BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian...
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian
1. Gambaran umum Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10-15 April 2014.
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pembimbing klinik atau
preceptor yang bekerja di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang berjumlah 21 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi.
2. Karakteristik Responden
Hasil untuk distribusi frekuensi karakteristik responden akan
dijabarkan dan dipresentasikan dalam beberapa tabel sebagai berikut:
a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden di Rumah
Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang Tahun 2014
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden
di RS Roemani Tahun 2014 (n=21)
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 6 28,6
Perempuan 15 71,4
Total 21 100
52
Distribusi frekuensi jenis kelamin responden dari 21 responden
pembimbing klinik/preceptor di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang 28,6% laki-laki, dan 71,4% perempuan.
b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang Tahun 2014
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden
di RS Roemani Tahun 2014 (n=21)
Pendidikan Frekuensi Persentase
Ners 13 61,9
S1Kep 2 9,5
D3 Kep
D3 Keb
D4 Keb
2
3
1
9,5
14,3
4,8
Total 21 100
Berdasarkan table 4.2 tersebut diatas, dari 21 responden
pembimbing klinik atau preceptor di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang sebagian besar berpendidikan Ners sebesar
61,9%.
c. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur, Lama Kerja Sebagai
Pembimbing Klinik di Rumah Saakit Roemani Muhammadiyah
Semarang Tahun 2014
Tabel 4.3
Distribusi Berdasarkan Umur, Lama Kerja
di RS Roemani Tahun 2014 (n=21)
Variabel Minimal Maximal Mean SD 95% CI
Umur 24 50 39,24 7,224 35.95 lower
42,53 upper
Lama kerja 3 27 17,57 6,742 14,50 lower
20.64 upper
53
Distribusi frekuensi umur responden dari 21 pembimbing
klinik/preceptor di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
dengan umur termuda 24 tahun, umur tertua 50 tahun, untuk lama
kerja responden di RS Roemani Muhammadiyah Semarang minimal 3
tahun dan maksimal 27 tahun.
d. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Unit Kerja Responden di Rumag
Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang 2014.
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Unit Kerja Responden
di RS Roemani Tahun 2014 (n=21)
Unit Kerja Frekuensi Persentase
Bedah
Dalam
2
1
9,5
4,8
Maternitas
Anak
Gawat Darurat
Intensif Care
Management
5
3
2
2
6
23,8
14,3
9,5
9,5
28,6
Total 21 100
Berdasarkan table 4.4 tersebut diatas, dari 21 responden
pembimbing klinik/preceptor di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang unit kerja sebagian besar berada pada unit
management sebesar 28,6%.
54
e. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kursus atau Pelatihan Preceptor di
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang Tahun 2014
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kursus atau Pelatihan Preceptorship
Responden
di RS Roemani Tahun 2014 (n=21)
Kursus/pelatihan
preceptor
Frekuensi Persentase
Ya 13 61,9
Tidak 8 38,1
Total 21` 100
Berdasarkan table 4.5 tersebut diatas, dari 21 responden
pembimbing klinik/preceptor di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang sebagian besar pernah mengikuti kursus
atau pelatihan preceptorship 61,9%.
f. Distribusi Frekuensi Jabatan Responden di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang Tahun 2014.
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Jabatan Responden
di RS Roemani Tahun 2014 (n=21)
Jabatan Frekuensi Precentase
Manager 2 9,5
Supervisor 1 4,8
Asisten Manager 9 42,9
Ketua Tim 4 19,0
Perawat Pelaksana 5 23,8
Total 21 100
Berdasarkan table 4.6 tersebut diatas, dari 21 responden
pembimbing klinik/preceptor di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang sebagian besar jabatan adalah asisten
manager sebesar 42,9%.
55
g. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketertarikan Menjadi Preceptor di
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang Tahun 2014
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketertarikan Menjadi Preceptor
di RS Roemani Tahun 2014 (n=21)
Ketertarikan Frekuensi Persentase
Rendah 3 14,3
Tinggi 18 85,7
Total 21 100
Berdasarkan table 4.7 tersebut diatas, dari 21 responden
pembimbing klinik/preceptor di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang sebagian besar mempunyai ketertarikan
tinggi untuk menjadi preceptorship sebesar 85,7%.
B. Hasil Penelitian
1. Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Rumah Sakit atau Klinik
Terhadap Kebijakan Pelayanan Terhadap Proses Pelaksanaan
Preceptorship
Hasil penelitian menunjukkan kebijakan pelayanan terhadap proses
pelaksanaan preceptor dari total responden 21 orang. Dikategorikan
dukungan institusi rumah sakit tentang kebijakan pelayanan baik sebanyak
38,1%, dikategorikan kebijakan pelayanan cukup 61,9% dan 0% yang
menunjukkan kategori kebijakan pelayanan kurang, ditampilkan dalam
tabel berikut ini:
56
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi RS Tentang Kebijakan Pelayanan
Dalam Proses Pelaksanaan Preceptorship
di RS Roemani Tahun 2014
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 8 38,1
Cukup
Kurang
13
0
61,9
0
Total 21 100
Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dari 21 responden pembimbing
klinik/preceptor mengatakan bahwa dukungan institusi rumah sakit
tentang kebijakan pelayanan cukup sebesar 61,9%.
Sedangkan analisis data dari enam pertanyaan dukungan institusi
rumah sakit tentang kebijakan pelayanan menurut prosentase seperti pada
tabel dibawah ini.
Pertanyaan Skala Likert (%)
1 2 3 4 5
1. Pemahaman tentang tujuan dari proses
preceptorship/pembimbingan
2. Cara pengambilan keputusan dalam proses
preceptorship
3. Pentingnya keberadaan preceptor di Rumah
Sakit Pendidikan
4. Mendapatkan pengurangan beban kerja dari
Rumah Sakit dalam proses preceptorship
5. Mendapatkan penghargaan berupa jenjang karir
dan kesejahteraan dari Rumah Sakit
6. Preceptorship mendukung program sebagai
Rumah Sakit Pendidikan
0
0
0
0
4,8
0
23.8
14,3
14,3
76,2
52,4
9,5
52,4
66,7
28,6
14,3
42,9
28,6
23,8
19,0
33,3
9,5
0
57,1
0
0
23,8
0
0
4,8
2. Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Rumah Sakit Tentang Komitmen
Preceptor Untuk Pendidikan Klinis Terhadap Proses Pelaksanaan
Preceptorship
57
Hasil penelitian menunjukkan komitmen preceptor untuk pendidikan
klinis dari total responden 21 orang 19,0% baik, 61,9% cukup, dan 19,0%
kurang, ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi RS Tentang Komitmen Preceptor Untuk
Pendidikan Klinis Terhadap Proses Pelaksanaan Preceptorship
di RS Roemani Tahun 2014
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 4 19,0
Cukup
Kurang
13
4
61,9
19.0
Total 21 100
Berdasarkan tabel 4.9 diatas, dari 21 responden pembimbing
klinik/preceptor mengatakan bahwa dukungan institusi rumah sakit
tentang komitmen preceptorship untuk pendidikan klinis cukup sebesar
61,9%
Sedangkan analisis data dari lima pertanyaan dukungan institusi
rumah sakit tentang komitmen preceptor untuk pendidikan klinis menurut
prosentase seperti pada tabel dibawah ini.
Pertanyaan Skala Likert (%)
1 2 3 4 5
1. Keterlibatan saudara dalam bed side teaching
dan demonstrasi
2. Melibatkan peran aktif preceptee dalam proses
pembelajaran klinik
3. Tidak melibatkan preceptee dalam melakukan
tugas perawat sehari hari
4. Mengajak preceptee dalam melakukan
intervensi
5. Memberikan kesempatan konfrens kepada
preceptee
0
0
9,5
0
0
28,6
23,8
33,3
9,5
4,8
47,6
42,9
38,1
38,1
38,1
23,8
33.3
19,0
52,4
57,1
0
0
0
0
0
58
3. Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Rumah Sakit Komitmen Kesiapan
Sumber Daya Terhadap Proses Preceptorship.
Hasil penelitian menunjukkan komitmen kesiapan sumber daya dari
total responden 21 orang. Dikategorikan dukungan komitmen kesiapan
sumber daya dikategorikan cukup 85,7%, kurang sebesar 14,3%
sedangkan kategori baik 0% , ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi RS Tentang Komitmen Kesiapan Sumber
Daya Terhadap Proses Pelaksanaan Preceptorship
di RS Roemani Tahun 2014
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 0 0
Cukup 18 85,7
Kurang 3 14,3
Total 21 100
Berdasarkan tabel 4.10 diatas, dari 21 responden pembimbing
klinik/preceptor mengatakan bahwa dukungan institusi rumah sakit
tentang komitmen kesiapan sumber daya cukup sebesar 85,7%
Sedangkan analisis data dari lima pertanyaan dukungan institusi
rumah sakit tentang komitmen kesiapan sumber daya menurut prosentase
seperti pada tabel dibawah ini.
Pertanyaan Skala Likert
1 2 3 4 5
1. Mempunyai banyak waktu untuk melakukan
bimbingan
2. Mendapatkan pelatihan tentang preceptor
3. Konflik antara tugas pekerjaan dan
pembimbingan
4. Merasa puas dengan kemampuan yang dimiliki
sekarang
5. Kemampuan dalam melakukan evaluasi
terhadap preceptee
4,8
4,8
0
14,3
0
57,1
38,1
33,3
33,3
28,6
33.3
19,6
61,9
42,9
52,4
4,8
33,3
4,8
9,5
19,0
0
4,8
0
0
0
59
4. Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Pendidikan Tentang Kerangka
Teoritis Terhadap Proses Pelaksanaan Preceptorship
Hasil penelitian menunjukkan dukungan institusi pendidikan tentang
kerangka teoritis terhadap proses pelaksanaan preceptorship dari total
responden 21 orang. Dikategorikan dukungan baik sebanyak 14,3%,
dikategorikan dukungan cukup 61,9% dan 23,8% untuk kategori dukungan
kurang, ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.11
Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Pendidikan Tentang Kerangka Teoritis
Teerhadap Proses Pelaksanaan Preceptorship
di RS Roemani Tahun 2014
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 3 14,3
Cukup 13 61,9
Kurang 5 23,8
Total 24 100
Berdasarkan tabel 4.11 diatas, dari 21 responden pembimbing
klinik/preceptor mengatakan bahwa dukungan institusi pendidikan tentang
kerangka teoritis cukup sebesar 61,9%
Sedangkan analisis data dari lima pertanyaan dukungan institusi
pendidikan tentang kerangka teoritis menurut prosentase seperti pada tabel
dibawah ini.
Pertanyaan Skala Likert (%)
1 2 3 4 5
1. Memberikan standar praktek yang tinggi
terhadap preceptee
2. Pengambilan keputusan klinik dan praktek
berbasis evidence base
3. Menghubungkan pengetahuan teoritis untuk
situasi keperawatan yang ada
4. Adanya penilaian terhadap peran preceptor
saudara
5. Terlibat dalam perencanaan program
preceptorship
0
0
0
0
4,8
33,3
33,3
23,8
52,4
47,6
38,1
47,6
47,6
33,3
33,3
28,6
19,0
28,6
14,3
9,5
0
0
0
0
4,8
60
5. Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Pendidikan Tentang Komitmen
Preceptor Untuk Belajar Klinis Terhadap Proses Pelaksanaan
Preceptorship.
Hasil penelitian menunjukkan dukungan institusi pendidikan tentang
komitmen preceptor untuk belajar klinis terhadap proses pelaksanaan
preceptorship dari total responden 21 orang. Dikategorikan dukungan baik
sebanyak 23,8% baik, dikategorikan dukungan cukup 71,4% dan 4,8%
untuk kategori dukungan kurang, ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.12
Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Pendidikan Tentang Komitmen Preceptor
Untuk Belajar Klinis Terhadap Proses Pelaksanaan Preceptorship
di RS Roemani Tahun 2014
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 5 23,8
Cukup 15 71,4
Kurang 1 4,8
Total 21 100
Berdasarkan tabel 4.12 diatas, dari 21 responden pembimbing
klinik/preceptor mengatakan bahwa dukungan institusi pendidikan tentang
komitmen preceptor untuk belajar klinis cukup sebesar 71,4%
Sedangkan analisis data dari lima pertanyaan dukungan institusi
pendidikan tentang komitmen preceptor untuk belajar klinis menurut
prosentase seperti pada tabel dibawah ini.
Pertanyaan Skala Likert (%)
1 2 3 4 5
1. Pembelajaran sesuai dengan tujuan, karekteristik
preceptee dan kerangka konsep pembelajaran
2. Mempunyai waktu untuk melakukan
bimbingan dengan preceptee
3. Mampu berperan sebagai role model untuk
preceptee
0
0
0
19,0
33,3
14,3
61,9
47,6
42,9
19,0
19,0
42,9
0
0
0
61
4. Kemudahan dalam proses evaluasi mahasiswa
5. Kemudahan pengumpulan nilai akhir preceptee
kepada institusi pendidikan
0
0
14,3
14,3
52,4
47,6
33,3
38,1
0
0
6. Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Pendidikan Tentang Kerjasama
Dengan Pelayanan Kesehatan Terhadap Proses Pelaksanaan Preceptorship
Hasil penelitian menunjukkan dukungan institusi pendidikan tentang
kerjasama dengan pelayanan kesehatan terhadap proses pelaksanaan
preceptorship dari total responden 21 orang. Dikategorikan dukungan baik
sebanyak 9,5% baik, dikategorikan dukungan cukup 76,2% dan 14,3%
untuk kategori dukungan kurang, ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.13
Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Pendidikan Tentang Kerjasama Dengan
Pelayanan Kesehatan Terhadap Proses Pelaksanaan Preceptorship
di RS Roemani Tahun 2014
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 2 9,5
Cukup 16 76,2
Kurang 3 14,3
Total 21 100
Berdasarkan tabel 4.13 diatas, dari 21 responden pembimbing
klinik/preceptor mengatakan bahwa dukungan institusi pendidikan tentang
kerjasama dengan pelayanan kesehatan cukup sebesar 76,2%
Sedangkan analisis data dari lima pertanyaan dukungan institusi
pendidikan tentang kerjasama dengan pelayanan kesehatan menurut
prosentase seperti pada tabel dibawah ini.
62
Pertanyaan Skala Likert (%)
1 2 3 4 5
1. Bagaimana pengakuan RS terhadap peran
saudara sebagai preceptor
2. Apakah ada MOU dengan Rumah Sakit
3. Hubungan preceptor dengan institusi
pendidikan
4. Ketersediaan ruang pre dan post confrent
5. Fasilitas pendukung pelaksanaan preceptorship
0
4.8
0
4,8
0
47,6
23,8
23,8
52,4
57,1
42,9
34,
24,2
9
28,6
9,5
19,0
33,3
4,8
9,5
0
19,0
0
9,5
4,8
7. Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Pendidikan Tentang Kebijakan
Pendidikan Terhadap Proses Pelaksanaan Preceptorship.
Hasil penelitian menunjukkan dukungan institusi pendidikan tentang
kebijakan pendidikan terhadap proses pelaksanaan preceptorship dari total
responden 21 orang. Dikategorikan dukungan baik sebanyak 9,5% baik,
dikategorikan dukungan cukup 66,7% dan 23,8% untuk kategori dukungan
kurang, ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.14
Distribusi Frekuensi Dukungan Institusi Pendidikan Tentang Kebijakan Pendidiksn
Terhadap Proses Pelaksanaan Preceptorship
di RS Roemani Tahun 2014
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 2 9,5
Cukup 14 66,7
Kurang 5 23,8
Total 21 100
Berdasarkan tabel 4.14 diatas, dari 21 responden pembimbing
klinik/preceptor mengatakan bahwa dukungan institusi pendidikan tentang
kebijakan pendidikan cukup sebesar 66,7%
63
Sedangkan analisis data dari enam pertanyaan dukungan institusi
pendidikan tentang kebijakan pendidikan menurut prosentase seperti pada
tabel dibawah ini.
Pertanyaan Skala Likert (%)
1 2 3 4 5
1. Mendapatkan jenjang karir/kesejahteraan
2. Berkesempatan meningkatkan
pendidikan/pengetahuan
3. Kemudahan dalam mengakses jurnal
kesehatan/keperawatan
4. Mempunyai cukup waktu untuk pembelajaran
klinis
5. Panduan praktek tentang preceptorship
sekarang ini
6. Design kurikulum preceptorship yang jelas
0
4,8
4,8
9,5
0
4,8
47,6
38,1
52,4
28,6
52,4
47,6
42,9
33,3
33,3
52,4
33,3
38,1
9,5
23,8
9,5
9,5
14,3
9,5
0
0
0
0
0
0
C. Pembahasan
Pada bagian ini akan membahas hasil penelitian yang peneliti lakukan
dan interpretasi hasil serta diskusi hasil.
1. Interpretasi Hasil dan Diskusi Hasil
a. Deskripsi dukungan institusi pendidikan tentang kebijakan pelayanan
terhadap proses pelaksanaan preceptorship
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.8 didapatkan bahwa
dukungan institusi rumah sakit tentang kebijakan pelayanan terhadap
proses pelaksanaan preceptorship di RS Roemani Muhammadiyah
Semarang dengan prosentase 61,9% menunjukkan cukup.
Namun demikian hasil tentang pentingnya keberadaan preceptor
di rumah sakit pendidikan prosentase tertinggi yaitu sudah
menunjukkan baik yaitu sebesar 23,8%, sedangkan kekurangan yang
64
menonjol pada kebijakan pelayanan terletak pada kurangnya
pengurangan beban kerja dari rumah sakit dalam proses preceptorship
dengan prosentase 76,2% mengatakan kurang, diikuti dengan
kurangnya penghargaan berupa jenjang karir dan kesejahteraan yaitu
sebesar 52,4%.
Hasil yang jauh berbeda sebesar 4,8% pada item pertanyaan
mendapat penghargaan berupa jenjang karir dan kesejahteraan sangat
kurang, hal tersebut dikarenakan preceptor yang mempunya lama kerja
minimal atau baru sehingga peluang untuk jenjang karir belum tercapai
termasuk kesejahteraan yang didapatkan. Hasil 23,8% pada item
pentingnya keberadaan preceptor di Rumah sakit pendidikan sangat
baik dikarenakan responden mengartikannya secara tekstual bahwa
keberadaan preceptor itu penting tidak melihat apakah rumah sakit
sudah memberikan dukungan untuk itu, alasan itu pula yang terjadi
pada item preceptorship mendukung program sebagai rumah sakit
pendidikan sebesar 4,8%.
Memberikan dukungan penghargaan dan komitmen lain yang
bermanfaat kepada preceptor merupakan hal yang penting dalam
pelaksanaan preceptorship (Dibert & Goldenberg, 1995).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.8 berbeda dengan
penelitian sebelumnya, preceptor sering kali mendapatkan tekanan
yang berat, stress dan merasa tidak didukung oleh manajer klinik
mereka. Diperlukan tambahan waktu, dukungan, umpan balik dan
65
pengakuan dari manajer dalam pengambilan peran ini (Carthy &
Murphy, 2010)
Berdasarkan observasi peneliti selama penelitian, pembimbing
klinik di RS Roemani Muhammadiyah Semarang masih memiliki
beban kerja yang banyak, serta masih belum adanya penghargaan yang
layak terhadap preceptor dalam proses preceptorship.
b. Deskripsi dukungan institusi rumah sakit tentang komitmen preceptor
untuk pendidikan klinis terhadap proses pelaksanaan preceptorship
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.9 didapatkan bahwa
komitmen preceptor untuk pendidikan klinis dari total 21 responden
dan 61,9% cukup
Beberapa item-item hasil dari komitmen preceptor untuk
pendidikan klinis yang memiliki prosentase besar yaitu preceptee
selalu di libatkan dalam proses intervensi yaitu 52,4%, sedangkan
memberikan kesempatan konfren kepada preceptee sebesar 57,1%,
namun masih ada 9,5% preceptor masih melibatkan preceptee dalam
melakukan tugas perawat sehari hari.
Pendidikan klinik merupakan aktifitas yang terjadi selama
pengalaman praktek mahasiswa di tempat pelayanan kesehatan.
Pendidikan klinik memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk
mengintegrasikan teori yang telah dipelajari di akademik ke dalam
66
praktek di tempat pelayanan kesehatan, sehingga pengalaman
mahasiswa di tempat klinik dapat diintegrasikan dalam pembelajaran
akademik. (Morgan, 2006; Zilembo & Monterosso, 2008) dalam
(Ockerby et al, 2009)
Berdasarkan observasi peneliti selama penelitian, pembimbing
klinik/preceptor telah melakukan bedside teaching dan demonstrasi
dengan baik serta adanya pelibatan peran aktif preceptee dalam proses
pembelajaran klinik dan mengajak preceptee dalam melakukan
intervensi. Namun memang masih ada preceptor yang masih
melibatkan preceptee dalam melakukan tugas sehari-hari perawat
namun hal tersebut merupakan bagian kecil
c. Deskripsi dukungan institusi rumah sakit tentang komitmen kesiapan
sumber daya terhadap proses pelaksanaan preceptorship.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.10 didapatkan bahwa
dkungan komitmen kesiapan sumber daya terhadap proses pelaksanaan
preceptorship cukup sebanyak 85,7%,
Pada karakteristik preceptor menunjukkan bahwa sebagian besar
sudah mengikuti pelatihan preceptor namun dari hasil analisa data
ternyata pelatihan tentang preceptor masih dianggap kurang yaitu
sebesar 38,1% sedangkan yang mengatakan sudah baik sebesar 33,3%.
Kekurangan yang paling besar dari item pertanyaan yaitu preceptor
67
kurang mempunyai banyak waktu dalam melakukan proses
preceptorship sebesar 57,1%, begitu dengan konflik antara pekerjaan
dengan pembimbingan yaitu 61,9% mengatakan cukup sering terjadi.
Hasil 4,8% pada item mendapatkan pelatihan tentang preceptor
sangat baik, karena ada responden yang sudah menjadi preceptor
untuk waktu yang lama sehingga responden mempunyai pengetahuan
atau kemampuan yang lebih dibandingkan responden yang lain.
Preceptorship merupakan issue utama, guna meningkatkan
pelayanan keperawatan pada pasien dengan membantu perawat baru
dalam mengembangkan keahlian klinik dan mendorong retensi tenaga
kerja dengan mendukung mahasiswa dalam transisi ke perawat
praktisi. (Robinson and Griffiths, 2009)
Hasil penelitian diatas sama dengan hasil penelitian sebelumnya,
yaitu konflik waktu merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan
preceptorship, dengan keterbatasan waktu yang diberikan kepada
preceptor untuk memberikan mahasiswa berbagai pengalaman baru.
Sehingga kurang maksimal (Omansky, 2010).
Berdasarkan observasi peneliti selama penelitian, ternyata lebih
dari separuhnya telah mengikuti kursus atau pelatihan preceptor
namun preceptor masih membutuhkan pelatihan pelatihan lainnya dan
sebagian besar juga mengatakan kalau preceptor perlu untuk
meningkatkan kemampuannya dari yang telah dimiliki sekarang.
68
d. Deskripsi dukungan institusi pendidikan tentang kerangka teoritis
terhadap proses pelaksanaan preceptorship.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.11 didapatkan bahwa
dukungan institusi pendidikan tentang kerangka teoritis terhadap
proses pelaksanaan preceptorship dari total responden 21 orang
menunjukkan dukungan cukup sebesar 61,9%.
Dukungan institusi pendidikan tentang kerangka teoritis
menunjukkan nilai positif yang cukup dalam melakukan pengambilan
keputusan klinik berbasis evidence base dan menghubungkan
pengetahuan teoritis dengan situasi keperawatan yang ada. Sedangkan
kekurangan yang ada pada dukungan kerangka teoritis ini
menunjukkan sebesar 52,4% kurang adanya penilaian terhadap peran
preceptor, dan 47,8% tidak dilibatkan dalam proses perencanaan
program preceptorship oleh institusi pendidikan.
Pada item terlibat dalam perencanaan program preceptorship
sangat baik sebesar 4,8% karena ada beberapa responden yang
merupakan staf pengajar pada institusi pendidikan sehingga responden
terlibat dalam proses perencanaannya.
Kompetensi preceptor mengenai praktek professional
diantaranya membantu mahasiswa mendapatkan ilmu sesuai kode etik
yang berlaku, bekerja sesuai standar nasional maupun internasional,
69
mengerti peran, hak dan tanggungjawabnya dalam pelaksanaan
preceptorship di Rumah Sakit (CNA, 2004).
Berdasarakan observasi peneliti selama penelitian, preceptor
telah memberikan standar praktek, adanya pengambilan keputusan
sesuai dengan evidence base, telah menghubungkan pengetahuan
teoritis dengan situasi keperawatan yang ada, namun masih minim
untuk pelibatan dalam pembuatan program preceptorship. Dengan
demikian, tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan di
lapangan.
e. Deskripsi dukungan institusi pendidikan tentang komitmen preceptor
untuk belajar klinis terhadap proses pelaksanaan preceptorship.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.12 didapatkan bahwa
hasil penelitian menunjukkan dukungan institusi pendidikan tentang
komitmen preceptor untuk belajar klinis terhadap proses pelaksanaan
preceptorship dari total responden 21 orang menunjukkan dukungan
cukup dengan prosentase 71,4%.
Preceptor dalam komitmen untuk belajar klinis sebesar 42,9%
mampu berperan sebagai role model bagi preceptee, sedangkan
prosentase cukup lainnya yang menyumbang dukungan ini menjadi
cukup yaitu terletak pada item pembelajaran yang belum sesuai dengan
tujuan, karakteristik dan kerangka konsep sebesar 61,9% begitu juga
dengan kesulitan dalam proses evaluasi mahasiswa yaitu sebesar
70
52,4%. Kesulitan lain yaitu dalam hal pengumpulan nilai akhir kepada
institusi pendidikan sebesar 38,1%.
Pembelajaran klinik merupakan salah satu metode mendidik
peserta didik diklinik yang memungkinkan pendidikan memilih dan
menerapkan cara mendidik yang sesuai dengan tujuan, dan
karakteristik individual peserta didik berdasarkan kerangka konsep
pembelajaran. (Nursalam,2002)
Berdasarkan observasi peneliti selama penelitian, pembimbing
klinik/preceptor selalu melakukan evaluasi diakhir bimbingan
sehingga sesuai dengan tujuan pembelajaran, selalu dapat menerapkan
bagaimana format, dokumentasi dan pelaporan asuhan keperawatan,
preceptor sudah berperan sebagai role model bagi preceptee, namun
dalam hal pengumpulan hasil evaluasi serta kemudahan proses
evaluasi terhadap preceptee masih kurang, preceptor harus
menyerahkan sendiri nilai ke koordinator institusi pendidikan di
kampus dan kadang tidak dapat ditemui.
f. Deskripsi dukungan institusi pendidikan tentang kerjasama dengan
pelayanan kesehatan terhadap proses pelaksanaan preceptorsip.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.13 didapatkan bahwa
hasil penelitian dukungan institusi pendidikan tentang kerjasama
dengan pelayanan kesehatan terhadap proses pelaksanaan
71
preceptorship dari total responden 21 orang menunjukkan dukungan
cukup sebanyak 76,2%.
Sebaran nilai pada dukungan institusi pendidikan tentang
kerjasama dengan pelayanan kesehatan hampir merata dari sangat
kurang sampai dengan yang sangat baik, namun masih banyak yang
menujukkan hasil yang kurang dan cukup diantaranya kurangnya
ketersediaan ruang pre dan post konfren serta fasilitas pendukung
pelaksanaan preceptorship yaitu lebih dari 50%. Pentingnya hubungan
yang baik antara preceptor dengan institusi pendidikan merupakan
faktor penting juga dalam proses kolaborasi dan komunikasi
sedangkan hasil penelitian menunjukkan masih kurangnya hubungan
preceptor dengan institusi pendidikan
Pada item apakah ada MOU dengan rumah sakit sebesar 19,0%
mengatakan sangat baik dimana beberapa responden merupakan
pejabat struktural yang dalam hal ini terlibat langsung dalam proses
MOU dengan institusi pendidikan, kurangnya ketersediaan ruang pre
dan post konfren kurang karena tidak semua ruang perawatan didesain
memiliki ruang tersebut dimana gedung yang gunakan untuk
perawatan merupakan gedung lama, sehingga pelaksanaannya
dilakukan di nurse station sedangkan hanya sedikit yang memiliki
ruang pre dan post konfren karena merupakan gedung baru yang
terakhir dibangun oleh institusi rumah sakit. Fasilitas pendukung
pelaksanaan preceptorsip kurang karena tidak tersediannya peralatan
72
yang akan digunakan oleh preceptee dalam melakukan proses
preceptorship sebagai contoh alat audio visual untuk semnar kelompok
juga tidak tersedia, ruang khusus seminar juga tidak tersedia sehingga
harus bergantian atau menyesuaikan dengan penggunaan ruang rapat.
Seorang responden mengatakan sangat baik karena ada ruangan yang
mempunyai ruang pre dan post konfren dan memiliki alat audio visual
sendiri
Berdasarkan observasi peneliti selama penelitian, pengakuan
peran preceptor sudah dikeluarkannya surat keputusan dari direktur,
sedangkan ketersediaan ruang pre dan post konferen serta fasilitas
pendukung pelaksanaan preceptorship masih kurang karena hanya
pada ruang tertentu saya yang mempunyai ruangan untuk pre dan post
konfren sedangkan lainnya menggunakan nurse station.
g. Deskripsi dukungan institusi pendidikan tentang kebijakan pendidikan
terhadap proses pelaksanaan preceptorsip.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.14 didapatkan bahwa
Hasil penelitian dukungan institusi pendidikan tentang kebijakan
pendidikan terhadap proses pelaksanaan preceptorship dari total
responden 21 orang menunjukkan hasil cukup dengan prosentase
66,7%.
73
Pada dukungan institusi pendidikan tentang kebijakan pendidikan
masih mempunyai hasil baik sebesar 23,8% yaitu berkesempatan
meningkatkan pendidikan/pengetahuan, sedangkan beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatian lebih yaitu tentang kemudahan dalam
mengakses jurnal kesehatan/keperawatan, panduan praktek
preceptorship, adanya design kurikulum preceptorship yang jelas,
adanya jenjang karir/penghargaan karena memiliki prosentase yang
cukup besar.
Pada tiga item yaitu tentang kesempatan meningkatkan
pendidikan atau pengetahuan, kemudahan dalam mengakses jurnal
kesehatan atau keperawatan serta design kurikulum preceptorship yang
jelas mennjukkan hasil sangat kurang karena ada beberapa responden
yang baru menjadi preceptor sehingga belum memahami tentang cara
mengakses jurnal kesehatan atau keperawatan serta belum tahu tentang
kurikulum preceptorship, dan terkendala dengan kebijakan institusi
rumah sakit tentang ijin untuk meningkatkan pendidikannya.
Kebijakan dalam bidang pendidikan keperawatan mampu
memberikan pedoman kepada para pendidik sehingga akan dapat
mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar
(PBM). Selain itu dengan adanya kebijakan akan didapatkan
pengetahuan yang murni atau kemajuan pengetahuan di bidang
pelayanan keperawatan untuk dapat diaplikasikan serta sebagai
74
tuntunan atau dasar untuk melakukan penalaran yang tepat dan berpikir
secara mandiri, logika, kritis. (Nova Fitria,2013)
Berdasarkan observasi peneliti selama penelitian bahwa sebagian
besar mengatakan bahwa jenjang karir/kesejahteraan masih kurang,
serta masih kurangnya panduan praktek preceptorship, serta perlunya
peninjauan ulang terhadap design kurikulum dalam upaya perbaikan
dan peningkatan mutu preceptorship dengan melibatkan preceptor
klinik/rumah sakit.
2. Keterbatasan Penelitian
Saat penelitian, semua responden meminta pada peneliti untuk
meninggalkan kuesioner yang peneliti bagikan, dan meminta peneliti
kembali keesokan hari dikarenakan ada responden yang harus mengikuti
rapat struktural, serta ada yang masih mendapatkan shif jaga selain pagi
serta masih ada responden yang menjalani cuti. Dengan demikian, peneliti
sedikit kesulitan untuk memastikan apakah jawaban responden benar-
benar jawaban sendiri atau melihat jawaban responden lainnya. Selain itu,
tidak semua responden mau untuk pengambilan gambar/foto sebagai bukti
penelitian.
75
3. Implikasi untuk Keperawatan
Diharapkan hasil studi deskriptif ini dapat digunakan sebagai acuan
oleh pembimbing klinik untuk meningkatkan pengetahuan tentang
preceptorship, dan kompetensi preceptor, sebagai acuan oleh rumah sakit
untuk memberikan dukungan kepada pembimbing klinik baik
penghargaan, pelatihan tentang preceptorship dan sebagai acuan oleh
pihak akademik untuk melakukan upaya peningkatan pengetahuan tentang
kompetensi preceptor dan preceptorship serta mempersiapkan mahasiswa
sebelum memasuki dunia kerja.