BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi...

33
103 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di wilayah kerja UPT Puskesmas Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, yang terdiri dari 6 kelurahan yaitu Kelurahan Pasirkaliki, Kelurahan Pamoyanan, Kelurahan Arjuna, Kelurahan Husein Sastranegara dan Kelurahan Sukaraja. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 28 Maret 2012 sampai dengan 24 Mei 2012. Subyek penelitian adalah seluruh pasien Diabetes Melitus yang berkunjung dan tercatat dalam laporan LB1 di UPT Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung pada tahun 2011. 4.2 Hasil Penelitian Penelitian telah dilakukan terhadap 72 responden beserta anggota keluarga yang dekat dan tinggal serumah dengan responden dan bersedia menjadi responden penelitian. Responden dibagi ke dalam dua kelompok dengan cara pengocokan koin yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi mendapatkan program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga dan tindak lanjut selama 3 minggu, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan pendidikan kesehatan berbasis keluarga pasca penelitian. Metode pendidikan kesehatan menggunakan modul tentang perilaku perawatan kaki sebagai alat bantu penyampaian materi dengan 2 kali kunjungan masing-masing 30 menit. Tindak

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi...

103

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di wilayah kerja UPT Puskesmas

Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, yang terdiri dari 6 kelurahan

yaitu Kelurahan Pasirkaliki, Kelurahan Pamoyanan, Kelurahan Arjuna, Kelurahan

Husein Sastranegara dan Kelurahan Sukaraja. Penelitian ini dilaksanakan dari

tanggal 28 Maret 2012 sampai dengan 24 Mei 2012. Subyek penelitian adalah

seluruh pasien Diabetes Melitus yang berkunjung dan tercatat dalam laporan LB1

di UPT Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung pada tahun 2011.

4.2 Hasil Penelitian

Penelitian telah dilakukan terhadap 72 responden beserta anggota keluarga

yang dekat dan tinggal serumah dengan responden dan bersedia menjadi

responden penelitian. Responden dibagi ke dalam dua kelompok dengan cara

pengocokan koin yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok

intervensi mendapatkan program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga dan

tindak lanjut selama 3 minggu, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan

pendidikan kesehatan berbasis keluarga pasca penelitian. Metode pendidikan

kesehatan menggunakan modul tentang perilaku perawatan kaki sebagai alat bantu

penyampaian materi dengan 2 kali kunjungan masing-masing 30 menit. Tindak

104

lanjut dilakukan dengan metode tindak lanjut melalui telpon 1 kali, dan kunjungan

rumah sebanyak 3 kali.

Hasil penelitian dibagi menjadi analisis univariat dan analisis bivariat.

Analisis univariat menggambarkan (1) data karakteristik responden, (2) data

karakteristik klinis responden, (3) data karakteristik keluarga. Analisis bivariat

menggambarkan uji perbedaan rata – rata pada sebelum dan sesudah program

edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol, uji perbedaan

rata – rata pada sebelum dan sesudah program edukasi berbasis keluarga pada

kelompok intervensi, pengaruh dari program edukasi perawatan kaki berbasis

keluarga terhadap pengetahuan, kepercayaan diri (self-efficacy) dan perilaku

perawatan kaki pada kelompok kontrol dan intervensi.

4.2.1 Analisis Univariat

Hasil analisis menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia,

jenis kelamin, status, suku, pekerjaan, tingkat pendidikan dan agama.

4.2.1.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel 4.1, sebagian besar subjek pada kelompok intervensi

dan kelompok kontrol (66.7%) berusia di rentang 40 - 59 tahun, dengan jenis

kelamin perempuan pada kelompok intervensi (72.2%) dan kelompok kontrol

(75%) dan status menikah pada kelompok intervensi (83.3%) dan kelompok

kontrol (75%) adalah menikah. Hampir seluruh responden pada kelompok

intervensi (86.1%) dan kelompok kontrol (91.7%) merupakan suku Sunda.

Sebagian besar responden pada kelompok intervensi (61.1%) dan kelompok

kontrol (72.2%) tidak bekerja. Tingkat pendidikan sebagian dari responden pada

105

kelompok intervensi (44.4%) dan kelompok kontrol (38.9%) adalah Sekolah

Dasar. Dari tabel 4.1, variabel usia, jenis kelamin, status pernikahan, suku,

tingkat pendidikan, pekerjaan menunjukkan nilai p > 0.05. Hal ini mengandung

arti bahwa keenam variabel tersebut pada kelompok intervensi dan kontrol adalah

homogen.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Analisis Uji Homogenitas KarakteristikResponden pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di wilayahPuskesmas Pasirkaliki Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)

No Variabel Intervensi(n=36)

Kontrol(n=36)

X2 Nilai p

f % f %1. Usia

40 - 59 tahun 24 66.7 24 66.7 0.000a 1.00059 – 69 tahun 12 33.3 12 33.3

2. Jenis KelaminLaki-laki 10 27.8 9 25 0.071a 0.789Perempuan 26 72.2 27 75

3. StatusMenikah 30 83.3 27 75 0.758a 0.384Janda/duda 6 16.7 9 25

4. SukuSunda 31 86.1 33 97.1 0.236b 1.000Jawa 5 13.9 2 5.6Minang 0 0 1 2.8

5. PekerjaanTidak bekerja 22 61.1 26 72.2 0.471b 0.979Wiraswasta 11 30.6 7 19.4Lain-lain 3 8.3 3 8.3

6. Tingkat pendidikanTidak tamat SD 3 8.3 1 2.8 0.471b 0.979SD 16 44.5 14 38.9SMP 9 25 11 30.6SMA 8 22.2 9 25Perguruan Tinggi 0 0 1 2.8

Catatan : a = Chi-Square, b = Kolmogorov-Smirnov Z

106

4.2.1.2 Karakteristik Klinis Responden

Tabel 4.2 menggambarkan karakteristik klinis dari responden. Sebagian

dari responden kelompok kontrol (58.3%) dan kelompok intervensi (55.6 %)

mempunyai lama diabetes ≥ 3 tahun. Olahraga yang dijalankan oleh sebagian

besar responden kelompok intervensi (61.1 %) dan kelompok kontrol (69.4 %)

adalah berjalan kaki. Sebagian besar dari kelompok intervensi (69.4 %) dan

kelompok kontrol (58.3 %) tidak pernah merokok.

Berdasarkan tabel 4.2, seluruh responden belum pernah mendapat program

edukasi perawatan kaki berbasis keluarga. Sebagian besar kelompok intervensi

dan kelompok kontrol (69.4 %) mempunyai keluhan neuropati seperti baal.

Sebagian besar dari kelompok intervensi (75 %) dan kelompok kontrol (66.7 %)

mempunyai penyakit penyerta selain penyakit Diabetes Melitus. Hampir

seluruhnya responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol kedua

denyut nadi pada kaki kanan dan kaki kiri dapat diraba. Sebagian besar dari

kelompok intervensi (72.2 %) dan control (80.6 %) rangsang monofilament pada

kaki kanan dan kaki kiri memiliki sensasi baik. Hampir seluruh responden pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol (94.4 %) tidak pernah mempunyai

riwayat kaki diabetik sebelumnya. Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat hasil uji

homogenitas pada 11 variabel menunjukkan nilai p > 0.05. Hal ini mengandung

arti bahwa 11 variabel tersebut pada kelompok intervensi dan kontrol adalah

homogen.

107

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Analisis Uji Karakteristik Klinis RespondenKelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja PuskesmasPasirkaliki Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)

No Variabel Intervensi(n = 36)

Kontrol(n = 36)

X2 Nilai p

f % f %1. Lama Diabetes ≤ 3 tahun 16 44.4 15 41.7 0.057a 0.812 ≥ 3 tahun 20 55.6 21 58.3 2. Olahraga

Tidak pernah 7 19.4 6 16.7 0.236b 1.000Berjalan 22 61.1 25 69.4Lari 1 2.8 0 0Senam 5 13.9 4 11.1Bersepeda 1 2.8 1 2.8

3. Riwayat merokokTidak pernah 25 69.4 21 58.3 0.964b 0.617Pernah merokoktapi sudah berhenti

8 22.2 11 30.6

Masih merokok 3 8.3 4 11.14. Program edukasi

perawatan kakiPernah 0 0 0 0 0.000a 1.000Tidak pernah 36 100 36 100

5. Keluhan neuropatiAda 25 69.4 25 69.4 0.000a 1.000Tidak ada 11 30.6 11 30.6

6. Penyakit penyertaAda 27 75 24 66.7 0.605a 0.437Tidak ada 9 25 12 33.3

7. Denyut nadi kakikananKedua teraba 29 80.6 26 72.2 0.354b 1.000Satu teraba 6 16.7 9 25tidak teraba semua 1 2.8 1 2.8

8. Denyut nadi kakikiriKedua teraba 30 83.3 30 83.3 0.118b 1.000Satu teraba 5 13.9 6 16.7Tidak teraba semua 1 2.8 0 0

Catatan : a = Chi-Square, b = Kolmogorov-Smirnov Z

108

Lanjutan Tabel 4.2 Analisis Uji Karakteristik Klinis Responden KelompokKontrol dan Kelompok Intervensi di wilayah Kerja Puskesmas PasirkalikiBandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)

No Variabel Intervensi(n = 36)

Kontrol(n = 36)

X2 Nilai p

F % f %9. Monofilamen pada

kaki kananSensasi baik 26 72.2 29 80.6 0.693a 0.405Sensasi tidak baik 10 27.8 7 19.4

10. Monofilamen padakaki kiriSensasi baik 26 72.2 29 80.6 0.693a 0.405Sensasi tidak baik 10 27.8 7 19.4

11. Riwayat kakidiabetikTidak pernah 34 94.4 34 94.4 0.000c 1.000Pernah 2 5.6 2 5.6

Catatan : a = Chi-Square, b = Kolmogorov-Smirnov Z, c = Fisher-Exact

Tabel 4.3 menunjukkan hasil gula darah terakhir sebelum program edukasi

perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok intervensi dengan rata – rata

nilai 239.28 (101.45) dan kelompok kontrol dengan rata – rata nilai236.31

(87.53). Analisis uji homogenitas pada variabel gula darah adalah p > 0.05,

artinya variabel gula darah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

adalah homogen.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Analisis Uji Homogenitas Gula darah padaKelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja PuskesmasPasirkaliki Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)

Variabel Kelompok

Intervensi

Mean (SD)

Kelompok

Kontrol

Mean (SD)

t Nilai p

Gula darah 239.28 (101.45) 236.31 (87.53) -0.133a 0.894

Catatan : a = independent t-test

109

4.2.1.3 Karakteristik Keluarga Responden

Tabel 4.4 menunjukkan karakteristik keluarga responden. Sebagian besar

keluarga yang dilibatkan pada kelompok intervensi (55.6 %) adalah anak

kandung, sedangkan pada kelompok kontrol (52.8 %) adalah suami atau istri.

Berdasarkan keluarga yang dilibatkan dalam program edukasi perawatan kaki

berbasis keluarga, lebih dari setengahnya anggota keluarga pada kelompok

kontrol (72.2 %) dan setengahnya pada kelompok intervensi (50 %) adalah

perempuan. Hampir seluruh keluarga pada kelompok intervensi dan kontrol (88.9

%) masing-masing mempunyai status sudah menikah.

Hampir sebagian besar keluarga dari kelompok intervensi dan kontrol

(41.7 %) berusia 18 – 36 tahun. Lebih dari setengahnya pekerjaan anggota

keluarga pada kelompok intervensi (55.7 %) dan hampir sebagian besar pada

kelompok kontrol (38.9 %) adalah tidak bekerja. Hampir sebagian besar tingkat

pendidikan pada kelompok intervensi (44.4 %) dan kelompok kontrol (36.1 %)

adalah SMA. Tipe keluarga pada kelompok intervensi dan kontrol (61.1 %)

sebagian besar merupakan keluarga besar (extended family). Analisis uji

homogenitas dari variabel hubungan dengan responden, jenis kelamin, status, usia

anggota keluarga, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan tipe keluarga dengan nilai p

> 0.05. Hal ini mengandung arti bahwa semua variabel tersebut pada kelompok

intervensi dan kontrol adalah homogen.

110

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi dan Analisis Uji Karakteristik Keluarga padaKelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja PuskesmasPasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)

No Variabel Intervensi Kontrol X2 Nilai pf % f %

1. Hubungan denganrespondenSuami/Istri 14 38.9 19 52.8 0.589a 0.878Anak kandung 20 55.6 14 38.9Lain-lain 2 5.6 3 8.3

2. Jenis KelaminLaki-laki 18 50 10 27.8 3.740b 0.053Perempuan 18 50 26 72.2

3. StatusMenikah 32 88.9 32 88.9 0.118a 1.000Belum menikah 4 11.1 3 8.3Janda/duda 0 0 1 2.8

4. Usia anggotakeluarga18-36 tahun 15 41.7 15 41.7 4.202b 0.12236-54 tahun 15 41.7 8 22.254-70 tahun 6 16.7 13 36.1

5. PekerjaanTidak bekerja 20 55.7 14 38.9 0.707a 0.699Buruh 1 2.8 4 11.1PNS 2 5.5 3 8.3Pegawai swasta 2 5.5 10 27.8Wiraswasta 9 25 4 11.1Lain-lain 2 5.5 1 2.8

6. Tingkat pendidikanSD 6 16.7 13 36.1 4.667b 0.198SMP 10 27.8 5 13.9SMA 16 44.4 13 36.1Perguruan Tinggi 4 11.1 5 13.9

7. Tipe keluargaKeluarga inti 14 38.9 14 38.9 0.000b 1.000Keluarga besar 22 61.1 22 61.1

Catatan : a = Kolmogorov-Smirnov Z, b = Chi-Square

111

4.2.2 Analisis Bivariat

4.2.2.1 Uji Perbedaan Rata – rata Pengetahuan Perawatan Kaki Sebelum

dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol

Tabel 4.5 menggambarkan uji beda rata – rata variabel pengetahuang

sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol. Nilai rata-rata

pengetahuan perilaku perawatan kaki pada kelompok kontrol sebelum dilakukan

intervensi adalah 10.97 (SD = 2.10), sedangkan setelah dilakukan intervensi

adalah 11.22 (2.47). Selisih antara nilai rata - rata sebelum dengan sesudah

intervensi program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga adalah sebesar 0.25.

Nilai rata-rata pengetahuan tentang perawatan kaki sebelum dan sesudah

intervensi pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan bermakna, dengan

nilai p = 0.405.

Tabel 4.5 Perbedaan Rata-rata Pengetahuan tentang Perawatan Kaki Sebelum danSesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja PuskesmasPasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)

Variabel Kelompok Kontrol t Nilai pSebelum

Mean (SD)Sesudah

Mean (SD)Pengetahuanperawatan kaki

10.97 (2.10) 11.22 (2.47) -0.8.43 0.405

Catatan : t = paired t-test, df = 35

4.2.2.2 Uji Perbedaan Rata – Rata Kepercayaan Diri (Self-Efficacy) Sebelum

dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol

Nilai rata-rata self-efficacy responden kelompok kontrol dalam melakukan

perawatan kaki sebelum intervensi dilakukan adalah 43.39 (SD = 4.88),

112

sedangkan sesudah intervensi dilakukan adalah 42.56 (3.71). Selisih nilai rata –

rata kepercayaan diri (self-eeficacy) antara sebelum dan sesudah program edukasi

perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol adalah – 0.83. Nilai rata-

rata kepercayaan diri (self-efficacy) dalam perawatan kaki sebelum dan sesudah

intervensi program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga tidak terdapat

perbedaan bermakna pada kelompok kontrol, dengan nilai p = 0.193.

Tabel 4.6 Perbedaan Rata-rata Kepercayaan Diri (self-efficacy) tentang PerawatanKaki Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol di Wilayah KerjaPuskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012(N=72)

Variabel Kelompok Kontrol t Nilai pSebelum

Mean (SD)Sesudah

Mean (SD)Kepercayaan diri(Self-efficacy)

43.39 (4.88) 42.56 (3.71) 1.327 0.193

Catatan : t = paired t-test, df = 35

4.2.2.3 Uji Perbedaan Rata – Rata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care

Behavior) Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol

Nilai rata-rata perilaku perawatan kaki pada kelompok kontrol sebelum

dilakukan intervensi adalah 51.33 (SD = 8.58), sedangkan sesudah dilakukan

intervensi adalah 49.50 (SD = 9.40). Selisih nilai rata – rata kepercayaan diri

perilaku perawatan kaki antara sebelum dan sesudah program edukasi perawatan

kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol adalah – 1.83. Berdasarkan tabel

4.7, dapat diambil simpulan, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam perilaku

113

perawatan kaki pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi, dengan p

= 0.219.

Tabel 4.7 Perbedaan Rata-rata Perilaku Perawatan Kaki Sebelum dan SesudahIntervensi pada Kelompok Kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki KotaBandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (N=72)

Variabel Kelompok Kontrol t Nilai pSebelum

Mean (SD)Sesudah

Mean (SD)Perilaku perawatanKaki

51.33 (8.58) 49.50 (9.40) 1.251 0.219

Catatan : t = paired t-test, df = 35

4.2.2.4 Uji Perbedaan Rata – rata Pengetahuan tentang Perawatan Kaki

Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi

Berdasarkan tabel 4.8, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pengetahuan

perilaku perawatan kaki pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi

program edukasi berbasis keluarga adalah 11.19 (SD = 2.68), sedangkan setelah

dilakukan intervensi adalah 16.69 (0.77). Selisih nilai rata – rata pengetahuan

antara sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga

pada kelompok intervensi adalah 5.5. Menurut tabel 4.8, dapat diketahui terdapat

perbedaan yang bermakna antara nilai rata-rata pengetahuan tentang perilaku

perawatan kaki sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi, dengan

nilai p = 0.000.

114

Tabel 4.8 Perbedaan Rerata Pengetahuan tentang perilaku Perawatan KakiSebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi di Wilayah KerjaPuskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012(N=72)

Variabel Kelompok Intervensi t Nilai pSebelum

Mean (SD)Sesudah

Mean (SD)Pengetahuanperawatan kaki

11.19 (2.68) 16.69 (0.79) -12.790 0.000

Catatan : t = paired t-test, df = 35

4.2.2.5 Uji Perbedaan Rata – rata Self-Efficacy dalam Perawatan Kaki

Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi

Berdasarkan tabel 4.9, dapat diketahui rata-rata nilai self-efficacy

responden kelompok intervensi dalam melakukan perawatan kaki sebelum

intervensi dilakukan adalah 44.83 (SD = 10.77), sedangkan sesudah intervensi

dilakukan adalah 73.64 (1.53). Selisih rata – rata kepercayaan diri (self-eeficacy)

antara sebelum dan sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga

pada kelompok intervensi adalah 28.81. Berdasarkan tabel 4.9, dapat diketahui

terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai rata-rata pengetahuan tentang

perilaku perawatan kaki sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok

intervensi, dengan nilai p = 0.000.

Tabel 4.9 Perbedaan Rerata kepercayaan diri (Self-Efficacy) Sebelum dan SesudahIntervensi pada Kelompok Intervensi di Wilayah Kerja Puskesmas PasirkalikiKota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012 (n=72)

Variabel Kelompok Intervensi t Nilai pSebelum

Mean (SD)Sesudah

Mean (SD)Self-efficacy 45.97 (9.26) 73.64 (1.53) -16.575 0.000Catatan : t = paired t-test, df = 35

115

4.2.2.6 Uji Perbedaan Rata - rata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care

Behavior) Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi

Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata nilai perilaku

perawatan kaki pada kelompok intervensi sebelum dilakukan intervensi adalah

48.31 (SD = 10.36), sedangkan sesudah dilakukan intervensi adalah 84.69 (SD =

4.49). Selisih nilai rata – rata perilaku perawatan kaki antara sebelum dan sesudah

program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok kontrol adalah

36.38. Berdasarkan hasil uji statistik maka dapat diambil simpulan yaitu terdapat

perbedaan bermakna rata-rata perilaku perawatan kaki pada kelompok intervensi

(p = 0.000).

Tabel 4.10 Perbedaan Rerata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care Behavior)Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi di Wilayah KerjaPuskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012(N=72)

Variabel Kelompok Intervensi t Nilai pSebelum

Mean (SD)Sesudah

Mean (SD)Perilaku perawatanKaki

48.31 (10.36) 84.69 (4.49) -25.407 0.000

Catatan : t = paired t-test, df = 35

4.2.2.7 Uji Perbedaan Rata-rata Pengetahuan tentang Perawatan Kaki

Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok

Intervensi

Rata – rata nilai pengetahuan perawatan kaki sebelum intervensi pada

kelompok intervensi adalah 11.19 (SD = 2.68), sedangkan pada kelompok kontrol

10.97 (SD = 2.10). Rata – rata nilai pengetahuan perawatan kaki sebelum

116

dilakukan intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak

terdapat perbedaan bermakna (p = 0.697). Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui,

terdapat perbedaan signifikan pada pengetahuan sesudah program edukasi

perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok intervensi (Mean = 16.69, SD =

0.77) dan kelompok kontrol (Mean = 11.22, SD = 2.47) dengan p = 0.000.

Tabel 4.11 Perbedaan Rata-rata Pengetahuan tentang Perilaku Perawatan KakiSebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan KelompokIntervensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periodepenelitian Maret – Mei 2012 (N=72)

Variabel

Pengetahuan

Kelompok

Intervensi

Kelompok

Kontrol

t Nilai p

Mean (SD) Mean (SD)

Sebelum 11.19 (2.68) 10.97 (2.10) -0.391 0.697Sesudah 16.69 (0.77) 11.22 (2.47) -12.65 0.000Catatan : t = independent t-test, df = 70

4.2.2.8 Uji Perbedaan Rata – rata kepercayaan diri (Self-Efficacy) Sebelum

dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi

Rata – rata nilai kepercayaan diri sebelum intervensi (self-efficacy) pada

kelompok intervensi adalah 44.83 (SD = 10.77), sedangkan pada kelompok

kontrol 43.39 (SD = 4.88). Rata – rata nilai kepercayaan diri (self-efficacy) dalam

perawatan kaki sebelum dilakukan intervensi pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0.467). Berdasarkan

tabel 4.12 dapat diketahui, terdapat perbedaan bermakna kepercayaan diri (self-

efficacy) sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada

117

kelompok intervensi (M = 73.64, SD = 1.53) dan kelompok kontrol (Mean =

41.72, SD = 4.68) dengan p = 0.000.

Tabel 4.12 Perbedaan Rata-rata Kepercayaan diri (Self-Efficacy) Sebelum danSesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi di WilayahKerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periode penelitian Maret – Mei 2012(N=72)

Variabel

Self-efficacy

Kelompok

Intervensi

Kelompok

Kontrol

t Nilai p

Mean (SD) Mean (SD)

Sebelum 44.83 (10.77) 43.39 (4.88) -0.733 0.467Sesudah 73.64 (1.53) 41.72 (4.68) -46.493 0.000Catatan : t = independent t-test, df = 70

4.2.2.9 Uji Perbedaan Rata-rata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care

Behavior) Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan

Kelompok Intervensi

Rata – rata nilai perilaku perawatan kaki sebelum intervensi pada

kelompok intervensi adalah 48.31 (SD = 10.36), sedangkan pada kelompok

kontrol adalah 51.33 (8.58). Rata – rata nilai perilaku perawatan kaki sebelum

dilakukan intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak

terdapat perbedaan bermakna (p = 0.181). Berdasarkan tabel diatas dapat

diketahui, terdapat perbedaan yang bermakna pada perilaku perawatan kaki

sesudah program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol (p = 0.000).

118

Tabel 4.13 Perbedaan Rata-rata Perilaku Perawatan Kaki (Foot Care Behavior)Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan KelompokIntervensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung periodepenelitian Maret – Mei 2012 (N=72)

Variabel

Perawatan Kaki

Kelompok

Intervensi

Kelompok

Kontrol

t Nilai p

Mean (SD) Mean (SD)

Sebelum 48.31 (10.36) 51.33 (8.58) 1.350 0.181Sesudah 84.69 (4.49) 49.50 (9.40) -20.264 0.000Catatan : t = independent t-test, df = 70

4.3 Pembahasan

4.3.1 Analisis Karakteristik Responden

Bila diamati berdasarkan usia dari responden pada kelompok intervensi,

lebih dari setengahnya (66.7%) berada pada rentang usia 40 – 59 tahun. Sama

dengan penelitian Vatankhah et al (2009), lebih dari setengah responden berusia

diatas 50 tahun. Responden pada penelitian Kurniawan et al (2011) berada pada

rata – rata usia 53.54 (SD = 7.33). Hampir setengahnya dari responden kelompok

perlakuan dari penelitian Susanti dkk (2012) berada pada rentang usia 53 – 65

tahun (48.5 %).

Hal ini sesuai dengan karakteristik responden pada penelitian Hastuti

(2007), jumlah kasus terjadinya ulkus diabetik terjadi pada usia 56 – 60 tahun

(36.1 %) dan lebih dari 60 tahun (41.7 %). Usia menjadi salah satu faktor resiko

terjadinya kaki diabetik, karena fungsi fisiologis tubuh menurun sehingga terjadi

penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin sehingga pengendalian gula darah

yang tinggi kurang optimal.

119

Berdasarkan jenis kelamin, lebih dari setengahnya responden pada

kelompok intervensi adalah perempuan (72.2 %). Hal ini didukung dengan

beberapa penelitian sebelumnya, bahwa pasien Diabetes Melitus yang dijadikan

responden lebih banyak perempuan (Vatankhah et al, 2009; Kurniawan et al,

2011). Berbeda dengan karakteristik responden penelitian Salmani dan Hosseini

(2010), rasio perempuan dan laki – laki adalah sama.

Berdasarkan tingkat pendidikan, hampir sebagian besar responden pada

kelompok intervensi telah lulus dari sekolah dasar (44.5 %). Hal ini berbeda

dengan karakteristik responden pada penelitian Kurniawan et al (2011), lebih dari

setengahnya dari responden kelompok intervensi (51.43 %) mempunyai tingkat

pendidikan perguruan tinggi.

Berdasarkan lama penyakit Diabetes Melitus yang telah diderita, lebih dari

setengah responden pada kelompok intervensi (55.6 %) lebih dari 3 tahun telah

menderita penyakit Diabetes Melitus. Karakteristik responden pada penelitian

Kurniawan et al (2011) mempunyai rata – rata durasi Diabetes Melitus 6.70 (SD =

5.28). Sama dengan penelitian Vatankhah et al (2009), lebih dari setengah

responden penelitian sudah menderita Diabetes Melitus ≤ 10 tahun (60.8 %).

Berdasarkan kondisi kaki, ada atau tidaknya keluhan neuropati, lebih dari

setengahnya responden pada kelompok kontrol dan intervensi (69.4 %)

mempunyai keluhan neuropati. Hal ini sama dengan karakteristik dari responden

penelitian Kurniawan et al (2011), lebih banyak responden yang mempunyai

riwayat gejala neuropati.

120

Berdasarkan pernah mendapat edukasi perawatan kaki, semua responden

pada kelompok kontrol dan intervensi tidak pernah mendapat edukasi perawatan

kaki. Hal ini sesuai juga dengan karakteristik responden pada penelitian Salmani

& Hosseini (2010) dan Kurniawan et al (2011), hampir seluruh responden pada

kelompok intervensi tidak pernah mendapatkan edukasi perawatan kaki.

4.3.2. Pengaruh Program Edukasi Perawatan Kaki Berbasis Keluarga

terhadap Pengetahuan tentang Perawatan Kaki pada Pasien Diabetes

Melitus

Hasil penelitian menunjukkan uji beda rata – rata tingkat pengetahuan

sebelum dan sesudah intervensi program edukasi perawatan kaki berbasis

keluarga pada kelompok intervensi menyimpulkan perbedaan yang siginifikan.

Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa

ada peningkatan pengetahuan perawatan kaki pada responden setelah diadakan

program edukasi (Corbett, 2003; Vatankhah et al, 2009; Kurniawan et al, 2011).

Hasil dari pengetahuan responden ini akan sesuai dengan perilaku perawatan kaki

dari responden, karena menurut Khamseh et al, (2007). Pasien Diabetes Melitus

yang kurang dalam pengetahuan perawatan kaki biasanya juga kurang dalam

perilaku perawatan kaki.

Pengetahuan tentang perawatan kaki yang diukur pada sebelum dan

sesudah intevensi meliputi pemeriksaan kaki, kebersihan kaki, perawatan kuku,

pemilihan alas kaki yang sesuai, pencegahan cedera dan pengelolaan jika cedera

pada kaki terjadi menggunakan kuesioner yang digunakan dalam penelitian

121

Kurniawan et al (2011). Hanya saja ada beberapa pernyataan ditambahkan pada

komponen pencegahan cedera dan pengelolaan cedera. Beberapa yang

ditambahkan dalam komponen pencegahan cedera adalah senam kaki, menjauhi

rokok dan mengurangi melipat kaki terlalu lama. Pernyataan yang ditambahkan

dalam komponen pengelolaan cedera adalah penggunaan kasa jika terjadi luka

pada kaki.

Pernyataan yang dijawab benar oleh semua responden pada kelompok

intervensi adalah pemeriksaan kaki, kebersihan kaki yang meliputi mencuci kaki

dan mengeringkan sampai ke sela jari kaki, pencegahan cedera yang meliputi

hindari merokok dan melipat kaki serta senam kaki secara rutin. Berdasarkan

pernyataan tentang menggosok kaki, hanya sebagian kecil dari kelompok

intervensi yang menjawab dengan benar (30.6%). Hal ini dikarenakan masih

banyak responden yang menggosok kaki dan sela kaki menggunakan tangan pada

saat mencuci kaki. Selain itu, lebih dari setengah responden pada kelompok

intervensi (77.8 %) masih mengira bahwa kesemutan merupakan hal yang normal

pada pasien Diabetes Melitus, walaupun sudah disampaikan pada semua

responden dan keluarga saat edukasi berlangsung.

Hasil pengetahuan perawatan kaki ini didukung oleh tingkat pendidikan

dari responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, nilai pengetahuan

dari responden di atas rata – rata kelompok intervensi (lampiran 11).

Penelitian ini merupakan aplikasi penerapan model pendidikan kesehatan

dalam program edukasi berbasis keluarga telah dilakukan peneliti sesuai dengan

teori yang mendasari, yang mana peneliti berperan sebagai perawat komunitas

122

yang menjalankan perannya sebagai edukator. Peran perawat sebagai edukator

diabetes merupakan salah satu bidang spesialisasi keperawatan komunitas yang

memiliki peran sebagai instruktur pendidikan kesehatan dalam mengelola

penyakit diabetes secara mandiri salah satunya untuk mencegah terjadinya kaki

diabetik. Tugas perawat edukator diabetes adalah (1) memberikan pendidikan

kesehatan mengenai pengelolaan secara mandiri dan berkala, (2) intervensi

perilaku, (3) konseling & coaching pengelolaan diabetes secara mandiri (Mensing

et al, 2007).

Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Jack et al (2004) yang

menemukan bahwa intervensi Diabetes Self-Management Education (DSME)

dengan menggunakan metode, pedoman, konseling dan intervensi perilaku dapat

meningkatkan pengetahuan mengenai Diabetes Melitus dan meningkatkan

keterampilan individu dan keluarga dalam mengelola penyakit Diabetes Melitus.

Penelitian lain yang memperkuat hasil penelitian ini yaitu penelitian Dorresteijn et

al (2010) yang menyimpulkan dalam review yang dilakukannya bahwa

pengetahuan perawatan kaki dan perilaku perawatan kaki dapat berpengaruh

dengan edukasi pada rentang yang pendek.

Keterlibatan keluarga juga mempunyai peran penting dalam mengingatkan

dan memperbaiki pengetahuan responden. Hal ini berdasarkan hasil penelitian

dari Armour et al (2005), hasil penelitian menyarankan bahwa intervensi yang

melibatkan keluarga secara efektif meningkatkan pengetahuan responden yang

berkaitan dengan Diabetes. Selain itu, adanya modul yang diberikan kepada

responden, sehingga responden dapat membaca ulang lagi bersama keluarga. Hal

123

ini menjadikan adanya proses diskusi antara keluarga dan responden. Proses

diskusi ini yang menambah dan memperbarui pengetahuan dan informasi dari

responden tentang perawatan kaki. Informasi merupakan bagian dari kekuatan

untuk merubah sikap individu yang akan membuka pikiran seseorang melalui

penalaran, pemikiran dan pemahaman lebih mendalam (Sarafino, 1998).

4.3.3 Pengaruh Program Edukasi Perawatan Kaki Berbasis Keluarga

terhadap Self-Efficacy untuk Melakukan Perawatan Kaki pada Pasien

Diabetes Melitus

Hasil penelitian menunjukkan uji beda rata – rata tingkat kepercayaan diri

(self-efficacy) sebelum dan sesudah intervensi program edukasi perawatan kaki

berbasis keluarga pada kelompok intervensi menyimpulkan hasil perbedaan yang

siginifikan. Ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh

Corbett (2003) dan Perrin et al (2009). Kepercayaan diri (Self-efficacy) juga

mempunyai kontribusi penting dalam meningkatkan perilaku perawatan kaki pada

responden. Hal ini sesuai dengan teori self-efficacy dari Bandura, dengan adanya

keyakinan terhadap kemampuan dirinya, responden dapat mengatur atau

menunjukkan perilaku yang dianggap sebagai tujuan (Passer & Smith, 2004).

Strategi program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga ini

menggunakan modul. Setelah pemberian edukasi selesai, responden dan keluarga

diarahkan untuk membuat perencanaan aktivitas untuk melakukan perilaku

perawatan kaki, dengan keluarga sebagai pengingat. Tujuan utama dari

perencanaan aktivitas yang ditentukan responden dan keluarga adalah

124

meningkatkan kepercayaan diri (self-efficacy) dari responden agar responden

dapat mencapai perilaku yang sehat (Bodenheimer et al, 2007).

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi kepercayaan diri menurut rata – rata

kelompok (lampiran 11), lebih dari setengahnya dari responden pada kelompok

intervensi mencapai nilai diatas rata – rata nilai kelompok. Hal ini menunjukkan

bahwa program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga dapat meningkatkan

kepercayaan diri dalam melakukan perawatan kaki dari pasien Diabetes Melitus

secara signifikan.

Berdasarkan hasil pada tabel 3 (lampiran 14), dapat diketahui peningkatan

nilai tertinggi pada kepercayaan diri responden dalam melakukan perilaku

pencegahan cedera yaitu percaya diri melakukan senam kaki secara rutin,

menjauhi dari merokok, mengurangi melipat kaki terlalu lama. Komponen lain

yang mencapai peningkatan cukup tinggi adalah kepercayaan diri responden

dalam kebersihan kaki (M sebelum = 8.36, M sesudah = 14.72). Hal ini diperkuat

lagi dengan latar belakang seluruh responden yaitu islam, yang mana minimal 5

kali dalam sehari responden membersihkan kaki, mencuci kaki sampai sela jari

kaki dan mengeringkan kaki sampai ke sela jari kaki.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Perrin et al (2009) yang mana ada hubungan positif antara kepercayaan diri (self-

efficacy) dan perilaku pencegahan dalam perawatan kaki. Penelitian lain tentang

kepercayaan diri lainnya adalah hasil penelitian King et al (2010) yang mana

melaporkan bahwa suatu intervensi seharusnya fokus pada meningkatkan

125

kepercayaan diri (self-efficacy), pemecahan masalah dan dukungan sosial-

lingkungan dapat meningkatkan perawatan diri dalam penyakit diabetes.

Dukungan keluarga sangat penting dalam meningkatkan kepercayaan diri

(self-efficacy) responden dalam melakukan perawatan kaki setiap hari. Dukungan

sosial yang bertujuan meningkatkan kepercayaan diri (self-efficacy) yang

diberikan keluarga berupa dukungan emosional dan dukungan harga diri. Setelah

diberikan program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga, antara responden

dan keluarga terjadi proses pelaksanaan fungsi keluarga. Salah satu fungsi

keluarga yang dijalankan adalah pemberian ekspresi yang mencakup empati,

kepedulian dan perhatian yang diberikan orang yang dekat dengan responden

kepada responden. Dukungan yang diberikan juga mencakup seperti memberikan

motivasi melakukan perawatan kaki, membantu mengingatkan untuk

mengeringkan kaki setelah kaki dicuci atau membantu menggunting kuku kaki

secara lurus sehingga diabetisi merasa ada yang memberikan perhatian pada

kondisi penyakitnya.

4.3.4 Pengaruh Program Edukasi Perawatan Kaki Berbasis Keluarga

terhadap Perilaku Perawatan Kaki pada Pasien Diabetes Melitus

Hasil penelitian menunjukkan uji beda rata – rata tingkat perilaku

perawatan kaki sebelum dan sesudah intervensi program edukasi perawatan kaki

berbasis keluarga pada kelompok intervensi menyimpulkan hasil perbedaan yang

siginifikan. Program edukasi berbasis keluarga secara signifikan memberikan nilai

126

perubahan yang lebih baik terhadap perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes

Melitus.

Pasien Diabetes memiliki peranan penting dalam manajemen diri selain

didukung oleh tim kesehatan, keluarga, maupun orang-orang di sekitarnya. ADA

(2012) telah mencatat perubahan perilaku yang diharapkan dari adanya edukasi

yaitu tingkat pengetahuan, sikap dan keyakinan, status psikologis, kondisi fisik,

serta pola hidup yang sehat. Perilaku perawatan kaki responden pada kelompok

intervensi menjadi bertambah dengan melalui proses memahami,

mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis serta mengevaluasi secara terus-

menerus sehingga perilaku perawatan kaki menjadi meningkat lebih baik.

Perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus sangat penting

dalam mencegah terjadinya kaki diabetik. Ada beberapa hal yang dapat

meningkatkan perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes Melitus setelah

program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga selesai dilakukan. Beberapa

hal tersebut adalah 1) dasar dari program edukasi perawatan kaki berbasis

keluarga, 2) metode edukasi, 3) dukungan keluarga dan partnership, 4)

keterlibatan aktif dari responden, 5) tindak lanjut program.

Pertama, dasar dari program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga

ditopang oleh Interaction Model of Client Health Behavior yang diadaptasi dari

Corbett (2003). Selain itu, dasar penelitian ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya bahwa program edukasi perawatan kaki dapat meningkatkan perilaku

perawatan kaki pasien Diabetes Melitus (Corbett, 2003; Lincoln et al, 2008;

Vatankhah et al, 2009; Kurniawan et al, 2011). Hasil penelitian sebelumnya

127

melaporkan peningkatan perilaku perawatan kaki pada 5 minggu (Kurniawan et

al), 6 dan 12 minggu (Corbett), 6 bulan (Vatankhah et al), 12 bulan (Lincoln et al)

setelah intervensi dilakukan. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan perilaku

perawatan kaki hanya dengan 4 minggu setelah intervensi program edukasi

perawatan kaki berbasis keluarga dilakukan.

Hal ini sesuai dengan teori yang mendasari penelitian ini bahwa Diabetes-

Self Management Education (DSME) yang merupakan dasar dari program edukasi

berbasis keluarga merupakan proses pendidikan kesehatan yang dilakukan secara

terus-menerus untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan yang

diperlukan untuk perawatan mandiri diabetes (Funnel et al, 2004). Hal ini juga

didukung oleh ADA (2012) yang menyatakan bahwa edukasi kepada pasien

Diabetes Melitus merupakan komponen yang penting. Pendidikan kesehatan pada

pasien Diabetes Melitus secara terus-menerus sangat efektif pada akhirnya akan

terjadi perubahan perilaku perawatan kaki pasien Diabetes Melitus (Dorresteijn et

al, 2010).

Kedua, program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga ini dilakukan

pada pasien Diabetes Melitus menggunakan bahan edukasi yaitu modul yang

berisi tentang perilaku perawatan kaki yang disertai gambar. Menurut Sudiharto

(2007), bahwa penyediaan bahan edukasi yang informatif dan menarik, sebagai

pendukung yang sangat kuat dalam memberikan edukasi. Bahan edukasi

perawatan kaki yang menarik, akan meningkatkan dan merangsang pasien dan

keluarga untuk bertanya dan waktu yang dibutuhkan untuk memberikan

pendidikan kesehatan juga menjadi lebih singkat. Beberapa penelitian yang

128

sebelumnya melaporkan, penggunaan modul pada saat sesi pendidikan kesehatan

efektif meningkatkan pengetahuan dan perilaku pada 5 minggu (Kurniawan et al,

2011) dan pada 6 bulan (Vatankhah et al, 2009). Responden diberikan modul yang

dapat dibaca setiap saat baik oleh responden sendiri dan keluarga. Selain itu,

setelah diberikan edukasi perawatan kaki, responden dan keluarga diarahkan

untuk mengambil keputusan merencanakan perilaku perawatan kaki yang sesuai

dengan kemampuan responden.

Selain itu, di dalam modul terdapat self-report tentang perawatan kaki

yang diisi oleh responden atau keluarga responden jika telah menjalani perawatan

kaki. Self-report dibuat peneliti agar responden dan keluarga responden dapat

meningkatkan kesadaran untuk melakukan perawatan kaki walaupun tidak

disupervisi langsung setiap hari oleh peneliti. Pengisian self-report dimudahkan

oleh peneliti, sehingga responden atau keluarga hanya memberikan tanda cek lis

pada kolom perilaku perawatan kaki yang sesuai.

Ketiga, dukungan keluarga meningkatkan perilaku perawatan kaki pada

responden. Sistem pendukung pasien Diabetes Melitus mempunyai peran penting

dalam meningkatkan perilaku perawatan kaki. Salah satu faktor dasar pendukung

yang dapat meningkatkan kemampuan individual adalah dukungan keluarga

(Orem, 2001). Hasil penelitian sebelumnya yang menjadikan bukti bahwa ada

pengaruh dukungan keluarga terhadap perilaku tingkat kemandirian pasien

Diabetes Melitus (Susanti dkk, 2012).

Keterlibatan keluarga dalam manajemen Diabetes Melitus sangat

diperlukan, keluarga adalah pelaku rawat (caregiver) yang tepat. Lingkungan

129

keluarga bisa memberi pengaruh positif dalam upaya edukasi perilaku perawatan

kaki kepada pasien Diabetes. Keluarga memiliki peran besar dalam memberi

arahan hidup sehat bagi anggota keluarga yang menderita Diabetes. Keterlibatan

keluarga sangat menentukan dalam melaksanakan perilaku perawatan kaki secara

mandiri. Dukungan keluarga yang tinggi dapat meningkatkan keinginan

responden dalam melakukan perawatan kaki agar dapat mencegah terjadinya kaki

diabetik. Dukungan keluarga yang diberikan berupa dukungan instrumental

seperti memberi bantuan langsung kepada responden dalam melaksanakan

perawatan kaki.

Keeratan pada anggota keluarga mempengaruhi suasana keluarga di

Indonesia. Nilai – nilai fungsi afeksi pada anggota keluarga yang memberikan

pengaruh dalam memperbaiki dan meningkatkan perilaku perawatan kaki

responden. Anggota keluarga yang terlibat dalam program edukasi perawatan kaki

berbasis keluarga dipilih responden berdasarkan orang yang paling dekat dengan

responden dan tinggal serumah. Berdasarkan karaketristik keluarga responden

lebih dari setengahnya merupakan anak kandung dari responden (55.6%), kurang

dari setengahnya merupakan pasangan yaitu suami atau istri (38.9%). Pasangan

sebagai anggota keluarga mendukung dan membantu dalam meingkatkan perilaku

perawatan kaki. Budaya di Indonesia, anak kandung harus membantu orang tua

khususnya jika ada masalah kesehatan pada orang tua.

Berdasarkan karakteristik dari anggota keluarga yang mendampingi,

setengah dari anggota keluarga responden (50%) adalah perempuan. Hal ini

mempunyai kontribusi pada penelitian ini, karena anggota keluarga perempuan

130

mampu mengatur anggota keluarga dengan Diabetes Melitus dalam melakukan

perawatan kaki. Selain itu, lebih dari setengah responden (61.1%) adalah keluarga

besar, sehingga semakin banyak dukungan anggota keluarga dalam melakukan

perilaku perawatan kaki.

Keempat, keterlibatan aktif dari pasien Diabetes Melitus dan keluarga

pada setiap intervensi mempunyai kontribusi dalam meningkatkan perilaku

perawatan kaki yang lebih baik. Pasien mempunyai kesempatan untuk bertanya,

bertukar pikiran antara anggota keluarga, pasien dan peneliti di setiap fase

intervensi yang dilakukan. Hal ini dapat membangun komitmen dan kepercayaan

diri pasien dalam melakukan perilaku perawatan kaki. Selain itu, program edukasi

perawatan kaki berbasis keluarga ini mengizinkan pasien untuk mengekspresikan

secara bebas hal – hal yang menjadi hambatan dalam perilaku perawatan kaki.

Hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa keterlibatan aktif dari responden

menghasilkan perilaku perawatan kaki yang lebih baik (Kurniawan et al, 2011).

Komunikasi antara pasien, peneliti dan keluarga memperkuat

implementasi dari program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga. Strategi

variasi komunikasi diaplikasikan di setiap intervensi program ini. Interaksi yang

terus - menerus antara peneliti, responden dan anggota keluarga mempunyai

pengaruh terhadap kondisi psikologis dari pasien.

Kelima, program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga dilakukan

tindak lanjut 1 kali melalui telpon dan 3 kali kunjungan rumah. Penelitian

sebelumnya juga melakukan tindak lanjut melalui telpon sebanyak 3 kali

(Kurniawan et al, 2011). Tindak lanjut sangat penting untuk mengevaluasi

131

perilaku perawatan kaki dan untuk membantu pasien mengatasi hambatan dalam

melakukan perawatan kaki. Tindak lanjut melalui telpon berisi supervisi perilaku

perawatan kaki yang sudah dan belum dijalankan. Peneliti menanyakan perilaku

perawatan kaki yang sudah dijalankan serta menanyakan kesulitannya dalam

menjalankan perawatan kaki. Selain itu, peneliti juga menanyakan tentang

kesulitan dalam menjalalankan perilaku perawatan kaki yang belum dijalankan.

Pada saat itu, peneliti memberikan konsultasi singkat berupa solusi sehingga

responden dapat menjalankan perilaku perawatan kakinya.

Kunjungan rumah dilakukan sebanyak 3 kali dengan metode supervisi

langsung kepada responden. Peneliti menanyakan perilaku perawatan kaki yang

sudah dijalankan dan memeriksa langsung kebersihan kaki dan kuku serta alas

kaki yang dipakai responden. Selain itu, peneliti memberikan intervensi berupa

motivasi pada responden agar melakukan perawatan kaki. Pemberian intervensi

motivasi juga diberikan kepada keluarga agar dapat mengingatkan responden

untuk melakukan perawatan kaki.

Tindak lanjut melalui telpon dan kunjungan rumah yang regular dapat

memfasilitasi responden untuk meningkatkan pengetahuan, tanggung jawab,

keterampilan, dan motivasi secara berkelanjutan untuk memperbaiki perilaku

perawatan kaki. Penelitian sebelumnya yang bertujuan merubah perilaku dan

menerima tindak lanjut (berupa telpon, email dan kunjungan rumah yang

berulang) yang mana responden juga mendapatkan respon terhadap perubahan,

menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan dibanding dengan hanya

132

bertujuan untuk perubahan perilaku tanpa ada tindak lanjut atau respon

(Bodenheimer et al, 2007).

Sesuai dengan komponen perilaku perawatan kaki yang digunakan oleh

Kurniawan et al (2011), penelitian ini menambahkan beberapa komponen perilaku

perawatan kaki kepada pencegahan terhadap cedera seperti jauh dari rokok,

senam kaki secara rutin dan pengurangan melipat kaki. Pada tabel 4 (lampiran

15), peningkatan rata – rata nilai tertinggi kelompok intervensi pada komponen

pemeriksaan kaki, pengelolaan terjadinya cedera dan kebersihan kaki.

Komponen pemeriksaan kaki dan kebersihan kaki sesuai menunjukkan

perilaku yang mengalami peningkatan karena berhubungan dengan agama.

Seluruh responden pada kelompok intervensi adalah Muslim. Sebelum

melaksanakan sholat, seorang Muslim harus mencuci kaki sekurang-kurangnya

lima kali sehari yaitu dengan berwudhu. Jika dibandingkan dengan komponen

perilaku perawatan kaki yang lain, kebersihan kaki dan pemeriksaan kaki secara

rutin bagi responden merupakan hal yang mudah.

Sesuai dengan hasil penelitian Kurniawan et al (2011), walaupun semua

subjek pada responden kelompok intervensi diberikan edukasi tentang pemilihan

alas kaki dan pencegahan cedera, tetapi hal ini merupakan budaya di Jawa Barat,

Indonesia. Memakai sandal jepit dan sandal dengan jari terbuka adalah alas kaki

yang dipakai pada keseharian orang - orang Indonesia. Selain itu, untuk membeli

alas kaki yang baru dan sesuai dengan memerlukan usaha yang lebih terutama

biaya. Tidak pernah memakai alas kaki saat berada di dalam rumah merupakan

budaya yang tidak biasa dan kurang sopan di Indonesia. Hal ini juga sesuai

133

dengan hasil penelitian Chandalia et al (2008) di India dan Khamseh et al (2007)

yaitu alas kaki yang paling umum dipakai adalah sandal. Hal ini menjadi

tantangan responden dalam hal budaya.

Sesuai dengan komponen perilaku perawatan kaki, menggunting kuku

kaki secara lurus tanpa membuat derajat pada jari kuku kaki adalah tantangan

yang sulit bagi responden. Setelah responden mengetahui cara memotong kuku

yang baik bagi pasien Diabetes Melitus, beberapa responden mencoba untuk

memotong dengan tidak membuat derajat yang cukup besar sehingga dapat

mencegah terjadinya cantengan. Walaupun telah mengetahui bahwa menggunting

kuku sebaiknya menggunakan gunting kuku, ada satu orang pasien yang kadang-

kadang masih menggunakan silet dalam menggunting kuku kaki.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada saat pengukuran meliputi

kebersihan kaki dan cara pemotongan kuku. Hampir semua dari responden

menunjukan kebersihan kaki meliputi telapak kaki dan sela jari kaki. Hal ini

memperkuat hasil penelitian ini bahwa perilaku perawatan kaki pada kelompok

intervensi terjadi perubahan yang sangat signifikan (lampiran 13). Selain itu,

berdasarkan tabel 1 (lampiran 11), sebagian besar responden pada kelompok

intervensi berada di atas rata – rata nilai perilaku perawatan kaki.

Program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga selama 5 minggu ini

dengan menggunakan kombinasi tindak lanjut menghasilkan peningkatan perilaku

perawatan kaki yang efektif pada kelompok intervensi. Selanjutnya, pada akhir

program, responden dan keluarga responden menyampaikan kepuasan dan

manfaat dari program edukasi berbasis keluarga ini dan tidak ada satupun

134

responden dan keluarga yang keluar dari program ini. Ini menandakan bahwa

program ini dapat diimplementasikan tetapi tetap sesuai dengan konteks budaya

Sunda, umumnya Indonesia.

4.4 Kekuatan dan Keterbatasan Penelitian

Kekuatan penelitian ini adalah pertama menggunakan metode quasi-

eksperimental, adanya kelompok kontrol, menggunakan desain pre-test dan post-

test yang bertujuan untuk menguji pengaruh dari intervensi program edukasi

perawatan kaki berbasis keluarga dengan minimum bias. Kedua, dengan

menggunakan teknik pair-matching dalam pemilihan sampel pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol sehingga meminimalisasi terjadinya bias. Ketiga,

kombinasi strategi pada program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga juga

membantu responden dalam mencapai perilaku perawatan kaki yang ditargetkan.

Keempat, durasi dari evaluasi program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga

dibuat dalam jangka pendek berdasarkan penelitian Kurniawan et al (2011)

sehingga dapat membuat responden mudah mencapai target perubahan perilaku

perawatan kaki dan kemungkinan peningkatan perilaku menjadi lebih baik.

Strategi lainnya yang dipakai adalah sesi edukasi yang menggunakan modul,

perencanaan target perilaku, konseling melalui tindak lanjut telpon dan kunjungan

rumah. Kelima, kuesioner yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan dan

perilaku perawatan kaki yang pernah digunakan pada penelitian Kurniawan, et al

135

(2011), sedangkan kuesioner kepercayaan diri (self-efficacy) berdasarkan Foot

Care Confidence Scale dari Perrin, et al (2009).

Selain kekuatan penelitian, ada beberapa keterbatasan dari penelitian ini

meliputi tempat. Pertama, penelitian ini hanya mengambil setting penelitian

pasien yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Oleh

karena itu, hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisir untuk semua setting.

Kedua, data perilaku pengetahuan, kepercayaan diri (self-efficacy) dan perilaku

perawatan kaki pada penelitian ini merupakan data langsung berdasarkan

pengakuan langsung dari responden (self-report), sehingga data yang didapatkan

tidak bersifat objektif.