BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

99
BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN (Sebuah Kajian Tematik) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Oleh: DIKALUSTIAN RIZKIPUTRA NIM:107034001545 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M

Transcript of BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

Page 1: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA

DALAM AL-QUR’AN (Sebuah Kajian Tematik)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

DIKALUSTIAN RIZKIPUTRA

NIM:107034001545

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M

Page 2: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

BAHAY A LISAN DAN PENCEGAHANNYA

DALAM AL-QUR'AN (Sebuah Kajian Tematik)

Skipsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam

(s.Th.r)

Oleh:

DIKALUSTIAN RIZKIPUTRANrM. 107034001545

Di bawah Bimbingan :

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

T]NIVBRSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432H/2011M

Mbstut. [t..q.n.NrP. 19721 024 2003121 002

Page 3: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

PEI\GESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi ini berjudul Baltaya lisan dan Pencegahannyu dulum ul-Qur'un

(Sebuuh Kttjiun Tematik) telah di ujikan dalam sidang munaclasah Fakultas

lJshuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 13 I)csember 2011.

Skripsi ini telah diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi

Islam (S. Th.l) pada Jurusan Tafsir Hadits.

Jakarta" 13 l)csember 2011

SIDANG MUNAQASAI{

Ketua Sidang" Sekrclaris Sidang,ryDr. M. Suryadinata. MA

NrP. 19600908 198903 I 00sDr. Lilik Ummi Kaltsum. MANIP. 19711003 r99903 2 001

NIP: 19680901 I

Anggota,

Pembimbing I

JADr. Liliktlllnmi Kaltsdm. MA

NIP. 19711003 199903 2 001

Muslih. MANIP. 19721024 2003121 002

Page 4: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan gelar strata 1 (S1), di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 08 Desember 2011

Penulis,

( Dikalustian Rizkiputra )

Page 5: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

i

ABSTRAK

Dikalustian Rizkiputra, “Bahaya Lisan dan Pencegahannya Dalam al-Quran;

Sebuah Kajian Tematik”

Dalam al-Quran kata lisan itu sendiri mengandung lima makna, yaitu : (1)

lisan sebagai pancaindera, (2) lisan sebagai alat bicara, (3) lisan sebagai alat untuk

mentrasformasikan pikiran kepada pendengar, (4) lisan sebagai kesan yang baik,

dan (5) lisan sebagai do’a. Salah satu kelebihan yang diberikan Allah Swt. kepada

manusia selain akal adalah lisan. Lisan merupakan anggota tubuh yang amat

penting bagi manusia, dengan lisan seseorang dapat berkomunikasi antar

sesamanya dengan baik, dengan lisan juga seseorang dapat berkomunikasi dengan

hewan, alam dan dengan tuhannya. Namun dibalik itu semua, lisan mempunyai

bahaya yang sangat besar jika lisan seseorang tak terjaga dengan baik.

Salah satu bahaya lisan yang sudah mendarah daging dan juga sudah

menjadi tradisi di setiap kalangan yaitu menggunjing, dusta, sumpah palsu,

menuduh dan mengolok-olok. Pada zaman sekarang ini masih banyak orang-

orang yang belum mengetahui bahaya lisan tersebut, masih banyak orang-orang

yang menyepelekan bahaya tersebut. Mereka berbicara sana-berbicara sini,

menggunjing sana-menggunjing sini, mengejek sana-mengejek sini tapi mereka

tak sedikitpun menyadari bahwa akan ada bahaya yang menghampirinya. Dengan

kata lain, tanpa disadari mereka menjerumuskan diri sendiri ke dalam neraka.

Selain itu, masih banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi, seperti tawuran

antar mahasiswa, keributan dalam rumah tangga, keributan antar warga, dan

bahkan keributan-pun terjadi dikalangan pejabat. Semua itu tak lepas dari lisan

yang tak terjaga.Itulah lisan, dibalik kelembutannya terdapat bahaya yang sangat

besar.

Semua permasalahan di atas dapat di cegah dengan berbagai cara,

Rasulullah Saw. memberikan alternatif kepada ummatnya agar tidak terjerumus

ke dalam bahaya lisan, yaitu dengan diam. Karena diam merupakan salah satu

cara yang sangat mudah dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, seperti apakah

bahaya-bahaya yang akan mereka terima? bagaimanakah cara pencegahannya?.

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendasari penulis untuk membahas tentang

bahaya lisan dan pencegahannya berdasarkan al-Quran yang dihimpun secara

tematik.

Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui bahaya lisan

dan pencegahannya dalam al-Quran sehingga penelitian ini dapat bermanfaat

untuk dijadikan sebagai pelajaran oleh setiap ummat muslim, khususnya dalam

setiap perbuatan dan tingkah laku sehari-hari sehingga setiap orang dapat

bertanggungjawab dan mengetahui dampak yang terjadi terhadap apa yang telah

diperbuatnya.

Page 6: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sanjungkan hanya kepada Allah Swt., yang

dengan rahmat-Nya, taufiq-Nya, hidayah-Nya, penelitian berjudul “Bahaya Lisan

Dan Pencegahannya Dalam Al-Qur’an (Sebuah Kajian Tematik)” ini dapat

diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi

Muhammad Saw, keluarga dan para sahabatnya, yang merupakan suri tauladan

bagi seluruh umat manusia.

Segala karya tulis yang da’if, tentunya di dalam penelitian ini masih

terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka

yang mau menelaahnya dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah

bukti keterbatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini. Untuk itu penulis

sangat menerima kritikan dan saran yang membangun sehingga dapat

memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada di masa datang.

Penelitian ini merupakan wujud kepedulian dan rasa keingin-tahuan

penulis terhadap beberapa masalah yang kelihatannya sepele namun memiliki

pengaruh yang sangat besar dalam bidang keislaman. Penulis juga menyadari

bahwa, penelitian ini tidak luput dari jasa lembaga dan orang-orang tertentu yang

telah membantu penulis, baik moril maupun materil. Maka pada kesempatan ini,

izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khusus

kepada:

Page 7: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

iii

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.

Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih M.A

(Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir

Hadis), dan Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA (Sekjur Tafsir Hadits).

2. Bapak Muslih, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang dengan

keikhlasan dan kesabarannya membimbing, mengarahkan dan memotivasi

penulis hingga selesai skripsi ini.

3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khusunya dosen-dosen di jurusan Tafsir

Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat

merekalah penulis mendapatkan setetes air dari samudra ilmu pengetahuan.

4. Pimpinan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan

Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Imanjama’ beserta jajaran pengelola

perpustakaan tersebut yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melakukan penelitian ini hingga selesai.

5. Yang tercinta Ayahanda H. Syamsul Anwar, S.Ip dan Ibunda Hj. Rahmadiah

yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan perhatian dengan segenap

hati dan yang tidak lelah untuk terus mendoakan ananda untuk mencapai

kesuksesan dimasa depan. Sungguh ananda belum bisa membalas semua

kebaikan mama-papa, hanya do’a yang dapat penulis sampaikan kepada

mama-papa. Semoga Allah Swt. selalu melindungi mama-papa dan semoga

ananda selalu dapat berbakti kepadanya. Kakak-kakakku (Bang Asgi, Mas

Andre, dan Teh Suci) serta saudara-saudaraku tercinta yang memberikan

motivasi dan membantu penulis baik materil maupun inmaterial sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini. I love My Family.

Page 8: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

iv

6. Untuk teman-teman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya teman-

teman Jurusan Tafsir Hadits angkatan 2007/2008, khususnya kelas TH-B:

yang tidak bisa disebutkan semuanya. Teman-teman senior TH (Qurthubi,

S.Th.I, Umam, S.Th.I, Haikal, Encin, S.Th.I, Zami, S.Th.I dan Irfan, S.Th.I)

yang telah memberikan bantuan, masukan-masukan tentang skripsi ini. “gak

ada lo gak rame”. dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam

ungkapan yang singkat ini.

7. Buat sahabat-sahabatku H. Ismail Amir, S.Th.I (Bule), Mu’min, Zainal

Fathoni, Faiz, Zamroni, Arfan Akbar dan Arma yang senantiasa memberikan

banyolan-banyolan yang menghibur penulis di saat penulis sedang “Bt”,

suntuk dan lain-lain. Dan buat Arma “kapan kita main petasan lagi?.

Hhee…”. Dan semua rekan-rekan seperjuangan yang selalu memberi support

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Segenap kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat (HMI-KOMFUF), yang telah memberikan banyak pelajaran

mengenai ke-HMI-an, keorganisasian, perpolitikan, dan Nilai Dasar

Perjuangan (NDP). Terutama untuk Aqib, Daud, Pipit, Ryan AF, dan lain-

lain, yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi di sela-sela waktu

kosong. Sukses untuk semuanya dan Yakin Usaha Sampai (Yakussa)

9. Seluruh alumni Ma’had Al-Zaytun 2001 angkatan tiga (GANGGA), terutama

untuk tedy novian (Irex), Daniel, Nobel, Bangga, Aan (Idunk), Musthopa

(Pa’De), Arief Rizqi, Said Muchsin, dan lain-lain. Terimakasih atas semua

dukungan dan kebersamaannya yang telah kita bina dari mulai di al-Zaytun

Page 9: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

v

hingga kini. Semoga kita tetap selalu bersilahturahmi atas nama Al-Zaytun-

GANGGA.

10. Kepada sang pujaan hati Siti Arfah Nasytaiyah yang selalu menemani penulis

di saat susah maupun senang, yang selalu setia mendengarkan curahan hati

penulis ketika penulis mempunyai masalah, yang selalu memberikan

perhatian lebih kepada penulis dan yang selalu mengisi hari-hari penulis

dengan senyum dan tawa. I miss you

11. Para rekan kerja di Al-Azhar Peduli Ummat. Semoga kita dapat bekerja

dengan solid sesuai visi dan misi lembaga sosial ini.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah, penulis mengharap ridha dan rasa

syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat,

khususnya bagi penulis. Amin

Jakarta, 08 Desember 2011

Ttd,

Dikalustian Rizkiputra

Penulis

Page 10: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI1

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan

b be

t te

ts te dan es

j je

h h dengan garis bawah

kh ka dan ha

d de

dz de dan zet

r er

z zet

s es

sy es dan ye

s es dengan garis bawah

d de dengan garis bawah

t te dengan garis bawah

z zet dengan garis bawah

„ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik -Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

(Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center

for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008/2009, hal.

492 – 495.

Page 11: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

vii

gh ge dan ha

f ef

q ki

k ka

l el

m em

n en

w we

h ha

„ apostrof

y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih

aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

______ a fathah

______ i kasrah

______ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ____ي

و__ __ au a dan u

Page 12: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

viii

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ــا

î i dengan topi di atas ــي

û u dengan topi di atas ـــو

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh

huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan

berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,

demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf

/t/ (lihat contoh 3).

Page 13: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

ix

Contoh:

no Kata Arab Alih aksara

1 tarîqah

2 al-jâmî ah al-islâmiyyah

3 wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan

lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-

Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Page 14: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

x

DAFTAR ISI

ABSTRAK.............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………. vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. x

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...1

A. Latar Belakang Masalah……………………………………… 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………….... 9

C. Tinjauan Pustaka……………………………………………. 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………...... 11

E. Metode Penelitian…………………………………………... 11

F. Sistematika Penulisan………………………………………. 13

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LISAN............................. 15

A. Pengertian Lisan ……………………………………………. 15

B. Manfaat Penciptaan Lisan ………………………………….. 22

C. Pendapat Ulama Mengenai Lisan …………………………... 23

BAB III MACAM DAN DAMPAK BAHAYA LISAN DALAM AL-

QUR’AN……………………………………….……….......….. 26

A. Menggunjing………………………………...........……….... 26

B. Menuduh…………………..................................................... 34

Page 15: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

xi

C. Mengolok-olok………………………...……………………. 39

D. Dusta atau Bohong.................................................................. 51

E. Sumpah Palsu…………………...…………………………... 58

BAB IV MENCEGAH BAHAYA LISAN …….....……………............. 63

A. Metode Pencegahan……………...……...………………....... 63

B. Manfaat Menjaga Lisan ……………….................................. 77

BAB V PENUTUP……………………………………………………… 80

A. Kesimpulan………………………………………………….. 80

B. Saran………………………………………………………… 80

DAFTAR PUSTAKA……………………..…………………………………… 82

Page 16: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah Swt. menciptakan manusia dengan berbagai keistimewaan

dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan lain-Nya. Salah satu

keistimewaan yang diberikan Allah Swt. kepada manusia adalah kemampuan

berbicara dan memahami berbagai bahasa. Allah Swt. berfirman:

“Dan Sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut

mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan

kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk

yang telah kami ciptakan”. (QS. al-Isrâ' : 70)

Dalam ayat lain, difirmankan:

“(Tuhan) yang maha pemurah. Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia

menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara”. (QS. al-Rahmân/55: 1-4)

Para mufassir, seperti al-Suddi, al-Hasan, Abu 'Aliyah, dan Ibnu Zayd

berpendapat mengenai firman Allah Swt. yang berbunyi ’allamah al-bayân,

adalah bahwa Allah Swt. mengajarkan manusia berbicara, menulis, memahami,

dan mengerti apa yang diucapkannya dan yang diucapkan orang lain kepadanya.1

1 Ahsin Sakho Muhammad, dkk., ed., Tematis Ensiklopedi Al-Quran, jilid. 3. Terjemah

al-Mausu’ah al-Qur’âniyah (Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, t.t.), h. 38-39.

1

Page 17: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

2

Lisan manusia bukanlah lisan seperti burung beo yang tidak memahami

apa yang diucapkannya. Lisan bagaikan pedang bermata dua. Lisan bisa

dipergunakan untuk bertakwa kepada Allah, menyebarkan kebaikan kepada

sesama dan juga bisa dijadikan alat untuk mencegah kemungkaran di tengah umat.

Selain itu, lisan ternyata bisa sangat berbahaya apabila dipergunakan untuk

mengikuti kehendak setan, memecah belah kaum muslimin dan perbuatan lainnya

yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.2

Lisan atau lidah memang tak bertulang dan ini merupakan karunia yang

amat vital dan sangat penting pada manusia. Karena dengan lisan seseorang dapat

berkomunikasi antar sesama dengan baik, dengan lisan seseorang dapat

berkomunikasi dengan hewan, alam dan bahkan dengan tuhannya. Namun, masih

banyak orang yang kurang menyadari akan bahaya lisan ini, sehingga banyak

permasalahan-permasalahan yang terjadi disebabkan oleh lisan itu sendiri, seperti

kasus pembakaran rumah, pembakaran kios, kerusuhan, tawuran massal, baku

hantam antar warga masyarakat, sampai keributanpun terjadi di kalangan pejabat.

Hal ini terjadi karena lisan yang tak di jaga dengan baik sehingga menyebabkan

kesenjangan sosial dalam bermasyarakat.3

Lisan seringkali membuat seseorang dicampakkan ke dalam api neraka,

karena lisan sangat memberikan kontribusi bagi akhir amalan seorang hamba.

Seorang manusia akan terjerumus ke dalam jurang neraka yang jaraknya antara

Timur sampai Barat ketika ia tidak bisa menjaga lisannya. Walaupun mungkin

amalan ibadah ritualnya sangat baik, tapi tatkala lisannya kurang mendapat tempat

2 Sa‟id bin „Ali bin Wahf al-Qahthani, Bahaya Lidah; Penyakit Lisan dan Terapinya.

Penerjemah Eko Haryono, Aris Munandar (Jogjakarta: Media Hidayah, 2003), cet. 10, h. 5. 3 http://endahngawi.blogspot.com/2010/08/urgensi-akhlak-lisan.html. Diakses pada

tangggal 27 Januari 2011

Page 18: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

3

yang cukup untuk dijaga, maka sudah barang tentu akibatnya akan merusak

ibadah4 yang lainnya. Sebagaimana Nabi Saw. bersabda di dalam hadisnya:

5

“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa

dipikirkan yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknya lebih

jauh antara Timur dan Barat”. (HR. Mutafaq „alaih).

Di sisi lain, Nabi memberikan alternatif kepada ummatnya untuk tidak

terjerumus dalam bahayanya lisan, yaitu dengan diam. Karna diam merupakan

usaha yang paling minimal dari manusia tanpa menguras tenaga dan

mengorbankan materi, bahkan tanpa pemikiran mendalam.6 Nabi bersabda:

7

“Telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah. Bercerita

kepada kami Abu al-Ahwas dari Abi Hasin dari Abi Salih dari Abi Hurairah

berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: barang siapa beriman kepada Allah dan

hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya dan barang siapa beriman

4 Ibadah adalah penghambaan diri kepada Allah Swt. dengan mentaati segala perintah-

Nya dan menjauhi segala perintah-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw.

“dan inilah hakekat Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah Swt.

semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak-Nya dengan penuh rasa rendah diri dan

cinta”. Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun bathin yang dicintai

dan diridhoi Allah. Dan suatu ibadah hanya diterima Allah Swt. apabila diniati dengan ikhlash dan

semata-mata karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah saw. Lihat: Syekh Muhammad At-

Tamimi, Kitab Tauhid (Jakarta: QALAM, 1995), cet. I, h. 15. 5 Mahyuddin Abî Zakariâ Yahya ibn Syarf al-Nawawi, Riyâdhus Shalihin, bâb Tarjim al-

Ghibah wa al-„Amru Bihafidz. Juz II (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994) h. 176. 6 Eneng Maria Ulfah, "Etika Menjaga Lisan Dalam al-Quran; Kajian Terhadap QS. An-

Nisâ ayat 114 dan QS. Al-Hujurat ayat 12" (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), no. 429, h. 15. 7 Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabûri, Sahîh Muslim, jilid I (Beirut:

dâr al-Fikri, t.t.), h. 68

Page 19: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

4

kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memulyakan tamunya dan barang

siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau

diam” (HR. Muslim)

Salah satu bahaya lisan yang telah menyebar di kalangan masyarakat Islam

dan telah menjadi kebiasaan adalah menggunjing. Dalam setiap pertemuan,

perkumpulan atau yang lainnya, tanpa disadari selalu saja ada orang yang

membicarakan keburukan orang lain. Bahkan, orang yang menggunjing pada

umumnya memiliki hubungan kerabat dengan orang yang digunjingnya. Mereka

tampak menikmati membicarakan orang lain, mereka tampak asyik menggunjing

orang lain ketika ada perkumpulan arisan, pengajian, atau kegiatan yang lainnya.

Padahal tanpa disadari siksa pedih telah mengancam mereka di depan mata akibat

menggunjing orang lain. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka

(kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-

cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah

seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?

Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”. (QS. Al-

Hujurât/49: 12)

Kebiasaan menggunjing sudah menjadi hal yang biasa dalam masyarakat

Islam saat ini, menggunjing tidak hanya merajalela pada setiap perkumpulan-

perkumpulan atau pengajian-pengajian saja. Bahkan, dengan kecanggihan

teknologi dewasa ini seolah-olah memaksa manusia untuk berbuat ghibah dalam

wujud apapun, baik itu melalui chatting lewat Yahoo Massenger, Facebook,

Page 20: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

5

Twitter, atau lewat SMS sekalipun, semua tak lepas dari menggunjing, dan juga

tak ketinggalan tayangan televisi seperti Insert, Sensasi Artis, Kiss, dan berita-

berita gosip lainnya yang menjadi tontonan sehari-hari juga memberikan

informasi plus bumbu-bumbu penyedap agar berita menjadi sedap di dengar

dengan menggunjing ini.

Menurut KH. Said Agil Siradj (pengurus besar NU), beliau mengatakan

bahwa 70% acara infotainment adalah menggunjing, dan beliau juga mengatakan

hal tersebut berdasarkan musyawarah ulama NU Juli 2006 yang menyimpulkan

bahwa berita infotainment mengarah kepada menggunjing dan fitnah. Hal yang

sama juga dinyatakan oleh guru besar Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Prof. Dr. Din Syamsuddin (Ketua Umum Pimpinan Pusat

Muhammadiyah), mengatakan bahwa berita yang tujuannya merusak orang lain

atau keluarga adalah bentuk dari menggunjing dan hukumnya haram. 8

Sebagai manusia yang beriman dan meyakini ajaran Islam sebagai

pedoman hidup, maka setiap manusia harus pandai-pandai menjaga lisan dari

bahayanya. Baik itu bahaya yang berhubungan dengan kehidupan sosial seperti

berakhlak dengan manusia ataupun bahaya yang berhubungan dengan persoalan

ukhrowi seperti melafazkan sesuatu yang bukan untuk Allah seperti misalnya

bersumpah bukan atas nama Allah, sumpah palsu maupun sebutan-sebutan

kesyirikan lainnya.9

Dari permasalahan di atas akan berdampak pada akhlak seseorang. karena

akhlak merupakan pondasi terhadap sikap baik-buruknya seseorang. akhlak

8 http://firmanazka.blogspot.com/2010/07/bahaya-lisan-terhadap-ghibah-hukum.html.

Diakses pada tanggal 27 Januari 2011 9 http://endahngawi.blogspot.com/2010/08/urgensi-akhlak-lisan.html. Diakses pada

tangggal 27 Januari 2011

Page 21: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

6

merupakan bentuk plural dari al-khuluq yang artinya budi pekerti dan kata ini

biasa digunakan untuk mengistilahkan sebuah karakter dan tabiat dasar penciptaan

manusia.10

Dilihat dari segi bentuk dan macamnya, akhlak tersebut dapat dibagi

kepada dua bagian. Pertama, akhlak yang terpuji atau akhlak mahmudah seperti

berlaku jujur, pemaaf, sabar dan sebagainya. Kedua, akhlak yang tercela atau

akhlak madzmumah seperti pemarah, pembohong, mencuri, dan sebagainya.11

Dari contoh permasalahan di atas mengenai bahaya lisan, maka sudah

dipastikan semua sifat atau perbuatan yang berkaitan dengan bahaya lisan ini

termasuk kategori akhlak madzmumah.

Menurut Ibnu Taimiyah, akhlak berkaitan erat dengan iman karena iman

terdiri atas beberapa unsur berikut:12

1. Berkeyakinan bahwa Allah Swt. adalah sang pencipta satu-satunya,

pemberi rizki dan penguasa seluruh kerajaan.

2. Mengenal Allah dan meyakini bahwa hanya Allah Swt. yang patut di

sembah.

3. Cinta kepada Allah Swt. melebihi segala cinta terhadap semua

makhluk-Nya. Tidak ada cinta yang dirasakan seorang hamba, kecuali

didasarkan atas cintanya kepada Allah Swt..

10

Mahmud al-Mishri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw. Penerjemah Abdul Amin,

dkk. (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009), cet. 1, h. 4 11

Siti Hidayah, "Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran (Studi Analisis QS. Al-A’râf/7: 199-

202)", (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2009), h. 5 12

Mahmud al-Mishri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw. Penerjemah Abdul Amin,

dkk. (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009), cet. 1, h. 6

Page 22: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

7

4. Cinta hamba terhadap Tuhannya akan mengantarkannya pada tujuan

yang satu, yaitu demi mencapai ridha Allah Swt., baik terhadap hal-hal

kecil maupun hal-hal besar dalam kehidupan sehari-hari.

5. Arahan ini mengalahkan egoisme pribadi, nafsu keji dalam diri, dan

segala tujuan semu dunia. Kekuatan dasar ini yang memudahkan

seseorang untuk melahirkan perspektif objektif dan langsung atas

pandangan terhadap esensi segala sesuatu. Ini merupakan pondasi yang

utama dalam tataran akhlak.

6. Ketika telah berhasil tercipta suatu pandangan objektif dan langsung

akan esensi sesuatu maka perilaku dan perbuatan seseorang telah

menjadi bagian dari akhlak.

7. Jika perbuatan seseorang telah menjadi bagian dari akhlak, hal itu

merupakan pertanda bahwa seseorang telah melalui jalan-jalan yang

harus di tempuh menuju kesempurnaan manusia.

Dalam realita kehidupan sekarang ini, ternyata masih banyak sekali orang

yang tidak tahu tentang bahaya lisan dan tidak memperhatikan terhadap masalah

kecil ini. Bahkan masih banyak orang-orang yang tidak menyadari bahwa ia

sesungguhnya telah menggunakan lisannya dengan tidak baik di dalam setiap

pembicaraan sehingga tanpa disadari akan mengakibatkan bahaya bagi dirinya

sendiri.

Al-Quran sebagai hudâ al-linnâs sudah selayaknya menjadi referensi

utama dalam hal apapun. Ketika al-Quran dihubungkan dengan permasalahan-

permasalahan yang ada dalam segala aspek kehidupan manusia di dunia ini, maka

pada saat itulah al-Quran berada pada posisi sebagai bayyinât min al-Hudâ yang

Page 23: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

8

menjelaskan tentang petunjuk tersebut. Namun, penampilan al-Quran yang

bersifat global membuat setiap permasalahan/tema yang dikandungnya tidak dapat

dipahami secara menyeluruh tetapi diperlukan penafsiran berdasarkan metode-

metode yang disepakati oleh para ulama tafsir,13

mengingat al-Quran sebagai

pedoman hidup, jalan keselamatan, maka segala sesuatu yang terkandung dalam

al-Quran haruslah dipahami agar manusia tidak tersesat pada akhirnya nanti.

Para ulama tafsir dalam memahami kandungan al-Quran berdasarkan suatu

masalah/tema menggunakan metode tematik, yaitu menafsirkan al-Quran

berdasarkan masalah/tema yang dibicarakan dengan cara menghimpun seluruh

atau sebagian ayat dari berbagai surat yang berbicara tentang tema yang sama

untuk kemudian dikaitkan dengan ayat yang lainnya, sehingga pada akhirnya

dapat diambil suatu kesimpulan tentang masalah/tema tersebut menurut al-Quran.

Banyak tema yang diteliti dalam kerangka metode tafsir tematik,

diantaranya adalah mengenai bahaya lisan. Penulis beralasan, karena bahaya lisan

termasuk dalam suatu bentuk kerusakan dalam akhlak sehingga Rasulullah saw di

13

Dari segi metode, penafsiran al-Quran dari waktu ke waktu mengalami perkembangan.

Abdul Hayyi al-Farmawi membagi metode penafsiran al-Quran menjadi empat macam, yakni

tahlili, ijmali, muqarran dan maudu’î. Metode tahlili ialah metode penafsiran yang mufasirnya

berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari berbagai seginya dengan memperhatikan

runtutan ayat-ayat al-Quran sebagaimana tercantum dalam al-Quran. Metode ijmali ialah cara

menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan menyajikan makna-maknanya secara global, yakni dengan

menyajikan ayat demi ayat sesuai urutan mushaf dan bacaan serta menjelaskan maksud lafal-lafal

yang dikandungnya sehingga maksud dari setiap ayat menjadi lebih jelas. Metode Muqarran atau

perbandingan ialah metode penafsiran dengan membandingkan ayat-ayat al-Quran yang memiliki

persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, atau

berbicara dengan redaksi yang berbeda tentang masalah yang sama atau diduga sama. Termasuk

dalam objek bahasan metode ini adalah membandingkan ayat-ayat al-Quran dengan hadis Nabi

saw yang tampaknya bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsîr yang

berkaitan dengan ayat al-Quran. Metode maudu’î atau tematik ialah cara menafsirkan al-Quran

melalui penetapan topik tertentu dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat dari

berbagai surat yang berbicara tentang topik tersebut untuk dikaitkan dengan ayat yang lainnya, lalu

diambil kesimpulan secara menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan al-Quran.

Lihat : Muhammad Chirzin, Permata Al-Quran (Yogyakarta: QIRTAS, 2003), h. 81- 82

Page 24: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

9

utus bertujuan untuk menyempurnakan akhlak kepada ummatnya. Sebagaimana

dalam hadis Rasulullah saw. bersabda:

) 14

Maka dari penjelasan singkat di atas, itulah sebabnya penulis ingin

membahas tentang bahaya lisan dengan judul skripsi “BAHAYA LISAN DAN

PENCEGAHANNYA DALAM AL-QURAN” (Sebuah Kajian Tematik).

B. Perbatasan dan Perumusan Masalah

1. Perbatasan Masalah

Masalah lisan merupakan masalah yang cukup luas dan penting dalam

kehidupan bermasyarakat, dan di dalam al-Quran banyak sekali yang menjelaskan

mengenai bahaya lisan. Namun demikian, untuk menghindari pembahasan yang

berbelit-belit dan tidak mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi

ini, maka penulis perlu membatasi permasalahan skripsi ini yakni lebih

menitikberatkan pada permasalahan-permaslahan yang sering terjadi di kalangan

masyarakat, seperti menggunjing, menuduh, dusta, mengolok-olok, dan sumpah

palsu. Adapun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah ini adalah QS. al-

Hujurât/49 ayat 12, QS. al-Qalam/68 ayat 11, QS. al-Humazah/14 ayat 1, QS. al-

14

Abî Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn „Ali al-Baihaqî, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ, bab

Bayâni Makârim al-Akhlâq, Juz. 10 (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.) h. 191.

Page 25: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

10

Nisâ/4 ayat 20, 112, QS. al-Ahzab/33 ayat 58, QS. al-Mumtahanah/60 ayat 12,

QS. al-Baqarah/2 ayat 14-15, QS. al-Mâ‟idah/5 ayat 58, QS. al-Nisâ/4 ayat 140,

QS. al-An‟âm/6 ayat 10, QS. at-Taubah/9 ayat 79, QS. Luqman/31 ayat 6, QS, al-

Hujurât/49 ayat 11, QS. al-Nisâ/4 ayat 50, QS. al-An‟âm/6 ayat 93, QS. al-A‟râf/7

ayat 36, 40, QS. at-Taubah/9 ayat 77, QS. al-Nahl/16 ayat 62, QS. al-Ankabut/29

ayat 68, QS. ali „Imrân/3 ayat 77, QS. at-Taubah/9 ayat 42, 107.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan tersebut, kemudian penulis merumuskan permasalahan

utama dalam skripsi ini dirumuskan dengan, Bagaimana pandangan al-Quran

terhadap bahaya lisan dan pencegahannya?

C. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini

dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan

atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan

penulis untuk tidak mengangkat metodologi yang sama, sehingga diharapkan

kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.

Berdasarkan hasil penelusuran penulis, penulis menemukan ada satu karya

yang membahas permasalahan ini, yaitu : Skripsi oleh Eneng Maria Ulfah dengan

judul “Etika Menjaga Lisan Dalam Al-Quran; Kajian Terhadap QS. An-Nisâ ayat

114 dan QS. Al-Hujurat ayat 12”, tahun 2005, no. 429.

Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini

berbeda dengan karya di atas, karna penulis membahas bahaya lisan serta

Page 26: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

11

pencegahannya berdasarkan ayat-ayat al-Quran secara umum dan dikumpulkan

secara tematik dan kemudian diambil kesimpulannya berdasarkan ayat-ayat

tersebut.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bahaya lisan yang dikabarkan dalam al-Quran.

2. Untuk memperoleh pengetahuan mengenai metode mencegah bahaya

lisan.

3. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk mencapai gelar

kesarjanaan Strata Satu (S-1) Sarjana Theologi Islam (S. Th. I) pada

Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan dan penambahan informasi mengenai bahaya lisan dengan harapan

dapat menjadi bahan kajian keislaman, khususnya di bidang tafsir. Sekaligus

penulis dapat memberikan sumbangsih dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam.

E. Metodologi Penelitian

Metode penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode Library

Research (penelitian kepustakaan), yaitu suatu metode dengan mengadakan studi

kepustakaan terhadap buku-buku/kitab-kitab, kamus, majalah, koran, artikel dan

sebagainya yang ada hubungan dengan masalah yang akan dibahas.

Page 27: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

12

Ada dua jenis data dalam pembuatan skripsi ini, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah sumber kepustakaan yang berasal dari sumber

utama yang digunakan dalam pembahasan ini, yaitu al-Quran al-Karim.

Sedangkan data sekunder adalah data pendukung berupa buku-buku, kitab-kitab

tafsir, artikel-artikel, makalah dan lain-lain yang berkaitan dengan pembahasan

ini.

Teknik pembahasan dalam skripsi ini, adalah tematik yaitu salah satu

metode penafsiran dalam al-Quran yang berusaha menjelaskan ayat-ayat al-Quran

dengan mengacu pada satu pokok bahasan tertentu sehingga dapat menghasilkan

pemahaman yang lebih utuh dan lebih sistematis. Ada enam langkah yang

dilakukan penulis dalam menerapkan metode tematik ini, yaitu:

1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (tema/topik).

2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.

3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan kronologisnya disertai dengan

asbâb an-Nuzûl

4. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna

5. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan

pokok pembahasan

6. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan cara

menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama

sehingga kesemuanya bertemu dalam satu analisa tanpa ada perbedaan.

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan ini adalah buku

“Pedoman Akademik –Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi)- yang disusun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for

Page 28: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

13

Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun

2008 – 2009

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub-

sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dalam penyusunan serta

mempelajarinya, dengan sistematika sebagai berikut :

Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi : latar belakang

masalah, batasan dan rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan. Bab ini

berusaha memberikan gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada

bab-bab selanjutnya.

Bab kedua membahas tentang gambaran umum tentang lisan yang meliputi

: pengertian lisan, hikmah penciptaan lisan, dan pendapat ulama tentang lisan.

Bab ini berusaha menjelaskan tentang lisan secara umum baik ditinjau dari segi

kebahasaan, istilah maupun kedokteran. Selain itu juga, bab ini berusaha

menjelaskan hikmahnya dan pendapat dari para ulama tentang lisan tersebut.

Output yang diharapkan pada bab ini adalah pembaca dapat memahami pengertian

lisan serta hikmahnya secara baik dan benar.

Bab ketiga membahas tentang ayat-ayat yang berkaitan tentang bahaya

lisan yang meliputi : ayat-ayat tentang menggunjing, ayat-ayat tentang menuduh,

ayat-ayat tentang dusta, ayat-ayat tentang mengolok-olok, dan ayat-ayat tentang

sumpah palsu. Bab ini berusaha menjelaskan pokok pembahasan dengan

menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan bahaya lisan berdasarkan metode

Page 29: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

14

tematik. Adapun output yang diharapkan adalah pembaca dapat memahami

bahaya lisan dengan berbagai bentuk dan dampaknya berdasarkan dalil yang ada

sehingga dapat memberikan dorongan kepada pembaca untuk mencegahnya.

Bab empat membahas tentang mencegah bahaya lisan yang meliputi :

mencegah bahaya lisan dalam al-Quran, metode pencegahan bahaya lisan, dan

manfaat menjaga bahaya lisan. Bab ini berusaha menjelaskan tentang cara

pencegahan berdasarkan al-Quran dan manfaatnya sehingga para pembaca dapat

memahami dengan baik dan mempraktekkannya dengan benar.

Bab lima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan yang

didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada

bab-bab sebelumnya, dan juga memuat saran-saran yang diperlukan. Bab ini

berusaha menjawab pertanyaan yang dibuat pada perumusan masalah sehingga

para pembaca dapat mengetahui jawaban dari masalah tersebut. Selain itu juga,

bab ini memberikan saran kepada para pembaca agar mereka mempunyai motivasi

untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembahasan ini.

Page 30: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

15

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG LISAN

A. Pengertian Lisan

1. Lisan Menurut Bahasa

Lisan “لــسان” berasal dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf; lam - sin –

nun yang dihubungkan menjadi “لــسـن” dan mempunyai makna dasar yaitu

panjang yang agak lembut. Dalam lisân al-‘Arabi, kata lisan “لــسان” diartikan

“ jârihat al-Kalâm, yaitu anggota badan yang bisa mengeluarkan ”جـارحة الكــلام

perkataan. Sedangkan bentuk jamak dari lisan adalah alsun “ألســن” dan alsinah

Samin Halabi, penulis buku kosakata al-Quran, ‘Umdat al-Huffaz fi .”ألســنه“

Tafsîr Asyraf al-Alfaz, membedakan dua bentuk jamak tersebut. Jika kata lisan

diposisikan sebagai muzakkar maka bentuk jamaknya adalah “ألســنه” alsinah,

tetapi jika lisan diposisikan sebagai mu’annats maka bentuk jamaknya adalah

alsun. Para ahli bahasa memaknai lisan sebagai salah satu organ tubuh ”ألســن“

yang terdapat di bagian mulut yang menghasilkan kekuatan berbicara yang dapat

dimengerti oleh sesama manusia atau disebut juga “بـتحريــك الــفـصاحة” bi tahrîk al-

fasâhat, yaitu ketajaman lisan oleh pengguna bahasa Arab disebut “اللســن” al-

lasan.1

1 Ibnu Manzûr, Lisân al-‘Arabi, juz 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi), h. 275-

276. Lihat juga: Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. II (Jakarta:

Lentera Hati, 2007), cet. I, h. 520

15

Page 31: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

16

Kata lisan dalam bentuk tunggal dan jamak disebut dalam al-Quran

sebanyak 25 kali. Menurut para pakar penyusun Mu’jam Alfâzh Al-Qur’ân al-

Karîm, kata lisan sendiri mengandung lima makna, yaitu:2

1.1. Lisan sebagai salah satu pancaindera, seperti dalam QS. Al-Balad [90] ayat

9, yang berbunyi:

“Lidah dan dua buah bibir”.

Kata lisan yang dimaksud ayat di atas adalah salah satu

pancaindera yang mendatangkan banyak manfaat seperti alat perasa untuk

mencicipi makanan, mengatur suara, menggerakkan makanan di dalam

mulut agar mudah dikunyah dan ditelan.

1.2. Lisan sebagai alat berbicara, seperti dalam QS. An-Nahl [16] ayat 116,

yang berbunyi:

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut

oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-

adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang

mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”.

Kata lisan/alsinatikum yang dimaksud ayat di atas adalah salah

satu fungsi lisan yang bisa dijadikan untuk berbicara baik atau bohong.

Ayat ini menjelaskan tentang peringatan Allah Swt. kepada umat Nabi

2 Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. II (Jakarta: Lentera

Hati, 2007), cet. I, h. 520-521

Page 32: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

17

Muhammad Saw. agar tidak membuat kebohongan dengan lisannya

tentang hukum halal dan haram dengan tidak berlandaskan pada pikiran

sehat dan wahyu agama.

1.3. Lisan sebagai bahasa atau ucapan yang berfungsi mentransformasikan

pikiran seorang pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembaca.

Lisan yang bermakna ucapan ditemukan dalam ungkapan Nabi Musa yang

menyatakan bahwa Harun, saudaranya yang mampu berbicara secara fasih,

seperti dalam QS. Al-Qasas [28] ayat 34, yang berbunyi:

“Dan saudaraku Harun Dia lebih fasih lidahnya daripadaku,3 Maka

utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan

(perkataan)ku. Sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku".

1.4. Lisan sebagai citra atau kesan baik. Kata lisan mencerminkan demikian

jika disandingkan setelahnya dengan kata sidqin, seperti dalam QS.

Maryam [19] ayat 50 dan asy-Syu‟ara [26] ayat 84, yang berbunyi :

“Dan kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami

dan kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi”.

“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang

datang) kemudian”.

3 Nabi Musa a.s. selain merasa takut kepada Fir'aun juga merasa dirinya kurang lancar

berbicara menghadapi Fir'aun. Maka dimohonkannya agar Allah mengutus Harun a.s. bersamanya,

yang lebih fasih lidahnya. Lihat al-Quran digital versi 2.1

Page 33: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

18

Pada ayat yang pertama dinyatakan Nabi Ibrahim dan

keturunannya diberikan kesan dan pujian baik dari orang lain karena

ketegarannya memperjuangkan ajaran tauhid. Sedangkan pada ayat kedua,

diungkapkan doa Nabi Ibrahim agar ia dijadikan kenangan yang baik bagi

orang setelahnya.

1.5. Lisan sebagai do‟a, seperti dalam QS. Al-Mâidah [5] ayat 78, yang

berbunyi :

“Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan

Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka

durhaka dan selalu melampaui batas”.

2. Lisan Menurut Istilah

Lisan adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat

membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lisan berada di

dalam mulut manusia, dan bertetangga dengan gigi dan gusi. Lisan hanyalah

segumpal otot lentur yang melintang dan panjang sehingga dapat digerakkan atau

dijulurkan. Normalnya, lisan memiliki ukuran 5-6 cm. Lisan juga dikenal sebagai

indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap4. Lisan juga turut

membantu dalam tindakan bicara.5

4 Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir papila, terdiri dari dua sel

yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai reseptor. Sedangkan sel

penyokong berfungsi untuk menopang. Terdapat lebih dari 10.000 tunas pengecap pada lidah

manusia usianya hanya seminggu. Tunas itu akan mati dan segera digantikan oleh sel-sel yang

baru. Sel-sel reseptor (tunas pengecap) terdapat pada tonjolan-tonjolan kecil pada permukaan lidah

(papila). Sel-sel inilah yang bisa membedakan rasa manis asam, pahit, dan asin. Lihat

http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah dan lihat juga http://www.anneahira.com/anatomi-lidah.htm. 5 http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah. di akses pada tanggal 06 Maret 2011

Page 34: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

19

Lisan merupakan nikmat Allah Swt. yang sangat besar dan luar biasa bagi

manusia. Lisan juga merupakan karunia besar yang harus disyukuri oleh manusia,

karena dengan lisan manusia dapat merasakan berbagai citra rasa masakan,

dengan lisan manusia dapat berkata-kata dan berbicara, dengan lisan manusia

menjadi makhluk yang paling mulia dan istimewa dibandingkan dengan makhluk-

makhluk lain yang telah diciptakan-Nya.

Perkataan yang diucapkan lisan tidak akan keluar dari empat hal berikut

ini. Pertama, ucapan yang seluruhnya mengandung mudarat. Kedua, ucapan yang

seluruhnya mengandung manfaat. Ketiga, ucapan yang mengandung manfaat dan

mudarat. Keempat, ucapan yang tidak mengandung manfaat ataupun mudarat.6

Adapun ucapan yang seluruhnya mengandung mudarat, maka sudah

seharusnya seseorang menjaga diri dari bahaya lisan, demikian pula terhadap

ucapan yang aspek mudarat-nya lebih banyak daripada aspek manfaatnya.

Sedangkan ucapan yang tidak mengandung manfaat dan tidak mengandung

mudarat hanya menghasilkan kesia-siaan waktu saja.

Tiga dari empat macam perkataan telah nyata kerugiannya, sehingga

tinggallah yang ke empat yang sudah jelas manfaatnya, yaitu perkataan yang

aspek manfaatnya lebih besar dari aspek mudarat-nya. Inilah jenis perkataan yang

harus dibiasakan dan hendaknya seseorang menyibukkan diri dengannya, karena

di dalamnya terdapat tazkiah an-Nafs (pensucian jiwa).7

6 Abdullah bin Jaarullah, Awas! Bahaya Lisan. Penerjemah Abu Haidar, Abu Fahmi

(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet. VI, h. 8. 7 Abdullah bin Jaarullah, Awas! Bahaya Lisan. Penerjemah Abu Haidar, Abu Fahmi

(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet. VI, h. 8.

Page 35: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

20

3. Lisan Menurut Ilmu Kedokteran

Dalam ilmu kedokteran, lisan merupakan organ tubuh yang tersusun atas

otot-otot yang berada di dalam rongga mulut.8 Lisan terbagi menjadi dua bagian,

yaitu akar lisan dan tubuh lisan. Akar lisan terdiri atas tonsil lisan (amandel) dan

jendela buntu yang terletak pada tulang lisan, rahang bawah, dan katup jakun oleh

otot-otot. Sedangkan, tubuh lisan terdiri atas celah lisan, punggung lisan, dan

ujung lisan yang terletak pada bagian bawah lisan yang dihubungkan dengan dasar

mulut oleh urat di bawah lisan.9 Bila lisan digulung ke belakang, maka tampaklah

permukaan bawahnya yang disebut frenulum linguae, sebuah struktur urat halus

yang mengaitkan bagian belakang lisan pada dasar mulut. Bila dijulurkan, maka

ujung lisan meruncing, dan bila terletak tenang di dasar mulut, maka ujung lisan

berbentuk bulat.10

Lisan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan indera khusus

pengecap. Lisan sebagian besar terdiri dari dua kelompok otot. Otot intrinsik lisan

melakukan semua gerakan halus, sementara otot extrinsik mengaitkan lisan pada

bagian-bagian sekitarnya serta melaksanakan gerakan-gerakan-kasar yang sangat

penting pada saat mengunyah dan menelan. Lisan mengaduk-aduk makanan,

menekannya pada langit-langit dan gigi. dan akhirnya mendorongnya masuk

farinx.11

8 http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah. di akses pada tanggal 06 Maret 2011

9 http://www.anneahira.com/anatomi-lidah.htm. Di akses pada tanggal 06 Maret 2011.

10 Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani

Handoyo (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet. 28, h.310. 11

Farinx adalah pangkal tenggorokan atau kerongkongan. Lihat Pius Abdillah, Kamus

Ilmiah Populer Lengkap (Surabaya: Arkola, t.t.), h. 145, dan lihat juga Evelyn C. Pearce, Anatomi

dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani Handoyo (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2006), cet. 28, h.310.

Page 36: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

21

Lisan memiliki permukaan kasar yang berwarna merah dan berbintik-

bintik kecil yang tumbuh pada lisan. Bintik-bintik ini disebut dengan papilla yang

berfungsi sebagai pengecap rasa. Terdapat tiga jenis papila yaitu:12

1. Papila Filiformis (fili=benang), adalah yang terbanyak dan menyebar pada

seluruh permukaan lisan yang berbentuk seperti benang halus dan terletak

pada 2/3 bagian lisan. Organ-ujung untuk pengecapan adalah puting-puting

pengecap yang sangat banyak terdapat dalam dinding Papila Sirkumvalata

dan Papila Fungiformis.

2. Papila Sirkumvalata atau Circum Valata (sirkum/circum=bulat), adalah

jenis papilla yang terbesar dan masing-masing dikelilingi semacam

lekukan seperti parit yang tersusun berjejer membentuk seperti huruf “V”

di belakang lisan.

3. Papila Fungiformis (fungi=jamur), berbentuk seperti jamur dan terletak

pada bagian sisi lidah dan ujung lisan.

Gambar 1. Struktur Lisan

Sumber dari http://oyariaflorentina.blogspot.com

12

Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani

Handoyo (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet. 28, h.311.

Page 37: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

22

B. Manfaat Penciptaan Lisan

Dengan lisan, manusia bisa merasakan manis, pahit, pedas, asam, asin,

hambar ataupun tawar. Maha besar Allah Swt. yang menciptakan hanya dalam

satu batang lisan yang tak bertulang, manusia bisa merasakan begitu banyak rasa.

Dari ujung lisan, tengah lisan, tepi lisan sampai dengan pangkal lisan. Masing-

masing mampu mendeteksi rasa yang berbeda-beda dalam satu lisan yang sama.

Gambar 2. Pengecapan Rasa

Sumber dari Pustekkom Depdiknas

Di dalam lisan juga terdapat ribuan zat yang sangat membantu dalam

pencernaan dan melemahkan zat-zat yang berbahaya bagi lambung. Lisan juga

mempunyai fungsi sebagai pendeteksi masuknya racun ataupun virus ke dalam

tubuh, sehingga dengan lisan juga dokter pun akan sangat terbantu dalam

mendiagnosa pasiennya yang terserang penyakit.13

Selain sebagai alat deteksi rasa dan penyakit, lisan juga bermanfat untuk

membantu manusia dalam mengeluarkan kata-kata. Seorang manusia tidak dapat

bersuara atau berbicara dengan jelas apabila tidak dilengkapi dengan lisan. Lisan

mampu membentuk suara seseorang jadi kencang atau pelan. Lisan juga mampu

mempengaruhi merdu tidaknya suara seseorang. Maka tidak heran jika banyak

13

William F. Ganong, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 20. Penerjemah Djauhari

Widjayakusumah, ed. (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003), h.184

Page 38: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

23

penyanyi yang rela mengasuransikan lisannya hingga jutaan dollar, karena dengan

lisannya juga ia bisa mendapatkan jutaan dollar. Selain itu, seorang penceramah

juga mampu mendapatkan ratusan juta rupiah dalam sekali tampil. Semuanya itu

karena kepandaian seseorang dalam berceramah.

Lisan juga dapat bermanfaat sebagai perantara untuk menyampaikan

perasaan hati seseorang. Sanjungan atau celaan, rasa cinta, rasa kesal, rasa marah,

rasa malu, dan lain-lain. Semuanya dapat diekspresikan melalui lisan. Oleh karena

itu sudah sepatutnya seseorang mewaspadai lisannya sendiri dari bahaya lisan.

Dengan demikian, tanpa disadari lisan manusia yang diciptakan Allah SWT

mempunyai manfaat yang sungguh luar biasa. Oleh sebab itu sangatlah wajar

apabila manusia diperingatkan untuk berhati-hati terhadap lisannya.

C. Pendapat Ulama Tentang Lisan

„Ali bin Abi Tâlib14

berkata :

15 “Lisan itu sebagai ukuran yang tidak dimengerti oleh kebodohan dan

dikuatkan oleh akal pikiran”

14

Beliau adalah khalifah yang terakhir (keempat) dari khulafâ’ ar-Râsyidîn. Ayah beliau

bernama Abu Tâlib bin Abdul Mutâlib bin Hasyim bin Abd. Manaf, adalah kakak kandung dari

ayah Nabi SAW, yaitu Abdullah bin Abdul Mutâlib. Ibunya bernama Fatimah binti As‟ad bin

Hasyim bin Abd. Manaf. Ali merupakan orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-

anak atau sepupu Nabi SAW yang kemudian menjadi menantunya. Ali ibn Abi Tâlib di bunuh

oleh Ibnu Muljam, ia menusuk Ali dengan pedangnya ketika Ali akan menunaikan shalat shubuh

di Masjid Kufah. Ali mengembuskan nafas terakhir setelah memegang tampuk pimpinan sebagai

khalifah selama kurang lebih empat tahun. Lihat Kafrawi Ridwan, dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol.

I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet. III, h. 111 15

Abul Hasan Ali Al Mawardi, Mutiara Akhlak Al-Karimah, terj: Adâb an-Nafs (Jakarta:

Pustaka Amani, 1993), h. 134.

Page 39: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

24

Berkata seorang fushaha’ :

16

“Ikatlah lisan-mu kecuali karena kebenaran yang akan kamu jelaskan atau

karena kebatilan yang akan kamu patahkan, atau karena hikmah yang akan kamu

sebar-luaskan atau karena kenikmatan yang akan kamu sebut-sebutkan”.

Abdullah ibnu Mas‟ud17

berkata,

18

“Demi Allah yang tidak ada tuhan selain Dia. Tidak ada sesuatu yang lebih

membutuhkan penjara dari pada lisan" .

Syair dari Sayyidina Ibnu Abi Muthi,

, .,

“Lisan seseorang ibarat singa dalam kandang, jika dilepas pasti menerkam.

Jagalah mulut dari ucapan kotor dan kendalikanlah, niscaya kendali itu akan

menjadi dinding dari segala perkataan”19

Muhammad bin Wasi‟ berkata bahwa menjaga lisan itu lebih berat

tanggungannya daripada menjaga dinar dan dirham.20

Menurut KH. Mawardi Labay El-Sulthani di dalam bukunya yang berjudul

“Lidah Tidak Bertulang”, ia mengatakan bahwa lisan ibarat mata pedang tajam

16

Abul Hasan Ali Al Mawardi, Mutiara Akhlak Al Karimah, terj: Adâb an-Nafs (Jakarta:

Pustaka Amani, 1993), h. 136. 17

Nama lengkapnya adalah Abdullah ibnu Mas‟ud ibnu Gafil ibnu Hubaib. Beliau

dilahirkan di Mekkah dan termasuk kelompok pertama yang masuk Islam. Abdullah Ibnu Mas‟ud

merupakan seorang sahabat Rasulullah dan juga seorang pelayan Rasulullah yang setia dan

dipercaya dalam memegang rahasia dan beliau selalu menemani Rasulullah dalam setiap

perjalanannya. Oleh sebab itu ia banyak sekali mengetahui hal-ihwal Rasulullah SAW. Lihat

Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), 371. 18

Al-Ghazali, Mutiara Ihyâ’ ‘Ulûmuddîn. Penerjemah Irwan Kurniawan (Bandung:

Mizan, 1997), cet. I, h.235. 19

Imam al-Ghazali, Wasiat Imam al-Ghazali; Minhajul Abidin (Jakarta: Darul Ulum

press, 1986), h. 140-142 20

Said Hawwa, Induk Pensucian diri. Penerjemah Syed Ahmad Semait, dkk. (Singapura:

Pustaka Nasional, t.t.), h. 1172

Page 40: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

25

yang siap menghujam ke mana saja ia mau. Karena lisan, walaupun kecil tapi ia

mampu menjangkau segala sesuatu, baik itu yang haq maupun yang bathil, yang

taat maupun yang maksiat, bahkan lisan-pun bisa mengubah seseorang dari iman

ke kufur, dan sebaliknya.

Abu Bakar as-Siddiq r.a21

pernah meletakkan batu pada mulutnya untuk

mencegah dirinya dari berbicara dan kemudian ia menunjuk pada lisan-nya seraya

berkata, “inilah yang menjerumuskanku ke dalam kesulitan dan kebinasaan”.22

Al-Ghazali23

mengatakan anggota tubuh yang paling durhaka kepada

manusia adalah lisan. Sungguh lisan itu merupakan alat perangkap setan yang

paling jitu untuk menjerumuskan manusia.24

Demikianlah beberapa pendapat ulama mengenai lisan dan begitu banyak

yang harus diberikan perhatian untuk menjaga lisan dari bahayanya. Dengan

berkenalan terhadap semua bahaya lisan, maka seseorang dapat menahan diri dari

hal-hal yang dapat menjermuskan seseorang ke dalam neraka hanya karena lisan

yang tak terjaga.

21

Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi. Beliau termasuk khalifah

pertama dari khulafâ’ ar-Râsyidîn dan juga sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan

termasuk orang-orang yang pertama masuk islam (as-Sâbiqûn al-Awwalûn). Gelar Abu Bakar

diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedangkan gelar as-

Siddiq yang berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia sering

kali membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama pada peristiwa

Isra‟ Mi‟raj. Lihat Kafrawi Ridwan, dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol. I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru

Van Hoeve, 1994), cet. III, h. 37. 22

Said Hawwa, Mensucikan Jiwa; Konsep Tazkiyatun-Nafs terpadu. Penerjemah Aunur

Rafiq Shaleh Tamhid, Lc. (Jakarta: Robbani Press, 1999), cet.II, h. 469 23

Nama aslinya adalah Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Imam Abu Hamid al-

Ghazali, yang terkenal dengan gelar Hujjatul Islam. Beliau lahir di Thus sebuah tempat di

Khurasan (Iran), pada tahun 450 H/1058 M. Kitab beliau yang sangat popular dan terbesar ialah

kitab Ihya Ulumuddin dan Minhajul ‘Abidin sebuah kitab tasawuf. Pada tanggal 14 Jumadil Akhir

505 H, beliau wafat setelah beliau berwudhu dengan sempurna, kemudian berbaring, dan

meluruskan kakinya, lalu menghadap ke kiblat. Lihat Mahyudin Ibrohim, Nasehat 125 Ulama

Besar (Jakarta: Darul Ulum, 1987), cet. I, h. 188-192 24

Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet. II, h. 1

Page 41: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

26

BAB III

MACAM DAN DAMPAK BAHAYA LISAN DALAM AL-QUR’AN

Lisan adalah suatu anugerah Allah Swt, kenikmatan dari Allah Swt. dan

termasuk pula ciptaannya yang halus dan penuh dengan keajaiban. Lisan itu

bentuknya kecil, tetapi sangat besar manfaatnya. Besar ketaatannya kepada Allah

dan besar pula dosanya kepada Allah.

Adapun bahaya lisan yang sudah menjadi budaya di kalangan masyarakat

saat ini adalah menggunjing, menuduh, mengolok-olok, dusta, dan sumpah palsu.

Kelima hal tersebutlah yang melatarbelakangi permasalahan-permasalahan yang

terjadi saat ini. Selain itu juga, masih banyak orang-orang yang tidak mengetahui

dampak dari perbuatan kelima tersebut. Oleh sebab itu, pada bab ini penulis

berusaha menjelaskan kelima macam bahaya lisan tersebut dan dampaknya

berdasarkan al-Qur‟an. Berikut uraian kelima macam bahaya lisan tersebut :

A. Menggunjing

Hasil penelusuran penulis dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz

al-Qur‟an al-Karîm ditemukan beberapa bentuk kata yang mengandung makna

menggunjing, antara lain: “ ,dalam QS. al-Hujurât (49) ayat 12 ” ــــــــؽــزـــــت

بص“ “ dalam QS. al-Qalam (68) ayat 11, dan ” ـــــ ـــــــضح ” dalam QS. al-

Humazah (104) ayat 1.1

1 Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm

(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 643, 904.

26

Page 42: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

27

1. Memakan Bangkai Dalam QS. al-Hujurat/49 Ayat 12

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-

sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan

janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan

satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging

saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.

dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat

lagi maha penyayang.”

Asbabun Nuzul

Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata,

“Orang banyak menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salmân

al-Fârisî. Suatu ketika, Salman memakan sesuatu kemudian tidur lalu

mengorok. Seseorang yang mengetahui hal tersebut langsung menyebarkan

perihal makan dan tidurnya Salmân al-Fârisî kepada orang banyak. Oleh

sebab itu turunlah ayat ini” 2

2. Menghambur Fitnah Dalam QS. al-Qalam/68 Ayat 11

“yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah”.

3. Neraka Wail Dalam QS. al-Humazah/104 Ayat 1

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”.

2 Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl

(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 204.

Page 43: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

28

Asbabun Nuzul

Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Ishâq yang berkata, “Setiap

kali Umayyah bin Khalaf melihat Rasulullah, maka ia selalu menghina dan

mencaci maki beliau. Maka Allah menurunkan ayat-ayat dalam surah ini

secara keseluruhan.3

Kata ( ةدــػ ) yaghtab terambil dari kata ( ثخــغ ) ghîbah yang berasal dari

kata ( ةــغ ) ghayb, yakni tidak hadir. Ghîbah adalah menyebut orang lain yang

tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh

yang bersangkutan. Jika keburukan tersebut tidak terdapat oleh yang

bersangkutan, maka itu termasuk buhtân/kebohongan besar.4

Dalam kitab lisân al-„Arabi, ghîbah berasal dari kata “الإؼــزـــبة” al-

Ightiyâb, “إؼـزـــبة” Ightâba, “إؼــزـــبثــب” Igtiyâbân, yang berarti menggunjing atau

menuturkan keburukan orang lain yang tidak disukai. Jika yang digunjingnya itu

memang benar adanya pada diri seseorang. Maka itulah ghîbah . Dan jika yang

digunjingnya itu tidak terdapat pada seseorang, maka itu disebut buhtân.5

Nabi Muhammad Saw telah menerangkan definisi ghîbah sebagai berikut :

:

6

3 Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl

(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 242. 4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 13

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 256 5 Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 10 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 152

6 Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabûri, Sahih Muslim (Beirut: Dâr

Ihyâ‟I al-Turâts al-„Arabi, t.t.), vol.4, hadis 2589, h. 201.

Page 44: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

29

“Diceritakan dari Yahya ibn Ayub dan Qutaibah dan Ibn Hajar berkata

diceritakan dari Ismâ‟îl dari al-„Alâ‟ dari bapaknya dari Abu Hurairah,

sesungguhnya Rasulullah bersabda: Tahukah kalian apakah ghîbah itu ? para

sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu beliau

melanjutkan: yaitu kamu menceritakan saudaramu tentang hal yang tidak

disukainya. Kemudian seseorang bertanya: bagaimana pendapat tuan jika yang

aku ceritakan itu memang ada pada diri saudaraku yang aku ceritakan itu?. Beliau

menjawab: bila apa yang kamu ceritakan itu memang ada pada diri saudaramu,

maka kamu telah melakukan ghîbah terhadapnya. Dan apabila yang kamu

ceritakan itu tidak ada pada diri saudaramu, berarti kamu telah mengada-ada

tentangnya” (HR. Muslim)

Dalam hal ini perlu di garisbawahi pada ayat ضبـضن ثعـة ثعدــلا ػ " " (Dan

janganlah menggunjingkan satu sama lain). Yang dimaksud dengan menceritakan,

menyebut-nyebut atau menggunjing dalam ayat ini adalah menggunjing secara

terang-terangan atau dengan isyarat, dan lain-lain yang bisa menyakiti hati

seseorang karena perkataannya. Dan bagi orang-orang yang menggunjing wajib

bertaubat kepada Allah Swt dan meminta maaf kepada orang yang

digunjingkannya.7

Dalam ayat ini Allah Swt. memberikan perumpamaan mengenai

menggunjing agar hambanya menjauhi dan berhati-hati terhadap perbuatan keji

ini, yaitu dengan perumpamaan " رـزب فنشـ ـة أحذم أ أمو ىح أخـأح" (Adakah

seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah

mati?). Maka ada beberapa penekanan pada ayat ini untuk menggambarkan betapa

buruknya menggunjing.

Pertama, pada gaya pertanyaan yang dinamai istifhâm taqrîri yakni yang

bukan bertujuan meminta informasi, tetapi mengundang yang ditanya untuk

membenarkan. Kedua, ayat ini menjadikan apa yang pada hakikatnya sangat tidak

disenangi, dilukiskan sebagai hal yang disenangi. Ketiga, ayat ini

7 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, jilid 9 (Mesir: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 139

Page 45: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

30

mempertanyakan kesenangan itu langsung kepada setiap orang, yakni dengan

menegaskan “sukakah salah seorang di antara kamu”. Keempat, daging yang

dimakan bukan sekedar daging manusia melainkan daging saudara sendiri. Dan

kelima, ayat ini menyatakan bahwa daging saudara tersebut dalam keadaan mati

yang tidak dapat membela diri sendiri.8

Pada ayat 11 dalam QS. al-Qalam/68, Allah Swt menyebutkan

menggunjing dengan kata “ــبص -al ”اىض“ Hammâz. Kata ini terambil dari kata ”ــ

Hamzu yang artinya tekanan dan dorongan yang keras atau bisa juga diartikan

mendorong/menusuk dengan tangan atau tongkat. Dalam kitab lisân al-„Arabi,

kata “ــبص ”اىض“ Hammâz berasal dari kata ”ــ al-Hamzu, bisa diartikan dengan

beberapa arti, yaitu “اىؽــض” al-Ghaddu (yang halus), ”اىنـــسـش” al-Kasru

(bilangan), “يب عـ ـ صر“ ,al-„Aybu (aib, cacat, cela) “ال ع al-„Asaru (debu), dan “ال

بة“ ي غ .al-Ghîbah “ال9

Dari beberapa pengertian tentang kata “اىض” al-Hamzu, maka penulis

berkesimpulan bahwa “اىض” al-Hamzu adalah suatu tekanan dari lidah yang

mendorong orang lain untuk mengucapkan secara halus tentang aib orang lain.

Dari sinilah kata tersebut dipahami dalam arti menggunjing, mengumpat, atau

menyebut sisi negatif orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan/tidak

dihadapan orang yang bersangkutan, atau dengan kata lain yang menunjukkan

persamaan makna yaitu ghîbah.

Dari penafsiran di atas, penulis sepakat dengan penafsiran Quraish Shihab

bahwa kata ghîbah dan hammaz dapat diartikan juga sebagai menggunjing, karena

8 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 13

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 257 9 Ibnu Mandzûr, Lisân al-„Arabi, juz 15 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h.

132. Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,

vol. 14 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 384

Page 46: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

31

kedua-duanya mempunyai kesamaan dalam perbuatan buruk yang disebabkan

oleh lidah. Dengan kata lain, sinonim dari ghîbah adalah hammâz.

Pada ayat 1 dalam QS. al-Humazah, Allah Swt. menyebutkan

menggunjing dengan kata “اىضح” humazah. Kata ini adalah bentuk jamak dari

kata “ــبص ض“ hammâz yang terambil dari kata ”ــ al-Hamzu yang artinya ”اى

tekanan dan dorongan yang keras atau bisa juga diartikan mendorong/menusuk

dengan tangan atau tongkat. Sebagaimana kalimat “ ضاد اىشــبطـــ ـ ” yang artinya

dorongan-dorongan/bisikan setan untuk melakukan kejahatan (QS. al-

Mu‟minûn/23:97).

Kata “ىضح” lumazah adalah bentuk jamak dari “بص lammâz yang ”ىــــ

diambil dari kata “ض al-Lamzu, yang digunakan untuk menggambarkan ”اىيــ

ejekan yang mengundang tawa atau bisa juga diartikan mengejek dengan

menggunakan isyarat mata atau tangan yang disertai dengan kata-kata yang

diucapkan baik secara berbisik-bisik, di hadapan maupun di belakang orang yang

diejek. Dengan kata lain “ض ”الإؼــزـــبة“ al-Lamzu bisa juga disebut dengan ”اىيــ

al-Ightiyâb 10

Sebagaimana telah penulis kemukakan sebelumnya, bahwa sinonim dari

ghîbah adalah hammâz atau humazah. Namun pada ayat ini ada sedikit tambahan

kata, yaitu kata “ىضح” lumazah atau “ض ”اىضح“ al-Lamzu setelah kata ”اىيــ

humazah. Kata ini merupakan sebuah penekanan dari kata “اىضح” humazah atau

hammâz, yang bisa penulis katakan bahwa menggunjing tidak hanya dilakukan

10

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h.

326. Lihat juga: Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. I (Jakarta:

Lentera Hati, 2007), cet. I, h. 278. Dan M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan

Keserasian al-Quran, vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 513

Page 47: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

32

oleh lidah saja, tetapi dengan isyarat mata atau tangan atau meniru tingkah laku

seseorang dengan maksud merendahkannya, maka inipun sudah termasuk dalam

kategori menggunjing. Sebagaimana yang dikatakan al-Ghazali, bahwa ghîbah

tidak terbatas hanya dengan kata-kata saja, tetapi bisa juga dengan tulisan,

perbuatan, sindiran atau isyarat yang menggambarkan atau memberikan

pengertian tentang keburukan atau kekurangan orang lain.11

Perlu digarisbawahi bahwa maksud dari kata (ــو) pada ayat 1 dalam QS.

al-Humazah adalah hanya untuk menggambarkan kesedihan, kecelakaan dan

kenistaan. Dalam kitab lisân al-„Arabi kata ini diartikan sebagai “ ”ميــخ اىــعــزاة

kalimah al-„Adzab. Artinya kata ini bisa juga dijadikan ancaman bagi pengumpat

dan pencela sehingga sang pengancam dapat mendoakan seseorang agar

mendapatkan kecelakaan, kehinaan atau adzab dari Allah Swt. Sementara para

ulama berpendapat bahwa “wail” adalah salah satu nama di neraka dan bagi yang

melakukan pelanggaran tertentu akan mendapat siksa di neraka “wail”.12

Dari uraian di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut :

1. Ghîbah selain diartikan dengan ( ةــغ ) ghayb, ( الإؼــزـــبة ) al-Ightiyâb,

bisa juga diartikan dengan (ــبص hammâz, yang mempunyai (ــ

kesamaan dalam perbuatan buruk yang disebabkan oleh lidah. Begitu

juga dengan kata “ىضح” lumazah, yang merupakan sebuah penekanan

dari kata (ــبص .hammâz (ــ

11

Tim penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf, jilid I (Bandung: Angkasa,

2008), cet. I, h. 405. Lihat juga: Mawardi Labay El-Sulthani, Lidah Tidak Bertulang (Jakarta: Al-

Mawardi Prima, 2002), cet. I, h. 120-122. 12

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 15 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h.

422. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,

vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 511

Page 48: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

33

2. Perumpamaan orang yang suka menggunjing itu seperti orang yang

makan daging saudaranya sendiri yang sudah mati. Karena

menggunjing itu berarti merobek-robek kehormatan seseorang yang

artinya sama saja dengan merobek-robek daging saudaranya yang telah

mati.

3. Menggunjing merupakan salah satu faktor terjadinya fitnah. Allah Swt.

menyatakan bahwa orang yang suka menggunjing itu lebih cenderung

kepada fitnah. Maka tidak heran jika banyak terjadi fitnah, perselisihan

sesama manusia yang disebabkan menggunjing.

4. Menggunjing adalah perbuatan buruk yang diancam dengan adzab.

Allah Swt. mengancam dan bahkan mendoakan kepada hambanya

yang suka menggunjing yang dilakukan oleh lidah dengan kata

“celakalah”.

5. Neraka “wail” yang apinya akan menjilat sampai ke hulu hati adalah

tempat bagi orang-orang yang suka menggunjing.

6. Selain lidah, menggunjing juga bisa dilakukan dengan perbuatan

lainnya, seperti menggunakan isyarat mata, tangan, dan perbuatan

lainnya yang bertujuan merendahkan orang lain

7. Salah satu cara untuk mendapat ampunan dari Allah adalah dengan

bertaubat dan setelah itu bertakwalah kepada-Nya. Karena Allah maha

penerima taubat dan maha penyayang bagi hamba-Nya yang mau

bertaubat.

Page 49: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

34

B. Menuduh

Hasil penelusuran penulis dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz

al-Qur‟an al-Karîm dan dibantu juga dengan al-Quran digital versi 2.1. Penulis

menemukan dua bentuk kata buhtân dalam al-Quran, antara lain: kata “ ثـــزــب ”

dalam QS. al-Nûr (24) ayat 16 dan QS. al-Mumtahanah (60) ayat 12. Dan kata “

.dalam QS. al-Nisâ‟ (4) ayat 20, 112, dan 156 ”ثـــزــبب 13

. Namun, penulis tidak

semua mencantumkan ayat-ayat di atas, karena ada beberapa ayat yang tidak

mengandung dampak bahaya lisan.

1. Menanggung Dosa Yang Nyata QS. al-Nisâ‟/4 Ayat 20 dan 112, QS. al-

Ahzab/33 Ayat 58

“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,14

sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta

yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya

barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan

jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?”

(QS. al-Nisâ‟/4 Ayat 20)

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa,

kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka

sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.”

(QS. al-Nisâ‟/4 Ayat 112)

13

Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm

(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 177. 14

Maksudnya Ialah: menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan isteri

yang baru. Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin, Namun

meminta kembali pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan. Lihat al-Quran digital versi 2.1

Page 50: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

35

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan

mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya

mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. al-

Ahzab/33 Ayat 58)

2. Bai‟at Dalam QS. al-Mumtahanah/60 Ayat 12

“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang

beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan

menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan

membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-

adakan antara tangan dan kaki mereka15

dan tidak akan mendurhakaimu

dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan

mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah

maha pengampun lagi maha penyayang.”

Kata buhtânân pada ayat-ayat di atas diterjemahkan dengan tuduhan dusta.

Kata ini terambil dari kata bahata, yabhutu, bahtan, dan buhtânan ( ثزب- جذ- ثذ -

(ثزبب . yang artinya mengherankan. Sama dengan kata dahsy (دــش) dan kata

hayrah (حشح) yang artinya tercengang dan heran. Kata buhtân (ثزب) bisa juga

diartikan bohong. Bohong disebut buhtân karena membuat pendengarnya merasa

15

Perbuatan yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka itu Maksudnya

ialah Mengadakan pengakuan-pengakuan palsu mengenai hubungan antara pria dan wanita seperti

tuduhan berzina, tuduhan bahwa anak si Fulan bukan anak suaminya dan sebagainya. Lihat al-

Quran digital versi 2.1

Page 51: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

36

heran.16

Tuduhan atau ucapan yang tidak benar akan menyebabkan yang dituduh

menjadi heran.17

Menurut Abu Ishâq sebagaimana dikutip Ibnu Manzûr di dalam bukunya

lisân al-„Arabi mengatakan bahwa buhtân berarti al-bâtil alladzî yatahayyaru min

butlânih ( .”kebatilan yang mengherankan seseorang“ (اىجبطو اىز زحش ثطلا

Kata “اىجذ” al-buht dan “اىجـز” al-bahîtah diartikan sebagai “اىنــزة” dusta atau

bohong. Beliau menguatkan pendapat itu dengan hadis mengenai ghîbah yang

telah disebutkan di atas.18

Dalam QS. al-Nisa/4 ayat 112, kata (خطئخ) khathi‟ah biasa diartikan

kesalahan yang tidak disengaja, tetapi karena ayat di atas menggunakan kata

yaksib yang berarti melakukan, maka ini mengisyaratkan bahwa kesalahan yang

tidak disengaja itu dilakukan karena adanya kelalaian dan tanggung jawab

pelakunya. Namun, ada juga yang memahami kata khathi‟ah dalam arti dosa yang

tidak menyentuh orang lain, seperti meninggalkan kewajiban shalat atau puasa,

melakukan perbuatan yang haram, dan lain-lain. Sedangkan kata ”إصب” itsman

yang diambil dari kata “الإصـ” al-Itsm yang berarti “اىـزـت” al-Dzanbu, yaitu dosa

atau kesalahan. Namun kata ”إصب” itsman yang dimaksud pada ayat ini adalah dosa

yang berdampak terhadap orang lain, seperti membunuh atau mencuri.19

Dalam QS. al-Ahzab/33 ayat 58, Kata “امــزسـجا” iktasabû terambil dari

kata “ امزست-رنست-مسـجب-نست-مــسـت ” kasaba-yaksibu-kasbân-takassaba-iktasab,

16

Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. I (Jakarta: Lentera

Hati, 2007), cet. I, h. 148 17

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 367 18

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz I (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 514. 19

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz I (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 74.

Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 557.

Page 52: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

37

yang berarti “ “ Talab al-Rizq (mencari rizki) atau bisa juga ”طيت اىشصق رصشؾ

Tasarrafa wajtahad (kelakuan, tingkah laku dan berusaha dengan ”اجزـذ

sungguh-sungguh). Namun yang dimaksud “امــزسـجا” iktasabû dalam ayat ini

adalah untuk menunjuk perbuatan manusia yang disengaja.20

Dan kata "احزيا" ihtamalû terambil dari kata “ -حلاب-حلا-حو-حـــو

hamala-yahmilu-hamlân-humlânân-mahmûlun, yang ”حه berarti “ؼـضـت”

ghadib (marah). Namun yang dimaksud "احزيا" ihtamalû pada ayat ini adalah

mereka yang membebani diri mereka sendiri dengan suatu beban yang mestinya

mereka tidak perlu memikulnya, akan tetapi karena mereka melakukan

penghinaan, tuduhan, dan lain-lain, maka terpaksalah mereka memikul beban

tersebut dengan susah payah.21

Dalam QS. al-Mumtahanah/60 ayat 12 terdapat kalimat “walâ ya‟tîna bi

buhtânin yaftarînahu baina aydîhinna wa arjulihinna” mengandung beberapa

kemungkinan makna. Sebagaimana yang dikutip M. Quraish Shihab dari Thâhir

ibn „Âsyûr, yaitu:

1. Jika yang dimaksud dengan buhtân adalah berita bohong, maka kalimat di

atas bermakna mengada-ada dan berbohong secara langsung di hadapan

yang dituduh.

2. Jika yang dimaksud dengan buhtân adalah sesuatu yang merupakan bahan

kebohongan, maka kalimat ayat di atas bermakna mengaku hamil, yang

kemudian dia memungut anak dan menyatakan bahwa anak itu adalah

20

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t), h. 87.

Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 11

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 319. 21

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 3 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 331.

Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 11

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 319.

Page 53: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

38

anak sah dari suaminya, dengan tujuan agar suaminya tidak

menceraikannya atau dengan tujuan lainnya.

3. Jika kata buhtân diartikan sebagai kedurhakaan, maka makna ini bermakna

membolehkan pria selain suaminya melakukan sesuatu kedurhakaan pada

diri mereka, misalnya mencium, memegang-megang, meraba-rabanya,

inilah yang dimaksud “dengan mengadakan-adakan antara tangan-tangan

mereka”, sedangkan berzina dengannya, inilah yang dimaksud “dengan

mengada-adakan antara kaki-kaki mereka”22

Dalam ayat-ayat di atas mengenai buhtân sebagian besar dihubungkan

dengan kata itsmân mubinân dan „Adzhimân. Artinya Allah telah menetapkan

bahwa buhtân salah satu perbuatan dosa besar dan Allah telah mengancam bagi

hambanya yang suka menuduh dengan menanggung dosa yang besar pada hari

kiamat kelak.

Dari uraian di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut:

1. Haram bagi seorang suami yang mengambil mahar dan harta lainnya

dengan cara menuduh sang istri.

2. Janganlah menuduh seseorang yang tidak bersalah dengan tuduhan

yang tidak benar.

3. Orang yang menuduh seseorang yang tidak bersalah akan

mendapatkan dua dosa. Yaitu, dosa atas kejahatannya dan dosa atas

tuduhannya kepada orang lain. Inilah yang dimaksud menanggung

beban yang berat.

22

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 14

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 177-178

Page 54: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

39

4. Menyakiti orang mu‟min berarti sama saja menyakiti Rasul Saw,

meyakiti Rasul berarti mengundang kemurkaan Allah, karena

menghina Rasul SAW sama dengan menghina Allah Swt.

5. Suatu konsekuensi dalam berbai‟at atau ucapan janji setia adalah:

a. Janganlah menyekutukan Allah dengan apapun.

b. Tidak mencuri.

c. Tidak berzina.

d. Tidak membunuh anak-anak

e. Tidak berdusta yang di ada-adakan antara tangan dan kaki

f. Tidak durhaka

6. Tuduh-menuduh merupakan salah satu poin terpenting untuk

dihindarkan, karena hal ini bila dilakukan bisa menyebabkan gugurnya

bai‟at yang telah diucapkan.

C. Mengolok-olok

Hasil penelusuran penulis dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz

al-Qur‟an al-Karîm dan dibantu juga dengan al-Quran digital versi 2.1. Penulis

menemukan beberapa bentuk kata yang mengandung makna mengolok-olok atau

mencela, mulai dari fi‟il madi, fi‟il mudâri‟, fi‟il „amr, masdar, dan lain-lain.

Antara lain: Kata “ رــســزــــضء ” terdapat dalam QS. al-Taubah (9) ayat 65. Kata

“ ـــســـزــــــضئ ” terdapat dalam QS. al-Baqarah (2) ayat 15. Kata “ ــســزــــضء ”

terdapat dalam QS. al-An‟âm (6) ayat 5 dan 10, QS. Hûd (11) ayat 8, QS. Hijir

(15) ayat 11, QS. an-Nahl (16) ayat 34, QS. al-Anbiyâ‟ (21) ayat 41, QS. al-

Syu‟arâ‟ (26) ayat 6, QS. al-Rûm (30) ayat 10, QS. Yasîn (36) ayat 30, QS. al-

Page 55: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

40

Zumar (39) ayat 48, QS. Ghâfir (40) ayat 83, QS. al-Zukhruf (43) ayat 7, QS. al-

Jâtsiyah (45) ayat 33, QS. al-Ahqâf (46) ayat 26. Kata “ إســـزــــــضءا ” terdapat

dalam QS. al-Taubah (9) ayat 64. Kata “ اســـزــــــضئ ” terdapat dalam QS. al-

An‟âm (6) ayat 10, QS. al-Ra‟d (13) ayat 32, QS. al-Anbiyâ‟ (21) ayat 41. Kata “

“ terdapat dalam QS. al-Nisâ‟ (4) ayat 140. Kata ”ـــســـزــــــضأ ــســزــــضء ”

terdapat dalam QS. al-Baqarah (2) ayat 14. Kata “ اىــســزــــضء ــ ” terdapat

dalam QS. al-Hijir (15) ayat 95. Dan kata -sendiri terdapat dalam QS. al ”ــضا “

Baqarah (2) ayat 67 dan 231, QS. al-Mâ‟idah (5) ayat 57, QS. al-Kahfi (18) ayat

56 dan 106, QS. al-Anbiyâ‟ (21) ayat 36, QS. al-Furqân (25) ayat 41, QS. Luqmân

(31) ayat 6, QS. al-Jâtsiyah (45) ayat 9 dan 35.23

Namun, penulis tidak semua mencantumkan semua ayat-ayat di atas,

karena banyak redaksi ayat yang mempunyai kesamaan makna maupun teks. Jadi

penulis mencantumkan hanya beberapa ayat saja yang kiranya bisa mewakili dari

ayat-ayat tentang mengolok-olok. Penulis juga mencantumkan ayat-ayat yang

berkaitan dengan mengolok-olok dari buku indeks alquran.24

1. Terombang-ambing dalam kesesatan pada QS. al-Baqarah {2}ayat 14-15

“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman,

mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka kembali

kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya Kami

sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok. Allah akan

23

Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm

(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 905-906. 24

Azharuddin Sahil, Indeks al-Quran; Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata Dalam

Al-Quran (Bandung: Mizan, 2007), cet. 1, h. 240

Page 56: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

41

(membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-

ambing dalam kesesatan mereka.”

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan al-Wâhidî dan al-Tsa‟labî dari jalur Muhammad ibn

marwân dan al-Sady al-Saghîr dari al-Kalbi dari Abi Sâlih dari Ibn

„Abbas, berkata bahwa ayat ini diturunkan berkaitan tentang „Abdullah bin

Ubay dan kawan-kawannya yang pada suatu hari di saat mereka bertemu

dengan beberapa sahabat Nabi SAW, „Abdullah bin Ubay berkata kepada

teman-temannya: "Lihatlah, bagaimana caranya aku mempermainkan

mereka yang bodoh-bodoh itu!" Ia pun mendekat dan menjabat tangan

Abu Bakar sambil berkata. "Selamat penghulu Bani Taim dan Syaikhul

Islam dan orang kedua beserta Rasulullah di gua (Tsaur) yang

mengurbankan jiwa dan harta bendanya untuk Rasulullah." Kemudian ia

menjabat tangan Umar sambil berkata: "Selamat penghulu Bani Adi bin

Ka'b yang mendapat gelaran al-Fâruq, yang kuat memegang Agama Allah,

yang mengurbankan jiwa dan harta bendanya untuk Rasulullah."

Kemudian ia menjabat tangan Ali bin Abi Thalib sambil berkata: "Selamat

saudara sepupu Rasulullah, mantunya, dan penghulu bani Hasyim sesudah

Rasulullah." Setelah itu mereka berpisah dan berkatalah Abdullah bin

Ubay kepada kawan-kawannya. "Sebagaimana kamu lihat perbuatanku

tadi, jika kamu bertemu dengan mereka, berbuatlah seperti apa yang telah

kulakukan." Kawan-kawannya pun memuji-muji Abdullah bin Ubay.

Page 57: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

42

Setibanya Kaum Muslimin (Abu Bakar, Umar dan Ali) kepada Nabi Saw.

mereka memberitahukan peristiwa tadi, maka turunlah ayat di atas.25

2. Tidak memfungsikan akal dalam QS. al-Mâ‟idah {5} ayat 58

“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan)

sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang

demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau

mempergunakan akal.”

3. Neraka Jahanam dalam QS. al- Nisâ‟{4} ayat 140

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di

dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari

dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu

duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain.

karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu

serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua

orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahanam.”

4. Balasan (adzab) yang tak bisa dihindarkan dalam QS. al-An‟âm/6 Ayat 10

“Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelum

kamu, Maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara

mereka balasan (azab) olok-olokan mereka”.

25

Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl

(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 7. Lihat juga: al-Quran digital versi 2.1

Page 58: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

43

5. Ancaman adzab pedih dalam QS. at-Taubah {9} ayat 79

“(Orang-orang munafik itu) Yaitu orang-orang yang mencela

orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan

(mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan)

selain sekedar kesanggupannya, Maka orang-orang munafik itu menghina

mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka

azab yang pedih”.

Asbabun Nuzul

al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam bâb al-Zakâh dari

Ibnu Mas‟ûd berkata, “Ketika turun ayat sedekah, kami memikul harta

benda kami di atas punggung kami. Lalu datanglah seseorang yang

menyedekahkan hartanya yang banyak. Dan orang-orang pun berkata,

“Dia mau pamer”. Kemudian datang pula seseorang yang menyedekahkan

satu sâ‟ dan mereka berkata, “sungguh Allah tidak memerlukan sedekah

orang ini”. Maka turunlah ayat ini. 26

6. Adzab yang menghinakan dalam QS. Luqmân/31 Ayat 6

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan

Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan

Allah tanpa pengetahuan. Dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.

mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan”.

26

Jalaluddin as-Suyuthi, Asbâb an-Nuzûl; Sebab Turunnya Ayat al-Quran, penerjemah

Tim Abdul Hayyie (Jakarta: Gema Insani, 2009), h. 295

Page 59: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

44

Asbabun Nuzul

Juwaibir meriwayatkan dari Ibnu Abbâs bahwa Ayat ini turun

tentang al-Nasr ibn al-Harits yang membeli seorang budak wanita

penyanyi. Setiap kali ia mendengar ada orang yang hendak masuk Islam,

ia membawanya kepada penyanyinya itu dan berkata, “beri ia makan dan

minum serta nyanyikan lagu untuknya. Ini lebih baik dari apa yang

diserukan oleh Muhammad kepadamu: shalat puasa, dan berperang untuk

membelanya.” Maka turunlah ayat ini.

Jalaluddin as-Suyuthi mengutip dari al-Qurthubi, bahwa ayat ini

turun tentang al-Nasr ibn al-Harits sebab ia membeli buku-buku bangsa

asing yang berisi kisah-kisah tentang Rustum dan Spandiar dari Persia.

Dia bangga dengan kandungan buku itu, sehingga ia mengundang orang

untuk mendengarnya agar mereka berdalih dari alQuran. Dan kalau orang-

orang Quraisy mengatakan bahwa Muhammad berkata ini-itu, dia tertawa

lalu Ia mengatakan, “kisahku ini lebih baik daripada perkataan

Muhammad.” Hal ini dituturkan oleh al-Kalbi.27

7. Mengolok termasuk perbuatan dzhalim dalam QS. al-Hujurât {49} ayat 11

27

Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl

(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 172. Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-

Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h.

114

Page 60: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

45

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-

laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu

lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan

merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih

baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri28

dan jangan memanggil

dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah

(panggilan) yang buruk sesudah iman29

dan Barangsiapa yang tidak

bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”.

Asbabun Nuzul

Dari Abu Jabir Ibn al-Dahâk berkata, “Adakalanya seorang laki-

laki memiliki dua atau tiga nama panggilan. Boleh jadi ia kemudian

dipanggil dengan nama yang tidak disenanginya. Sebagai responnya,

turunlah ayat, “...dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar

yang buruk....”. Imam at-Tirmidzî menyatakan bahwa riwayat ini

berkualitas hasan.

Dalam riwayat lain dari Imam Ahmad yang juga dari Abu Jabirah

disebutkan, ayat ini turun berkenaan dengan kami, Bani Salamah. Pada

saat Nabi Saw. Sampai di Madinah, setiap laki-laki dari Bani Salamah

memiliki dua atau tiga nama panggilan. Suatu ketika, Nabi saw.

memanggil salah seorang dari mereka dengan nama tertentu, kemudian

orang-orang berkata kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah, sesungguhnya

28

Jangan mencela dirimu sendiri Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin

karena orang-orang mukmin itu seperti satu tubuh. Lihat al-Quran digital versi 2.1 29

Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti

panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan

sebagainya. Lihat al-Quran digital versi 2.1

Page 61: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

46

ia marah dengan panggilan tersebut.” Maka tidak lama kemudian turunlah

ayat ini.30

Dalam kitab lisân al-„Arabi kata “ســزــضء” yastahzi‟u terbentuk dari kata

“ اسـزــضأ–رـضأ ” tahazza‟a-istahja'a, yang di ambil dari kata “ ـضءا-ــــضأ-ــضأ ”

haza‟a-yahja‟u-huz‟ân, yang artinya adalah “ , اىسخش, سـخش اىسخش ” sakhira, al-

Sukhriyah, al-Sukhriyyu, yaitu olok-olokan, ejekan atau ejekan yang menimbulkan

tertawaan orang, atau bisa juga diartikan perkataan pedas yang menyakitkan

hati.31

Dalam ayat lain juga terdapat dua kata yang berbeda namun mempunyai

arti yang sama, yaitu: kata “اســزـــضئ” istuhzi‟a terbentuk dari kata “ اسـزــضأ–رـضأ ”

tahazza‟a-istahja'a, yang di ambil dari kata “ ـضءا-ــــضأ-ــضأ ” haza‟a-yahja‟u-

huz‟ân, yang mengandung arti ejekan. Dan kata “ســخـشا” sakhirû terambil dari

kata “ ســخـشخ-سخشب-سخشب-سخشح ” sukhratan-sikhriyyân-sukhriyyân-sukhriyah, yang

mempunyai arti “ ضحنذ ضحنذ ث, ـضئ ” huz‟u, dahiktu minhu wa dahiktu bih,

yaitu ejekan yang menjadi bahan tertawaan orang atau bisa juga diartikan ejekan

yang disertai pelecehan dan penghinaan terhadap yang dicemoohkan.32

Maksud firman Allah Swt. Dalam QS. al-Baqarah/2 ayat 15, “….Allah

memperolok-olok mereka…”, ini merupakan pernyataan Allah terhadap orang

munafik, bahwa Allah sendiri yang akan membalas mereka setimpal dengan apa

yang mereka lakukan. Jika mereka memperolok-olok dengan berbagai sikap dan

30

Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl

(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 203. 31

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 15 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 84. 32

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 6 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 203.

Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 8

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 456.

Page 62: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

47

tingkah, maka Allah pun akan mengambil tindakan yang serupa dengan

memperolok-olokan mereka. 33

Dalam hal ini perlu penulis garisbawahi, bahwa Allah akan membalas

dengan tindakan serupa, bukan berarti Allah mengolok-olok mereka dengan

perkataan-Nya. Kata memperolok-olok disini hanya merupakan majaz dari kata

memperolok-olok sebelumnya, karena untuk mengisyaratkan bahwa sanksi itu

setimpal dengan dosa yang mereka lakukan.

Salah satu cara Allah Swt. memperolok-olok mereka adalah Allah

membiarkan mereka terjerumus dalam kesesatan di dunia sehingga mereka tidak

mampu sadar akan kesesatannya. Namun Allah tetap memperlakukan mereka

sama dengan perlakuan Allah terhadap orang-orang beriman, tetapi di akhirat

nanti mereka akan mendapatkan siksa yang amat pedih.

Dalam QS. al-Nisa/4 ayat 140, terdapat kata (خضا) yang berarti masuk

ke dalam sesuatu yang cair. Artinya seseorang yang terjerumus ke dalam ejekan

atau olok-olokan mereka, maka ia tidak akan mendapatkan kebahagiaan, jalan

kebahagiaan itu selalu tertutup karena terhalang oleh pembicaraan yang tidak

pernah memberikan solusi terbaik. Hal ini diumpamakan ketika seseorang

menepuk air sungai, maka air tersebut tidak membelah. Air itu langsung menyatu

kembali tanpa ada kesempatan untuk membuat celahan atau belahan dari hasil

tepukan seseorang. Inilah yang dimaksud dengan kata yakhûdû.34

Kata “ ,Maksudnya .(tentulah kamu serupa dengan mereka) ”إن إرا ضي

jika seseorang duduk bersama orang-orang yang sedang mengolok-olok, mencela

33

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 1

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. I, h. 110-111. 34

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 598.

Page 63: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

48

ayat-ayat Allah atau tentang syari‟at Islam, maka ia termasuk ke dalam kelompok

mereka, karena telah rela mendengar kebatilan dan kekufuran yang mereka

ucapkan.35

Akibatnya, Allah akan mengumpulkan mereka bersama-sama di dalam

neraka jahanam. Inilah balasan orang yang suka menghina, mencela,

memperolok-olok ayat-ayat Allah.

Dalam QS. al-An’am/6 ayat 10, Kata “حــبق” hâqa yang artinya

menimpa, beberapa ulama tafsir ada yang memahaminya dalam arti “menjadi

kepastian” yang tidak bisa dihindarkan. Namun, ada juga yang memahaminya

dalam arti “meliputi”. Artinya apa yang menimpa mereka tidak hanya sentuhan

atau siksa yang mengenai bagian tertentu dari diri mereka atau hanya mengenai

sebagian dari mereka, tetapi siksa itu menimpa secara keseluruhan yang terlibat

dalam olok-olok dan tidak satupun yang dapat lolos dari siksa-Nya.36

Kata “ىــاىحــذش” lahw al-Hadîs dalam QS. Luqman/31 ayat 6 adalah

kalimat murakkab yang terdiri dari dua kata, yaitu lahw yang berakar dari fi‟il

madi lahâ, yang mempunyai arti “اىيــعـت” al-La‟ib, yaitu permainan, bermain-

main, senda gurau, tidak berguna atau bisa juga diartikan sembarangan.

Sedangkan al-Hadîs diambil dari kata “ حذصب-حذس-حذس ” hadatsa, yahdutsu,

hudûsân, yaitu omongan, perkataan, pembicaraan, obrolan, dan sejenisnya.37

Dalam koneks ayat di atas, Allah sedang menjelaskan bahwa di antara

manusia lainnya masih banyak yang menggunakan perkataaannya untuk hal-hal

yang tidak berguna, main-main, sembarangan, untuk menyesatkan manusia

35

Muhammad Mutawali as-Sya‟râwi, Tafsîr as-Sya‟râwi, jilid 5 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,

t.t.), h. 2730-2731 36

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 4

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 27 37

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 3 dan 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.),

h. 75 dan 347. Lihat juga: Departemen agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang

disempurnakan), jilid 7 (Jakarta: Departemen agama RI, 2004), h. 537

Page 64: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

49

lainnya dari jalan Allah Swt. Kebanyakan mereka menggunakan perkataannya

dengan tidak dilandasi pengetahuan yang benar sehingga menyebabkan ajaran

Allah Swt dijadikan bahan olok-olokan.38

Kata “رــيــضا” dalam QS. al-Hujurat/49 ayat 11 ini terambil dari kata

Quraish Shihab mengutip dari Ibnu „Asyur, mengartikan dengan arti . ”اىيــــض“

ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir,

tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan atau ancaman. Berbeda

dengan kata “رــبثضا” tanâbazû (saling memberi gelar buruk) yang terbentuk dari

kata “اىــــجـز” al-Nabzu (gelar buruk) dan diambil dari kata “ـجـز” nabadza, yang

artinya membuang. Namun dalam lisân al-„Arabi kata “ـجـز” nabadza diartikan

“ ن ثبىفعو اىقه ف الأجسب اىـعب, طشحل اىشــئ ذك أبل ”, yaitu melemparkan

atau mengutarakan kejelekan seseorang tentang kedudukannya, baik

dihadapannya ataupun dibelakangnya. Dan bisa juga diartikan dengan melakukan

perbuatan ataupun dengan perkataan tentang yang ada pada dirinya.39

Ada tiga kandungan yang terdapat pada kalimat “ سنؾـــىضا أــلا د ”, yaitu:

a. Janganlah mengejek orang lain, karena mereka sama dengan dirimu

sendiri, ejekanmu terhadap mereka berarti ejekan terhadap dirimu

sendiri.

b. Jangan mengejek orang lain, karena ejekan itu dapat mengundang yang

diejek untuk mengejek kamu pula

38

Departemen agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), jilid 7

(Jakarta: Departemen agama RI, 2004), h. 537 39

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 14 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 18-

19. Lihat juga: Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. I (Jakarta:

Lentera Hati, 2007), cet. I, h. 278. Lihat juga, M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan

dan Keserasian al-Quran, vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 251-252.

Page 65: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

50

c. Jangan mengejek dirimu sendiri, dengan jalan melakukan suatu

perbuatan yang mengundang orang lain menertawakan dan

mengejekmu.

Dari uraian di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut:

1. Bagi orang yang suka mengolok-olok orang mukmin, mukminat, dll,.

maka Allah akan membalas olok-olokan mereka dengan cara

menyesatkan mereka di dunia dan adzab yang pedih.

2. Mengolok-olok orang lain dianggap tidak mempunyai akal.

3. Orang yang sudah terjerumus dalam perkumpulan tersebut, maka

termasuk dalam golongan mereka, yaitu golongan orang-orang

munafik dan orang-orang kafir.

4. Ancaman bagi orang yang suka mengolok-olok agama Allah adalah di

masukkan ke dalam neraka jahanam bersama orang-orang munafik dan

orang-orang kafir

5. Siapa pun yang mengolok-olok, maka akan mendapatkan balasan

berupa adzab dari Allah Swt.

6. Mengejek orang lain baik dengan perkatan, perbuatan atau isyarat

sekalipun, berarti sama saja mengejek diri sendiri

7. Siapa saja yang tidak bertaubat dari kesalahan-kesalahan di atas, maka

mereka termasuk golongan orang yang dzalim.

Page 66: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

51

D. Dusta atau Bohong

Hasil penelusuran penulis dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz

al-Qur‟an al-Karîm ditemukan banyak sekali bentuk kata yang mengandung

makna dusta. Namun untuk menghindari pembahasan yang berbelit-belit dan

tidak mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini, maka penulis

perlu membatasi ayat-ayat dusta ini yakni lebih menitikberatkan pada ayat-ayat

yang berkenaan dengan balasan dari dusta itu sendiri, yang penulis ambil dari

buku indeks alquran40

dan dibantu juga dengan al-Quran digital versi 2.1 tentang

ayat-ayat yang berkaitan dengan balasan dari perbuatan dusta.

1. Dosa Yang Nyata Dalam QS. al-Nisâ‟/4 Ayat 50

“Perhatikanlah, betapa mereka mengada-adakan dusta terhadap

Allah? dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi

mereka)”.

2. Siksa Yang Sangat Menghinakan Dalam QS. al-An‟âm/6 Ayat 93

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat

kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada

saya", Padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang

yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah."

40

Azharuddin Sahil, Indeks al-Quran; Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata Dalam

Al-Quran (Bandung: Mizan, 2007), cet. 1, h. 178

Page 67: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

52

Alangkah dahsyatnya Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang

zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul

dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari ini

kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu

mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena)

kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.”

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah mengenai firman-Nya, “Dan

siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan

terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya"......”.

Ia berkata, Ayat ini turun berkenaan dengan Musailamah, sedangkan ayat,

“....dan orang yang berkata, Saya akan menurunkan seperti apa yang

diturunkan Allah....." turun berkenaan dengan Abdullah bin Sa‟ad bin Abi

Sarh. Dia dahulu menulis surat kepada Nabi Saw., berisi ungkapan

“„Azîzun hakîm”, lalu Nabi Saw. membalas surahnya dan berisi ungkapan

“ghafûrun rahîm”. Tatkala surat balasan itu dibacakan kepadanya, dia

berkata, “ya, sama saja”. Maka dia pun keluar dari Islam dan bergabung

dengan orang-orang kafir Quraisy.

Al-Suddi meriwayatkan hal senada dan ia menambahkan bahwa

Abdullah ini berkata, “kalau Muhammad diberi wahyu, akupun diberi

wahyu. Kalau Allah menurunkan wahyu kepadanya, akupun menerima

seperti apa yang diturunkan Allah itu, Muhammad berkata, “samî‟ân

„alîmân”, akupun berkata, „alîmân hakîmân.”41

41

Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl

(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 101.

Page 68: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

53

3. Kekal Di Dalam Neraka dan Tidak Akan Masuk Surga Dalam QS. al-

A‟râf/7 Ayat 36, 40

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan

menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka,

mereka kekal di dalamnya.

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan

menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi

mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga

unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami memberi pembalasan

kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.”

4. Kemunafikan Dalam Hati Dalam QS. at-Taubah/9 Ayat 77

“Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai

kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri

terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga

karena mereka selalu berdusta.”

5. Disegerakan Masuk Ke Neraka Dalam QS. al-Nahl/16 Ayat 62.

“Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri

membencinya, dan lidah mereka mengucapkan kedustaan, Yaitu bahwa

Sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. Tiadalah

Page 69: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

54

diragukan bahwa nerakalah bagi mereka, dan Sesungguhnya mereka

segera dimasukkan (ke dalamnya).”

6. Neraka Jahannam Dalam QS. al-Ankabut/29 Ayat 68

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang

mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak

tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam

itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?”

Kata “اىنــــزة” al-Kadzib di sini adalah sesuatu yang diucapkan lisan,

namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan isi hati. Kata “اىنــــزة” al-Kadzib

sendri berasal dari kata “ مــزثب-نــزة-مزة ” kadzaba-yukadzibu-kadzibân, yang

artinya “ضـذاىـصذق” diddu al-Sidq, yaitu tidak benar.42

Kata “ د ساــــغ ” ghamarât

yang diartikan sakarat al-maut atau al-Harb al-Maut adalah bentuk jamak dari

“ حســــغ ” ghamrat yang diambil dari akar kata “ؼــــش-اىؽش” ghamara-al-Ghamru

yang artinya “اىــبء اىنـــضش” al-Mâ‟u al-Katsîr, yaitu banyak air, membanjiri, atau

menggenangi. Maksudnya adalah memenuhi sesuatu, atau menutupi dan

menghilangkan bekas-bekasnya. Kata ini mengandung makna kesungguhan dan

ketiadaan ampun yang diberikan oleh para malaikat yang sedang mencabut nyawa

seorang pendusta. Hal ini menggambarkan betapa kasar dan kejamnya malaikat

ketika menghadapi seorang yang pendusta, dan lain-lain, sambil berkata

“keluarkanlah nyawamu untuk menghadapi siksaan yang akan kamu hadapi”.

Inilah balasan bagi orang-orang yang berbuat dusta kepada Allah.43

42

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 50. 43

Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 10 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h.

116. Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,

vol. 4 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 196-197.

Page 70: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

55

Maksud mendustakan ayat-ayat Allah pada ayat 40 surat al-A’raf adalah

mendustakan pokok-pokok dan hukum-hukum agama, seperti yang berhubungan

dengan adanya Allah dan ke-Esaan-Nya, dan yang berhubungan dengan kenabian,

hari kiamat, hari kebangkitan dan lain-lainnya. Maka orang seperti inilah yang

tidak akan dibukakan pintu langit dan tidak akan masuk surga.44

Ada beberapa pengertian tentang tidak dibukakannya pintu langit,

diantaranya adalah tidak akan diterima amal mereka dan tidak akan sampai

kepada Allah. Bahkan bukan saja amal dan usahanya yang tidak sampai kepada

Allah, do‟a dan permintaan pun tidak akan sampai kepada Allah. M. Quraish

Shihab mengutip dari Thahir Ibn Âsyûr yang berpendapat bahwa kalimat abwâbas

sama‟ atau pintu-pintu langit ini hanya untuk mengisyaratkan bahwa mereka tidak

akan memperoleh aneka limpahan karunia ilahi yang bersifat ruhaniah atau

spiritual.45

Demikianlah istilah tersebut menggambarkan keadaan mereka yang

mendapatkan kesesatan sehingga tidak menemukan kemudahan untuk masuk

surga.

Sedangkan maksud perumpamaan kata “hingga unta masuk ke dalam

lubang jarum” dalam ayat tersebut, penulis berpendapat bahwa ini adalah sebuah

penekanan bahwa tidak akan dibukakan pintu langit dan tidak akan masuk surga

selama-lamanya. Sebagaimana unta tidak akan pernah masuk selama-lamanya ke

dalam lubang jarum tersebut. Kalimat ini juga berkaitan erat dengan ayat

sebelumnya, yaitu ayat QS. al-A‟râf {7} ayat 36, yang mengatakan bahwa

penghuni bagi orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt. adalah di neraka dan

44

Departemen agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), jilid 3

(Jakarta: Departemen agama RI, 2004), h. 413. 45

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 5

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 94.

Page 71: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

56

ia kekal di dalamnya. Maka jelas ini adalah sebuah penekanan yang diumpamakan

dengan unta dan jarum.

(لا جش أ ىــ اىـــبس) “tiadalah diragukan bahwa nerakalah bagi mereka”.

Dalam QS. al-Nahl/16 ayat 62, maksudnya adalah tidak ada keraguan pada

mereka untuk memasukkan mereka ke dalam neraka disebabkan karena mereka

selalu melemparkan segala hal yang tidak mereka senangi kepada Allah dan juga

kedustaan mereka yang menyebabkan mereka pantas masuk ke dalam neraka.

Kata lâ jarama sendiri diambil dari kata jarim/orang yang melakukan kejahatan

dengan arti mujrim. Lâ jârimata berarti tidak ada salahnya menghukum mereka,

karena memberikan hukuman kepada orang yang bersalah bukanlah sebuah

pelanggaran. Jadi, lâ jarama mempunyai dua arti, yaitu: mereka berhak mendapat

neraka, dan tidak ada salahnya juga memasukkan mereka ke dalam neraka sebagai

balasan atas perbuatan mereka.46

Kata (ظــي) zulum dalam ayat 68 surat al-Ankabut, mempunyai arti

sebenarnya adalah penganiayaan, maksudnya adalah menempatkan sesuatu tidak

pada tempatnya. Zulum merupakan suatu perbuatan tercela, bahkan besar dan

kecilnya dosa ditentukan oleh besar kecilnya zulum. Semakin besar sasaran

kezaliman, maka semakin besar pula dosa kezalimannya. Kezaliman terhadap

Allah merupakan kezaliman yang paling besar.

Ada tiga penekanan pada ayat ini tentang keburukan kaum musyrikin.

Pertama, kata (إفــزــش) iftarâ, yang artinya mengada-ada, berbohong. Kedua,

kebohongan yang dimaksud bukan kebohongan terhadap makhluk, tetapi terhadap

46

Muhammad Mutawali as-Sya‟râwî, Tafsîr as-Sya‟râwî, jilid 9 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,

t.t.), h. 6234

Page 72: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

57

Allah Swt.. Ketiga, kebohongan ini bukan kebohongan yang kecil tapi (مــزثــب)

kadzibân atau kebohongan besar.47

Dari uraian di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut:

1. Orang yang suka berdusta kepada Allah diancam dengan siksaan yang

pedih, terutama ketika sakarat al-Maut dan menjadi penghuni neraka

jahanam bersama orang munafik dan kafir selama-lamanya

2. Ada dua macam kedzaliman, yaitu:

a. Membuat kedustaan terhadap Allah Swt.

b. Menantang terhadap wahyu dengan membuat serupanya untuk

menandingi al-Quran.

3. Pintu langit (amal, usaha, doa, dan rohnya) tidak dibukakan bagi

orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berlaku sombong

terhadap-Nya. Selain pintu langit tidak dibukakan, Allah juga tidak

akan memasukkan mereka ke dalam surga selama-lamanya.

4. Allah akan menutup hati mereka untuk kebenaran dan mereka selalu

dinaungi oleh kemunafikan sampai mereka menemui Allah Swt.

5. Makhluk yang paling aniaya, paling dzalim adalah orang yang

berdusta kepada Allah Swt.

47

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 10

(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 543.

Page 73: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

58

E. Sumpah Palsu

Hasil penelusuran penulis dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâdz

al-Qur‟an al-Karîm ditemukan beberapa bentuk kata yang mengandung makna

sumpah. Namun untuk menghindari pembahasan yang berbelit-belit dan tidak

mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini, maka penulis perlu

membatasi ayat-ayat sumpah ini yakni lebih menitikberatkan pada ayat-ayat yang

berkenaan dengan dampak sumpah palsu, yang penulis ambil dari buku indeks

alquran48

dan dibantu juga dengan al-Quran digital versi 2.1 tentang ayat-ayat

yang berkaitan dengan balasan dari perbuatan dusta.

1. Tidak akan dilihat oleh Allah Swt. dalam QS. ali „Imrân/3 Ayat 77

“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan)

Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu

tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-

kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari

kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang

pedih.”

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah bahwa ayat ini turun

berkaitan dengan Huyai bin Akhtab, Ka‟ab ibn al-Asyraf, dan orang-orang

Yahudi lainnya yang menyembunyikan Taurat asli yang diturunkan oleh

48

Azharuddin Sahil, Indeks al-Quran; Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata Dalam

Al-Quran (Bandung: Mizan, 2007), cet. 1, h. 425-426.

Page 74: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

59

Allah. Lalu mereka mengubahnya dan bersumpah bahwa itu adalah dari

Allah.49

2. Membinasakan Diri Sendiri dan Allah yang menjadi saksi atas sumpah

seseorang Dalam QS. at-Taubah/9 Ayat 42, 107

“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu Keuntungan yang

mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka

mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu Amat jauh terasa oleh mereka.

mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau Kami sanggup

tentulah Kami berangkat bersama-samamu." mereka membinasakan diri

mereka sendiri50

dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya mereka

benar-benar orang-orang yang berdusta.”

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang

mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang

mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang

mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi

Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.51

Mereka sesungguhnya bersumpah:

"Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan Allah menjadi saksi

bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”

49

Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl

(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 47. 50

Maksudnya mereka akan binasa disebabkan sumpah mereka yang palsu. Lihat al-

Quran digital versi 2.1 51

Yang dimaksudkan dengan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak

dahulu ialah seorang pendeta Nasrani bernama Abu 'Amir, yang mereka tunggu-tunggu

kedatangannya dari Syiria untuk bersembahyang di masjid yang mereka dirikan itu, serta

membawa tentara Romawi yang akan memerangi kaum muslimin. akan tetapi kedatangan Abu

'Amir ini tidak Jadi karena ia mati di Syiria. dan masjid yang didirikan kaum munafik itu

diruntuhkan atas perintah Rasulullah s.a.w. berkenaan dengan wahyu yang diterimanya sesudah

kembali dari perang Tabuk. Lihat al-Quran digital versi 2.1.

Page 75: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

60

Asbabun Nuzul

Ayat 107 ini diturunkan kepada Bani Ghunum bin Auf dari suku

Khazaj yang membangun masjid dhirar atas perintah pendeta Abu Amir

sebagai ungkapan rasa dengki kepada Bani Amru bin Auf dari suku „Aus

yang telah membangun masjid Quba. Mereka meminta Nabi Saw. untuk

shalat di dalamnya sebagaimana beliau telah shalat di masjid Quba‟. Nabi

meminta maaf tidak bisa shalat di sana sampai sekembalinya beliau dari

perang tabuk. Maka kemudian ayat ini turun kepada beliau yang

memberitahukan maksud didirikannya masjid dirar itu, dan

memerintahkan kepada beliau untuk merobohkan serta membakar masjid

itu. 52

Pada kata “ثــعــــذ الله” janji dengan Allah dalam QS. ali Imran/3 ayat 77,

mempunyai dua kemungkinan. Pertama, janji fitrah. Kedua, janji yang diberikan

kepada ahli kitab, yaitu mereka mengetahui kedatangan Nabi Saw dan akan

menyatakan beriman kepadanya. Sebagaimana firman Allah Swt yang berbunyi, 53

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil Perjanjian dari Para nabi:

"Sungguh, apa saja yang aku berikan kepadamu berupa kitab dan Hikmah

kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada

padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan

menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima

52

Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl

(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 242. Lihat juga: Wahbah Zuhaili, dkk.

Ensiklopedia Al-Qur‟an. Penerjemah; Tim Kuwais (Jakarta: Gema Insani, 2007), cet. I, h. 205. 53

Muhammad Mutawali as-Sya‟râwî, Tafsîr as-Sya‟râwî, jilid 3 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,

t.t.), h. 1553

Page 76: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

61

perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka menjawab: "Kami

mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi) dan aku

menjadi saksi (pula) bersama kamu".”

Jadi, sifat dusta dilekatkan pada diri mereka ketika menyatakan beriman,

lalu keimanan mereka ditukar dengan makanan dan pakaian. Perbuatan ini berarti

mereka telah meninggalkan janji Allah. Karena itu Allah berfirman, “mereka itu

tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata

dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak

pula akan mensucikan mereka. Bagi mereka siksa yang pedih.”

Kata (أىـئل) ini kembali kepada kalimat ( ...إ اىزـ شـزش ), artinya ayat ini

ditujukan tidak hanya kepada mereka yang membeli ayat-ayat Allah Swt., namun

juga berlaku untuk mereka yang menyatakan keimanan kepada Rasul Saw

kemudian mengingkarinya. Dan ayat ini berlaku juga bagi seluruh manusia di

setiap waktu.54

Maksud dari kalimat “dan Allah tidak akan berkata-berkata dengan mereka

dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat” adalah bahwa Allah

tidak akan memperdulikan mereka, dan Allah menjauhkan mereka dari rahmat

dan ridha-Nya, dan Allah tidak mau membersihkan dosa-dosanya. Maka

akibatnya mereka mendapatkan ganjaran yang setimpal.55

Orang-orang munafik mengira bahwa sumpah palsu yang mereka ucapkan

menguntungkan bagi mereka dan dapat menutupi sifat kemunafikan mereka,

padahal perbuatan ini hanya mencelakakan diri mereka sendiri, yaitu secara tidak

54

Muhammad Mutawali as-Sya‟râwî, Tafsîr as-Sya‟râwî, jilid 3 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,

t.t.), h. 1554 55

Muhammad Mutawali as-Sya‟râwî, Tafsîr as-Sya‟râwî, jilid 3 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,

t.t.), h. 1554

Page 77: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

62

langsung mereka telah memasukkan diri sendiri dalam kebinasaan. Sumpah palsu

termasuk salah satu dosa besar sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:

56 “Bercerita kepadaku Muhammad ibn Basyâr, bercerita Muhammad ibn

Ja‟far, bercerita Syu‟bah dari Firâs dari as-Sya‟bî dari „Abdullah ibn „Amru dari

Nabi Saw. bersabda: Dosa besar itu adalah menyekutukan Allah, durhaka kepada

kedua orang tua, membunuh diri seseorang, dan bersumpah palsu.”

Dari uraian di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut:

1. Allah langsung yang menjadi saksi terhadap sumpah palsu mereka.

2. Seseorang yang sengaja mengingkari sumpahnya, janjinya akan

mendapatkan murka dari Allah Swt dan mendapatkan siksa yang berat.

3. Ada empat hukuman yang diberikan Allah Swt. kepada orang yang

suka mengingkari janji dan sumpahnya, yaitu:

a. Allah tidak akan memberi rahmat dan ridha kepadanya

b. Allah tidak akan memperdulikan mereka pada hari kiamat.

c. Allah tidak akan menghapus dosa-dosanya.

d. Allah memberikan siksa yang pedih.

4. Perbuatan ini termasuk perbuatan yang harus di jauhi karena

merupakan dosa besar.

56

„Abdullâh Muhammad ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Matan al-Bukhârî Masykûl, jilid 4

(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t), h.186

Page 78: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

63

BAB IV

MENCEGAH BAHAYA LISAN

A. Metode Pencegahan

Dalam bab sebelumnya penulis telah memaparkan tentang pengertian lisan

dan ayat-ayat yang berkaitan dengan bahaya lisan. Sedangkan dalam bab ini

penulis menjelaskan tentang hal yang mendasar dan sangat penting dalam upaya

mencegah atau mengobati penyakit ini serta manfaatnya dalam al-Quran dan

hadis.

Al-Qur‟an adalah obat penawar atas segala penyakit, baik yang ada pada

dada manusia maupun yang ada pada lisan manusia. Sebagaimana firman Allah

Swt. yang berbunyi,

“Dan kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan

rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah

kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Isra‟/17: 72)

Di dalam al-Quran terdapat ayat-ayat tentang mencegah, mengobati

penyakit lisan. Dan ini juga bisa dijadikan sebagai pengobatan dalam Islam untuk

menyembuhkan semua aspek psikopatologi yang bersifat khusus (berdasarkan

nilai-nilai agama). Di antaranya sebagai berikut:

1. Membaca al-Quran

“Dan kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan

rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah

kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Isra‟/17: 72)

63

Page 79: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

64

Allah Swt. mengabarkan tentang kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasul-

Nya Shallallahu „alaihi wa sallam yaitu Al-Qur`an yang tidak terdapat kebatilan di

dalamnya baik dari sisi depan maupun belakang yang diturunkan dari Yang Maha

Bijaksana lagi Maha Terpuji bahwa sesungguhnya Al-Qur`an itu merupakan

penyembuh dan rahmat bagi kaum mukminin, yaitu menghilangkan segala hal

berupa keraguan kemunafikan, kesyirikan, penyimpangan dan penyelisihan yang

terdapat dalam hati. Al-Qur`an-lah yang menyembuhkan itu semua. Di samping

itu, al-Quran merupakan rahmat yang membuahkan keimanan yang selalu

mendorong untuk melakukan kebaikan. Hal ini tidaklah didapatkan kecuali oleh

orang yang mengimani, membenarkan serta mengikutinya. Bagi orang yang

seperti ini Al-Qur`an akan menjadi penyembuh dan rahmat. Adapun orang kafir

yang mendzalimi dirinya sendiri maka tatkala mendengarkan Al-Qur`an tidaklah

bertambah baginya melainkan semakin jauh dan semakin kufur. Sebab ini ada

pada orang kafir itu sendiri, bukan pada Al-Qur`annya. Seperti firman Allah Swt,

...

“... “Katakanlah, Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-

orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada

sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah

(seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (QS, fussilat/41: 44 )

Membaca Al-Qur‟an merupakan ibadah yang paling utama dan dicintai

Allah. Dalam hal ini para ulama sepakat, bahwa hukum membaca Al-Qur‟an

adalah wajib ‘ain. Artinya setiap individu yang mengaku dirinya muslim harus

mampu baca Al-Qur‟an dengan baik dan benar. Kalau tidak, maka ia berdosa.

Page 80: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

65

2. Melakukan shalat malam

“ Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)

dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-

perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.

Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hûd/11: 114)

Shalat malam atau yang biasa disebut dengan shalat tahajud adalah shalat

yang diwajibkan kepada Nabi SAW sebelum turun perintah shalat wajib lima

waktu. Shalat malam merupakan shalat yang sangat dianjurkan untuk

dilaksanakan karena dengan mengerjakan shalat ini seseorang dapat terjaga dari

setiap bahaya yang ada. Ada sembilan keutamaan shalat malam bila dikerjakan

dengan sungguh-sungguh, antara lain :1

1. Dipelihara oleh Allah SWT dari segala macam bencana.

2. Tanda ketaatannya akan tampak kelihatan dimukanya.

3. Dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh semua

manusia.

4. Lisannya akan mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung

hikmah.

5. Dijadikan orang bijaksana yang diberi pemahaman dalam agama.

6. Wajahnya berseri ketika bangkit dari kubur di Hari Pembalasan nanti.

7. Mendapat keringanan ketika di hisab.

8. Dapat melewati jembatan shirotol mustaqim dengan sangat cepat.

9. Catatan amalnya diberikan ditangan kanan.

1 http://tahajudcallmq.wordpress.com/2007/08/20/“-keutamaan-shalat-tahajud-”/. Di

akses pada tanggal 27 Desember 2011

Page 81: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

66

3. Bergaul dengan orang baik dan shaleh

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang

kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah

kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS.

al-Nisâ‟/4: 144)

Salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan dalam menghindari

bahaya lisan adalah dalam pergaulan. Teman yang soleh akan membawa kepada

kebaikan, sebaliknya teman yang buruk akan menjerumuskan kita ke jurang

kenistaan. Rasulullah saw bersabda tentang pentingnya memilih teman,

“Perumpamaan teman yang soleh dan teman yang buruk adalah ibarat penjual

minyak wangi dan peniup tungku. Penjual minyak wangi bisa memberimu tanpa

kita harus membeli, atau (paling tidak) engkau akan mendapatkan bau harum

darinya. Sedangkan peniup tungku bisa membakar pakaianmu atau engkau akan

mencium bau busuk darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam menjelaskan hadits ini Imam An-Nawawi berkata, “Hadits ini

berbicara tentang keutamaan bergaul dengan orang-orang yang soleh, pelaku

kebaikan, tata krama, akhlak mulia, wara‟, berilmu, dan mempunyai sopan santun.

Sebaliknya, hadits ini melarang kita bergaul dengan pelaku kejahatan, pembuat

bid„ah, suka menggunjing, berbuat dosa, dan sikap tidak terpuji lainnya.”2

Berteman dengan seorang yang soleh seperti para ulama, ahli ibadah, ahli

dzikir dan yang lainnya, maka akan mendapatkan hal yang positif. Misalnya

ketika berteman dengan orang yang senang mengunjungi majlis dzikir, maka

2 http://syafiiakrom.wordpress.com/2009/06/18/bergaul-dengan-orang-orang-soleh/. Di

akses pada tanggal 27 Desember 2011.

Page 82: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

67

otomatis akan ikut senang mendatangi majlis dzikir, berteman dengan orang yang

selalu berbicara baik, sopan dan lisannya penuh dengan kalimat thoyibah, maka

secara perlahan sifat tersebut akan menempel kepada temannya yang selalu

bergaul dengannya.

Itulah pentingnya bergaul dengan orang-orang yang sholih. Oleh karena

itu, sangat penting sekali mencari lingkungan yang baik dan mencari sahabat atau

teman dekat yang semangat dalam menjalankan agama sehingga kita pun bisa

tertular aroma kebaikannya. Jika lingkungan atau teman kita adalah baik, maka

ketika kita keliru, ada yang selalu menasehati dan menyemangati kepada

kebaikan.

4. Melakukan puasa

...

“... laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan

yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-

laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah

menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. al-Ahzâb/33:

35)

Sesungguhnya di antara amal shaleh yang agung sisi Allah adalah

berpuasa, dan sungguh syara' telah menganjurkan dan menghimbau kaum

muslimin untuk melaksanakannya dan menjadikannya sebagai salah satu rukun

Islam yang agung. Allah Swt telah memberitahukan bahwa umat-umat terdahulu

tidak pernah terlepas dari puasa tersebut, sebab puasa dapat mendidik akhlak,

menyucikan jiwa dan mendidik kesabaran. Maka inilah alasan penulis untuk

Page 83: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

68

mencantumkan puasa sebagai metode untuk mencegah dari bahaya lisan. Ada

enam keutamaan dalam berpuasa3 :

1. Puasa merupakan salah satu sebab turunnya ampunan dan curahan pahala

2. Puasa merupakan salah satu sebab untuk menyelamatkan diri dari siksaan

api neraka

3. Puasa merupakan salah satu sebab untuk masuk ke dalam surga

4. Puasa merupakan sebuah amalan yang sangat istimewa yang disandarkan

Allah kepada diri-Nya

5. Puasa merupakan benteng dari perbuatan jelek

6. Puasa akan mendatangkan kegembiraan di hati orang yang beriman; yaitu

di dunia ketika dia berbuka/berhari raya dan di akherat ketika dia berjumpa

dengan Allah dengan membawa amalannya

5. Dzikir

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati

menjadi tenteram.” (QS. al-Ra‟d/13: 28)

Sabda Rasulullah Saw. yang berbunyi,

4

“Diceritakan dari Muhammad ibn Basyar, diceritakan dari Muhammad ibn

Yazîd ibn khunais al-Makiy berkata saya telah mendengar dari Sa‟id ibn Hasan al-

3 http://abumushlih.com/keutamaan-puasa.html/

4 Abî „Abdillâh Muhammad ibn Yazîd al-Qazwaynî, Sunan Ibn Mâjah, kitâb al-Futun,

bâb kaf al-Lisân fi al-Fitnah, no. 3971, juz ke-II (Beirut:Dâr al-Fikr, 1995), h. 487.

Page 84: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

69

Makhzûmî berkata diceritakan dari ummu Salih dari Sofiyyah binti Syaibah dari

Ummu Habibah istri Nabi Saw dari Nabi Saw bersabda: Setiap perkataan bani

Adam akan membahayakan dirinya sendiri, tidak ada yang bermanfaat baginya

kecuali menyeru kepada kebaikan, melarang yang mungkar atau berdzkir kepada

Allah Swt. (HR. Ibnu Mâjah)

Barang siapa yang mampu melakukan salah satu dari kelima tekhnik

tersebut maka Allah Swt. akan mengabulkan permintaan dengan menyembuhkan

penyakit yang dideritanya.5

Menurut Syahminan Zaini,6 metode pencegahan seluruhnya ada tujuh

point, namun di sini penulis hanya membatasi enam point dan ditambah dengan

beberapa point dari buku yang lain. Di antaranya adalah :

1. Penyadaran

Yaitu sadar atas kesalahan yang dilakukan dan mengerti,

menghayati ajaran agama dan serta mengamalkannya sehingga dapat

disadari atas apa yang dilakukannya tersebut. Jika manusia telah

menyadari serta menghayati pokok-pokok ajaran Islam serta

mengamalkannya dengan baik dan benar. Maka manusia akan jauh dari

bahaya lisan.

Penyadaran diri terhadap suatu perubahan dalam diri manusia

sangatlah penting karena kesadaran merupakan kunci yang harus dimiliki

pada setiap diri manusia agar perubahan itu dapat tercapai. Dengan adanya

kesadaran yang dimiliki setiap individu, maka akan sangat mudah untuk

menyelesaikan masalah dan penyadaran merupakan langkah awal untuk

mengobati semua kesalahan yang terjadi pada diri seseorang.

5 Mujib dan Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Pers,

2001), h. 218 6 Syahminan Zaini, Penyakit Rohani dan Penyebabnya (Surabaya: al-Ikhlas, 1990), cet.

II, h. 125-142.

Page 85: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

70

2. Waspada (mawas diri)

Waspada artinya selalu memandang diri di dalam setiap gerak-

geriknya, baik gerak-gerik jasmani, maupun gerak-gerik batin. Orang yang

waspada akan selalu mengamati dan memperhatikan dirinya sendiri

terlebih dahulu dalam setiap melakukan perbuatan.

Waspada ini bukanlah perbuatan yang boleh dilakukan sesekali

waktu saja ataupun dalam waktu tertentu saja, melainkan kewaspadaan

harus dilakukan setiap saat, sebab jika manusia lengah terhadap

kewaspadaannya sendiri, maka dengan mudah setan akan menjerumus

manusia ke dalam perbuatan yang buruk, baik yang dilakukan oleh lisan

ataupun hati. Oleh karena itu kewaspadaan harus selalu ada disetiap saat.

Firman Allah Swt. yang berbunyi,

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh

syaitan sebagaimana ia Telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga,

ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada

keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat

kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.

Sesungguhnya kami Telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-

pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. al-A‟raf/7: 27)

3. Tobat

Metode ini merupakan metode yang harus dilakukan oleh setiap

manusia, ketika manusia telah menyadari atas kesalahannya. Agar manusia

memiliki rohani dan jasmani yang bersih dari segala dosa-dosanya dan

Page 86: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

71

berjanji akan tidak mengulanginya kembali. Hal ini berdasarkan firman

Allah Swt. yang berbunyi,

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan

taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan

Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke

dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…” (QS. al-

Tahrîm/77: 8)

Setiap manusia pasti mempunyai kesalahan dan sebaik-baik

manusia adalah yang mau bertobat atas kesalahannya tersebut.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang berbunyi,

7 “Diceritakan dari Ahmad ibn Manî‟, diceritakan Zaid ibn al-

Hubâb, diceritakan „Ali ibn Mas‟adah dari Qatâdah dari Anas berkata,

bersabda Rasulullah Saw: Setiap keturunan Adam pasti mempunyai

kesalahan dan sebaik-baik kesalahannya adalah orang yang mau

bertaubat“. (HR. Ibnu Mâjah)

4. Memperbanyak Amal Saleh

Untuk membetulkan akhlak seseorang adalah dengan memperbanyak

amal saleh. Karena dengan amal saleh semua penyakit yang disebabkan

lisan dapat dicegah dengan baik. Dan dengan perbuatan amal saleh juga

dapat mencegah, menghapus, menghilangkan dan mengobati perilaku yang

buruk.

7 Abî „Abdillâh Muhammad ibn Yazîd al-Qazwaynî, Sunan Ibn Mâjah, kitâb al-Zuhud,

bâb dzikr al-Taubah, no. 4251, juz ke-II (Beirut:Dâr al-Fikr, 1995), h. 577.

Page 87: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

72

Dalam Islam banyak sekali yang bisa dijadikan sebagai amal soleh,

sebagaimana yang telah penulis sebutkan di atas, yaitu membaca al-Quran,

shalat malam, puasa, dzikir, dan masih banyak lagi amal soleh yang masih

bias dijadikan sebagai pengebalan diri terhadap perbuatan-perbuatan jahat

yang dapat merusak akhlak seseorang.

5. Berdoa

Berdoa artinya meminta sesuatu kepada Allah dengan cara

menyatakan kerendahan dan ketundukkan kepada-Nya. Islam mengajarkan

manusia untuk selalu berdoa kepada sang pencipta, karena doa merupakan

senjata kaum mukminin yang dapat membantu manusia agar terhindar,

mengobati, menghilangkan semua penyakit yang diderita oleh manusia.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Doa adalah senjata kaum muslimin

dan tiang agama, serta cahaya langit dan bumi”

Namun diterima atau tidaknya sebuah doa itu ada pada kekuasaan

Allah Swt. bisa jadi tidak diterimanya doa seseorang dikarenakan

kurangnya ketakwaan kepada Allah Swt.. Karena Allah Swt. telah

berfirman dalam al-Quran yang berbunyi,

...

"…Sesungguhnya Allah hanya menerima doa dari orang-orang

yang bertakwa". (QS. al-Mâ‟idah/5: 27)

6. Sabar

Sabar yang dimaksud di sini adalah sabar dalam menghadapi

gejolak hawa nafsu setan agar tidak terjerumus oleh bujuk rayu setan yang

mengakibatkan kerusakan akhlak pada diri manusia. Firman Allah Swt

yang berbunyi,

Page 88: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

73

“Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu

berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang

kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang

yang sabar”. (QS. al-anfal/8: 46)

7. Membiasakan lisan dengan ucapan kalimat at-tayyib

Kalimat at-tayyib ini terbagi menjadi tiga bagian, di antaranya:8

a. Qaulan Karima

Secara harfiah adalah perkataan yang mulia. Artinya ucapan yang

mengandung kemuliaan. Seperti, takbir, tahlil, tahmid, tasbih, dan lain-

lain.

b. Qaulan Sadida

Secara harfiah berarti perkataan yang benar. Artinya ucapan yang

mengandung kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan

Allah Swt. dan manusia.

c. Qaulan Ma’rufa

Secara harfiah berarti perkataan yang membangun, perkataan yang

mengandung kesopanan, kesantunan, nasehat, dan lain-lain.

8. Memperbanyak Diam

Diam merupakan salah satu metode yang sangat dianjurkan

Rasulullah Saw. untuk menghindari bahayanya lisan. Karena diam akan

menjauhkan dari hawa nafsu, memberikan kenikmatan ibadah,

8 Mawardi Labay El-sulthani, Bahaya Provokasi Lidah Tidak Bertulang; Pahit dan

Manisnya Dunia Karena Lidah (Jakarta: al-Mawardi Prima, 2002), cet. I, h. 35-48

Page 89: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

74

melembutkan hati dan mendatangkan kesucian diri dan kehormatan.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang berbunyi,

9

“Diceritakan dari Abu Bakr, diceritakan dari Abu al-Ahwas dari

Abî Hasîn dari Abi Sâlih, dari Abu Hurairah berkata, bersabda Rasulullah

Saw: Barang siapa yang beriman kepada Allah Swt. dan hari akhir,

hendaknya mengatakan perkataan yang baik atau lebih baik diam”. (HR.

Ibnu Mâjah)

Sebagian ulama mengatakan bahwa di dalam diam itu terdapat

tujuh keajaiban yang tersembunyi, di antaranya adalah:

1. Diam termasuk ibadah tanpa susah payah.

2. Diam merupakan perhiasan diri seseorang tanpa harus memakainya.

3. Diam merupakan kemuliaan seseorang tanpa harus adanya kekuasaan.

4. Diam merupakan sebuah benteng seseorang tanpa adanya penjaga.

5. Diam membuat orang menjadi kaya tanpa harus bergantung kepada

orang lain.

6. Diam itu menyenangkan, karena memberi kesempatan kepada malaikat

pencatat amal.

7. Diam menutup aib yang berbicara, karena diam itu perhiasan untuk

orang alim dan merupakan penutup aib bagi orang yang bodoh.10

9 Abî „Abdillâh Muhammad ibn Yazîd al-Qazwaynî, Sunan Ibn Mâjah, kitâb al-Futun,

bâb kaf al-Lisân fi al-Fitnah, no. 3971, juz ke-II (Beirut:Dâr al-Fikr, 1995), h. 486. 10

Erwan Juhara, Suhairi Es-Shabar, Manajemen Lisân; Sarana Keselamatan Dunia-

Akhirat (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2005), cet. II, h. 11

Page 90: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

75

Imam al-Ghazali dalam bukunya “minhajul abidin”11

mengenai lisan

menyatakan bahwa seseorang wajib untuk memelihara lisan. Sebab, di antara

anggota badan dan pancaindera yang paling banyak menimbulkan kerusakan

adalah mulut. Maka menurut al-Ghazali ada lima hal yang harus diperhatikan:

1. Lisan itu sangat berpengaruh terhadap seluruh anggota badan dalam

kebaikan dan keburukan. Al-Ghazali mengutip sebuah hadis yang

berbunyi, diriwayatkan oleh Abu Sa‟id al-Khudri, bahwa anggota

badan anak Adam pada setiap pagi sepadan kepada lisan agar berlaku

baik. Seolah-olah mereka berkata, “wahai lisan, jika engkau berlaku

baik, maka kamipun akan berbuat baik. Dan jika engkau berlaku jahat,

maka kamipun terpaksa berlaku jahat pula.”

2. Ucapan lisan selain dzikrullah adalah sia-sia belaka. Jadi, jangan

membuang-buang waktu secara percuma dengan mengobrol yang tidak

bermanfaat.

3. Menjaga lisan merupakan faktor terpenting dalam mempertahankan

amal saleh. Jika lisan tak terkendali, maka ia akan cenderung membuat

kerusakan amal saleh.

4. Untuk menghindari bahaya dunia, maka berbicaralah sesuai dengan

tempatnya. Imam Sufyan mengatakan, “jagalah mulutmu, jangan

sampai membuat ompong gigimu sendiri”. Artinya, jika seseorang

berbicara seenaknya, maka ada kemungkinan orang tersebut dipukul

hingga giginya ompong atau patah.

11

Imam al-Ghazali, Wasiat Imam Ghazali minhajul Abidin (Jakarta: Darul Ulum Press,

1986), h. 140-142

Page 91: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

76

5. Hal terpenting dalam menjaga, mencegah bahaya lisan adalah dengan

senantiasa mengingat ancaman-ancaman dari Allah Swt.

Imam al-Ghazali mengatakan bahwa siapa saja yang mengalami penyakit

hati dan lisan, maka kata-kata yang baik dapat bermanfaat untuk mendorong

dalam perubahan akhlak seseorang, begitu juga dengan kisah-kisah yang

mendatangkan perumpamaan-perumpamaan atau ancaman-ancaman yang

semuanya itu merupakan upaya untuk mencegah adanya penyakit lisan pada diri

seseorang. Sebagaimana dalam firman-Nya yang berbunyi,

“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam

hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka

pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa

mereka.” (QS. Al-Nisâ‟/4: 63)

Sebab perkataan yang baik dan perilaku yang baik dapat mencegah,

menghapus, menghilangkan dan mengobati perilaku yang buruk. Upaya seperti ini

dapat menjadikan jiwa manusia suci, bersih dan fitri sebagaimana ia baru

dilahirkan dari rahim ibunya.

Demikianlah metode yang digunakan untuk mencegah bahaya lisan yang

selama ini sudah menjadi hal yang wajar dikalangan masyarakat. Semoga penulis

dan para pembaca dapat mempraktekkan metode ini dengan baik dan benar

sehingga penulis dan para pembaca dapat meminimalisirkan kejelekan-kejelekan

yang terdapat dalam lisan.

Page 92: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

77

B. Manfaat Menjaga Lisan

Dalam buku penyakit rohani dan pengobatannya, menurut Syahminan

Zaini,12

ada empat point tentang manfaat menjaga lisan. Namun, penulis juga

menambahkan beberapa manfaatnya berdasarkan hadis shahih. Di antaranya

adalah:

1. Mendapat keutamaan di sisi Allah Swt dan Rasul-Nya.

Dalam hadits al-Bukhari yang berbunyi,

13

“Diceritakan dari Sa‟îd ibn Yahya ibn Sa‟îd al-Qursyî berkata,

diceritakan dari bapak saya berkata diceritakan dari Abu Bardah dari

„Abdillah ibn Abi Bardah dari Abi Bardah dari Abu Musa Ra berkata,

Rasulullah ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-

orang Islam, beliau menjawab: “(Orang Islam yang paling utama adalah)

orang yang selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (HR. Al-Bukhari)

2. Mendapat jaminan surga dari Rasulullah Saw.

Dalam hadis al-Bukhari yang berbunyi,

14

12

Syahminan Zaini, Penyakit Rohani dan Penyebabnya (Surabaya: al-Ikhlas, 1990), cet.

II, h. 125-142. 13

Abî „Abdillah Muhammad ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahih al-Bukhârî bi Hâsyah al-

Sanadî, Kitâb al-Îmân, bâb Ay‟ al-Islâm afdal, juz I (T.tp:Dâr Nahr al-Nayl, t.t.), h. 11. 14

Abî Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn „Ali al-Baihaqî, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ, bab

Bayâni Makârim al-Akhlaq, Juz. 8 (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.) h. 166.

Page 93: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

78

“Diceritakan dari Abu Qâsim „Abd al-Rahman ibn Muhammad al-

Sarâj imlâ‟, diberitakan dari Abu Bakr Muhammad ibn al-Mu‟mil ibn al-

Hasan, diceritakan dari al-Fadl ibn Muhammad al-Sya‟rânî, diceritakan

dari Muhammad ibn Abi Bakr al-Muqaddamî bercerita kepada saya „Umar

ibn „Ali dari Abi Hazim dari Sahl bin Sa‟d berkata, sesumgguhnya

Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang

berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya

(kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-

Bukhari)

3. Terhindar dari penyakit-penyakit jasmani yang disebabkan oleh adanya

penyakit rohani.

4. Terhindar dari ketegangan batin yang disebabkan dorongan hawa nafsu

setan. Orang-orang yang sudah menjauh dari penyakit lisan, maka tidak

akan berani melakukan perbuatan dosa, karena takut kepada segala

ancaman di dunia maupun di akhirat.

5. Terhindar dari macam-macam bahaya.

Bencana atau musibah pada dasarnya terdapat dua macam, yaitu:

a. bencana yang datangnya dari Allah Swt. atau alam. Seperti, gempa

bumi, tsunami, dan lain-lain.

b. bencana yang disebabkan karena kesombongan atau kelalaian manusia

itu sendiri. Seperti, kecelakaan, kebakaran, dan lain-lain.

Orang-orang yang dapat mencegah bahayanya lisan, maka akan

terhindar dari segala bencana dikarenakan mereka telah mempunyai

hubungan yang mesra dengan tuhan, dengan sesama manusia dan

dengan alam. Dan juga mereka mempunyai ketakwaan kepada Allah

Swt. Firman Allah Swt yang berbunyi,

6. Dipermudahkan segala urusan dan memperoleh ketentraman dalam hidup

di dunia maupun di akhirat.

Page 94: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

79

Demikianlah beberapa point tentang menjaga lisan yang dapat penulis

kemukakan pada skripsi ini. Semoga ini menjadi rujukan bagi penulis khususnya

dan pada masyarakat umumnya.

Page 95: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab

sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan akhir sebagai berikut:

1. Semua bahaya lisan dalam al-Qur’an ialah sifat yang sangat dibenci Allah

Swt. dalam hal apapun, karena dapat merusak akhlak seseorang dan orang

lain.

2. Pencegahan bahaya lisan menurut al-Qur’an, yaitu dengan cara membaca

al-Quran serta memahami maknanya dan membiasakan diri dengan

melakukan puasa, dzikir, dan shalat malam.

3. Pengaruh pencegahan ini dalam al-Quran memberikan kebaikan pada

perilaku manusia sehingga manusia dapat menjalankan syariat agama

dengan benar tanpa ada keraguan di dalam memahami agama tersebut.

B. Saran-Saran

Pada awalnya penulis mempunyai impian untuk membuat satu karya

penulisan yang baik dan sesuai dengan standarisasi yang ideal. Tetapi mengingat

waktu yang terus berjalan dan tuntutan yang terus meningkat, maka inilah tulisan

penulis yang sederhana dan yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu

hanya kritik dan saran dari para pembacalah yang akan menilai kapasitas

penulisan ini.

80

Page 96: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

81

Dalam penulisan ini masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam

penelitian mengenai bahaya lisan, oleh karena itu saran penulis kepada para

intelektual muslim agar melakukan penelitian lebih lanjut lagi terhadap bahaya

lisan, karena bahaya lisan tidak hanya yang terdapat pada penulisan ini saja, masih

banyak bahaya-bahaya lisan yang belum dikaji. Oleh karena itu, demi

kesempurnaan peneltian ini dan untuk menambah wawasan pengetahuan

keislaman dunia, alangkah baiknya diadakan penelitian lebih lanjut terhadap

bahaya lisan. Terakhir semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sedikit

pengetahuan untuk penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.

Page 97: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

82

DAFTAR PUSTAKA

Agama RI, Departemen. al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan),

Jilid 3, 4, 5, 7. Jakarta: Departemen agama RI, 2004.

al-Baihaqî, Abî Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali. Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ,

Juz. 10, 8. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.

al-Bâqî, Muhammad Fuad ‘Abd. Mu’jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur’an al-

Karîm. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.

al-Bukhârî, ‘Abdullâh Muhammad ibn Ismâ’îl. Matan al-Bukhârî Masykûl. Jilid 4

Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.

--------. Sahih al-Bukhârî bi Hâsyah al-Sanadî. T.tp:Dâr Nahr al-Nayl, t.t.

Chirzin, Muhammad. Permata Al-Quran. Yogyakarta: QIRTAS, 2003.

El-sulthani, Mawardi Labay. Bahaya Provokasi Lidah Tidak Bertulang; Pahit dan

Manisnya Dunia Karena Lidah. Jakarta: al-Mawardi Prima, 2002.

F. Ganong, William. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 20. Penerjemah

Djauhari Widjayakusumah, ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,

2003.

al-Ghazali, Imam. Mutiara Ihyâ’ ‘Ulûmuddîn. Penerjemah Irwan Kurniawan.

Bandung: Mizan, 1997.

--------, Wasiat Imam al-Ghazali; Minhajul Abidin. Jakarta: Darul Ulum press,

1986.

--------, Bahaya Lidah. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Hawwa, Said. Induk Pensucian diri. Penerjemah Syed Ahmad Semait, dkk.

Singapura: Pustaka Nasional, t.t.

--------, Mensucikan Jiwa; Konsep Tazkiyatun-Nafs terpadu. Penerjemah Aunur

Rafiq Shaleh Tamhid, Lc. Jakarta: Robbani Press, 1999.

Hidayah, Siti. "Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran (Studi Analisis QS. Al-A’raf/7:

199-202)." Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif

hidayatullah Jakarta, 2009.

Ibrohim, Mahyudin. Nasehat 125 Ulama Besar. Jakarta: Darul Ulum, 1987.

W82

Page 98: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

83

Jaarullah, Abdullah bin. Awas! Bahaya Lisan. Penerjemah Abu Haidar, Abu

Fahmi. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Juhara, Erwan dan Es-Shabar, Suhairi. Manajemen Lisân; Sarana Keselamatan

Dunia-Akhirat. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2005.

Manzûr, Ibnu. Lisân al-‘Arabi, Juz 1, 2, 3, 6, 10, 12, 14, 15. Beirut: Dâr Ihyâ’ al-

Turâts al-‘Arabi, t.t.

al-Marâghî, Ahmad Mustafâ. Tafsîr al-Marâghî, Jilid 3, 4, 6, 8, 9. Mesir: Dâr al-

Fikr, t.t.

al-Mawardi, Abul Hasan Ali. Mutiara Akhlak Al-Karimah. Terjemahan Adâb an-

Nafs. Jakarta: Pustaka Amani, 1993.

al-Mishri, Mahmud. Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw. Penerjemah Abdul

Amin, dkk. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009.

Muhammad, Ahsin Sakho, dkk., ed. Tematis Ensiklopedi Al-Quran, Jilid III.

Terjemah al-Mausu’ah al-Qur’âniyah. Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, t.t.

Mujib dan Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo

Pers, 2001.

al-Naisabûri, Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi. Sahih Muslim. Beirut:

Dâr Ihyâ’I al-Turâts al-‘Arabi, t.t.

--------. Sahih Muslim, Jilid I. Beirut: dâr al-Fikri, t.t.

Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.

Nawawi, Mahyuddin Abî Zakariâ Yahya ibn Syarf al-Nawawi. Riyâdhus Shalihin,

bâb Tarjim al-Ghibah wa al-‘Amru Bihafidz. Juz II.

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri

Yuliani Handoyo. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006.

al-Qahthani, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf. Bahaya Lidah; Penyakit Lisan dan

Terapinya. Penerjemah Eko Haryono, Aris Munandar. Jogjakarta: Media

Hidayah, 2003.

al-Quran digital versi 2.1

al-Qazwaynî, Abî ‘Abdillâh Muhammad ibn Yazîd. Sunan Ibn Mâjah. Beirut:Dâr

al-Fikr, 1995.

ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1. Penerjemah

Drs. Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani, 2008.

Page 99: BAHAYA LISAN DAN PENCEGAHANNYA DALAM AL-QUR’AN …

84

Ridwan, Kafrawi, dkk., ed. Ensiklopedi Islam, Vol. I. Jakarta: PT. Ichtiar Baru

Van Hoeve, 1994.

Sahabuddin, dkk, ed. Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, Vol. I. Jakarta:

Lentera Hati, 2007.

--------. Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, Vol. II. Jakarta: Lentera Hati,

2007.

Sahil, Azharuddin. Indeks al-Quran; Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata

Dalam Al-Quran. Bandung: Mizan, 2007.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,

Vol. 1, 2, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 15. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

al-Suyûti, Jalâluddin ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar. Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-

Nuzûl. al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.

al-Sya’râwi, Muhammad Mutawali. Tafsîr as-Sya’râwî, Jilid 3, 4, 5, 9. Kairo:

Akhbâr al-Yaum, t.t.

At-Tamimi, Muhammad. Kitab Tauhid. Jakarta: QALAM, 1995.

Tim penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf, Jilid I. Bandung:

Angkasa, 2008.

Ulfah, Eneng Maria. "Etika Menjaga Lisan Dalam al-Quran; Kajian Terhadap

QS. An-Nisâ ayat 114 dan QS. Al-Hujurat ayat 12." Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Zaini, Syahminan. Penyakit Rohani dan Penyebabnya. Surabaya: al-Ikhlas, 1990.

Zuhaili, Wahbah, dkk. Ensiklopedia Al-Qur’an. Penerjemah Tim Kuwais. Jakarta:

Gema Insani, 2007.

http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah

http://www.anneahira.com/anatomi-lidah.htm.

http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah.

http://endahngawi.blogspot.com/2010/08/urgensi-akhlak-lisan.html.

http://firmanazka.blogspot.com/2010/07/bahaya-lisan-terhadap-ghibah

hukum.html.