Tugas Bed Side Teaching

29
TINJAUAN PUSTAKA DAKRIOSISTITIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya di SMF. Ilmu Kesehatan Mata RSD dr.Soebandi Jember Oleh: Divi Mardiana, S.Ked NIM. 052010101008 Roza Insanilhusna, S.Ked NIM. 062010101057 Pembimbing: dr.Bagas Kumoro, Sp.M

description

Tugas Bed Side Teaching

Transcript of Tugas Bed Side Teaching

Page 1: Tugas Bed Side Teaching

TINJAUAN PUSTAKA

DAKRIOSISTITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

di SMF. Ilmu Kesehatan Mata RSD dr.Soebandi Jember

Oleh:

Divi Mardiana, S.Ked NIM. 052010101008

Roza Insanilhusna, S.Ked NIM. 062010101057

Pembimbing:

dr.Bagas Kumoro, Sp.M

SMF. ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

NOPEMBER 2010

Page 2: Tugas Bed Side Teaching

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa

kelenjar lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal,

kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.8

Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena

berbagai sebab. Membran mukosa pada saluran ini terdiri dari dua permukaan

yang saling bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal, di mana

pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni bakteri. Tujuan fungsional dari

sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari kelenjar air mata

menuju ke cavum nasal. Tersumbatnya aliran air mata secara patologis

menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus lakrimal yang biasa disebut

dengan dakriosistitis.6

Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis

akut ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada

regio kantus medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus

lakrimal ditandai dengan adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian

sakus lakrimal dan disertai dengan demam. Selain dakriosistitis akut dan kronis,

ada juga dakriosistitis kongenital yang merupakan bentuk khusus dari

dakriosistitis. Patofisiologinya berhubungan erat dengan proses embriogenesis

dari sistem eksresi lakrimal.6

Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak

dan orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga

70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%

dari jumlah kelahiran yang ada. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa

sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada

dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.6

1

Page 3: Tugas Bed Side Teaching

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah yang dimaksud dengan dakriosistitis ?

b. Bagaimana persebaran penyakit dakriosistitis ?

b. Apa saja bentuk (jenis) dakriosistitis ?

c. Apakah yang menjadi penyebab dakriosistitis ?

d. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya dakriosistitis ?

e. Gejala apa sajakah yang muncul pada orang yang menderita dakriosistitis ?

f. Pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis

dakriosistitis ?

g. Terapi apa saja yang bisa diberikan untuk mengobati dakriosistitis

h. Bagaimana komplikasi dan prognosis dakriosistitis ?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui tentang dakriosistitis,

epidemiologi, jenis-jenis dakriosistitis, penyebab, patofisiologi, gejala klinis yang

muncul, pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, terapi,

komplikasi, dan prognosis dari dakriosistitis.

2

Page 4: Tugas Bed Side Teaching

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Lakrimalis

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa

kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis,

kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.8

Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang

disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini

bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung

dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian

posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata

diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang

mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan

di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata

oleh kedipan kelopak mata.5

Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase

Sumber: Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical

Students Eleventh Edition

3

Page 5: Tugas Bed Side Teaching

Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis

lakrimalis, superior dan inferior, kemudian menuju ke punctum

lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus

medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus

lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan

orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis

dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam

keadaan normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan

berada pada sebuah saluran pada dinding medial orbita.5

2.2 Definisi

Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya

obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat

tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat

adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1,2,3,6,8

2.3 Epidemiologi

Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas

40 tahun, terutama perempuan 2,6,8 dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga

70 tahun.6 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%

dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan

perempuan.6 Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila

didahului dengan infeksi jamur.8

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3

(tiga) jenis 6, yaitu:

a. Akut

4

Page 6: Tugas Bed Side Teaching

Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang

menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada

sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.

b. Kronis

Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan

dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.

c. Kongenital

Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya

juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan

selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis

kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang

berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang

indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi

kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.

Gambar 2. Dakriosistitis Akut Sumber: http://www.emedicine.com/

5

Page 7: Tugas Bed Side Teaching

Gambar 3. Dakriosistitis KongenitalSumber: http://www.emedicine.com/

2.5 Faktor Predisposisi Dan Etiologi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus

nasolakrimalis 12:

Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium,

atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.

Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.

Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus

maksilaris.

Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram

negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama

terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-

Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis

kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga

merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.4

Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak

sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa

sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus.

6

Page 8: Tugas Bed Side Teaching

Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan

oleh Streptococcus pneumoniae.2

2.6 Patofisiologi

Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi

pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak

biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang

dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.8

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan

air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media

pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.2

Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat

diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 12. Tahapan-tahapan

tersebut antara lain:

Tahap obstruksi

Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga

yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.

Tahap Infeksi

Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,

mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.

Tahap Sikatrik

Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal

ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga

membentuk suatu kista.

2.7 Gejala Klinis

Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran.

Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial

(epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian

depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar

7

Page 9: Tugas Bed Side Teaching

sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis

ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.2,8

Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi

yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi

yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan

keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra

yang melekat satu dengan lainnya.2,8

Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata

pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air

mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak

tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).13

2.8 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan

dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan

pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum

bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.

Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui

ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang

digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis

adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.

Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.

Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan

anel test. 6,7,12

Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna

fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan

kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan

memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.7

8

Page 10: Tugas Bed Side Teaching

Gambar 4. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiriSumber: http://www.djo.harvard.edu

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi

lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada

mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah

itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien

diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue

didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.7,12

Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran

ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II.

Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus

nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.

Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal

inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau

berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II,

caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak

didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada

sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas,

maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih

dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah

dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang

terganggu. 6,7,12

9

Page 11: Tugas Bed Side Teaching

Gambar 5. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test IISumber: http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air

mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.

Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan

lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak

obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam

saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,

kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa

masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika

yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.7,12

Gambar 6. Anel Test Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan

diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab

10

Page 12: Tugas Bed Side Teaching

obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.

Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk

mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.6

Gambar 7. Probing Test Sumber: Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition

2.9 Diagnosis Banding3

a. Selulitis Orbita

Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar

intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala

demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau

eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan

menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis

pembuluh vena dengan edema papil. 3

b. Hordeolum

Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal

bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan

infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi

kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang

bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.

Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan

penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. 3

11

Page 13: Tugas Bed Side Teaching

2.10 Terapi

Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan

masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik

amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis

dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin

0,5% atau azithromycin 1%) 17 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali

sehari 8.

Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan

kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup

sering 8,17. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o.

tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik

untuk orang dewasa 17. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat

diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu

dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik

secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi

abses dapat dilakukan insisi dan drainase 8. Dakriosistitis kronis

pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi

dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat

diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.

Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan

bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur

pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah

dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat

suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal

dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada

kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah

eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal

hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik

endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang

atau laser.17

12

Page 14: Tugas Bed Side Teaching

Gambar 8. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal

Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of

Ophtalmology

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika

dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya

yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi

dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada

fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa

membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-

rata hanya 12,5 menit). 19

Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi

absolut dan kontraindikasi relatif 12. Kontraindikasi relatif dilakukannya

DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70

tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa

keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:

13

Page 15: Tugas Bed Side Teaching

Kelainan pada kantong air mata :

- Keganasan pada kantong air mata.

- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis

Kelainan pada hidung :

- Keganasan pada hidung

- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma

- Rhinitis atopik

Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

Gambar 9. Teknik Dakriosistorinostomi Internal

Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of

Ophtalmology

2.11 Komplikasi

Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air

mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,

bahkan selulitis orbita.8

14

Page 16: Tugas Bed Side Teaching

Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi

tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen

superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik

pascaoperasi yang tampak jelas.19

2.12 Prognosis

Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi

terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara

tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan

pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau

dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga

prognosisnya dubia ad bonam. 15

15

Page 17: Tugas Bed Side Teaching

BAB 3. KESIMPULAN

Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus

lakrimalis). Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari

inflamasi pada saccus lacrimalis adalah dakriosistitis kongenital, dimana

patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Pada

orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya

dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70

tahun.

Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus

nasolakrimalis memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi.

Obstruksi dari bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada

orang dewasa yang terkena dakriosistitis. Bakteri aerob dan anaerob bisa

didapatkan pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan dakriosistitis.

Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang

tampak merah dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta

mengeluarkan nanah. Selain itu, penderita juga mengalami demam. Jika infeksi

yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian besar gejala mungkin

menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap.

Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang

memadai, dan bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan

antibiotika. Kompres dengan menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif

terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu, menghilangkan obstruksi adalah

penyembuhan satu-satunya.

16

Page 18: Tugas Bed Side Teaching

DAFTAR PUSTAKA

1. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore:American

Academy of Ophtalmology.

2. Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit

Mata Ed.III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.

3. Bahar, Ardiansyah. 2009. Dakriosistitis. [serial online]. http://arbaa-

fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html. [17 November 2010].

4. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007. Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://www.eye.com/. [7 November 2010].

5. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .

6. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online].

http://www.emedicine.com/. [7 November 2010].

7. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit

Mata Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

8. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

9. Kaneshiro, N.K. 2010. Blocked Tear Duct. [serial online].

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001016.htm. [24

November 2010]

17

Page 19: Tugas Bed Side Teaching

10. Kassir, Kari. 2007. Dacryocystitis. [serial online].

http://www.doctorofusc.com/condition/document/237309.htm. [24

November 2010]

11. Leitman, M.W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .

12. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://

eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [20 November 2010]

13. Mamoun, Tarek. 2009. Congenital Dacryocystitis. [serial online].

http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83. [20 November 2010].

14. Mamoun, Tarek. 2009. Acute Dacryocystitis. [serial online].

http://eyescure.com/Default.aspx?ID=85. [20 November 2010].

15. O'Brien, Terrence P. 2009. Dacryocystitis. [serial online].

http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm. [13 November 2010]

16. Sanders, Laura. ____. Cosmetic Facial and Eye Plastic Surgery

Evaluation. [serial online]. http://drlaurasanders.com/topics/102-

Evaluation/. [11 November 2010]

17. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of

Optometry, The Handbook of Occular Disease Management Twelfth

Edition. [serial online]. http://www.revoptom.com/. [9 November 2010]

18. Yohai, Robert. ____. Cosmetic and Reconstructive of The Eyelids, Orbits,

and Tear Ducts. [serial online]. http://www.dryohai.com/102-

Evaluation.htm. [10 November 2010]

19. Yuliani, Putri. 2009. Pendekatan Sederhana dan Evolusional Untuk

Merekanalisasi Obstruksi Duktus Nasolakrimalis. [serial online].

18

Page 20: Tugas Bed Side Teaching

http://www.scribd.com/doc/37289785/Journal-Reading-Rekanalisasi-

Obstruksi-Sistem-Lakrimalis#. [15 November 2010]

20. Zulvikar. 2009. Dakriosistitis. [serial online].

http://zulvikar.web.id/dakriosistitis/. [2 November 2010]

TANDA TANDA INFEKSI10.20  ANDY SAPUTRA  NO COMMENTS

TANDA-TANDA INFEKSI

a. Calor (panas)

Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat

lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal

karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak

menimbulkan perubahan.

b. Dolor (rasa sakit)

Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu

dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat

kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan

yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.

c. Rubor (Kemerahan)

Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu

reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar,

dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal.

Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat

penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.

d. Tumor (pembengkakan)

Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi

darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah

peradangan disebut eksudat.

e. Functiolaesa

Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai

sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu

dalam menjalankan fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007).

19