BALITA BGM
-
Upload
arik-kristiawan -
Category
Documents
-
view
2.922 -
download
6
Transcript of BALITA BGM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi – tingginya.
Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa
Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.
Keadaan gizi yang tidak seimbang dapat mempengaruhi status gizi dan pada
akhirnya menimbulkan masalah gizi. Sampai saat ini ada 4 masalah gizi utama yang
berkaitan dengan kesehatan masyarakat yaitu kurang energy protein (KEP), anemia
gizi besi, kurang vitamin A (KVA), dan gangguan akibat kekurangan yodium
(GAKY).
Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi
makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau
ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro
bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK)
adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita
akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan
selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah.
1
2
Dalam hal ini seorang manajer program kesehatan masyarakat dituntut untuk
memiliki keterampilan mengkaji dan merumuskan masalah kesehatan masyarakat
dan masalah program yang berkaitan dengan kejadian kekurangan gizi. Untuk
menghadapi tuntunan perkembangan program di era otonomi daerah, petugas
kesehatan yang bekerja di Dinas Kesehatan dan Propinsi harus meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan manajerialnya agar tugas-tugas pokoknya dapat
dilaksanakan lebih efisien, lebih efektif, dan produktif.
Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat di
masa datang perlu dilakukan dengan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah
sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Keadaan ini
diharapkan dapat semakin mempercepat sasaran nasional dan global dalam
menetapkan program yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan.
Sehubungan dengan baru berdirinya Dinas Kesehatn Kota Tangerang Selatan,
maka pada kegiatan magang kali ini mahasiswa peminatan gizi program studi
kesehatan masyarakat fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN syarif
hidayatullah ingin melihat dan mengetahui gambaran evaluasi program perbaikan
gizi yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
1.2 Tujuan Kegiatan Magang
1.2.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran umum evaluasi program perbaikan gizi yang
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009.
3
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
tahun 2009.
2. Diketahuinya gambaran umum bagian gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan tahun 2009.
3. Diketahuinya gambaran umum program gizi Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tahun 2009.
4. Diketahuinya gambaran evaluasi program perbaikan gizi Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan tahun 2009.
1.3 Manfaat Kegiatan Magang
1.3.1 Bagi Mahasiswa
1. Mengerti dan memahami masalah kesehatan masyarakat secara nyata di
institusi kerja sebagai kesiapan mahasiswa dalam memasuki dunia kerja.
2. Mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah.
3. Menambah wawasan dan mampu mengembangkan kompetensi diri serta
adaptasi dalam dunia kerja.
4. Memperoleh pengalaman bekerja dalam sebuah tim (team work) untuk
memecahkan berbagai masalah kesehatan sesuai bidang institusi kerja tempat
magang.
4
1.3.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
1. Terlaksananya salah satu dari upaya untuk megimplementasikan Tri Dharma
Perguruan Tinggi yaitu: akademik, penelitian, pengabdian masyarakat
dengan aplikasi nilai-nilai islam di tempat kerja.
2. Terbinanya suatu jaringan kerja sama yang berkelanjutan dengan institusi
magang dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara
substansi akademik dengan kompetensi sumber daya manusia yang
kompetitif dan dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
3. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan tenaga
terampil dari lapangan dalam kegiatan magang.
1.3.3 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Memberikan masukan, khususnya dalam mencari solusi masalah
kesehatan masyarakat secara proporsional agar dapat memecahkan di Institusi
magang.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dinas Kesehatan
2.1.1. Pengertian
Dinas Kesehatan berperan dalam melaksanakan sebagian urusan pemerintahan
daerah di bidang kesehatan berdasarkan azas ekonomi dan tugas pembantuan (Dinkes
Kabupaten Cianjur, 2008).
Fungsi Dinas Kesehatan diantaranya adalah :
1) Perumusan kebijakan teknis dinas di bidang perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan, evapor penyelenggara urusan pemerintah daerah serta penyiapan
bahan perumusan kebijakan pemerintah daerah di bidang kesehatan.
2) Penyelenggara urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan.
3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dinas dalam menyelenggarakan sebagian
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
4) Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Bupati (Dinkes Kabupaten Cianjur,
2008).
2.1.2. Upaya perbaikan gizi masyarakat
Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan status gizi
dalam rangka menunjang peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah satu
kegiatannya adalah melakukan pemantauan pertumbuhan balita, pelayanan gizi di
posyandu.
6
2.2 Program Perbaikan Gizi
Program pada dasarnya merupakan kumpulan kegiatan yang dihimpun dalam
satu kelompok yang sama secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk mencapai
tujuan dan sasaran. Program yang baik akan menuntun pada hasil-hasil yang diinginkan.
Oleh karena itu, penetapan program dilakukan dengan melihat kebijakan yang telah
ditetapkan, tujuan dan sasaran serta visi dan misi.
Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan di era desentralisasi kesehatan
yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan/
tenaga kesehatan, maka diperlukan dukungan dari berbagai program diantaranya
program perbaikan gizi masyarakat.
Program perbaikan gizi dilaksanakan untuk meningkatkan status gizi masyarakat
terutama ditujukan kepada kelompok rentan ibu hamil, ibu nifas dan menyusui serta
balita. Empat program utama yang dilaksanakan yaitu :
1. Program penanggulangan Kurang Energi Protein
(KEP) dan Kurang Energi Kronik (KEK) serta kegemukan.
2. Program penanggulangan Kurang Vitamin A (KVA)
3. Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB)
dan kekurangan zat gizi mikro lain.
4. Program Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang
Yodium (GAKY).
7
Tujuan khusus dari program diatas adalah menurunkan prevalensi masalah
kekurangan gizi dengan meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan
berdasarkan menu seimbang (Depkes RI, 1999)
2.3 Standar Pelayanan Minimal
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum yang ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, ada beberapa program yang minimal dilaksanakan Dinas
Kesehatan di tingkat Kabupaten/ Kota, yaitu:
2.3.1 Pemberian Kapsul Vitamin A 2 Kali per Tahun kepada Balita
Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul vitamin A adalah bayi
yang berumur mulai umur 6-11 bulan dan anak umur 12-59 bulan yang mendapat kapsul
vitamin A dosis tinggi.
Kapsul vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru dengan
dosis 100.000 S.I. yang diberikan kepada bayi umur 6-11 bulan dan kapsul vitamin A
berwarna merah dengan dosis 200.000 S.I. yang diberikan kepada anak umur 12- 59
bulan.
Untuk cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan bayi 6-11
bulan mendapat kapsul vitamin A satu kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul
vitamin A dosis tinggi dua kali per tahun di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Untuk rumus perhitungannya yaitu:
8
Sumber Data berasal dari FIII Gizi, LB3-SIMPUS, Kohort Balita dan Biro Pusat
Statistik Kabupaten/Kota. Sedangkan rujukannya yaitu:
a) Pedoman Akselerasi Cakupan Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000;
b) Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000;
c) Booklet Deteksi Dini Xerophtalmia, Depkes RI Tahun 2002;
d) Pedoman dan deteksi tatalaksana kasus xerophtalmi, Depkes RI Tahun 2002.
Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 80% pada tahun 2005
dan 90% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang
dgunakan dalam kegiatan pemberian kapsul vitamin A kepada balita ini adalah
1) Pendataan Sasaran Balita (Baseline data);
2) Perencanaan kebutuhan kapsul vitamin A;
3) Pengadaan dan pendistribusian kapsul vitamin A;
4) Sweeping pemberian kapsul vitamin A;
5) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis;
6) Monitoring dan Evaluasi.
2.3.2 Pemberian Tablet Fe 90 bagi Ibu Hamil
Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester III.
Tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi Anemia Gizi Besi yang
diberikan kepada ibu hamil.
Untuk cakupan Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe adalah cakupan Ibu hamil yang
mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
9
Untuk rumus perhitungannya yaitu:
Sumber Data diperoleh dari Kohort LB3 Ibu, PWS-KIA, Perkiraan sasaran ibu
bersalin di wilayah kerja yang sama dihitung dengan formula 1.05 x CBR wilayah kerja
yang sama x jumlah penduduk di wilayah kerja yang sama. Sedangkan untuk rujukannya
yaitu berasal dari
1) Pedoman Pemberian Tablet Besi-Folat dan Sirup Besi bagi Petugas Depkes RI
Tahun 1999;
2) Booklet Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah Untuk WUS Tahun 2001.
Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 70% pada tahun 2005
dan 90% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang
dgunakan dalam kegiatan pemberian tablet Fe bagi ibu hamil adalah
1) Pendataan Sasaran Ibu Hamil (Baseline data);
2) Perencanaan kebutuhan tablet Fe (zat besi);
3) Pengadaan dan pendistrubusian tablet Fe;
4) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis;
5) Monitoring dan Evaluasi.
2.3.3 Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah Garis Merah dari
Keluarga Miskin.
10
Bayi Bawah Garis Merah (BGM) keluarga miskin adalah bayi usia 6-11 bulan
yang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS.
Keluarga Miskin (Gakin) adalah keluarga yang dtetapkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK) dengan
melibatkan Tim Desa dalam mengidentifikasi nama dan alamat Gakin secara tepat,
sesuai dengan Gakin yang disepakati.
MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biscuit yang dapat dibuat dari
campuran beras, dan atau beras merah, kacang-kacangan, sumber protein hewani/nabati,
terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedele, garam bikarbonat dan diperkaya dengan
vitamin dan mineral.
Untuk cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi usia 6-11 bulan
BGM dari keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100 gram per hari
selama 90 hari.
Rumus penghitungannya yaitu:
Sumber data berasal dari Laporan Khusus MP-ASI, R1 Gizi, LB3-SIMPUS.
Sedangkan untuk rujukannya yaitu berasal dari Pedoman pengelolaan Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk bayi usia 6-11 bulan dan Spesifikasi MP-ASI
tahun 2004.
11
Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 90% pada tahun 2005
dan 100% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang
dgunakan dalam kegiatan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi garis merah
dari keluarga miskin ini adalah
1) Pendataan sasaran;
2) Penyusunan Spesifikasi dan Pedoman
3) Pengelolaan MP-ASI untuk bayi usia 6-11 bln dan anak usia 12-23 bln;
4) Pelatihan tenaga pelaksanaan program MP-ASI;
5) Sosialisasi program MP-ASI;
6) Distribusi MP-ASI;
7) Pencatatan/Pelaporan;
8) Monitoring dan Evaluasi.
2.3.4 Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
Balita adalah anak usia di bawah lima tahun (0 tahun sampai dengan 4 tahun 11
bulan), yang ada di kabupaten/kota. Gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan
(BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-score < -3, dan atau dengan tanda-tanda klinis
(marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor).
Perawatan sesuai standar yaitu pelayanan yang diberikan mencakup :
1) Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi, hipoglikemi, dan hipotermi;
2) Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB;
12
3) Pemberian larutan elektrolit dan multimicronutrient serta memberikan makanan
dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang sesuai kebutuhan, mengikuti fase
Stabilisasi, Transisi, dan Rehabilitasi;
4) Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta;
5) Ditimbang setiap minggu untuk memantau peningkatan BB sampai mencapai Z-
score -1;
6) Konseling gizi kepada orang tua / pengasuh tentang cara memberi makan anak.
Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di
sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
Rumus penghitungannya yaitu:
Sumber data yaitu berasal dari R1/Gizi, LB3-SIMPUS, SIRS, W1 (laporan
Wabah KLB), Laporan KLB gizi buruk Puskesmas dan atau Rumah Sakit. Sedangkan
rujukannya yaitu berasal dari:
1) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya, 1998;
2) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan Rumah Tangga, 1998;
13
3) Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003;
4) Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003;
5) Panduan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003;
6) Pedoman pelayanan gizi rumah sakit, 2003.
7) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 100% pada tahun
2005 dan 100% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah
yang dgunakan dalam kegiatan balita gizi buruk mendapat perawatan ini adalah
1) Perencanaan penyiapan sarana/prasarana;
2) Pelatihan tenaga kesehatan;
3) Pelayanan kasus;
4) Evaluasi.
2.3.5 Pemantauan Balita yang Naik Berat Badannya
Balita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang ditimbang 2 (dua) bulan
berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS.
Balita yang naik berat badannya (N) adalah Balita yang ditimbang (D) di
Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu. Sedangkan rumus perhitungannya adalah:
14
Sumber data yaitu berasal dari R1 Gizi, LB3-SIMPUS. Sedangkan rujukannya
yaitu: Pedoman UPGK, Pedoman pengisian KMS, dan Pedoman pemantauan
pertumbuhan balita.
Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 60% pada tahun 2005
dan 80% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang
dgunakan dalam kegiatan pemantauan balita yang naik berat badannya adalah
1) Pengadaan dan pemeliharaan sarana terdiri dari alat timbang, pengadaan daftar
tilik, formulir rujukan, R1 Gizi, LB3-SIMPUS;
2) Perencanaan logistik, pelaksanaan kegiatan dan pengambilan laporan
3) Pelaksanaan pemantauan pertumbuhan di posyandu dan di luar posyandu
4) Bimbingan teknis.
2.3.6 Balita Bawah Garis Merah
Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya
berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS.
Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita BGM yang ditemukan disatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Sedangkan rumus perhitungannya yaitu:
Sumber data yaitu berasal dari R1 Gizi, LB3-SIMPUS. Sedangkan rujuknnya
yaitu Pedoman UPG, Pedoman pengisian KMS, dan Pedoman pemantauan pertumbuhan
balita.
15
Target dari program ini yang ditetapkan oleh Depkes yaitu 8% pada tahun 2005
dan 5% pada tahun 2010. Untuk mencapai target tersebut maka langkah-langkah yang
digunakan dalam kegiatan balita bawah garis merah ini adalah
1) Pengadaan dan pemeliharaan alat ukur berat badan dan KMS, pengadaan daftar
tilik dan formulir rujukan
2) Perencanaan penyiapan logistik;
3) Pelacakan BGM melalui pemantauan pertumbuhan di posyandu dan di luar
posyandu;
4) Bimbingan teknis (Depkes RI, 1999)
2.4 Evaluasi Program
Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menilai hasil dari
program yang dilaksanakan, karena dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed
back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya evaluasi sulit rasanya
untuk mengetahui sejauh mana tujuan – tujuan yang direncanakan itu telah mencapai
tujuan atau belum (Notoatmojo, 2003).
Evaluasi Program gizi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan dan hasil
yang dicapai dalam upaya peningkatan gizi masyarakat yang dilakukan oleh masing-
masing wilayah/ daerah (Depkes RI, 2008).
Tujuan evaluasi secara umum untuk mengetahui dengan pasti apakah pencapaian
hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program/ kegiatan dapat
16
dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan
datang.
Dalam buku panduan pengelolaan program perbaikan gizi kabupaten/ kota,
tujuan dari evaluasi yaitu:
1) Memperbaiki rancangan kebijakan, program dan proyek.
2) Menentukan suatu bentuk kegiatan yang tepat.
3) Memperoleh masukan untuk digunakan didalam proses perencanaan yang akan
datang.
4) Mengukur keberhasilan suatu program (Depkes RI, 2000).
Evaluasi mempunyai beberapa fungsi antara lain:
a) Memberikan informasi yang valid mengenai program dan kegiatan yaitu seberapa
jauh kebutuhan, nilai dan desempatan telah dicapai. Dengan evaluasi dapat
diungkapkan mengenai pencapaian statu tujuan, sasaran dan target tertentu,
b) Memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
tujuan dan target,
c) Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan termasuk perumusan
masalah yang direkomendasikan,
17
d) Evaluasi memiliki tujuan pokok melihat seberapa besar kesenjangan antara
pencapaian hasil kegiatan dan program dengan harapan atau renacana yang sudah
ditetapkan.
Evaluasi merupakan bagian integral dari proses manajemen. Dalam evaluasi itu
sendiri ada siklusnya yang bisa dilihat berikut ini.
Bagan 2.1
Daur Evaluasi
Dari gambar daur evaluasi diatas, tampak bahwa evaluasi secara umum meliputi
langkah-langkah berikut ini:
1. Menentukan apa yang akan
dievaluasi. Ini karena apa saja bisa dievaluasi, apakah itu rencananya, sumber daya,
proses pelaksanaan, keluaran, efek atau bahkan dampak suatu kegiatan serta
pengaruh terhadap lingkungan yang luas.
2. Mengembangkan kerangka dan
batasan. Di tahap ini dilakukan asumsi-asumsi mengenai hasil evaluasi serta
Menentukan apa yang akan
dievaluasi
Mengembangkan kerangka dan
batasan
Merancang desain
(metode)
Membuat kesimpulan dan
pelaporan
Melakukan Pengamatan, Pengukuran dan analisis
Menyusun rencana dan instrumen
18
pembatasan ruang lingkup evaluasi serta batasan – batasan yang dipakai agar
objektif dan fokus.
3. Merancag desain (metode).
Karena biasanya evaluasi terfokus pada satu atau beberapa aspek, maka dilakukan
perancangan desain.
4. Menyusun instrumen dan
rencana pelaksanaan. Selanjutnya ialah mengembangkan instrumen pengamatan atau
pengukuran serta rencana analisis dan membuat rencana pelaksanaan evaluasi.
5. Melakukan pengamatan,
pengukuran, dan analisis. Selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data hasil
pengamatan, melakukan pengukuran serta mengolah informasi dan mengkajinya
sesuai tujuan evaluasi.
6. Membuat kesimpulan dan
pelaporan. Informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi ini disajikan dalam bentuk
laporan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan.
Keenam langkah evaluasi diatas dapat dipadatkan dua langkah terpenting yaitu
menetapkan apa (fokus) yang akan dievaluasi dan merancang metode (cara)
melaksanakannya.
1. Menetapkan apa yang akan dievaluasi. Langkah ini bisa dilakukan dengan mengkaji
secara sistem yaitu dengan menguraikan proses kegiatan menurut unsur-unsur sistem
yaitu: input, proses, output, outcome, impact, feed back serta environment.
2. Memilih atau merancang desain evaluasi (Notoatmojo, 2005).
19
Feurstein (1990:h.2-4) menyatakan 10 alasan mengapa suatu evaluasi perlu
dilakukan:
1. Pencapaian
Guna melihat apa yang sudah dicapai.
2. Mengukur kemajuan
Melihat kemajuan dikaitkan dengan objektif program.
3. Meningkatkan pemantauan
Agar tercapai manajemen yang lebih baik.
4. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan
Agar dapat memperkuat program itu sendiri.
5. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif
Guna melihat perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.
6. Biaya dan manfaat
Melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup masuk akal (reasonable).
7. Mengumpulkan informasi
Guna merencanakan dan mengelola kegiatan program secara lebih baik.
8. Berbagi pengalaman
Guna melindungi pihak lain terjebak dalam kesalahan yang sama, atau untuk
mengajak seseorang untuk ikut melaksanakan metode yang serupa bila metode yang
dijalankan telah berhasil dengan baik.
9. Meningkatkan keefektifan, agar dapat memberikan dampak yang lebih luas.
20
10. Memunkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik, Karena memberikan
kesempatan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, komunitas funsionl dan
komunitas lokal.
Meskipun diatas telah diungkapkan adanya sepuluh alasan suatu organisasi
melakukan evaluasi, tetapi tidak semua alasan selalu muncul pada setiap kasus
pengevaluasian. Akan tetapi, ke sepuluh alasan inilah yang paling sering muncul dan
menjadi alasan kenapa suatu evaluasi dilakukan.
Untuk mendapatkan evaluasi yang tepat, adekuat dan sesuai dengan tujuan
evaluasi, dapat digunakan beberapa pendekatan, salah satunya adalah dengan
pendekatan sistem. Pendekatan sistem dapat dilakukan untuk suatu program kesehatan
dimana penilaian secara komprehensif dapat dilakukan dengan menilai input, proses,
dan output.
Menurut Donabedian (Khotimah, 2002) evaluasi dikelompokkan menjadi tiga
kategori yaitu :
1) Evaluasi input adalah evaluasi yang dilakukan pada atribut atau ciri – ciri tempat
pemberian pelayanan, yang meliputi: sumber daya manusia, dana, sarana dan
prasarana. Evaluasi input ini memfokuskan pada berbagai unsure yang masuk dalam
suatu pelaksanaan suatu program
2) Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan terhadap berbagai kegiatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan, yang berkaitan dengan penyediaan dan
penerimaan pelayanan. Evaluasi proses ini menilai pelaksanaan kegiatan apakah
telah mencapai target yang ditetapkan, mengidentifikasi kendala dan masalah yang
21
dihadapi serta pemecahannya. Evaluasi ini memfokuskan diri pada aktivitas program
yang melibatkan interaksi langsung antara klien denga staf ‘terdepan’ (line staff)
yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan (objektif) program
3) Evaluasi output adalah evaluasi yang dilakukan terhadap hasil pelayanan, berkaitan
dengan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pelayanan tersebut. Evaluasi ini
menilai pencapaian setiap kegiatan penanggulangan gizi.
Dalam suatu perencanaan yang berorientasi pada program, criteria keberhasilan
pada umumnya dikembangkan berdasarkan cakupan ataupun hasil dari suatu program,
misalnya persentasi cakupan program terhadap populasi sasaran. Akan tetapi,
perencanaan ini tidak berkonsentrasi pada perubahan perilaku klien. Sebaliknya,evaluasi
yang berorientasi pada klien akan melakukan pengukuran ataupun pengkajian
berdasarkan perubahan perilaku klien. Misalnya saja, pada kasus penanganan anak
jalanan kriteria dikembangkan berdasarkan indeks perkembangan anak (child
development indeks)
Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk suatu
proses evaluasi,feurstein (1990:h.25-27) mengajukan beberapa indikator yang perlu
untuk dipertimbangkan. Indikator dibawah ini adalah sembilan indikator yang paling
sering digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan:
1. Indikator keberhasilan (indicators of availability)
Indikator ini melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu
benar-benar ada. misalnya, dalam suatu program pembangunan social yang menyatakan
22
bahwa diperlukan satu tenaga kader local yang terlatih untuk menangani 10 rumah
tangga maka perlu dicek apakah tenaga kader yang terlatih tersebut benar-benar ada.
2. Indikator relevansi (indicator of relevance)
Indikator ini menunjukan seberapa relevan ataupun tepatnya sesuatu yang
teknologi atau layanan yang ditawarkan. Misalnya, pada suatu program pemberdayaan
perempuan pedesaan di mana diperkenalkan kompor teknologi terbaru, tetapi ternyata
kompor tersebut mengunakan lebih banyak minyak tanah ataupun kayu dibandingkan
dengan kompor yang biasa mereka gunakan. Berdasarkan keadaan tersebut maka
teknologi yang lebih baru ini dapat dikatakan kurang relevan untuk diperkenalkan bila
dibandingkan dengan kompor yang biasa mereka gunakan.
3. Indikator keterjangkauan (indicators of accessibility)
Indikator ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam
‘jangkauan’ pihak-pihak yang membutuhkan. Misalnya saja, apakah puskesmas yang
didirikan untuk melayani suatu masyarakat desa berada pada posisi yang stategis,
dimana sebagian besar warga desa dapat dengan mundah dating ke puskesmas. Atau,
apakah suatu posko becana alam berada dalam jangkauan dari korban bencana tersebut.
4. Indikator pemanfaatan (indicators of utilisation)
Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh
pihak pemberi layanan, dipergunakan (dimanfaatkan) oleh kelompok sasaran.misalnya
saja, seberapa banyak PUS (pasangan usia subur) yang memanfaatkan layanan jasa
puskesmas dalam upaya meningkatkan KB mandiri. Atau, brapa banyak anak jalanan
yang belum bisa membaca dan menulis.
23
5. Indikator cakupan (indicators of coverage)
Indikator ini mennjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan
menerima layanan tersebut. Misalnya saja, proporsi orang yang menerima bantuan dana
kemanusiaan untuk mengatasi masalah kemiskinan dari sekian banyak orang-orang
miskin di suatu desa.
6. Indikator kualitas (indicators of quality)
Indikator ini menunjukkan standar kualitas dari layanan yang disampaikan ke
kelompok sasaran. Misalnya saja, apakah layanan yang diberikan oleh suatu Organisasi
Pelayanan Masyarakat (human service organizations) sudah memenuhi syarat dalam hal
keramahan, keresposifan dan sikap empati terhadap klien ataupun kualitas dari tangibles
yang ada dalam proyek tersebut.
7. Indikator upaya (indicators of efforts)
Indikator ini menggambarkan berapa banyak upaya yang sudah ‘ditanamkan’
dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Misalnya, berapa banyak sumber
daya manusia dan sumber daya material yang dimanfaat guna membangun sarana
transportasi antar desa.
8. Indikator efisiensi (indicator of effisiency)
Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang dilaksanakan
guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat guna (efisien), atau tidak memboroskan
sumber daya yang ada dalam upaya mncapai tujuan. Misalnya saja, suatu layanan yang
bisa dijalankan dengan baik dengan hanya memanfaatkan 4 tenaga lapangan, tidak perlu
dipaksakan untuk mempekerjakan 10 tenaga lapangan dengan alsan untuk menghindari
24
terjadinya pengangguran. Bila hal ini yang dilakukan maka yang akan terjadi adalah
underemployment (pengangguran terselubung).
9. Indikator dampak (indicator of impact)
Indikator ini melihat apakah sesuatu yang kita lakukan benar-benar memberikan
sutau perubahan di masyarakat. Misalnya, apakah setelah dikembangkan layanan untuk
mengatasi kemiskinan selama tiga tahun di suatu desa, maka angka penduduk yang
berada dibawah garis kemiskinan sudah menurun.
25
BAB III
ALUR DAN JADWAL KEGIATAN
3.1 Alur Kegiatan Magang
Alur kegiatan magang di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:
Bagan 3.1
Alur Kegiatan Magang
Pelaksanaan Magang
Konsultasi kegiatan magang
Observasi lapangan
Input data gizi
Wawancara dengan bagian gizi
Pengumpulan data
Pengolahan dan analisa data
Bimbingan dengan dosen pembimbing dan
pembimbing lapangan
Persiapan magang
Pengajuan surat magang
Konfirmasi surat magang.
Penyusunan proposal magang.
Konsultasi dan revisi proposal magang.
Sosialisasi dengan pihak Dinkes Tangsel
Evaluasi Kegiatan Magang
Pembuatan laporan magang
Konsultasi dengan pembimbing
Persiapan sidang magang
Refisi laporan
26
Langkah-langkah kegiatan magang yang dilakukan meliputi tiga langkah, yaitu:
tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi magang. Berikut ini akan
dijelaskan masing-masing tahapan dalam kegiatan magang ini:
I. Tahap persiapan magang, meliputi:
1. Pengajuan surat magang kepada pihak institusi yaitu Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
2. Konfirmasi tentang permohonan magang kepada pihak institusi tentang diterima
atau tidak diterima menjadi peserta magang di institusi tersebut.
3. Penyusunan proposal magang.
4. Konsultasi dan revisi proposal magang.
5. Sosialisasi dengan pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
6. Penentuan pembimbing lapangan oleh pihak institusi
II. Tahap pelaksanaan magang, meliputi:
1. Konsultasi kegiatan magang dengan pembimbing lapangan
2. Melakukan observasi lapangan
3. Melakukan input data program perbaikan gizi tahun 2009
4. Analisis data laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
5. Pengambilan data-data yang diperlukan.
6. Pemantauan pelaksanaan magang oleh pembimbing lapangan dan pembimbing
fakultas.
7. Bimbingan dengan dosen pembimbing
8. Bimbingan dengan pembimbing lapangan
27
III. Tahap evaluasi magang, meliputi:
1. Konsultasi penyusunan laporan magang kepada dosen pembimbing fakultas dan
pembimbing lapangan
2. Penyusunan laporan magang oleh mahasiswa peserta magang
3. Presentasi hasil laporan magang
4. Revisi hasil laporan.
3.2 Jadwal Kegiatan Magang
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Magang
di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2010
Hari Tanggal Kegiatan Tempat
Senin 1 Februari
2010
- Perkenalan dengan pihak Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan serta seksi gizi.
- Pemberian arahan dari pembimbing lapangan
mengenai hal-hal yang akan dilakukan selama
magang.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Selasa 2 Februari
2010
- Melakukan input data perbaikan gizi dari
laporan LB3 masing-masing Puskesmas yang
ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tahun 2009.
- Wawancara dan diskusi dengan staf gizi
mengenai program gizi yang ada di Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
28
Hari Tanggal Kegiatan Tempat
Rabu 3 Februari
2010
- Melakukan input data perbaikan gizi dari
laporan LB3 masing-masing Puskesmas yang
ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan.
- Melakukan observasi lapangan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Kamis 4 Februari
2010
- Melakukan input data SKDN tahun 2009.
- Pengambilan data sekunder mengenai program
perbaikan gizi yang ada di Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Jumat 5 Februari
2010
- Melakukan analisis program perbaikan gizi
yang sudah dilaksanakan Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan tahun 2009.
- Analisis laporan tahunan Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan.
- Melakukan observasi lapangan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
29
Hari Tanggal Kegiatan Tempat
Senin 8 Februari
2010
Melakukan input data perbaikan gizi dari
laporan LB3 bulan Januari masing-masing
Puskesmas.
Rekapitulasi data evaluasi program gizi bulan
Januari.
Bimbingan dengan pembimbing lapangan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Selasa 9 Februari
2010
Melanjutkan rekapitulasi data evaluasi program
gizi bulan januari
Membantu melakukan input data LB3 lansia
dan remaja.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Rabu 10
Februari
2010
Melakukan input data gizi bulan Januari dari
laporan LB3 masing-masing Puskesmas.
Melanjutkan rekapitulasi data evaluasi program
gizi bulan Januari.
Bimbingan dengan dosen pembimbing .
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Kamis 11
Februari
2010
Melanjutkan rekapitulasi data evaluasi program
gizi bulan Januari.
Observasi lapangan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
30
Hari Tanggal Kegiatan Tempat
Jumat 12
Februari
2010
- Melanjutkan evaluasi laporan tahunan program
gizi tahun 2009 Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Senin 15
Februari
2010
Rekapitulasi data gizi buruk bulan januari tahun
2010.
Mengamati proses evaluasi program perbaikan
gizi yang dilakukan Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Selasa 16
Februari
2010
Wawancara dan diskusi dengan kepala seksi
gizi mengenai pelaksanaan evaluasi program
perbaikan gizi Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Rabu 17
Februari
2010
Studi literature.
Bimbingan magang dengan dosen pembimbing.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
31
Hari Tanggal Kegiatan Tempat
Kamis 18
Februari
2010
Rekapitulasi data LB3 gizi buruk.
Rekapitulasi data laporan bulanan gizi buruk.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Jumat 19
Februari
2010
- Melakukan input data nama balita gizi buruk
yang ada di wilayah Tangerang Selatan
- Membantu rekapitulasi data LB3 Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA).
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Senin 22
Februari
2010
Melakukan analisis program gizi Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan.
Observasi lapangan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Selasa 23
Februari
2010
Melanjutkan analisis program gizi Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan.
Observasi lapangan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
32
Hari Tanggal Kegiatan Tempat
Rabu 24
Februari
2010
Membantu melakukan evaluasi laporan bulanan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Bimbingan magang dengan dosen pembimbing.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Kamis 25
Februari
2010
Melakukan analisis data tahunan program gizi
tahun 2009 Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.
Bimbingan magang dengan pembimbing
lapangan
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Senin 1 Maret
2010
- Melakukan analisis data tahunan program gizi
tahun 2009 Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan.
- Pengambilan data laporan tahunan seksi gizi.
- Penyusunan laporan magang.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Selasa 2 Maret
2010
Pengambilan data nama-nama Tenaga
Pelaksana Gizi (TPG).
Penyusunan laporan magang.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
33
Hari Tanggal Kegiatan Tempat
Rabu 3 Maret
2010
Penyusunan laporan magang.
Wawancara dengan staf gizi Dinas Kesehatan
Tangerang Selatan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Kamis 4 Maret
2010
Penyusunan laporan magang.
Konsultasi mengenai laporan magang kepada
pembimbing lapangan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Jumat 5 Maret
2010
Penyusunan laporan magang.
Konsultasi mengenai laporan magang kepada
pembimbing lapangan.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
Senin 8 Maret
2010
Konsultasi mengenai laporan magang.
Rekapitulasi data desa Setu.
Presentasi hasil magang kepada pihak yang
terkait masalah program gizi.
Dinas
Kesehatan
Kota
Tangerang
Selatan
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang
terbentuk pada akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008,
tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten tertanggal 26
November 2008. Pembentukan daerah otonom baru tersebut, yang merupakan
pemekaran dari Kabupaten Tangerang, dilakukan dengan tujuan meningkatkan
pelayanan dalam bidang kesehatan.
4.1.1 Visi
Visi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan berpedoman pada visi kesehatan
nasional dan provinsi. Melalui visi ini diharapkan pada tahun 2009 gambaran
masyarakat di Kota Tangerang Selatan dimasa depan ditandai dengan penduduknya
yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Kota Tangerang Selatan,
yang tentunya diperlukan dukungan dan kerjasama oleh sektor lain untuk
mewujudkannya.
Untuk mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut, Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan telah menetapkan visinya untuk tahun 2009 yaitu ”Rakyat Tangerang
Selatan Mandiri Dalam Hidup Sehat”.
35
4.1.2 Misi
Dalam Upaya mencapai Visi Pembangunan Kesehatan di Kota Tangerang Selatan,
ditetapkan tiga misi pembangunan kesehatan sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat.
2. Mendorong kemandirian masyarakat melalui peningkatan pemberdayaan
kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya.
3. Meningkatkan kemitraan dengan seluruh pelaku di bidang kesehatan.
36
4.1.3 Struktur Organisasi
Bagan 4.1
Struktur Organisasai Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
37
4.1.4 Sumber Daya Kesehatan
A. Ketenagaan
Tenaga medis/ Dokter merupakan salah satu unsur pelaksana pelayanan
kesehatan baik di Dinas Kesehatan maupun di Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas). Selain Ketenagaan di Bidang Dokter terdapat Pula tenaga Kesehatan di
bagian Gizi sebagai bagian dari unsur pelaksana pelayanan kesehatan.
Bagian Keperawatan dan Kebidanan merupakan bagian yang tak kalah
penting dalam pelayanan kesehatan. Peningkatan Kompentensi Perawat dan Bidan
semakin di tingkatkan dalam upaya peningkatan akan kemampuan dalam pelayanan
dan proses persalinan dan untuk menurunkan AKB dan AKI. Jumlah Tenaga ini tiap
tahun semakin meningkat seiring dengan bertambannya lembaga pemberi pelayanan
kesehatan.
Tabel berikut memperlihatkan jumlah tenaga kerja yang ada di wilayah Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
Tabel 4.1
Jumlah Tenaga Kerja
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009
No Puskesmas
Dok
ter
Um
um
Dok
ter
Gig
i
Bid
an
Per
awat
Ah
liG
izi
Ah
li
San
itas
i
Ah
li
Kes
ehat
an
Jum
lah
1 Serpong 3 1 13 1 1 1 0 20
2 Pondok
Jagung
2 3 10 7 1 1 0 24
3 Pamulang 3 4 9 6 1 1 0 24
4 Ciputat 2 3 4 4 1 0 0 14
5 Kampung
Sawah
2 3 7 5 1 1 0 19
38
No Puskesmas
Dok
ter
Um
um
Dok
ter
Gig
i
Bid
an
Per
awat
Ah
li G
izi
Ah
li
San
itas
i
Ah
li
Kes
ehat
an
Jum
lah
6 Jombang 2 2 8 5 1 0 0 18
7 Ciputat Timur 1 1 9 3 1 0 0 15
8 Pondok Aren 2 2 9 7 1 1 0 22
9 Jurang Mangu
Timur
2 2 6 2 0 1 0 13
10 Setu 3 2 12 5 0 0 1 23
Kota Tangerang
Selatan
22 23 87 45 8 6 1 192
B. Dana
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada Tahun Anggaran 2009
mendapatkan anggaran dari APBD.
C. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Tabel berikut ini menunjukkan jumlah sarana yang ada di wilayah Dinas
Kesehatan Kota Tangerang selatan.
Tabel 4.2
Jumlah Sarana
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Tahun 2009
No KecamatanPuskesmas
Jumlah PustuPusling
Non DPT DPT Roda 4 Roda 2
1 Serpong
Utara
1 0 1 2 1 4
2 Serpong 1 0 1 5 1 3
3 Setu 1 0 1 2 1 3
39
No KecamatanPuskesmas
Jumlah PustuPusling
Non DPT DPT Roda 4 Roda 2
4 Pamulang 0 1 1 2 1 4
5 Cipuat 3 0 3 2 3 12
6 Ciputat
Timur
1 0 1 2 1 3
7 Pondok
Aren
2 0 2 1 2 5
Jumlah 9 1 10 16 10 34
Keterangan :
1. Puskesmas Non DTP
2. Puskesmas DTP
3. Pustu
: Puskesmas tanpa dengan tempat tidur perawatan
: Puskesmas dengan tempat tidur perawatan
: Puskesmas Pembantu
Sedangkan untuk prasarananya bisa dilihat dari table berikut ini.
40
Tabel 4.3
Jumlah Prasarana Kesehatan Menurut Kecamatan
Kota Tangerang Selatan Tahun 2009
No Jenis
Kecamatan Kota
Tangerang
SelatanSerpong
Serpong
UtaraPamulang Ciputat
Ciputat
Timur
Pondok
ArenSetu
1 Rumah Sakit 3 2 1 2 3 3 - 14
2 Puskesmas 1 1 1 3 1 2 1 10
3 Puskesmas Pembantu 2 1 1 2 1 2 2 11
4Tempat tidur Puskesmas
Perawatan
- - 14 - - - - 14
5 Balai Pengobatan Swasta 30 22 44 14 31 24 11 176
6 Praktek Dokter Umum
Swasta
113 131 167 71 93 65 20 660
7 Praktek Dokter Gigi
Swasta
42 46 81 28 36 28 6 267
41
No Jenis
Kecamatan Total Kota
Tangerang
SelatanSerpong
Serpong
Utara
Pamulang CiputatCiputat
Timur
Pondok
ArenSetu
8 Praktek Dokter Spesialis 6 26 31 11 30 8 - 112
9 Praktek Bidan Swasta 40 29 80 48 41 22 16 276
10 Laboratorium Klinik
Swasta
1 3 7 7 5 6 1 30
11 Optik 2 - 9 5 15 9 2 42
12 Apotik 6 5 10 9 25 18 2 75
13 Toko Obat Berijin 2 - - 2 1 - 1 6
14 Industri Kecil Obat
Tradisional
8 - 17 16 - 7 - 48
15 Rumah Bersalin Swasta 2 1 4 6 9 10 1 33
16 Pengobatan Tradisional 4 8 4 5 2 7 1 31
17 Puskesmas Keliling 1 1 1 3 1 2 1 10
42
4.2 Gambaran Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tengerang Selatan
Seksi perbaikan gizi masyarakat mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan
pembinaan dan koordinasi serta pengawasan dan pengendalian kegiatan peningkatan gizi
masyarakat. Dalam tugasnya secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Perencanaan program perbaikan gizi dari hasil analisis.
b) Pelaksanaan koordinasi dengan instansi/lembaga lainnya terkait program perbaikan
gizi.
c) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan.
d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
Selain tugas diatas, seksi gizi juga mempunyai beberapa fungsi diantaranya
yaitu:
a. Perencanaan program perbaikan gizi dari hasil analisis dan penyiapan bahan
untuk peningkatan status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.
b. Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengansalisisan data dan penyiapan
bahan untuk meningkatkan status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.
c. Pelaksanaan kegiatan kebutuhan dan penyiapan bahan untuk meningkatkan
status gizi masyarakat, peningkatan gizi masyarakat.
d. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi/lembaga lainnya terkait kebutuhan dan
penyiapan bahan untuk peningkatkan status gizi masyarakat, peningkatan gizi
masyarakat.
e. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan.
f. Pelaksanasan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
43
4.2.1 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) yang ada di bagian gizi terdiri dari Kepala Seksi
Gizi dan Staf Gizi, dengan rincian sebagai berikut:
1. Kepala Seksi Gizi: Ida Budi Kurniasih SKM.
Tugas dari kepala seksi gizi meliputi pengumpulan data, pengolahan data,
penyiapan bahan penyusunan petunjuk teknis dan pelaksanaan operasional pembinaan
pengaturan gizi masyarakat. Adapun rincian dari tugas kepala seksi adalah sebagai
berikut:
a) Menyusun program kerja seksi gizi
b) Membagi tugas dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada staf gizi
c) Monitoring dan mengevaluasi hasil kerja staf gizi
d) Menyusun kebijaksanaan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan pengaturan gizi
masyarakat.
e) Mempelajari data sebagai bahan pelaksanaan kegiatan pembinaan pengaturan gizi
masyarakat.
f) Mengonsep dan memaraf naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan
kewenangannya.
g) Menyimpan arsip seksi gizi.
h) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada atasan.
i) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.
44
2. Staf Gizi terdiri dari:
1) Agung Surakusumah, SKM
2) Santy Marina Simatupang, AMG
Tugas dari staf gizi meliputi melaksanakan program gizi serta pemantauan
kegiatan di Puskesmas serta menerima laporan dari Puskesmas. Adapun tugas dari
masing-masing staf gizi meliputi:
a) Melaksanakan program kerja seksi gizi
b) Memeriksa dan mengevaluasi hasil kerja Puskesmas.
c) Mengoreksi bahan/ data dari laporan tenaga pelaksana gizi Puskesmas.
d) Mempelajari data sebagai bahan pelaksanaan kegiatan pembinaan pengaturan gizi
masyarakat
e) Mengawasi pendistribusian dalam pemberian makanan tambahan, Vitamin A, dan,
tablet Fe dan alat-alat program perbaikan gizi.
f) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada atasan
g) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugasnya.
Dalam menjalankan program gizi di wilayah Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan, kepala Seksi Gizi dan Staf Gizi dibantu oleh Tenaga Pelaksana Gizi. Tenaga
Pelaksana Gizi tersebar di sepuluh wilayah kerja Puskesmas dengan latar belakang
pendidikan gizi dan bidan. Dari sepuluh Tenaga Pelaksana Gizi tersebut, tidak semuanya
berlatar belakang gizi. Sehingga ini salah satu kendala dan permasalahan dalam
pelaksanaan program gizi.
45
Selain TPG, ada 54 bidan desa dan para kader posyandu yang ikut serta dalam
kegiatan program perbaikan gizi. Para kader ini merupakan ujung tombak keberhasilan
suatu program. Karena kader disini sebagai penggerak dari masyarakat untuk ikut serta
dalam kegiatan Posyandu.
4.2.2 Sarana dan Prasarana
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sarana dan prasarana merupakan hal
yanh penting dan menunjang proses berjalannya suatu program.
Meskipun Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ini baru satu tahun berdiri,
tetapi sarana dan prasarana yang ada sudah memadai yang terdiri dari dua laptop, dan
satu printer. Sehingga dalam pelaksanaan program tidak menjadi hambatan.
Pada tahun 2009, Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan ini ada sepuluh Puskesmas. Kesepuluh Puskesmas tersebut adalah
Puskesmas Serpong, Pondok Aren, Ciputat Timur, Ciputat, Jurang mangu, Jombang,
Pondok Jagung, Kampung Sawah, Pamulang dan Setu.
4.3 Gambaran Umum Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Dalam menjalankan program perbaikan gizi, Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan mengacu pada empat masalah gizi utama yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat yaitu kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, kurang vitamin A
(KVA), dan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Akan tetapi untuk gangguan
akibat kekurangan yodium ini, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan belum
dilaksanakan. Rencana untuk program GAKY ini akan dijalankan pada tahun 2010.
46
Adapun program perbaikan gizi yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan ada empat yaitu:
4.3.1 Program Pemantauan Pertumbuhan Balita
Program pemantauan pertumbuhan balita ini dilakukan di Posyandu berupa
penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pencatatan hasil dari berat
badan dan tinggi badan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Kegiatan posyandu ini
dilakukan setiap bulan bagi balita yang ada di wilayah Kota Tangerang Selatan sesuai
dengan wilayah kerja Puskesmas. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam
program pemantauan pertumbuhan balita ini adalah.
Dalam program pemantauan pertumbuhan balita, metode yang digunakan adalah
antropometri. Penimbangan berat badan merupakan kegiatan rutin Posyandu yang
bertujuan untuk memantau pertumbuhan balita yang dilakukan setiap bulannya oleh
kader Posyandu yang merupakan tenaga sukarela dan telah mendapatkan latihan oleh
instansi kesehatan. Di dalam melakukan penimbangan berat badan balita perlu suatu
keterampilan tersendiri oleh petugas, agar dapat melakukan penimbangan secara benar.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dijalankan dalam program pemantauan
pertumbuhan balita ada empat yaitu:
a. Analisis SKDN
Analisis data SKDN diperoleh dari hasil kegiatan Posyandu setiap bulan. SKDN
terdiri dari S adalah (Semua balita yang ada di Posyandu wilayah kerja Dinas
Kesehatan), K adalah (jumlah balita yang terdaftar di Posyandu dan memiliki KMS), D
adalah (jumlah balita yang datang dan ditimbang di Posyandu), dan N adalah (anak
47
balita yang ditimbang dan berat badannya naik sesuai dengan garis pertumbuhan).
Adapun indikator yang digunakan, yaitu : D/S (Partisipasi Masyarakat dalam program),
K/S (Cakupan Program), N/S (Efektifitas Program), dan N/D (Keberhasilan Program).
b. Pencatatan Balita BGM (Bawah Garis Merah)
Kegiatan penimbangan balita yang dilakukan setiap bulan kemudian dicatat
dalam KMS. Dari KMS itu bisa diketahui balita BGM. Jumlah balita BGM akan dicatat
pada masing-masing posyandu. Masing-masing Posyandu itu akan melaporkan jumlah
balita BGM kepada Puskesmas sehingga diketahui jumlah balita BGM di tingkat
Puskesmas. Dari masing-masing Puskesmas akan melaporkan ke Dinas Kesehatan.
c. Pemantauan Status Gizi (PSG)
Kegiatan pemantauan status gizi balita ini dilakukan pada bulan Agustus.
Kegiatan ini dilakukan oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dari masing-masing
Puskesmas. Tidak semua balita diukur dan ditimbang. Hanya balita yang menjadi
sampel saja yang dilakukan pengukuran dan penimbangannya. Indikator yang digunakan
dalam kegiatan ini adalah BB/U, BB/TB dan TB/U.
d. Bulan Penimbangan Balita (BPB)
Kegiatan Bulan Penimbangan Balita ini dilakukan dua kali dalam setahun yaitu
pada bulan Februari dan Agustus. Pengukuran dan penimbangan dilakukan oleh para
kader posyandu. Sasaran dalam kegiatan ini adalah semua balita yang ada di wilayah
Kota Tangerang Selatan.
48
4.3.2 Perbaikan Gizi pada Ibu Hamil
Program perbaikan gizi pada ibu hamil ini ditujukan supaya kebutuhan gizi bagi
ibu hamil tercukupi. Sehingga resiko terjadinya anemia dan KEK (Kurang Energi
Kronik) bisa diatasi. Salah satu program yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan adalah pemberian tablet Fe bagi ibu hamil dan pemberian makanan
tambahan bagi ibu hamil yang mengalami KEK.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dijalankan dalam program perbaikan gizi pada
ibu hamil ada dua kegiatan yaitu:
a. Pemberian Tablet Fe bagi Ibu Hamil
Sasaran dalam kegiatan ini adalah semua ibu hamil yang ada di wilayah Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Tablet Fe yang diberikan yaitu Fe 1 dan Fe 3.
Pelaksanaan dari kegiatan ini yaitu setiap bulan melalui puskesmas yang ada di wilayah
kerjanya.
b. Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil yang KEK
Sasaran dari kegiatan ini yaitu ibu hamil yang mengalami KEK yang ada di
wilayah Tangerang Selatan. Kegiatan ini diawali dengan pencatatan ibu hamil yang
KEK, setelah diketahui ibu hamil yang KEK, maka dilakukan pemberian makanan
tambahan dari ibu hamil yang KEK tersebut. Untuk mengetahui ibu hamil yang
mengalami KEK, dilakukan pengukuran LILA (Lingkar Lengan Atas).
Pencatatan dari ibu hamil yang KEK ini dilakukan setiap bulan melalui
Puskesmas yang ada di wilayah kerjanya.
49
4.3.3 Penanggulangan Kekurangan Vitamin A
Untuk menanggulangi masalah kekurangan vitamin A, kegiatan yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah:
a. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita
Sasaran dalam pemberian kapsul vitamin A pada balita ini adalah balita usia 6-11
bulan dan balita usia 12-59 bulan. Adapun kapsul vitamin A yang diberikan yaitu warna
biru diberikan pada balita usia 6-11 bulan. Sedangkan warna merah diberikan pada balita
usia 12-59 bulan.
Pendistribusian vitamin A pada balita dilakukan dalam dua periode yaitu bulan
Februari dan Agustus.
b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas
Sasarannya yaitu semua ibu nifas yang ada di Wilayah Tangerang Selatan Kapsul
vitamin A yang diberikan kepada ibu nifas adalah kapsul dengan warna merah.
Adapun pendistribusian vitamin A pada ibu nifas ini dilakukan setiap bulan
melalui puskesmas yang ada di wilayah kerjanya.
4.3.4 Penanggulangan Gizi Buruk
Program penanggulangan gizi buruk ini bertujuan untuk menangani masalah gizi
buruk dari awal ditemukan kasus. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam
menanggulangi masalah gizi buruk yang ada di wilayah Tangerang Selatan adalah:
50
a. Perawatan terhadap Balita Gizi Buruk
Balita yang terdeteksi terkena gizi buruk, langsung dilakukan perawatan baik di
puskesmas maupun rumah sakit terdekat. Perawatan ini bisa berupa pengobatan
konsultasi gizi dan pemberian makanan tambahan.
b. Pemberian MP-ASI
Selain dilakukan perawatan terhadap balita gizi buruk, pemberian MP-ASI juga
dijalankan oleh Dinas Kesehatan. Hal ini dilakukan untuk memulihkan keadaan balita
gizi buruk tersebut.
Selain pemberian MP-ASI bagi balita gizi buruk, MP-ASI juga diberikan kepada
semua balita Gakin (Keluarga Miskin) yang ada di wilayah Tangerang Selatan.
4.4 Gambaran Evaluasi Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Evaluasi dalam suatu program kegiatan sangat diperlukan guna mengukur tingkat
keberhasilan dari program yang sudah dilakukan, karena dengan evaluasi akan diperoleh
umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan tersebut. Tanpa
adanya evaluasi sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan – tujuan yang
direncanakan itu telah mencapai tujuan atau belum.
Selain evaluasi, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan juga melakukan
monitoring terhadap sepuluh Puskesmas yang ada di Wilayah kerjanya. Ada beberapa
alasan dilakukannya suatu evaluasi program gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan, diantaranya yaitu:
51
1) Melihat apakah program perbaikan gizi yang dilaksanakan itu sudah mencapai
target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan.
2) Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan dari masing-masing program
perbaikan gizi yang dijalankan
3) Merencanakan dan mengelola kegiatan program perbaikan gizi dengan lebih
baik.
4) Agar dapat memberikan dampak yang lebih luas. Yaitu mengatasi permasalahan
gizi yang ada di wilayah Tangerang Selatan.
Proses evaluasi ini ditujukan untuk menilai input, proses, output dan outcome
dari suatu program gizi yang dilaksanakan oleh seksi gizi Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan.
Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menggunakan pendekatan
sistem dalam melaksanakan evaluasi program gizi. Dalam pedekatan sistem ini, seksi
gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menilai input, proses, dan output. Untuk
lebih jelasnya bisa dilihat pada alur pendekatan sistem berikut ini.
52
Bagan 4.2
Alur Pendekatan System dalam Evaluasi Program Perbaikan Gizi
4.4.1 Input
Evaluasi input ini lebih memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam
pelaksanaan suatu program. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam melakukan
evaluasi input program perbaikan gizi yang sudah dijalankan oleh seksi gizi Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, yaitu:
4.4.1.1 Data
Data merupakan hal yang penting dalam evaluasi suatu program. Secara
keseluruhan data yang ada di Dinas Kesehatan ini diperoleh dari laporan LB3 (lampiran
2) masing-masing Puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan, karena laporan LB3 sudah mencakup laporan dari semua program
dan kegiatan yang ada di puskesmas dan posyandu. Sehingga data cukup dari format
LB3 dari Puskesmas. Data R1 gizi tidak dilaporkan ketingkat Dinas Kesehatan karena
INPUT
Data
SDM
Dana
Metode
Waktu
Sarana dan prasaran
OUTPUT
Cakupan dari masing-masing program perbaikan gizi
PROSES
Pengumpulan data.
Analisis data
Interpretasi (Laporan Tahunan)
53
data ini ada di tingkat posyandu. Data F3 gizi juga tidak dilaporkan ke Dinas Kesehatan
karena format F3 merupakan data rekapan di tingkat puskesmas. Sedangkan laporan W1
(laporan wabah KLB 24 jam) tidak dilaporkan, karena yang dilaporkan adalah laporan
W2 (laporan KLB satu minggu). Laporan W1 ada di tingkat puskesmas. Dari laporan
W1 itu akan di rekap untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan dalam bentuk laporan W2.
Data laporan LB3 itu mencakup semua program yang ada di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan. Selain laporan LB3, data juga diperoleh dari laporan kegiatan
PSG dan BPB, laporan W2 dan laporan balita gizi buruk tiap bulannya.
Laporan LB3 dari masing-masing puskesmas ini akan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan melalui bagian perencanaan. Sehingga seksi gizi memperoleh data mengenai
program perbaikan gizi dari bagian perencanaan.
Sedangkan laporan W2 mengenai kasus gizi buruk ini diperoleh dari bagian
surveilans. Dan laporan mengenai balita gizi buruk tiap bulannya langsung dari
puskesmas ke bagian gizi Dinas Kesehatan.
4.4.1.2 Sumber Daya Manusia
Salah satu faktor keberhasilan suatu program adalah tersedianya sumber daya
manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Evaluasi program
perbaikan gizi ini dilakukan oleh seksi gizi bekerjasama dengan bagian perencanaan.
Tenaga yang ada di seksi gizi sebanyak tiga orang yang terdiri dari kepala seksi gizi dan
dua staff gizi. Dimana staff gizi akan melakukan analisis dari data gizi yang diperoleh
dari bagian perencanaan. Kepala seksi gizi akan mengoreksi evaluasi program perbaikan
gizi.
54
4.4.1.3 Dana
Dana merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan suatu program.
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) untuk semua pelaksanaan program perbaikan gizi. Mereka
tidak mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
4.4.1.4 Metode
Metode yang digunakan dalam melakukan evaluasi dari data LB3, laporan
kegiatan PSG dan BPB, laporan W2 dan laporan balita gizi buruk tiap bulannya yaitu
menggunakan perangkat komputer. Dimana dalam melakukan analisis data
menggunakan program Microsoft exel, sedangkan untuk laporannya yaitu menggunakan
program Microsoft word.
4.4.1.5 Waktu
Dalam melakukan evaluasi program perbaikan gizi, ada dua tahap yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Tangerang Selatan seksi gizi yaitu evaluasi bulanan dan
evaluasi tahunan. Evaluasi bulanan ini dilakukan setiap bulan oleh seksi gizi. Sehingga
jika ada masalah dan kendala dalam pelaksanaan program perbaikan gizi bisa langsung
diidentifikasi dan dipecahkan. Sedangkan evaluasi tahunan dibuat sebagai laporan
tahunan dan perencanaan program perbaikan gizi tahun selanjutnya.
4.4.1.6 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi program
perbaikan gizi ini meliputi laptop, printer dan alat-alat tulis yang lainnya.
55
4.4.2 Proses
Evaluasi proses ini lebih memfokuskan pada aktivitas suatu program. Adapun
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi proses ini yaitu proses
berjalannya program, kendala dan permasalahan serta pemecahan dari permasalahan
tersebut. Tabel ini menunjukkan perbandingan antara standar dan keadaan yang ada di
lapangan dari evaluasi proses tersebut.
Tabel 4.4
Perbandingan Evaluasi Proses antara Standar dan Keadaan di Lapangan
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009
Standar Keadaan di Lapangan
Dalam evaluasi proses dilihat apakah
pelaksanaan kegiatan telah mencapai
target yang ditetapkan, mengidentifikasi
kendala dan masalah yang dihadapi.
Pelaksanaan dari masing-masing
kegiatan sudah mencapai target yang
telah ditetapkan, dari evaluasi proses
ini ada 6 kendala dan permasalahan
yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan.
Pada tahap evaluasi proses ini pelaksanaan dari masing-masing kegiatan sudah
mencapai target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan. Dalam pelaksanaan
program perbaikan gizi di wilayah Kota Tangerang Selatan, ada beberapa kendala dan
permasalahan yang dihadapi oleh seksi gizi. Adanya kendala dan permasalahan ini
mungkin bisa menjadi salah satu hambatan dari keberhasilan suatu program.
56
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, beberapa kendala dan permasalahan yang
dihadapi oleh seksi gizi adalah:
1. Kurangnya validitas data dan data riil yang sukar didapat. Hal ini disebabkan karena
kesalahan dalam pengisian data baik di LB3, laporan W2, maupun laporan balita gizi
buruk tiap bulannya dan kurangnya pemahaman mengenai definisi operasional dari
masing-masing program. Salah satu akibatnya yaitu adanya ketimpangan antara
laporan LB3 dan W2. Sehingga bisa jadi wilayah tersebut sebenarnya mempunyai
permasalahan gizi tetapi karena datanya kurang valid, maka permasalahan gizi yang
ada tidak kelihatan.
2. Keterlambatan pelaporan data dari puskesmas ke Dinas Kesehatan. Keterlambatan
ini disebabkan karena keterlambatan pelaporan dari Posyandu, sehingga dari tingkat
Puskesmas terlambat juga pelaporan datanya. Akibat yang bisa ditimbulkan dari
keterlambatan data yang masuk yaitu laporan ke Dinas Kesehatan Propinsi,
Bappeda, dan Wali Kota jadi terlambat, proses evaluasi terhambat dan penyusunan
program selanjutnya jadi terlambat. Akibatnya timbullah permasalahan gizi. Salah
satu contohnya yaitu keterlambatan dalam pelaporan balita yang gizi buruk,
dampaknya yaitu bisa terjadi kematian pada balita tersebut.
3. Adanya data yang tidak lengkap dari laporan bulanan (LB3) Puskesmas. Hal ini
mungkin karena kesalahan penulisan, kesalahan data dari tingkat Posyandu dan
pemahaman yang kurang mengenai cara pengisian laporan bulanan (LB3). Sehingga
proses pelaksanaan evaluasi, pelaporan ke Dinas Kesehatan Propinsi terhambat.
57
Selain itu proses penyusunan program dari hasil evaluasi juga terhambat. Maka
timbullah permasalahan gizi.
4.4.2.1 Alur Pelaporan dan Pendistribusian
Berikut ini bagan alur pelaporan program perbaikan gizi di Dinas Kesehatan
Tangerang selatan.
Bagan 4.3
Alur Pelaporan Program Perbaikan gizi
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009
Semua program gizi yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan,
pelaksanaanya dipengaruhi oleh aktivitas dari Posyandu yang ada di wlayah kerja
Puskesmas. Aktivitas posyandu masih tergantung kepada keberadaan bidan desa dan
kader posyandu. Kader yang ada di Posyandu akan melaporkan hasil kegiatannya ke
bidan desa. Selain adanya bidan desa, koordinator kader posyandu juga mengawasi
pelaksanaan dan pelaporan dari kegiatan yang ada. Laporan dari kader posyandu itu
TPG
Koordinator Kader
Bidan Desa
Kader Posyandu
Bagian Perencanaan
Dinkes
Seksi Gizi
58
akan di laporkan ke Puskesmas setempat melalui Tenaga Pelaksana Gizi oleh bidan desa
yang bekerjasama dengan koordinator kader posyandu. Tenaga Pelaksana Gizi akan
melakukan rekapitulasi data untuk bisa dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan melalui bagian perencaan. Dari bagian perencanaan, laporan akan
didistribusikan ke masing-masing bagian yang ada di Dinkes sesuai dengan program
yang dijalankan. Seksi gizi memperoleh data dari bagian perencanaan yang nantinya
akan dilakukan evaluasi.
Dari alur tersebut, Dinas Kesehatan Kota Tangerang selatan dibagian seksi gizi
menerima laporan dari Puskesmas melalui bagian perencanaan. Laporan rutin yang
masuk ke seksi gizi berupa laporan bulanan (LB3), laporan W2 dan laporan balita gizi
buruk. Selain laporan rutin, ada juga laporan khusus bagi program gizi yang
pelaksanaannya tidak setiap bulan. Laporan khusus ini seperti laporan kegiatan Bulan
Penimbangan Balita, Pemantauan Status Gizi dan laporan program pendistribusian
vitamin A bagi balita usia 6-11 bulan dan balita usia 12-59 bulan. Laporan Bulan
Penimbangan Balita dan pendistribusian vitamin A dilakukan pada bulan Februari dan
Agustus. Sedangkan laporan Pemantauan Status Gizi dilakukan setiap bulan Agustus.
Dari laporan-laporan yang ada, dilakukan evaluasi program gizi. Dimana tujuan
dilakukanya evaluasi adalah untuk megetahui keberhasilan dari program gizi tersebut
dan dijadikan standar dalam penyusunan program gizi selanjutnya.
Selain alur pelaporan, alur pelaksanaan kegiatan dari semua program perbaikan
gizi bisa dilihat pada bagan berikut ini.
59
Bagan 4.4
Alur Pelaksanaan Program Perbaikan gizi
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009
Dalam pelaksanaan program perbaikan gizi, Dinas Kesehatan Seksi Gizi
menetapkan program-program yang akan dilaksanaan. Dari Seksi gizi ini akan
disosialisasikan ke Puskesmas melalui Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) yang ada di
masing-masing Puskesmas. Dari tingkat Puskesmas, program perbaikan gizi akan
disalurkan ke Posyandu-posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas. TPG, bidan
desa dan para kader menjalankan program perbaikan gizi tersebut. Kader Posyandu
inilah sebagai penggerak masyarakat.
TPG
Koordinator Kader
Bidan Desa
Kader Posyandu
Seksi Gizi
Sasaran
60
4.4.2.2 Proses Evaluasi Program Perbaikan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan
Dalam melakukan evaluasi program perbaikan gizi yang dijalankan oleh Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, adapun alurnya bisa dilihat pada bagan berikut ini:
Bagan 4.5
Alur Proses Evaluasi Program Perbaikan Gizi
Dari alur diatas, dapat dijelaskan langkah-langkah proses evaluasi program
perbaikan gizi yang dilakukan oleh seksi gizi yaitu:
a) Melakukan pengumpulan data dari hasil pencatatan sepuluh Puskesmas yang ada
di wilayah kerjanya. Data yang diperoleh mencakup semua program perbaikan gizi
yang sudah dijalankan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Data ini
Pengumpulan Data
Laporan LB3
Laporan W2
Laporan balita gizi buruk tiap bulannya
Analisis Data
Interpretasi (Laporan Tahunan)
61
berasal dari LB3 program perbaikan gizi dari bagian perencanaan, laporan
langsung ke bagian gizi dari puskesmas dan laporan W2 dibagian surveilans.
b) Dilakukan analisis dari data yang ada sesuai dengan tujuan dari evaluasi tersebut.
Proses analisis data ini menggunakan computer perangkat komputer.
c) Dari hasil analisis tersebut, dilakukan interpretasi dalam bentuk laporan tahunan
dan kesimpulan.
d) Dari hasil analisis evaluasi tersebut, dapat diketahui wilayah di Kota Tangerang
Selatan yang mempunyai permasalahan gizi. Sehingga sebagai pertimbangan
dalam menjalankan program perbaikan gizi tahun berikutnya.
e) Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan akan melaporkan hasil evaluasi tersebut
kepada Bapeda, Wali Kota dan Dinas Kesehatan Propinsi.
4.4.3 Output
Evaluasi output diketahui dari laporan tahunan Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan. Laporan tahunan ini berasal dari rekapitulasi dan analisis dari pencapaian
cakupan program yang sudah dilaksanakan. Laporan tahunan ini akan dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Provinsi, Bapeda dan Wali kota. Laporan tahunan mencakup semua
program dan kegiatan yang ada di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.
Pencapaian cakupan dari masing-masing program tersebut dibandingkan dengan
target dari Standar Pelayanan Minimal (SPM), hasil pencapaian program tahun
sebelumnya, dan hasil survey seperti Riskesdas 2007, susenas dan sebagainya. Namun
dikarenakan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ini masih baru, maka pencapaian
cakupan tidak dibandingkan dengan hasil pencapaian program tahun sebelumnya.
62
Berikut ini tabel perbandingan antara standar dari evaluasi output dengan keadaan yang
ada di lapangan.
Tabel 4.5
Perbandingan Evaluasi Output antara Standard dan Keadaan di Lapangan
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2009
Standar Keadaan di Lapangan
Evaluasi output menilai pencapaian setiap
kegiatan perbaikan gizi. Target dari
masing-masing kegiatan mengacu kepada
SPM, hasil pencapaian program tahun
sebelumnya, dan hasil survey seperti
Riskesdas 2007, susenas dan sebagainya
Dari semua program perbaikan gizi
pencapaiannya sudah diatas target.
Kecuali kegiatan PSG, dimana jumlah
balita yang mengalami gizi buruk, gizi
kurang, status gizi kurus sekali, dan
status gizi kurus melebihi angka yang
ditetapkan oleh WHO.
Adapun hasil pencapaian cakupan dari masing-masing program adalah sebagai
berikut:
4.4.3.1 Program Pemantauan Pertumbuhan Balita
Pecapaian cakupan dari masing-masing kegiatan dalam program pemantauan
pertumbuhan balita adalah sebagai berikut:
a. Analisis SKDN
Cakupan dari kegiatan SKDN Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun
2009 adalah rata-rata tingkat pertisipasi masyarakat (D/S) terhadap kegiatan
63
penimbangan di Posyandu adalah sebesar 74,10%, cakupan program (K/S) mencapai
93,10%, efektifitas program (N/S) sebesar 53,60%, dan keberhasilan program (N/D)
sebesar 72,33%.
Cakupan program SKDN Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009
sudah mecapai target yang ditetapkan yaitu target tingkat pertisipasi masyarakat (D/S)
terhadap kegiatan penimbangan di Posyandu adalah sebesar 72%, cakupan program
(K/S) mencapai 80%, efektifitas program (N/S) sebesar 40%, dan keberhasilan program
(N/D) sebesar 70%.
b. Pencatatan Balita BGM (Bawah Garis Merah)
Cakupan pencapaian kegiatan pencatatan balita BGM Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan tahun 2009 adalah sebesar 1,10%.
Target yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah sebesar
15%. Bila dibandingkan dengan target tersebut, nilai balita BGM di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan masih di bawah target.
c. Pemantauan Status Gizi (PSG)
Dari kegiatan Pemntauan Status Gizi pada balita di wilayah Kota Tangerag
Selatan tahun 2009, output yang diperoleh dengan indikator BB/U yaitu prevalensi balita
yang mengalami gizi buruk sebesar 1%, gizi kurang 9, 43%, gizi baik sebesar 85,74%
dan gizi lebih sebesar 3,83%.
Sedangkan untuk indikator TB/U yaitu prevalensi balita yag mengalami pendek
sebesar 14,06%, dan balita yang normal sebesar 85,94%. Selain indikator BB/U dan
64
TB/U, indikator yang digunakan yaitu BB/TB. Dimana prevalensi balita yang kurus
sekali adalah sebesar 0,85%, kurus sebesar 4,67%, normal 88,41% dan gemuk 6,07%.
d. Bulan Penimbangan Balita (BPB)
Output dari kegiatan Bulan Penimbangan Balita Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan ini adalah diketahuinya prevalensi balita yang mengalami gizi buruk
sebesar 0,51%, balita gizi kurang sebesar 5,76%, balita gizi baik 91,60% dan balita yang
mengalami gizi lebih sebesar 2,2%
4.4.3.2 Perbaikan Gizi pada Ibu Hamil
Pencapaian cakupan dari masing-masing kegiatan pada program perbaikan gizi
pada ibu hamil adalah sebagai berikut:
a. Pemberian Tablet Fe bagi Ibu Hamil
Cakupan kegiatan pemberian tablet Fe1 bagi Ibu Hamil Di wilayah Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan sebesar 97,72%. Sedangkan untuk tablet Fe3 sebesar
95,47%.
Target yang ditetapkan seksi gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
untuk pencapaian cakupan pemberian tablet Fe1 sebesar 90% dan Fe3 sebesar 80%.
Sehingga persentase cakupannya sudah mencapai target telah ditentukan.
b. Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil yang KEK
Cakupan pencapaian kegiatan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil
yang KEK di wilayah Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah 100%. Jadi
semua ibu hamil yang megalami KEK sudah memperoleh makanan tambahan.
65
4.4.3.3 Penanggulangan Kekuragan Vitamin A
Dalam program penanggulangan kekurangan vitamin A, pencapaian dari masing-
masing kegiatannya adalah:
a. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita
Cakupan pencapaian kegiatan distribusi vitamin A di wilayah Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan pada balita usia adalah sebesar 6-11 bulan adalah sebesar
98,33%. Sedangkan pada balita usia 12-59 bulan, cakupan pencapaiannya sebesar
95,68%.
Target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan untuk pendistribusian Vitamin A
berdasarkan SPM adalah sebesar 90%. Sehingga program distribusi vitamin A ini sudah
mencapai target semua.
b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas
Cakupan pencapaian kegiatan pendistribusian vitamin A pada ibu nifas,
cakupannya sebesar 90,73%.
Target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan untuk pendistribusian Vitamin A
berdasarkan SPM adalah sebesar 90%. Sehingga program distribusi vitamin A ini sudah
mencapai target semua.
4.4.3.4 Penanggulangan Gizi Buruk
Dalam program penanggulangan kekurangan vitamin A, pencapaian dari masing-
masing kegiatannya adalah:
66
a. Perawatan terhadap Balita Gizi Buruk
Cakupan kegiatan balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan di wilayah
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah 100%. Jadi semua balita yang
mengalami gizi buruk sudah langsung ditangani dan dilakukan perawatan rawat inap dan
rawat jalan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit setempat. Perawatan yang ada
berupa konseling, pengobatan dan konsultasi gizi.
Cakupan kegiatan balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan di Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009 ini sudah mencapai target. Target yang
ditetapkan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selata berdasarkan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) adalah sebesar 100%.
b. Pemberian MP-ASI
Cakupan pencapaian kegiatan balita BGM Gakin yang memperoleh MP ASI
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2009 adalah sebesar 100%. Hal ini
berarti bahwa semua balita BGM Gakin yang ada di wilayah Kota Tangerang selatan
semuanya sudah memperoleh makanan pendamping ASI.
Target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan untuk
kegiatan ini adalah sebesar 100%. Sehingga cakupan program ini sudah mencapai target.
4.3.4 Indikator dalam Evaluasi
Dalam suatu perencanaan yang berorientasi pada program, kriteria keberhasilan
pada umumnya dikembangkan berdasarkan cakupan ataupun hasil dari suatu
program.Menurut feurstein dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang
67
digunakan untuk suatu proses evaluasi, ada 9 indikator yang perlu dipertimbangkan.
Namun di Dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan, hanya 4 indikator yang dijadikan
kriteria keberhasilannya yaitu :
1. Indikator keberhasilan (indicators of availability)
Dalam menilai keberhasilan suatu program, indikator keberhasilan ini melihat
apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu benar-benar ada. Unsur yang
ada dalam program perbaikan gizi Dinas Kesehata Tagerang Selatan ini meliputi data,
SDM, dana, metode, waktu, sarana dan prasarana. Dimana dalam pelaksanaannya dana
menjadi salah satu kendala berjalannya suatu program.
2. Indikator keterjangkauan (indicators of accessibility)
Indikator ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam
‘jangkauan’ pihak-pihak yang membutuhkan. Indikator ini bisa dilihat dari bentuk
layanan bagi keluarga miskin berupa pemberian MP-ASI pencapaiannya sudah 100%.
3. Indikator pemanfaatan (indicators of utilisation)
Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh
pihak pemberi layanan, dipergunakan (dimanfaatkan) oleh kelompok sasaran. Indikator
ini bisa dilihat dari output yaitu pencapaian suatu program. Dimana semua program yang
ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah mencapai target. Sehingga bisa
dikatakan semua kelompok sasaran sudah memanfaatkan program yang ada di Dinas
Kesehatan.
68
4. Indikator cakupan (indicators of coverage)
Indikator ini mennjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan
menerima layanan tersebut. Indikator ini dilihat dari pencapaian cakupan dar masing-
masing program. Dimana dalam pencapaiannya semua program di Dinas Kesehatan
sudah mencapai target.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
a) Dinas Kesehatan Kota Tangerang selatan merupakan Dinas Kesehatan yang baru
berdiri tahun 2009. Dimana ada sepuluh Puskesmas yang ada di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Semua program dan kegiatan yang ada di
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, dijalankan oleh sepuluh Puskesmas tersebut
yaitu puskesmas Serpong, Pondok Jagung, Pondok Aren, Pamulang, Jombang,
Ciputat, Ciputat Timur, Jurang Mangu, Kampung Sawah dan Setu.
b) Seksi gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan merupakan bagian dari
kesehatan keluarga. Dimana dalam kesehatan keluarga itu terdiri dari seksi gizi,
KIA, dan lansia_remaja. Staf yang ada di seksi gizi terdiri dari kepala seksi gizi
dan dua orang staf gizi.
c) Ada empat program gizi yang dijalankan oleh Dinkes Kota Tangerang Selatan
seksi gizi pada tahun 2009, yaitu: program pemantauan pertumbuhan balita,
perbaikan gizi pada ibu hamil, penanggulangan kekurangan vitamin A, dan
penanggulangan gizi buruk.
d) Evaluasi yang dilakukan oleh Dinkes Kota Tangerang Selatan Seksi Gizi adalah
dengan pegumpulan data dari hasil pencatatan sepuluh Puskesmas yang ada di
wilayah kerjanya. Setelah itu dilakukan analisis dari data tersebut dan
diinterpretasikan. Selain itu Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan melakukan
70
monitoring terhadap Puskesmas yang ada di wilayah kerjanya. Proses evaluasi
yang dilakukan melalui pendekatan system yaitu menilai input, proses dan
output.
1. Input, terdiri dari:
i. Data yang mencakup Laporan LB3, laporan W2 dan laporan balita gizi
buruk tiap bulannya.
ii. Sumber daya manusia yang ada terdiri dari tiga orang dibagian seksi gizi
iii. Dana berasal dari APBD.
iv. Metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan perangkat komputer
v. Waktu pelaksanaannya yaitu bulanan dan tahunan.
vi. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam melakukan evaluasi yaitu
laptop, printer dan alat-alat tulis yang lainnya.
2. Proses, meliputi:
i. Pengumpulan data dari sepuluh Puskesmas yang ada di wilayah kerjanya,
ii. Analisis data dengan menggunakan perangkat komputer
iii. Interpretasi data dan dibuat dalam bentuk laporan tahunan.
3. Output, meliputi cakupan dari masing-masing program perbaikan gizi dalam
bentuk laporan tahunan. Dimana pencapaian dari masing-masing program
sudah mencapai target.
71
5.2 SARAN
1) Diadakan pelatihan mengenai cara pengisian formulir LB3, W2 dan laporan
balita yang gizi buruk tiap bulannya bagi tenaga pelaksana gizi yang ada di
Puskesmas.
2) Diadakan pertemuan berkala untuk pemahaman dan penyamaan persepsi
mengenai program yang akan dijalankan.
3) Adanya reward bagi puskesmas yang tepat waktu dalam melaporkan datanya dan
adanya punishment bagi puskesmas yang telat pelaporan datanya.
4) Kroscek dari data yang masuk, baik laporan LB3, W2 dan laporan balita gizi
buruk tiap bulannya.
5) Setelah dilakukan evaluasi, diharapkan ada feed back dari program yang ada.
Sehingga pelaksanaan program selanjutnya bisa lebih baik.
6) Dilakukan evaluasi kegiatan dari masing-masing program yang ada. Sehingga
bisa langsung dilakukan pemecahan dan solusi dari permasalahan dan hambatan
yang ada dalam program tersebut.
72
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indnesia Sehat 2010. Jakarta:
Depkes RI. 1999.
Depkes, RI. Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi Kabupaten/ Kota.
Jakarta: Depkes RI. 2000.
Depkes, RI. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat – Gizi (PWS-GIZI). Jakarta:
Depkes RI. 2008.
Depkes, RI. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM). Jakarta: Depkes RI.
2008.
Dinkes, Tangsel. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2009.Tangerang
Selatan: Dinkes Tangsel. 2009.
Muninjaya, A. A. Gde. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2004.
Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta. 2003.
Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya. 2005.
Rukminto, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi
Komunitas. Depok: Penerbit FEUI. 2003
WHO. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: EGC