakukan pada jarak minimal 30 cm dari tapak sambungan.

Setelah 18 bulan, entres sudah tumbuh besar dan mulai memproduksi buah kakao dengan

produktivitas tinggi.

Bibit tersebut di produksi oleh PT. IS Lumbung Basung dan dijual sesuai dengan

umur dari bibit tersebut. Untuk bibit yang berusia 7-8 bulan dijual dengan harga Rp.

9.000 sampai dengan Rp. 9.500 per batang, bibit yang berusia 2,5 – 3 bulan dijual

Page 12: Pengembangan Varietas Kakao

dengan harga Rp.3.000 per batang dan untuk bibit berusia 4 – 6 bulan dijual dengan

harga Rp.3.500 ampai dengan Rp. 4.000 per batang.

Tabel 3.Klon kakao unggul yang dapat digunakan sebagai bahan pengembangan kakao di

Indonesia

Page 13: Pengembangan Varietas Kakao

Tabel 4. Ketahanan klon kakao unggul di Indonesia terhadap OPT utama

b. Teknologi Perbanyakan Bahan Tanaman

Produktivitas dan mutu hasil kakao sangat ditentukan oleh kualitas bahan tanam.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dan mutu hasil kakao dapat

dilakukan dengan teknik klonalisasi dengan cara sambung samping. Teknik sambung

samping telah terbukti mampu memperbaiki produktivitas dan mutu kakao rakyat.

Teknologi sambung samping telah diadobsi oleh para petani pekebun khususnya untuk

merehabilitasi tanaman tua dan tanaman kurang produktif. Sambung samping pada

tanaman kakao sehat dilakukan dengan cara dibuat tapak sambungan pada ketinggian 45-

75 cm dari pangkal batang. Pada tanaman yang sakit, sambungan dibuat pada chupon

dewasa atau melakukan sambung pucuk pada chupon muda, sedangkan sambung pucuk

(top grafting) merupakan salah satu metode peremajaan tanaman secara vegetatif dengan

menanam klon unggul, biasanya dilakukan pada bibit berumur tiga bulan untuk

mendapatkan bibit baru yang mempunyai keunggulan produksi dan ketahanan terhadap

hama dan penyakit.

Potensi Lahan

Pengembangan usaha perkebunan kakaomembutuhkan ketersediaan lahan yang luas,

tenagakerja yang cukup, modal dan sarana serta prasaranayang memadai. Indonesia masih

Page 14: Pengembangan Varietas Kakao

memiliki lahanyang cukup luas untuk pengembangan perkebunankakao. Pengembangan

agribisnis kakao ke depanlebih diprioritaskan pada upaya intensifikasi,rehabilitasi dan

peremajaan untuk meningkatkanproduktivitas kebun kakao, disamping terusmelakukan

perluasan. Pengembangan agribisniskakao difokuskan terutama di sentra-sentraperkebunan

kakao yang ada saat ini, yaitu SulawesiSelatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara,Sulawesi

Tengah, Sumatera Utara, Nusa TenggaraTimur, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Maluku,dan

Papua. Lahan yang tersedia dan sesuai untukpengembangan kakao masih sangat besar

yaitusekitar 6,23 juta ha yang tersebar di 10 provinsi(Tabel 4).

Tabel 4. Potensi Lahan yang sesuai untuk pengembangan kakao

2.3. Perspektif Kebijakan

Kondisi saat ini kecenderungan perluasan areal kakao terus berlanjut, walaupun tidak

setajam periode 1985-1995 yang laju perluasannya rata- rata di atas 20% pertahun dan

periode 1995-2002 yang rata-rata tumbuh 7,5% pertahun. Dengan kondisi areal yang ada dan

Page 15: Pengembangan Varietas Kakao

masalah serangan hama PBK serta penyakit VSD yang cenderung terus meluas maka

produksi kakao nasional dapat menurun dalam satudasawarsa mendatang.

Hal ini disebabkan peningkatan produksi dengan perluasan areal saat ini tidak dapat

mengimbangi penurunan produksi tanaman tua dan tua renta, serta serangan hama PBK dan

penyakit VSD sudah menjadi ancaman bagi produksi kakao nasional.

Oleh karena itu upaya perbaikan perlu segera dilakukan agar produksi kakao nasional

dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Perbaikan perkebunan kakao dapat dilakukan

melalui upaya rehabilitasi, peremajaan dan perluasan areal dengan bahan tanam unggul dan

penerapan teknologi maju. Di samping itu, upaya pengendalian hama PBK dan penyakit VSD

perlu terus digalakkan.

1. Penyediaan teknologi mutakhir secara lokal

Kondisi ini menuntut agar lembaga penelitian nasional kakao (Pusat Penelitian Kopi

dan Kakao) selalu menghasilkan teknologi budidaya kakao yang dibututhkan secara

berkesinambungan. Keberhasilan pusat penelitian kopi dan kakao harus ditunjang oleh

kesiapan (BPPT) untuk melakukan uji lokasi dan kesiapan lembaga penyuluhan serta

dinas terkait untuk segera menyebarluaskan hasil hasil penelitian yang telah melalui uji

lokasi. Pada saat ini kinerja berbagai lembaga yang tekait dengan penyediaan teknologi

umumnya masih rendah karena berbagai kendala terutama keterbatasan dana dan tenaga

profesional, serta kejelasan tugas dan fungsi masing masing lembaga/instansi terkait.

Dukungan kebijakan dan ketersediaan dana sangat dibutuhkan untuk membenahi kondisi

faktor strategis ini. Inovasi teknologi yang telah dihasilkan oleh pusat penelitian terkait

peraitan bahan tanaman kakao dengan klon potensial untuk penanaman komersial seperti

klon KW 118 dan KW 109 mempunyai daya hasil 2,38 ton/Ha biji kering

2. Tenaga pembina dan kelembagaannya

Adanya program rivitaliasi telah mendorong penambahan tenaga pembina di lapangan

dan hal ini culup membantu untuk menyiapkan petani untuk mengikuti program

revitalisasi. Tetapi upaya penambahan tenaga pembina tersebut belum menjamin

kesinambungan pembinaan petani karena kegiatan revitalisasi terkendala oleh belum

dicairkan dana dari perbankan. Disamping itu tenaga tambaahan tersebut masih bersifat

sementara dengan sistem kontrak kerja dan dukungan dana sangat minim. Oleh karena

itu perlu dirumuskan model kelembagaan petani kakao yang bersifat permanen.

Keberadaan kelembagaan koperasi di masyarakat petani kakao angat strategis baik

Page 16: Pengembangan Varietas Kakao

organisasi pemasaran maupun pembiayaan. Selanjutnya perlu penambahan tenaga

pembina sesuai dengan kebutuhan dan dukungan pendanaan yang memadai untuk

membantu petani mengatasi berbagai permasalah yang mereka hadapi secara

berkesinambungan.

3. Dukungan kebijakan pemerintahan

Dukungan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan faktor

strategis yang sangat dibutuhkan perannya dalam menciptakan kondisi faktor strategis

lain ke posisi yang dapat memberikan dukungan secara optimal bagi terlaksananya

pembangunan perkebunan kakao berkelanjutan. Dukungan kebijakan yang sangat

diperlukan terutama dalam mempersiapkan tenaga pembina agar menjadi tenaga yang

profesional, penyediaan dana untuk penyuluhan dan pembinaan petani, penyediaan kredit

bunga bersubsidi untuk modal kerja petani serta memperbaiki berbagai infrastruktur dan

prasarana penunjang lainnya seperti jalan, jembatan, terminal dan pelabuhan.

Program revitalisasi perkebunan kakao yang dicanangkan oleh pemerintah pusat

hingga saat ini belum berjalan sesuai dengan harapan terutama karena masalah pencarian

dana dari bank ang ditunjuk belum terlaksana. Oleh karena itu perlu dukungan kebijakan

pemerintah daerah maupun pemerintahan pusat untuk mempercepat realisasi pendanaan

tersebut. Peranan pemerintah daerah (Pemda) harus terlibat secara aktif berperan sebagai

inisiator dan fasilitator untuk menetapkan kebijakan yang mendukung program

pengembangan komoditas.

4. Peningkatan produktivitas kebun kakao

Produktivitas perkebunan kakao sangat rendah karena terserang hama dan penyakit

serta kurang intensifnya pengelolaan kebun. Langkah operasional yang dapat ditempuh

untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kakao adalah dengan memperbaiki bahan

tanam kebun kakao yang sudah ada melalui sambung samping, mengintensifkan

pengelolaan kebun dengan menerapkan teknologi budidaya mutakhir dan meningkatkan

program pegendalian hama penyakit tanman.

5. Peningkatan pengetahuna dan keterampilan petani

Pengetahuan dan keterampilan petani merupakan alah satu kunci keberhasilan dan

keberlanjutan pengembangan perkebunan kakao di suatu wilayah. Pada saat ini petani

kakao kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola

perkebunan kakao secara baik.

6. Kelembagaan ekonomi petani

Page 17: Pengembangan Varietas Kakao

Kelembagaan ekonomi petani merupakan salah satu wadah bagi petani kakao untuk

tumbuh dan berkembang bersama sama dan mengatasi berbagai kendala dan

permasalahan secara bersama sama. Kelembagaan petani umumnya sudah terbentuk

berupa kelompok tani, tetapi belum berfungsi sebgaimana yang diaharpakan karena

adanya berbagai keterbatasan antara lain terbatasnya tenaga pembina, anggaran untuk

pembinaan dan fasilitas untuk pembinaan petani.

Meskipun demikan, keberadaan keolompok tani sudah sangat membantu petani

mengatasi berbagai permasalah bersama seperti memperbaiki jalan produksi secara

gotong royong dan mendapatkan pupuk secara bersama. Kelompok tani yang sudah

terbentuk tersebut dapat dijadikan sebgai cikal bakal untuk menumbuhkan kelembagaan

ekonomi petani yang lebih produktif dan berdaya guna bagi petani anggotanya.

Tabel 5. Klon kakao unggul yang dapat digunakan sebagai bahan pengembangan kakao di

Indonesia

Page 18: Pengembangan Varietas Kakao

Diharapkan dengan melakukan berbagai upaya perbaikan tersebut maka perluasan

areal perkebunan kakao diharapkan terus berlanjut. Pada periode 2007-2010, areal

perkebunan kakao diperkirakan masih tumbuh dengan laju 2,5% pertahun sehingga total areal

perkebunan kakao diharapkan mencapai 1.105.430 ha dengan total produksi 730.000

ton.Pada periode 2010-2025 diharapkan pertumbuhan areal perkebunan kakao Indonesia terus

berlanjut dengan laju 1,5% pertahun, sehingga total arealnya mencapai 1.354.152 ha pada

tahun 2025 dengan produksi 1,3 juta ton.

Untuk mempercepat perbaikan tersebut di atas, pemerintah telah mencanangkan

Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Gernas Kakao). Dalam gerakan

ini akan diremajakan 70.000 ha, direhabilitasi 235.000 ha dan dilakukan intensifikasi

terhadap 146.000 ha tanaman kakao di sembilan provinsi yang meliputi 40 kabupaten sentra

produksi kakao.

Kebijakan pengembangan agribisnis kakao:

Intensifikasi kebun dengan mengelola penaung secara standard, melakukan

pemangkasan, memupuk sesuai rekomendasi, dan mengendalikan organisme

pengganggu;

Page 19: Pengembangan Varietas Kakao

Rehabilitasikebundenganmenggunakanbibitungguldenganteknik sambung samping dan

sambung pucuk;

Peremajaan kebun tua/rusak dengan bibit unggul;

Perluasanarealpadalahan-lahanpotensialdenganmenggunakanbibit unggul;

Peningkatan upaya pengendalian hama PBK dan penyakit VSD;

Perbaikan mutu produksi sesuai dengan tuntutan pasar;

Pengembangan industri pengolahan hasil mulai dari hulu sampai hilir, sesuai dengan

kebutuhan;

Pengembangan sub sistem penunjang agribisnis kakao yang meliputi: bidang usaha

pengadaan sarana produksi, kelembagaan petani dan lembaga keuangan; dan

Pengembangan usahatani terpadu dengan menginteg-rasikan ternak pada perkebunan

kakao.

Page 20: Pengembangan Varietas Kakao

BAB III

KESIMPULAN

Saat ini areal pengembangan kakao di Indonesia meliputi Sulawesi Selatan,

SulawesiBarat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, PapuaBarat, Jawa Timur, Lampung,

Sumatera Barat,Sumatera Utara, dan NAD. Permintaan biji kakao terus meningkat,terutama

dari Amerika Serikat dan negara-negaraEropa Barat. Budidaya kakao menghadapi banyak

kendala di lapangan, antara lain penyakit dan hama tanaman yang dapat menurunkan

kuantitas dankualitas produksi kakao. Bahan tanam unggul merupakan modal dasar untuk

mencapai produksi yang tinggi. Teknik sambung samping merupakan salah satu caranya

karena hal ini cukup mudah dilakukan, murah, cepat untuk menghasilkan buah. Entres

diperoleh dari cabang-cabang tanaman kakao yang memiliki produktivitas tinggi dan

ketahanan terhadap hama dan penyakit yang kuat. Entres sebaiknya diperoleh dari tanaman

kakao klon unggul seperti PBC 123 dan BR 25.

Page 21: Pengembangan Varietas Kakao

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Pengkajian Mutu Bibit Kakao Asal Grafting dan Somatik Embriogenesis di

Sulawesi Selatan. Diakses melalui http://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?

option=com_content&view=article&id=833:pengkajian-mutu-bibit-kakao-asal-

grafting-dan-somatik-embriogenesis-di-sulawesi-selatan&catid=164:buletin-nomor-6-

tahun-2012&Itemid=342

Anonim. 2015. Strategi Peningkatan Produktivitas Kakao dengan Bahan Tanam Unggul.

Diakses melalui http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/?p=4153

Rubiyo dan Siswanto. 2012. Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao (Theobroma

cacao L.) di Indonesia. Buletin RISTRI Vol 3 (1).