BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran...
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Kota Tengah
Kecamatan Kota Tengah merupakan pemekaran dari Kecamatan Kota
Utara, yang diresmikan pada tanggal 24 maret 2005. Luas wilayah Kecamatan
Kota Tengah Kota Gorontalo yaitu 413 km2 atau 6,37 % dari luas Kota
Gorontalo dengan posisi geografis terletak antara 0,190 – 1,150 Lintang Selatan
dan 121,230 – 123,430 Bujur Timur. Kecamatan Kota Tengah terdiri dari 6
(enam) wilayah yaitu kelurahan Paguyaman, kelurahan Pulubala, kelurahan
Liluwo, kelurahan Dulalowo, kelurahan Wumialo, dan kelurahan Dulalowo
Timur. Total penduduk di 6 kelurahan tersebut adalah 24.307 jiwa, dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 6.500 kk (profil Kecamatan Kota Tengah,
2010).
Adapun batas wilayah Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo yaitu :
Sebelah Utara : berbatasan dengan kelurahan Tapa Kecamatan Kota Barat.
Sebelah Timur : berbatasan dengan kelurahan Dembe II, Wongkaditi Barat
Kecamatan Kota Utara dan kelurahan Heledulaa Utara
Kecamatan Kota Utara.
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Limba U1 dan Limba U2
Kecamatan Kota Selatan.
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kelurahan Libuo, Huangobotu,
Tomulobutao Kecamatan Dungingi.
34
4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Kota Selatan
Kecamatan Kota Selatan merupakan Kecamatan pemekaran yang
diresmikan pada tamggal 11 Agustus 2003. Luas wilayah Kecamatan Kota Selatan
yaitu 3,42 km2 yang secara geografis terletak pada 10 lintang utara, 1230 bujur
timur (profil Kecamatan Kota Selatan, 2011).
Adapun batas wilayah Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo yaitu :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Kota Tengah.
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Kota Timur.
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Hulonthalangi.
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Kota Barat.
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh dari dari Dinas Kesehatan Kota
Gorontalo tahun 2011, Kecamatan Kota Tengah dan Kecamatan Kota Selatan
merupakan Kecamatan terbanyak pertama dan kedua di Kota Gorontalo yang
memiliki usaha depot air minum isi ulang masing-masing sebanyak 15 dan 12
depot, dengan jumlah keseluruhan depot adalah 27 depot.
Bila ditinjau dari proses pengolahan yang dilakukan, dari 15 depot yang
ada di Kecamatan Kota Tengah terdapat 13 depot dengan sistem ultraviolet
(UV), 1 depot dengan proses reversed osmosis (RO), dan 1 depot lainnya
menerapkan 2 sistem pengolahan sekaligus yaitu proses ozonisasi dan proses
ultraviolet (UV). Sehingga hanya 14 depot yang memenuhi kriteria penelitian.
35
Untuk 12 depot yang ada di Kecamatan Kota Selatan terdapat 2 depot
dengan sistem ozonisasi, 2 depot dengan sistem reversed osmosis (RO), dan 8
depot dengan sistem ultraviolet (UV).
27 depot yang ada di Kecamatan Kota Tengah dan Kota Selatan, dilakukan
pengambilan sampel secara acak untuk mengetahui kualitas air minum melaui
pengujian parameter fisik (TDS), parameter kimia (pH), dan parameter
mikrobiologi (total koliform) yang dikelompokkan berdasarkan sistem
pengolahan yang diterapkan pada masing-masing depot, dengan jumlah seluruh
sampel sebanyak 20 depot, masing-masing terdiri dari 2 sampel untuk air minum
dengan proses ozonisasi, 16 sampel dengan proses ultraviolet (UV), dan 2 sampel
dengan proses reversed osmosis (RO).
Adapun daftar nama depot yang menjadi sampel dalam penelitian ini,
dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Daftar Nama Sampel Depot Air Minum Isi Ulang
No Nama depot Alamat Jenis Pengolahan 1. Aquality AMDK Jl. Arif Rahman Hakim Ozonisasi 2. AMGO AMDK Jl. Raja Eyato 3. Depot Tirta Prima Jl. Jeruk 4. Aquamin Jl. Madura 5. Aquamin Jl. Manado 6. Aqua Mulia Jl. Dahlia 7. Aqua Gemilang Jl. Selayar 8. Aquamin Jl. Selayar 9. Aquana Jl. Andalas 10. Waterpas Jl. Kenangan Ultraviolet 11. Aqua Pro 2 Jl. Tanggikiki 12. Depot Maleo Jl. Dewi Sartika 13. Depot Widya Jl. Dewi Sartika 14. Aquaran Jl. Pangeran Hidayat 15. Aquadhim Jl. Kenangan 2 16. Depot Zahra Jl. KH. Agus Salim 17. GH 18 Jl. S.Parman 18. Primadora Jl. KH. Agus Salim 19. Aqualya Jl. Madura Reversed Osmosis 20. Aquality Jl. Arif Rahman Hakim
Sumber : Data Primer 2012
36
Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa jumlah sampel air minum dengan
proses ozonisasi sebanyak 2 sampel, proses ultraviolet sebanyak 16 sampel, dan
proses reversed osmosis sebanyak 2 sampel. Untuk air minum dengan proses
ozonisasi, pengambilan sampel dilakukan pada perusahaan Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK), hal ini dikarenakan di Kota Gorontalo belum ada depot air
minum isi ulang yang menerapkan sistem pengolahan ozonisasi. Namun, cara
pengambilan sampel untuk AMDK langsung pada saat air minum telah melalui
proses ozonisasi, bukan pada produk AMDK yang telah beredar sehingga cara
pengambilan sampel sama halnya dengan pengambilan sampel pada depot air
minum isi ulang.
Untuk hasil penelitian kualitas fisik (TDS) air minum ditinjau dari proses
ozonisasi, ultraviolet (UV), dan proses reversed osmosis (RO) dapat dilihat dalam
tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Hasil Penelitian Kualitas Fisik (TDS) pada Air Minum ditinjau dari Proses
Ozonisasi, Ultraviolet, dan Reversed Osmosis No Nama Depot Jenis Pengolahan Parameter Fisik
(TDS) Standar
1. Aquality AMDK Ozonisasi
101 2. AMGO AMDK 106 3. Tirta Prima 117 4. Aquamin 129 5. Aquamin 109 6. Aquamulia 116 7. Aqua Gemilang 103 8. Aquamin 109 9. Aquana 99 500 10. Aqua Pro2 Ultraviolet 166 11. Maleo 121 12. Widya 116 13. Aquaran 116 14. Aquadhim 119 15. Waterpas 118 16. Zahra 124 17. GH 18 100 18. Primadora 111 19. Aqualya Reversed Osmosis 007 20. Aquality 119
Sumber :Data Primer 2012
37
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat, bahwa standar TDS maksimal
yang diperbolehkan dalam Permenkes RI Nomor 492 tahun 2010 adalah 500 mg/l.
Hasil pengukuran sampel air minum dengan proses ozonisasi untuk sampel air
minum Aquality yaitu 101 mg/l dan sampel air minum AMGO yaitu 106 mg/l.
16 sampel air minum dengan proses ultraviolet memiliki nilai TDS yang
bervariasi. Nilai TDS terendah dari sampel air minum yang diukur adalah 99 mg/l
yaitu untuk sampel air minum depot Aquana, dan nilai TDS tertinggi adalah 166
mg/l yaitu untuk sampel air minum depot Aqua pro2. Pada sampel air minum
dengan proses reversed osmosis yiatu untuk depot Aqualya memiliki TDS 007
mg/l, dan depot Aquality 119 mg/l.
Hasil penelitian kualitas air minum berdasarkan parameter kimia (pH)
pada sampel air minum ditinjau dari proses ozonisasi, ultraviolet (UV), dan
reversed osmosis (RO) dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Hasil Penelitian Kualitas Kimia (pH) pada Air Minum ditinjau dari Proses
Ozonisasi, Ultraviolet, dan Reversed Osmosis No Nama Depot Proses Pengolahan Parameter Kimia (pH) Standar 1. Aquality AMDK Ozonisasi 7,2
6,5-8,5
2. AMGO 7,6 3. Tirta Prima
Ultraviolet
6,9 4. Aquamin 6,9 5. Aquamin 6,9 6. Aquamulia 6,9 7. Aqua Gemilang 6,8 8. Aquamin 6,8 9. Aquana 7,5 10. Aqua Pro2 7,3 11. Maleo 7,3 12. Widya 7,5 13. Aquaran 7,5 14. Aquadhim 7,1 15. Waterpas 7,1 16. Zahra 6,8 17. GH 18 7,5 18. Primadora 7,4 19. Aqualya Reversed Osmosis 007 20. Aquality 119
Sumber :Data Primer 2012
38
Tabel 4.3 di atas menunjukkan hasil penelitian pengukuran parameter
kimia (pH) pada sampel air minum dengan standar berdasarkan Permenkes RI
Nomor 492 tahun 2010 yaitu 6,5-8,5.
Hasil pengujian parameter kimia (pH), pada 2 sampel air minum dengan
proses ozonisasi yaitu untuk sampel air minum aquality memiliki pH 7,2 dan
sampel air minum AMGO yaitu 7,6.
Nilai pH dari 16 sampel air minum dengan proses ultraviolet yang diuji
pun bervariasi. Untuk nilai pH terendah dalam sampel air minum yang di uji
adalah 6,8 untuk masing-masing sampel air minum depot Aqua Gemilang, depot
Aquamin, dan depot Zahra, serta untuk nilai pH tertinggi adalah 7,5 yaitu
masing-masing untuk sampel air minum depot Aquana, depot Widya, depot
Aquaran serta GH 18. Sedangkan nilai pH untuk 2 sampel air minum dengan
proses reversed osmosis (RO) yaitu depot Aqualya dan Aquality berturut-turut
adalah 7,5 dan 7,2.
Hasil penelitian kualitas air minum berdasarkan parameter mikrobiologi
(total koliform) pada sampel air minum ditinjau dari proses ozonisasi, ultraviolet
(UV), dan reversed osmosis (RO) dapat dilihat dalam tabel 4.4 berikut :
39
Tabel 4.4 Hasil Penelitian Kualitas Mikrobiologi (Total Koliform) pada Air Minum
ditinjau dari Proses Ozonisasi, Ultraviolet, dan Reversed Osmosis
No Nama Depot Jenis Pengolahan
Parameter Mikrobiologi (Total
koliform) Standar
1. Aquality AMDK Ozonisasi 0
2. AMGO AMDK 0 0 3. Tirta Prima 0 4. Aquamin 8 5. Aquamin 0 6. Aquamulia 0 7. Aqua Gemilang 0 8. Aquamin 8 9. Aquana 5
10. Aqua Pro2 Ultraviolet 0 0 11. Maleo 5 12. Widya 0 13. Aquaran 0 14. Aquadhim 0 15. Waterpas 0 16. Zahra 0 17. GH 18 96 18. Primadora 0 19. Aqualya Reversed 0 0 20. Aquality Osmosis 0
Sumber :Data Primer 2012
Tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa hasil penelitian pengukuran
parameter mikrobiologi (total koliform) pada sampel air minum dengan standar
berdasarkan Permenkes RI Nomor 492 tahun 2010 yaitu 0.
Sampel air minum dengan proses ozonisasi, yaitu Aquality dan AMGO
memiliki total koliform 0 per 100 ml sampel. Untuk 16 sampel air minum dengan
proses ultraviolet yang di uji terdapat 5 sampel yang total koliformnya lebih dari
0, yaitu depot Aquamin dengan total koliform 8, depot Aquamin dengan total
koliform 8, depot Aquana dengan total koliform 5, depot Maleo dengan total
koliform 5, dan depot GH 18 dengan total koliform 96. Sedangkan untuk sampel
40
air minum dengan proses reversed osmosis (RO) yaitu depot Aqualya dan
Aquality memiliki total koliform yaitu 0.
4.3 Pembahasan
TDS (Total Dissolved Solids) adalah total bahan-bahan terlarut (diameter
< 10-6) dan koloid (diameter 10-6 – 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia
dan bahan-bahan lain. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik (Mulia,
2005: 60-61). TDS terukur dalam satuan parts per million (ppm) atau
perbandingan rasio berat ion terhadap air (mg/l). TDS merupakan hal yang perlu
diamati dalam hal kualitas air, sebab TDS mengindikasikan jumlah partikel yang
tersuspensi pada air tersebut, ataupun banyaknya mikroorganisme dan partikel
non-solid berbahaya seperti khlorin dan florida dalam air serta kesadahan air
(Pitojo. Eling, 2002).
Hasil penelitian pengukuran TDS pada air minum baik yang berdasarkan
proses ozonisasi, proses ultraviolet (UV), maupun proses reversed osmosis (RO)
terdapat perbedaan nilai rata-rata dari setiap sampel air minum. Namun perbedaan
nilai tersebut belum melewati nilai ambang batas yang ditentukan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010. Hasil pengukuran maksimal
TDS air minum isi ulang berdasarkan proses ozonisasi, proses ultraviolet (UV),
dan proses reversed osmosis (RO) berdasarkan tabel 4.2 dapat digambarkan dalam
grafik 4.1 berikut:
41
Grafik 4.1 Hasil Pengukuran Maksimal TDS Pada Air Minum
Berdasarkan Proses Ozonisasi Grafik 4.1 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata hasil pengukuran maksimal
TDS baik pada sampel air minum yang melalui proses ozonisasi, proses
ultraviolet (UV), maupun proses reversed osmosis (RO), masih memenuhi syarat
kesehatan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
492/Menkes/Per/IV/2010 dan layak untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan,
masing-masing besar maksimal TDS dalam hasil penelitian dari ketiga proses
tersebut adalah 106 mg/l, 166 mg/l, dan 119 mg/l yang kesemuanya belum
melewati nilai ambang batas yaitu 500 mg/l.
Apabila air minum yang dikonsumsi melebihi nilai ambang batas yang
ditetapkan dalam Permenkes RI nomor 492 tahun 2010, air tersebut akan memberi
rasa yang tidak enak pada lidah, rasa mual, dan terjadinya “cardiac disease” serta
toxemia pada wanita hamil (Sutrisno,2010).
Ozonisasi 106Ultraviolet 166Reversed Osmosis 119Standar Permenkes RI 500
42
pH (derajat keasaman) merupakan salah satu indikator dalam parameter
kimia yang menjadi tolak ukur kualitas air minum. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, nilai pH yang diperbolehkan untuk
air minum adalah 6,5-8,5. Apabila sampel air yang diperiksa nilai pHnya kurang
dari 6,5 maka air bersifat asam dan tidak layak bagi kesehatan. Apabila air yang
diperiksa nilai pHnya melebihi 8,5, maka air tersebut bersifat basa dan tidak layak
bagi kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian kualitas air minum ditinjau dari proses
ozonisasi, proses ultraviolet (UV), maupun proses reversed osmosis (RO), nilai
pH dari masing-masing sampel air minum yang diuji bervariasi. Namun kondisi
ini, belum melewati batas maksimal yang ada dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 yaitu 6,5-8,5. Hasil pengukuran pH air minum
ditinjau dari proses ozonisasi, ultraviolet (UV), maupun reversed osmosis (RO)
dalam tabel 4.3 dapat dilihat dalam grafik 4.2 berikut :
Grafik 4.2 Hasil Pengukuran pH Pada Air Minum Berdasarkan Proses
Ozonisasi, Ultraviolet, dan Reversed Osmosis
Minimal MaksimalOzonisasi 7,6Ultraviolet 7,5Reversed Osmosis 7,5Standar Permenkes RI 6,5 8,5
43
Grafik 4.2 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata hasil pengukuran
maksimal pH baik pada sampel air minum yang melalui proses ozonisasi, proses
ultraviolet (UV), maupun proses reversed osmosis (RO), layak dikonsumsi dan
masih memenuhi syarat kesehatan yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010. Hal ini dikarenakan, dalam hasil
penelitian masing-masing sampel air dari ketiga proses memiliki maksimal pH
7,6, 7,5, dan 7,5 yang kesemuanya belum melewati nilai ambang batas yaitu 8,5.
Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari penyimpangan standar
kualitas air minum dalam hal pH yaitu bila pH kecil dari 6,5 dan lebih besar dari
8.5 akan dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun
yang mengganggu kesehatan (Sutrisno, 2010).
Total koliform menunjukkan banyaknya bakteri koliform dari tinja, tanah,
atau sumber alamiah lainnya yang terkandung dalam air minum (Mulia, 2005).
Kadar maksimum total bakteri koliform untuk air minum yang diperbolehkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492 tahun 2010 adalah 0 per 100 ml sampel.
Apabila sampel air yang diperiksa, terdapat bakteri koliform maka air tersebut
tidak layak dikonsumsi.
Berbeda dengan hasil penelitian parameter fisik (TDS) maupun kimia
(pH), dari beberapa sampel air minum yang melalui proses ozonisasi, proses
ultraviolet (UV), dan proses reversed osmosis (RO) yang diuji, ternyata pada
sampel air minum yang melalui proses ultraviolet terdapat 5 sampel yang
melewati nilai ambang batas. Adapun hasil pemeriksaan maksimal total koliform
pada air minum yang melalui proses ozonisasi, proses ultraviolet (UV), maupun
44
proses reversed osmosis (RO) sesuai dengan tabel 4.4 dapat dilihat dalam grafik
4.3 berikut :
Grafik 4.3 Hasil Pengukuran Total Koliform Pada Air Minum Berdasarkan Proses Ozonisasi, Ultraviolet, dan Reversed Osmosis
Dalam grafik 4.3 di atas dapat dilihat bahwa sampel air minum
berdasarkan proses ozonisasi dan proses reversed osmosis (RO) masih layak
dikonsumsi dengan total koliform adalah 0 per 100 ml sampel. Namun untuk air
minum yang melalui proses ultraviolet (UV), ada beberapa sampel yang diperiksa
memiliki total koliform yang melewati standar Permenkes RI nomor 492 tahun
2010 yaitu 0, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
16 sampel air minum yang melalui proses ultraviolet (UV), terdapat 5
sampel ataupun 31,2 % dari jumlah sampel yang diperiksa yang tidak memenuhi
standar Permenkes RI nomor 492 tahun 2010. Hal tersebut terlihat dari total
koliform maksimal dari hasil penelitian adalah 96 per 100 ml sampel. Hasil ini,
diperoleh setelah dilakukan dua kali pengulangan untuk tiap sampel tersebut.
Ozonisasi 0Ultraviolet 96Reversed Osmosis 0Standar Permenkes RI 0
45
Namun, 5 dari 16 sampel yang tidak memenuhi syarat ini telah mendapatkan
penanganan ataupun tindak lanjut khusus dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo.
Menurut Pitojo dan Eling (2002) air minum ditinjau dari kandungan
kolitinja dan total koliform, dibedakan dalam 5 kategori sebagai berikut :
1. Air minum kelas A kategori baik adalah tidak mengandung bakteri koli atau koliform.
2. Air minum kelas B kategori kurang baik mengandung kolitinja 1-10 / 1-50 koliform.
3. Air minum kelas C kategori jelek mengandung kolitinja 10-50 / 51-100 koliform.
4. Air minum kelas D kategori amat jelek mengandung kolitinja 51-100 / 101-1000 koliform.
5. Air minum kelas E kategori sangat jelek mengandung kolitinja >100 / >1000 koliform. Berdasarkan teori di atas, maka air minum isi ulang yang melalui proses
ozonisasi dan reversed osmosis (RO) ditinjau dari parameter mikrobiologi (total
koliform) dapat dikelompokkan dalam air minum kelas A dengan kategori baik.
Sedangkan untuk 4 sampel air minum yang melalui proses ultraviolet (UV)
termasuk dalam air minum kelas B dengan kategori kurang baik, 1 sampel dalam
kelas C dengan kategori jelek, dan 11 sampel lainnya dalam kelas A dengan
kategori baik.
Adapun persentase hasil penelitian air minum isi ulang yang melalui
proses ultraviolet (UV) ditinjau dari parameter mikrobiologi (total koliform),
dapat dilihat dalam grafik 4.4 berikut.
46
Grafik 4.4 Hasil Pemeriksaan Total Koliform Pada Air Minum Isi Ulang Ditinjau dari Proses Ultraviolet
Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi
Depot Air Minum, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas air minum
isi ulang, diantaranya adalah filter yang digunakan dalam proses pengolahan air
minum yang jarang diganti oleh petugas, peralatan sterilisasi / disinfeksi berupa
ultraviolet atau ozonisasi atau peralatan disinfeksi lainnya yang tidak berfungsi
dan digunakan secara benar, serta hygiene sanitasi depot seperti lokasi dan tata
letak ataupun penempatan tempat pengisian air minum (Direktorat Penyehatan
Lingkungan, 2006).
Menurut Sembiring (2008) bakteri dapat terbunuh oleh radiasi sinar
ultraviolet apabila intensitas lampu ultraviolet yang dipakai harus cukup, untuk
sanitasi air yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 MW sec/cm2 (Mikcro
Watt per sentimeter persegi).
Tidak Memenuhi Syarat31%
Memenuhi Syarat69%
47
Radiasi sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila
intensitas dan waktunya cukup. Namun agar efektif, lampu UV harus dibersihkan
secara teratur dan harus diganti paling lama satu tahun.
Ada beberapa alasan yang memungkinkan tingginya total koliform dalam
sampel air minum isi ulang yang melalui proses ultraviolet (UV), diantaranya
adalah :
1. Tingginya total koliform pada 5 dari 16 sampel air minum dengan proses
ultraviolet yang diteliti dapat disebabkan tidak maksimalnya penyinaran
yang dilakukan sesuai dengan intensitas dan waktu penyinaran yang
dilakukan.
2. Filter yang digunakan dalam proses pengolahan air minum yang jarang
diganti oleh petugas. Berdasarkan observasi yang dilakukan, filter yang
berfungsi untuk menyaring makro dan mikro partikel beberapa depot
tersebut yang telah berubah warna menjadi kehitam-hitaman. Dengan
alasan tidak mengetahui dan menghemat biaya, para petugas depot jarang
mengganti filter tersebut.
3. Lokasi depot yang berdekatan langsung dengan sumber pencemaran, dan
diperkuat dengan tata letak tempat pengisian air minum yang berada tepat
menghadap kea rah sumber pencemaran (jalan raya).
Secara umum, perbandingan kualitas air minum isi ulang ditinjau dari
proses ozonisasi, ultraviolet (UV), reversed osmosis (RO) dalam penelitian ini
dapat dilihat dalam tabel 4.5 berikut.
48
Tabel 4.5 Perbandingan Kualitas Air Minum Ditinjau Dari Proses Ozonisasi, Proses
Ultraviolet, dan Proses Reversed Osmosis
Nama Depot
Jenis Pengolahan TDS Standar
(mg/l) pH Standar Total Koliform Standar
Aquality AMDK Ozonisasi
101
500
7,2
6,5-8,5
0
0
AMGO AMDK 106 7,6 0
Tirta Prima
Ultraviolet
117 6,9 0 Aquamin 129 6,9 8 Aquamin 109 6,9 0
Aquamulia 116 6,9 0 Aqua
Gemilang 103 6,8 0
Aquamin 109 6,8 8 Aquana 99 7,5 5
Aqua Pro2 166 7,3 0 Maleo 121 7,3 5 Widya 116 7,5 0
Aquaran 116 7,5 0 Aquadhim 119 7,1 0 Waterpas 118 7,1 0
Zahra 124 6,8 0 GH 18 100 7,5 96
Primadora 111 7,4 0 Aqualya Reversed
Osmosis 007 7,5 0
Aquality 119 7,2 0 Sumber : Data Primer 2012
Dari tabel 4.5 tersebut di atas, berdasarkan hasil pengamatan kualitas air
minum dengan parameter TDS, dan pH, dari pengolahan air minum yang diolah
melalui proses ozonisasi, proses ultraviolet (UV), dan proses reversed osmosis
(RO) masih dibawah standar baku mutu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010. Untuk total koliform air minum yang
diolah melalui proses ozonisasi dan reversed osmosis (RO) masih dibawah standar
baku mutu yang ditetapkan, namun untuk total koliform air minum yang diolah
49
melalui proses ultraviolet (UV) ternyata telah melewati standar baku mutu yang
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010.
Berbeda dengan penelitian ini, dalam penelitian lainnya yang dilakukan
oleh Sitorus (2009) mengenai analisis kualitas air minum melalui proses
ozonisasi, ultraviolet dan reserve osmosis di Kota Madya Samarinda, bila ditinjau
dari parameter mikrobiologi (total koliform), air minum yang melalui proses
ozonisasi dan reversed osmosis (RO) yang melewati standar baku mutu
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.907/Menkes/SK/VI/2002, dengan total
koliform untuk air minum proses ultraviolet (UV) yaitu 0, air minum ozonisasi
400 per 100 ml sampel, dan air minum reversed osmosis (RO) yaitu 500 per 100
ml sampel. Namun sesuai analisisnya, Sitorus (2009) menyatakan bahwa proses
reversed osmosis (RO) adalah pengolahan air minum yang terbaik. Hal ini ia
simpulkan dengan mempertimbangkan beberapa parameter lainnya seperti pH,
warna, TDS, TSS, Fe, Mn, Cl-, K, dan E.Coli yang hasilnya lebih baik
dibandingkan dengan sampel air minum ultraviolet (UV) dan ozonisasi.