BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi...
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
4.1.1 Deskriptif Lokasi Penelitian
Asrama Mahasiswa Nusantara UNG merupakan salah satu fasilitas pendukung milik
Universitas Negeri Gorontalo yang berfungsi sebagai tempat tinggal mahasiswa yang berasal
dari luar Provinsi Gorontalo maupun mahasiswa yang berasal dari luar Kota Gorontalo.
Asrama Mahasiswa Nusantara UNG biasa dikenal oleh masyarakat umum dengan nama
Asrama Putri atau Ramsis. Asrama ini terletak di Jalan Arif Rahman Hakim dengan jumlah
bangunan 50 blok, jumlah kamar 200 kamar, dan jumlah penghuni ± 500 orang. Disebut Asrama
Nusantara karena mahasiswa yang tinggal di asrama ini berasal dari berbagai daerah yaitu
mahasiswa Ternate, Kendari, Buol, Bali, Kotamobagu, Pagimana, Luwuk, Papua, Paguyaman,
Sumalata, Tilamuta dan masih banyak lagi.
Di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara UNG terdapat lima kantin yang berfungsi
menyediakan makanan jadi yang siap dikonsumsi oleh mahasiswa dengan harga yang relatif
murah. Namun, kondisi sanitasi kantin yang ada disekitar lingkungan Asrama Mahasiswa
Nusantara UNG masih kurang memenuhi syarat. Perilaku penjamah makanan dalam mengelola
dan melayani pembeli juga masih kurang baik seperti tidak menggunakan penutup kepala,
celemek, bahkan masih ditemukan berbicara pada saat mengolah makanan serta di depan jajanan
yang dijual.
Makanan yang dijual di asrama ini hampir semua menggunakan sambal sebagai
pelengkap makanan, sehingga dengan perilaku penjamah yang kurang baik akan sangat
berpengaruh pada makanan yang dihasilkan terutama sambal yang dibuat sendiri mengingat
keadaan tersebut akan memudahkan terjadinya kontaminasi bakteri seperti bakteri coli.
4.1.2 Hasil Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan lembar observasi untuk melihat hygiene
penjamah makanan serta melakukan pemeriksaan laboratorium untuk melihat keberadaan bakteri
E.coli dalam sambal yang dibuat sendiri oleh penjamah makanan serta digunakan sebagai
pelengkap makanan pada setiap kantin.
4.1.2.1 Karakteristik Penjamah Makanan
Karakteristik penjamah makanan yang bekerja pada kantin yang ada di lingkungan
Asrama Mahasiswa Nusantara UNG berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada
tabel:
Tabel 4.2
Distribusi Penjamah Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin pada Kantin di Lingkungan
Asrama Mahasiswa Nusantara Universitas Negeri Gorontalo
Jenis Kelamin Jumlah
n %
Laki-laki 1 10
Perempuan 9 90
Jumlah 10 100
Sumber : Data Primer 2012
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dalam usaha kecil seperti kantin atau warung
makan penjamah makanan yang berjenis kelamin perempuan masih lebih banyak ditemukan dari
laki-laki. Selain faktor perilaku, biasanya sikap laki-laki ada kecenderungan menganggap remeh
suatu pekerjaan dibanding perempuan.
Namun, jika dilihat dari keberadaan bakteri E.coli, perempuan dan laki-laki memiliki
risiko yang sama besar menyebabkan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan yang diolah. Hal
ini dapat disebabkan dari sikap dan perilaku penjamah yang kurang baik serta pengetahuan
penjamah yang kurang tentang personal hygiene seperti berbicara saat mengolah makanan, tidak
menggunakan penutup kepala, lupa mencuci tangan sebelum dan setelah mengolah makanan,
serta kurang menjaga kebersihan rambut dan kuku yang menyebabkan tingginya kontaminasi
bakteri E.coli pada makanan.
Tabel 4.3
Distribusi Penjamah Makanan Berdasarkan Umur pada Kantin di Lingkungan Asrama
Mahasiswa Nusantara Universitas Negeri Gorontalo
No Umur Jumlah
(Tahun) n %
1 20 – 30 2 20
2 40 – 50 7 70
3 50 – 60 1 10
Jumlah 10 100
Sumber : Data Primer 2012
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat dilihat bahwa penjamah makanan yang bekerja di
kantin di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara paling banyak yang berusia 40-50 tahun
dengan persentase tertinggi yaitu 7 orang (70%). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pemilik
kantin sekaligus penjamah makanan di kantin yang ada di lingkungan Asrama Mahsiswa
Nusantara UNG berusia 40 tahun keatas sedangkan untuk usia dibawah 30 tahun biasanya
adalah anak atau anggota keluarga pemilik kantin tersebut.
4.1.2.2 Personal Hygiene Penjamah Makanan
Di bawah ini dapat dilihat tabel distribusi personal hygiene penjamah makanan setiap
kantin berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 4.4
Crosstabulation Personal Hygiene Penjamah Makanan
Setiap Kantin Berdasarkan Jenis Kelamin
Kantin
Personal Hygiene Jumlah
Tidak Memenuhi
Syarat
Memenuhi
Syarat
n
%
L % P % L % P %
A 1 25 3 75 - - - - 4 100
B - - 1 100 - - - - 1 100
C - - - - - - 2 100 2 100
D - - - - - - 1 100 1 100
E - - 2 100 - - - - 2 100
Jumlah 1 10 6 60 - - 3 30 10 100
(Sumber : Data Primer 2012)
Tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa dari 10 orang penjamah makanan yang bekerja
pada kantin yang ada di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara UNG hampir semua tidak
memenuhi syarat sebagai penjamah makanan yang baik menurut Kepmenkes No. 942 tahun
2003.
Tabel 4.5
Crosstabulation Personal Hygiene Penjamah Makanan
dengan Jenis Kelamin
Personal Hygiene Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki % Perempuan % n %
Tidak memenuhi syarat 1 14,3 6 85,7 7 100
Memenuhi syarat 0 0 3 100 3 100
Jumlah 1 10 9 90 10 100 (Sumber : Data Primer 2012)
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 10 orang penjamah makanan, ada 7 orang penjamah
yang personal hygienenya tidak memenuhi syarat yaitu 1 orang laki-laki (14,3%) dan 6 orang
perempuan (85,7%) sedangkan penjamah makanan yang personal hygienenya memenuhi syarat 3
orang (100%) yang berjenis kelamin perempuan.
Tabel 4.6
Crosstabulation Personal Hygiene Penjamah Makanan Berdasarkan Umur
Personal Hygiene Umur (Tahun) Jumlah
20-30 % 40-50 % 50-60 % n %
Tidak memenuhi syarat 1 14,3 5 71,4 1 14,3 7 100
Memenuhi syarat 1 33,3 2 66,7 0 0 3 100
Jumlah 2 20 7 70 1 10 10 100
(Sumber : Data Primer 2012)
Tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa personal hygiene penjamah makanan berdasarkan
umur persentase tertinggi untuk personal hygiene yang tidak memenuhi syarat terdapat pada
umur 40-50 tahun (71,4%) sedangkan untuk personal hygiene penjamah makanan yang
memenuhi syarat persentase tertinggi juga pada umur 40-50 tahun (66,7%). Hal ini menunjukkan
bahwa usia 40-50 tahun merupakan usia dimana seseorang mencapai kedewasaannya. Namun,
jika dilihat dari jumlah persentase personal hygienenya masih banyak yang tidak memenuhi
syarat. Sehingga bertambahnya umur seseorang tidak menjamin sikap dan tindakannya tentang
kebersihan diri akan baik pula.
4.1.2.3 Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherchia coli Pada Sambal
Untuk melihat keberadaan bakteri E.coli dalam sambal, peneliti menggunakan
pemeriksaan laboratorium melalui metode MPN (Most Probable Numbers) dengan
menggunakan dua uji yaitu uji penduga dan uji penguat. Pemeriksaan ini dilakukan selama 3 hari
dimana sampel diambil secara bersamaan dalam waktu yang sama dan langsung dibawa ke
laboratorium untuk diteliti. Adapun hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Hasil Pemeriksaan Bakteri Coliform pada Sambal
dengan Menggunakan Uji Penduga
Sambal Pengenceran MPN Coliform
10-1
10-2
10-3
1 3 2 1 1,5 x 102
2 2 1 0 0,2 x 102
3 0 0 0 0
4 0 0 0 0
5 1 0 0 0
Berdasarkan tabel 4.7 diatas, dapat dilihat bahwa setelah diinkubasi selama 2 x 24 jam
pada suhu 370C, dari 5 sampel sambal yang diteliti 2 sampel mengandung bakteri Coliform dan 3
sampel tidak mengandung bakteri Coliform. Berdasarkan hitungan tabel MPN 3 sampel sambal
yang bernilai 0 (nol) tersebut sebenarnya tercemar bakteri Coliform namun masih dalam skala
kecil.
Tabel 4.8
Hasil Pemeriksaan Bakteri Escherchia coli pada Sambal
dengan Menggunakan Uji Penguat
Sambal Pengenceran Ket
10-1
10-2
10-3
1 + - + + (ada E.coli)
2 - + - + (ada E.coli)
3 - - - -
4 - - - -
5 + - - + (ada E.coli)
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa setelah diinkubasi selama 1 x 24 jam pada
suhu 370C, dari 5 sampel sambal yang diinkubasi 3 sampel positif mengandung bakteri E.coli
dan 2 sampel negatif.
Tabel 4.9
Keberadaan Bakteri Escherchia coli Pada Sambal Berdasarkan Kantin
Kantin
Keberadaan Bakteri Escherchia coli
Positif Negatif
A ada E.coli -
B ada E.coli -
C - tidak ada E.coli
D - tidak ada E.coli
E ada E.coli -
Tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium pada
sampel sambal, 3 sampel sambal dari 5 sampel sambal yang diambil pada masing-masing kantin
ditemukan mengandung bakteri Escherchia coli.
Berdasarkan Kepmenkes RI No.715 tahun 2003 makanan memenuhi syarat bila angka
bakteri E.coli 0 per gram sampel makanan. Dengan demikian, 3 sampel sambal yang ditemukan
positif mengandung bakteri E.coli tidak memenuhi syarat Kepmenkes.
4.1.2.4 Hubungan Personal Hygiene Penjamah Makanan dengan Keberadaan Bakteri
Escherchia coli pada Sambal
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui hubungan personal hygiene penjamah
makanan dengan keberadaan bakteri Escherchia coli pada sambal dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.10
Crosstabulation Personal Hygiene Penjamah Makanan dengan Keberadaan E.coli pada
Sambal
Personal Hygiene Positif E.coli Jumlah α P
Positif % Negatif % n %
Tidak memenuhi syarat 7 100 0 0 7 100
Memenuhi syarat 0 0 3 100 3 100 0,05 0,008
Jumlah 7 70 3 30 10 100 (Sumber : Data Primer 2012)
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 7 penjamah yang personal hygienenya tidak
memenuhi syarat setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium pada sambal yang mereka hasilkan
ditemukan positif mengandung bakteri Escherchia coli.
Berdasarkan uji Fisher Exact menunjukkan bahwa Ho ditolak. Hal ini membuktikan
bahwa ada hubungan bermakna antara hygiene penjamah makanan dengan keberadaan bakteri
Escherchia coli pada sambal (p value = 0,008) di kantin di lingkungan Asrama Mahasiswa
Nusantara UNG.
Untuk melihat besar kuat hubungan penjamah makanan dengan keberadaan bakteri
Escherchia coli pada sambal di kantin di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara UNG
menggunakanan rumus :
ɵ = 𝑎𝑑−𝑏𝑐
𝑎+𝑏 𝑐+𝑑 𝑎+𝑐 (𝑏+𝑑)
= [ 7.3)−(0.0 ]
7+0 0+3 7+0 (0+3)
= 21
7 3 7 (3)
= 21
441
= 21
21
ɵ = 1,000.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas didapat nilai 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa
kuat hubungan hygiene penjamah makanan dengan keberadaan bakteri E.coli pada sambal
berdasarkan tabel kuat hubungan adalah sangat kuat. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa hygiene penjamah makanan sangat berpengaruh terhadap keberadaan bakteri E.coli pada
makanan khususnya sambal yang dibuat sendiri oleh penjamah makanan tersebut dengan nilai
kuat hubungan 1,000 (sangat kuat).
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian pada 10 orang penjamah makanan dan sambal yang mereka
gunakan sebagai pelengkap makanan maka pembahasan dilakukan yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan hygiene penjamah makanan dengan Keberadaan bakteri E.coli pada
sambal di kantin di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara UNG.
4.2.1 Karakteristik Penjamah Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa penjamah makanan yang
berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki. Beberapa teori dari berbagai penelitian
menyatakan bahwa perbedaan jumlah penjamah laki-laki dan perempuan didasarkan dari
perbedaan perilaku. Selain perbedaan perilaku, umumnya pada usaha kecil seperti kantin atau
warung makanan perempuan paling banyak melamar kerja sebagai penjamah makanan karena
sikap laki-laki ada kecenderungan menganggap remeh suatu pekerjaan dibanding perempuan. Di
samping itu, faktor lain seperti adanya hubungan kekeluargaan dengan pemilik kantin merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan perempuan lebih banyak bekerja sebagai penjamah
makanan dari pada laki-laki.
Namun, jika dilihat dari keberadaan bakteri E.coli, perempuan dan laki-laki memiliki
risiko yang sama besar menyebabkan kontaminasi bakteri E.coli pada makanan yang diolah. Hal
ini dapat disebabkan karena sikap dan perilaku penjamah pada saat mengolah makanan serta
pengetahuan penjamah yang masih kurang tentang pentingnya personal hygiene juga menjadi
salah satu penyebab masih tingginya kontaminasi bakteri E.coli pada makanan yang dihasilkan.
Hasil penelitian senada dilakukan oleh Susanna (2003) dimana jumlah pedagang laki-laki
lebih sedikit dibandingkan responden perempuan dan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yosvita Maria (2011) pada Instalasi Gizi RSUD Dr. Kanujoso Balikpapan dimana jenis kelamin
tenaga pengolah makanan sebagian besar adalah perempuan sebanyak 8 orang (80 %), serta hasil
penelitian Afriyenti (2002) di Instalasi Gizi RSJ Pekanbaru dan Instalasi Gizi RSI Ibnu Sina
Pekanbaru dimana sebagian besar (83,3%) penjamah makanan di Instalasi Gizi RSJ Pekanbaru
dan seluruh penjamah makanan di Instalasi Gizi RSI Ibnu Sina Pekanbaru adalah perempuan.
Namun, agak berbeda dengan hasil penelitian Agustina (2009) yang dimana dari 23 pedagang
makanan jajanan tradisional sebagai responden terdapat 52,2% responden berjenis kelamin laki-
laki dan 47,8% responden berjenis kelamin perempuan.
Namun, jika dilihat dari personal hygienenya dari 10 orang penjamah makanan ada 7
orang penjamah yang personal hygienenya tidak memenuhi syarat yaitu 1 orang laki-laki
(14,3%) dan 6 orang perempuan (85,7%) sedangkan untuk penjamah makanan yang personal
hygienenya memenuhi syarat yaitu 3 orang (100%) yang berjenis kelamin perempuan. Hasil
penelitian ini agak berbeda dari hasil penelitian Agustina (2009) 52,2% responden yang higiene
perorangan yang sudah baik, sedangkan sisanya sebesar 47,8% responden higiene perorangannya
tidak baik.
Beberapa hal seperti berbicara saat mengolah makanan, tidak menggunakan penutup
kepala, lupa mencuci tangan sebelum mengolah makanan, tidak menggunakan celemek dan
pakaian yang bersih dan rapis serta kurang menjaga kebersihan rambut dan kuku yang
menyebabkan personal hygiene penjamah makanan yang ada di kantin di lingkungan Asrama
Mahasiswa Nusantara UNG masih banyak yang tidak memenuhi syarat sebagai seorang
penjamah makanan berdasarkan Kepmenkes No.942 tahun 2003.
4.2.2 Karakteristik Penjamah Makanan Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3, ada 7 orang penjamah makanan berusia 40-
50 tahun, 2 orang (20%) yang berusia 20-30 dan 1 orang (10%) yang berusia 50-60 tahun.
Namun, jika dilihat dari personal hygienenya persentase tertinggi untuk personal hygiene yang
tidak memenuhi syarat terdapat pada umur 40-50 tahun (71,4%), sedangkan untuk personal
hygiene penjamah makanan yang memenuhi syarat juga terdapat pada umur 40-50 tahun
(66,7%).
Teori dari berbagai penelitian menyatakan bahwa umur mempengaruhi pembentukan
sikap dan perilaku seseorang. Hal penelitian senada dilakukan oleh Marsaulina tahun 2004 di
DKI Jakarta yang menyimpulkan adanya hubungan antara kebersihan perorangan dengan umur
penjamah makanan. Semakin bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula
kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosinya dan makin tepat segala tindakannya.
Semakin tinggi umur penjamah makanan maka semakin baik kebersihan penjamah makanan.
Beberapa penelitian mengaitkan berbagai kategori umur penjamah makanan dengan
perilaku dan pengetahuan penjamah makanan. Sebuah survei di Inggris menunjukkan bahwa
81% penduduk usia 55 tahun atau lebih selalu memastikan agar makanannya disajikan dalam
keadaan panas dan memakannya segera setelah disajikan, sementara pemuda usia kurang dari 24
tahun yang melakukannya hanya 54% (WHO, 2006).
Hasil penelitian senada dilakukan oleh Yosvita Maria (2011) di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Kanujoso Balikpapan. Hasil penelitian dari data karakteristik subjek penelitian untuk umur
tenaga pengolah makanan di Instalasi Gizi 60% berusia 25 – 45 tahun serta hasil penelitian
Afriyenti (2002) di Instalasi Gizi RSJ Pekanbaru dan Instalasi Gizi RSI Ibnu Sina Pekanbaru
dimana usia penjamah makanan di RSJ Pekanbaru (50%) dan RSI Ibnu Sina Pekanbaru (44,4%)
berusia 30-40 tahun dan ini merupakan usia produktif.
Tingginya persentase penjamah makanan yang tidak memenuhi syarat menunjukkan
bahwa personal hygiene penjamah makanan pada lima kantin yang ada di lingkungan Asrama
Mahasiswa Nusantara UNG masih kurang baik, sehingga hal tersebut akan sangat berpengaruh
pada kualitas makanan yang akan mereka hasilkan. Berdasarkan hasil uraian diatas, semakin
bertambahnya usia tidak menjamin personal hygienenya semakin baik.
4.2.3 Hubungan Personal Hygiene Penjamah Makanan dengan Keberadaan Bakteri
Escherchia coli pada Sambal
Hasil penelitian dengan uji Fisher Exact Test menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene
penjamah makanan dengan keberadaan bakteri Escherchia coli pada sambal di kantin di
lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara Universitas Negeri Gorontalo dengan nilai p value
0,008 dengan kuat hubungan 1,000 (sangat kuat). Hal ini didasarkan dari hasil pemeriksaan
laboratorium pada sampel sambal yang dibuat oleh 7 orang penjamah makanan yang personal
hygienenya tidak memenuhi syarat ditemukan positif mengandung bakteri Escherchia coli.
Dengan adanya Escherichia coli menunjukan telah terjadi kontaminasi yang berasal dari
feses. Selain itu, keberadaan Escherichia coli merupakan indikasi dari kondisi prosessing atau
sanitasi yang tidak memadai. Hal ini tampak dari sikap penjamah yang masih kurang baik selama
proses pengolahan seperti berbicara sambil mengolah sambal, ada sebagaian penjamah makanan
yang ditemukan selain bertindak sebagai penjamah makanan juga bertindak sebagai kasir
sehingga tangan penjamah kontak langsung dengan uang lalu kembali mengolah makanan tanpa
mencuci tangan. Oleh karena itu, hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor penyebab
kontaminan bakteri terhadap makanan.
Penjamah makanan (foodhandler) merupakan sumber utama kontaminasi makanan.
Tangan, nafas, rambut dan keringat dapat mencemari makanan. Pemindahan feses (kotoran)
manusia dan hewan melalui karyawan merupakan sumber potensial mikroorganisme pathogen
yang dapat masuk kedalam rantai pangan. Kebersihan penjamah, terutama kebersihan tangan
sangat perlu diperhatikan. Keadaan tangan yang kotor dan memiliki kuku panjang serta
kebiasaan mencuci tangan sebelum dan setelah menjamah makanan memungkinkan terjadinya
kontaminasi bakteri seperti bakteri E.coli. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang hygiene
perorangan serta perilaku yang kurang baik pada saat mengolah makanan akan menyebabkan
menurunya kualitas makanan yang dihasilkan.
Purnawijayanti (2001:41) mengemukakan bahwa “kebersihan penjamah makanan atau
higiene perorangan merupakan kunci kebersihan dalam pengolahan makanan yang aman dan
sehat”.
Andry Hartono (dalam Moro, 2011) mengemukakan bahwa : ”tingkat pengetahuan
tentang higiene sanitasi makanan juga dapat mempengaruhi para pekerja untuk menerapkan
higiene sanitasi makanan saat mereka sedang melakukan proses produksi”.
Selain personal hygiene, pengetahuan yang perlu diketahui oleh penjamah makanan
berdasarkan Depkes (2003) yaitu bahan pencemaran terhadap makanan, penyakit bawaan
makanan, prinsip higiene sanitasi makanan bagi penjamah makanan, dan pemeliharaan
kebersihan lingkungan serta personal hygiene. Dengan demikian, penjamah makanan harus
mengikuti prosedur yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang
ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja pengolahan makanan adalah pencucian tangan,
kebersihan dan kesehatan diri.
Hasil penelitian senada dilakukan oleh Frediyaz Moro 2011 di Warung Penyet Sekaran
Gunungpati Kota Semarang. Hasil pemeriksaan terhadap 25 penjamah makanan, pengetahuan
penjamah makanan yang buruk terdapat 6 (85,7%) sampel dengan keberadaan Escherichia coli
yang tidak memenuhi syarat dengan nilai p value 0,030. Penelitian senada dilakukan oleh Hanif
Amalia Hidayat (2010) studi pada kantin di lingkungan Universitas Diponegoro Tembalang.
Hasil pemeriksasan Hubungan antara praktik penjamah makanan mengenai higiene sanitasi
makanan dengan keberadaan E.coli pada nasi rames diuji dengan Fisher Exact Test
menunjukkan ada hubungan antara praktik penjamah makanan mengenai higiene sanitasi
makanan dengan keberadaan E.coli pada nasi rames (p=0,005).
Kebersihan kuku, tangan, rambut, dan pakaian merupakan aspek personal hygiene yang
harus diketahui oleh penjamah makanan karena jika tidak dilakukan dengan benar akan
memudahkan terjadinya kontaminasi bakteri pada makanan terutama makanan-makanan yang
diolah langsung oleh penjamah makanan dalam hal ini sambal yang mereka buat untuk
digunakan sebagai pelengkap makanan.
Berdasarkan hasil pengamatan tentang aspek personal hygiene seperti menjaga
kebersihan kuku, rambut, mencuci tangan sebelum mengolah makanan, menggunakan alas
tangan pada saat mengolah makanan, mengenakan pakaian yang bersih dan rapi, menggunakan
celemek dan penutup kepala serta tidak berbicara pada saat mengolah makanan masih belum
dilakukan dengan benar oleh semua penjamah makanan yang bekerja pada lima kantin yang ada
di lingkungan Asrama Mahasiswa Nusantara UNG karena para penjamah makanan lebih
mementingkan kecepatan dalam melayani pembeli dari pada kualitas makanan yang aman dan
sehat untuk dikonsumsi sehingga hal tersebut menyebabkan tingginya kontaminasi bakteri E.coli
pada makanan dalam hal ini sambal yang dibuat sendiri serta tidak memenuhi syarat Kepmenkes
No.942 tahun 2003 tentang penjamah makanan yang baik.