Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

11

Click here to load reader

Transcript of Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

Page 1: Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

BAYI TABUNG MENURUT HUKUM ISLAM(MAKALAH)

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu TugasMata Kuliah Seminar Agama Islam

DosenAsep M. Tamam, M.Ag.

Disusun olehR U S Y A N A

2119060080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)

UNIVERSITAS GALUH CIAMISTAHUN 2009

i

Page 2: Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjtkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, taufik serta hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan sebuah makalah yang berjudul “Bayi Tabung / Inseminasi Buatan Menurut Hukum Islam”.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Agama Islam. Selain itu, untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas berkenaan dengan judul makalah yang kami susun.

Dalam penyusunan makalah ini kami menemukan beberapa kendala, namun berkat partisifasi dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :1. Yth. Asep M Tamam, M.Ag. selaku Dosen Mata Kuliah Seminar Agama Islam.2. Semua rekan-rekan mahasiswa atas segala partisipasi yang telah diberikan.3. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan makalah

ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.

Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi kita semua. Amien.

Ciamis, April 2009

Penyusun

ii

Page 3: Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

DAFTAR ISI

halamanHalaman Jilid............................................................................................ iKata Pengantar......................................................................................... iiDaftar Isi................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 11.1. Latar belakang.................................................................... 11.2. Rumusan masalah.............................................................. 11.3. Tujuan penulisan................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 22.1. Pengertian.......................................................................... 22.2 Hukum Bayi Tabung / Inseminasi Buatan Menurut Islam . . 5

BAB III SIMPULAN DAN SARAN............................................................ 103.1. Simpulan............................................................................ 103.2. Saran.................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 12

iii

Page 4: Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dengan meju pesatnya dibidang teknologi, kini banyak teknologi-teknologi yang mampu menciptakan/membuat bermacam-macam produk hasil teknologi tersebut yang mungkin dipandangnya lebih berkualitas. Di antara produk teknologi mutakhir adalah dibidang biologi, yaitu salah satunya adanya bayi tabung / inseminasi buatan. Pada dasarnya orang-orang memuji dengan kemajuan dibidang teknologi tersebut, namun mereka belum tahu pasti apakah produk-produk hasil teknologi itu dibenarkan menurut hukum agama.

Oleh karena hal tersebut di atas, untuk mengetahui lebih banyak tentang Bayi Tabung / Inseminasi Buatan dan bagaimana Menurut Hukum Islam tentang Bayi Tabung tersebut, maka kami kan mencoba menggali, mengkaji, dan memaparkan makalah yang berjudul “Bayi Tabung / Inseminasi Buatan Menurut Islam”.

1.2. Rumusan masalah

a. Apa bayi tabung / inseminasi buatan itu ?b. Bagaimana hukum bayi tabung menurut Islam ?

1.3. Tujuan

a. Mengetahu tentang bayi tabung / inseminasi buatan ?b. Mengetahui tentang hukum bayi tabung menurut Islam ?

1

Page 5: Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Pengantar

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”. (Q.S. Al-Isra : 36)

Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan modern dan teknologi kedokteran dan biologi yang canggih, maka teknologi bayi tabung juga maju dengan pesat, sehingga kalau teknologi bayi tabung ini ditangani oleh orang-orang yang kurang beriman dan bertaqwa, dikhawatirkan dapat merusak nilai-nilai agama, moral, dan budaya bangsa, serta akibat-akibat yang negatif lainnya yang tidak terbayangkan oleh kita sekarang ini. Sebab apa yang bisa dihasilkan dengan teknologi, belum tentu bisa diterima dengan baik menurut agama, etika, dan hukum yang hidup di masyarakat. Hal ini terbukti dengan misalnya timbulnya kasus bayi tabung di Amerika Serikat, di mana ibu titipannya bernama Mary Beth Whitehead dimejahijaukan, karena tidak mau menyerahkan bayinya kepada keluarga William Stern sesuai dengan kontrak. Dan setelah melalui proses peradilah yang cukup lama, akhirnya Mahkamah Agung memutuskan, keluarga Mary harus menyerahkan bayi tabungnya kepada keluarga William sesuai dengan kontrak yang dianggap sah menurut hukum di sana.

Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran, antara lain ialah :1. Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum

istri kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri.

2. Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba palupi).Teknik kedua ini lebih alamiah dari pada teknik pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani) melalui hubungan seksual.

Masalah bayi tabung / inseminasi buatan telah banyak dibicarakan di kalangan Islam dan du luar kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Misalnya Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamarnya tahun 1980 mengharamkan bayi tabung dengan donor sperma. Lembaga Fiqh Islam OKI (Organisasi Konferensi Islam) mengadakan sidang di Amman pada tahun 1986 untuk membahas beberapa teknik inseminasi buatan / bayi tabung, dan mengharamkan bayi tabung dengan sperma dan/atau ovum donor. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan, dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Kemudian Kartono Muhammad, Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memberi informasi, bayi tabung pertama Indonesia yang diharapkan lahir di Indonesia sekitar bulan Mei yang akan datang ditangani oleh dokter-dokter Indonesia sendiri. Ia mengharapkan agar masyarakat Indonesia bisa memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri.

2

Page 6: Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

2.2. Hukum Bayi Tabung / Inseminasi Buatan Menurut Islam

Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad lajim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar ijtihadnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan Sunah yang menjadi pegangan umat Islam. Sudah tentu ulama yang melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendekiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proporsional dan mendasar.

Bayi tabung / inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan hukum Fiqih Islam “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal terlarang”.

Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.

Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut :

1) Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70 :

“Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Dan Surat Al-Tin ayat 4 :

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

3

Page 7: Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.

2) Hadits Nabi :

“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istriorang lain). Hadits riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadits ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban”.

Dengan hadits ini para ulama madzhab sepakat mengharamkan sesorang mengawini/melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari orang lain yang mempunyai ikatan perkawinan yang sah. Tetapi mereka berbeda pendapat : apakah sah/tidak seorang pria mengawini wanita hamil dari orang lain akibat zina? Menurut madzhab Hanbali, wanita tersebut tidak boleh dinikahi oleh pria yang tidak menghamilinya sebelum lahir kandungannya. Sebab dia itu terkena iddah. Zufar al-Hanafi juga sependapat dengan madzhab Hanbali. Sedang madzhab Syafii membolehkan wanita hamil tersebut dikawini oleh orang yang tidak menghamilinya tanpa harus menunggu lahir bayinya, sebab anak yang dikandungnya itu tidak ada hubungan nasab dengan pria yang berzina yang menghamili ibunya. Karena itu, adanya si janin itu sama dengan tidak ada, sehingga tidak perlu ada iddah. Sementara Abu Hanifah membolehkan juga seorang mengawini wanita hamil dari zina dengan orang lain (sah nikahnya), tetapi dengan syarat si pria yang menjadi suaminya itu untuk sementara tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan istrinya sebelum kandungan lahir.

Menurut hemat penulis, madhab Hanbali yang mengharamkan perkawinan anatra wanita hamil karena zina dengan pria yang tidak menghamilinya sebelum habis iddahnya (lahir kandungannya) adalah mengandung hukuman yang cukup berat yang tidak hanya dirasakan oleh si wanita pelaku zina, melainkan juga oleh keluarganya, lebih-lebih nantinya akan dirasakan oleh si anak yang tidak berdosa akibat ulah ibunya. Sebaliknya madzhab Syafii yang membolehkan wanita hamil karena zina bisa dinikahi pria lain tanpa syarat bisa membawa dampak negatif dalam masyarakat, yakni pria dan wanita tidak merasa takut melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sebab kalau terjadi kehamilan, pria dan wanita tersebut bisa kawin atau wanita tersebut bisa kawin dengan pria lain tanpa menunggu iddah, kecuali kalau keduanya atau salah seorang dari keduanya masih terikat tali perkawinan dengan orang lain (vide UU No. 1/1974 pasal 9 jo pasal 3 (2) dan pasal 4).

4

Page 8: Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

BAB IIISIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Setelah kami gali, kaji, dan paparkan maka kami dapat memberikan kesimpulan bahwa :

1. Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak di transfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan) diperbolehkan Islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk kelinci percobaan atau main-main). Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.

2. Inseminasi buatan dengan sperma dan/atau ovum donor diharamkan (dilarang keras) Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini / bayi tabung ini statusnya sama dengan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah.

3.2 Saran

Setelah kami gali, kaji, paparkan dan simpulkan maka kami dapat memberikan saran :

1. Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nuthfah / Sperma dan Bank Ovum untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi tanpa perlu adanya perkawinan.

2. Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan), dan pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan anksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa yang melakukan inseminasi buatan pada manusia dengan sperma dan/atau ovum donor.

Demikian makalah ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua.

5

Page 9: Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Daud. 1984. Kedudukan Islam dalam Sistem Hukum Islam . Jakarta : Yayasan Risalah.

Zuhdi, Masjfuk. 1989. Masail Fiqhiyah. Jakarta : PT Inti Idayu Press

6