BELAJAR PPh 21

download BELAJAR PPh 21

of 22

Transcript of BELAJAR PPh 21

BELAJAR PPh 21Mungkin sudah cukup banyak tentang pembahasan pph pasal 21, namun sepertinya saya juga masih perlu untuk meringkasnya lagi, agar lebih mudah dipahami lagi. Dan akan lebih jelas lagi kalau dibuat juga contoh penghitungannya. Untuk itu pada kesempatan ini, saya akan memulai untuk memahami tentang penghitungan pph pasal 21 melalui beberapa contoh-contoh penghitungan. Sebelum sampai pada contoh, saya akan meresum format ringkasnya sebagai berikut: Format penghitungan PPh Pasal 21 dengan gaji bulanan Format penghitungan PPh Pasal 21 dengan gaji bulanan a. b. Gaji sebulan dan tunjangan lainnya Pengurangan : 1. 2. Biaya Jabatan: Iuran pension: xx xx + xxx

xx c. Penghasilan neto sebulan (a-b) xx d. Penghasilan neto setahun (12 x c) xx e. PTKP setahun xx f. Penghasilan Kena Pajak setahun (d-e) xx g. PPh Pasal 21 terutang (tarif x f) xx h. PPh Pasal 21 sebulan ( g : 12) xx Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak Contoh: Ahmad Zakaria pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Ahmad menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut a. b. Gaji sebulan dan tunjangan lainnya Pengurangan : 1. Biaya Jabatan: 2. Iuran pension: 125.000 100.000+225.000

2.500.000

c. Penghasilan neto sebulan (a-b) 2.275.000 d. Penghasilan neto setahun (12 x c) 27.300.000 e. PTKP setahun 17.160.000 f. Penghasilan Kena Pajak setahun (d-e) 10.140.000 g. PPh Pasal 21 terutang (tarif x f) 507.000 h. PPh Pasal 21 sebulan ( g : 12) 42.250

1

Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar : 120% x Rp 42.250,00 = Rp 50.700.000

BELAJAR PPh 21 (PART 1)Bagi wajib pajak baru, terkadang masih bingun melihat daftar kewajiban pajak yang ada di Surat Keterangan Terdaftar. Salah satu kewajiban yang mucul, khusunya untuk wajib pajak badan adalah PPh Pasal 21. Apa sebenarnya sih PPh Pasal 21 itu? Secara teoritis, maka aturan PPh Pasal 21 dapat dilihat di Undang-undang PPh yaitu UU Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 36 tahun 2008. Jadi saya dapat memahami kenapa disebut PPh Pasal 21, hal itu tidak lain karena bahwa peraturan tentang pemotongan dan pemungutan pajak ini diatur dalam Pasal 21 UU PPh. Sebagai pengantar yang perlu diketahui adalah bahwa kewajiban PPh Pasal 21 adalah kewajiban bagi orang pribadi atau badan yang memberikan/membayarkan penghasilan/gaji /honor kepada orang pribadi lainnya. Untuk lebih memahami, maka saya akan ringkas kembali aturan PPh Pasal 21, Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh: a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; Pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah orang pribadi ataupun badan yang merupakan induk, cabang, perwakilan, atau unit perusahaan yang membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain dengan nama apa pun kepada pengurus, pegawai atau bukan pegawai sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan. Dalam pengertian pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang tidak dikecualikan dari kewajiban memotong pajak. Yang dimaksud dengan pembayaran lain adalah pembayaran dengan nama apa pun selain gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain, seperti bonus, gratifikasi, dan tantiem.

2

b.

c.

d.

e.

Yang dimaksud dengan bukan pegawai adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima atau memperoleh honorarium dari pemberi kerja. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; Bendahara pemerintah termasuk bendahara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Yang termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun; Yang termasuk badan lain, misalnya, adalah badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang membayarkan uang pensiun, tunjangan hari tua, tabungan hari tua, dan pembayaran lain yang sejenis dengan nama apa pun. Yang termasuk dalam pengertian uang pensiun atau pembayaran lain adalah tunjangan-tunjangan baik yang dibayarkan secara berkala ataupun tidak yang dibayarkan kepada penerima pensiun, penerima tunjangan hari tua, dan penerima tabungan hari tua. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan Yang termasuk dalam pengertian badan adalah organisasi internasional yang tidak dikecualikan dari kewajiban memotong pajak. Yang termasuk tenaga ahli orang pribadi, misalnya, adalah dokter, pengacara, dan akuntan, yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Penyelenggara kegiatan wajib memotong pajak atas pembayaran hadiah atau penghargaan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. Dalam pengertian penyelenggara kegiatan termasuk antara lain badan, badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan. Kegiatan yang diselenggarakan, misalnya kegiatan olahraga, keagamaan, dan kesenian

BELAJAR PPh 21 (part 2)Tulisan kali ini masih melanjutkan dari tulisan/ringkasan sebleumnya tentang PPh pasal 21. Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak Pasal 21 adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU KUP Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi pegawai tetap besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam pengertian iuran pensiun termasuk juga iuran tunjangan hari tua atau tabungan hari tua yang dibayar oleh pegawai.

3

Bagi pensiunan besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam pengertian pensiunan termasuk juga penerima tunjangan hari tua atau tabungan hari tua. Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajakadalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Besarnya penghasilan yang dipotong pajak bagi pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan bagian penghasilan yang tidak dikenai pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, dengan memerhatikan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku. Tarif pemotongan atas penghasilan adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah. Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara menunjukkan kartu NPWP. Contoh: Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 75.000.000,00Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah: 5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00 15% x Rp25.000.000,00 = Rp 3.750.000,00 (+) _____________ Jumlah Rp 6.250.000,00 Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah: 5% x 120% x Rp50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 15% x 120% x Rp25.000.000,00 = Rp 4.500.000,00 (+) ______________ Jumlah Rp 7.500.000,00 Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

PAJAK PENGHASILAN ATAS PESANGONTelah terbit aturan baru Pada tanggal 16 November 2009 telah diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 TAHUN 2OO9 tentangTarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, uang manfaat pension, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tuan yang dibayarkan sekaligus.

4

Atas penghasiian yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final. Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan belupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikutl a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,0O (lima puluh juta rupiah); b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp5O.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); c. sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengarr Rp500.000.000,00 (1ima ratus juta rupiah); d. sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasiian bruto di alas Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah). Pemotong Pajak wajib membenkan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang Pesalgon, Uang Malfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua Kewajiban menghitung, memotong, menyerorkan, dan melaporkan sebagaimana dinraksud pada ayat (1) dan kewajiban memberikan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 0% (nol persen). Aturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan

PPh PASAL 21 ATAS THRSebagaimana kebiasaan yang sering terjadi, dimana setiap menjelang hari raya idul fitri didahului dengan pembagian THR. Bahkan pembagian thr ini juga ikut diatur dalam keputusan menteri tenaga kerja untuk menjaga hak-hak dari pegawai. Nah atas penerimaan yang sifatnya tidak rutin diterima bulanan ini, maka diperlukan proses yang berbeda dalam menghitung pph pasal 21 nya. Format penghitungan PPh Pasal 21 atas THR

5

6

7

8

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 BAGI TENAGA AHLI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBASTenaga ahli yaitu wajib pajak yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender. Dalam hal tenaga ahli tersebut adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik. Apabila tenaga ahli belum memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 terutang. Contoh Ir. Garda adalah seorang arsitek, pada bulan Maret 2009 menerima fee sebesar Rp 100.000.000,00 dari PT Selaras sebagai imbalan pemberian jasa yang dilakukannya. Pada bulan Juli 2009 menerima pelunasan sisa fee sebesar Rp50.000.000. Penghitungan PPh Pasal 21:

9

PPh PASAL 21 UNTUK ANGGOTA DEWAN KOMISARIS YANG TIDAK MERANGKAP SEBAGAI PEGAWAI TETAPUntuk menghitung pph 21 yang harus dipotong/dipungut atas penghasilan yang diberikan pada anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, tidak lagi diperhitungkan dengan biaya jabatan dan PTKP, namun jumlah bruto penghasilan yang diberikan kepada anggota dewan komisaris tersebut seluruhnya merupakan DPP (Dasar Pengenaan Pajak). Jadi PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender. Untuk mengingatkan kembali, bahw tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah tarif penghitungan pph untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu

10

PPh PASAL 21 UNTUK WP BERHENTI KERJA SESELUM DESEMBER (KEWAJIBAN SUBJEKTIFNYA DIMULAI SETELAH AWAL TAHUN ATAU BERAKHIR SEBELUM BULAN DESEMBER)Pemotong pajak harus melakukan penghitungan kembali besarnya PPh Pasal 21 yang terutang: a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur, dengan cara PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan

b.

PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkuta, sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya. c. Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelumnya tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan, pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan pegawai tetap lainnya dalam masa pajak yag sama, sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk masa pajak tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap yang bekerja. Contoh: Lewis (K/3) mulai bekerja Mei 2004 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2009 dan meninggalkan Indonesia ke negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif). Selama tahun 2009 menerima gaji perbulan sebesar Rp 15.000.000,00 dan pada bulan April 2009 menerima bonus sebesar Rp 20.000.000,00

11

12

PPh PASAL 21 UNTUK WP BERHENTI BEKREJA SEBELUM DESEMBER (KEWAJIBAN SUBJEKTIFNYA SUDAH ADA SEJAK AWAL TAHUN DAN MASIH ADA PADA SAAT BERHENTI KERJA)Pemotong pajak harus melakukan penghitungan kembali besarnya PPh Pasal 21 yang terutang: a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur, dengan cara PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama pegawai tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak

b.

PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkuta, sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya. c. Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelumnya tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap

13

yang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan, pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan pegawai tetap lainnya dalam masa pajak yag sama, sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk masa pajak tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap yang bekerja

14

Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 102.750,00 dikembalikan oleh PT Mahakam kepada yang bersangkutan pada saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21

PPh PASAL 21 ATAS PENGAHSILAN PEGAWAI TETAP DENGAN GAJI MINGGUANUntuk pegawai tetap, terkadang menerima gaji tidak sebulan sekali, tapi menerima gaji secara minggunan. Hal ini tentu akan menyebabkan tambahan pekerjaan dalam penghitungan pajaknya, dan juga dapat menyebabkan kebingunan dalam melakukan penghitungan pajak yang terutang atas gaji mingguan tersebut. Atas gaji yang dibayar tersebut, ternyata sudah ada pengaturannya dari dirjen pajak. Berikut adalah format penghitungan untuk pph pasal 21 atas gaji yang dibayarkan mingguan untuk pegawai tetap

15

PPh PASAL 21 THDP BONUS, JASA PRODUKSI DAN SEJENISNYA BG PEGAWAI TETAP16

Contoh penghitungan pph pasal 21 atas rapel akibat adanya kenaikan gaji telah dipelajari, maka pada kesempatan ini sampai pada contoh dan format untuk menghitung pph pasal 21 atas bonus, jasa produksi dan sejenisnya. Penghasilan atas bonus jasa produksi, tantiem, gratifikasi,dan sejenisnya ini termasuk penghasilan yang tidak rutin diterima setiap bulan, sehingga penghitungan pph pasal 21 nya pun jadi bersifat lebih khusus. Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, bonus, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut: - dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya - dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya - selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya

17

Contoh: Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.000.000,00 sebulan. Dalam tahun yang bersangkutan Joko menerima bonus sebesar Rp 5.000.000,00. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 60.000,00. Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut.

18

PPh PASAL 21 ATAS UANG RAPEL UNTUK PEGAWAI TETAPAda kalanya pegawai menerima kenaikan gaji di tahun berjalan, dan keputusan kenaikan gaji itu berlaku surut, sehingga dengan adanya kenaikan gaji berlaku surut tersebut menyembabkan adanya pembayaran kekurangan gaji untuk bulan-bulan sebelumnya yang biasa disebut dengan rapel. Atas rapel ini tentunya juga merupakan objek PPh Pasal 21, sehingga juga perlu dihitung berapa besarnya PPh Pasal 21 atas uang rapel ini. Format penghitungan PPh Pasal 21 dengan uang rapel

19

Contoh: Ahmad Zakaria pada bulan Juni 2009 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp. 3.5000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2009. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Ahmad menerima rapel sejumlah Rp 5.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei 20069). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2009 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut

20

PENGHASILAN YG DIPOTONG DAN PENGHASILAN YG TIDAK DIPOTONG PPh 21Apakah semua penghasilan yang diperoleh seorang pegawai itu merupakan penghasilan yang harus dikenakan pph pasal 21 (objek PPh Pasal 21)? Ternyata tidak Terdapat penghasilan yang memang termasuk pengertian bahwa penghasilan tersebut masuk dalam kategori penghasilan yang dipotong pph pasal 21, dan ada penghasilan yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong pph pasal 21. Berikut adalah kelompok penghasilan tersebut: Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah: a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; b. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

21

imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagaiamana diatas termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: 1. bukan Wajib pajak; 2. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau 3. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah: a.. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; b.. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan yang diberikan oleh: bukan Wajib pajak; Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong pph pasal 21 c.. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja; d.. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; e.. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan

f.

22