Belajar Tuntas

39
MAKALAH DASAR-DASAR PEMBELAJARAN FISIKA Mastery Learning DISUSUN OLEH : DISUSUN OLEH: KELOMPOK 12 1. Mirna Julaika Azijah (06121011035) 2. Tri Nanda Amilia (06121011036) 3. Amalia Ratnasari (06121011037) 1

description

Belajar Tuntas

Transcript of Belajar Tuntas

MAKALAH DASAR-DASAR PEMBELAJARAN FISIKAMastery Learning

DISUSUN OLEH :

DISUSUN OLEH:KELOMPOK 121. Mirna Julaika Azijah (06121011035)2. Tri Nanda Amilia (06121011036)3. Amalia Ratnasari (06121011037)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN FISIKAUNIVERSITAS SRIWIJAYAKATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wbPuji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Dasar-dasar Pembelajaran Fisika. Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik lagi dari sebelumnya. Tak lupa ucapan terima kasih kami sampaikan kepada teman-teman atas masukkannya, dorongan dan saran yang telah diberikan kepada kami. Dan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ketang Wiyono, M.Pd sebagai dosen mata kuliah Dasar-dasar Pembelajaran Fisika, yang telah memberikan waktu kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini, sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dan insya Allah sesuai yang kami harapkan. Dan kami ucapkan terima kasih pula kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbangan pemikiran sekaligus pengetahuan bagi kita semuanya.

Inderalaya, 02 Oktober 2014

PenulisDAFTAR ISIKata Pengantar 2Daftar Isi 3Bab I Pendahuluan1.1. Latar Belakang 41.2. Rumusan Masalah 51.3. Tujuan penulisan 51.4. Metodologi Penyusunan 61.5. Manfaat Penulisan 6Bab II Pembahasan2.1.Sejarah Belajar Tuntas 72.2.Pengertian dan Konsep Belajar Tuntas 102.3.Asumsi Belajar Tuntas112.4.Prinsip Belajar Tuntas 112.5. Ciri-ciri Belajar Tuntas 132.6.Varible-variable Belajar Tuntas 142.7. Indikator-indikator Pembelajaran Tuntas 142.8.Strategi Belajar Tuntas 18 2.9.Implikasi Belajar Tuntas 21 2.10.Kelebihan dan kekurangan Belajar Tuntas 21 2.11. Perbedaan antara Belaja Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional 22Bab III Penutup3.1. Kesimpulan 273.2. Saran 27

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSalah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar. Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif peserta didik, inti persoalannya adalah pada masalah ketuntasan belajar yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terutama mereka yang mengalami kesulitan belajar. Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah. Untuk itu perlu adanya panduan yang memberikan arah serta petunjuk bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan.

1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Bagaimana sejarah belajar tuntas?1.2.2 Apa pengertian konsep belajar tuntas?1.2.3 Apa asumsi dasar belajar tuntas?1.2.4 Apa saja prinsip prinsip belajar tuntas?1.2.5 Apa ciri ciri belajar tuntas?1.2.6 Apa saja variabel variabel belajar tuntas?1.2.7 Apa saja indikator indikator pembelajaran tuntas?1.2.8 Apa saja strategi belajar tuntas?1.2.9 Bagaimana implikasi belajar tuntas?1.2.10 Apa saja kelebihan dan kekurangan belajar tuntas?1.2.11 Bagaimana perbedaan antara belajar tuntas dan pembelajaran konvensional?

1.3 Tujuan Penulisan MakalahSetelah pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu:1.3.1 Mengetahui sejarah belajar tuntas1.3.2 Menyebutkan pengertian konsep belajar tuntas1.3.3 Menjelaskan asumsi dasar belajar tuntas1.3.4 Menjelaskan prinsip prinsip belajar tuntas1.3.5 Menyebutkan ciri ciri belajar tuntas1.3.6 Menyebutkan variabel variabel belajar tuntas1.3.7 Menyebutkan indikator indikator pembelajaran tuntas1.3.8 Menjelaskan strategi belajar tuntas1.3.9 Menjelaskan implikasi belajar tuntas1.3.10 Menyebutkan kelebihan dan kekurangan belajar tuntas1.3.11 Menjelaskan perbedaan antara belajar tuntas dan pembelajaran konvensional

1.4 Metodologi PenulisanAdapun metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka. Yakni dengan mengumpulkan sumber-sumber, baik dari buku ataupun internet tentang Mastery Learning, yang kemudian kami gabungkan menjadi satu dalam satu makalah.

1.5 Manfaat Penulisan Adapun setelah disusunnya makalah ini, kami berharap dapat bermanfaat bagi pembaca sebagaimana yang kami jadikan tujuan. Yakni memberikan informasi dan pengetahuan tentang Mastery Learning mengetahui beberapa masalah terkait dengan Mastery Learning, serta terpenuhinya tugas mandiri mata kuliah Dasar-dasar Pembelajaran Fisika.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Sejarah Belajar TuntasMeskipun strategi yang efektif untuk belajar tuntas baru dikembangkan pada tahun 1960-an, tetapi gagasan belajar untuk ketuntasan materi secara optimal sudah dikenal lama. Pada tahun 1920-an terdapat sekurang-kurangnya dua upaya utama untuk menghasilkan ketuntasan dalam kegiatan belajar siswa. Satu di antaranya adalah the Winnetka Plan dari Carleton Washburne dan sejawatnya(1922), dan yang lainnya adalah satu pendekatan yang dikembangkan oleh profesor Henry C. Morrison (1926) di sekolah laboraturium pada the University of Chicago. Kedua pendekatan tersebut memiliki banyak kesamaan. Pertama, ketuntasan didefinisikan berdasarkan tujuan khusus pendidikan yang diharapkan dicapai oleh masing-masing siswa. Bagi Washburne tujuan itu adalah kognitif, sedangkan bagi Morrison tujuan itu adalah kognitif, afektif maupun psikomotor. Kedua, pembelajaran diorganisasikan ke dalam unit-unit kegiatan belajar yang dirumuskan dengan baik. Setiap unit terdiri dari sekumpulan materi kegiatan belajar yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan unit yang ditetapkan.Ketiga, penguasaan yang lengkap terhadap setiap unit merupakan persyaratan bagi siswa sebelum dapat maju ke unit berikutnya. Aspek ini sangat penting dalam the Winnetka Plan karena unit-unitnya cenderung dibuat berurutan sehingga kegiatan belajar pada masing-masing unit didasarkan atas unit sebelumnya. Keempat, tes diagnostik kemajuan belajar, yang tidak diberi nilai, dilakukan pada akhir setiap unit untuk mendapatkan umpan balik mengenai apakah prestasi kegiatan belajarnya sudah memadai. Tes tersebut dapat menunjukkan apakah unit itu sudah terkuasai atau apakah masih perlu dipelajari lagi untuk mencapai penguasaan.

Kelima, atas dasar diagnostik tersebut, kegiatan belajar setiap siswa dilengkapi dengan kegiatan belajar korektif (learning correctives) yang tepat sehingga dia dapat menyelesaikan kegiatan belajarnya. Dalam Winnetka Plan, pada dasarnya siswa diberi bahan latihan untuk kegiatan belajar mandiri, meskipun kadang-kadang guru memberikan tutorial kepada individu atau kelompok kecil. Dalam pendekatan Morrison, berbagai macam teknik korektif dipergunakan - misalnya, pengajaran ulang (reteaching), tutorial, restrukturisasi kegiatan belajar, dan mengubah kebiasaan belajar siswa. Keenam, faktor waktu dipergunakan sebagai satu variabel dalam mengindividualisasikan pembelajaran dan dengan demikian dapat menghasilkan ketuntasan belajar siswa. Dalam Winnetka Plan, kecepatan kegiatan belajar siswa ditentukan oleh siswa sendiri - masing-masing siswa diberi waktu sesuai dengan kebutuhannya untuk menuntaskan satu unit. Dalam metode Morrison, masing-masing siswa diberi waktu belajar sesuai dengan tuntutan guru hingga semua atau hampir semua siswa menuntaskan unit itu. (Block, 1971:4).Metode Morrison populer hingga tahun 1930-an, tetapi akhirnya gagasan belajar tuntas itu tenggelam terutama karena tidak tersedianya teknologi yang dibutuhkan untuk mempertahankan keberhasilan strategi tersebut. Gagasan tersebut baru muncul kembali pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an sebagai akibat dari diperkenalkannya pembelajaran terprogram (programed instruction). Ide pokok yang mendasari pembelajaran terprogram itu adalah bahwa untuk mempelajari setiap perilaku, betapa pun kompleksnya, tergantung pada kegiatan belajar satu urutan komponen perilaku yang tidak begitu kompleks (Skinner, 1954 dalam Block, 1971:5). Oleh karena itu, secara teoritis, dengan memecah-mecah satu perilaku yang kompleks menjadi satu rantai komponen perilaku, dan dengan siswa dapat menguasai setiap sambungan pada rantai tersebut, akan memungkinkan bagi setiap siswa untuk menguasai keterampilan yang paling kompleks sekali pun. Pembelajaran terprogram baik untuk siswa yang lambat belajar terutama mereka yang memerlukan langkah-langkah belajar yang kecil-kecil, latihan (drill), dan banyak penguatan (reinforcement), tetapi tidak efektif untuk semua atau hampir semua siswa (Block, 1971:5). Jadi, model pembelajaran terprogram merupakan alat yang berharga untuk membantu beberapa siswa untuk mencapai penguasaan, tetapi bukan merupakan model belajar tuntas yang baik.Namun satu model yang baik ditemukan oleh John B. Carroll (1963 dalam Block, 1971:5), yang dinamainya "Model of School Learning". Pada hakikatnya ini merupakan sebuah paradigma konseptual yang menggariskan faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar di sekolah, dan menunjukkan bagaimana faktor- faktor tersebut berinteraksi. Model tersebut sebagian didasarkan pada pengalaman Carroll dalam mengajar bahasa asing. Di sini dia menemukan bahwa aptitude (bakat/potensi) seorang siswa dalam bahasa tidak hanya memprediksi tingkat ketuntasan belajarnya dalam waktu yang ditentukan, tetapi juga memprediksi jumlah waktu yang dibutuhkannya untuk belajar hingga mencapai tingkat ketuntasan tertentu. Oleh karena itu, Carroll tidak memandang aptitude sebagai penentu tingkat ketuntasan belajar siswa, melainkan dia mendefinisikan aptitude sebagai pengukur jumlah waktu yang diperlukan untuk mempelajari satu tugas hingga mencapai tingkat standar tertentu dalam kondisi pembelajaran yang ideal. Secara sederhana, dia mengemukakan bahwa jika masing-masing siswa diberi waktu sesuai dengan kebutuhannya untuk belajar hingga tingkat ketuntasan tertentu dan dia menggunakan seluruh waktu yang dibutuhkannya itu, maka dia dapat diharapkan mencapai tingkat ketuntasan tersebut. Akan tetapi, jika siswa tidak diberi cukup waktu, maka tingkat ketuntasan belajarnya adalah fungsi rasio antara waktu yang benar-benar dipergunakannya untuk belajar dengan waktu yang dibutuhkannya.Model Carroll tersebut memandang belajar di sekolah sebagai terdiri dari rentetan tugas belajar yang jelas. Dalam setiap tugas, siswa maju dari ketidaktahuan mengenai fakta atau konsep tertentu ke pengetahuan atau pemahaman mengenai fakta atau konsep tersebut, atau dari ketidakmampuan melakukan suatu perbuatan ke kemampuan melakukannya. (Carroll, 1963 dalam Block, 1971:5). Menurut model ini, dalam kondisi belajar tertentu, waktu yang dipergunakan dan waktu yang dibutuhkan tergantung pada karakteristik tertentu dari individu serta karakteristik pengajarannya. Waktu yang dipergunakannya ditentukan oleh jumlah waktu yang ingin dipergunakan oleh siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan belajar (kesungguhannya) dan jumlah keseluruhan waktu yang tersedia baginya. Waktu belajar yang dibutuhkan oleh masing-masing siswa ditentukan oleh aptitude-nya untuk tugas yang bersangkutan, kualitas pengajarannya, dan kemampuannya untuk memahami pengajaran tersebut. Kualitas pengajaran didefinisikan berdasarkan tingkat pendekatan terhadap kapasitas optimum bagi setiap pelajar melalui penyajian, penjelasan, dan pengurutan elemen-elemen tugas belajar. Kemampuan untuk memahami pengajaran menggambarkan kemampuan siswa untuk memperoleh manfaat dari pengajaran itu, dan erat kaitannya dengan kecerdasannya secara umum. Model ini memandang bahwa kualitas pengajaran dan kemampuan siswa untuk memahami pengajaran itu berinteraksi untuk mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkannya untuk menguasai tugas secara tuntas sesuai dengan aptitude-nya. Jika kualitas pengajarannya dan kemampuannya untuk memahami itu tinggi, maka dia hanya akan membutuhkan sedikit waktu tambahan atau tidak sama sekali. Sebaliknya, jika kedua faktor tersebut rendah, maka dia akan membutuhkan banyak waktu tambahan. Model konseptual dari Carroll di atas ditransformasikan oleh Bloom ke dalam model kerja efektif untuk mastery learning (Block, 1971:6).2.2 Pengertian Konsep Belajar TuntasBelajar tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan agar tujuan instruksional yang akan dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan efisien.Tolok ukur yang digunakan pada pencapaian hasil belajar dengan pendekatan tersebut adalah tingkat kemampuan siswa per individu, bukan per kelas. Dengan demikian, siswa yang memiliki tingkat kecerdasan atau penguasaan pengetahuan dan keterampilan diatas rata-rata kelas, siswa yang bersangkutan berhak memperoleh pengayaan materi atau melanjutkan ke unit kompetensi selanjutnya, sebaliknya apabila siswa tersebut belum mampu mencapai standar kompetensi yang diharapkan maka siswa tersebut harus mengikuti program perbaikan (remedial) materi. Dalam pelaksanaannya peserta didik memulai belajar dari topik yang sama dan pada waktu yang sama pula. Perlakuan awal belajar terhadap siswa juga sama. Siswa yang tidak dapat menguasai seluruh materi pada topik yang dipelajarinya mendapat pelajaran tambahan sehingga mencapai hasil yang sama dengan kelompoknya. Siswa yang telah tuntas mendapat pengayaan sehingga mereka pun memulai mempelajari topik baru bersama-sama dengan kelompoknya dalam kelas. Pendekatan dalam proses belajar-mengajar adalah menyertai siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dalam rangka membantu memahami, melaksanakan dan menyimpulkan dari materi yang diberikan guru sehingga siswa merasa terbimbing, terarah sesuai tujuan pembelajaran yang dikehendaki dalam suasana yang bebas dari ketertekanan dan menyenangkan. Teknik pendekatan yang dipilih adalah salah satu cara guru melakukan inovasi dan terobosan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Kegiatan pendekatan terhadap siswa dalam penelitian tindakan kelas ini diwujudkan dalam partisipasi siswa dan guru dalam menghadapi tugas-tugas siswa. Partisipasi dimaksudkan sebagai keterlibatan mental dan emosi serta fisik anggota dalam memberikan inisiatif terhadap kegiatan yang dilancarkan oleh organisasi serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.Pendekatan belajar tuntas (mastery learning) dapat dilaksanakan dan mempunyai efek meningkatkan motivasi belajar intrinsik. Pendekatan ini mengakui dan mengakomodasi semua siswa yang mempunyai berbagai tingkat kemampuan, minat, dan bakat tadi asal diberikan kondisi-kondisi belajar yang sesuai.

2.3 Asumsi Dasar Belajar TuntasMenurut Carrol (dalam Ramayulis 2005:193) pada dasarnya bakat merupakan indeks kemampuan seseorang, melainkan sebagai ukuran kecepatan belajar (measures of learning rate). Artinya seorang yang memiliki bakat tinggi memerlukan waktu relatif sedikit untuk mencapai taraf penguasaan bahan dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki bakat rendah. Dengan demikian peserta didik dapat mencapai penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan, bila kualitas pembelajaran dan kesempatan waktu belajar dibuat tepat sesuai denagn kebutuhan masing-masing peserta didik.Berdasarkan uraian di atas maka model belajar dilandasi oleh dua asumsi yaitu:1. Bahwa adanya korelasi antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat). Hal ini dilandasi teori tentang bakat yang dikemukakan oleh Carrol yang menyatakan bahwa apabila para peserta didik didistibusikan secara normal dengan memperhatikan kemampuannya secara potensial untuk beberapa bidang pengajaran, kemudian mereka diberi pengajaran yang sama dan hasil belajarnya diukur, ternyata akan menunujukkan distribusi normal. Hal ini berarti bahwa peserta didik yang berbakat cenderung untuk memperoleh nilai tinggi (Ramayulis,194:1990).2.Apabila dilaksanakan secara sistematis, maka semua peserta didik akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya.

2.4 Prinsip Prinsip Belajar TuntasPara pengembang konsep belajar tuntas mendasarkan pengembangan pengajarannya pada prinsip-prinsip sebagai berikut (Sukmadinata, Nana Syaodih, 2005) :1. Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan. Tugas guru untuk merancang pengajarannya sedemikian rupa sehingga sebagian besar siswa dapat menguasai hampir seluruh bahan ajaran.2. Guru menyusun strategi pengajaran tuntas mulai dengan merumuskan tujuan-tujuan khusus yang hendak dikuasai oleh siswa.3. Sesuai dengan tujuan-tujuan khusus tersebut guru merinci bahan ajar menjadi satua-satuan bahan ajaran yang kecil yang medukung pencapaian sekelompok tujuan tersebut.4. Selain disediakan bahan ajaran untuk kegiatan belajar utama, juga disusun bahan ajaran untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan. Konsep belajar tuntas sangat menekankan pentingnya peranan umpan balik.5. Penilaian hasil belajar tidak menggunakan acuan norma, tetapi menggunakan acuan patokan.6. Konsep belajar tuntas juga memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individual. Prinsip ini direalisasikan dengan memberikan keleluasaan waktu, yaitu siswa yang pandai atau cepat belajar bisa maju lebih dahulu pada satuan pelajaran berikutnya, sedang siswa yang lambat dapat menggunakan waktu lebih banyak atau lama sampai menguasai secara tuntas bahan yang diberikan.

2.5 Ciri ciri Belajar TuntasMenurut Ahmadi, Abu, dkk. (2005) ada beberapa ciri belajar tuntas (mastery learning), yaitu :1. Siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat sesuai dengan harapan pengajar.2. Bakat seorang siswa dalam bidang pengajaran dapat diramalkan, baik tingkatannya maupun waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut. Bakat berfungsi sebagai indeks tingkatan belajar siswa dan sebagai suatu ukuran satuan waktu.3. Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata oleh siswa untuk mempelajari sesuatu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya4. Tingkat belajar sama dengan ketentuan, kesempatan belajar bakat, kualitas pengajaran, dan kemampuan memahami pelajaran.5. Setiap siswa memperoleh kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan kualitas pengajaran yang berdiferensiasi pula.

2.6 Variabel variabel Belajar TuntasVariabel-variabel belajar tuntas antara lain:a. Bakat siswaGuru hendaknya mengetahui bakat terbesar yang dipunyai siswa agar siswa bisa langsung diarahkan dgn tepat sehingga nantinya ada korelasi antara bakat dgn hasil belajarb. Ketekunan belajarGuru harus bisa mendorong siswanya agar mempunyai motivasi untuk belajar.misalnya saja dengan diadakanya pretest shg mau tidak mau siswa harus belajarc. Kualitas pembelajaranKualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsure-unsur tugas belajar. Jadi berkualitas atau tidaknya suatu pembelajaran ada di tangan gurud. Kesempatan yang tersediaKesempatan yang tersedia untuk belajar dalam memahami mata pelajaran, bidang studi, atau pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesilitannya, dan dalam hal ini guru harus benar-benar paham.Dengan memperhatikan perbedaan individu terutama dalam hal kemampuan dan kecepatan belajar, seorang guru dapat mengetahuinya dengan memberikan soal-soal kepada siswanya baik berupa soal ulangan ataupun soal latihan. Tentunya dengan adanya batasan waktu untuk mengerjakannya.Dengan begitu, guru dapat mengetahui seberapakah kemampuan dan kecepatan siswanya dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Setelah itu, guru menilai dan mengevaluasi hasil pekerjaan siswanya. Dari kegiatan tersebut guru dapat memahami kemampuan siswa dalam memecahkan persoalan dan dapat memilah siswa mana yang sudah memahami materi serta siswa mana yang belum.2.7 Indikator indikator Pembelajaran TuntasIndikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas1. Metode Pembelajaran.Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal.Adapun langkah-langkahnya adalah :a. Mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),b. Membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaiaan kompetensi,c. Mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)2. Peran GuruStrategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar.Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:a. Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.b. Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.c. Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasid. Memonitor seluruh pekerjaan peserta didike. Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)f. Menggunakan teknik diagnostikg. Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan. 3. Peran Peserta didikKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada Guru dan yang akan dikerjakannya melainkan pada Peserta didik dan yang akan dikerjakannya. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.4. EvaluasiPenting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.a. Asumsi dasarnya adalah:bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,b. Standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:c. Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasard. Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)e. Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program pengayaan.f. Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotorg. Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb.Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test);(2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan(3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu:(1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan bumbu untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi :a. corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnyab. memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.

2.8 Strategi Belajar Tuntas1. OrientasiPada tahap orientasi ini dilakukan penetapan suatu kerangka isi pembelajaran. Selama tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, tugas-tugas yang akan dikerjakan dan mengembangkan tanggung jawab siswa. Langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam tahap ini, dengan contoh-contoh. Jika yang diajarkan tentang konsep baru, adalah penting untuk mengajak siswa untuk mendiskusikan karakteristik konsep, aturan atau definisi serta contoh konsep. Jika yang diajarkan berupa keterampilan baru, adalah pentng untuk mengajak sisw untuk mengidentifikasi langkah-langkah kerja keterampilan dan berikan contoh untuk tiap langkah keterampilan yang diajarkan. Penggunaan media pembelajaran, baik visual maupun audio visual sangat disarankan dalam mengajarkan konsep atau keterampilan baru. Dalam tahap ini perlu diadakan evaluasi seberapa jauh siswa telah paham dengan konsep atau keterampilan baru yang baru diajarkan. Dengan demikian, siswa tidak akan mengalami kesulitan pada tahap latihan berikutnya. yaitu (1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan syarat-syarat kelulusan, (2) menjelaskan materi pembelajaran dan kaitannya dengan pembelajaran terdahulu serta pengalaman sehari-hari siswa, (3) guru mendiskusikan langkah-langkah pembelajaran seperti berbagai komponen-komponen isi pembelajaran dan tanggung jawab siswa yang diharapkan selama proses pembelajaran. 2. PenyajianDalam tahap ini guru menjelaskan konseo-konsep atau keterampilan baru disertai).3. Latihan TerstrukturDalam tahap ini guru memberi siswa contoh praktik penyelesaian masalah, berupa langkah-langkah penting secara bertahap dalam penyelesaian suatu masalah/tugas. Langkah penting dalam mengajarkan latihan penyelesaian soal adalah dengan menggunakan berbagai macam media (misalnya OHP, LCD, dan sebagainya) sehingga semua siswa bisa memahami setiap langkah kerja dengan baik. Dalam tahap ini siswa perlu diberi beberapa pertanyaan, kemudian guru memberi balikan atas jawaban siswa.

4. Latihan TerbimbingPada tahap ini guru member kesempatan kepada siswa untuk latihan menyelesaikan suatu permasalahan, tetapi masih di bawah bimbingan. Dalam tahap ini guru memberikan beberapa tugas / permasalahan yang harus dikerjakan siswa, namun tetap diberi bimbingan dalam menyelesaikannya. Melalui kegiatan latihan terbimbing ini memungkinkan guru untuk menilai kemampuan siswa dalam menyelesaikan sejumlah tugas dan melihat kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa. Peran guru dalam tahap adalah memantau kegiatan siswa dan memberikan umpan balik yang bersifat kolektif bila diperlukan.5. Latihan MandiriTahap latihan mandiri merupakan inti dari strategi ini. Latihan mandiri dilakukan apabila siswa telah mencapai skor unjuk kerja antara 85%-90% dalam tahap latihan terbimbing. Tujuan latihan mandiri adalah menguatkan atau memperkokoh bahan ajar yang baru dipelajari, memastikan peningkatan daya ingat/retensi, serta untuk meningkatkan kelancaran siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Kegiatan praktik dalam tahap ini tanpa bimbingan dan umpan balik dari guru. Kegiatan ini dapat dikerjakan di kelasatau berupa pekerjaan rumah. Peran guru dalam tahap ini adalah menilai hasil kerja siswa setelah selesai mengerjakan tugas secara tuntas. Bila perlu atau masih ada kesalahan, guru perlu member umpan balik. Perlu diberikan beberapa tugas untuk diselesaikan oleh siswa sehingga dapat mempertahankan daya ingat siswa.Secara umum keuntungan penggunaan strategi pembelajaran ini adalah sebagai berikut.1) Siswa dengan mudah dapat menguasai isi pembelajaran2) Meningkatkan motivasi belajar siswa3) Meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah secara mandiri4) Meningkatkan kepercayaan siswa

2.9 Implikasi Belajar TuntasMenurut Bloom beberapa implikasi belajar tuntas dapat disebutkan sebagai berikut :1. Dengan kondisi optimal, sebagian besar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara tuntas (mastery learning).2. Tugas guru adalah mengusahakan setiap kemungkinan untuk menciptakan kondisi yang optimal, meliputi waktu, metode, media dan umpan yang baik bagi siswa.3. Yang dihadapi guru adalah siswa-siswa yang mempunyai keanekaragaman individual. Karena itu kondisi optimal mereka juga beraneka raga. 4. Perumusan tujuan instruksional khusus sebagai satuan pelajaran mutlak diperhatikan, agar supaya para siswa mengerti hakikat tujuan dan prosa dan belajar.5. Bahan pelajaran dijabarkan dalam satuan-satuan pelajaran yang kecil-krcil dan selalu diadakan pengujian awal (pretest) pada permulaan pelajaran dan penyajian akhir (posttest) pada akhir satuan akhir pelajaran.6. Diusahakan membentuk kelompok-kelompok yang kecil (4-6 orang) yang dapat berteman secara teratur sehingga dapat saling membantu dalam memecahkan kesulitan-kesulitan belajar siswa secara efektif dan efisien.7. Sistem evaluasi berdasarkan atas tingkat penguasaan tujuan instruksional khusus bagi materi pelajaran yang bersangkutan yaitu menggunakan criteria referenced test bukannya norm referenced test.

2.10 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Tuntas Kelebihan Pembelajaran Tuntas Menurut Mariana, Alit Made, (2003:21), menyatakan tiga hal kelebihan pembelajaran tuntas, yaitu:1. Pembelajaran tuntas lebih efektif daripada pembelajaran yang tidak menganut paham pembelajaran tuntas. Keunggulan pembelajaran tuntas termasuk juga pencapaian siswa dan retensi (daya tahan konsep yang dipelajari) lebih tahan lama.2. Efisiensi belajar siswa secara keseluruhan lebih tinggi pada pembelajaran tuntas daripada pembelajaran yang tidak menerapkan pembelajaran tuntas. Siswa yang tergolong lambat menguasai standar kompetensi secara tuntas dapat belajar hampir sama dengan siswa yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.3. Sikap yang ditimbulkan akibat siswa mengikuti pembelajaran tuntas positif, dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak menganut faham pembelajaran tuntas. Adanya sikap positif dan rasa keingintahuan yang besar terhadap suatu materi subyek yang dipelajarinya. Kelemahan Pembelajaran Tuntas Menurut Mariana, Alit Made, (2003:24) juga menyatakan tentang kelemahan belajar tuntas diantaranya adalah :a) Guru-guru yang sudah terlanjur menggunakan teknik lama sulit beradaptasi.b) Memerlukan berbagai fasilitas, dan dana yang cukup besar. Menuntut para guru untuk lebih menguasai materi lebih luas lagi dari standar yang ditetapkan.c) Diberlakukannya sistem ujian (UAS dan UAN) yang menuntut penyelenggaraan program bidang studi pada waktu yang telah ditetapkan dan usaha persiapan siswa untuk menempuh ujian. Dalam pelaksanaan konsep belajar tuntas apabila kelas itu belum biasa menggunakan strategi belajar tuntas, maka guru terlebih dahulu memperkenalkan prosedur belajar tuntas kepada siswa dengan maksud memberikan motivasi, menumbuhkan kepercayaan diri, dan memberikan petunjuk awal.

2.11 Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran KonvensionalPembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik. Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui asas-asas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan peserta didik secara individual. Secara kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati pada Tabel berikut,Tabel 1: Perbandingan Kualitatif antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Belajar TuntasBelajar Konvensional

A. PersiapanTingkat KetuntasanDiukur dari performance peserta didik dalam setiap unit (satuan kompetensi atau kemampuan dasar)Setiap peserta didik harus mencapai nilai 75. Diukur dari performance peserta didik yang dilakukan secara acak

Satuan Acara PembelajaranDibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada peserta didikDibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan hanya dipakai sebagai pedoman guru

Pandangan terhadap Kemampuan Peserta DidikKemampuan hampir sama, namun tetap ada variasiKemampuan peserta didik dianggap sama

B. Pelaksanaan PembelajaranBentuk PembelajaranDilaksanakan melalui pendekatan klasikal, kelompok dan individual.Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal

Cara PembelajaranPembelajaran dilakukan melalui penjelasan guru (lecture), membaca secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi, dan belajar secara individualDilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya jawab, dan membaca (tidak terkontrol)

Orientasi PembelajaranPada terminal performance peserta didik (kompetensi atau kemampuan dasar) secara individualPada bahan pembelajaran

Peranan GuruSebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individualSebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh peserta didik dalam kelas

Fokus Kegiatan PembelajaranDitujukan kepada masing-masing peserta didik secara individualDitujukan kepada peserta didik dengan kemampuan menengah

Penentuan Keputusan mengenai Satuan PembelajaranDitentukan oleh peserta didik dengan bantuan guruDitentukan sepenuhnya oleh guru

C. Umpan BalikInstrumen Umpan BalikMenggunakan berbagai jenis serta bentuk tagihan secara berkelanjutanLebih mengandalkan pada penggunaan tes objektif untuk penggalan waktu tertentu

Cara Membantu Peserta DidikMenggunakan sistem tutor dalam diskusi kelompok (small-group learning activities) dan tutor yang dilakukan secara individualDilakukan oleh guru dalam bentuk tanya jawab secara klasikal

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanBelajar tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh.Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. 3.2 SaranTentunya kami amat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari rekan-rekan pembaca semua demi tersusunya makalah yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKAMoh Syaripudin. (2011). Pengertian Pembelajaran Tuntas. [ONLINE]. Tersedia. http://www.infogue.com/viewstory/2011/11/21/pengertian_model_pembelajaran_tuntas_/?url=http://www.syafir.com/2011/11/20/pengertian-model-pembelajaran-tuntasAkhmad Sudrajat. (2009). Pembelajaran Tuntas Mastery Learning dalam ktsp. Qyong Lee. (2011). Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning). [ONLINE].Mukminan, (2004). Pedoman Khusus Pembelajaran Tuntas. Jakarta: Depdiknas.Ahmadi, Abu. dkk. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia Darsono, M. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.Dimyati & Mujiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta..Mansyur. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Ditjen Pembinaan dan Kelembagaan Agama IslamSardiman AM. (1989). Motivasi dan Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: CV. RajawaliSardiman. (2004). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Sardiman. (2005). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Tim Penyusun. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kedua). Jakarta: BalaiWena, Made. (2009).Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. SuatuTinjauan KonseptualOperasional. Jakarta : Bumi Aksara. (Halaman : 184 185).25