HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/798/10/2013-2-13201-811409065-bab4-09012014090846.pdfHASIL DAN...
Transcript of HASIL DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/798/10/2013-2-13201-811409065-bab4-09012014090846.pdfHASIL DAN...
42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,
yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar 0,53% dari luas Provinsi Gorontalo,
curah hujan diwilayah ini tercatat sekitar 11 mm s/d 266 mm pertahun. Secara umum,
suhu udara di Gorontalo rata-rata pada siang hari 320 C, sedangkan suhu udara rata-
rata pada malam hari 230 C.
Kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata 79,9%. Secara geografis
wilayah Kota Gorontalo terletak antara 000 28’ 17” – 000 35’ 56” Lintang Utara (LU)
dan 1220 59’ 44” – 1230 05’ 59” Bujur Timur (BT) dengan batas-batas sebagai
berikut:
1. Batas Utara : Kecamatan Bolango Utara Kabupaten Bone Bolango
2. Batas Timur : Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango
3. Batas Selatan : Teluk Tomini
4. Batas Barat : Kecamatan Telaga dan Batuda’a Kabupaten Gorontalo
Kini Kota Gorontalo terdiri dari 9 Kecamatan dengan 50 Kelurahan yaitu:
1. Kecamatan Kota Barat : 7 Kelurahan
2. Kecamatan Dungingi : 5 Kelurahan
3. Kecamatan Kota Selatan : 5 Kelurahan
4. Kecamatan Kota Tengah : 6 Kelurahan
43
5. Kecamatan Kota Timur : 6 Kelurahan
6. Kecamatan Kota Utara : 6 Kelurahan
7. Kecamatan Sipatana : 5 Kelurahan
8. Kecamatan Dumbo Raya : 5 Kelurahan
9. Kecamatan Hulondalangi : 5 Kelurahan
4.1.2 Hasil Analisis Univariat
Penelitian mengenai cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng
tepung ini dilakukan selama 10 hari yaitu dari tanggal 6 November sampai 15
November 2013. Dengan pengujian laboratorium, di laboratorium Kesehatan
Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo. Menggunakan metode cawan hitung
(Plate Count) untuk mengetahui keberadaan bakteri Staphylococcus aureus pada
daging ayam goreng tepung. Pengambilan sampel secara purposive sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 18 sampel yang dibagi menjadi 6 sampel dari Rumah
Makan, 6 sampel dari Warung Makan, dan 6 Sampel dari Gerobak Pinggir Jalan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa hasil laboratorium untuk
pengujian cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang
berasal dari rumah makan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
44
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Rumah Makan di Kota Gorontalo Tahun 2013
No Lokasi Total Bakteri
(Koloni/gram) Interpretasi
1 Rumah Makan 1 8,0x10 Memenuhi Syarat 2 Rumah Makan 2 8,0x10 Memenuhi Syarat 3 Rumah Makan 3 2,0x10 Memenuhi Syarat 4 Rumah Makan 4 1,0x10 Memenuhi Syarat 5 Rumah Makan 5 7,0x10 Memenuhi Syarat 6 Rumah Makan 6 7,0x10 Memenuhi Syarat
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, hasil pemeriksaan melalui uji mikrobiologi untuk
jumlah Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang diambil di
rumah makan yaitu sebanyak 6 sampel yang tersebar di wilayah Kota Gorontalo
diperoleh hasil bahwa, semua sampel positif mengandung bakteri Staphylococcus
aureus, Tetapi tidak melebihi ambang batas atau masih memenuhi syarat sesuai
dengan SNI 7388-2009 (Badan Standar Nasional 2009) tentang batas maksimum
cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam olahan yaitu 1x102 Koloni/gram.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, cemaran Staphylococcus
aureus pada daging ayam goreng tepung dari 6 sampel yang berasal dari rumah
makan diperoleh bahwa total bakteri tertinggi yaitu berada pada sampel rumah makan
1 dan rumah makan 2 di mana total bakterinya yaitu masing –masing 8x10
Koloni/gram sedangkan yang terendah yaitu sampel yang berada pada rumah makan
4 dengan total bakteri 1,0x10 Koloni/gram. Lebih jelasnya untuk mengetahui jumlah
total bakteri Staphylococcus aureus pada sampel rumah makan yang ada di kota
Gorontalo dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Sumber: Data Primer Gambar 4.1 Distribusi Cemaran
Tepung
Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa
pada masing-masing sampel
makan semuanya masih memenuhi syarat di bawah 1,0x10
sebayak 100 Koloni/gram
rumah makan 1 dan rumah makan 2 dengan masing
sebanyak 80 koloni
berada pada rumah makan 4 denga
atau 1,0x10 Koloni/gram.
warung makan dapat d
0
20
40
60
80
RM1
80
Tota
l Bak
teri
Kol
oni/g
r
Ket: Memenuhi Syarat
RM: Rumah Makan
Distribusi CemaranAyam Goreng Tepung di Rumah Makan Berdasarkan Total
Sumber: Data Primer
Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam GorengTepung di Rumah Makan Berdasarkan total koloni/gr
Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa total koloni bakteri Staphylococcus aureus
masing sampel daging ayam goreng tepung yang berasal dari ruma
makan semuanya masih memenuhi syarat di bawah 1,0x102
oloni/gram (SNI 7388-2009). total koloni bakteri tertinggi berada pada
rumah makan 1 dan rumah makan 2 dengan masing-masing total
koloni bakteri atau 8,0x10 Koloni/gram, sedangkan yang terendah
berada pada rumah makan 4 dengan total koloni bakteri sebanyak
oloni/gram. Selanjutnya untuk sampel daging ayam goreng tepung pada
warung makan dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
RM2 RM3 RM4 RM5 RM6
80
20
10
70 70
Ket: Memenuhi Syarat
RM: Rumah Makan
Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Rumah Makan Berdasarkan Total
Koloni/gr
45
Pada Daging Ayam Goreng oloni/gr
Staphylococcus aureus
yang berasal dari rumah
2 Koloni/gram atau
tertinggi berada pada
total koloni bakteri
oloni/gram, sedangkan yang terendah
bakteri sebanyak 10 koloni bakteri
Selanjutnya untuk sampel daging ayam goreng tepung pada
Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Rumah Makan Berdasarkan Total
46
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Warung Makan di Kota Gorontalo Tahun 2013
No Lokasi Total Bakteri
(Koloni/gram) Interpretasi
1 Warung Makan 1 1,9x102 Tidak Memenuhi Syarat 2 Warung Makan 2 6,0x10 Memenuhi Syarat 3 Warung Makan 3 3,9x102 Tidak Memenuhi Syarat 4 Warung Makan 4 4,0x10 Memenuhi Syarat 5 Warung Makan 5 6,0x102 Tidak Memenuhi Syarat 6 WarungMakan 6 3,0x10 Memenuhi Syarat
Sumber : Data Primer
Tabel 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan melalui uji mikrobiologi untuk jumlah
Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang diambil dari warung
makan yaitu sebanyak 6 sampel yang tersebar di wilayah Kota Gorontalo diperoleh
hasil bahwa, semua sampel positif mengandung bakteri Staphylococcus aureus.
Tetapi dalam 6 sampel ini ada 3 sampel yang sudah melebihi ambang batas yang
telah ditentukan sesuai dengan SNI 7388-2009 (Badan Standar Nasional 2009)
tentang batas maksimum cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam olahan
yaitu 1x102 Koloni/gram.
Hasil pengujian yang telah dilakukan, cemaran Staphylococcus aureus pada
daging ayam goreng tepung dari 6 sampel yang berasal dari warung makan diperoleh
bahwa dari 3 sampel yang tidak memenuhi syarat, dapat dilihat total bakteri dari
masing-masing sampel dari yang terendah sampai yang tertinggi berada pada sampel
warung makan 1 dengan total bakteri 1,9x102 Koloni/gram. Warung makan 3 dengan
total bakterinya 3,9x102, dan sampel pada warung makan 6 dengan total bakteri
6,0x102 Koloni/gram
Staphylococcus aureus
di lihat pada grafik berikut ini:
Sumber: Data Primer Gambar 4.2 Distribusi Cemaran
Goreng
Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa
tepung yang berasal dari warung makan, terdapat 3 sampel yang tidak memenuh
syarat (SNI 7388-2009) yaitu 1,0x10
syarat dengan jumlah koloni tertinggi berada pada warung makan 5 dengan
koloni bakteri sebanyak
terendah berada pada sampel yang berasal dari warung makan 1 dengan
bakteri sebanyak 190
0
100
200
300
400
500
600
WM1
190
Tota
l Bak
teri
Ko
lon
i/gr
Ket: Memenuhi syarat
Distribusi CemaranGoreng Tepung di warung Makan Berdasarkan Total
Koloni/gram. Untuk lebih jelasnya mengetahui total
Staphylococcus aureus pada sampel warung makan yang ada di Kota Gorontalo dapat
di lihat pada grafik berikut ini:
Sumber: Data Primer
Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam GorengTepung Berdasarkan Total Koloni/gr
Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa dari ke enam sampel daging ayam goreng
tepung yang berasal dari warung makan, terdapat 3 sampel yang tidak memenuh
2009) yaitu 1,0x102 Koloni/gram. Sampel yang tidak memenuhi
syarat dengan jumlah koloni tertinggi berada pada warung makan 5 dengan
bakteri sebanyak 600 koloni bakteri atau 6,0x102 Koloni/gram, dan yang
terendah berada pada sampel yang berasal dari warung makan 1 dengan
190 koloni bakteri atau 1,9x102 Koloni/gram.
WM2 WM3 WM4 WM5 WM6
190
60
390
40
600
30
Ket: Memenuhi syarat Tidak Memenuhi Syarat
WM: Warung Makan
Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di warung Makan Berdasarkan Total
Koloni/gr
47
total koloni bakteri
pada sampel warung makan yang ada di Kota Gorontalo dapat
Pada Daging Ayam
enam sampel daging ayam goreng
tepung yang berasal dari warung makan, terdapat 3 sampel yang tidak memenuhi
Sampel yang tidak memenuhi
syarat dengan jumlah koloni tertinggi berada pada warung makan 5 dengan total
Koloni/gram, dan yang
terendah berada pada sampel yang berasal dari warung makan 1 dengan total koloni
. Selanjutnya untuk
WM6
30
Tidak Memenuhi Syarat
Pada Daging Ayam Goreng Tepung di warung Makan Berdasarkan Total
48
sampel daging ayam goreng tepung yang berasal dari gerobak pinggir jalan dapat di
lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Gerobak Pinggir Jalan di Kota Gorontalo Tahun 2013
No Lokasi Total Bakteri
(Koloni/gram) Interpretasi
1 Gerobak pinggir jalan 1 3,7x102 Tidak Memenuhi Syarat 2 Gerobak pinggir jalan 2 4,0x10 Memenuhi Syarat 3 Gerobak pinggir jalan 3 3,0x10 Memenuhi Syarat 4 Gerobak pinggir jalan 4 1,3x102 Tidak Memenuhi Syarat 5 Gerobak pinggir jalan 5 7,8x102 Tidak Memenuhi Syarat 6 Gerobak pinggir jalan 6 4,0x10 Memenuhi Syarat
Sumber : Data Primer
Tabel 4.3 menunjukkan hasil pemeriksaan melalui uji mikrobiologi untuk jumlah
Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang diambil dari gerobak
pinggir jalan yaitu sebanyak 6 sampel yang tersebar di wilayah Kota Gorontalo
diperoleh hasil bahwa, semua sampel positif mengandung bakteri Staphylococcus
aureus. Tetapi dalam 6 sampel ini ada 3 sampel yang sudah melebihi ambang batas
yang telah ditentukan sesuai dengan SNI 7388-2009 (Badan Standar Nasional 2009)
tentang batas maksimum cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam olahan
yaitu 1x102 Koloni/gram.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, cemaran Staphylococcus aureus pada
daging ayam goreng tepung dari 6 sampel yang berasal dari gerobak pinggir jalan
diperoleh bahwa dari 3 sampel yang tidak memenuhi syarat (SNI 7388-2009), dapat
dilihat total bakteri dari masing-masing sampel mulai dari yang terendah sampai yang
tertinggi berada pada sampel gerobak pinggir jalan 4 dengan total bakteri 1,3x102
Koloni/gram, gerobak pinggir jalan 1 dengan total bakterinya 3,7
pada gerobak pinggir jalan 5 dengan
mengetahui total koloni
grafik distribusi cemaran
berdasarkan total Koloni/gr
Sumber: Data Primer Gambar 4.3 Distribusi Cemaran
Tepung
Berdasarkan grafik di atas
pada daging ayam goreng tepung yang berasal dari gerobak pinggir jalan dapat
terlihat jelas bahwa ada 3 sampel daging ayam goreng tepung yang tidak memenuhi
syarat (SNI 7388-2009), dengan
0
200
400
600
800
GPJ1
370
Tota
l Bak
teri
Kol
on
i/gr
Ket: Memenuhi syarat
Distribusi CemaranGoreng Tepung di Gerobak Pinggir jalan Berdasarkan Total
erobak pinggir jalan 1 dengan total bakterinya 3,7
pada gerobak pinggir jalan 5 dengan total bakteri 7,8x102 Koloni/gram.
koloni bakteri pada sampel gerobak pinggir jalan
grafik distribusi cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung
Koloni/gram berikut ini:
Sumber: Data Primer
Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam GorengTepung Pada Gerobak Pinggir Jalan Berdasarkan Jumlah Koloni/gr
grafik di atas hasil pemeriksaan cemaran Staphylococcus aureus
ayam goreng tepung yang berasal dari gerobak pinggir jalan dapat
ada 3 sampel daging ayam goreng tepung yang tidak memenuhi
2009), dengan total koloni bakteri tertinggi berasal dari sampel
GPJ1 GPJ2 GPJ3 GPJ4 GPJ5 GPJ6
370
40 30
130
780
40
Ket: Memenuhi syarat Tidak Memenuhi Syarat
GPJ: Gerobak Pinggir Jalan
Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Gerobak Pinggir jalan Berdasarkan Total
Koloni/gr
49
erobak pinggir jalan 1 dengan total bakterinya 3,7x102, dan sampel
Koloni/gram. Untuk lebih
pada sampel gerobak pinggir jalan dapat dilihat pada
pada daging ayam goreng tepung
Pada Daging Ayam Goreng Berdasarkan Jumlah Koloni/gr
Staphylococcus aureus
ayam goreng tepung yang berasal dari gerobak pinggir jalan dapat
ada 3 sampel daging ayam goreng tepung yang tidak memenuhi
tertinggi berasal dari sampel
Tidak Memenuhi Syarat
Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Gerobak Pinggir jalan Berdasarkan Total
yang berasal dari gerobak pin
7,8x102 koloni/gram, sampel ini merupakan sampel yang memiliki
tertinggi dari semua sampel (Rumah makan, warung makan, dan gerobak pinggir
jalan). Kemudian samp
sampel yang berasal dari gerobak pinggir jalan 4 dengan
koloni bakteri, atau 1,3x10
cemaran Staphylococcus aureus
interpretasi memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat
penelitian berdasarkan SNI 7388
Gambar 4.3 Grafik Distribusi Goreng Tepung Memenuhi Syarat
0
50
100
MS
100
Per
sent
asi
Distribusi Cemaran Ayam Goreng Tepung Berdasarkan Interpretasi Memenuhi
MS : Memenuhi Syarat
RM : Rumah Makan WM : Warung Makan GPJ : Gerobak Pinggir Jalan
Ket:
yang berasal dari gerobak pinggir jalan 5 yaitu sebanyak 780
koloni/gram, sampel ini merupakan sampel yang memiliki
inggi dari semua sampel (Rumah makan, warung makan, dan gerobak pinggir
jalan). Kemudian sampel yang terendah yang tidak memenuhi syarat berada pada
sampel yang berasal dari gerobak pinggir jalan 4 dengan total
, atau 1,3x102 koloni/gram. Di bawah ini terdapat grafik distribusi
Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung berd
interpretasi memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat pada masing
penelitian berdasarkan SNI 7388-2009:
Grafik Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung Berdasarkan Interpretasi Memenuhi Memenuhi Syarat
MS TMS MS TMS MS TMS
RM WM GPJ
0
50 50 50
100
Lokasi Penelitian
Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung Berdasarkan Interpretasi Memenuhi
Syarat dan Tidak Memenuhi Syarat
: Memenuhi Syarat TMS : Tidak Memenuhi Syarat
RM : Rumah Makan WM : Warung Makan GPJ : Gerobak Pinggir Jalan
50
ggir jalan 5 yaitu sebanyak 780 koloni bakteri atau
koloni/gram, sampel ini merupakan sampel yang memiliki total bakteri
inggi dari semua sampel (Rumah makan, warung makan, dan gerobak pinggir
enuhi syarat berada pada
koloni bakteri 130
bawah ini terdapat grafik distribusi
ayam goreng tepung berdasarkan
pada masing-masing lokasi
Pada Daging Ayam Berdasarkan Interpretasi Memenuhi Syarat dan Tidak
TMS
50
Pada Daging Ayam Goreng Tepung Berdasarkan Interpretasi Memenuhi
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
RM : Rumah Makan WM : Warung Makan GPJ : Gerobak Pinggir Jalan
51
4.2 Pembahasan
Kota Gorontalo sebagai Ibu Kota Provinsi Gorontalo yang menjadi pusat
penyediaan pelayanan berbagai jasa perdagangan, pusat perekonomian, dan
perindustrian. Tidak heran kalau banyak masyarakat yang mempunyai lapangan
usaha di Kota Gorontalo, yang menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari.
Salah satu usaha yang paling maju adalah usaha kuliner, dimana berbagai macam
tempat usaha kuliner yang ada di Kota Gorontalo. Mulai dari usaha yang besar
sampai usaha kecil-kecilan, seperti supermarket, rumah makan, warung makan,
bahkan sampai kedai-kedai kecil sekalipun sudah dapat ditemukan di Kota Gorontalo,
dengan berbagai macam menu makanan yang disediakan.
Pada saat ini makanan yang paling digemari oleh masyarakat adalah makanan
yang berasal dari daging ayam olahan, salah satunya adalah ayam goreng tepung, hal
ini dapat dilihat dari semakin banyaknya masyarakat yang menjual daging ayam
goreng tepung yang dapat ditemukan hampir disemua tempat makan. Bahkan
dipinggiran jalan sekalipun olahan daging ayam ini bisa dengan mudah ditemukan.
Apalagi dengan harga yang relatif murah dan mudah dijangkau oleh konsumen.
Berdasarkan data deskriptif pengujian bakteri Staphylococcus aureus pada
daging ayam goreng tepung menunjukkan bahwa dari keseluruhan sampel yang diuji
semuanya positif mengandung Staphylococcus aureus dengan jumlah koloni yang
berbeda-beda pada masing-masing sampel. Pada sampel yang diambil dari rumah
makan, yaitu sebanyak 6 sampel, semuanya masih memenuhi syarat kesehatan atau
52
tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan sesuai dengan SNI 7388-2009
Badan Standar Nasional (2009) tentang batas maksimum cemaran Staphylococcus
aureus pada daging ayam olahan yaitu 1x102 Koloni/gram. Hal ini menunjukkan
bahwa rumah makan yang ada di Kota Gorontalo terutama yang menjadi lokasi
penelitian ini sudah memenuhi persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan
restoran berdasarkan Kepmenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003. Akan tetapi
dengan masih ditemukannya bakteri Staphylococcus aureus pada salah satu makanan
yang dijual di rumah makan, yaitu daging ayam goreng tepung, menunjukkan bahwa
rumah makan harus lebih meningkatkan tingkat hygiene sanitasinya.
Sampel yang diambil dari warung makan dan gerobak pinggir jalan ditemukan
masing-masing ada 3 sampel yang tidak memenuhi syarat berdasarkan SNI 7388-
2009 (Badan Standar Nasional 2009) dengan rentangan jumlah koloni bakteri antara
1,3x102 s/d 7,8x102 Koloni/gram. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Chotiah,
2009), yang menemukan ada 3 sampel produk olahan ayam goreng yang tercemar
dengan Staphylococcus aureus dengan rentangan total koloni bakteri 2x102 s/d 2x103
Koloni/gram. Yang menjadi salah satu penyebab adanya kontaminasi cemaran
mikroba pada makanan disebabkan oleh higiene dan sanitasi makanan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan yang menyangkut banyak faktor, mulai dari asal/sumber
bahan makanan, proses hingga menjadi makanan, penyajian kepada konsumen dan
faktor lingkungan lainnya yang terkait. Aspek higiene dan sanitasi makanan yang
mempengaruhi keamanan makanan diantaranya yaitu kontaminasi, keracunan, dan
53
pembusukan. Menurut Meikawati, dan Astuti, (2010) terdapat 4 faktor dalam prinsip
higiene dan sanitasi makanan yaitu faktor tempat atau bangunan, peralatan,
orang/penjamah makanan, dan bahan makanan. Tomkins dalam Isnawati, (2012)
menyatakan bahwa, lingkungan yang terkontaminasi dan sanitasi buruk yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan menyebabkan bakteri atau kuman mudah masuk dan
menyebabkan infeksi. Adanya kontaminasi bakteri pada makanan dapat terjadi mulai
dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsikan
kepada masyarakat atau konsumen. Dalam hal menangani makanan, penjamah
makanan sangat berperan penting terutama dalam penanganan makanan, yang secara
langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan,
pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian, agar dapat
terhindar dari timbulnya penyakit atau gangguan kesehatan. Hasil olahan yang tidak
bersih selain merugikan produsen juga berbahaya bagi konsumen (Vitalaya, 1995).
Sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Purnawijayanti (2001), seorang penjamah
makanan dianjurkan untuk melakukan perilaku sehat yang berhubungan dengan
penanganan makanan, hal ini dimaksudkan karena tangan dapat menjadi media
perantara bagi penularan penyakit infeksi dan kulit, dan juga merupakan tempat yang
subur untuk perkembangbiakan bakteri.
Pada saat peneliti melakukan pengambilan sampel terutama pada warung makan
yang menjual daging ayam goreng tepung, terlihat bahwa penjamah makanan kurang
54
memperhatikan kebersihan tempat jualannya, dimana daging ayam yang akan
digoreng dibiarkan ditempat yang terbuka, dan tidak ditutup, sehingga banyak
disinggahi lalat, dan faktor pencemar lainnya mudah mengkontaminasi bahan
makanan tersebut, apalagi penjamah makanannya pada saat melakukan pengolahan
makanan sedang melakukan aktifitas lain (merokok). Menurut Depkes RI (2001)
kebiasaan merokok dilingkungan pengolahan makanan mengandung banyak risiko
antara lain bakteri atau kuman dari mulut dan bibir dapat dipindahkan ketangan
sehingga tangan menjadi kotor dan akan mengotori makanan, abu rokok dapat jatuh
kedalam makanan serta dapat menimbulkan bau asap rokok yang dapat mengotori
udara.
Selain itu penanganan makanan dengan tangan yang tidak menggunakan
peralatan memadai merupakan cara penyebaran yang paling umum, terutama jika
orang yang menangani makanan mengalami infeksi atau luka pada tangannya.
Menurut Purnawijayanti, (2001) tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat
memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke
makanan, oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal yang pokok harus
dilakukan oleh penjamah yang terlibat dalam penanganan makanan. Batuk dan bersin
dekat dengan makanan dapat menyebabkan kontaminasi, rambut yang jatuh pada
makanan atau menggantung (terurai) dekat dengan makanan juga dapat menimbulkan
bahaya.
55
Selain personal hygiene penjamah yang harus memenuhi syarat, kondisi tempat
yang higienis (jauh dari sumber-sumber pencemar) juga diperlukan, berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan lokasi warung makan dan gerobak pinggir jalan yang
menjadi lokasi penelitian berada dekat dengan sumber pencemaran, yaitu jalan raya
yang memiliki kepadatan lalu lintas cukup tinggi, asap kendaraan bermotor dan debu
jalanan yang berpotensi mencemari makanan. Menurut Depkes RI, (1994) lokasi
berjualan harus cukup jauh dari sumber pencemaran seperti pembuangan sampah
terbuka, tempat pembuangan ataupun pengolahan limbah, jalanan yang ramai dengan
kecepatan kendaraan yang tinggi sehingga dapat menjamin tidak terjadi pencemaran
pada makanan. Hal inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab adanya
kontaminasi cemaran bakteri pada makanan terutama bakteri Staphylococcus aureus.
Menurut Supardi dan Sukamto, (1999) apabila Staphylococcus aureus
terkontaminasi kedalam makanan yang mengandung nutrisi yang menunjang bagi
pertumbuhannya, jumlah Staphylococcus aureus akan bertambah dengan laju
pertumbuhan yang cepat. Bahan makanan yang menyediakan nutrisi yang menunjang
pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah bahan makanan dengan kadar protein
yang tinggi seperti daging dan produk olahannya, unggas dan produk olahannya, telur
dan produk olahannya. Staphylococcus aureus dapat mencemari makanan dalam
penyimpanan bersuhu 40 C sampai 600 C dalam jangka waktu yang lama, proses
pasteurisasi, pemanasan ultra tinggi dan pemasakan normal tidak mampu merusak
56
toksin Staphylococcus aureus, dikarenakan relatif stabil dengan panas dan mampu
bertahan pada pemanasan suhu air mendidih 100 0 C selama 10 menit.
Menurut Ash, (2000) toksin yang dihasilkan disebut enterotoksin yaitu racun
yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus yang dapat menyebabkan keracunan
pada makanan (food poisoning). Keracunan makanan akibat Staphylococcus aureus
disebabkan oleh tertelannya Staphylococcus enterotoksin (SE) bersama makanan
yang terkontaminasi. Bila tertelan, SE akan masuk ke saluran pencernaan dan
mencapai usus halus. Selanjutnya toksin tersebut akan merusak dinding usus halus
dan menimbulkan sekresi jaringan usus dengan cepat. Gejala yang ditimbulkan pada
keracunan pangan akibat Staphylococcus aureus biasanya muncul dalam waktu tiga
jam setelah konsumsi makanan yang mengandung enterotoksin atau paling cepat satu
jam dan paling lama enam jam. Masa inkubasi tidak hanya bergantung pada jumlah
toksin yang tertelan namun juga kerentanan individu.
Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah perasaan letih, mual,
muntah-muntah, kram perut, diare, kejang-kejang hingga pingsan, bahkan inflamasi
usus. Dalam beberapa kasus, darah dan lendir tampak pada feses dan muntahan.
Namun pada kasus yang ringan, penderita mengalami mual dan muntah tanpa disertai
diare atau kram perut atau diare tanpa muntah-muntah (Ash, 2000). Pada kasus yang
parah, penderita mengalami sakit kepala berlebih dengan terus mengeluarkan keringat
sehingga merasakan demam dan tekanan darah menjadi rendah. Penderita akan
mengeluarkan cairan dari seluruh jaringan sehingga dapat kehilangan 7-9 kg berat
57
badannya (Winarno, 2004). Sebagaimana yang di kemukakan oleh Ash, (2000)
pemulihan biasanya terjadi antara satu hingga tiga hari dan umunya tidak ada
perawatan yang diberikan. Walaupun sebagian menganggap keracunan pangan akibat
Staphylococcus tidak tergolong fatal, beberapa kasus keracunan yang sangat fatal
dilaporkan terjadi pada bayi, anak-anak dan orang lanjut usia.
Salah satu organisme penting yang secara sigifikan berkaitan dengan kesehatan
masyarakat dalam produk daging matang adalah Staphylococcus aureus. Hal ini
terjadi karena praktek yang jorok, prosedur pendinginan yang buruk dimana produk
dibiarkan dingin secara lambat dalam suhu hangat, serta kontaminasi dalam
penanganan produk.