BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil...
-
Upload
truongduong -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil...
37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil perhitungasn jumlah bakteri pada ikan cakalang yang disimpan pada suhu
freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan dan Analisis Varians Jumlah Bakteri pada Ikan Cakalang
Selama Penyimpanan Pada Suhu Freezer.
Dari tabel dapat dilihat bahwa, pada hari ke-5 jumlah bakteri yaitu 6.33x10
3CFU/gr , pada hari ke-10 jumlah bakteri 0.97 x 103 CFU/gr, pada hari ke 15 jumlah
bakteri yaitu 1.45 x 103 CFU/gr , sedangkan pada hari ke-20 jumlah bakteri yaitu 4.59 x
103 CFU/gr. Pada hari ke-20 terjadi peningkatan jumlah bakteri yang ada pada ikan
menjadi 4.59 x 103 CFU/gr. Skema peningkatan jumlah bakteri dapat dilihat pada gambar
4.1.
Ulangan
Lama Penyimpanan Hari Ke- F Sig
5 10 15 20
103 105 103 105 103 105 103 105
1.047 0.423
I 3 0.03 0.51 0.0051 1.0 0.01 0.77 0.0077
II 14.0 0.14 0.42 0.0042 2.5 0.025 10 0.1
III 2.0 0.02 2.0 0.02 0.85 0.0085 3.0 0.03
Jumlah 19 0.19 2.93 0.0293 4.35 0.0435 13.77 0.1377
Rata-Rata 6.33 0.0633 0.97 0.0097 1.45 0.0145 4.59 0.0459
38
Gambar 4.1 Diagram Rata-rata Jumlah bakteri Pada Ikan Cakalang Selama Masa Penyimpanan Pada Suhu Frezeer.
Dari hasil perhitungan maka diperoleh nilai Fhitung = 1.047. Nilai ini lebih tinggi
dibandingkan dengan Ftabel pada taraf signifikan α = 0,05 (10.13) . Dengan demikian
Fhitung < Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat pengaruh lama
penyimpanan ikan cakalang pada suhu freezer terhadap jumlah bakteri, karena belum
melebihi standar yang ditetapkan SNI yaitu 5x105 CFU/gr. Secara statistik dia tidak
berpengaruh , namun berdasarkan kondisi fisik dari ikan tersebut tergolong tidak dapat
dikonsumsi lagi untuk ikan yang berada pada penyimpanan hari ke-20.
0
1
2
3
4
5
6
5 Hari 10 Hari 15 Hari 20 Hari
Jumlah Bakteri
39
4.2 Pembahasan
Sebagai bahan pangan ikan mempunyai sifat yang mudah rusak, karena ikan
memiliki kandungan protein yang banyak dibandingkan dengan bahan pangan yang lain.
Dengan demikian ini yang menjadikan ikan merupakan media yang paling baik bagi
pertumbuhan bakteri sehingga mudah mengalami kerusakan ataupun pembusukkan.
Kerusakan ikan oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk kedalam tubuh ikan sejak
ikan masih berada dilaut maupun ikan yang sudah berada pada proses penyimpanan.
Untuk itu dalam usaha mencegah kerusakan pada ikan yang disebabkan oleh aktifitas
bakteri, maka dibutuhkan penanganan yang tepat untuk memperpanjang masa konsumsi
ikan tersebut. Salah satunya yaitu dengan proses pendinginan, dimana ikan disimpan
dalam lemari pendingin (freezer) dengan suhu beku dapat memperpanjang masa
konsumsi ikan. Walaupun demikian, masa simpan ikan dalam freezer biasanya tidak
layak konsumsi lagi selama 14-15 hari sejak penyimpanan.
Menurut Effendi (2009) pengawetan ikan pada suhu rendah bertujuan untuk
menghambat proses pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan dan kerusakan,
namun tidak berarti pemakaian suhu rendah dapat menghambat pertumbuhannya saja.
Proses ini mengakibatkan penurunan populasi mikroba, meskipun tetap dijumpai dalam
jumlah kecil. Hal ini disebabkan terjadinya kerusakan protein pembangun sel mikroba
atau terjadinya peningkatan konsentrasi larutan dalam sel.
Meski tahan lama, produk pangan yang dibekukan tetap mempunyai batas waktu
simpan atau daya simpan. Biasanya terjadi perubahan warna, rasa, tekstur, dan
bentuknya. Didalam proses pembekuan pada dasarnya banyak aspek yang harus
40
diperhatikan. Selama pembekuan, banyak sekali perubahan yang terjadi, baik perubahan
fisika, kimia, maupun biologi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap ikan cakalang dengan lama
penyimpanan 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari pada suhu tetap yaitu suhu freezer 0oC
diperoleh bahwa jumlah total bakteri pada ikan selama 5 hari yaitu 6.33 x103 CFU/gr,
pada hari ke-10 terjadi penurunan jumlah bakteri yaitu 0.97 x 103 CFU/gr , pada hari ke
15 jumlah bakteri yaitu 1.45 x 103 CFU/gr, sedangkan pada hari ke-20 terjadi peningkatan
jumlah bakteri yaitu 4.59 x 103 CFU/gr.
Pada penyimpanan selama 5 hari terjadi peningkatan jumlah bakteri disebabkan
bakteri mengalami fase pertumbuhan logaritmik. Fase pertumbuhan logaritmik adalah
fase dimana bakteri membelah dengan cepat dan konstan. Selanjtutnya pada perlakuan
ikan cakalang yang disimpan selama 10 hari dan 15 hari terjadi penurunan jumlah
bakteri, penurunan jumlah bakteri ini disebabkan karena bahan makanan atau nutrien
yang terkandung didalam tubuh ikan sudah mulai berkurang dan adanya hasil-hasil
metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan bakteri itu
sendiri. Selain itu juga penurunan jumlah bakteri ini disebakan karena persediaan air
dalam tubuh ikan sudah mulai berkurang disebabkan air yang ada didalam tubuh ikan
mengalami pengkristalan sehingga air tersebut tidak dapat diserap oleh bakteri, akhirnya
bakteri tersebut kekurangan air sehingga menyebabkan penurunan jumlah bakteri. Namun
pada perlakuan terakhir yaitu pada masa penyimpanan 20 hari terjadi peningkatan
kembali jumlah bakteri pada ikan. Hal ini dikarenakan ada beberapa bakteri yang
walaupun pada suhu dingin bakteri tersebut tidak mati, yaitu bakteri yang tergolong
41
bakteri psychrophilic, bakteri ini adalah bakteri yang hidup pada suhu rendah yaitu pada
suhu 0oC – 30oC.
Jenis bakteri ini yang berperan terhadap pembusukkan ikan Pada suhu rendah
bakteri masih bisa memperbanyak dirinya tetapi dalam jumlah yang lebih kecil
dibandingkan dengan suhu yang tepat , bilamana suhu pertumbuhan tertinggi bakteri
telah dilalui, bakteri bisa bertahan hidup untuk sementara waktu sampai lambat laun
terjadi kematian pada dirinya (Saksono: 2009).
Walaupun terjadi penigkatan jumlah bakteri pada hari terakhir, jika berpatokan
pada standar yang ditetapkan belum melebihi 5x105 CFU/gr, namun dilihat dari
perubahan warna, rasa dan tekstur dagingnya mengalami perubahan. Dimana warna
dagingnya berubah menjadi coklat gelap, rasanya menjadi sedikit lain dan jika dimakan
lidah akan terasa gatal, tekstur dagingnya sudah mulai lembek dan tidak kenyal lagi. Hal
ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Masyamsir (2001), bahwa ikan yang
disimpan pada suhu 0oC, hanya akan bertahan pada 14-15 hari. Hal ini sejalan dengan
penelitian Kadir (2004), mengenai pengaruh suhu dan lama penyimpanan jumlah
kandungan bakteri dan kualitas fisik ikan tongkol asap. Dimana semakin lama
penyimpanan , maka jumlah bakteri semakin sedikit, karena mengalami fase
pertumbuhan bakteri, yaitu fase lag (lambat), fase logaritma atau eksponensial, fase
stationer dan fase kematian.
Fase lag (lambat) adalah tidak ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami
perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta bertambahnya substansi intraseluler
sehingga siap untuk membelah diri. Fase Logaritma adalah sel membela dengan laju
yang konstans, massa menjadi dua kali lipat, keadaan pertumbuhan seimbang. Fase
42
stationer adalah terjadinya pemupukan rajun akibat metabolism sel dan kandungan
nutrient mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi nutrisi sehingga beberapa sel mati dan
lainnya tetap tumbuh, jumlah sel menjadi konstan. Fase death atau kematian adalah sel
menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrient, menyebabkan jumlah sel
yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara eksponensial
(Hargono: 2009).
Selama penyimpanan ikan beku dapat mengalami beberapa perubahan yang dapat
menyebabkan kerusakan pada ikan beku, diantaranya adalah perubahan Protein. Protein
ikan berubah secara permanen selama pembekuan da penyimpanan. Kecepatan perubahan
itu lebih banyak bergantung pada suhu. Pada suhu tidak jauh dari titik beku, misalnya
pada -20C, perubahan protein terjadi dengan cepat. Bahkan pada -100C perubahan itu
berlangsung sedemikian cepat sehingga produk yang semula baik menjadi rusak dalam
beberapa minggu (Murniyati dan Sunarman:2000,dalam Lobura: 2009).
Selama penyimpanan, ikan juga mengalami perubahan Lemak. Lemak ikan berubah
menjadi tengik selama penyimpanan. Pada ikan lemak mudah tercampur dengan oksigen,
mereka bereaksi karena dipengaruhi enzim. Reaksi ini menyebabkan perubahan bau, rasa,
dan warna ikan sehingga daging menjadi tengik. Warnanya berubah menjadi kuning atau
cokelat dan mengerak (Murniyati dan Sunarman:2000,dalam Lobura: 2009).
Perubahan warna juga mempengaruhi mutu ikan, sering dinilai dari penampilannya.
Oleh karena itu, perubahan warna dapat menimbulkan penurunan mutu ikan. Perubahan
di dalam daging ikan merupakan penyebab perubahan warna tersebut (Murniyati dan
Sunarman:2000,dalam Lobura: 2009).
43
Selama pembekuan ikan mengalami dehidrasi hebat, permukaannya menjadi
kering, putih pucat dan lembek berlubang-lubang seperti spons. Makin lama keadaan ini
akan merembet juga ke dalam daging hingga akhirnya ikan tampak seperti serat dan
menjadi ringan (Murniyati dan Sunarman:2000,dalam Lobura: 2009).
Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa ikan yang disimpan didalam
suhu freezer meskipun jumlah bakteri belum melebihi santar maksimum cemaran
mikroba, namun sudak tidak layak untuk dikonsumsi lagi., namun tidak bisa dipungkiri
ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi ikan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi
lagi, baik dari faktor fisika maupun kimia. Faktor fisikanya meliputi kondisi fisik dari
ikan tersebut seperti perubahan warna daging yang menjadi coklat gelap serta tekstur
daging yang sudak tidak kenyal lagi, sedangkan untuk perubahan kimia yaitu terjadi
perubahan protein,perubahan lemak dan dehidrasi.
Penyimpanan ikan pada suhu rendah proses pembusukan pada bakteri terhenti.
Akan tetapi, proses seperti biokimia, kimia, dan fisis, masih berlangsung terus-menerus.
Proses-proses tersebut dapat menyebabkan kemunduran mutu.
Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui lama penyimpanan ikan dari
aspek fisika dan kimia serta uji organoleptik (rasa, warna, bau dan tektur), karena
berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa faktor biologi yaitu jumlah bakteri
tidak mempengaruhi daya simpan ikan segar pada suhu frezeer.