BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB...

12
BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Binong Kelurahan Binong merupakan salah satu kelurahan dari 151 kelurahan yang terdapat di Kota Bandung, termasuk ke dalam Kecamatan Batununggal. Terdiri dari sepuluh Rukun Warga (RW) dan 72 Rukun Tetangga (RT). Di Kelurahan Binong terdapat Kawasan Sentra Industri dan Perdagangan (KSIP) rajutan Binongjati. Sentra rajutan Binongjati merupakan salah satu kawasan dari lima kawasan yang sedang dilakukan revitalisasi oleh Pemerintah Kota Bandung. Selain itu, pada kawasan Binongjati terkonsentrasi lebih dari 80 persen usaha rajutan di Kecamatan Batununggal atau sekitar 400 unit usaha rajutan. Secara geografis, Kelurahan Binong memiliki luas sebesar 0,72 km 2 . Struktur geografis Kelurahan Binong dibatasi oleh wilayah : Sebelah Utara : Kelurahan Maleer, Kecamatan Batununggal Sebelah Selatan : Kelurahan Margasenang, Kecamatan Margacinta Sebelah Barat : Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batunuggal Sebelah Timur : Kelurahan Kebon Kangkung, Kecamatan Kiaracondong Kondisi geografis Kelurahan Binong terletak pada ketinggian tanah 760 meter di atas permukaan laut. Banyaknya curah hujan yaitu sebanyak 2.400 mm/tahun dan rata-rata suhu udara adalah 37 0 celcius. Orbitasi wilayah, yaitu jarak dari Pusat Pemerintahan Kelurahan adalah sebagai berikut : Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Batununggal : 1 km Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota Bandung : 5 km Jarak dari Ibukota Propinsi Jawa Barat : 6 km Jarak dari ibukota Negara Indonesia : 124 km Lokasi penelitian terdapat di kawasan Binongjati, Binongkulon dan Binongtengah. Kawasan sentra rajut Binongjati jika dilihat berdasarkan pengamatan tentang lay out dan situasi kawasan, kawasan ini belum menampakan seperti suatu kawasan, karena rumah-rumah masih berjejer seperti tidak ada aktivitas usaha. Susunan rumah-rumah yang berfungsi sebagai tempat produksi dan toko (tempat pemasaran) cukup teratur di sepanjang jalan kawawan

Transcript of BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB...

Page 1: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Binong

Kelurahan Binong merupakan salah satu kelurahan dari 151 kelurahan

yang terdapat di Kota Bandung, termasuk ke dalam Kecamatan Batununggal.

Terdiri dari sepuluh Rukun Warga (RW) dan 72 Rukun Tetangga (RT). Di

Kelurahan Binong terdapat Kawasan Sentra Industri dan Perdagangan (KSIP)

rajutan Binongjati. Sentra rajutan Binongjati merupakan salah satu kawasan dari

lima kawasan yang sedang dilakukan revitalisasi oleh Pemerintah Kota Bandung.

Selain itu, pada kawasan Binongjati terkonsentrasi lebih dari 80 persen usaha

rajutan di Kecamatan Batununggal atau sekitar 400 unit usaha rajutan.

Secara geografis, Kelurahan Binong memiliki luas sebesar 0,72 km2.

Struktur geografis Kelurahan Binong dibatasi oleh wilayah :

∼ Sebelah Utara : Kelurahan Maleer, Kecamatan Batununggal

∼ Sebelah Selatan : Kelurahan Margasenang, Kecamatan Margacinta

∼ Sebelah Barat : Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batunuggal

∼ Sebelah Timur : Kelurahan Kebon Kangkung, Kecamatan Kiaracondong

Kondisi geografis Kelurahan Binong terletak pada ketinggian tanah 760

meter di atas permukaan laut. Banyaknya curah hujan yaitu sebanyak 2.400

mm/tahun dan rata-rata suhu udara adalah 370 celcius. Orbitasi wilayah, yaitu

jarak dari Pusat Pemerintahan Kelurahan adalah sebagai berikut :

∼ Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Batununggal : 1 km

∼ Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota Bandung : 5 km

∼ Jarak dari Ibukota Propinsi Jawa Barat : 6 km

∼ Jarak dari ibukota Negara Indonesia : 124 km

Lokasi penelitian terdapat di kawasan Binongjati, Binongkulon dan

Binongtengah. Kawasan sentra rajut Binongjati jika dilihat berdasarkan

pengamatan tentang lay out dan situasi kawasan, kawasan ini belum

menampakan seperti suatu kawasan, karena rumah-rumah masih berjejer seperti

tidak ada aktivitas usaha. Susunan rumah-rumah yang berfungsi sebagai tempat

produksi dan toko (tempat pemasaran) cukup teratur di sepanjang jalan kawawan

Page 2: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

35 ini. Keberadaan kawasan sentra rajut Binongjati belum didukung oleh kondisi

fisik jalan dan situasi lingkungan lainnya.

Lokasi kawasan yang berdekatan dengan lokasi Pasar Saeuran (pasar

tradisional di Kelurahan Binong) dan kondisi jalan yang rusak menjadikan

kawasan ini cenderung terlihat kumuh pada saat masuk ke kawasan. Hanya

terlihat gapura sederhana yang menandakan pintu masuk ke kawasan. Penataan

parkir masih belum ada dan cenderung semrawut. Keberadaan PKL dan

pedagang asongan di dalam kawasan tidak terlihat, kecuali pada gerbang pintu

masuk terlihat di depan Pasar Saeuran. Secara menyeluruh kawasan ini tidak

memiliki fasilitas layaknya suatu kawasan wisata produksi dan perdagangan.

Di sepanjang jalan Binongjati terlihat bangunan rumah dan warung

berjejer, hanya sedikit bangunan rumah yang menunjukkan lokasi industri

rajutan. Namun jika kita masuk ke gang-gang kecil di kiri dan kanan jalan, maka

akan terlihat suatu kawasan sentra produksi rajutan. Hampir setiap rumah di

dalam gang-gang kecil ini adalah industri rajutan. Sebagian besar industri rajutan

dilakukan di rumah, sangat jarang yang memiliki tempat khusus untuk produksi.

Sebagian besar tidak memiliki ruang tamu, karena digunakan untuk mesin-mesin

rajut berproduksi.

Suara bising mesin rajut terdengar hampir dari setiap rumah mulai pagi

hari sampai dengan jam sepuluh malam. Pada waktu pengiriman barang maka

kegiatan produksi bisa sampai dengan pukul tiga dini hari. Pada sore hari

kendaraan hilir mudik keluar masuk kawasan ini, mulai dari mobil kecil hingga

truk pengangkut barang menjadikan jalan Binongjati menjadi macet. Setiap

harinya sekitar tiga truk besar dan beberapa mobil pick up mengangkut barang

rajutan ke beberapa distributor, baik ke Tanah Abang Jakarta, Tegal Gubuk

Cirebon, Surabaya maupun beberapa daerah lainnya di Indonesia. Dari Tanah

Abang Jakarta barang rajutan dari Binongjati ini sebagian besar di ekspor ke luar

negeri. Belum ada pengusaha rajutan yang melakukan ekspor langsung ke luar

negeri.

Page 3: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

36 4.2 Kependudukan1

Penduduk merupakan salah satu dari tiga hal pokok yang merupakan

komponen utama terbentuknya suatu negara, selain wilayah dan pemerintahan.

Tiga hal pokok tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya. Karakteristik

yang paling mewakili dalam menentukan gambaran suatu wilayah adalah masalah

kependudukan, karena penduduk sebagai suatu subjek pokok suatu wilayah

merupakan komponen yang selalu mengalami perkembangan (dinamic

component) dari waktu ke waktu.

Sebagai ibukota propinsi, Kota Bandung merupakan kota besar di mana

sekarang ini perkembangannya semakin pesat baik perkembangan secara fisik

maupun non fisik. Perkembangan Kota Bandung yang demikian pesat telah

menarik sangat banyak penduduk pendatang, baik yang akhirnya menetap maupun

penduduk komuter. Di Kelurahan Binong sendiri penduduk komuter adalah buruh

rajutan yang pulang seminggu sekali, berasal dari Kabupaten Bandung,

Kabupaten Garut, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya,

dan Kota Tasikmalaya.

Penduduk Kelurahan Binong pada akhir bulan Agustus 2008

berdasarkan Laporan Kependudukan Bulan Agustus 2008 Kelurahan Binong

berjumlah sebanyak 17.421 jiwa, dengan rincian 8.939 jiwa (51,31 persen)

penduduk laki-laki dan 8.482 jiwa (48,69 persen) penduduk perempuan. Jika

dibandingkan dengan jumlah penduduk pada akhir tahun 2007, maka penduduk

Kelurahan Binong pada bulan Agustus tahun 2008 mengalami peningkatan yang

signifikan. Jumlah penduduk akhir tahun 2007 adalah 14.103 jiwa, dengan rincian

6.992 jiwa (49,58 persen) penduduk laki-laki dan 7.111 jiwa (50,42 persen)

penduduk perempuan. Dengan demikian dalam jangka waktu delapan bulan saja

terjadi pertumbuhan penduduk yang cukup drastis, yaitu mencapai 23 persen. Hal

ini dimungkinkan sebagai hasil dari Pemutakhiran Data Kependudukan Kota

Bandung yang dilakukan pada bulan April 2008 dalam rangka pendataan pemilih

di Kota Bandung. Pendataan ini dilakukan secara sensus ke rumah-rumah,

1 Berdasarkan Data Monografi Kelurahan yang memerlukan interpretasi lebih mendalam secara statistik

Page 4: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

37 sehingga data penduduk menurut kelompok umur lebih akurat jika dibandingkan

dengan laporan jumlah penduduk sebelumnya.

Grafik 4.1 Penduduk Kelurahan Binong Menurut Jenis Kelamin Desember 2007 dan Agustus 2008

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

Laki-laki PerempuanDesember 2007

Agustus 2008 Sumber : Laporan Rekapitulasi Penduduk Kelurahan Binong 2007 dan Agustus 2008, diolah

Dengan luas wilayah sekitar 0,72 km2 dan jumlah penduduk sebanyak

17.253 jiwa maka kepadatan penduduk di Kelurahan Binong pada bulan Agustus

2008 adalah 23.963 jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk di Kelurahan Binong

ini tergolong sangat padat. Dibandingkan dengan tingkat kepadatan penduduk di

Kota Bandung sekitar 13.500 jiwa/km2, maka tingkat kepadatan di Kelurahan

Binong jauh lebih tinggi dari rata-rata tingkat kepadatan penduduk di Kota

Bandung.

Komposisi penduduk Kelurahan Binong juga dapat dilihat berdasarkan

golongan umur. Berdasarkan jumlah penduduk menurut golongan umur dapat

diketahui struktur umur penduduk, apakah termasuk struktur penduduk muda atau

struktur peduduk tua. Jumlah penduduk Kelurahan Binong yang usianya kurang

dari 15 tahun berjumlah sekitar 22,73 persen (3.960 jiwa) dan penduduk usia 65

tahun lebih berkisar 0,69 persen (120 jiwa). Struktur umur penduduk muda

Page 5: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

38 ditunjukkan dengan proporsi penduduk yang usianya kurang dari 15 tahun adalah

lebih dari 40 persen, sedangkan struktur umur penduduk tua ditunjukkan apabila

proporsi penduduk dengan usia lebih dari 65 tahun adalah lebih dari sepuluh

persen. Dengan demikian struktur umur penduduk Kelurahan Binong merupakan

struktur umur penduduk ”peralihan” yang mengindikasikan bahwa Kelurahan

Binong memiliki potensi besar dalam kelompok umur produktifnya, yang apabila

diberdayakan akan menunjang keberhasilan pembangunan di segala bidang.

Grafik 4.2 Piramida Penduduk Kelurahan Binong Agustus Tahun 2008

2000 1500 1000 500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000

0 –4

5 –9

10 –14

15 –19

20 –24

25 –29

30 –34

35 –39

40 –44

45 – 49

50 –54

55 –59

60 –64

65 +PerempuanLaki-laki

Sumber : Laporan Rekapitulasi Penduduk Kelurahan Binong Agustus 2008, diolah

Piramida penduduk Kelurahan Binong mempunyai kecenderungan

gembung di tengah, mengindikasikan struktur umur penduduknya, yaitu struktur

umur peralihan. Berdasarkan piramida di atas terlihat bahwa penduduk perempuan

golongan umur 20 – 24 tahun jumlahnya relatif tinggi (mencapai lebih dari 32

persen). Tingginya jumlah penduduk perempuan pada golongan umur ini

dimungkinkan adalah pendatang perempuan (kaum migran) yang bekerja sebagai

buruh rajut pada industri rajutan Binongjati.

Page 6: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

39

Berdasarkan komposisi ini dapat dilihat sex ratio menurut golongan

umur. Sex ratio menurut golongan umur dapat menunjukkan pola sex ratio dari

umur muda (mulai dari kelahiran) hingga umur tua. Sex ratio penduduk Kelurahan

Binong adalah sebesar 105,39. Hal ini menunjukkan komposisi penduduk

menurut jenis kelamin di Kelurahan Binong, di mana penduduk laki-laki lebih

banyak dibandingkan penduduk perempuan.

Berdasarkan grafik 4.2 terlihat ada beberapa golongan umur yang

memiliki sex ratio cukup ekstrim, yaitu terdapat perbedaan yang mencolok antara

jumlah penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Sex ratio golongan umur 25

– 29 tahun, 40 – 44 tahun, dan 45- 49 tahun menunjukkan angka lebih dari 150.

Angka ini menunjukkan jumlah peduduk laki-laki pada golongan umur ini lebih

dari 1,5 kalinya penduduk perempuan. Golongan umur 25 – 29 tahun juga

mempunyai sex ratio sebesar 176,43 yang mengandung pengertian bahwa

komposisi penduduk laki-laki lebih tinggi 1,76 kali dari penduduk perempuan.

Demikian pula pada golongan umur 20 – 24 tahun sex ratio sebesar 56,64. Hal ini

menunjukkan jumlah penduduk laki-laki pada golongan umur ini hampir setengah

kali dari jumlah penduduk perempuan. Relatif ekstrimnya angka sex ratio pada

beberapa golongan umur ini dapat dimaklumi pada kondisi Kelurahan Binong, di

mana wilayah ini merupakan salah satu kawasan sentra industri di Kota Bandung

sehingga menarik minat pendatang untuk mencari nafkah sebagai buruh rajut di

kawasan ini.

Berdasarkan data penduduk menurut golongan umur juga dapat

diketahui angka rasio beban ketergantungan, yaitu tingkat ketergantungan dari

penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun dengan penduduk usia lebih dari 65

tahun terhadap penduduk usia 15 – 64 tahun. Berdasarkan tabel 4.2 diketahui

bahwa rasio ketergantungan penduduk Kelurahan Binong adalah 30,58. Hal ini

mengandung pengertian bahwa dari 100 (seratus) jiwa penduduk usia produktif

menanggung 31 jiwa penduduk usia tidak produktif. Dengan demikian beban

ketergantungan dari penduduk tidak produktif di Kelurahan Binong relatif rendah.

Hal ini dapat dimaklumi karena struktur umur penduduk di kelurahan ini adalah

struktur umur transisi/peralihan, di mana pada struktur ini mayoritas penduduk

berada pada usia produktif.

Page 7: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

40 4.3 Sistem Ekonomi

Mata pencaharian penduduk Kelurahan Binong relatif beragam, mulai dari

Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, karyawan swasta, wiraswasta,

pedagang, petani, pertukangan, jasa dan pemulung. Mata pencaharian yang relatif

dominan di Kelurahan Binong adalah pengusaha rajutan, buruh rajut tidak dibayar

(pekerja keluarga), dan buruh makloon di usaha rajutan. Berdasarkan data ini juga

terlihat ada bias mata pencaharian. Persentase terbesar adalah pelajar dan

mahasiswa (lebih dari 80%), padahal kita pahami bersama bahwa status sebagai

pelajar dan mahasiswa bukanlah mata pencaharian. Jika dibandingkan dengan

data jumlah penduduk menurut golongan umur terlihat jelas bahwa angka

penduduk yang mata pencahariannya sebagai pelajar adalah over estimate.

Penduduk usia sekolah (5-19 tahun) adalah sebanyak 4.415 jiwa, lebih rendah dari

jumlah penduduk yang mata pencahariannya sebagai pelajar. Hal ini kiranya dapat

menjadi perhatian dalam pengumpulan data kependudukan di masa mendatang.

Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi (SE) 2006, yaitu pendataan unit

usaha baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum non pertanian di Kota

Bandung, jumlah usaha/perusahaan di Kelurahan Binong adalah sekitar 1.742

usaha. Jika dirinci menurut lokasi usaha, maka jumlah usaha dengan lokasi usaha

tetap dan tempat permanen adalah sebanyak 1.081 usaha dan usaha dengan lokasi

tidak tetap atau di luar bangunan (kaki lima, pedagang keliling) sebanyak 661

usaha.

Berdasarkan hasil SE 2006 kegiatan usaha yang paling banyak di

Kelurahan Binong adalah kegiatan perdagangan besar dan eceran. Adanya Pasar

Saeuran dan pusat perdagangan jalan Kiaracondong di Kelurahan Binong

merupakan salah satu penyebab besarnya jumlah usaha perdagangan besar dan

eceran di kelurahan ini. Sekitar 38,40 persen usaha yang ada di Kelurahan Binong

adalah usaha perdagangan besar dan eceran. Usaha akomodasi, penyediaan makan

dan minum, menempati peringkat kedua, dengan jumlah usaha sebanyak 20,09

persen. Kegiatan ini meliputi kegiatan penyediaan akomodasi, serta kegiatan

penyediaan makan dan minum, seperti restoran, warung nasi, penjual makanan

atau minuman yang diproses di lokasi berjualan serta jasa catering. Adanya pasar

pun merupakan salah satu penyebab jumlah usaha ini relatif besar, di samping

Page 8: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

41 banyaknya usaha catering untuk makan karyawan pabrik rajut, pengumpul limbah

dan pemasok gas bagi industri rajut.

Grafik 4.3 Struktur Perekonomian Kelurahan Binong Tahun 2006

Industri14,81%

Perdagangan 38,40%

Akomodasi20,09%

Usaha persewaan15,27%

Lainnya11,42%

Sumber : Hasil SE 2006 Kota Bandung, BPS Kota Bandung, diolah

Usaha persewaan juga mempunyai persentase relatif besar, yaitu sekitar

15,27 persen. Usaha ini mencakup kegiatan persewaan bangunan seperti

kontrakan rumah maupun kos-kosan, yang banyak terdapat di kelurahan ini,

sebagai dampak dari industri rajutan yang mengundang para pendatang untuk

menetap di kawasan ini. Usaha industri pengolahan berjumlah sekitar 14,81

persen dari total usaha di Kelurahan Binong. Dari 14,81 persen usaha industri

pengolahan di Kelurahan Binong, sekitar 90,31 persennya adalah usaha industri

rajutan. Konsentrasi usaha industri pengolahan di Kelurahan Binong sejak dahulu

adalah usaha industri rajutan, yang terkonsentrasi di kawasan Binongjati.

Walaupun secara unit usaha industri rajutan tidak terlalu besar jika dibandingkan

dengan usaha perdagangan, tetapi usaha ini mampu menciptakan penyerapan

tenaga kerja yang relatif besar baik bagi Kelurahan Binong sendiri maupun bagi

luar wilayah Binong. Demikian juga dengan nilai tambah, usaha rajutan mampu

menyumbangkan penciptaan nilai tambah yang relatif besar bagi penciptaan nilai

Page 9: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

42 tambah di Kelurahan Binong. Oleh karena itu sangat beralasan apabila daerah ini

dijadikan sebagai kawasan sentra rajutan di Kota Bandung.

Cikal bakal industri rajutan Binongjati dimulai sejak tahun 1965.

Sebelumnya, penduduk Binongjati banyak yang menjadi buruh di pabrik-pabrik

rajutan milik pedagang Tionghoa di Kota Bandung. Namun, dengan

meningkatnya permintaan rajutan, pedagang Tionghoa meminta para buruh

mengerjakan rajutan di rumah. Mereka dibekali mesin rajut dan wajib

menyetorkan produksinya sesuai dengan permintaan majikan. Tingginya

permintaan membuat sejumlah buruh bisa menabung sehingga mampu membeli

mesin sendiri. Sambil mengerjakan pesanan majikan, mereka juga mengajar

beberapa orang di Binongjati mengerjakan baju rajutan. Tahun 1975, hanya ada

tiga pabrik (industri) rajutan di Binongjati. Namun, karena permintaan dari Pasar

Baru Bandung cukup banyak, penduduk Binongjati mulai ikut membuat pabrik-

pabrik rajutan. Pada saat itu pabrik bertambah hingga mencapai 30 pabrik. Pada

tahun 1997 ketika terjadi krisis moneter, industri rajutan Binongjati justru

mengalami booming, karena harga jual hasil rajutan untuk ekspor melonjak.

Tahun 2006 terdapat sekitar 400 industri rajut, dengan jumlah tenaga kerja sekitar

8.000 orang.

Kondisi ekonomi yang paling memberikan dampak bagi usaha rajutan,

menurut informan Sw adalah kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak).

Menurut Sw, dampak kenaikan harga BBM cukup berat bagi pengusaha.

Kenaikan BBM berdampak pada kenaikan harga bahan baku, sehingga biaya

produksi menjadi tinggi sedangkan order berkurang. Yang terjadi adalah

banyaknya pengusaha yang kolaps.

Input produksi rajut atau bahan baku bagi sentra industri rajutan

Binonjati diperoleh dari pemasok. Jumlah pemasok masih sangat terbatas karena

para pemasok mendapatkan barang (benang) dari dua sampai tiga pabrik yang

memproduksi bahan baku kebutuhan industri ini. Proses pencarian bahan baku

dilakukan melalui pemasok yang langsung datang ke industri, sehingga kualitas

benang sangat ditentukan oleh pasokan benang dari pemasok bahan.

Output dari sentra rajutan Binongjati ini sebagian besar diekspor ke luar

wilayah Kota Bandung. Lebih dari 75 persen produksi rajutan dari Binongjati

Page 10: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

43 diekspor ke Tanah Abang Jakarta, sebagai pusat pemasaran dan penampung

utama produksi rajutan Binongjati. Dari Tanah Abang Jakarta produk rajutan

Binongjati sebagian besar di ekspor ke luar negeri dana beberapa daerah di

Indonesia. Daerah pemasaran rajutan Binongjati selain Pasar Tanah Abang Jakarta

antara lain : Pasar Turi Surabaya, Pasar Tegal Gubuk Cirebon, Solo, Padang,

Medan, Palembang, Kudus, Bali, Lombok, dan sebagian ke ITC Kebon Kelapa,

Pasar Baru Bandung, serta beberapa factory outlet di Bandung seperti Renariti,

Kayaguya, dan lain-lain. Hampir 95 persen sistem penjualan adalah grosir, hanya

sekitar lima persen saja penjualan secara eceran (ritel).

Rendahnya sistem penjualan ritel dikarenakan tidak adanya ruang pamer

(showroom) bagi hasil produksi, di samping karakter yang sudah terbentuk pada

diri para pengusaha untuk memasarkan dengan sistem grosiran. Menurut Sw,

karakter yang terbentuk dari pengusaha untuk menjual dalam sistem grosir sudah

begitu kuat, sehingga sulit jika ada konsumen yang ingin membeli secara ritel.

Sulitnya penjualan secara ritel juga dikarenakan kurang baiknnya infrastruktur

menuju lokasi kawasan. Akses infrastruktur yang buruk, seperti jalan yang sempit

tidak dapat dilalui bis besar, lokasi kawasan yang agak jauh dari jalan raya

(sekitar 600 meter), jalan yang berlobang, tidak ada tempat parkir, lokasi masuk

yang terkesan kumuh karena adanya pasar, serta tidak adanya Rajutan Trade

Center (RTC) sebagai pusat penjualan ritel bagi pengusaha merupakan penyebab

lemahnya keinginan pengusaha untuk berbisnis dalam sistem eceran (ritel).

Dalam rangka meningkatkan potensi perekonomian di kawasan

Binongjati, Pemerintah Kota Bandung menetapkan kawasan ini sebagai salah satu

dari lima Kawasan Sentra Industri dan Perdagangan (KSIP) di Kota Bandung, dan

akan melakukan revitalisasi bagi kawasan ini. Revitalisasi lebih difokuskan pada

perbaikan dan penataan infrastruktur kawasan, sehingga kawasan ini layak untuk

dijadikan kawasan wisata produksi dan perdagangan. Sampai dengan saat ini,

kawasan sentra rajutan Binongjati baru sampai pada tahap sentra produksi, belum

pada taraf sentra pemasaran atau perdagangan.

Page 11: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

44 4.4 Struktur Komunitas

Struktur komunitas di Kelurahan Binong tidak terdefinisi dengan jelas.

Masyarakat di sini memandang materi sebagai prestise dari status sosial

seseorang. Secara umum seseorang yang sukses (cenderung dinilai dari sisi

materi) dianggap sebagai orang yang penting.

Dalam industri rajutan sendiri kelas sosial terbentuk dengan sendirinya

dari kualitas barang produksi yang dihasilkan dan jenis pemasaran. Pengusaha

yang terbiasa memproduksi barang rajutan kualitas menengah ke atas cenderung

terpisah dengan kelompok pengusaha yang memproduksi rajutan kualitas

menengah ke bawah. Berdasarkan hal ini tanpa disadari langsung oleh para

pengusaha telah terbentuk kelas pengusaha rajutan kelas tanah abang, kelas tegal

gubuk, dan kelas factory outlet atau butik. Konflik yang biasanya terjadi namun

tidak sampai muncul ke permukaan adalah ketika ada salah satu kelas yang

meniru model dari kelas yang lain dan menjatuhkan harga barang tersebut.

4.5 Kelembagaan Masyarakat

Kelembagaan merupakan unsur-unsur yang mengatur perilaku warga

masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Inti dari kelembagaan adalah

pola hubungan dan sistem norma yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu

suatu masyarakat merupakan kumpulan dari beberapa kelembagaan, mengingat

pola hubungan dan sistem norma yang terbentuk berkaitan dengan pemenuhan

kebutuhan. Koentjaraningrat (1979) diacu dalam Kolopaking dan Tonny (2007)

mengkategorikan kelembagaan ke dalam delapan kategori, yaitu : kelembagaan

kekerabatan, ekonomi, pendidikan, ilmiah, estetika dan rekreasi, keagamaan,

politik dan somatik.

Kelembagaan yang dominan terbentuk di Kelurahan Binong adalah

kelembagaan ekonomi. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup dari

sisi ekonomi yang mencakup kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi,

terbentuk kelembagaan ekonomi. Industri rajutan di Binongjati merupakan salah

satu kelembagaan ekonomi yang cukup dominan dalam kehidupan masyarakat.

Page 12: BAB IV PETA SOSIAL KELURAHAN BINONG - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/4581/Peta Sosial... · ∼ Sebelah Selatan : ... Cirebon, Surabaya maupun beberapa

45 Selain kegiatan industri rajutan, kelembagaan ekonomi di Kelurahan Binong juga

terdapat kegiatan Pasar Saeuran, dan koperasi.

4.6 Sumberdaya Lokal

Pengembangan masyarakat sebagai alternatif pembangunan menekankan

prinsip pembangunan yang bersifat bottom up. Prinsip ini berpusat pada gagasan

untuk penilaian pengetahuan lokal, nilai-nilai, keterampilan, proses, dan sumber

daya lokal. Inti utama dari pengembangan masyarakat adalah membentuk unsur-

unsur komunitas sebagai kesatuan masyarakat yang dilandasi oleh ketergantungan

atau kebersamaan. Upaya tersebut dapat dicapai melalui kepemilikan benda-benda

dan kepemilikan struktur dan proses oleh masyarakat (Gunardi et al, 2007 : 27).

Pada awalnya sumberdaya lokal yang dimiliki Kelurahan Binong adalah

areal pertanian. Namun seiring dengan proses industrialisasi dan pertambahan

jumlah penduduk maka sumberdaya ini semakin menyusut keberadaannya. Saat

penelitian berlangsung, sumberdaya pertanian menjadi tidak signifikan di

Kelurahan Binong yang bergeser dari daerah pertanian menjadi daerah industri

dan jasa. Yang berkembang saat ini adalah sumberdaya manusia, yaitu adanya

transfer keahlian merajut dan berdagang antar masyarakat di Kelurahan Binong

sehingga kegiatan rajutan menjadi salah satu potensi yang dimiliki oleh wilayah.

4.7 Masalah Sosial

Kemiskinan merupakan masalah sosial lain yang relatif sulit untuk

dientaskan di kawasan ini, bahkan di hampir seluruh wilayah di dunia ini.

Berdasarkan pendataan PSE05, jumlah penduduk hampir miskin, miskin dan

sangat miskin sebanyak 846 rumah tangga. Dalam rangka menangani kemiskinan

di Kelurahan Binong dan hampir seluruh wilayah di Indonesia telah digulirkan

beberapa program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Askeskin, Beras

Miskin, P2KP, PNPM, Bawaku Makmur, pembagian kompor gas, serta program

bantuan kemiskinan lainnya. Permasalahan yang timbul adalah tidak meratanya

bantuan, karena mayoritas penduduk ingin mendapatkan bantuan tersebut

sehingga kadangkala terjadi benturan di masyarakat