Bahan Struma
-
Upload
dedy-hartanto -
Category
Documents
-
view
275 -
download
3
description
Transcript of Bahan Struma
Struma (Pembesaran Kelenjar Gondok)
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormaon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar – debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease). Ada juga struma yang tidak menimbulkan gejala seperti itu bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga pasien datang berobat hanya karena keluhan merasa takut atau risih karena gondoknya membesar, hal ini bisa disebabkan oleh cairan tiroid (kista tiroid) dan kanker kelenjar tiroid. Struma juga bisa disebakan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama (gondok endemik). Pemeriksaan yang dilakukan adalah mengetahui dulu status horman tiroid dengan pemeriksaan FT4 dan TSH, USG kelenjar tiroid dan scanning kelenjar tiroid. Pengobatan dari struma ini tergantung dari status horman tiroid (hipertiroid, eutiroid atau hipotiroid), dari USG apakah mengandung cairan (kista tiroid) dan dari scanning tiroid (HOT atau COLD) nodul.
STRUMA NODOSA NON TOKSIK. (PEMBESARAN KEL, TIROID)
STRUMA NODOSA NON TOKSIK
PENGERTIAN Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul ,tanpa disertai tanda – tanda hipertiroidisme,berdasarkan jumlah nodul ,dibagi :• Struma mononodosa non toksik• Struma multinodosa nontoksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif,nodul dibedakan menjadi : nodul dingin ,nodul hangat,nodul panas,
Sedangkan berdasarkan konsistensinya ,nodul dibedakan menjadi ;nodul lunak ,nodul kistik, nodul keras,nodul sangat keras,
DIAGNOSISAnamnesis :• Sejak kapan benjolan timbul• Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap • Cara membesarkanya : cepat atau lambat• Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja• Riwayat keluarga• Riwayat penyinaran daerah pada waktu kecil/muda• Perubahan suara• Gangguan menelan ,sesak nafas• Penurunan berat badan
• Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik ;• Umum• Local ;o Nodul tunggal atau majemuk,atau difuso Nyeri tekano Konsistensio Permukaano Perlekatan pada jaringan sekitarnya o Pendesakan atau pendorongan trakeao Pembesaran kelenjar getah bening regionalo Pemberton’s sign
Penilaian risiko keganasan :Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak ,tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :• Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak • Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun,• Gejala hipo atau hipertiroidisme• Nyeri berhubungan dengan nodul• Nodul lunak, mudah degerakan• Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.
namnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid :• Umur < 20 tahun atau > 70 tahun• Gender laki- laki• Nodul disertai disfagi ,serak atau obstruksi jlan napas• Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu – bulan )• Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak – anak atau dewasa ( juga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak )• Riwayat keluarga kanker tiroid meduler• Nodul yang tunggal ,berbatas tegas ,keras,irregular dan sulit digerakan • Paralysis pita suara• Temuan limpadenofati servikal• Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL
Langkah diagnosis I :TSHs FT4Hasil : non –toksis – langkah diagnostic H :BAJAH nodul tiroidHasil ; A ganasB curiga C jinakD tak cukup /sediaan tak representative
DIAGNOSIS BANDING• Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa
pertumbuhan ,pubertas laktasi,menstruasi,kehamilan menopause,infeksi,stes lain .• Tiroiditis akut• Tiroiditis subakut• Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto),fibrous-invasif ( riedel )• Simple goiter• Struma endemic• Kista tiroid,kista degenerasi• Adenoma• Karsinoma tiroid primer,metastatik• Limfoma
PEMEIKSAAN PENUNJANG• Laboratorium : T4 atau T3, dan TSHs• Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroido Bila hasil laboratorium; non –toksiko Bila hasil lab,(awal ) toksik,tetapi hasil scan : cold nodule – syrat sudah menjadi eutiroid,• USG tiroido Pemantau kasus nodul yang tidak diopersi o Pemendu pada BAJAH• Sidik tiroid :o Bila klinis ganas,tetapi hasil sitologi dengan BAJAH ( 2 X );jinakm ,o Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas• Petanda keganasan tiroid ( bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medular,diperiksakan kalsitonik)• Pemeriksaaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,curiga penyakit hashimoto
TERAPISesuai hasil BAJAH ,maka terapi :A, Ganas ;------- operasi tirodektomi near total ;B, curiga ;-------- operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku (VC)Bila hasil = ganas ---- operasi tiroidektomi near totalBila hasil = jinak ----- operasi lobektomi,atau tiroidektomi near Total.--- alternatif ; sidik tiroid,bila hasil = cold nodule --- operasi C, tak cukup / sediaan tak representatif Jika nodul solid ( saat BAJAH ); ulang BAJAH.§§ Bila klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi Bila§ klinis curiga ganas rendah ----- observasi Jika nodul kistik (saat§ BAJAH ) ;aspirasi Bila kista regresi ---- observasi§ Bila§ kista rekurens,klinis curiga ganas rendah ---- observasi Bila§ kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi
D,jinak* terapi dengan levo-tiroksin ( LT 4) dosis subtoksis .• Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari )
• Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3 – 4 hari )• Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis ; dosis - menjadi 2 x 100 ug sampai 4 --- 6 minggu , kemudian evaluasi TSH ( target 0,1 - 0,3 ulU /L)• Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan • Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak ( berhasil bila mengecil > 50 % dari volume awal )o Bila nodul mengecil atau tetap --- L – tiroksin dihentikan dan diobservasi;o Bila setelah itu struma membesar lagi ,maka L-tiroksin dimulsi lagi ( target TSH 0,1 – 0,3 ul U/L )o Bila setelah 1- tiroksin dihentikan ,struma tidak berubah ,diobservasi saja.o Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi --- obat dihentikan dan operasi tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi --- hasi PA :§ Jinak teapi dengan L_tiroksin ; target TSH 0,5 – 3,0 uI U/L Ganas§ terapi L-tiroksin • Individu dengan risiko ganas tinggi :target TSH < 0,01 – 0,05 uI U/L• Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 – 0,1 uI U / L
STRUMA
Defenisi
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Embriologi
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998). Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm,
yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian
membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring.
Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis
lidah.
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap.
Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten
duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan
membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid,
merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.(IPD I). Kelenjar
tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin. (De
Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Anatomi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia
prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan
syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang
kelenjar tyroid (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea
2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap
gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan
dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar
tyroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis
Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh
jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular (Djokomoeljanto, 2001).
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang
kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl.
Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus
thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto,
2001).
Histologi
Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas
banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri
dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya
menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk
membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan
pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000)
(Djokomoeljanto, 2001)
Fisiologi Hormon Tyroid
Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif
hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di
perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap
dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi
menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam
tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang
terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang
kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,
hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG)
atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA) (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998).
Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen
(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang
mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan
hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang
tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler (Djokomoeljanto, 2001).
Pengaturan faal tiroid :
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid
stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan
hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal
yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon
bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan
mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid
Efek metabolisme Hormon Tyroid : (Djokomoeljanto, 2001) 1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis
besar bersifat katabolik
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat,
cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis
tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan
ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar
kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid
meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.
Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus
gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia
defesiensi besi dan hipotiroidisme.
Klasifikasi Struma
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)
Menurut American society for Study of Goiter membagi :
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis
kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih
kepada perubahan bentuk anatomi.
1. Struma non toxic nodusa
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi
pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non
toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang
dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan
dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid
autoimun
3. Goitrogen :
§ Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang
mengandung yodium
§ Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang
batu dan batubara.
§ Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah),
padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan
nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)
2. Struma Non Toxic Diffusa
Etiologi : (Mulinda, 2005)
1. Defisiensi Iodium
2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan
hormon tiroid.
4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo
tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin
5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.
6. Terpapar radiasi
7. Penyakit deposisi
8. Resistensi hormon tiroid
9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
10. Silent thyroiditis
11. Agen-agen infeksi
12. Suppuratif Akut : bacterial
13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
14. Keganasan Tiroid
2. Struma Toxic Nodusa
Etiologi : (Davis, 2005)
1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
2. Aktivasi reseptor TSH
3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein Ga
4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1,
epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.
4. Struma Toxic Diffusa
Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit
autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya (Adediji,2004)
Patofisiologi :
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-
Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan
struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke
kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa (Mulinda, 2005)
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan
produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar
tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk
struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid,
defisiensi iodida dan goitrogen (Mulinda, 2005)
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap
hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi
human chorionic gonadotropin (Mulinda, 2005)
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu
morfologi dan faal struma.
Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui
dengan palpasi atau auskultasi :
1. Bentuk kista : Struma kistik
§ Mengenai 1 lobus
§ Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan
§ Kadang Multilobaris
§ Fluktuasi (+)
2. Bentuk Noduler : Struma nodusa
§ Batas Jelas
§ Konsistensi kenyal sampai keras
§ Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea
3. Bentuk diffusa : Struma diffusa
§ batas tidak jelas
§ Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek
4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa
§ Tampak pembuluh darah
§ Berdenyut
§ Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
§ Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein
Dari faalnya struma dibedakan menjadi : 1. Eutiroid
2. Hipotiroid
3. Hipertiroid
Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :
1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid
2. Toksik : Hipertiroid
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
1. Tekanan darah meningkat
2. Nadi meningkat
3. Mata :
§ Exopthalmus
§ Stelwag Sign : Jarang berkedip
§ Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu melihat ke bawah
§ Morbus Sign : Sukar konvergensi
§ Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi
§ Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup
4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus
5. Jantung : Takikardi
Status Lokalis :
1. Inspeksi
§ Benjolan
§ Warna
§ Permukaan
§ Bergerak waktu menelan
2. Palpasi
§ Permukaan, suhu
§ Batas :
Atas : Kartilago tiroid
Bawah : incisura jugularis
Medial : garis tengah leher
Lateral : M. Sternokleidomastoideus
STRUMA NON TOKSIK
Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak
berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini
disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma
nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan
karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan
perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan
penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler
yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena
pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali
benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya
bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea
pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi
dispnea dengan stridor inspirator (Noer, 1996) .
Manifestasi klinis
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :
1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan
nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar,
mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak
napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya
yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul
perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau
(Tim penyusun, 1994).
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah
lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening,
sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena
benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun,
1994).
Diagnosis
Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari
struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan
banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita
pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis
kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma
tiroid tipe meduler) (Tim penyusun, 1994).
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai (Mansjoer, 2001) :
1. jumlah nodul
2. konsistensi
3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak
4. pembesaran gelenjar getah bening
Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah
yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah
hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan
jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.
Pada palpasi harus diperhatikan :
o lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)
o ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)
o konsistensi
o mobilitas
o infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar
o apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian yang masuk ke
retrosternal)
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya
pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang
multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih
keras dari pada yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya
metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler (Tim penyusun, 1994).
Pemeriksaan penunjang meliputi (Mansjoer, 2001) :
1. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah
fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam
secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil
sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
o nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini
menunjukkan sekitarnya.
o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama
dengan bagian tiroid yang lain.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi
belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG :
o kista
o adenoma
o kemungkinan karsinoma
o tiroiditis
3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya,
sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum
halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik
biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
interpretasi oleh ahli sitologi.
4. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai
Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan
sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila <>o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang
ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan
pemeriksaan lain.
5. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum
normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-
rata 424 ng/ml.
Penatalaksanaan
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :
1. keganasan
2. penekanan
3. kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya
satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal
tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi
kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya
ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
1. inoperabel
2. kontraindikasi operasi
3. ada residu tumor setelah operasi
4. metastase yang non resektabel
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai
supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi
baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak
resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari p.o
STRUMA TOKSIK
Struma difus toksik (Grave’s Disease)
Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi akibat
antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu
sendiri (Mansjoer, 2001).
Manifestasi klinis
Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal.
Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar
tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan (Price dan Wilson, 1994).
Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis
yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak
bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat,
palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa
oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati
ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag
(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi.
Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang
mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan
ekstraokuler (Price dan Wilson, 1994).
Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien
usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis
hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada
kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis.
Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone
sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat (Mansjoer,
2001).
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium
radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1. Obat antitiroid
Indikasi :
1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda
dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan
pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
5. Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol 30-60 5-20
Metimazol 30-60 5-20
Propiltourasil 300-600 5-200
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi :
1. pasien umur 35 tahun atau lebih
2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik
2. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :
1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Struma nodular toksik
Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease (Sadler et al, 1999).
Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.
Manifestasi klinis
Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi
digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan
pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang
berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular
toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan
mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada
manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves (Price dan
Wilson, 1994). Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak
di retrosternal (Sadler et al, 1999)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat
TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya
tidak ditemukan (Sadler et al, 1999)
Penatalaksanaan
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi
biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti
penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis
radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi
pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi
dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
PENYAKIT TIROID YANG LAIN
Tiroiditis
Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.
Klasifikasi (Noer, 1996) :
1. Akut (supuratif)
Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi bakterial
ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah, penyebaran
langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus
yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa
nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada
pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang
lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED
meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus
gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol.
Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik).
Jika infeksi sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi
dan drainage.
2. Subakut
Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun. Pasien
mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai hipertiroidisme
ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya
disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain hipertiroidisme. Pemeriksaan
laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar
hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh
proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan
bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat
diberikan glukokortokoid misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.
3. Menahun
1. limfositik (Hashimoto)
merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa, tiroiditis
autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya
membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri
spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Kelainan
histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis.
Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui biopsi. Bila kelenjar
tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda
karena kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin dapat
mempercepat hal tersebut.
2. Non spesifik
3. fibrous-invasif (Riedel)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya
De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., JakartaDjokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet
(Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta
Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., JakartaMulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,
Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill., Newyork.
1.
Pengertian struma nodosa non toksikStruma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).
1.
Anatomi kelenjar tyroidKelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi, lobus terletak di
sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan dengan jembatan jaringan tiroid, yang disebut isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior trakea. Secara mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing – masing menyimpan materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan dan mensekresi kedua hormon utama T3 (triodotironin) dan T4 (tiroksin). Jika kelenjar secara aktif mengandung folikel yang besar, yang masing – masing mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam jumlah besar sel – selnya, sel – sel parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini dan dua hormon lainnya mempengaruhi metabolisme kalsium. Hormon – hormon ini akan dibicarakan kemudian.
1.
EtiologiAdanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1. 1.
Defisiensi iodiumPada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
1. 1.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
1.
PatofisiologiIodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan
pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
1.
Gejala-gejalaPada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
1.
DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik, melalui :
1. 1.
Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.Pencegahan
2. PenatalaksanaanDengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat.EdukasiProgram ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.Penyuntikan lipidolSasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
1. 1.
Tindakan operasi