DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

61
i DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG Oleh Yulius Kurniawan Haryono NIM : 212007014 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014

Transcript of DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

Page 1: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

i

DINAMIKA USAHA PENGRAJIN

RAJUT BINONG, BANDUNG

Oleh

Yulius Kurniawan Haryono

NIM : 212007014

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2014

Page 2: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG
Page 3: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG
Page 4: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

ii

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Jalan Diponegoro 52-60

(0298) 321212, 311881

Telex 322364 ukswsa ia

Salatiga 50711 – Indonesia

Fax. (0298) 321433

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : YULIUS KURNIAWAN HARYONO

NIM : 212007014

Program Studi : MANAJEMEN

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi,

Judul : Dinamika Usaha Pengrajin Rajut Binong,

Bandung

Pembimbing : Lely Kristinawati Budhiyanto, SE, MSM

Tanggal diuji : 21 November 2014

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan

orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk

rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri

tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila kemudian terbukti, bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau

meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan

yang telah saya peroleh.

Salatiga, 5 November 2014

Yang memberi pernyataan,

Yulius Kurniawan Haryono

Page 5: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG
Page 6: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

iv

MOTTO

Jadilah terang di manapun kita berada

Tetap melayani dan mengasihi Tuhan apapun yang terjadi

Hiduplah bukan sekedar untuk pencapain segala sesuatu yang

kita inginkan dan cita-citakan, tapi hiduplah untuk penggenapan

rencana Tuhan yang mulia bagi kita

Berdoa dan bekerja

Page 7: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan segala kerendahan hati , penulis mengucapkan syukur yang terbesar

kepada Sang penolong dan kekasih sejati Tuhan Yesus, karena atas kasih

anugrahNYA serta kesempatan kedua yang diberikan kepada penulis untuk bisa

kembali menghembuskan nafas, sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis ini.

Penulis juga menyadari bahwa Tuhan Yesus juga telah mengirim penolong-penolong

lain kepada penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini, penulis sangat

berterimakasih kepada:

1. Bapak Hari Sunarto , SE, MBA, PhD, selaku dekan Fakultas Ekonomika dan

Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana.

2. Ibu Roos Kities Andadari, SE, MBA, selaku kaprogdi Fakultas Ekonomika

dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana.

3. Ibu Lely Kristinawati Budhiyanto, SE, selaku dosen pembimbing yang setia

membimbing meskipun di akhir penulisan kita terpisah ruang dan waktu,

namun tetap memberikan arahan kepada penulis.

4. Seluruh staf pengajar, pegawai, karyawan Fakultas Ekonomika dan Bisnis

UKSW, terimakasih telah memberikan ilmu pengetahuan baik secara

langsung maupun tidak langsung pada penulis, serta pengalaman-pengalaman

yang diberikan kepada penulis selama penulis berkuliah di Salatiga,

menjadikan hidup penulis lebih berwarna.

Page 8: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

vi

5. Buat Papah Mamah, c Santi, c Sylvia, terimakasih buat doa dan dukungan

yang begitu besar dan kasih sayang selama ini, Yulius percaya Tuhan kirim

kalian untuk menemani Yulius hidup di dunia ini sampai pada akhirnya

Yulius mungkin akan berpisah dari papah mamah dan cc cc aku, Yulius

sayang semua, Tuhan Yesus berkati.

6. Buat sahabat sahabat ku yang gokil, terimakasih banget buat menemani aku di

salatiga, terimakasih buat kegilaannya, pengalaman pahit dan manis selama

aku di salatiga,Santo, Ali, Melda, Meme, Ira, Novi, Nndy, Otniel, Jey,

Veronika, Georgina, Dwi, Fenny, Oline, Etin, mak Nella, Ruth, Junet, Selly,

Olvi, Nanda, Lidya, Jessyca, Oliv, Afen, Ivana, lisa, Erwin, William, Ribka,

Aris, Nana, ka Zhin, Lila, Vano, Dani, Ferlly, Cintya, Devi, Qqn, Kiki, Wido,

Samuel, koh Adi, Hendra, Christian, Yesaya, Tia, Affen, Nia, Sheila, Sony,

Novi, Nana, Ryan, temen band aku, Dika, Aan, Gibran, Edwin, Zefanya,

Ilham. Dan banyak lagi nama-nama pahlawan aku yang ga bisa sebutin satu

per satu, tanpa kehadiran kalian disamping aku, mungkin salatiga akan terasa

membosankan, semua teman di Beyond Generation, Power House, PERMEN,

Bethany Salatiga, GBI SHALLOM Cilacap, GBI KASIH KARUNIA

LASEM, ROCKMANTIC Band, aku berharap kita bisa berkumpul lagi dan

gila-gilaan lagi.

7. Terimakasih buat kekasihku Elisa Anastasia Saragih yang sudah setia

menemani, mendukung, mencintai dengan tulus. Kiranya Tuhan Yesus

memberkati hubungan kita.

Page 9: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

vii

8. Om Hangky dan tante Ricky, pak Suratman, tante Lely, om Mulyadi, tante

Mulyadi, tante Rina, c Lusi, terimakasih juga sudah menjadi orang tua rohani

yang selalu mengingatkan untuk selalu melekat pada Tuhan Yesus sumber

segalanya bagi aku.

Penulis tidak bisa menuliskan betapa besar terimakasih buat kalian semua, yaitu

pahlawan ku, kiranya Tuhan Yesus yang membalasnya, Tuhan Yesus memberkati

kalian semua, sesuai kebesarannya kasihNYA.

Page 10: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

viii

DAFTAR ISI

Cover .......................................................................................................................... i

Surat Pernyataan Keaslian Karya Tulis Skripsi ......................................................... ii

Halaman Persetujuan Skripsi ..................................................................................... iii

Motto .......................................................................................................................... iv

Ucapan Terimakasih................................................................................................... v

Daftar Isi..................................................................................................................... viii

Abstract ...................................................................................................................... x

Saripati ....................................................................................................................... xi

BAB I

Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1

Rumusan Masalah............................................................................................... 2

Persoalan Penelitian ............................................................................................ 3

Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3

Masalah Penelitian .............................................................................................. 3

BAB II

UKM ................................................................................................................... 5

Proses Kewirausahaan ........................................................................................ 6

Start Up ............................................................................................................... 7

Pengelolaan Usaha .............................................................................................. 8

Hambatan PengembanganUsaha ........................................................................ 9

BAB III

Metodologi.......................................................................................................... 11

Page 11: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

ix

BAB IV

Profil Kelurahan Binong ..................................................................................... 13

Start Up ............................................................................................................... 20

Pengelolaan Usaha .............................................................................................. 29

Hambatan Pengembangan Usaha ....................................................................... 35

BAB V

Kesimpulan dan Saran ........................................................................................ 40

Keterbatasan Penelitian ...................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 43

LAMPIRAN ............................................................................................................... 46

Page 12: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

x

ABSTRACT

Knitting Industrial Sentra Binong Bandung is a knitted craftindustry that has

been established since 1960 in Bandung. Binong urban village until 2012 consists of

approximately 300 business units knittedor SMEs engaged in theknitwear industry.

SMEs are often called craftsmen, highly dependent on the knitwear business. This

research discusses about the dynamics of the craftsmen knit in Binong, starting from

the beginning of the business establishment, management and business development,

up to barriers experienced craftsmen knit to develop their businesses.

Keywords: entrepreneurship, SMEs

Page 13: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

xi

SARIPATI

Sentra Industri Rajut Binong Bandung adalah industri kerajinan rajutan yang

sudah berdiri sejak tahun 1960an di kota Bandung. Kelurahan Binong hingga tahun

2012 terdiri dari sekitar 300 unit usaha rajutan atau UKM yang bergerak di bidang

industri rajutan. Pengusaha UKM yang sering disebut pengrajin, sangat

menggantungkan hidupnya pada usaha rajutan tersebut. penelitian ini membahas

mengenai dinamika para pengrajin rajut di Binong, mulai dari awal mula pendirian

usaha, pengelolaan dan pengembangan usaha, hingga hambatan yang dialami para

pengrajin rajut untuk mengembangkan usaha mereka.

Kata kunci: kewirausahaan/ entrepreneurship, UKM

Page 14: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

1

DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT

BINONG, BANDUNG

BAB I

Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi saat ini persaingan ekonomi menjadi tajam, di mana

banyak bermunculan perusahaan-perusahaan baru yang berusaha menguasai pasar.

Aktor-aktor yang terlibat dalam era globalisasi, baik itu firma besar atau korporasi,

individu, atau sektor-sektor yang produktif, berlomba-lomba meningkatkan

kemampuan industrial dengan melakukan inovasi, membuat strategi produk,

marketing dan lain sebagainya (Irdayanti, 2012).

Sementara itu UKM (Usaha Kecil Menengah) masih banyak mengalami

kendala seperti kurangnya permodalan, penguasaan teknologi yang rendah, informasi

yang minim, tenaga kerja yang kurang terampil, serta kelemahan dalam pemasaran.

Padahal UKM merupakan salah satu pelaku ekonomi yang memberi dampak

signifikan sebagai fondasi perekonomian Indonesia (Irdayanti, 2012). Bank Dunia

menambahkan bahwa UKM merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan

dalam pembangunan ekonomi suatu negara (Susilo, 2010).

Ditambahkan bahwa usaha kecil menengah memiliki ketahanan dalam

menghadapi gejolak ekonomi yang terjadi sekitar tahun 1997 di Indonesia. Banyak

perusahaan besar yang tidak dapat bertahan, namun lain halnya dengan usaha kecil

dan menengah yang mampu bertahan dan tetap eksis, bahkan menjadi sektor

penyelamat perekonomian Indonesia (Nurseto, 2004). Hal ini yang melahirkan

kesadaran baru pada masyarakat dan pemerintah akan pentingnya sektor UKM

maupun sektor informal. Oleh karena itu pemerintah Indonesia mulai memperhatikan

UKM.

Page 15: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

2

Namun dalam upaya pengembangan UKM, banyak kendala yang ditemukan

di antaranya jangkauan pemikiran hanya jangka pendek dari pihak UKM, kurangnya

rasa saling percaya, dan kurangnya institusi pendukung seperti lembaga keuangan

(UNIDO, 2010). Menurut Murniningsi dan Murnisudarjo (2011) permasalah yang

dialami UKM di antaranya adalah rendahnya kualitas SDM dalam manajemen,

organisasi, lemahnya kompetensi kewirausahaan serta tebatasnya kapasitas UKM

untuk mengakses teknologi informasi. Demikian juga UKM-UKM yang ada di

Indonesia, menghadapi berbagai macam kendala, seperti yang sudah dijelaskan

diantaranya, SDM yang rendah, kurangnya dukungan institusi-institusi, masalah

permodalan, kurangnya akses pasar dan sebagainya. Dengan berbagai masalah yang

dihadapi ditambah kurangnya dukungan dari berbagai institusi terhadap pertumbuhan

UKM membuat beberapa UKM mengalami stagnasi bahkan kemunduran.

Salah satu UKM yang sudah ada sejak lama di Indonesia yaitu Sentra Rajut

Binong Bandung yang berdiri sekitar tahun 1960. Hingga tahun 2012 Sentra Rajut

Binong Jati telah berkembang pesat dan memiliki sekitar 300 unit usaha rajut, dengan

usaha utama yaitu rajutan dan usaha penunjang seperti penjual benang rajut atau

toko-toko pakaian rajut. Adapun produk yang dihasilkan adalah blus, jaket, sweater,

kardigan. Kapasitas produksi sentra rajut Binong dalam sehari mampu menghasilkan

18.000 rajutan (Ashari, 2012).

Pada Sentra Rajut Binong terdapat pengusaha-pengusaha rajut atau sering

disebut pengrajin. Pengrajin-pengrajin rajut sangat menggantungkan hidup pada

usaha rajutan mereka. Di mana Sentra Rajut Binong memberikan iklim yang cukup

kondusif bagi perkembangan usaha rajut para pengrajin. Sentra Rajut Binong yang

sudah cukup dikenal oleh masyarkat Bandung maupun luar kota Bandung sebagai

salah satu pusat industri rajutan, membuat para pengrajin rajut memudahkan

pemasaran mereka. Para pengrajin memanfaat kan para turis atau pengunjung yang

masuk ke Sentra Rajut Binong untuk mencari rajutan.

Namun sekarang ini ada banyak laporan dari beberapa pengrajin, maupun

pengusaha rajut yang berada di luar Binong mengatakan bahwa pengrajin rajut

Page 16: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

3

Binong sedang mengalami penurunan. Banyak pengrajin rajut Binong yang

mengalami kebangkrutan atau gulung tikar. Dari kondisi ini peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian pada pengrajin Sentra Rajut Binong Bandung mengenai

dinamika usaha mereka serta hambatan yang dialami oleh pengrajin rajut Binong.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan mengenai masalah “ Dinamika

Pengrajin Rajut Binong, Bandung”.

Persoalan penelitian

Dari masalah tersebut dirumuskan persoalan penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimana proses start up hingga pengelolaan usaha para pengrajin

rajut di Sentra Rajut Binong Bandung?

2. Apa saja yang menjadi hambatan dalam pengembangan usaha di

Sentra Rajut Binong?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui proses para pengrajin di Sentra Binong memulai

usaha mereka hingga pengelolaannya.

2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami pengrajin di Sentra

Binong dalam pengembangan usaha mereka.

Manfaat Penelitian

1. Bagi pengrajin Sentra Rajut Binong sendiri, memberikan pemikiran

untuk terus mengembangkan upaya agar dapat mempertahankan dan

Page 17: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

4

mengembangkan usaha mereka di tengah situasi perekonomian yang

terus berubah.

2. Bagi UKM pada umumnya di Indonesia, agar memberikan masukan

atau referensi untuk dapat tetap hidup dan berkembang.

Page 18: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

5

BAB II

Review Literatur

2.1 UKM

Usaha Kecil Menengah (UKM) memperoleh perhatian serius oleh pemerintah

karena ketahannannya dalam menghadapi perubahan ekonomi yang cukup dinamis.

Terbukti sekitar tahun 1997 saat Indonesia mengalami krisis ekonomi di mana

banyak perusahaan besar mengalami kebangkrutan. Tidak demikian dengan usaha

kecil yang mampu bertahan dan menunjukan eksistnesinya (Nurseto, 2004). UKM

merupakan salah satu pelaku ekonomi yang memberi dampak signifikan sebagai

fondasi perekonomian Indonesia (Irdayanti, 2012).

Indonesia merupakan negara berkembang yang sangat memerlukan

pertumbuhan di bidang ekonomi. Keberadaan UKM di Indonesia mampu mendorong

perkembangan ekonomi nasional, karena dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan

penyerapan tenaga kerja (Kusuma, 2012). Bank Dunia menambahkan bahwa UKM

merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi

suatu negara (Susilo, 2010).

Namun dalam upaya pengembangan UKM, banyak kendala yang ditemukan

di antaranya jangkauan pemikiran hanya jangka pendek dari pihak UKM, kurangnya

rasa saling percaya, dan kurangnya institusi pendukung seperti lembaga keuangan

(UNIDO, 2010). Menurut Murniningsi dan Murnisudarjo (2011) permasalah yang

dialami UKM di antaranya adalah rendahnya kualitas SDM dalam manajemen,

organisasi, lemahnya kompetensi kewirausahaan serta tebatasnya kapasitas UKM

untuk mengakses teknologi informasi.

Page 19: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

6

2.2 Proses Kewirausahaan

Kamus manajemen (LPPM) mendefinisikan kewirausahaan sebagai seorang

yang mampu memulai dan atau menjalankan usaha (Nurseto, 2004). Nurseto (2004)

juga mengatakan seorang wirausaha adalah orang yang memiliki pengetahuan yang

luas tentang lingkungan dan membuat keputusan-keputusan tentang lingkungan

usaha, mengolah sejumlah modal dan menghadapi ketidakpastian untuk meraih

keuntungan. Yohnson (2003) mengatakan wirausahawan adalah orang yang

menciptakan sebuah bisnis yang berhadapan dengan resiko dan ketidakpastian yang

bertujuan memperoleh profit dan mengalami pertumbuhan dengan cara

mengidentifikasikan kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan.

Menurut Bygrave proses kewirausahaan adalah sebagai separangkat tahapan

dan peristiwa yang mengikuti satau sama lain, dengan kata lain adanya gagasan atau

konsep yang memicu terjadinya pelaksanaan sebuah bisnis (Nassif, Ghobril, & Silva,

2010). Bygrave menjelaskan ada empat tahap dalam proses kewirausahaan yaitu

inovasi, kondisi pemicu, penerapan, dan pertumbahan.

Dalam berwirausaha tentu terdapat wirausaha yang berhasil dan yang kurang

berhasil ataupun tidak berhasil. Menurut Alma dalam Endang (2012) mengatakan ada

delapan anak tangga menuju puncak karir berwirausaha yaitu, kerja keras, bekerja

dengan orang lain, berpenampilan baik, yakin, pandai membuat keputusan, mau

untuk menambah ilmu pengetahuan, ambisi untuk maju, pandai berkomunikasi. Ciri-

ciri wirausaha yang berhasil di antaranya memiliki visi dan tujuan yang jelas, inisiatif

dan selalu proaktif, berorientasi pada prestasi, berani mengambil resiko, bekerja

keras, bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, komitmen

pada berbagai pihak, mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan

berbagai pihak Kasmir (dalam Nurseto, 2012).

Page 20: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

7

2.2 Start Up

Dalam memulai sebuah usaha, motivasi merupakan hal penting yang harus

dimiliki oleh seorang pengrajin. Motivasi berhubungan dengan dorongan atau

kekuatan yang berada dalam diri manusia, motivasi berada dalam diri manusia yang

tidak terlihat dari luar (Endang, 2012). Magginson dan Byrd dalam Yohnson (2003)

menyampaikan beberapa alasan seseorang memulai bisnis kecil, yang pertama adalah

untuk memuaskan tujuan pribadi. Dalam memuaskan tujuan pribadi seseorang

memiliki ambisi yang ingin dicapai, seperti kemandirian, menerima pendapatan lebih,

membantu keluarga, menemukan produk baru. Alasan kedua adalah mencapai tujuan

bisnis yaitu, memenuhi target yang sudah ditetapkan sebagai orientasi bisnis tersebut

di antaranya, melayani kebutuhan masyarakat, mendapat keuntungan, peduli terhadap

kehidupan sosial baik masyarakat maupun lingkungan, mendapatkan pertumbuhan,

tujuan bisnis dihubungkan dengan tujuan pribadi.

Selain motivasi, terdapat juga beberapa hambatan yang dialami saat memulai

usaha. Hafsah (2004) menjelaskan ada dua hambatan yang pada umumnya dihadapi

UKM, seperti faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kurangnya

permodalan, SDM yang terbatas dan lemahnya jaringan usaha serta kemampuan

penetrasi terhadap pasar. Sedangkan faktor eksternal meliputi kebijakan pemerintah,

terbatasnya sarana dan prasarana usaha, implikasi perdagangan bebas dan terbatasnya

akses ke pasar. Serta masalah permodalan yang menjadi masalah utama dalam

pendirian usaha baru (Hisrich, 2008).

Knowledge atau pengetahuan adalah data dan informasi yang digabung

dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan serta motivasi dari sumber yang

kompeten, (Hendrik, 2003). Pengetahuan merupakan salah satu kekuatan pendorong

terpenting bagi keberhasilan sebuah bisnis (Theriou dkk, 2011). Dalam memulai

usaha baru, transfer pengetahuan juga mengambil peran penting. Transfer

pengetahuan adalah penyampaian pengetahuan dari satu tempat, orang atau

Page 21: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

8

kepemilikan yang lain, Liyanage (dalam paulin dan Suneson, 2012). Paulin dan

Suneson (2012) menambahkan bahwa transfer pengetahuan adalah bermacam-macam

interaksi antar individu dan kelompok; dalam kelompok, antar kelompok serta dari

kelompok ke organisasi lain.

Adapun salah satu faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha adalah

budaya keluarga (Widiyanto, 2013). Di samping itu saat memulai bisnis baru

diperlukan juga peran dari pemasok agar bisnis berjalan dengan lancar, karena rekan

atau mitra bisnis adalah sebagai unsur utama berwirausaha yaitu mitra dagang

maupun mitra pemasok bahan baku (Saiman, 2009). Selain itu Kumar (2005) juga

menambahkan bahwa pasokan bahan baku dengan kualitas yang dibutuhkan dan

harga yang wajar, penting untuk pertumbuhan industri.

2.3 Pengelolaan Usaha

Dalam pengelolaan dan pengembangan sebuah usaha seringkali diiringi

dengan adanya peningkatan atau perluasan tempat usaha, penambahan kapasitas

tenaga kerja, penambahan jenis dan jumlah produk (Budhiyanto, 2009). Disamping

itu kemajuan teknologi juga menjadi salah satu indikator bagi berkembangnya sebuah

usaha (Johnson, 1989). Perkembangan teknologi menjadi salah satu kekuatan utama

yang mengendalikan pertumbuhan industrial. Lebih lanjut Julien (1995) menjelaskan

bahwa penggunaan manajemen dan teknologi baru, penting bagi bisnis kecil dalam

meningkatkan kemampuan bersaing. Selain itu teknologi menjadi salah satu faktor

yang mempengaruhi kesuksessan bisnis (Bulgerman dkk, 2004). Keterbelakangan

teknologi juga menyebabkan rendahnya efisiensi dalam proses produksi, rendahnya

jumlah produksi dan mempengaruhi kesanggupan UKM untuk bersaing di pasar

global (Irdayanti, 2012). Kusuma (2012) menambahkan bahwa adanya keterbatasan

teknologi yang digunakan dapat menyebabkan ketidakmampuan UKM memberi nilai

tambah yang nyata bagi keberlangsungan usahanya.

Page 22: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

9

Dalam pengelolaan usaha juga memerlukan regenerasi agar usaha yang

dilakukan tetap bertahan dari generasi ke generasi. Regenerasi adalah upaya untuk

melakukan pengalihan atau pentransferan nilai, sacara fisik maupun non fisik (psikis)

dari satu pihak ke pihak lain yang pada dasarnya dasarnya digunakan untuk

mempertahankan keberlanjutan nilai tersebut (Sugiarti, 2012).

Agar usaha tetap berjalan perlu adanya strategi bertahan, bertahan atau sering

disebut dengan survival yaitu teknik bertahan hidup. Dalam kehidupan sehari-hari ada

berbagai macam teknik survival di antaranya survival laut, gunung, hutan, gurun dan

sebagainya. Meskipun ada banyak jenis survival namun pada dasarnya memiliki tujan

yang sama yaitu mempertahankan keberlangsungan hidup atau sesuatu (Suryadi,

Hamid dan Agussabti, 2013). Tidak berbeda dalam dunia usaha, agar usaha atau

bisnis yang di jalani tetap bertahan, setiap perusahaan atau organisasi memiliki

strategi bertahan yang berbeda satu dengan lainnya. Salah satu strategi bertahan yang

dilakukan Sentra Rajut Binong Bandung adalah melakukan kerjasama antar pengrajin

yaitu saling tukar informasi, saling membantu dalam pembuatan rajutan dan

sebagainya. Dengan kata lain pengrajin rajut Binong melakukan knowledge sharing

atau berbagi pengetahauan. Konwoledge sharing adalah mengkomunikasikan

pengetahuan dalam sebuah kelompok, seperti antar kolega di tempat kerja (Mulyanto,

2012).

2.4 Hambatan Pengembangan Usaha

UKM masih sering diidentifikasikan sebagai usaha yang sulit berkembang

dan banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Di antaranya permodalan

yang minim, teknologi yang sederhana, keahlian teknologi yang rendah, lemahnya

manajemen, kurangnya akses pasar, kurangnya akses pasar dan jenis produk

(Nurseto, 2004 dan Dipta, 2008). Menurut Murniningsi dan Murnisudarjo (2011)

permasalah yang dialami UKM di antaranya adalah rendahnya kualitas SDM yang

dalam manajemen, organisasi, lemahnya kompetensi kewirausahaan serta tebatasnya

Page 23: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

10

kapasitas UKM untuk mengakses informasi teknologi. Selain itu Munir dalam Sutopo

(2011) menambahkan bahwa permasalahan yang dihadapi UKM meliputi akses bahan

baku dan iklim usaha yang belum kondusif.

Di samping itu semua, permasalahan UKM terkadang terjadi karena

kurangnya komitmen UKM dalam memenuhi pesanan pelanggan dan ketersediaan

barang di pasar. Hal ini merupakan efek berantai dari kelemahan UKM di bidang

teknologi yang terbatas, keterbatasan teknologi meyebabkan kapasitas produksi

menjadi rendah (Kusuma, 2012). hambatan berkembangnya sebuah usaha tidak hanya

terjadi dari segi modal dan teknologi saja, namun dari segi karakter pengusaha itu

sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Suryana (2006) menjelaskan keberhasilan

usaha atau kegagalan wirusaha sangat dipengaruhi oleh sifat kepribadian pengusaha

itu sendiri.

Page 24: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

11

Bab III

Metodologi

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Metode

kualitatif digunakan untuk memahami fenomena atau gejala sosial dengan lebih

menitik beratkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji

(Rahardjo, 2010). Data diperoleh secara langsung dari lapangan atau primer dan data

sekunder atau penelitian lainnya.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan

observasi. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah

wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) merupakan proses

komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab

antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian (Rahardjo,2012).

Data diperoleh pula dengan melakukan observasi. Beberapa informasi yang

diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek,

perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan

observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk

menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk

evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu dan melakukan umpan

balik terhadap pengukuran tersebut.

Observasi yang digunakan di penelitian ini yaitu observasi tidak berstruktur,

observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan

Page 25: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

12

pedoman observasi. Pada observasi ini peneliti mengembangkan daya pengamatannya

dalam mengamati suatu objek. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa,

objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang (Rahardjo, 2012).

3.3 Tekhnik Analisis data

Analisis tematik, yaitu suatu cara untuk memahami sesuatu melalui

penyelidikan atau usaha mencari bukti-bukti yang muncul melalui tema-tema yang

terdapat pada sebuah data. Atau dengan kata lain Analisis tematik adalah cara

mengidentifikasi tema-tema yang terpola dalam suatu fenomena (Hendriani, 2012).

3.5 Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini peneliti memperoleh key informan dengan cara menjalin

komunikasi dengan seorang pengrajin rajut Binong yang sudah lama memiliki

hubungan bisnis dengan kerabat peneliti. kemudian key informan merekomendasikan

informan lainnya. Selain itu peneliti juga secara langsung mendatangi lokasi Sentra

Rajut Binong, melihat dan mencermati aktifitas para pelaku usaha, serta melakukan

wwancara dengan informan yang bersedia berbagi informasi mengenai pengalaman

mereka dalam menjalankan usaha.

3.6 Narasumber

Narasumber dalam penelitian ini terdiri dari delapan pengarajin rajut Binong,

dua pemasok bahan baku, seorang pegawai kantor kelurahan Binong, dan dua

pengusaha rajut yang berasal dari luar Binong. Data dikumpulkan dengan cara

wawancara dan observasi secara langsung di Kelurahan Binong, Bandung.

Page 26: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

13

Bab IV

Hasil Analisis dan Pembahasan

4.1 Profil Kelurahan Binong

Pada bagian ini akan dijelaskan profil Kelurahan Binong, proses

terbentuknya Sentr Rajut Binong, situasi, kondisi, geografis dan pelaku yang

berperan dalam pembentukan Sentra Rajut Binong.

4.1.1 Awal Mula Pembentukan Sentra Rajut Binong

Pada beberapa data sekunder mengatakan bahwa Sentra Rajut Binong muncul

sekitar tahun 1960, diawali oleh ajakan kerjasama dari seorang pengusaha Tionghoa

kepada warga sekitar untuk membangun industri rajutan, dan sekitar tahun 1970

sentra rajut ini semakin berkembang1. Selain itu juga diceritakan oleh SWO, ketua

asosiasi pengrajin rajut Binong Jati, kepada sebuah media lokal yaitu Indonesia

Kreatif2. Usaha rajut milik orang tuanya adalah generasi pertama dari Sentra Rajut

Binong. SWO bercerita, di tahun 1965 orang tuanya bekerja di sebuah pabrik rajutan

di daerah Kiara Condong. Sekitar tahun 1965 pabrik tersebut mengalami kelebihan

order serta mesin yang digunakan sudah tidak bisa ditampung oleh pabrik, lalu

pemilik pabrik memberikan dua buah mesin rajut kepada orang tua SWO untuk

berproduksi di rumah (Binong Jati). Namun demikian, di awal 1990, pabrik tempat

orang tua SWO bekerja mengalami kebangkrutan. Dengan modal dua buah mesin

tenun yang diberi oleh pihak pabrik, kedua orang tua SWO kemudian melanjutkan

produksi secara mandiri, hal itu berlanjut hingga ke generasi SWO sekarang. Di

1 Sumber: http://www.bandungtourism.com

2 Sumber: wawancara Ashari dengan SWO, 28 januari 2012. http://indonesiakreatif.net

Page 27: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

14

samping data sekunder yang diperoleh, ada juga pengrajin rajut Binong yaitu NNI

yang mengatakan bahwa awal mula keluarga NNI mendirikan usaha rajut yaitu

karena ada seorang warga negara Jepang yang mengajari cara merajut kepada ibu

mertua NNI,

“Waktu itukan masih jaman Belanda akhir gitu, nah ibu mertua saya diajarin sama orang Jepang

kayaknya, tapi waktu itu masih sederhana banget ngajarinnya, masih pake tangan gitu manual”.

Berdasarkan penjelasan di atas tampak jelas bahwa Sentra Rajut Binong

terbentuk karena adanya transfer knowledge dan transfer teknologi dari pengusaha di

luar Sentra Rajut Binong yaitu pengusaha Tionghoa dan dari warga negara Jepang

yang kemudian diteruskan secara turun temurun oleh warga Binong. Transfer

knowledge atau transfer pengetahuan terjadi ketika warga Binong bekerja sebagai

pengrajin rajut pada pengusaha Tionghoa tersebut dan dari warga negara Jepang yang

memberi pelatihan merajut pada warga Binong. Warga Binong mempelajari cara

pembuatan rajut dan memepelajari cara penggunaan mesin rajut yang sudah ada pada

saat itu. Transfer teknologi terjadi ketika pengrajin Tionghoa menitipkan mesin rajut

kepada warga Binong untuk mengerjakan rajutan di rumah mereka masing-masing.

Hal ini menunjukan adanya kesamaan dengan hasil penelitian pada industri kecil di

India oleh Kumar (2005) yang mengatakan bahwa pengembangan disebabkan oleh

beberapa faktor di antaranya yaitu transfer teknologi dan transfer pengetahuan.

Hingga saat ini kelurahan Binong terdiri dari unit-unit usaha yang

memproduksi rajutan atau yang lebih dikenal warga dengan sebutan Sentra Indsutri

Rajut Binong.

4.1.2 Geografis

Binong adalah sebuah Kelurahan di Kecamatan Batununggal di kota

Bandung, Binong merupakan pemukiman padat penduduk. Berdasarkan data

Page 28: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

15

demografi kelurahan pada tahun 2004, penduduk Kelurahan Binong adalah sebanyak

14.008 jiwa. Rekapitulasi jumlah penduduk Kelurahan Binong berdasarkan mata

pencaharian pokok penduduk terbanyak tahun 2004 ada pada jasa transportasi dan

ketrampilan sebanyak 2.240 jiwa atau 49,72%. Komposisi penduduk tertinggi

berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Binong terdapat pada tingkat Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yaitu sebanyak 2.100 jiwa. Karakteristik pengrajin

berdasarkan pendidikan terakhir terbanyak ada pada tingkat Sekolah dasar (SD)

sebanyak 30 pengrajin (data kelurahan Binong, Januari 2004). Secara geografis

Kelurahan Binong Kecamatan Batununggal memiliki luas wilayah 72 ha. Adapun

batas wilayah Kelurahan Binong adalah batas Utara Kelurahan Maleer, batas Selatan

Kecamatan Batu Nunggal, batas Barat Kelurahan Kebon Kangkung, dan batas Timur

Kelurahan Gumuruh. Hingga Juni tahun 2014 Kelurahan Binong memiliki jumlah

penduduk 16.029 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 7.852 jiwa penduduk

perempuan 8.177 jiwa3.

4.1.3 Situasi dan Kondisi

Binong Jati dapat diakses melalui Jalan Kiaracondong dan Jalan Gatot

Subroto di mana terdapat sebuah gapura besar bertuliskan Sentra Rajutan Binong Jati.

Di sekitar gapura terdapat pasar yang dinamakan pasar Binong, pasar tersebut bukan

pasar besar namun merupakan pasar rakyat sederhana yang menjual berbagai macam

kebutuhan sehari-hari masyarakat seperti sayuran, buah, dan berbagai keperluan

memasak. Saat memasuki gapura terlihat jalan kecil yang orang-orang menyebutnya

jalan Binong dengan lebar kurang lebih enam meter, sepanjang sekitar lima kilometer

yang hanya cukup dilalui oleh dua kendaraan beroda empat. Di kanan dan kiri

sepanjang jalan Binong terdapat rumah-rumah penduduk yang cukup padat dengan

aktivitas sehari hari seperti jual beli, pedagang makanan, warung, ruko dan

3 Sumber: data kelurahan Binong 2014

Page 29: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

16

sebagainya. Terdapat banyak jalan setapak atau gang kecil di sepanjang jalan Binong,

dengan kegiatan merajut nampak hampir pada semua rumah tangga di Binong. Selain

itu terlihat pula aktivitas bisnis penunjang lainnya seperti pengiriman produk rajut

atau ekspedisi, toko pakaian rajut, dan toko-toko benang.

Jalan Binong merupakan jalan yang cukup sempit dan memiliki kondisi yang

sedikit rusak, jalan Binong hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua dan roda

empat sehingga kendaraan besar seperti bis dan truk tidak dapat masuk. Hal ini

menyebabkan sulitnya akses masuk ke kawasan Binong jika ingin berwisata industri

dengan jumlah pengunjung yang cukup banyak, karena selain kondisi jalan yang

sempit juga tidak tersedianya lahan parkir yang luas di Sentra Rajut Binong Jati.

Seperti yang di sampaikan SWO salah satu pengrajin di Binong, mengenai kendala

infrastruktur, yakni akses jalan masuk ke kawasan industri Binong Jati, dirasakannya

masih menjadi penghambat,

“Dulu ada kelompok dharma wanita yang mengunjungi daerah ini, tetapi, ya begitu, kedatangannya

sempat terhambat oleh akses jalan yang sempit. Sebabnya kelompok dharma wanita itu datang

menggunakan bis. Di sini kan wilayahnya sempit, ya? ga mungkin bis masuk ke sini. Akhirnya mereka

jalan kaki dari jalan utama, padahal kan jaraknya lumayan jauh. Kalau begitu, tamu-tamu juga bisa

kapok datang ke sini”.

Selain itu ASP, seorang pegawai di kantor kelurahan Binong mengatakan

salah satu kendala yang dihadapi Sentra Rajut Binong adalah infrastruktur yang

buruk.

“Ya salah satu kendala yang dihadapi kita ya infrasturktur kita ya, kondisi jalan yang jelek, sempit dan

juga kita tidak ada lahan parkir. Kalo ada orang mau kunjungan pake bis besar kan kesulitan ya,

parkirnya mesti jauh banget kasian cape jalannya, jadi pada males kesini”.

Page 30: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

17

Dari hasil wawancara di atas terlihat bahwa salah satu penyebab kemunduran

Sentra Rajut Binong adalah kondisi infrastruktur yang buruk, yang membuat semakin

sepi dari pengunjung yang ingin melakukan wisata industri.

4.1.4 Pelaku Usaha sentra Rajut Binong

Pada Sentra Rajut Binong para pengusaha rajut sering disebut sebagai

pengrajin. Mereka yang memegang peran penting dalam Sentra Rajut Binong, yaitu

sebagai produsen pakaian rajut. Meskipun pengrajin rajut didominasi oleh warga

Binong, namun cukup banyak pengrajin yang berasal dari luar binong. Peneliti

menemukan bahwa pengrajin rajut yang bukan penduduk asli Binong awalnya hanya

sebagai mahasiswa, karyawan atau mengunjungi sanak saudaranya. Mereka memilih

untuk mendirikan usaha rajut dan menetap di Binong karena adanya kesempatan

untuk berwirusaha menjadi pengrajin rajut, seperti yang dikatakan oleh salah satu

pengrajin yaitu HRW yang berasal dari Binong,

“ …karena memanfaatkan situasi, di Binong ini kan sentra rajut sudah terkenal, Binong pasti rajutnya

jadi saya memanfaatkan peluang usaha ini.”.

Serta yang dikatakan oleh ULI, pengrajin yang berasal dari Palembang,

“…waktu itu saya lihat di Binong ini peluang usaha rajutnya bagus ya, emang di sini sentra rajut, nah

jadi akhirnya saya memutuskan untuk bikin usaha rajut tahun 2005”.

Selain pengrajin, distributor juga berperan dalam bisnis rajut di Binong.

Mereka adalah supplier benang bagi para pengrajin di Binong pada khususnya.

Benang sangat dibutuhkan oleh pengrajin sebagai bahan baku bagi produk rajutan.

Para distributor memperoleh benang dari beberapa perusahaan penghasil benang

seperti Kahatex, Indorama, Lks, Samtex, namun yang memiliki skala besar adalah

Kahatex. Kahatex memiliki birokrasi untuk setiap pendistribusian benangnya,

sehingga para pengrajin di Binong tidak bisa secara langsung mendapatkan benang

Page 31: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

18

dari Kahatex, tetapi harus melalui perantara yaitu distributor-distributor. Hal ini

disampakan olek SFS, manajer salah satu distributor yaitu toko FDL,

“…sebenarnya kita ambil dari beberapa supplier ya, Kahatex, Indorama, Lks, Samtex tapi yang utama

itu Kahatex karena Kahatex yang besar banget itu se Indonesia, dan hampir seluruh Binong pake

produk Kahatex loh. Jadi sebenarnya ini kebijakan Kahatex sendiri untuk netapin jumlah kuota

distributor benangnya, di Binong beberapa orang, nanti di daerah mana ada beberapa orang lagi, dan

salah satu distributor Kahatex itu kita. Jadi kalo orang barupun dan banyak uang sekalipun Kahatex

tetep ga mau ya, itu dah komitmen dari Kahatex untuk netapin jumlah distributor”.

Selain distributor, ada juga warga Binong yang memiliki usaha sebagai sub

distributor. Mereka adalah warga Binong yang tidak berprofesi sebagai pengrajin

pada umumnya. Sama seperti para distributor mereka berperan sebagai supplier

benang bagi para pengrajin rajut di Binong. Namun sub distributor ini tidak

mendapatkan benang dari perusahaan inti seperti Kahatex, melainkan sub distributor

mendapatkan benang dari para distributor-distributor seperti toko FDL. Hal ini

disampaikan oleh TNT salah satu sub distributor di Binong yaitu toko PBI,

“…kalo benang saya ambilnya kebanyakan dari toko Ljs, sisanya Nrw. Kalo kaya ljs dan FDL mereka

langsung dari Kahatex, kalo saya ambil benangnya dari LJS”.

Kedua supplier benang yaitu distributor dan sub distributor berada dalam satu

kawasan tidak menjadi suatu pemasalahan bagi kedua pihak. Hal ini terjadi karena

adanya hubungan pertemanan yang terjalin sejak lama dari pihak distributor dan sub

distributor, yang kemudian terjadi sebuah kepercayaan antara kedua pihak.

Sebagaimana yang diceritakan oleh TNT,

“Dulu sebenarnya yang kenal sama LJS tuh orang tua saya, orang tua saya dulu juga pengrajin, nah

benangnya ambil dari LJS. Udah kenal lama dan hubungannya baik ama pemiliknya, jadi waktu saya

buka usaha distributor benang tahun 2008, orang tua saya yang ngomong ke pemilik LJSnya trus

dikenalin ke saya. Ampe sekarang jadi saya ambil benangnya dari LJS.”

Page 32: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

19

Ketiga pihak dalam Sentra Rajut Binong yaitu, pengrajin, distributor dan sub

distributor memiliki perannya masing-masing namun ketiganya saling terkait.

Pengrajin membutuhkan distributor dan sub distributor sebagai pemasok bahan baku

yaitu benang. Distributor membutuhkan para pengrajin sebagai konsumen untuk

membeli benang mereka. Sub distributor membutuhkan distributor untuk

mendapatkan benang dan juga membutuhkan pengrajin sebagai pelanggan bagi

benang mereka. Seperti yang dikatakan SFS,

“Kita tuh bisa dibilang hukum saling ketergantungan ya, kitanya jual murah, binong sendiri beli ke

kita, jadi ya saling membutuhkan lah gitu”.

Sama halnya yang dikatakan TNT,

“…di Binong ini kan dah jelas sentra rajut, jadi keberadaan distributor benang sama pengrajin tuh

saling menguntungkan, saling membutuhkan”.

Setiap pengrajin telah memiliki langganan sendiri untuk distributornya, tapi

tidak menutup kemungkinan pengrajin juga mencari benang ke distributor lain ketika

barang yang dibutuhkan tidak tersedia di distributor langganannya. Hal ini

dikarenakan setiap distributor terkadang memiliki stok benang yang berbeda-beda,

khususnya dalam hal warna benang. meskipun terdapat perbedaan harga dari para

distributor, namun hal tersebut tidak mempengaruhi pengrajin. Ketika membutuhkan

benang dengan warna tertentu mereka akan tetap membeli meskipun harganya

berbeda dari distributor langganannya. Seperti yang di ungkapkan oleh beberapa

pengrajin sebagai berikut,

HRW mengatakan,

“Kita paling banyak ambil dari federal karena di FDL yang mau kasih tempo, kita boleh ambil barang

dulu, kalo di tempat lain bisa sih kasih tempo tapi sulit. Kita ambil ke toko lain kalo missal warna yang

kita cari di FDLnya ga ada, baru kita cari ke toko lain kaya MJL, KB, PBI”.

Page 33: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

20

Serta yang diungkapkan MMN,

“Kalau distributor benang sekarang dah banyak banget ya dibanding waktu zaman bapak saya, jadi

sekarang saya ngambil benangnya ga hanya di satu agen benang , saya ambil dari banyak agen. Gini,

ga semua warna benang yang kita butuhkan tuh ada di satu agen aja, tapi kadang agen sini stoknya

cuma berapa warna, nanti di agen lain ternyata punya warna yang lain, nah jadi saya ga mau hanya

satu agen. Kalau masalah harga bagi saya ga masalah sih, paling beda lima ratus doank ya paling ga

seribu lah. Perbedaan itu juga hanya yang ga bayar tunai tapi tempo, jadi menurut saya tetap lebih

memilih ambil dari banyak agen”.

Dari hasil wawancara di atas, jumlah distributor yang semakin bertambah dari

waktu kewaktu membuat pengrajin memiliki banyak pilihan dan memudahkan

pengrajin untuk mendapatkan bahan baku. Di samping itu pemilihan jenis warna

menjadi hal utama untuk menentukan dimana mereka akan membeli benang,

sehingga loyalitas terhadap distributor tertentu rendah.

4.2 Start Up

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai proses awal para pengrajin rajut

binong dalam memulai usahanya, dimulai dari faktor pendorong berwirausaha, yaitu

motivasi, transfer ilmu pengetahuan, dukungan keluarga dan hubungan dengan

pemasok. Faktor penghambat yaitu permodalan dan kesulitan pemasaran.

4.2.1 Motivasi

Untuk memulai sebuah usaha terdapat banyak hal yang harus

dipertimbangkan atau harus dimiliki oleh seorang pengrajin, seperti, ide, motivasi,

pengalaman, relasi dan sebagainya. Motivasi berhubungan dengan dorongan atau

kekuatan yang berada dalam diri manusia, motivasi berada dalam diri manusia yang

tidak terlihat dari luar (Endang, 2012). Magginson dan Byrd dalam Yohnson (2003)

menyampaikan beberapa alasan seseorang memulai bisnis kecil, yang pertama

Page 34: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

21

memuaskan tujuan pribadi. Dalam memuaskan tujuan pribadi, seseorang memiliki

ambisi yang ingin dicapai bagi dirinya sendiri, seperti kemandirian, menerima

pendapatan lebih, membantu keluarga, menemukan produk baru. Alasan kedua

adalah mencapai tujuan bisnis yaitu, untuk memenuhi target yang sudah ditetapkan

seperti melayani kebutuhan masyarakat, mendapat keuntungan, peduli terhadap

kehidupan sosial masyarakat maupun lingkungan, mendapatkan pertumbuhan usaha.

Meskipun demikian tujuan bisnis seringkali berhubungan dengan tujuan pribadi.

Adapun motivasi para pengrajin rajut Binong adalah memanfatkan peluang dari

adanya Sentra Binong sendiri, mencari karir yang tetap dan lebih pasti serta

pendapatan yang lebih baik. Selain itu juga adanya dorongan dari pihak keluarga dan

lingkungan sekitar.

Hal yang paling umum dari motivasi para pengrajin adalah memanfaatkan

peluang usaha yang muncul dengan adanya Sentra Binong. Para pengrajin melihat

peluang yang sangat besar untuk memulai usaha rajut mereka, di mana Binong

dikenal sebagai sentra rajut di kota bandung. Banyak pedagang grosir dari dalam kota

Bandung bahkan hingga luar pulau yang mencari produk rajutan di Sentra Rajut

Binong ini. Seperti yang dikatakan ULI,

“Dulu saya di rumah ini tuh buka warung dan saya sambil kuliah hukum perdata di Bandung sampai

jadi sarjana Hukum. Nah sampai tahun 2005 saya buka usaha rajut, dulu saya mah ga ada cita-cita ke

rajut ya, cuma waktu itu saya liat di Binong ini peluang usah rajutnya bagus ya, emang di sini sentra

rajut sih. Nah jadi akhirnya saya memutuskan untuk bikin usaha rajut tahun 2005 dan saya dah ga buka

warung lagi tapi saya coba fokus dirajutnya”.

Motivasi yang ada dalam diri pengrajin maupun motivasi yang berasal dari

luar pengrajin mendorong para pengrajin untuk memulai berwirausaha sebagai

pengusaha atau pengrajin rajut. Hal ini seperti yang di katakan dalam kamus

manajemen (LPPM) mendefinisikan kewirausahaan sebagai seorang yang mampu

memulai dan atau menjalankan usaha (Nurseto, 2004).

Page 35: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

22

Motivasi berikutnya adalah keinginan para pengrajin untuk memiliki karir

yang lebih pasti dan pendapatan yang lebih besar dari pekerjaan sebelumnya. Hal ini

seperti yang di alami oleh NNI,

“…nah waktu itu sempet bapak cuti berapa bulan gitu, sekitar 2 bulan dan pulang ke rumah ibunya, ibu

mertua saya di Binong Bandung ini, kan waktu itu ibu mertua saya udah punya usaha rajut tapi masih

sederhana banget masih pake tangan gitu. Nah saya ama suami saya ikut bantuin lewat kakak ipar saya

juga pengrajin rajut. Kita kan bantuin tuh tapi ya juga di bayar gitu karena ikut bantu juga, nah waktu

itu kok uang upah rajut hampir sama kaya gaji suami saya kalo kerja di kilang minyak di Kalimantan

sana. Dari situ udah ya mending di sini aja pindah bikin rajut aja”.

Begitu juga yang dialami oleh STI,

“Dulu gini sebenarnya saya pernah kerja di perusahaan ekspor rajut juga, kaya sinar selatan, sentra

kogarmindo majalengka. Nah dulu kan kalau kerja sama mereka tuh kan tumpahan, maksudnya

tumpahan tuh kalau perusahaan mau ekspor aja, kita dikasih benang untuk buat rajut, terus nanti dibeli

lagi sama perusahaan, tapi itu kalau rame ya, kalau pas sepi ya kita ga ada pekerjaan. Cape juga disitu

bingung, jadi saya pikir mending usaha sendiri aja, nah tahun 97an saya mulai buka usaha rajut aja

sendiri”.

Motivasi yang ketiga datang dari lingkungan warga masyarakat dan

lingkungan keluarga yaitu melanjutkan usaha orang tua. Binong merupakan

lingkungan padat penduduk di mana hampir semua warganya berprofesi sebagai

pengrajin rajut, sehingga bagi beberapa orang akan merasa aneh jika tidak memiliki

profesi yang sama di lingkungan sekitar yaitu sebagai pengrajin rajut. Seperti yang

dialami oleh MMN,

“Ya sebenarnya saya ga ada cita-cita ke rajut ya, saya dulu juga pernah kerja di pabrik sepatu tahun

1996, saya jadi direktur produksi waktu itu. Tapi kan saya liat semua saudara dan tetangga semua

rajut, masa saya beda sendiri, yaudah saya memutuskan untuk terjun ke rajut meneruskan usaha bapak

saya tahun 2004 dan saya keluar dari pabrik sepatu”.

Page 36: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

23

Dari beberapa motivasi yang dimiliki oleh para pengrajin rajut Binong

terdapat dua jenis motivasi atau alasan dalam memulai usaha rajut. Pertama

memuaskan tujuan pribadi diantaranya mencari karir yang lebih pasti dan pendapatan

yang lebih besar dan meneruskan usaha keluarga serta orang tua. Kedua memuaskan

tujuan bisnis yaitu memanfaatkan peluang usaha untuk mendapatkan keuntungan dan

dorongan dari lingkungan masyarakat.

4.2.2 Knowledge Transfer

Knowledge atau pengetahuan adalah data dan informasi yang digabung

dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan serta motivasi dari sumber yang

kompeten, (Hendrik, 2003). Pengetahuan merupakan salah satu kekuatan pendorong

terpenting bagi keberhasilan sebuah bisnis (Theriou dkk, 2011). Oleh karena itu

pengetahuan harus disalurkan kepada individu atau generasi berikutnya dalam sebuah

organisasi ataupun sebuah perusahaan. Dalam memulai usaha rajutan, Kemampuan

merajut para pengrajin tidak hadir begitu saja namun ada pengetahuan yang

disalurkan dari generasi ke generasi atau transfer pengetahuan.

Transfer pengetahuan adalah penyampaian pengetahuan dari satu tempat,

orang atau kepemilikan yang lain, Liyanage (dalam paulin dan Suneson, 2012).

Selain itu transfer pengetahuan adalah bermacam-macam interaksi antar individu dan

kelompok; dalam kelompok, antar kelompok serta dari kelompok ke organisasi lain

(Paulin dan Suneson, 2012). Mathar (2011) menambahkan bahwa salah satu

keunggulan daya saing bagi sebuah organisasi adalah kemampuan untuk menciptakan

transfer pengetahuan. Para pengarajin rajut Binong melakukan transfer knowledge

dengan menyalurkan pengetahuan merajutnya dari generasi ke generasi. Seperti yang

dikatakan oleh NNI,

“Saya cuma belajar ngerajut dari ibu mertua, saya diriin usaha rajut sendiri sekitar 28 tahun lalu”.

Page 37: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

24

Tidak hanya dilakukan dari individu ke individu, namun transfser pengetahuan di

Sentra Rajut Binong juga terjadi dari organisasi ke individu. Hal ini diutarakan oleh

STI,

“Dulu gini sebenarnya saya pernah kerja di perusahaan ekspor rajut juga, iya benar saya dah ada

pengalaman ya walaupun belum banyak”.

Jadi selain ada transfer pengetahuan dari keluarga pengrajin atau individu ke

individu, para pengrajin juga mendapat pengetahuan merajut dari tempat kerja

mereka sebelumnya di perusahaan rajut.

4.2.3 Dukungan Keluarga

Selain transfer pengetahuan, dukungan dan keterlibatan anggota keluarga

juga berpengaruh dalam memulai suatu usaha bagi para pengrajin, meskipun

dukungan itu tidak secara langsung dirasakan oleh pengrajin itu sendiri. Hal ini

didukung oleh hasil penelitian Budhiyanto (2009) yang mengatakan bahwa

keterlibatan anggota keluarga sangat penting di masa perintisan usaha. Sebagai

contoh yang dialami oleh HRW,

“Dulu kan saya masih kerja di pabrik tuh sebagai mekanik, yang pegang rajut isteri saya, nah saya

sering kasihan sama isteri saya dia sering kecapean, sampai saya ga kuat akhirnya saya keluar kerja

dari pabrik tahun 2006 dan fokus rajut bareng isteri saya sampai sekarang”.

Suami rela berhenti dari pekerjaannya di pabrik untuk membantu istri

menjalankan usaha rajut. Demikian pula yang di alami oleh MMN, hampir seluruh

anggota keluarganya terlibat dalam menjalankan usaha rajut,

“Saudara saya, adik-adik saya pegang semua, ngamatin semua, ada yang mengamati rajut, mengamati

distributor, ya pokoknya semua yang atur kita sekeluarga. Ya mau gimana lagi semua saudara dan

tetangga saya rajut semua, masa saya ga ikut rajut”.

Page 38: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

25

Tampak bahwa keluarga memberikan dukungan secara riil melalui

keterlibatannya dalam aktifitas usaha sehari-hari. Hal ini berbeda dengan hasil

penelitian Budhiyanto (2009) di industri batik Yogyakarta yang mengungkapkan

bahwa dukungan keluarga lebih bersifat pasif, yaitu dalam hal dana dan moral.

Hal ini terjadi karena adanya kebiasaan keluarga yang sangat mempengaruhi

seseorang untuk memulai sesuatu yang sama dengan kebiasaan keluarga tersebut.

Dalam kasus ini adalah kebiasaan merajut yang ada pada keluarga pengrajin, seperti

yang dikemukakan oleh Sumarni (2006), mengatakan salah satu faktor yang

mempengaruhi minat berwirausaha seseorang adalah lingkungan keluarga. Hal ini

dialami oleh MMN yang memutuskan memulai usaha rajut karena keluarganya yang

sebagian besar adalah pengrajin rajut.

4.2.4 Pemasok

Pemasok memiliki peran penting bagi sebuah pendirian usaha dalam

menyediakan bahan baku. Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang

mengatakan bahwa rekan atau mitra bisnis sebagai unsur utama berwirausaha yaitu

mitra dagang maupun mitra pemasok bahan baku (Saiman, 2009). selain itu pada

penelitinnya di sebuah pusat industri, Kumar (2005) juga menambahkan bahwa

pasokan bahan baku dengan kualitas yang dibutuhkan dan harga yang wajar, penting

untuk pertumbuhan sebuah sentra industri.

Pada Sentra Rajut Binong Jati para pengrajin menjalin hubungan yang baik

dengan pemasok agar produksi mereka bisa berjalan lancar. Ada lebih dari satu

pemasok di Binong, hal ini memudahkan para pengrajin untuk mendapatkan bahan

baku mereka. Jarak yang dekat antara pengrajin dan pemasok juga sangat

memudahkan proses jual beli, karena antara pembeli dan pemasok dapat memicu

respon yang cepat dan lebih efektif untuk masalah teknis atau perubahan permintaan

dan sebagainya (Kumar, 2005). Keberadaan pemasok di Binong berupa toko-toko

Page 39: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

26

benang di kawasan rajut Binong Jati. Untuk menjalin hubungan dengan pemasok,

para pengrajin tidak mengalami kendala yang berarti. Pada awal mula menjalin

hubungan dengan pemasok, para pengrajin langsung mendatangi para distributor

untuk bertransaksi. Namun kemudian para distributor terkadang juga menemui para

pengrajin untuk menawarkan benang. Semakin banyaknya pemasok benang membuat

pengrajin memiliki banyak pilihan, seperti yang dikatakan HRW,

“Kalo dulu kan FDL (distributor benang) dia yang nawarin, dia yang dateng gitu terus akhirnya ambil

barang dari federal sampe sekarang, terus kalo yang lain lain kan itu berupa toko benang di Binong sini

jadi ya kita tinggal dateng ke tokonya”.

Demikian juga yang disampaikan oleh ULI mengenai pemasok/distributor benang,

“Saya ambil dari beberapa distributor seperti, Aneka, Kurnia Bumi, Pribumi dan federal. Kalau

supplier di sini gampang ya banyak toko benang, kadang kita yang cari sendiri toko benang di Binong,

kadang mereka yang datengin kita, mereka promosi toko benangnya, ya tinggal pesen aja ya bikin

janji”.

Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa hubungan

yang terjalin antara pengrajin dan distributor adalah saling membutuhkan. Hal ini

lebih memudahkan para pengrajin dalam memenuhi kebutuhannya. Pengrajin sering

kali memperoleh fasilitas pembelian bahan baku dengan cara diberi tempo

pembayaran oleh distributor, ini di sampaikan oleh HRW,

“…kita paling banyak ambil dari FDR karena di FDR yang mau kasih tempo, kita boleh ambil barang

dulu, kalo di tempat lain bisa sih tkasih tempo, tapi sulit”.

Oleh karena itu hal terpenting bagi para pengrajin adalah menjaga

kepercayaan dari para distributor yang ada. Sehingga pengrajin tidak kehilangan

fasilitas pembayaran dengan tempo, karena pembayaran dengan tempo sama halnya

pengrajin memperoleh bantuan permodalan secara tidak langsung.

Page 40: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

27

4.2.5 Hambatan Memulai Usaha

Pada Sentra Rajut Binong, para pengrajin mengeluhkan masalah permodalan

dan pemasaran sebagai hambatan pada saat awal mula mendirikan usaha rajut. Hal ini

mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hafsah (2004) ada dua hambatan yang

pada umumya dihadapi oleh UKM, seperti faktor internal dan eksternal. Faktor

internal meliputi kurangnya permodalan, Sumber Daya Manusia (SDM) yang

terbatas, dan lemahnya jaringan usaha serta kemampuan penetrasi terhadap pasar.

Sedangkan faktor eksternal meliputi kebijakan yang dilakukan pemerintah,

terbatasnya sarana dan prasarana usaha, implikasi perdagangan bebas dan terbatasnya

akses ke pasar.

Masalah permodalan menjadi kendala utama bagi setiap pengrajin rajut di

Sentra Binong, terutama saat pengrajin memulai usaha. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Hisrich (2008), salah satu masalah tersulit dalam proses pendirian

perusahaan baru adalah mendapatkan modal. Hal ini di sampaikan oleh para

pengrajin, salah satunya HRW,

“Waktu dulu awal mulanya sih terutama modal ya, dulu awal mula beli mesin cuma dua, itu pake uang

tabungan saya dan sempat pinjam bank juga untuk modal.

Ada beberapa cara untuk memperoleh sumber daya modal untuk pendirian

sebuah usaha diantaranya adalah dana pribadi, keluarga dan teman, bank komersial,

organisasi pengembangan bisnis kecil seperti SBA (Small Business Administration),

hibah pemerintah, dan penempatan dana swasta (Hisrich, 2008). Para pengrajin

Binong mempunyai tiga alternatif untuk modal bagi usaha mereka, yaitu

menggunakan dana pribadi, dana keluarga dan bank komersial. Hal ini disampaikan

oleh beberapa pengrajin salah satunya NGH,

“…terus modal dulu masih sulit, sampai akhirnya saya harus pinjem bank untuk modal awal”.

Page 41: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

28

Serta yang disampaikan STI,

“Kalau modal dulu ya saya pakai uang saya sendiri tabungan dari dulu dan ga pinjem bank”.

Begitu pula yang dikatakan oleh SYO,

“Ya pake uang tabungan saya sendiri yang udah lama dikumpulin, sama waktu itu sempet pinjem di

bank”.

Di sini bank menjadi alternatif utama bagi pengusaha untuk memulai usaha

ketika mereka tidak memiliki dana pribadi untuk modal awal. Namun dukungan

keluarga juga menjadi faktor yang penting bagi pengusaha untuk memperoleh modal

awal. Seperti yang diceritakan oleh TNT,

“Wah dulu tuh pertama modal, itu yang dulu rada sulit, tapi ya akhirnya bisa juga, soalnya saya kan

didukung orang tua, jadi saya tuh dulu menggadaikan barang-barang saya dan bantuan dari orang tua

juga. Dulu saya pernah pinjem mobil orang tua buat digadaikan, buat cari modal beli benang”.

Jadi modal awal yang digunakan oleh pengusaha-pengusaha di Sentra Rajut Binong

ini berasal dari bank, dana pribadi dan dukungan dana pihak keluarga.

Selain kendala dalam hal permodalan, kesulitan pemasaran juga disampaikan

oleh beberapa pengrajin saat awal mula merintis usaha mereka. Saat awal mula

pendirian usaha, para pengrajin masih menggunakan cara tradisioanal untuk

memasarkan produknya.

Mereka menggunakan word of mouth, atau pemasaran dari mulut ke mulut, yaitu

dengan cara membawa produknya secara langsung ke pedagang pakaian atau grosir di

luar kota.

Seperti yang diutarakan oleh NGH sebagai berikut,

Page 42: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

29

“Dulu sama bapak kita kadang main ke Jakarta sambil bawa sampel rajut terus nawar-nawarin rajut

kita, waktu itu sering di Tanah Abang sambil jalan-jalan aja sambil nawarin produk kita, sampe deal

dapet pelanggan dan sampe sekarang kita via telpon aja gitu”.

Demikian juga dengan STI yang mengatakan bahwa,

“Dulu pemasaran masih sepi banget, jadi dulu kita pernah tawar-tawarin benang ke grosir-grosir

sambil bawa sampel. Untungnya di Binong ini kan dikenal sebagai sentra rajut, jadi seringnya juga

orang-orang banyak masuk sini cari rajut. Walau belum ramai, tapi tetep ada orang yang mau beli

rajut, jadi ya pelang-pelan kita dapet pelanggan, dan rajut tuh mulai ramai tuh tahun 2000an”.

Dari hasil wawancara di atas terlihat jelas bahwa para pengrajin diuntungkan

oleh keberadaan binong yang sudah dikenal sebagai sentra rajut, para pengrajin tidak

hanya memasarkan sendiri produknya hingga ke luar kota. Namun para pengrajin

juga dapat mengandalkan pelanggan dan wisatawan yang masuk ke Binong untuk

mencari rajut.

Berdasarkan data di atas terlihat adanya proses kewriausahaan yang dialami

oleh para pengrajin yaitu adanya kondisi pemicu, di mana kondisi tersebut memicu

para pengrajin untuk memulai usaha mereka, yaitu adanya motivasi, dukungan

keluarga, transfer pengetahuan, dan keberadaan pemasok. Hal ini seperti yang di

jelaskan oleh Bygrave mengenai empat tahapan proses kewirausahaan yaiitu, inovasi,

kondisi pemicu, penerapan dan pertumbuhan (Nassif, Ghobril, & Silva, 2010).

4.3 Pengelolaan Usaha

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengelolaan usaha yang dilakukan

oleh para pengrajin dalam mempertahankan usaha rajut serta faktor penghambat bagi

pengelolaan usaha rajut mereka. Mulai dari rencana pengembangan usaha, strategi

bertahan atau upaya para pengrajin agar bisnis mereka tetap berjalan dan faktor

penghambat yaitu keterbatasn teknologi, dan tidak adanya regenerasi.

Page 43: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

30

4.3.1 Pengembangan Usaha

Dalam pengelolaan sebuah usaha para pengrajin menginginkan usaha yang

semakin berkembang dan tidak ingin mengalami stagnasi bahkan kemunduran.

Dalam proses pengembangan sebuah usaha terdapat adanya peningkatan pendapatan,

peningkatan jumlah karyawan, perluasan tempat usaha dan sebagainya. Hal ini

mendukung penelitian Budhiyanto (2009) mengenai beberapa hal yang dapat dilihat

ketika sebuah usaha semakin berkembang yaitu perluasan tempat usaha, penambahan

kapasitas jumlah tenaga kerja, penambahan jenis dan jumlah produk. Pada Sentra

Rajut Binong perluasan tempat usaha memang banyak diinginkan oleh para

pengrajin. Beberapa pengrajin sudah ada yang melakukan perluasan tempat usaha.

Salah satunya adalah SYO,

“Saya juga lagi ada rencana gitu, ini saya juga lagi buat gudang baru buat bahan baku, biar ini rumah

buat produksi biar ga terlalu sumpek, saya juga rencana mau buka toko bahan baku kecil-kecilan kaya

benang gitu tapi ya kecil kecilan aja”.

Perluasan usaha yang dilakukan karena tidak tersedianya lahan yang cukup

luas untuk dijadikan SYO sebagai tempat produksi rajut.

Begitu pula yang dikatakan MMN,

“…jadi kita membuat toko rajutan juga di Tamrin Jakarta, di situ kita buka seperti toko pakaian

muslim kaya kerudung gitu. Jadi itu salah satu cara kita untuk terus eksis, kita stok rajut ke toko

sendiri di Jakarta itu, nah bapak saya di situ”.

Berbeda dengan SYO, MMN memperluas usahanya karena MMN ingin

memperluas pasarnya hingga ke luar kota serta salah satu cara agar usaha MMN tetap

eksis. Hal ini merupakan salah satu ciri wirausahawan yaitu mengalami pertumbuhan

dalam usahanya. Yohnson (2003) mengatakan wirausahawan adalah orang yang

menciptakan sebuah bisnis yang berhadapan dengan resiko dan ketidakpastian yang

Page 44: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

31

bertujuan memperoleh profit dan mengalami pertumbuhan dengan cara

mengidentifikasikan kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan.

Namun ada beberapa pengrajin yang sudah enggan untuk memperluas usaha

mereka, dikarenakan mereka sudah merasa terlalu repot dan lelah. Ini diceritakan oleh

HRW mengenai rencana pengembangan usaha,

“Wah ga ada ya, segini aja dah repot banget, jadi ya udah deh segini aja”.

Serta yang di sampaikan oleh ULI,

Ga ada ya, segini aja saya dah repot banget. Yang penting kita bisa jalan aja yang penting uang muter

dan bisa bayar karyawan”.

Dari hasil wawancara terlihat perbedaan antara pengrajin yang memiliki

semangat mengembangkan usaha dan yang tidak. Semangat yang dimilik para

pengrajin sanggup memberi dampak pada performa usaha mereka, dan menentukan

perkembangan usaha mereka, apakah semakin besar atau stagnan.

4.3.2 Strategi Bertahan

Bertahan atau sering disebut dengan survival yaitu teknik bertahan hidup. Ada

berbagai macam teknik survival dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya survival

laut, gunung, hutan, gurun dan sebagainya. Meskipun ada banyak jenis survival

namun pada dasarnya memiliki tujan yang sama yaitu mempertahankan

keberlangsungan hidup atau sesuatu (Suryadi, Hamid dan Agussabti, 2013). Tidak

berbeda dalam dunia usaha, agar usaha atau bisnis yang di jalani tetap bertahan,

setiap perusahaan atau organisasi memiliki strategi bertahan yang berbeda satu

dengan lainnya.

Demikian juga dalam menghadapi lingkungan bisnis yang dinamis dan penuh

persaingan, para pengrajin Binong melakukan upaya untuk mempertahankan

Page 45: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

32

bisnisnya. Mereka menjalin kerjasama antara sesama pengrajin dalam berbagai hal,

mulai dari saling tukar informasi, saling membantu untuk pembuatan model rajut

hingga berbagi orderan saat mereka kelebihan pesanan. dengan kata lain pengrajin

rajut Binong melakukan knowledge sharing atau berbagi pengetahauan. Konwoledge

sharing adalah mengkomunikasikan pengetahuan dalam sebuah kelompok, seperti

antar kolega di tempat kerja (Mulyanto, 2012). Hal ini dilakukan karena pengrajin

Binong menyadari bahwa usaha mereka masih memiliki banyak kekurangan seperti

teknologi, SDM, Keuangan dan sebagainya. Dalam hal kuantitas produk yang

dihasilkan oleh setiap pengrajin masih sangat terbatas dibandingkan perusahaan rajut

berskala besar lainnya. Ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan Sentra Rajut

Binong. Hal ini di sampaikan oleh MMN,

“Oya jelas ya kita sering saling ambil produk dari sesama pengrajin ya, bayangin aja dengan cabang-

cabang yang saya punya kadang aja ga bisa kejar apalagi kalau ngandalin hanya satu ini saja. Jadi kita

juga butuh bantuan teman ya, kita ambil produk teman kalau kita ga bisa kejar jumlah kuota

pelanggan”.

Begitu juga yang disampaikan oleh HRW,

“Kalau sesama pengrajin kadang mah kita saling info ya tentang model dan kadang saling kasih

konsumen, dan kadang kita kan ambil barang ke sesama pengrajin gitu, jadi saling bantu juga”.

Sama halnya yang dikatakan NGH,

“Kalau saya bilang hampir semua pengrajin di Binong ini pesaing ya, tapi saya mah ga anggap pesaing

dah. Kita sendiri-sendiri kok, malah kadang kita saling bantu info tentang model rajut, saling kasih tau

cara bikinnya, semua baik-baik aja kok”.

Persaingan di Sentra Rajut Binong tidaklah tajam, para pengrajin cenderung

menjadikan pengrajin lain sebagai rekan bisnis. Bentuk kerjasama inilah yang

membuat pengrajin Sentra Rajut Binong bisa bertahan di tengah kondisi ekonomi

yang selalu berubah.

Page 46: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

33

4.3.3 Teknologi

Kemajuan sebuah teknologi dalam industri dapat menentukan daya saing

perusahaan. Seperti yang disampaikan oleh Johnson (1989) mengenai perkembangan

teknologi yang merupakan salah satu kekuatan utama yang mengendalikan

pertumbuhan industrial. Lebih lanjut Julien (1995) mengatakan bahwa penggunaan

manajemen dan teknologi baru penting bagi bisnis kecil dalam meningkatkan

kemampuan bersaing. Demikian pula diungkapkan oleh Burgelman dkk (2004)

teknologi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksessan bisnis.

Keterbelakangan teknologi juga menyebabkan rendahnya efisiensi dalam proses

produksi, rendahnya jumlah produksi dan mempengaruhi kesanggupan UKM untuk

bersaing di pasar global (Irdayanti, 2012). Kusuma (2012) menambahkan bahwa

adanya keterbatasan teknologi yang digunakan dapat menyebabkan ketidakmampuan

UKM memberi nilai tambah yang nyata bagi keberlangsungan usahanya.

Namun untuk pengembangan teknologi para pengrajin mengalami kesulitan

dalam hal biaya, karena harga mesin rajut dengan teknologi modern cukup tinggi

yaitu sekitar 120 juta. Hal ini disampaikan oleh beberapa pengrajin seperti NNI,

“Saya juga lagi pengin masin modern gitu buat rautnya, saya kemarin liat-liat di Jakarta dan ada brosur

neh pengin banget tapi kembali modal lagi dan tempay ibu neh kurang gede. Sekitar 120 jutaan, mahal

banget, tapi ya itu kembali ke modal lagi belum ada”.

Sama halnya yang di sampaikan NGH,

“Wah ga ada ya, segini aja dah cukup dah terlalu repot, lagian tuh mesin juga mahal banget, ga

sanggup saya udah males pinjem bank”.

Kekurangan biaya untuk membeli mesin berteknologi modern menjadi issue

penting dalam pengembangan usaha oleh para pengrajin sehingga mereka lebih

Page 47: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

34

memilih untuk menggunakan mesin tradisonal yang ada sekarang. Pengrajin tidak

berani mengambil resiko meminjam bank untuk investasi mesin.

4.3.4 Regenerasi

Berbagai upaya untuk mengembangkan dan mempertahankan usaha sudah

dilakukan oleh para pengrajin. Namun untuk membuat usaha mereka tetap eksis dari

generasi ke generasi memerlukan regenerasi. Sugiarti (2012) menjelaskan regenerasi

adalah upaya untuk melakukan pengalihan atau pentransferan nilai baik secara fisik

maupun non fisik (psikis) dari satu pihak ke pihak lain yang pada dasarnya digunakan

untuk mempertahankan keberlanjutan nilai tersebut. Dengan kata lain regenerasi pada

dasarnya adalah upaya untuk mempertahankan kelangsungan sesuatu.

Demikian juga untuk pengrajin rajut Binong Jati seharusnya melakukan

regenerasi usaha untuk mempertahankan keberlangsungan usaha merajut kepada

generasi berikutnya. Namun beberapa pengrajin rajut Binong nampaknya belum

memikirkan hal ini. Mereka melihat anak-anak mereka masih duduk di bangku

sekolah dan perguruan tinggi. Sehingga belum dianggap perlu untuk memikirkan apa

jenis pekerjaan mereka nantinya. Pengrajin menginginkan anak-anak mereka untuk

tetap fokus terlebih dahulu pada dunia pendidikan. para pengrajin juga tidak

memaksakan anak-anak mereka untuk terjun ke dunia rajut meneruskan usaha

rajutan.

Seperti yang dikatakan NGH,

“…tapi saya mah ga paksain bantu, biarin dia fokus kuliah aja, terserah mau cita-cita apa, ga saya

paksain buat di rajut”.

Demikian juga yang dikatakan oleh FRY,

Page 48: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

35

“Anak saya yang sama saya dua, satu kuliah, satu SMP, yang satu lagi sama ibunya, saya ga suruh

mereka bantu sih, saya mah mau bebasin mereka terserah mau kemana, mau ke rajut ya silakan, ga ya

gapapa, saya terserah mereka ga maksain saya mah”.

Dari hasil wawancara, para pengrajin Binong masih belum menyadari

pentingnya regenerasi bagi usaha rajut mereka. Di mana pengrajin masih belum

mengarahkan anak-anak mereka untuk mulai menekuni usaha rajut sejak dini, namun

membiarkan anak-anak mereka memilih karirnya sendiri. Hal ini menjadi salah satu

faktor penghambat dalam pengelolaan usaha rajut para pengrajin. Selain itu tampak

bahwa usaha rajut hanya dijadikan sebagai sumber pendapatan keluarga unt uk

mencukupi kebutuhan hidup.

4.4 Hambatan Pengembangan Usaha

Pengrajin Rajut di Binong menghadapi beberapa kendala atau hambatan

dalam pengembangan usaha diantaranya adalah permodalan, keterbatasan

kemampuan di bidang teknologi, keengganan melakukan perubahan.

4.4.1 Permodalan

Kekurangan Modal menjadi hambatan utama bagi pengrajin rajut binong

untuk memulai dan menjalankan usaha. Permasalahan modal menjadi issue penting

bagi UKM, tidak hanya pada masa perintisan usaha namun juga untuk pengembangan

usaha. Seperti yang dikemukakan oleh Munir dalam Sutopo (2011) yang

mengungkapkan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi usaha kecil dan

menengah (UKM) adalah masalah permodalan. Kendala dalam hal keuangan pun

dihadapi oleh pengrajin rajut Binong untuk pengembangan usaha terutama untuk

penyediaan teknologi mesin rajut berteknologi modern. Pengrajin mengalami

kesulitan untuk berinvastasi pada mesin produksi karena harga mesin yang

Page 49: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

36

berteknologi modern yang cukup tinggi, yaitu sekitar 120 juta rupiah. Hal ini seperti

yang di sampaikan ULI,

“Wah ga ada ya, segini aja deh mahal banget uang ga cukup”.

Demikian pula disampaikan oleh NNI,

“Saya juga lagi pengin mesin modern gitu buat rajutnya, pengin banget tapi kembali ke modal lagi dan

tempat ibu neh kurang gede”.

Sementara untuk meminjam modal dari bank mereka tidak memiliki

keberanian mengambil resiko, mengingat nilai investasi yang cukup tinggi hanya

untuk mengadopsi teknologi baru. Pengrajin lebih memilih untuk mempertahankan

mesin rajut lamanya daripada mengeluarkan modal tambahan untuk mengadopsi

mesin berteknologi modern. Padahal penggunaan teknologi yang ketinggalan akan

menghambat perkembangan usaha. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Tejo

(2004) UKM sering didefinisikan sebagai usaha yang sulit berkembang dan banyak

permasalahan yang dihadapi seperti teknologi yang ketinggalan. Tidak seperti pada

saat pendirian usaha, mereka lebih berani meminjam dari bank. Hal ini terjadi karena

pada saat merintis usaha, dana yang dibutuhkan besar, meliputi mesin rajut, bahan

baku, alat-lat rajut, gaji karyawan dan sebagainya. oleh karena itu pengrajin terpaksa

meminjam dana kepada bank.

Sedangkan untuk pengembangan usaha pengrajin lebih memilih

menggunakan dana pribadi dan perolehan keuntungan yang didapat dari bisnis

rajutnya. Di samping itu para pengrajin juga sudah merasa cukup puas dengan usaha

rajut yang sekarang sedang dijalani. Seperti disampaikan oleh NNI,

“Akh ga akh cukup, ga mau pinjem bank lagi, nanti mungkin kumpulin uang dulu”.

Page 50: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

37

Lalu yang ditambahkan oleh JOKO,

“Kalo pertama kali merintis rajut kan perlu mesin, benang, peralatan rajut dan lain-lain. Setelah

berjalan usahanya otomatis mesin dan lainnya kan ga perlu tambah sebanyak waktu merintis, paling

tambah sedikit demi sedikit, jadi dikembangin sesuai keuntungan yang didapat”.

Meminjam uang dari bank dianggap sulit karena membutuhkan jaminan dan

mengharuskan pengrajin membayar bunga, ini seperti yang dikatakan oleh ULI,

“Halah ribet, bunganya gede butuh jaminan juga, ga mau saya”.

Dari hasil wawancara pengrajin Binong sudah enggan untuk meminjam modal

kepada pihak bank dikarenakan pengrajin sudah merasa cukup puas dengan usaha

rajutnya saat ini. Sehingga untuk pengembangan usaha rajut berikutnya para

pengrajin lebih memilih untuk dilakukan secara mandiri dengan dana sendiri.

4.4.2 Ketidakmampuan dibidang Teknologi

Kemampuan dibidang teknologi dibutuhkan oleh pengrajin jika mereka ingin

mengadopsi mesin berteknologi tinggi karena membutuhkan keahlian khusus dalam

mengoprasikannya. Beberapa pengrajin merasa kuatir dengan cara perawatan mesin

rajut modern dan cara pengoprasiannya. Terutama apabila mesin berteknologi

modern yang mereka gunakan mengalami kerusakan, dibutuhkan tenaga ahli yang

mengerti mesin tersebut dan pengrajin merasa tidak memiliki kemampuan yang

dibutuhkan. Hal ini dikatakan oleh MMN,

“…tapi ya itu mesinnya ga murah tapi mahal banget ratusan juta tuh dan mesinnya juga ga dijalankan

kaya mesin biasa pasti lebih canggih, jadi kendala kita ga hanya cukup modal tapi keahlian juga kita

belum siap”.

Dalam hal ini memang UKM atau usaha kecil pada umumnya sering

digambarkan sebagai usaha yang sulit berkembang karena berbagai keterbatasan yang

dimiliki oleh UKM. Seperti yang disampaikan oleh Dipta (2008) mengatakan UKM

Page 51: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

38

memiliki keterbatasan kemampuan untuk akses kepada sumberdaya produktif salah

satunya adalah teknologi. Lestari (2010) juga menambahkan bahwa rendahnya

produktivitas industri, salah satunya disebabkan karena rendahnya penguasaan

teknologi.

Padahal jika produktivitas meningkat, akan berdampak bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat, karena UKM bisa dikatakan sebagai sumber pendapatan

bagi kehidupan orang banyak. Selain itu seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya

bahwa penggunaan teknologi yang lebih modern bagi sebuah usaha, akan

meningkatkan daya saing perusahaan tersebut.

4.4.3 Kengganan Melakukan Perubahan

Keinginan dan upaya untuk mengembangkan sebuah usaha merupakan faktor

utama bagi berkembangnya usaha seseorang menjadi lebih maju. Teknologi yang

modern, modal yang berlimpah, tingkat sumber daya manusia yang tinggi akan

menjadi sia-sia jika seorang pengusaha tidak memiliki hasrat atau keinginan yang

kuat untuk memajukan usahanya. Seperti yang disampaikan oleh Suryana (2006)

menjelaskan keberhasilan usaha atau kegagalan wirusaha sangat dipengaruhi oleh

sifat kepribadian pengusaha itu sendiri.

Begitu juga dengan keengganan pengrajin rajut untuk berkembang menjadi

penghambat utama bagi pertumbuhan usaha para pengrajin, yaitu sikap tidak mau

repot dan tidak mau melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Bagi pengrajin

untuk menjalankan bisnis yang ada saat ini sudah sangat merepotkan dan melelahkan

bahkan ada yang merasa takut. Bagi mereka yang terpenting adalah usaha terus

berjalan serta pembayaran gaji untuk karyawan terpenuhi. Seperti yang diungkapkan

oleh beberapa pengrajin,

Salah satunya HRW,

“Wah ga ada segini aja udah repot banget ya, jadi udah deh segini aja”.

Demikian pula yang disampaikan oleh ULI,

Page 52: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

39

“Ga ada ya, segini aja saya dah repot banget, yang penting kita bisa jalan aja, yang penting uang muter

dan bisa bayar karyawan”.

Sama halnya dengan yang disampaikan oleh FRY,

“Walah kalo gitu sih ya pengin, tapi ya gini ajalah takut. Ya takut sepi, kalo usaha rajut gini kan

musiman gitu ga pasti, nanti pas udah punya mesin banyak dan karyawan eh pas sepi yakan malah

repot. Saya sih ngikut permintaan konsumen tanya maunya gimana, saya mah pengin enjoy aja santé

aja gitu”.

Padahal untuk menjadi seorang wirausaha yang sukses salah satunya harus

mempunyai sikap berani mengambil resiko, bekerja keras, percaya diri. Seperti yang

dijelaskan oleh Endang (2012) entrepreneur adalah orang yang berjiwa berani

mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Kasmir dalam

Nurseto (2012) menambahakan ciri-ciri wirausaha yang berhasil di antaranya

memiliki visi dan tujuan yang jelas, inisiatif dan selalu proaktif, berorientasi pada

prestasi, berani mengambil resiko, bekerja keras. Sehingga jika seorang pengrajin

belum memiliki keberanian menanggung resiko, bekerja keras, memanfaatkan

peluang, tampak bahwa belum dapat disebut sebagai entrepreneur yang berhasil.

Page 53: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

40

BAB V

Kesimpulan dan Saran

Dalam masa memulai usaha terdapat beberapa faktor pendukung dan faktor

yang menghambat para pengrajin untuk memulai usaha rajut mereka.

Faktor pendukung:

1. Motivasi

Memanfaatkan peluang

Karir yang tetap

Pendapatan yang lebih besar

2. Faktor dukungan keluarga. Keluarga pengrajin memberikan dukungan penuh

bagi usaha rajut

3. Transfer pengetahuan. Adanya pengetahuan merajut yang tersalurkan dari

pihak keluarga dan dari perusahaan rajut tempat pengrajin bekerja

sebelumnya.

4. Lingkungan sekitar. Para pengrajin berada pada suatu lokasi, di mana lokasi

tersebut terdiri dari ratusan pengrajin rajut

5. Keberadaan pemasok. Keberadaan pemasok yang mudah ditemukan di sentra

Binong, memudahkan para pengrajin memperoleh bahan baku.

Faktor penghambat:

1. Keterbatasan modal. Modal yang dimiliki pengrajin terbatas

2. Kesulitan pemasaran. Pada saat pendirian usaha, para pengrajin masih

menggunakan sistem word of mouth.

Page 54: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

41

Setelah melewati masa memulai usaha, para pengrajin melakukan

pengelolaan bagi usaha mereka, dalam pengelolaan ini terdapat juga faktor-faktor

yang mendukung dan menghambat pengelolaan usaha rajut.

Faktor pendukung:

1. Pengembangan usaha/perluasan tempat usaha

2. Strategi bertahan. Para pengrajin melakukan kerjasama antar sesam pengrajin

dalam hal informasi, pembuatan model rajut dan berbagi pesanan rajut.

Faktor penghambat:

1. Keterbatasan teknologi. Para pengrajin masih menggunakan teknologi yang

sederhana dalam memproduksi rajutan.

2. Belum adanya regenerasi. Para pengrajin belum memepersiapkan anak-anak

mereka sebagai penerus usaha rajut.

Pengembangan usaha yang dilakukan para pengrajin bukan berarti tanpa

hambatan, beberapa hambatan yang dihadapi pengrajin membuat usaha mereka sulit

berkembang, cenderung stagnan bahkan mengalami kemunduran.

1. Keterbatasan permodalan

2. Ketidakmampuan dibidang teknologi. Skill para pengrajin sendiri yang masih

rendah terutama dalam hal penguasaan teknologi.

3. Keengganan melakukan perubahan. pengrajin merasa terlalu repot jika

usahanya semakin besar, para pengarajin sudah merasa nyaman dengan

keadaan bisnis rajutnya saat ini.

Dari penelitian mengenai dinamika Sentra Rajut Binong Bandung, muncul

saran-saran untuk penelitian berikutnya.

Page 55: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

42

1. Penelitian berikutnya dapat membahas mengenai rantai nilai klaster rajut

Binong, yang melibatkan pemasok hingga konsumen akhir.

2. Penelitian berikutnya juga dapat meneliti mengenai ada tidaknya kontribusi

pemerintah kota Bandung terhadap perkembangan Sentra Industri Rajut

Binong.

Keterbatasan dalam penelitian ini yang menyebabkan penelitian ini kurang

maksimal adalah keterbatasan waktu dan dana bagi peneliti dalam proses penelitian di

Kelurahan Binong, Bandung. Lokasi penelitian dan domisili peneliti yang jauh, juga

menjadi kendala dalam penelitian ini, serta kondisi fisik peneliti yang kurang

memungkinkan. Kejujuran dan keterbukaan nara sumber dalam memberikan

informasi kepada peneliti juga menjadi kendala dalam penelitian ini.

Page 56: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

43

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, M. 2012. Sentra Industri Rajutan Binong Jati. http://indonesiakreatif.net.

Budhiyanto, Lely Kristinawati. 2009. Dinamika Bisnis Perempuan Pengusaha Batik

di Yogyakarta. Bandung: Tesis Institut Teknologi Bandung.

Burgelman, R. A., Christensen, C. M., Wheelwright, C. S. 2004. Strategic

Managament of Technology and Innovation. New York: 4 th Edition,

McGraw-Hill Books Companies, Inc.

Dipta, I Wayan. 2008. Strategi Penguatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) Melalui Kerjasama Kemitraan Pola CSR. Infokop Vol.16,

September 2008, Hal: 62-75.

Endang, M. G. W. 2012. Analisis Faktor-faktor Motivasi Berwirausaha Terhadap

Keberhasilan Pengusaha UKM: Studi Pada UKM Kota Malang. Jurnal Profit

Vol.6 No.1, Juni 2012.

Endosomwan, Johnson A. 1989. Integrating Inovation and Technology Managament.

Wiley Series in Enginering and Technology Managament.

Hendrik. 2003. Sekilas Tentang Knowledge Management. Ilmukomputer.com.

Hisrich, Robert D., Michael Peters P., dan Dean A. Shepherd. 2008.

Enterpreneurship Edisi 7. Jakarta: Salemba Empat.

Irdayanti. 2012. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan UKM Berorientasi

Ekspor: Studi Kasus Klaster Kasongan dalam Rantai Nilai Tambah Global.

Jurnal Transnasional Vol.3, No.2, Februari 2012.

Julien, Andre and Pierre.1995. New Technologies and Information in Small

Businesses. Journal of Business Venturing 10, p 459-475.

Kumar, Sudesh. 2005. Development of Industrial Cluster: Study of Indian Small

Scale Industry Cluster.

Kusuma, Parama Tirta Wulandari Wening. 2012. Analisisi Kelayakan Finansial

Pengembangan UKM NATA DE COCO di Sumedang Jawa Barat. Jurnal

Inovasi dan Kewirausahaan.

Page 57: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

44

Lestari, Etty Puji. 2010. Penguatan Ekonomi Industri Kecil dan Menengah Melalui

Platform Klaster Industri. Jurnal Organisasi dan Manajemen Vol 6, No. 2,

September 2010.

Mathar, Fadhilah. 2011. Performansi Transfer Pengetahuan: Seminar Nasional

Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2011. ISBN 979-26-0255-0.

Mulyanto, Agus. 2012. Persepsi Dosen Terhadap Berbagi Pengetahuan di

Perguruan Tinggi. Jurnal Informatika Vol 6, No. 2, Juli 2012.

Murniningsi, Rochiati dan Muhdiyanto Murnisudarjo. 2011. Komitmen Organisasi

Karyawan UKM: Pengaruh Job Enrichment dan Employee Recognition. Studi

Empiris UKM di Kota Magelang. Magelang: Universitas Muhammadiyah.

Nassif, Vania,. M. J. et. all. 2011. Understanding the Entrepreneurial Process: a

Dynamic

Approach. BAR. Sao Paulo.

Nurseto, Tejo. 2004. Strategi Menumbuhkan Wirausaha Kecil Menengah Yang

Tangguh. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosisal Universitas Negeri Yogyakarta.

Jurnal Ekonomi dan Pendidikan Vol.1 No.1, Februari 2004.

Paulin, Dan dan Suneson, Kaj. 2012. Knowledge Transfer, Knowledge Sharing and

Knowledge Barriers: Three Blurry Terms in KM. Electronic Journal of

Knowledge Management Vol. 10 Issue 1 2012. Department of Technology

Management and Economics, Chalmers University of Technology.

Gothenburg, Sweden.

Rahardjo, Mudjia. 2012. Metode Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif. http://www.artikelkomplit.com/2012/10/metode-pengumpulan-data-

penelitian_10.html.

Rahardjo, Mudjia. 2010. Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif .

http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/215-jenis-dan-metode-

penelitian-kualitatif.html.

Sugiarti, Rara. 2012. Regenerasi Seniman Batik di Era Industri Kreatif Untuk

Mendorong Pengembangan Pariwisata Budaya. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Pariwisata dan Budaya (PUSPARI) LPPM. Solo: Universitas

Sebelas Maret.

Suryana. 2006. Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat.

Page 58: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

45

Suryadi., Hamid, Humam, A., dan Agussabti. 2013. Strategi Bertahan Hidup Petani

Kopi Pasca Konflik: Studi Kasus Kecamatan Kute Panang Aceh Tengah. Agrisep

Vol. 14 No. 1, 2013 Susilo, Y. Sri. 2010. Strategi Meningkatkan Daya Saing UMKM Dalam Menghadapi

Implementasi CAFTA dan MEA. Buletin Ekonomi Vol.8 No.2, Agustus 2010,

Hal. 70-170.

Sutopo, Indi. 2011. Produktivitas dan Ketahanan Bisnis Industri Kecil: Studi Empiris

Industri Batik Tulis Trusmi Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon. Dinamika

Keuangan dan Perbankan Vol.3 No.1, November 2011. Purwokerto: Program

Studi IESP Universitas Jenderal Soedirman.

Theirou, N., Maditinos, D., dan Theiriou G. 2011. Knowledge Management Enabler

Factor and Firm Performance: An Empirical Research of the Greek Medium

and Large Firm. European Research Studies.

United Nations Industrial Development Organization. 2010. Cluster development for

pro poor growth: the UNIDO approach.

Widiyatnoto, Erfikas. 2013. Pengaruh Jiwa Kewirausahaan dan Budaya Keluarga

terhadap Minat Berwirausaha: Pada Siswa SMKN 1 Wonosari dan SMKN 2

Wonosari di Kabupaten Gunungkidul. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan

Teknik Mesin Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta.

Yohnson. 2003. Peranan Universitas Dalam Memotivasi Sarjana Menjadi Young

Enterpreneurs. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.5 No.2, September

2003, Hal. 97-111.

http://www.bandungtourism.com/tododet.php?q=Sentra%20Rajutan%20Binong%20

Jati.

Page 59: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

1

Lampiran

Pertanyaan pembuka

1. Bagaimana proses pembentukan industri rajut di Binong ini?sejak tahun

berapa klaster terbentuk?

2. Siapakah inisiator/pengrajin awal usaha rajut di Binong?

Pedoman Pertanyaan Untuk Pengrajin/entrepreneur

1. Nama:

2. Usia:

3. Asal:

4. Etnis:

5. Urutan kelahiran(berapa bersaudara):

6. Pekerjaan:

7. Pendidikan terakhir:

8. Status pernikahan:

9. Jumlah anak:

10. Nama istri/suami:

11. Kapan usaha anda mulai berdiri? Ketika itu anda berumur berapa?adakah hal

atau peristiwa yang memicu atau memotivasi anda untuk memulai usaha?dan

bagaimana awal mulanya anda mendirikan usaha ini?ceritakan.

Page 60: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

2

12. Apakah anda memiliki pengalaman berusaha sebelum mendirikan/menekuni

usaha ini?

13. Hambatan apa saja yang anda alami ketika memulai usaha ini dan bagaimana

anda mengatasi hambatannya pada waktu itu?(pemerintah, masyarakat sekitar,

keluarga), ceritakan.

14. Bagaimana respon warga sekitar klaster terhadap usaha anda?

15. Dari mana anda mendapatkan modal awal untuk memulai usaha ini?

16. Dari mana anda memperoleh bahan baku?

17. Ada berapa dan apa saja jenis suplier yang anda miliki?bagaimana awal

mulanya anda menjalin hubungan dengan para suplier?sudah berapa lama

hubungan kemitraan anda dengan suplier?apakah anda memiliki suplier lain

dalam satu jenis bahan baku?jika ya atau tidak, ceritakan.

18. Apakah suplier anda juga menjadi suplier pengrajin sejenis, di dalam dan di

luar klaster?ceritakan.

19. Adakah masalah/kendala ketika berhubungan dengan suplier?bgaimana cara

anda mengatasinya?ceritakan.

20. Ceritakan bagaimana proses produksi rajut anda? Siapa saja yang terlibat?

21. Apakah ada rencana untuk mengembangkan teknologi yang lebih modern di

usaha anda?adakah kendala dalam penerapan teknologi pada usaha

anda?ceritakan

22. Apakah dalam proses produksi, anda melakukan outsourching?

23. Bagaimana anda melakukan kontrol terhadap kualitas produksi anda?

Page 61: DINAMIKA USAHA PENGRAJIN RAJUT BINONG, BANDUNG

3

24. Adakah kendala saat proses produksi rajut anda?dan bagaimana anda

mngatasi kendala itu?ceritakan.

25. Bagaimana anda mengetahui fashion yang sedang populer saat ini?dan

bagaimana anda mempublikasikan kepada tenaga kerja anda?ceritakan.

26. Darimana dan siapa saja tenaga kerja yang anda miliki?keahlian apa saja yang

dimiliki tenaga kerja anda?adakah standar kualitas bagi tenaga kerja yang

ingin anda rekrut?bagaimana anda mngelola tenaga kerja anda?ceritakan.

27. Adakah SOP ( Standart opperational prosedur) untuk tenaga kerja anda?

28. Apakah anda melakukan ekspor produksi anda?bagaimana anda

mendistribusikannya? Dan kemana saja anda memasarkan produk anda?

29. Adakah kendala dalam pemasaran produk anda?bagaimana anda mengatasi

maslah pendistribusian tersebut?

30. Siapa saja yang menjadi pesaing dalam usaha anda?dari dalam klaster maupun

di luar klaster?bagaimana anda mengatasi persaingan tersebut sehingga anda

bisa bertahan?

31. Bagaimana anda menghadapai pesaing dari China?

32. Adakah peran pemerintah atau dukungan dari perusahaan swasta dalam

pengembangan usaha anda?bgaimana bentuk dukungan mereka?ceritakan.

33. Apakah keluarga turut berperan dalam usaha ini?apa perannya?ceritakan.

34. Apakah anda memiliki perencanaan untuk mengembangkan usaha anda?

35. Apakah anda memiliki kunci sukses bagi perusahaan anda?