BALITA BGM

107
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi – tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Keadaan gizi yang tidak seimbang dapat mempengaruhi status gizi dan pada akhirnya menimbulkan masalah gizi. Sampai saat ini ada 4 masalah gizi utama yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat yaitu kurang energy protein (KEP), anemia gizi besi, kurang vitamin A (KVA), dan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya 1

Transcript of BALITA BGM

Page 1: BALITA BGM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi – tingginya.

Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa

Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.

Keadaan gizi yang tidak seimbang dapat mempengaruhi status gizi dan pada

akhirnya menimbulkan masalah gizi. Sampai saat ini ada 4 masalah gizi utama yang

berkaitan dengan kesehatan masyarakat yaitu kurang energy protein (KEP), anemia

gizi besi, kurang vitamin A (KVA), dan gangguan akibat kekurangan yodium

(GAKY).

Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi

makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau

ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro

bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK)

adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita

akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan

selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah.

1

Page 2: BALITA BGM

2

Dalam hal ini seorang manajer program kesehatan masyarakat dituntut untuk

memiliki keterampilan mengkaji dan merumuskan masalah kesehatan masyarakat

dan masalah program yang berkaitan dengan kejadian kekurangan gizi. Untuk

menghadapi tuntunan perkembangan program di era otonomi daerah, petugas

kesehatan yang bekerja di Dinas Kesehatan dan Propinsi harus meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan manajerialnya agar tugas-tugas pokoknya dapat

dilaksanakan lebih efisien, lebih efektif, dan produktif.

Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat di

masa datang perlu dilakukan dengan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah

sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Keadaan ini

diharapkan dapat semakin mempercepat sasaran nasional dan global dalam

menetapkan program yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan

pemantauan.

Sehubungan dengan baru berdirinya Dinas Kesehatn Kota Tangerang Selatan,

maka pada kegiatan magang kali ini mahasiswa peminatan gizi program studi

kesehatan masyarakat fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN syarif

hidayatullah ingin melihat dan mengetahui gambaran evaluasi program perbaikan

gizi yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

1.2 Tujuan Kegiatan Magang

1.2.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran umum evaluasi program perbaikan gizi yang

dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009.

Page 3: BALITA BGM

3

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

tahun 2009.

2. Diketahuinya gambaran umum bagian gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan tahun 2009.

3. Diketahuinya gambaran umum program gizi Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan tahun 2009.

4. Diketahuinya gambaran evaluasi program perbaikan gizi Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan tahun 2009.

1.3 Manfaat Kegiatan Magang

1.3.1 Bagi Mahasiswa

1. Mengerti dan memahami masalah kesehatan masyarakat secara nyata di

institusi kerja sebagai kesiapan mahasiswa dalam memasuki dunia kerja.

2. Mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah.

3. Menambah wawasan dan mampu mengembangkan kompetensi diri serta

adaptasi dalam dunia kerja.

4. Memperoleh pengalaman bekerja dalam sebuah tim (team work) untuk

memecahkan berbagai masalah kesehatan sesuai bidang institusi kerja tempat

magang.

Page 4: BALITA BGM

4

1.3.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta

1. Terlaksananya salah satu dari upaya untuk megimplementasikan Tri Dharma

Perguruan Tinggi yaitu: akademik, penelitian, pengabdian masyarakat

dengan aplikasi nilai-nilai islam di tempat kerja.

2. Terbinanya suatu jaringan kerja sama yang berkelanjutan dengan institusi

magang dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara

substansi akademik dengan kompetensi sumber daya manusia yang

kompetitif dan dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.

3. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan tenaga

terampil dari lapangan dalam kegiatan magang.

1.3.3 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Memberikan masukan, khususnya dalam mencari solusi masalah

kesehatan masyarakat secara proporsional agar dapat memecahkan di Institusi

magang.

Page 5: BALITA BGM

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinas Kesehatan

2.1.1. Pengertian

Dinas Kesehatan berperan dalam melaksanakan sebagian urusan pemerintahan

daerah di bidang kesehatan berdasarkan azas ekonomi dan tugas pembantuan (Dinkes

Kabupaten Cianjur, 2008).

Fungsi Dinas Kesehatan diantaranya adalah :

1) Perumusan kebijakan teknis dinas di bidang perencanaan, pelaksanaan,

pembinaan, evapor penyelenggara urusan pemerintah daerah serta penyiapan

bahan perumusan kebijakan pemerintah daerah di bidang kesehatan.

2) Penyelenggara urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan.

3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dinas dalam menyelenggarakan sebagian

urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

4) Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Bupati (Dinkes Kabupaten Cianjur,

2008).

2.1.2. Upaya perbaikan gizi masyarakat

Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan status gizi

dalam rangka menunjang peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah satu

kegiatannya adalah melakukan pemantauan pertumbuhan balita, pelayanan gizi di

posyandu.

Page 6: BALITA BGM

6

2.2 Program Perbaikan Gizi

Program pada dasarnya merupakan kumpulan kegiatan yang dihimpun dalam

satu kelompok yang sama secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk mencapai

tujuan dan sasaran. Program yang baik akan menuntun pada hasil-hasil yang diinginkan.

Oleh karena itu, penetapan program dilakukan dengan melihat kebijakan yang telah

ditetapkan, tujuan dan sasaran serta visi dan misi.

Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan di era desentralisasi kesehatan

yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan/

tenaga kesehatan, maka diperlukan dukungan dari berbagai program diantaranya

program perbaikan gizi masyarakat.

Program perbaikan gizi dilaksanakan untuk meningkatkan status gizi masyarakat

terutama ditujukan kepada kelompok rentan ibu hamil, ibu nifas dan menyusui serta

balita. Empat program utama yang dilaksanakan yaitu :

1. Program penanggulangan Kurang Energi Protein

(KEP) dan Kurang Energi Kronik (KEK) serta kegemukan.

2. Program penanggulangan Kurang Vitamin A (KVA)

3. Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB)

dan kekurangan zat gizi mikro lain.

4. Program Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang

Yodium (GAKY).

Page 7: BALITA BGM

7

Tujuan khusus dari program diatas adalah menurunkan prevalensi masalah

kekurangan gizi dengan meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan

berdasarkan menu seimbang (Depkes RI, 1999)

2.3 Standar Pelayanan Minimal

Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum yang ditetapkan oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, ada beberapa program yang minimal dilaksanakan Dinas

Kesehatan di tingkat Kabupaten/ Kota, yaitu:

2.3.1 Pemberian Kapsul Vitamin A 2 Kali per Tahun kepada Balita

Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul vitamin A adalah bayi

yang berumur mulai umur 6-11 bulan dan anak umur 12-59 bulan yang mendapat kapsul

vitamin A dosis tinggi.

Kapsul vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru dengan

dosis 100.000 S.I. yang diberikan kepada bayi umur 6-11 bulan dan kapsul vitamin A

berwarna merah dengan dosis 200.000 S.I. yang diberikan kepada anak umur 12- 59

bulan.

Untuk cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan bayi 6-11

bulan mendapat kapsul vitamin A satu kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul

vitamin A dosis tinggi dua kali per tahun di satu wilayah kerja pada kurun waktu

tertentu. Untuk rumus perhitungannya yaitu:

Page 8: BALITA BGM

8

Sumber Data berasal dari FIII Gizi, LB3-SIMPUS, Kohort Balita dan Biro Pusat

Statistik Kabupaten/Kota. Sedangkan rujukannya yaitu:

a) Pedoman Akselerasi Cakupan Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000;

b) Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000;

c) Booklet Deteksi Dini Xerophtalmia, Depkes RI Tahun 2002;

d) Pedoman dan deteksi tatalaksana kasus xerophtalmi, Depkes RI Tahun 2002.

Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 80% pada tahun 2005

dan 90% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang

dgunakan dalam kegiatan pemberian kapsul vitamin A kepada balita ini adalah

1) Pendataan Sasaran Balita (Baseline data);

2) Perencanaan kebutuhan kapsul vitamin A;

3) Pengadaan dan pendistribusian kapsul vitamin A;

4) Sweeping pemberian kapsul vitamin A;

5) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis;

6) Monitoring dan Evaluasi.

2.3.2 Pemberian Tablet Fe 90 bagi Ibu Hamil

Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester III.

Tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi Anemia Gizi Besi yang

diberikan kepada ibu hamil.

Untuk cakupan Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe adalah cakupan Ibu hamil yang

mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun

waktu tertentu.

Page 9: BALITA BGM

9

Untuk rumus perhitungannya yaitu:

Sumber Data diperoleh dari Kohort LB3 Ibu, PWS-KIA, Perkiraan sasaran ibu

bersalin di wilayah kerja yang sama dihitung dengan formula 1.05 x CBR wilayah kerja

yang sama x jumlah penduduk di wilayah kerja yang sama. Sedangkan untuk rujukannya

yaitu berasal dari

1) Pedoman Pemberian Tablet Besi-Folat dan Sirup Besi bagi Petugas Depkes RI

Tahun 1999;

2) Booklet Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah Untuk WUS Tahun 2001.

Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 70% pada tahun 2005

dan 90% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang

dgunakan dalam kegiatan pemberian tablet Fe bagi ibu hamil adalah

1) Pendataan Sasaran Ibu Hamil (Baseline data);

2) Perencanaan kebutuhan tablet Fe (zat besi);

3) Pengadaan dan pendistrubusian tablet Fe;

4) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis;

5) Monitoring dan Evaluasi.

2.3.3 Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah Garis Merah dari

Keluarga Miskin.

Page 10: BALITA BGM

10

Bayi Bawah Garis Merah (BGM) keluarga miskin adalah bayi usia 6-11 bulan

yang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS.

Keluarga Miskin (Gakin) adalah keluarga yang dtetapkan oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK) dengan

melibatkan Tim Desa dalam mengidentifikasi nama dan alamat Gakin secara tepat,

sesuai dengan Gakin yang disepakati.

MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biscuit yang dapat dibuat dari

campuran beras, dan atau beras merah, kacang-kacangan, sumber protein hewani/nabati,

terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedele, garam bikarbonat dan diperkaya dengan

vitamin dan mineral.

Untuk cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi usia 6-11 bulan

BGM dari keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100 gram per hari

selama 90 hari.

Rumus penghitungannya yaitu:

Sumber data berasal dari Laporan Khusus MP-ASI, R1 Gizi, LB3-SIMPUS.

Sedangkan untuk rujukannya yaitu berasal dari Pedoman pengelolaan Makanan

Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk bayi usia 6-11 bulan dan Spesifikasi MP-ASI

tahun 2004.

Page 11: BALITA BGM

11

Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 90% pada tahun 2005

dan 100% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang

dgunakan dalam kegiatan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi garis merah

dari keluarga miskin ini adalah

1) Pendataan sasaran;

2) Penyusunan Spesifikasi dan Pedoman

3) Pengelolaan MP-ASI untuk bayi usia 6-11 bln dan anak usia 12-23 bln;

4) Pelatihan tenaga pelaksanaan program MP-ASI;

5) Sosialisasi program MP-ASI;

6) Distribusi MP-ASI;

7) Pencatatan/Pelaporan;

8) Monitoring dan Evaluasi.

2.3.4 Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Balita adalah anak usia di bawah lima tahun (0 tahun sampai dengan 4 tahun 11

bulan), yang ada di kabupaten/kota. Gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan

(BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-score < -3, dan atau dengan tanda-tanda klinis

(marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor).

Perawatan sesuai standar yaitu pelayanan yang diberikan mencakup :

1) Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi, hipoglikemi, dan hipotermi;

2) Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB;

Page 12: BALITA BGM

12

3) Pemberian larutan elektrolit dan multimicronutrient serta memberikan makanan

dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang sesuai kebutuhan, mengikuti fase

Stabilisasi, Transisi, dan Rehabilitasi;

4) Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta;

5) Ditimbang setiap minggu untuk memantau peningkatan BB sampai mencapai Z-

score -1;

6) Konseling gizi kepada orang tua / pengasuh tentang cara memberi makan anak.

Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di

sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di satu wilayah kerja pada

kurun waktu tertentu.

Rumus penghitungannya yaitu:

Sumber data yaitu berasal dari R1/Gizi, LB3-SIMPUS, SIRS, W1 (laporan

Wabah KLB), Laporan KLB gizi buruk Puskesmas dan atau Rumah Sakit. Sedangkan

rujukannya yaitu berasal dari:

1) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya, 1998;

2) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan Rumah Tangga, 1998;

Page 13: BALITA BGM

13

3) Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003;

4) Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003;

5) Panduan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003;

6) Pedoman pelayanan gizi rumah sakit, 2003.

7) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 100% pada tahun

2005 dan 100% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah

yang dgunakan dalam kegiatan balita gizi buruk mendapat perawatan ini adalah

1) Perencanaan penyiapan sarana/prasarana;

2) Pelatihan tenaga kesehatan;

3) Pelayanan kasus;

4) Evaluasi.

2.3.5 Pemantauan Balita yang Naik Berat Badannya

Balita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang ditimbang 2 (dua) bulan

berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS.

Balita yang naik berat badannya (N) adalah Balita yang ditimbang (D) di

Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada

kurun waktu tertentu. Sedangkan rumus perhitungannya adalah:

Page 14: BALITA BGM

14

Sumber data yaitu berasal dari R1 Gizi, LB3-SIMPUS. Sedangkan rujukannya

yaitu: Pedoman UPGK, Pedoman pengisian KMS, dan Pedoman pemantauan

pertumbuhan balita.

Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 60% pada tahun 2005

dan 80% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang

dgunakan dalam kegiatan pemantauan balita yang naik berat badannya adalah

1) Pengadaan dan pemeliharaan sarana terdiri dari alat timbang, pengadaan daftar

tilik, formulir rujukan, R1 Gizi, LB3-SIMPUS;

2) Perencanaan logistik, pelaksanaan kegiatan dan pengambilan laporan

3) Pelaksanaan pemantauan pertumbuhan di posyandu dan di luar posyandu

4) Bimbingan teknis.

2.3.6 Balita Bawah Garis Merah

Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya

berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS.

Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita BGM yang ditemukan disatu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Sedangkan rumus perhitungannya yaitu:

Sumber data yaitu berasal dari R1 Gizi, LB3-SIMPUS. Sedangkan rujuknnya

yaitu Pedoman UPG, Pedoman pengisian KMS, dan Pedoman pemantauan pertumbuhan

balita.

Page 15: BALITA BGM

15

Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 8% pada tahun 2005

dan 5% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang

digunakan dalam kegiatan balita bawah garis merah ini adalah

1) Pengadaan dan pemeliharaan alat ukur berat badan dan KMS, pengadaan daftar

tilik dan formulir rujukan

2) Perencanaan penyiapan logistik;

3) Pelacakan BGM melalui pemantauan pertumbuhan di posyandu dan di luar

posyandu;

4) Bimbingan teknis (Depkes RI, 1999)

2.4 Evaluasi Program

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menilai hasil dari

program yang dilaksanakan, karena dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed

back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya evaluasi sulit rasanya

untuk mengetahui sejauh mana tujuan – tujuan yang direncanakan itu telah mencapai

tujuan atau belum (Notoatmojo, 2003).

Evaluasi Program gizi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan dan hasil

yang dicapai dalam upaya peningkatan gizi masyarakat yang dilakukan oleh masing-

masing wilayah/ daerah (Depkes RI, 2008).

Tujuan evaluasi secara umum untuk mengetahui dengan pasti apakah pencapaian

hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program/ kegiatan dapat

Page 16: BALITA BGM

16

dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan

datang.

Dalam buku panduan pengelolaan program perbaikan gizi kabupaten/ kota,

tujuan dari evaluasi yaitu:

1) Memperbaiki rancangan kebijakan, program dan proyek.

2) Menentukan suatu bentuk kegiatan yang tepat.

3) Memperoleh masukan untuk digunakan didalam proses perencanaan yang akan

datang.

4) Mengukur keberhasilan suatu program (Depkes RI, 2000).

Evaluasi mempunyai beberapa fungsi antara lain:

a) Memberikan informasi yang valid mengenai program dan kegiatan yaitu seberapa

jauh kebutuhan, nilai dan desempatan telah dicapai. Dengan evaluasi dapat

diungkapkan mengenai pencapaian statu tujuan, sasaran dan target tertentu,

b) Memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari

tujuan dan target,

c) Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan termasuk perumusan

masalah yang direkomendasikan,

Page 17: BALITA BGM

17

d) Evaluasi memiliki tujuan pokok melihat seberapa besar kesenjangan antara

pencapaian hasil kegiatan dan program dengan harapan atau renacana yang sudah

ditetapkan.

Evaluasi merupakan bagian integral dari proses manajemen. Dalam evaluasi itu

sendiri ada siklusnya yang bisa dilihat berikut ini.

Bagan 2.1

Daur Evaluasi

Dari gambar daur evaluasi diatas, tampak bahwa evaluasi secara umum meliputi

langkah-langkah berikut ini:

1. Menentukan apa yang akan

dievaluasi. Ini karena apa saja bisa dievaluasi, apakah itu rencananya, sumber daya,

proses pelaksanaan, keluaran, efek atau bahkan dampak suatu kegiatan serta

pengaruh terhadap lingkungan yang luas.

2. Mengembangkan kerangka dan

batasan. Di tahap ini dilakukan asumsi-asumsi mengenai hasil evaluasi serta

Menentukan apa yang akan

dievaluasi

Mengembangkan kerangka dan

batasan

Merancang desain

(metode)

Membuat kesimpulan dan

pelaporan

Melakukan Pengamatan, Pengukuran dan analisis

Menyusun rencana dan instrumen

Page 18: BALITA BGM

18

pembatasan ruang lingkup evaluasi serta batasan – batasan yang dipakai agar

objektif dan fokus.

3. Merancag desain (metode).

Karena biasanya evaluasi terfokus pada satu atau beberapa aspek, maka dilakukan

perancangan desain.

4. Menyusun instrumen dan

rencana pelaksanaan. Selanjutnya ialah mengembangkan instrumen pengamatan atau

pengukuran serta rencana analisis dan membuat rencana pelaksanaan evaluasi.

5. Melakukan pengamatan,

pengukuran, dan analisis. Selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data hasil

pengamatan, melakukan pengukuran serta mengolah informasi dan mengkajinya

sesuai tujuan evaluasi.

6. Membuat kesimpulan dan

pelaporan. Informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi ini disajikan dalam bentuk

laporan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan.

Keenam langkah evaluasi diatas dapat dipadatkan dua langkah terpenting yaitu

menetapkan apa (fokus) yang akan dievaluasi dan merancang metode (cara)

melaksanakannya.

1. Menetapkan apa yang akan dievaluasi. Langkah ini bisa dilakukan dengan mengkaji

secara sistem yaitu dengan menguraikan proses kegiatan menurut unsur-unsur sistem

yaitu: input, proses, output, outcome, impact, feed back serta environment.

2. Memilih atau merancang desain evaluasi (Notoatmojo, 2005).

Page 19: BALITA BGM

19

Feurstein (1990:h.2-4) menyatakan 10 alasan mengapa suatu evaluasi perlu

dilakukan:

1. Pencapaian

Guna melihat apa yang sudah dicapai.

2. Mengukur kemajuan

Melihat kemajuan dikaitkan dengan objektif program.

3. Meningkatkan pemantauan

Agar tercapai manajemen yang lebih baik.

4. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan

Agar dapat memperkuat program itu sendiri.

5. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif

Guna melihat perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.

6. Biaya dan manfaat

Melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup masuk akal (reasonable).

7. Mengumpulkan informasi

Guna merencanakan dan mengelola kegiatan program secara lebih baik.

8. Berbagi pengalaman

Guna melindungi pihak lain terjebak dalam kesalahan yang sama, atau untuk

mengajak seseorang untuk ikut melaksanakan metode yang serupa bila metode yang

dijalankan telah berhasil dengan baik.

9. Meningkatkan keefektifan, agar dapat memberikan dampak yang lebih luas.

Page 20: BALITA BGM

20

10. Memunkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik, Karena memberikan

kesempatan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, komunitas funsionl dan

komunitas lokal.

Meskipun diatas telah diungkapkan adanya sepuluh alasan suatu organisasi

melakukan evaluasi, tetapi tidak semua alasan selalu muncul pada setiap kasus

pengevaluasian. Akan tetapi, ke sepuluh alasan inilah yang paling sering muncul dan

menjadi alasan kenapa suatu evaluasi dilakukan.

Untuk mendapatkan evaluasi yang tepat, adekuat dan sesuai dengan tujuan

evaluasi, dapat digunakan beberapa pendekatan, salah satunya adalah dengan

pendekatan sistem. Pendekatan sistem dapat dilakukan untuk suatu program kesehatan

dimana penilaian secara komprehensif dapat dilakukan dengan menilai input, proses,

dan output.

Menurut Donabedian (Khotimah, 2002) evaluasi dikelompokkan menjadi tiga

kategori yaitu :

1) Evaluasi input adalah evaluasi yang dilakukan pada atribut atau ciri – ciri tempat

pemberian pelayanan, yang meliputi: sumber daya manusia, dana, sarana dan

prasarana. Evaluasi input ini memfokuskan pada berbagai unsure yang masuk dalam

suatu pelaksanaan suatu program

2) Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan terhadap berbagai kegiatan yang

dilakukan untuk mencapai tujuan, yang berkaitan dengan penyediaan dan

penerimaan pelayanan. Evaluasi proses ini menilai pelaksanaan kegiatan apakah

telah mencapai target yang ditetapkan, mengidentifikasi kendala dan masalah yang

Page 21: BALITA BGM

21

dihadapi serta pemecahannya. Evaluasi ini memfokuskan diri pada aktivitas program

yang melibatkan interaksi langsung antara klien denga staf ‘terdepan’ (line staff)

yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan (objektif) program

3) Evaluasi output adalah evaluasi yang dilakukan terhadap hasil pelayanan, berkaitan

dengan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pelayanan tersebut. Evaluasi ini

menilai pencapaian setiap kegiatan penanggulangan gizi.

Dalam suatu perencanaan yang berorientasi pada program, criteria keberhasilan

pada umumnya dikembangkan berdasarkan cakupan ataupun hasil dari suatu program,

misalnya persentasi cakupan program terhadap populasi sasaran. Akan tetapi,

perencanaan ini tidak berkonsentrasi pada perubahan perilaku klien. Sebaliknya,evaluasi

yang berorientasi pada klien akan melakukan pengukuran ataupun pengkajian

berdasarkan perubahan perilaku klien. Misalnya saja, pada kasus penanganan anak

jalanan kriteria dikembangkan berdasarkan indeks perkembangan anak (child

development indeks)

Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk suatu

proses evaluasi,feurstein (1990:h.25-27) mengajukan beberapa indikator yang perlu

untuk dipertimbangkan. Indikator dibawah ini adalah sembilan indikator yang paling

sering digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan:

1. Indikator keberhasilan (indicators of availability)

Indikator ini melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu

benar-benar ada. misalnya, dalam suatu program pembangunan social yang menyatakan

Page 22: BALITA BGM

22

bahwa diperlukan satu tenaga kader local yang terlatih untuk menangani 10 rumah

tangga maka perlu dicek apakah tenaga kader yang terlatih tersebut benar-benar ada.

2. Indikator relevansi (indicator of relevance)

Indikator ini menunjukan seberapa relevan ataupun tepatnya sesuatu yang

teknologi atau layanan yang ditawarkan. Misalnya, pada suatu program pemberdayaan

perempuan pedesaan di mana diperkenalkan kompor teknologi terbaru, tetapi ternyata

kompor tersebut mengunakan lebih banyak minyak tanah ataupun kayu dibandingkan

dengan kompor yang biasa mereka gunakan. Berdasarkan keadaan tersebut maka

teknologi yang lebih baru ini dapat dikatakan kurang relevan untuk diperkenalkan bila

dibandingkan dengan kompor yang biasa mereka gunakan.

3. Indikator keterjangkauan (indicators of accessibility)

Indikator ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam

‘jangkauan’ pihak-pihak yang membutuhkan. Misalnya saja, apakah puskesmas yang

didirikan untuk melayani suatu masyarakat desa berada pada posisi yang stategis,

dimana sebagian besar warga desa dapat dengan mundah dating ke puskesmas. Atau,

apakah suatu posko becana alam berada dalam jangkauan dari korban bencana tersebut.

4. Indikator pemanfaatan (indicators of utilisation)

Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh

pihak pemberi layanan, dipergunakan (dimanfaatkan) oleh kelompok sasaran.misalnya

saja, seberapa banyak PUS (pasangan usia subur) yang memanfaatkan layanan jasa

puskesmas dalam upaya meningkatkan KB mandiri. Atau, brapa banyak anak jalanan

yang belum bisa membaca dan menulis.

Page 23: BALITA BGM

23

5. Indikator cakupan (indicators of coverage)

Indikator ini mennjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan

menerima layanan tersebut. Misalnya saja, proporsi orang yang menerima bantuan dana

kemanusiaan untuk mengatasi masalah kemiskinan dari sekian banyak orang-orang

miskin di suatu desa.

6. Indikator kualitas (indicators of quality)

Indikator ini menunjukkan standar kualitas dari layanan yang disampaikan ke

kelompok sasaran. Misalnya saja, apakah layanan yang diberikan oleh suatu Organisasi

Pelayanan Masyarakat (human service organizations) sudah memenuhi syarat dalam hal

keramahan, keresposifan dan sikap empati terhadap klien ataupun kualitas dari tangibles

yang ada dalam proyek tersebut.

7. Indikator upaya (indicators of efforts)

Indikator ini menggambarkan berapa banyak upaya yang sudah ‘ditanamkan’

dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Misalnya, berapa banyak sumber

daya manusia dan sumber daya material yang dimanfaat guna membangun sarana

transportasi antar desa.

8. Indikator efisiensi (indicator of effisiency)

Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang dilaksanakan

guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat guna (efisien), atau tidak memboroskan

sumber daya yang ada dalam upaya mncapai tujuan. Misalnya saja, suatu layanan yang

bisa dijalankan dengan baik dengan hanya memanfaatkan 4 tenaga lapangan, tidak perlu

dipaksakan untuk mempekerjakan 10 tenaga lapangan dengan alsan untuk menghindari

Page 24: BALITA BGM

24

terjadinya pengangguran. Bila hal ini yang dilakukan maka yang akan terjadi adalah

underemployment (pengangguran terselubung).

9. Indikator dampak (indicator of impact)

Indikator ini melihat apakah sesuatu yang kita lakukan benar-benar memberikan

sutau perubahan di masyarakat. Misalnya, apakah setelah dikembangkan layanan untuk

mengatasi kemiskinan selama tiga tahun di suatu desa, maka angka penduduk yang

berada dibawah garis kemiskinan sudah menurun.

Page 25: BALITA BGM

25

BAB III

ALUR DAN JADWAL KEGIATAN

3.1 Alur Kegiatan Magang

Alur kegiatan magang di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:

Bagan 3.1

Alur Kegiatan Magang

Pelaksanaan Magang

Konsultasi kegiatan magang

Observasi lapangan

Input data gizi

Wawancara dengan bagian gizi

Pengumpulan data

Pengolahan dan analisa data

Bimbingan dengan dosen pembimbing dan

pembimbing lapangan

Persiapan magang

Pengajuan surat magang

Konfirmasi surat magang.

Penyusunan proposal magang.

Konsultasi dan revisi proposal magang.

Sosialisasi dengan pihak Dinkes Tangsel

Evaluasi Kegiatan Magang

Pembuatan laporan magang

Konsultasi dengan pembimbing

Persiapan sidang magang

Refisi laporan

Page 26: BALITA BGM

26

Langkah-langkah kegiatan magang yang dilakukan meliputi tiga langkah, yaitu:

tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi magang. Berikut ini akan

dijelaskan masing-masing tahapan dalam kegiatan magang ini:

I. Tahap persiapan magang, meliputi:

1. Pengajuan surat magang kepada pihak institusi yaitu Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan

2. Konfirmasi tentang permohonan magang kepada pihak institusi tentang diterima

atau tidak diterima menjadi peserta magang di institusi tersebut.

3. Penyusunan proposal magang.

4. Konsultasi dan revisi proposal magang.

5. Sosialisasi dengan pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

6. Penentuan pembimbing lapangan oleh pihak institusi

II. Tahap pelaksanaan magang, meliputi:

1. Konsultasi kegiatan magang dengan pembimbing lapangan

2. Melakukan observasi lapangan

3. Melakukan input data program perbaikan gizi tahun 2009

4. Analisis data laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

5. Pengambilan data-data yang diperlukan.

6. Pemantauan pelaksanaan magang oleh pembimbing lapangan dan pembimbing

fakultas.

7. Bimbingan dengan dosen pembimbing

8. Bimbingan dengan pembimbing lapangan

Page 27: BALITA BGM

27

III. Tahap evaluasi magang, meliputi:

1. Konsultasi penyusunan laporan magang kepada dosen pembimbing fakultas dan

pembimbing lapangan

2. Penyusunan laporan magang oleh mahasiswa peserta magang

3. Presentasi hasil laporan magang

4. Revisi hasil laporan.

3.2 Jadwal Kegiatan Magang

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Magang

di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2010

Hari Tanggal Kegiatan Tempat

Senin 1 Februari

2010

- Perkenalan dengan pihak Dinas Kesehatan

Tangerang Selatan serta seksi gizi.

- Pemberian arahan dari pembimbing lapangan

mengenai hal-hal yang akan dilakukan selama

magang.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Selasa 2 Februari

2010

- Melakukan input data perbaikan gizi dari

laporan LB3 masing-masing Puskesmas yang

ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan tahun 2009.

- Wawancara dan diskusi dengan staf gizi

mengenai program gizi yang ada di Dinas

Kesehatan Tangerang Selatan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Page 28: BALITA BGM

28

Hari Tanggal Kegiatan Tempat

Rabu 3 Februari

2010

- Melakukan input data perbaikan gizi dari

laporan LB3 masing-masing Puskesmas yang

ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Tangerang Selatan.

- Melakukan observasi lapangan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Kamis 4 Februari

2010

- Melakukan input data SKDN tahun 2009.

- Pengambilan data sekunder mengenai program

perbaikan gizi yang ada di Dinas Kesehatan

Tangerang Selatan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Jumat 5 Februari

2010

- Melakukan analisis program perbaikan gizi

yang sudah dilaksanakan Dinas Kesehatan

Tangerang Selatan tahun 2009.

- Analisis laporan tahunan Dinas Kesehatan

Tangerang Selatan.

- Melakukan observasi lapangan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Page 29: BALITA BGM

29

Hari Tanggal Kegiatan Tempat

Senin 8 Februari

2010

Melakukan input data perbaikan gizi dari

laporan LB3 bulan Januari masing-masing

Puskesmas.

Rekapitulasi data evaluasi program gizi bulan

Januari.

Bimbingan dengan pembimbing lapangan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Selasa 9 Februari

2010

Melanjutkan rekapitulasi data evaluasi program

gizi bulan januari

Membantu melakukan input data LB3 lansia

dan remaja.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Rabu 10

Februari

2010

Melakukan input data gizi bulan Januari dari

laporan LB3 masing-masing Puskesmas.

Melanjutkan rekapitulasi data evaluasi program

gizi bulan Januari.

Bimbingan dengan dosen pembimbing .

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Kamis 11

Februari

2010

Melanjutkan rekapitulasi data evaluasi program

gizi bulan Januari.

Observasi lapangan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Page 30: BALITA BGM

30

Hari Tanggal Kegiatan Tempat

Jumat 12

Februari

2010

- Melanjutkan evaluasi laporan tahunan program

gizi tahun 2009 Dinas Kesehatan Tangerang

Selatan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Senin 15

Februari

2010

Rekapitulasi data gizi buruk bulan januari tahun

2010.

Mengamati proses evaluasi program perbaikan

gizi yang dilakukan Dinas Kesehatan Tangerang

Selatan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Selasa 16

Februari

2010

Wawancara dan diskusi dengan kepala seksi

gizi mengenai pelaksanaan evaluasi program

perbaikan gizi Dinas Kesehatan Tangerang

Selatan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Rabu 17

Februari

2010

Studi literature.

Bimbingan magang dengan dosen pembimbing.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Page 31: BALITA BGM

31

Hari Tanggal Kegiatan Tempat

Kamis 18

Februari

2010

Rekapitulasi data LB3 gizi buruk.

Rekapitulasi data laporan bulanan gizi buruk.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Jumat 19

Februari

2010

- Melakukan input data nama balita gizi buruk

yang ada di wilayah Tangerang Selatan

- Membantu rekapitulasi data LB3 Kesehatan

Ibu dan Anak (KIA).

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Senin 22

Februari

2010

Melakukan analisis program gizi Dinas

Kesehatan Tangerang Selatan.

Observasi lapangan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Selasa 23

Februari

2010

Melanjutkan analisis program gizi Dinas

Kesehatan Tangerang Selatan.

Observasi lapangan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Page 32: BALITA BGM

32

Hari Tanggal Kegiatan Tempat

Rabu 24

Februari

2010

Membantu melakukan evaluasi laporan bulanan

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Bimbingan magang dengan dosen pembimbing.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Kamis 25

Februari

2010

Melakukan analisis data tahunan program gizi

tahun 2009 Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.

Bimbingan magang dengan pembimbing

lapangan

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Senin 1 Maret

2010

- Melakukan analisis data tahunan program gizi

tahun 2009 Dinas Kesehatan Tangerang

Selatan.

- Pengambilan data laporan tahunan seksi gizi.

- Penyusunan laporan magang.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Selasa 2 Maret

2010

Pengambilan data nama-nama Tenaga

Pelaksana Gizi (TPG).

Penyusunan laporan magang.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Page 33: BALITA BGM

33

Hari Tanggal Kegiatan Tempat

Rabu 3 Maret

2010

Penyusunan laporan magang.

Wawancara dengan staf gizi Dinas Kesehatan

Tangerang Selatan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Kamis 4 Maret

2010

Penyusunan laporan magang.

Konsultasi mengenai laporan magang kepada

pembimbing lapangan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Jumat 5 Maret

2010

Penyusunan laporan magang.

Konsultasi mengenai laporan magang kepada

pembimbing lapangan.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Senin 8 Maret

2010

Konsultasi mengenai laporan magang.

Rekapitulasi data desa Setu.

Presentasi hasil magang kepada pihak yang

terkait masalah program gizi.

Dinas

Kesehatan

Kota

Tangerang

Selatan

Page 34: BALITA BGM

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang

terbentuk pada akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008,

tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten tertanggal 26

November 2008. Pembentukan daerah otonom baru tersebut, yang merupakan

pemekaran dari Kabupaten Tangerang, dilakukan dengan tujuan meningkatkan

pelayanan dalam bidang kesehatan.

4.1.1 Visi

Visi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan berpedoman pada visi kesehatan

nasional dan provinsi. Melalui visi ini diharapkan pada tahun 2009 gambaran

masyarakat di Kota Tangerang Selatan dimasa depan ditandai dengan penduduknya

yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Kota Tangerang Selatan,

yang tentunya diperlukan dukungan dan kerjasama oleh sektor lain untuk

mewujudkannya.

Untuk mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut, Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan telah menetapkan visinya untuk tahun 2009 yaitu ”Rakyat Tangerang

Selatan Mandiri Dalam Hidup Sehat”.

Page 35: BALITA BGM

35

4.1.2 Misi

Dalam Upaya mencapai Visi Pembangunan Kesehatan di Kota Tangerang Selatan,

ditetapkan tiga misi pembangunan kesehatan sebagai berikut :

1. Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau

oleh seluruh lapisan masyarakat.

2. Mendorong kemandirian masyarakat melalui peningkatan pemberdayaan

kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya.

3. Meningkatkan kemitraan dengan seluruh pelaku di bidang kesehatan.

Page 36: BALITA BGM

36

4.1.3 Struktur Organisasi

Bagan 4.1

Struktur Organisasai Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Page 37: BALITA BGM

37

4.1.4 Sumber Daya Kesehatan

A. Ketenagaan

Tenaga medis/ Dokter merupakan salah satu unsur pelaksana pelayanan

kesehatan baik di Dinas Kesehatan maupun di Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas). Selain Ketenagaan di Bidang Dokter terdapat Pula tenaga Kesehatan di

bagian Gizi sebagai bagian dari unsur pelaksana pelayanan kesehatan.

Bagian Keperawatan dan Kebidanan merupakan bagian yang tak kalah

penting dalam pelayanan kesehatan. Peningkatan Kompentensi Perawat dan Bidan

semakin di tingkatkan dalam upaya peningkatan akan kemampuan dalam pelayanan

dan proses persalinan dan untuk menurunkan AKB dan AKI. Jumlah Tenaga ini tiap

tahun semakin meningkat seiring dengan bertambannya lembaga pemberi pelayanan

kesehatan.

Tabel berikut memperlihatkan jumlah tenaga kerja yang ada di wilayah Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Tabel 4.1

Jumlah Tenaga Kerja

Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009

No Puskesmas

Dok

ter

Um

um

Dok

ter

Gig

i

Bid

an

Per

awat

Ah

liG

izi

Ah

li

San

itas

i

Ah

li

Kes

ehat

an

Jum

lah

1 Serpong 3 1 13 1 1 1 0 20

2 Pondok

Jagung

2 3 10 7 1 1 0 24

3 Pamulang 3 4 9 6 1 1 0 24

4 Ciputat 2 3 4 4 1 0 0 14

5 Kampung

Sawah

2 3 7 5 1 1 0 19

Page 38: BALITA BGM

38

No Puskesmas

Dok

ter

Um

um

Dok

ter

Gig

i

Bid

an

Per

awat

Ah

li G

izi

Ah

li

San

itas

i

Ah

li

Kes

ehat

an

Jum

lah

6 Jombang 2 2 8 5 1 0 0 18

7 Ciputat Timur 1 1 9 3 1 0 0 15

8 Pondok Aren 2 2 9 7 1 1 0 22

9 Jurang Mangu

Timur

2 2 6 2 0 1 0 13

10 Setu 3 2 12 5 0 0 1 23

Kota Tangerang

Selatan

22 23 87 45 8 6 1 192

B. Dana

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada Tahun Anggaran 2009

mendapatkan anggaran dari APBD.

C. Sarana dan Prasarana Kesehatan

Tabel berikut ini menunjukkan jumlah sarana yang ada di wilayah Dinas

Kesehatan Kota Tangerang selatan.

Tabel 4.2

Jumlah Sarana

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Tahun 2009

No KecamatanPuskesmas

Jumlah PustuPusling

Non DPT DPT Roda 4 Roda 2

1 Serpong

Utara

1 0 1 2 1 4

2 Serpong 1 0 1 5 1 3

3 Setu 1 0 1 2 1 3

Page 39: BALITA BGM

39

No KecamatanPuskesmas

Jumlah PustuPusling

Non DPT DPT Roda 4 Roda 2

4 Pamulang 0 1 1 2 1 4

5 Cipuat 3 0 3 2 3 12

6 Ciputat

Timur

1 0 1 2 1 3

7 Pondok

Aren

2 0 2 1 2 5

Jumlah 9 1 10 16 10 34

Keterangan :

1. Puskesmas Non DTP

2. Puskesmas DTP

3. Pustu

: Puskesmas tanpa dengan tempat tidur perawatan

: Puskesmas dengan tempat tidur perawatan

: Puskesmas Pembantu

Sedangkan untuk prasarananya bisa dilihat dari table berikut ini.

Page 40: BALITA BGM

40

Tabel 4.3

Jumlah Prasarana Kesehatan Menurut Kecamatan

Kota Tangerang Selatan Tahun 2009

No Jenis

Kecamatan Kota

Tangerang

SelatanSerpong

Serpong

UtaraPamulang Ciputat

Ciputat

Timur

Pondok

ArenSetu

1 Rumah Sakit 3 2 1 2 3 3 - 14

2 Puskesmas 1 1 1 3 1 2 1 10

3 Puskesmas Pembantu 2 1 1 2 1 2 2 11

4Tempat tidur Puskesmas

Perawatan

- - 14 - - - - 14

5 Balai Pengobatan Swasta 30 22 44 14 31 24 11 176

6 Praktek Dokter Umum

Swasta

113 131 167 71 93 65 20 660

7 Praktek Dokter Gigi

Swasta

42 46 81 28 36 28 6 267

Page 41: BALITA BGM

41

No Jenis

Kecamatan Total Kota

Tangerang

SelatanSerpong

Serpong

Utara

Pamulang CiputatCiputat

Timur

Pondok

ArenSetu

8 Praktek Dokter Spesialis 6 26 31 11 30 8 - 112

9 Praktek Bidan Swasta 40 29 80 48 41 22 16 276

10 Laboratorium Klinik

Swasta

1 3 7 7 5 6 1 30

11 Optik 2 - 9 5 15 9 2 42

12 Apotik 6 5 10 9 25 18 2 75

13 Toko Obat Berijin 2 - - 2 1 - 1 6

14 Industri Kecil Obat

Tradisional

8 - 17 16 - 7 - 48

15 Rumah Bersalin Swasta 2 1 4 6 9 10 1 33

16 Pengobatan Tradisional 4 8 4 5 2 7 1 31

17 Puskesmas Keliling 1 1 1 3 1 2 1 10

Page 42: BALITA BGM

42

4.2 Gambaran Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tengerang Selatan

Seksi perbaikan gizi masyarakat mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan

pembinaan dan koordinasi serta pengawasan dan pengendalian kegiatan peningkatan gizi

masyarakat. Dalam tugasnya secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Perencanaan program perbaikan gizi dari hasil analisis.

b) Pelaksanaan koordinasi dengan instansi/lembaga lainnya terkait program perbaikan

gizi.

c) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan.

d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan bidang tugasnya.

Selain tugas diatas, seksi gizi juga mempunyai beberapa fungsi diantaranya

yaitu:

a. Perencanaan program perbaikan gizi dari hasil analisis dan penyiapan bahan

untuk peningkatan status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.

b. Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengansalisisan data dan penyiapan

bahan untuk meningkatkan status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.

c. Pelaksanaan kegiatan kebutuhan dan penyiapan bahan untuk meningkatkan

status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.

d. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi/lembaga lainnya terkait kebutuhan dan

penyiapan bahan untuk peningkatkan status gizi masyarakat, peningkatan gizi

masyarakat.

e. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan.

f. Pelaksanasan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan bidang tugasnya.

Page 43: BALITA BGM

43

4.2.1 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) yang ada di bagian gizi terdiri dari Kepala Seksi

Gizi dan Staf Gizi, dengan rincian sebagai berikut:

1. Kepala Seksi Gizi: Ida Budi Kurniasih SKM.

Tugas dari kepala seksi gizi meliputi pengumpulan data, pengolahan data,

penyiapan bahan penyusunan petunjuk teknis dan pelaksanaan operasional pembinaan

pengaturan gizi masyarakat. Adapun rincian dari tugas kepala seksi adalah sebagai

berikut:

a) Menyusun program kerja seksi gizi

b) Membagi tugas dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada staf gizi

c) Monitoring dan mengevaluasi hasil kerja staf gizi

d) Menyusun kebijaksanaan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan pengaturan gizi

masyarakat.

e) Mempelajari data sebagai bahan pelaksanaan kegiatan pembinaan pengaturan gizi

masyarakat.

f) Mengonsep dan memaraf naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan

kewenangannya.

g) Menyimpan arsip seksi gizi.

h) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada atasan.

i) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Page 44: BALITA BGM

44

2. Staf Gizi terdiri dari:

1) Agung Surakusumah, SKM

2) Santy Marina Simatupang, AMG

Tugas dari staf gizi meliputi melaksanakan program gizi serta pemantauan

kegiatan di Puskesmas serta menerima laporan dari Puskesmas. Adapun tugas dari

masing-masing staf gizi meliputi:

a) Melaksanakan program kerja seksi gizi

b) Memeriksa dan mengevaluasi hasil kerja Puskesmas.

c) Mengoreksi bahan/ data dari laporan tenaga pelaksana gizi Puskesmas.

d) Mempelajari data sebagai bahan pelaksanaan kegiatan pembinaan pengaturan gizi

masyarakat

e) Mengawasi pendistribusian dalam pemberian makanan tambahan, Vitamin A, dan,

tablet Fe dan alat-alat program perbaikan gizi.

f) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada atasan

g) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugasnya.

Dalam menjalankan program gizi di wilayah Dinas Kesehatan Tangerang

Selatan, kepala Seksi Gizi dan Staf Gizi dibantu oleh Tenaga Pelaksana Gizi. Tenaga

Pelaksana Gizi tersebar di sepuluh wilayah kerja Puskesmas dengan latar belakang

pendidikan gizi dan bidan. Dari sepuluh Tenaga Pelaksana Gizi tersebut, tidak semuanya

berlatar belakang gizi. Sehingga ini salah satu kendala dan permasalahan dalam

pelaksanaan program gizi.

Page 45: BALITA BGM

45

Selain TPG, ada 54 bidan desa dan para kader posyandu yang ikut serta dalam

kegiatan program perbaikan gizi. Para kader ini merupakan ujung tombak keberhasilan

suatu program. Karena kader disini sebagai penggerak dari masyarakat untuk ikut serta

dalam kegiatan Posyandu.

4.2.2 Sarana dan Prasarana

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sarana dan prasarana merupakan hal

yanh penting dan menunjang proses berjalannya suatu program.

Meskipun Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ini baru satu tahun berdiri,

tetapi sarana dan prasarana yang ada sudah memadai yang terdiri dari dua laptop, dan

satu printer. Sehingga dalam pelaksanaan program tidak menjadi hambatan.

Pada tahun 2009, Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan ini ada sepuluh Puskesmas. Kesepuluh Puskesmas tersebut adalah

Puskesmas Serpong, Pondok Aren, Ciputat Timur, Ciputat, Jurang mangu, Jombang,

Pondok Jagung, Kampung Sawah, Pamulang dan Setu.

4.3 Gambaran Umum Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dalam menjalankan program perbaikan gizi, Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan mengacu pada empat masalah gizi utama yang berkaitan dengan kesehatan

masyarakat yaitu kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, kurang vitamin A

(KVA), dan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Akan tetapi untuk gangguan

akibat kekurangan yodium ini, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan belum

dilaksanakan. Rencana untuk program GAKY ini akan dijalankan pada tahun 2010.

Page 46: BALITA BGM

46

Adapun program perbaikan gizi yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan ada empat yaitu:

4.3.1 Program Pemantauan Pertumbuhan Balita

Program pemantauan pertumbuhan balita ini dilakukan di Posyandu berupa

penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pencatatan hasil dari berat

badan dan tinggi badan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Kegiatan posyandu ini

dilakukan setiap bulan bagi balita yang ada di wilayah Kota Tangerang Selatan sesuai

dengan wilayah kerja Puskesmas. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam

program pemantauan pertumbuhan balita ini adalah.

Dalam program pemantauan pertumbuhan balita, metode yang digunakan adalah

antropometri. Penimbangan berat badan merupakan kegiatan rutin Posyandu yang

bertujuan untuk memantau pertumbuhan balita yang dilakukan setiap bulannya oleh

kader Posyandu yang merupakan tenaga sukarela dan telah mendapatkan latihan oleh

instansi kesehatan. Di dalam melakukan penimbangan berat badan balita perlu suatu

keterampilan tersendiri oleh petugas, agar dapat melakukan penimbangan secara benar.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dijalankan dalam program pemantauan

pertumbuhan balita ada empat yaitu:

a. Analisis SKDN

Analisis data SKDN diperoleh dari hasil kegiatan Posyandu setiap bulan. SKDN

terdiri dari S adalah (Semua balita yang ada di Posyandu wilayah kerja Dinas

Kesehatan), K adalah (jumlah balita yang terdaftar di Posyandu dan memiliki KMS), D

adalah (jumlah balita yang datang dan ditimbang di Posyandu), dan N adalah (anak

Page 47: BALITA BGM

47

balita yang ditimbang dan berat badannya naik sesuai dengan garis pertumbuhan).

Adapun indikator yang digunakan, yaitu : D/S (Partisipasi Masyarakat dalam program),

K/S (Cakupan Program), N/S (Efektifitas Program), dan N/D (Keberhasilan Program).

b. Pencatatan Balita BGM (Bawah Garis Merah)

Kegiatan penimbangan balita yang dilakukan setiap bulan kemudian dicatat

dalam KMS. Dari KMS itu bisa diketahui balita BGM. Jumlah balita BGM akan dicatat

pada masing-masing posyandu. Masing-masing Posyandu itu akan melaporkan jumlah

balita BGM kepada Puskesmas sehingga diketahui jumlah balita BGM di tingkat

Puskesmas. Dari masing-masing Puskesmas akan melaporkan ke Dinas Kesehatan.

c. Pemantauan Status Gizi (PSG)

Kegiatan pemantauan status gizi balita ini dilakukan pada bulan Agustus.

Kegiatan ini dilakukan oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dari masing-masing

Puskesmas. Tidak semua balita diukur dan ditimbang. Hanya balita yang menjadi

sampel saja yang dilakukan pengukuran dan penimbangannya. Indikator yang digunakan

dalam kegiatan ini adalah BB/U, BB/TB dan TB/U.

d. Bulan Penimbangan Balita (BPB)

Kegiatan Bulan Penimbangan Balita ini dilakukan dua kali dalam setahun yaitu

pada bulan Februari dan Agustus. Pengukuran dan penimbangan dilakukan oleh para

kader posyandu. Sasaran dalam kegiatan ini adalah semua balita yang ada di wilayah

Kota Tangerang Selatan.

Page 48: BALITA BGM

48

4.3.2 Perbaikan Gizi pada Ibu Hamil

Program perbaikan gizi pada ibu hamil ini ditujukan supaya kebutuhan gizi bagi

ibu hamil tercukupi. Sehingga resiko terjadinya anemia dan KEK (Kurang Energi

Kronik) bisa diatasi. Salah satu program yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan adalah pemberian tablet Fe bagi ibu hamil dan pemberian makanan

tambahan bagi ibu hamil yang mengalami KEK.

Adapun kegiatan-kegiatan yang dijalankan dalam program perbaikan gizi pada

ibu hamil ada dua kegiatan yaitu:

a. Pemberian Tablet Fe bagi Ibu Hamil

Sasaran dalam kegiatan ini adalah semua ibu hamil yang ada di wilayah Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Tablet Fe yang diberikan yaitu Fe 1 dan Fe 3.

Pelaksanaan dari kegiatan ini yaitu setiap bulan melalui puskesmas yang ada di wilayah

kerjanya.

b. Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil yang KEK

Sasaran dari kegiatan ini yaitu ibu hamil yang mengalami KEK yang ada di

wilayah Tangerang Selatan. Kegiatan ini diawali dengan pencatatan ibu hamil yang

KEK, setelah diketahui ibu hamil yang KEK, maka dilakukan pemberian makanan

tambahan dari ibu hamil yang KEK tersebut. Untuk mengetahui ibu hamil yang

mengalami KEK, dilakukan pengukuran LILA (Lingkar Lengan Atas).

Pencatatan dari ibu hamil yang KEK ini dilakukan setiap bulan melalui

Puskesmas yang ada di wilayah kerjanya.

Page 49: BALITA BGM

49

4.3.3 Penanggulangan Kekurangan Vitamin A

Untuk menanggulangi masalah kekurangan vitamin A, kegiatan yang dilakukan

oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah:

a. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita

Sasaran dalam pemberian kapsul vitamin A pada balita ini adalah balita usia 6-11

bulan dan balita usia 12-59 bulan. Adapun kapsul vitamin A yang diberikan yaitu warna

biru diberikan pada balita usia 6-11 bulan. Sedangkan warna merah diberikan pada balita

usia 12-59 bulan.

Pendistribusian vitamin A pada balita dilakukan dalam dua periode yaitu bulan

Februari dan Agustus.

b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas

Sasarannya yaitu semua ibu nifas yang ada di Wilayah Tangerang Selatan Kapsul

vitamin A yang diberikan kepada ibu nifas adalah kapsul dengan warna merah.

Adapun pendistribusian vitamin A pada ibu nifas ini dilakukan setiap bulan

melalui puskesmas yang ada di wilayah kerjanya.

4.3.4 Penanggulangan Gizi Buruk

Program penanggulangan gizi buruk ini bertujuan untuk menangani masalah gizi

buruk dari awal ditemukan kasus. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam

menanggulangi masalah gizi buruk yang ada di wilayah Tangerang Selatan adalah:

Page 50: BALITA BGM

50

a. Perawatan terhadap Balita Gizi Buruk

Balita yang terdeteksi terkena gizi buruk, langsung dilakukan perawatan baik di

puskesmas maupun rumah sakit terdekat. Perawatan ini bisa berupa pengobatan

konsultasi gizi dan pemberian makanan tambahan.

b. Pemberian MP-ASI

Selain dilakukan perawatan terhadap balita gizi buruk, pemberian MP-ASI juga

dijalankan oleh Dinas Kesehatan. Hal ini dilakukan untuk memulihkan keadaan balita

gizi buruk tersebut.

Selain pemberian MP-ASI bagi balita gizi buruk, MP-ASI juga diberikan kepada

semua balita Gakin (Keluarga Miskin) yang ada di wilayah Tangerang Selatan.

4.4 Gambaran Evaluasi Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Evaluasi dalam suatu program kegiatan sangat diperlukan guna mengukur tingkat

keberhasilan dari program yang sudah dilakukan, karena dengan evaluasi akan diperoleh

umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan tersebut. Tanpa

adanya evaluasi sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan – tujuan yang

direncanakan itu telah mencapai tujuan atau belum.

Selain evaluasi, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan juga melakukan

monitoring terhadap sepuluh Puskesmas yang ada di Wilayah kerjanya. Ada beberapa

alasan dilakukannya suatu evaluasi program gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan, diantaranya yaitu:

Page 51: BALITA BGM

51

1) Melihat apakah program perbaikan gizi yang dilaksanakan itu sudah mencapai

target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan.

2) Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan dari masing-masing program

perbaikan gizi yang dijalankan

3) Merencanakan dan mengelola kegiatan program perbaikan gizi dengan lebih

baik.

4) Agar dapat memberikan dampak yang lebih luas. Yaitu mengatasi permasalahan

gizi yang ada di wilayah Tangerang Selatan.

Proses evaluasi ini ditujukan untuk menilai input, proses, output dan outcome

dari suatu program gizi yang dilaksanakan oleh seksi gizi Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan.

Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menggunakan pendekatan

sistem dalam melaksanakan evaluasi program gizi. Dalam pedekatan sistem ini, seksi

gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menilai input, proses, dan output. Untuk

lebih jelasnya bisa dilihat pada alur pendekatan sistem berikut ini.

Page 52: BALITA BGM

52

Bagan 4.2

Alur Pendekatan System dalam Evaluasi Program Perbaikan Gizi

4.4.1 Input

Evaluasi input ini lebih memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam

pelaksanaan suatu program. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam melakukan

evaluasi input program perbaikan gizi yang sudah dijalankan oleh seksi gizi Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan, yaitu:

4.4.1.1 Data

Data merupakan hal yang penting dalam evaluasi suatu program. Secara

keseluruhan data yang ada di Dinas Kesehatan ini diperoleh dari laporan LB3 (lampiran

2) masing-masing Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan, karena laporan LB3 sudah mencakup laporan dari semua program

dan kegiatan yang ada di puskesmas dan posyandu. Sehingga data cukup dari format

LB3 dari Puskesmas. Data R1 gizi tidak dilaporkan ketingkat Dinas Kesehatan karena

INPUT

Data

SDM

Dana

Metode

Waktu

Sarana dan prasaran

OUTPUT

Cakupan dari masing-masing program perbaikan gizi

PROSES

Pengumpulan data.

Analisis data

Interpretasi (Laporan Tahunan)

Page 53: BALITA BGM

53

data ini ada di tingkat posyandu. Data F3 gizi juga tidak dilaporkan ke Dinas Kesehatan

karena format F3 merupakan data rekapan di tingkat puskesmas. Sedangkan laporan W1

(laporan wabah KLB 24 jam) tidak dilaporkan, karena yang dilaporkan adalah laporan

W2 (laporan KLB satu minggu). Laporan W1 ada di tingkat puskesmas. Dari laporan

W1 itu akan di rekap untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan dalam bentuk laporan W2.

Data laporan LB3 itu mencakup semua program yang ada di Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan. Selain laporan LB3, data juga diperoleh dari laporan kegiatan

PSG dan BPB, laporan W2 dan laporan balita gizi buruk tiap bulannya.

Laporan LB3 dari masing-masing puskesmas ini akan dilaporkan ke Dinas

Kesehatan melalui bagian perencanaan. Sehingga seksi gizi memperoleh data mengenai

program perbaikan gizi dari bagian perencanaan.

Sedangkan laporan W2 mengenai kasus gizi buruk ini diperoleh dari bagian

surveilans. Dan laporan mengenai balita gizi buruk tiap bulannya langsung dari

puskesmas ke bagian gizi Dinas Kesehatan.

4.4.1.2 Sumber Daya Manusia

Salah satu faktor keberhasilan suatu program adalah tersedianya sumber daya

manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Evaluasi program

perbaikan gizi ini dilakukan oleh seksi gizi bekerjasama dengan bagian perencanaan.

Tenaga yang ada di seksi gizi sebanyak tiga orang yang terdiri dari kepala seksi gizi dan

dua staff gizi. Dimana staff gizi akan melakukan analisis dari data gizi yang diperoleh

dari bagian perencanaan. Kepala seksi gizi akan mengoreksi evaluasi program perbaikan

gizi.

Page 54: BALITA BGM

54

4.4.1.3 Dana

Dana merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan suatu program.

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) untuk semua pelaksanaan program perbaikan gizi. Mereka

tidak mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

4.4.1.4 Metode

Metode yang digunakan dalam melakukan evaluasi dari data LB3, laporan

kegiatan PSG dan BPB, laporan W2 dan laporan balita gizi buruk tiap bulannya yaitu

menggunakan perangkat komputer. Dimana dalam melakukan analisis data

menggunakan program Microsoft exel, sedangkan untuk laporannya yaitu menggunakan

program Microsoft word.

4.4.1.5 Waktu

Dalam melakukan evaluasi program perbaikan gizi, ada dua tahap yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Tangerang Selatan seksi gizi yaitu evaluasi bulanan dan

evaluasi tahunan. Evaluasi bulanan ini dilakukan setiap bulan oleh seksi gizi. Sehingga

jika ada masalah dan kendala dalam pelaksanaan program perbaikan gizi bisa langsung

diidentifikasi dan dipecahkan. Sedangkan evaluasi tahunan dibuat sebagai laporan

tahunan dan perencanaan program perbaikan gizi tahun selanjutnya.

4.4.1.6 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi program

perbaikan gizi ini meliputi laptop, printer dan alat-alat tulis yang lainnya.

Page 55: BALITA BGM

55

4.4.2 Proses

Evaluasi proses ini lebih memfokuskan pada aktivitas suatu program. Adapun

hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi proses ini yaitu proses

berjalannya program, kendala dan permasalahan serta pemecahan dari permasalahan

tersebut. Tabel ini menunjukkan perbandingan antara standar dan keadaan yang ada di

lapangan dari evaluasi proses tersebut.

Tabel 4.4

Perbandingan Evaluasi Proses antara Standar dan Keadaan di Lapangan

Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009

Standar Keadaan di Lapangan

Dalam evaluasi proses dilihat apakah

pelaksanaan kegiatan telah mencapai

target yang ditetapkan, mengidentifikasi

kendala dan masalah yang dihadapi.

Pelaksanaan dari masing-masing

kegiatan sudah mencapai target yang

telah ditetapkan, dari evaluasi proses

ini ada 6 kendala dan permasalahan

yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan.

Pada tahap evaluasi proses ini pelaksanaan dari masing-masing kegiatan sudah

mencapai target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan. Dalam pelaksanaan

program perbaikan gizi di wilayah Kota Tangerang Selatan, ada beberapa kendala dan

permasalahan yang dihadapi oleh seksi gizi. Adanya kendala dan permasalahan ini

mungkin bisa menjadi salah satu hambatan dari keberhasilan suatu program.

Page 56: BALITA BGM

56

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, beberapa kendala dan permasalahan yang

dihadapi oleh seksi gizi adalah:

1. Kurangnya validitas data dan data riil yang sukar didapat. Hal ini disebabkan karena

kesalahan dalam pengisian data baik di LB3, laporan W2, maupun laporan balita gizi

buruk tiap bulannya dan kurangnya pemahaman mengenai definisi operasional dari

masing-masing program. Salah satu akibatnya yaitu adanya ketimpangan antara

laporan LB3 dan W2. Sehingga bisa jadi wilayah tersebut sebenarnya mempunyai

permasalahan gizi tetapi karena datanya kurang valid, maka permasalahan gizi yang

ada tidak kelihatan.

2. Keterlambatan pelaporan data dari puskesmas ke Dinas Kesehatan. Keterlambatan

ini disebabkan karena keterlambatan pelaporan dari Posyandu, sehingga dari tingkat

Puskesmas terlambat juga pelaporan datanya. Akibat yang bisa ditimbulkan dari

keterlambatan data yang masuk yaitu laporan ke Dinas Kesehatan Propinsi,

Bappeda, dan Wali Kota jadi terlambat, proses evaluasi terhambat dan penyusunan

program selanjutnya jadi terlambat. Akibatnya timbullah permasalahan gizi. Salah

satu contohnya yaitu keterlambatan dalam pelaporan balita yang gizi buruk,

dampaknya yaitu bisa terjadi kematian pada balita tersebut.

3. Adanya data yang tidak lengkap dari laporan bulanan (LB3) Puskesmas. Hal ini

mungkin karena kesalahan penulisan, kesalahan data dari tingkat Posyandu dan

pemahaman yang kurang mengenai cara pengisian laporan bulanan (LB3). Sehingga

proses pelaksanaan evaluasi, pelaporan ke Dinas Kesehatan Propinsi terhambat.

Page 57: BALITA BGM

57

Selain itu proses penyusunan program dari hasil evaluasi juga terhambat. Maka

timbullah permasalahan gizi.

4.4.2.1 Alur Pelaporan dan Pendistribusian

Berikut ini bagan alur pelaporan program perbaikan gizi di Dinas Kesehatan

Tangerang selatan.

Bagan 4.3

Alur Pelaporan Program Perbaikan gizi

Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009

Semua program gizi yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan,

pelaksanaanya dipengaruhi oleh aktivitas dari Posyandu yang ada di wlayah kerja

Puskesmas. Aktivitas posyandu masih tergantung kepada keberadaan bidan desa dan

kader posyandu. Kader yang ada di Posyandu akan melaporkan hasil kegiatannya ke

bidan desa. Selain adanya bidan desa, koordinator kader posyandu juga mengawasi

pelaksanaan dan pelaporan dari kegiatan yang ada. Laporan dari kader posyandu itu

TPG

Koordinator Kader

Bidan Desa

Kader Posyandu

Bagian Perencanaan

Dinkes

Seksi Gizi

Page 58: BALITA BGM

58

akan di laporkan ke Puskesmas setempat melalui Tenaga Pelaksana Gizi oleh bidan desa

yang bekerjasama dengan koordinator kader posyandu. Tenaga Pelaksana Gizi akan

melakukan rekapitulasi data untuk bisa dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan melalui bagian perencaan. Dari bagian perencanaan, laporan akan

didistribusikan ke masing-masing bagian yang ada di Dinkes sesuai dengan program

yang dijalankan. Seksi gizi memperoleh data dari bagian perencanaan yang nantinya

akan dilakukan evaluasi.

Dari alur tersebut, Dinas Kesehatan Kota Tangerang selatan dibagian seksi gizi

menerima laporan dari Puskesmas melalui bagian perencanaan. Laporan rutin yang

masuk ke seksi gizi berupa laporan bulanan (LB3), laporan W2 dan laporan balita gizi

buruk. Selain laporan rutin, ada juga laporan khusus bagi program gizi yang

pelaksanaannya tidak setiap bulan. Laporan khusus ini seperti laporan kegiatan Bulan

Penimbangan Balita, Pemantauan Status Gizi dan laporan program pendistribusian

vitamin A bagi balita usia 6-11 bulan dan balita usia 12-59 bulan. Laporan Bulan

Penimbangan Balita dan pendistribusian vitamin A dilakukan pada bulan Februari dan

Agustus. Sedangkan laporan Pemantauan Status Gizi dilakukan setiap bulan Agustus.

Dari laporan-laporan yang ada, dilakukan evaluasi program gizi. Dimana tujuan

dilakukanya evaluasi adalah untuk megetahui keberhasilan dari program gizi tersebut

dan dijadikan standar dalam penyusunan program gizi selanjutnya.

Selain alur pelaporan, alur pelaksanaan kegiatan dari semua program perbaikan

gizi bisa dilihat pada bagan berikut ini.

Page 59: BALITA BGM

59

Bagan 4.4

Alur Pelaksanaan Program Perbaikan gizi

Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009

Dalam pelaksanaan program perbaikan gizi, Dinas Kesehatan Seksi Gizi

menetapkan program-program yang akan dilaksanaan. Dari Seksi gizi ini akan

disosialisasikan ke Puskesmas melalui Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) yang ada di

masing-masing Puskesmas. Dari tingkat Puskesmas, program perbaikan gizi akan

disalurkan ke Posyandu-posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas. TPG, bidan

desa dan para kader menjalankan program perbaikan gizi tersebut. Kader Posyandu

inilah sebagai penggerak masyarakat.

TPG

Koordinator Kader

Bidan Desa

Kader Posyandu

Seksi Gizi

Sasaran

Page 60: BALITA BGM

60

4.4.2.2 Proses Evaluasi Program Perbaikan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang

Selatan

Dalam melakukan evaluasi program perbaikan gizi yang dijalankan oleh Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan, adapun alurnya bisa dilihat pada bagan berikut ini:

Bagan 4.5

Alur Proses Evaluasi Program Perbaikan Gizi

Dari alur diatas, dapat dijelaskan langkah-langkah proses evaluasi program

perbaikan gizi yang dilakukan oleh seksi gizi yaitu:

a) Melakukan pengumpulan data dari hasil pencatatan sepuluh Puskesmas yang ada

di wilayah kerjanya. Data yang diperoleh mencakup semua program perbaikan gizi

yang sudah dijalankan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Data ini

Pengumpulan Data

Laporan LB3

Laporan W2

Laporan balita gizi buruk tiap bulannya

Analisis Data

Interpretasi (Laporan Tahunan)

Page 61: BALITA BGM

61

berasal dari LB3 program perbaikan gizi dari bagian perencanaan, laporan

langsung ke bagian gizi dari puskesmas dan laporan W2 dibagian surveilans.

b) Dilakukan analisis dari data yang ada sesuai dengan tujuan dari evaluasi tersebut.

Proses analisis data ini menggunakan computer perangkat komputer.

c) Dari hasil analisis tersebut, dilakukan interpretasi dalam bentuk laporan tahunan

dan kesimpulan.

d) Dari hasil analisis evaluasi tersebut, dapat diketahui wilayah di Kota Tangerang

Selatan yang mempunyai permasalahan gizi. Sehingga sebagai pertimbangan

dalam menjalankan program perbaikan gizi tahun berikutnya.

e) Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan akan melaporkan hasil evaluasi tersebut

kepada Bapeda, Wali Kota dan Dinas Kesehatan Propinsi.

4.4.3 Output

Evaluasi output diketahui dari laporan tahunan Dinas Kesehatan Tangerang

Selatan. Laporan tahunan ini berasal dari rekapitulasi dan analisis dari pencapaian

cakupan program yang sudah dilaksanakan. Laporan tahunan ini akan dilaporkan ke

Dinas Kesehatan Provinsi, Bapeda dan Wali kota. Laporan tahunan mencakup semua

program dan kegiatan yang ada di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.

Pencapaian cakupan dari masing-masing program tersebut dibandingkan dengan

target dari Standar Pelayanan Minimal (SPM), hasil pencapaian program tahun

sebelumnya, dan hasil survey seperti Riskesdas 2007, susenas dan sebagainya. Namun

dikarenakan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ini masih baru, maka pencapaian

cakupan tidak dibandingkan dengan hasil pencapaian program tahun sebelumnya.

Page 62: BALITA BGM

62

Berikut ini tabel perbandingan antara standar dari evaluasi output dengan keadaan yang

ada di lapangan.

Tabel 4.5

Perbandingan Evaluasi Output antara Standard dan Keadaan di Lapangan

Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009

Standar Keadaan di Lapangan

Evaluasi output menilai pencapaian setiap

kegiatan perbaikan gizi. Target dari

masing-masing kegiatan mengacu kepada

SPM, hasil pencapaian program tahun

sebelumnya, dan hasil survey seperti

Riskesdas 2007, susenas dan sebagainya

Dari semua program perbaikan gizi

pencapaiannya sudah diatas target.

Kecuali kegiatan PSG, dimana jumlah

balita yang mengalami gizi buruk, gizi

kurang, status gizi kurus sekali, dan

status gizi kurus melebihi angka yang

ditetapkan oleh WHO.

Adapun hasil pencapaian cakupan dari masing-masing program adalah sebagai

berikut:

4.4.3.1 Program Pemantauan Pertumbuhan Balita

Pecapaian cakupan dari masing-masing kegiatan dalam program pemantauan

pertumbuhan balita adalah sebagai berikut:

a. Analisis SKDN

Cakupan dari kegiatan SKDN Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun

2009 adalah rata-rata tingkat pertisipasi masyarakat (D/S) terhadap kegiatan

Page 63: BALITA BGM

63

penimbangan di Posyandu adalah sebesar 74,10%, cakupan program (K/S) mencapai

93,10%, efektifitas program (N/S) sebesar 53,60%, dan keberhasilan program (N/D)

sebesar 72,33%.

Cakupan program SKDN Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009

sudah mecapai target yang ditetapkan yaitu target tingkat pertisipasi masyarakat (D/S)

terhadap kegiatan penimbangan di Posyandu adalah sebesar 72%, cakupan program

(K/S) mencapai 80%, efektifitas program (N/S) sebesar 40%, dan keberhasilan program

(N/D) sebesar 70%.

b. Pencatatan Balita BGM (Bawah Garis Merah)

Cakupan pencapaian kegiatan pencatatan balita BGM Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan tahun 2009 adalah sebesar 1,10%.

Target yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah sebesar

15%. Bila dibandingkan dengan target tersebut, nilai balita BGM di Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan masih di bawah target.

c. Pemantauan Status Gizi (PSG)

Dari kegiatan Pemntauan Status Gizi pada balita di wilayah Kota Tangerag

Selatan tahun 2009, output yang diperoleh dengan indikator BB/U yaitu prevalensi balita

yang mengalami gizi buruk sebesar 1%, gizi kurang 9, 43%, gizi baik sebesar 85,74%

dan gizi lebih sebesar 3,83%.

Sedangkan untuk indikator TB/U yaitu prevalensi balita yag mengalami pendek

sebesar 14,06%, dan balita yang normal sebesar 85,94%. Selain indikator BB/U dan

Page 64: BALITA BGM

64

TB/U, indikator yang digunakan yaitu BB/TB. Dimana prevalensi balita yang kurus

sekali adalah sebesar 0,85%, kurus sebesar 4,67%, normal 88,41% dan gemuk 6,07%.

d. Bulan Penimbangan Balita (BPB)

Output dari kegiatan Bulan Penimbangan Balita Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan ini adalah diketahuinya prevalensi balita yang mengalami gizi buruk

sebesar 0,51%, balita gizi kurang sebesar 5,76%, balita gizi baik 91,60% dan balita yang

mengalami gizi lebih sebesar 2,2%

4.4.3.2 Perbaikan Gizi pada Ibu Hamil

Pencapaian cakupan dari masing-masing kegiatan pada program perbaikan gizi

pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

a. Pemberian Tablet Fe bagi Ibu Hamil

Cakupan kegiatan pemberian tablet Fe1 bagi Ibu Hamil Di wilayah Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan sebesar 97,72%. Sedangkan untuk tablet Fe3 sebesar

95,47%.

Target yang ditetapkan seksi gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

untuk pencapaian cakupan pemberian tablet Fe1 sebesar 90% dan Fe3 sebesar 80%.

Sehingga persentase cakupannya sudah mencapai target telah ditentukan.

b. Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil yang KEK

Cakupan pencapaian kegiatan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil

yang KEK di wilayah Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah 100%. Jadi

semua ibu hamil yang megalami KEK sudah memperoleh makanan tambahan.

Page 65: BALITA BGM

65

4.4.3.3 Penanggulangan Kekuragan Vitamin A

Dalam program penanggulangan kekurangan vitamin A, pencapaian dari masing-

masing kegiatannya adalah:

a. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita

Cakupan pencapaian kegiatan distribusi vitamin A di wilayah Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan pada balita usia adalah sebesar 6-11 bulan adalah sebesar

98,33%. Sedangkan pada balita usia 12-59 bulan, cakupan pencapaiannya sebesar

95,68%.

Target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan untuk pendistribusian Vitamin A

berdasarkan SPM adalah sebesar 90%. Sehingga program distribusi vitamin A ini sudah

mencapai target semua.

b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas

Cakupan pencapaian kegiatan pendistribusian vitamin A pada ibu nifas,

cakupannya sebesar 90,73%.

Target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan untuk pendistribusian Vitamin A

berdasarkan SPM adalah sebesar 90%. Sehingga program distribusi vitamin A ini sudah

mencapai target semua.

4.4.3.4 Penanggulangan Gizi Buruk

Dalam program penanggulangan kekurangan vitamin A, pencapaian dari masing-

masing kegiatannya adalah:

Page 66: BALITA BGM

66

a. Perawatan terhadap Balita Gizi Buruk

Cakupan kegiatan balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan di wilayah

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah 100%. Jadi semua balita yang

mengalami gizi buruk sudah langsung ditangani dan dilakukan perawatan rawat inap dan

rawat jalan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit setempat. Perawatan yang ada

berupa konseling, pengobatan dan konsultasi gizi.

Cakupan kegiatan balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan di Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009 ini sudah mencapai target. Target yang

ditetapkan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selata berdasarkan Standar Pelayanan

Minimal (SPM) adalah sebesar 100%.

b. Pemberian MP-ASI

Cakupan pencapaian kegiatan balita BGM Gakin yang memperoleh MP ASI

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009 adalah sebesar 100%. Hal ini

berarti bahwa semua balita BGM Gakin yang ada di wilayah Kota Tangerang selatan

semuanya sudah memperoleh makanan pendamping ASI.

Target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan untuk

kegiatan ini adalah sebesar 100%. Sehingga cakupan program ini sudah mencapai target.

4.3.4 Indikator dalam Evaluasi

Dalam suatu perencanaan yang berorientasi pada program, kriteria keberhasilan

pada umumnya dikembangkan berdasarkan cakupan ataupun hasil dari suatu

program.Menurut feurstein dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang

Page 67: BALITA BGM

67

digunakan untuk suatu proses evaluasi, ada 9 indikator yang perlu dipertimbangkan.

Namun di Dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan, hanya 4 indikator yang dijadikan

kriteria keberhasilannya yaitu :

1. Indikator keberhasilan (indicators of availability)

Dalam menilai keberhasilan suatu program, indikator keberhasilan ini melihat

apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu benar-benar ada. Unsur yang

ada dalam program perbaikan gizi Dinas Kesehata Tagerang Selatan ini meliputi data,

SDM, dana, metode, waktu, sarana dan prasarana. Dimana dalam pelaksanaannya dana

menjadi salah satu kendala berjalannya suatu program.

2. Indikator keterjangkauan (indicators of accessibility)

Indikator ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam

‘jangkauan’ pihak-pihak yang membutuhkan. Indikator ini bisa dilihat dari bentuk

layanan bagi keluarga miskin berupa pemberian MP-ASI pencapaiannya sudah 100%.

3. Indikator pemanfaatan (indicators of utilisation)

Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh

pihak pemberi layanan, dipergunakan (dimanfaatkan) oleh kelompok sasaran. Indikator

ini bisa dilihat dari output yaitu pencapaian suatu program. Dimana semua program yang

ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah mencapai target. Sehingga bisa

dikatakan semua kelompok sasaran sudah memanfaatkan program yang ada di Dinas

Kesehatan.

Page 68: BALITA BGM

68

4. Indikator cakupan (indicators of coverage)

Indikator ini mennjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan

menerima layanan tersebut. Indikator ini dilihat dari pencapaian cakupan dar masing-

masing program. Dimana dalam pencapaiannya semua program di Dinas Kesehatan

sudah mencapai target.

Page 69: BALITA BGM

69

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

a) Dinas Kesehatan Kota Tangerang selatan merupakan Dinas Kesehatan yang baru

berdiri tahun 2009. Dimana ada sepuluh Puskesmas yang ada di wilayah kerja

Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Semua program dan kegiatan yang ada di

Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, dijalankan oleh sepuluh Puskesmas tersebut

yaitu puskesmas Serpong, Pondok Jagung, Pondok Aren, Pamulang, Jombang,

Ciputat, Ciputat Timur, Jurang Mangu, Kampung Sawah dan Setu.

b) Seksi gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan merupakan bagian dari

kesehatan keluarga. Dimana dalam kesehatan keluarga itu terdiri dari seksi gizi,

KIA, dan lansia_remaja. Staf yang ada di seksi gizi terdiri dari kepala seksi gizi

dan dua orang staf gizi.

c) Ada empat program gizi yang dijalankan oleh Dinkes Kota Tangerang Selatan

seksi gizi pada tahun 2009, yaitu: program pemantauan pertumbuhan balita,

perbaikan gizi pada ibu hamil, penanggulangan kekurangan vitamin A, dan

penanggulangan gizi buruk.

d) Evaluasi yang dilakukan oleh Dinkes Kota Tangerang Selatan Seksi Gizi adalah

dengan pegumpulan data dari hasil pencatatan sepuluh Puskesmas yang ada di

wilayah kerjanya. Setelah itu dilakukan analisis dari data tersebut dan

diinterpretasikan. Selain itu Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan melakukan

Page 70: BALITA BGM

70

monitoring terhadap Puskesmas yang ada di wilayah kerjanya. Proses evaluasi

yang dilakukan melalui pendekatan system yaitu menilai input, proses dan

output.

1. Input, terdiri dari:

i. Data yang mencakup Laporan LB3, laporan W2 dan laporan balita gizi

buruk tiap bulannya.

ii. Sumber daya manusia yang ada terdiri dari tiga orang dibagian seksi gizi

iii. Dana berasal dari APBD.

iv. Metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan perangkat komputer

v. Waktu pelaksanaannya yaitu bulanan dan tahunan.

vi. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam melakukan evaluasi yaitu

laptop, printer dan alat-alat tulis yang lainnya.

2. Proses, meliputi:

i. Pengumpulan data dari sepuluh Puskesmas yang ada di wilayah kerjanya,

ii. Analisis data dengan menggunakan perangkat komputer

iii. Interpretasi data dan dibuat dalam bentuk laporan tahunan.

3. Output, meliputi cakupan dari masing-masing program perbaikan gizi dalam

bentuk laporan tahunan. Dimana pencapaian dari masing-masing program

sudah mencapai target.

Page 71: BALITA BGM

71

5.2 SARAN

1) Diadakan pelatihan mengenai cara pengisian formulir LB3, W2 dan laporan

balita yang gizi buruk tiap bulannya bagi tenaga pelaksana gizi yang ada di

Puskesmas.

2) Diadakan pertemuan berkala untuk pemahaman dan penyamaan persepsi

mengenai program yang akan dijalankan.

3) Adanya reward bagi puskesmas yang tepat waktu dalam melaporkan datanya dan

adanya punishment bagi puskesmas yang telat pelaporan datanya.

4) Kroscek dari data yang masuk, baik laporan LB3, W2 dan laporan balita gizi

buruk tiap bulannya.

5) Setelah dilakukan evaluasi, diharapkan ada feed back dari program yang ada.

Sehingga pelaksanaan program selanjutnya bisa lebih baik.

6) Dilakukan evaluasi kegiatan dari masing-masing program yang ada. Sehingga

bisa langsung dilakukan pemecahan dan solusi dari permasalahan dan hambatan

yang ada dalam program tersebut.

Page 72: BALITA BGM

72

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indnesia Sehat 2010. Jakarta:

Depkes RI. 1999.

Depkes, RI. Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi Kabupaten/ Kota.

Jakarta: Depkes RI. 2000.

Depkes, RI. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat – Gizi (PWS-GIZI). Jakarta:

Depkes RI. 2008.

Depkes, RI. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM). Jakarta: Depkes RI.

2008.

Dinkes, Tangsel. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2009.Tangerang

Selatan: Dinkes Tangsel. 2009.

Muninjaya, A. A. Gde. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 2004.

Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Penerbit Rineka

Cipta. 2003.

Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Asdi

Mahasatya. 2005.

Rukminto, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi

Komunitas. Depok: Penerbit FEUI. 2003

WHO. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: EGC