BAB I_SELESAI NEW.docx

91
BAB I PENDAHULUAN Penderita bernama Tn. M. Zein dengan usia 70 tahun datang ke bagian Anestesi dari bangsal Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 20 Oktober 2012. Dari hasil pemeriksaan di Bangsal Bedah ditegakkan diagnosa Retensio Urin ec BPH. Pada saat pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan pada saat pra anastesi didapatkan pasien termasuk ASA III-IV dengan Kardiomiopati. Setelah pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan anestesi spinal. Operasi direncanakan pada tanggal 24 Oktober 2012 jam 10.00 WIB dan akan dilakukan oleh ahli bedah dr. Hendra Herman Sp.U dengan asisten bedah: Subagio dan ahli anestesi dr. Sulistiyowati Sp. An dengan asisten anestesi: Hasyim. 1

description

mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Transcript of BAB I_SELESAI NEW.docx

Page 1: BAB I_SELESAI NEW.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Penderita bernama Tn. M. Zein dengan usia 70 tahun datang ke bagian Anestesi

dari bangsal Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 20 Oktober 2012.

Dari hasil pemeriksaan di Bangsal Bedah ditegakkan diagnosa Retensio Urin ec

BPH. Pada saat pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan pada saat pra

anastesi didapatkan pasien termasuk ASA III-IV dengan Kardiomiopati. Setelah

pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan anestesi spinal. Operasi direncanakan

pada tanggal 24 Oktober 2012 jam 10.00 WIB dan akan dilakukan oleh ahli bedah

dr. Hendra Herman Sp.U dengan asisten bedah: Subagio dan ahli anestesi dr.

Sulistiyowati Sp. An dengan asisten anestesi: Hasyim.

1

Page 2: BAB I_SELESAI NEW.docx

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. M. Zein

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 70 Tahun

Ruang : Bangsal Bedah

BB : 55 Kg

No.MR : 702154

TMRS : 12 Oktober 2012

Diagnosis : Retensio Urin ec BPH dengan Kardiomiopati

Tindakan : Open Prostatektomi

2.2 Anamnesis ( Pada tanggal 24 Oktober 2012 )

Keluhan Utama :

Sulit buang air kecil ± 1 bulan yang lalu dan sesak nafas.

RPP :

Pasien dibawa ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 12

Oktober 2012 pukul 03.00 WIB dengan keluhan ± 1 bulan yang lalu

sulit buang air kecil, buang air kecil terputus-putus, pancaran lemah dan

sering buang air kecil terutama pada malam hari, nyeri saat buang air

kecil (+), darah (-).

2

Page 3: BAB I_SELESAI NEW.docx

Selain itu pasien juga mengalami sesak nafas sejak ± 1 tahun yang lalu,

sesak juga dirasakan pada malam hari dan saat melakukan aktivitas

ringan, sesak bila berbaring dan berkurang ketika duduk. ± 2 hari yang

lalu pasien sudah tidak bisa bekerja lagi.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit darah tinggi (+)

Riwayat penyakit jantung (+)

Riwayat penyakit DM : disangkal

Riwayat penyakit alergi : disangkal

Riwayat penyakit asma : disangkal

Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

Riwayat penyakit keluarga :

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa seperti yang

dialami oleh pasien.

Riwayat Sosial:

Pasien dulunya merupakan seorang petani.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4M6V5 = 15

Vital Sign

TD : 150/90 mmHg

Nadi : 82 kali/menit

3

Page 4: BAB I_SELESAI NEW.docx

RR : 28 kali/menit

T : 36,5ºC

Kepala

Mata : Pupil isokor kanan dan kiri, Refleks cahaya (+/+),

Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikhterik (-/-)

THT : Discharge (-), dbn

Mulut : Mukosa tidak anemis, lidah kotor (-), Mallampati I.

Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5 + 2 cm H2O,

Gerakan bebas.

Thorax :

Paru

Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-)

Palpasi : Vocal Fremitus normal, kanan kiri sama

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (+), Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis terlihat linea axillaris anterior sinistra

Palpasi : Thrill teraba, kuat angkat , luas 3 ruas jari

Perkusi : Batas jantung atas ICS II

Batas jantung kanan linea sternalis dekstra

Batas jantung kiri ICS VI linea axillaris anterior sinistra

Pinggang jantung ICS III linea midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I/II iregular, gallop (+), murmur (-)

4

Page 5: BAB I_SELESAI NEW.docx

Abdomen

Inspeksi : Cembung

Auskultasi: BU (+) Normal

Palpasi : Supel, Nyeri Tekan (+) Supra pubik, nyeri lepas (-), massa

(-)

Pekusi : Timpani, asites (-)

Ekstremitas

Superior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-)

Inferior : Akral hangat, sianosis (-/-), pitting edema (+/+)

Pemeriksaan Rectal Toucher

Rectal Toucher : Tonus sfingter ani (+), ampula rekti kolaps (-),

mukosa licin.

Prostat membesar, konsistensi kenyal, pemukaan rata, pada pukul 12

Sarung tangan : Feses (+), darah (-), lendir (-).

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Darah rutin

WBC : 11,1 103/mm3 H (3,5-10,0 103/mm3)

RBC : 5,10 106/mm3 (3,80-5,80 106/mm3)

HGB : 14,4 g/dl (11,0-16,5 g/dl)

HCT : 45,0 % (35,0-50%)

PLT : 122 103/mm3 L (150-390 103/mm3)

PCT : 0,103 % (0,100-0,500 %)

MCV : 88 µm3 (80-97 µm3)

MCH : 28,2 pg (26,5-33,5 pg)

MCHC : 31,9 g/dl (31,5-35,0 g/dl)

RDW : 13,3 % (10,0-15,0 %)

5

Page 6: BAB I_SELESAI NEW.docx

MPV : 8,4 µm3 (6,5-11,0 µm3)

PDW : 12,2 % (10,0-18,0 %)

Diff:

% LYM : 11,3 % L (17,0-48,0 %)

% MON : 3,43% L (4,0-10,0 %)

% GRA : 85,4 % H (43,0-76,0 %)

# LYM : 1,2 103/mm3 L (1,2-3,2 103/mm3)

# MON : 0,3 103/mm3 (0,3-0,8 103/mm3)

# GRA : 9,6 103/mm3 H (1,2-6,8 103/mm3)

CT : 3 menit

BT : 2 menit

Kimia Darah Lengkap

Faal Hati

o Protein Total : 7,0 g/dl (6,4-8,4)

o Albumin : 4,1 g/dl (3,5-5,0)

o Globulin : 2,9 g/dl (3,0-3,6)

Faal Ginjal

o Ureum : 73,2 mg/dl (15-39)

o Kreatinin : 1,3 mg/dl (0,6-1,1)

Elektrolit

o Na : 136,5 mmol/L (135-148 mmol/L)

o K : 4,39 mmol/L (3,5-5,3 mmol/L)

o Cl : 109,48 mmol/L (98-110 mmol/L)

6

Page 7: BAB I_SELESAI NEW.docx

2. Radiologi

X-Ray Thoraks

Kesan: Jantung Kardiomegali dan Paru Normal

USG Abdomen

7

Page 8: BAB I_SELESAI NEW.docx

Kesan: BPH dan Organ lain normal

3. ECHO

Kesan: Kardiomiopati

4. EKG

8

Page 9: BAB I_SELESAI NEW.docx

Gambaran EKG: Synus Rhytme dan Left Ventricel hipertrophy

2.5 Diagnosis Pre-Op:

Retensio Urin ec BPH dengan Kardiomiopati

2.6 Penatalaksanaan Awal:

Furosemid 1 x 40 mg

Spironalactan 1 x 25 mg

Lisinopril 1 x 10 mg

Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Captopril 3 x 25 mg

2.7 Pra Anestesi

Penentuan Status Fisik : ASA III-IV dengan Kardiomiopati

9

Page 10: BAB I_SELESAI NEW.docx

Persiapan Pra Anestesi

- Pasien telah diberikan Informed Consent

- Pasien dipuasakan 6 jam sebelum operasi

- Persiapkan ICU Post.Op

BAB III

LAPORAN ANESTESI

Nama : Tn. M. Zein

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 70 Tahun

Ruang : Bangsal Bedah

BB : 55 Kg

Diagnosis : Retensio Urin ec BPH dengan Kardiomiopati

Tindakan : Open Prostatektomi

10

Page 11: BAB I_SELESAI NEW.docx

I. Keterangan Prabedah

1. Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Nadi : 82 kali/menit

Respirasi : 28 kali/menit

Suhu : 36,5ºC

2. Pemeriksaan Penunjang

Ro-Thorak : Kesan Kardiomegali

USG : Kesan BPH

ECHO : Kesan Kardiomiopati

EKG : Gambaran EKG Synus Rhytme dan Left

Ventricel Hipertrophy.

Laboratorium

- WBC : 11,1 x 103 /mm3 H

- RBC : 5,10 x 103 /mm3

- HGB : 14,4 gr/dl

- HCT : 45,0 %

- PLT : 122 103/mm3 L

- PCT : 0,103 %

- BT : 2 menit

- CT : 3 menit

Faal Hati

- Protein Total : 7,0 g/dl (6,4-8,4)

- Albumin : 4,1 g/dl (3,5-5,0)

- Globulin : 2,9 g/dl (3,0-3,6)

11

Page 12: BAB I_SELESAI NEW.docx

Faal Ginjal

- Ureum : 73,2 mg/dl (15-39)

- Kreatinin : 1,3 mg/dl (0,6-1,1)

Elektrolit

- Na : 136,5 mmol/L (135-148 mmol/L)

- K : 4,42 mmol/L (3,5-5,3 mmol/L)

- Cl : 109,48 mmol/L (98-110 mmol/L)

Penyakit penyerta : Hipertensi (+), Jantung (+)

Status Fisik : ASA III-IV dengan Kardiomiopati

II. Tindakan Anestesi

1. Metode : Anestesi Regional

Tekhnik anestesi : Spinal

Lokasi penusukan : L3-L4

Analgesi setinggi : Segmen (dermatom) T4-5

Obat anestesi lokal :Bupivacaine HCL 0,5% (hiperbarik) 15 mg

Adjuvant : Clonidine hydrochloride 0,5µg

2. Premedikasi

Injeksi Ranitidine 50 mg

Injeksi Ondancetron 4 mg

3. Medikasi

- Bupivacaine HCL 0,5 % (hipebarik) 15 mg

- Clonidine hydrochloride 0,5 µg

- Tranexamic Acid 500 mg

- Ascorbica Acid 100 mg

4. Obat-obat Emergency

12

Page 13: BAB I_SELESAI NEW.docx

- Sulfas Atropin 0,5 mg dalam spuit 3 cc tanpa pengenceran

- Midazolam 5 mg dalam spuit 5 cc tanpa pengenceran

- Efedrin HCL 50 mg dalam spuit 10 cc diencerkan dengan

aquadest sebanyak 9 cc, perbandingannya 1 : 9

- Pethidin 100 mg dalam spuit 10 cc diencerkan dengan aqua

dest sebanyak 8 cc, perbandingannya 2 : 8

5. Jumlah Cairan

Input : Loding Cairan Kristaloid yaitu RL 2 Kolf 1000 ml

Cairan Kristaloid yaitu RL 1 Kolf 500 ml

Cairan Koloid yaitu Fima HES 1 Kolf 500 ml +

Total 2000 cc

Output : ± 500 cc

Perdarahan : ± 690 cc

Kebutuhan Cairan Pasien ini:

BB = 55 Kg

Defisit Cairan Karena Puasa (P)

P = 6 x BB x 2 cc

P = 6 x 55 x 2 cc 660 cc

Maimtenance (M)

M = BB x 2 cc

M = 55 x 2 cc 110 cc

Stress Operasi (O)

O = BB x 8 cc

O = 55 x 8 cc 440 cc

Perdarahan

13

Page 14: BAB I_SELESAI NEW.docx

Total = Suction + Kassa + Duk

Total = 240 cc + 250 cc + 200 cc 690 cc

Kebutuhan cairan selama operasi:

Jam I : ½ (P) + M + O

½ (660) + 110 + 440 880 cc

Jam II : ¼ (P) + M + O

¼ (660) + 110 + 440 715 cc

Jam III : ¼ (P) + M + O

¼ (660) + 110 + 440 715 cc

Kebutuhan cairan selama operasi adalah Jam I + Jam II + Jam III +

Perdarahan yaitu 880 cc + 715 cc + 715 cc + 690 cc 3000 cc

III. Keadaan Penderita Selama Operasi

1. Letak penderita : Supine

2. Intubasi : Tidak dilakukan

3. Penyulit waktu Anestesi : -

4. Lama Anestesi : 1 Jam

5. Jumlah Perdarahan : ± 690 cc

IV. Monitoring Perioperatif

Jam Tekanan Darah Nadi RR

10.15 120/80 mmhg 85 20

14

Page 15: BAB I_SELESAI NEW.docx

10.30 130/80 mmhg 80 18

10.45 139/70 mmhg 86 18

11.00 140/70 mmhg 86 19

11.15 139/70 mmhg 85 18

V. Ruang Pemulihan

1. Masuk jam : 11.15 WIB

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 E4M6V5

Tekanan Darah : 120/80 mmhg

Nadi : 85 kali/menit

RR : 20 kali/menit

2. Pernapasan : Oksigenasi 2 liter

Skor Bromage Score

1. Gerakan : 2

Jumlah : 2

Penyulit : (-)

Pindah/pulang : 11.15 WIB ke ICU

VI. Instruksi Anestesi

1. Pasien post op observasi ICU

2. Monitor Keadaan Umum dan Tanda Vital

3. Oksigenisasi O2 5 liter/menit Binasal Canul

4. Cek ulang DR, UR/KR, Elektrolit Post Op.

5. Program analgetik kaltropen 2 Supp Post/8 jam

15

Page 16: BAB I_SELESAI NEW.docx

6. Ketorolac 30 mg/8 jam.

7. Ranitidine 50 mg/12 jam.

8. Boleh makan dan minum sedikit demi sedikit jika muntah (-).

9. RL Tutofusin ( 3:1 ) 25 tetes/menit

10. Terapi kardiologis diteruskan.

11. Rawat bersama dr. Hendra Herman Sp.U dan dr. Samsirun Sp.Pd

BAB IV

LAPORAN FOLOW UP ICU

Follow UP tanggal 24 Oktober 2012

S : Tampak lemah, rasa tidak nyaman, nyeri pada daerah luka

operasi.

O : K/U : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15

TD : 156/79 mmHg

N : 125 x/menit

16

Page 17: BAB I_SELESAI NEW.docx

RR : 20 x/menit

SpO2 : 96 %

Suhu : 34,8 0c

Terpasang : Tipe Binasal Canul, FiO2 3 l/i

Drain Produksi (+)

Spooling bilas Nacl

A : Post operasi open prostatektomi ec BPH dengan Kardiomiopati

hari ke 1

Hipertensi grade I

Takikardi Kardiomiopati

Hipotermi Pengukuran suhu yang kurang baik

Suhu ruangan yang terlalu dingin

P : IVFD RL + tramadol 100 mg + ketorolac 30 mg = 20 gtt/menit

Ranitidin 2 x 50 mg

Furosemid 1 x 40 mg

Spironalactan 1 x 25 mg

Lisinopril 1 x 10 mg

Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Captopril 3 x 25 mg

Gunakan selimut hangat

Minum air hangat

Rl yang di hangatkan

Periksa ulang Darah rutin, UR, KR, Albumin, Elektrolit

Tabel 1 : Follow UP tanggal 24 Oktober 2012

Jam Tekanan

darah

Nadi

(x/i)

RR

(x/i)

Suhu

(0c)

GCS SpO2 Ventilator

17

Page 18: BAB I_SELESAI NEW.docx

(mmHg) Tipe FiO2

14.00 160/80 120 14 33,6 15 100 BC 3

15.00 150/80 125 20 33,9 15 97 BC 3

16.00 175/80 125 14 34,2 15 97 BC 3

17.00 160/80 120 20 34,3 15 97 BC 3

18.00 170/80 122 22 34,2 15 97 BC 3

19.00 160/100 123 20 33,9 15 97 BC 3

20.00 160/100 122 20 33,9 15 96 BC 3

21.00 150/100 123 22 34 15 92 BC 3

22.00 145/100 123 22 34,2 15 93 BC 3

23.00 145/100 123 24 34,6 15 95 BC 3

24.00 140/115 123 25 34,6 15 98 BC 3

01.00 130/100 123 23 34,8 15 100 BC 3

02.00 130/90 123 22 34,2 15 100 BC 3

03.00 130/95 123 27 34,3 15 100 BC 3

04.00 130/90 123 25 34,4 15 99 BC 3

05.00 130/100 121 25 34,7 15 99 BC 3

06.00 140/90 120 20 34,2 15 98 BC 3

Jam Intake Output Keseimbangan

RL Analgetik NaCl

Spooling

Urin IWL

14.00 60 300 - 35 +25

15.00 60 300 20 35 +30

16.00 60 300 30 35 +25

17.00 60 300 30 35 +120

18.00 60 300 10 35 +135

19.00 60 300 10 35 +150

20.00 60 300 20 35 +155

21.00 60 300 10 35 +170

22.00 60 300 20 35 +175

23.00 60 300 10 35 +190

24.00 60 300 20 35 +195

01.00 60 300 10 35 +210

18

Page 19: BAB I_SELESAI NEW.docx

02.00 60 300 20 35 +215

03.00 60 300 50 35 +190

04.00 60 300 60 35 +155

05.00 60 300 50 35 +130

06.00 60 300 50 35 +105

Follow UP tanggal 25 Oktober 2012

S : Pasien tampak lemah, rasa tidak nyaman, nyeri (+), deuresis (+).

O : K/U : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15

TD : 150/75 mmHg

N : 120 x/menit

RR : 20 x/menit

SpO2 : 96 %

T : 34,8 0c

Belance cairan: - 1150

Urin : 40-100 cc/jam

Drain : (+)

Spooling : Bilas Nacl

Terpasang : Tipe Binasal Canul, FiO2 3 l/i

Drain Produksi (+) minimal

Spooling bilas Nacl

Hasil Laboratorium :

Darah rutin

WBC : 13,7 103/mm3 H (3,5-10,0 103/mm3)

RBC : 5,23 106/mm3 (3,80-5,80 106/mm3)

HGB : 14,8 g/dl (11,0-16,5 g/dl)

19

Page 20: BAB I_SELESAI NEW.docx

HCT : 46,3 % (35,0-50%)

PLT : 148 L 103/mm3 L (150-390 103/mm3)

PCT : 0,123 % (0,100-0,500 %)

MCV : 89 µm3 (80-97 µm3)

MCH : 28,3 pg (26,5-33,5 pg)

MCHC : 32,0 g/dl (31,5-35,0 g/dl)

RDW : 13,3 % (10,0-15,0 %)

MPV : 8,3 µm3 (6,5-11,0 µm3)

PDW : 13,1 % (10,0-18,0 %)

Diff :

% LYM : 8,6 % L (17,0-48,0 %)

% MON : 3,4 % L (4,0-10,0 %)

% GRA : 88,0 % H (43,0-76,0 %)

# LYM : 1,1 103/mm3 L (1,2-3,2 103/mm3)

# MON : 0,4 103/mm3 (0,3-0,8 103/mm3)

# GRA : 12,2 103/mm3 H (1,2-6,8 103/mm3)

Kimia Darah Lengkap

Faal Hati

o Albumin : 4,3 g/dl (3,5-5,0)

Faal Ginjal

o Ureum : 93,4 mg/dl (15-39)

o Kreatinin : 1,8 mg/dl (0,6-1,1)

Elektrolit

o Na : 136,05 mmol/L (135-148 mmol/L)

o K : 4,42 mmol/L (3,5-5,3 mmol/L)

o Cl : 110,16 mmol/L (98-110 mmol/L)

20

Page 21: BAB I_SELESAI NEW.docx

A : Post operasi open prostatektomi ec BPH dengan Kardiomiopati

hari ke 2

Hipertensi grade I

Hipotermi Pengukuran suhu yang kurang baik

Ac ruangan yang terlalu dingin

Takikardi Kardiomiopati

P : IVFD RL + tramadol 100 mg + ketorolac 30 mg = 20 gtt/menit

Ketorolac 3 x 30 mg

Ranitidin 2 x 50 mg

Furosemid 1 x 40 mg

Spironalactan 1 x 25 mg

Lisinopril 1 x 10 mg

Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Captopril 3 x 25 mg

Gunakan selimut hangat

Minum air hangat

Rl yang di hangatkan

Diet jantung lunak

Tabel 2 : Follow UP tanggal 25 Oktober 2012

Jam Tekanan

darah

(mmHg)

Nadi

(x/i)

RR

(x/i)

Suhu

(0c)

GCS SpO2 Ventilator

Tipe FiO2

07.00 180/80 110 20 34 15 96 BC 5

08.00 140/70 108 20 34 15 96 BC 5

09.00 170/80 118 20 33,8 15 96 BC 5

10.00 180/70 118 16 33,5 15 97 BC 5

11.00 140/60 120 22 33,5 15 98 BC 5

12.00 140/70 118 25 34,2 15 97 BC 5

21

Page 22: BAB I_SELESAI NEW.docx

13.00 160/110 120 28 34,2 15 97 BC 5

14.00 160/60 116 24 34,6 15 98 BC 3

15.00 150/75 120 24 34,8 15 96 BC 3

16.00 140/75 120 20 35 15 98 BC 3

17.00 145/75 118 24 34,9 15 98 BC 3

18.00 150/75 120 20 35 15 98 BC 3

19.00 150/90 117 20 35 15 98 BC 3

20.00 150/90 120 20 35 15 98 BC 3

21.00 160/100 120 22 21 15 99 BC 3

22.00 150/80 120 24 36 15 98 BC 3

23.00 150/70 120 20 34 15 97 BC 3

24.00 150/75 125 25 34,8 15 97 BC 3

01.00 150/75 124 20 34 15 96 BC 3

02.00 140/75 126 27 34,9 15 98 BC 3

03.00 140/80 122 20 34 15 96 BC 3

04.00 140/80 122 18 35,6 15 96 BC 3

05.00 140/90 128 25 34,8 15 98 BC 3

06.00 140/75 128 20 34,9 15 97 BC 3

Jam Intake Output Keseimbangan

RL

Analgetik

Diet jantung

lunak

NaCl

Spooling

Urin IWL

07.00 60 300 100 35 -75

08.00 60 300 100 35 -150

09.00 60 300 100 35 -225

10.00 60 300 100 35 -300

11.00 60 300 50 35 -325

12.00 60 30 200 50 35 -330

13.00 60 300 40 35 -343

14.00 60 300 40 35 -360

15.00 60 200 50 35 -385

16.00 60 200 50 35 -410

17.00 60 20 100 100 35 -425

22

Page 23: BAB I_SELESAI NEW.docx

18.00 60 200 80 35 -520

19.00 60 100 60 35 -555

20.00 60 100 60 35 -590

21.00 60 20 100 50 35 -595

22.00 60 100 70 35 -640

23.00 60 100 60 35 -675

24.00 60 100 50 35 -700

01.00 60 100 100 35 -775

02.00 60 100 80 35 -830

03.00 60 100 70 35 -975

04.00 60 100 100 35 -1050

05.00 60 100 100 35 -1100

06.00 60 100 100 35 -1150

Follow UP tanggal 26 Oktober 2012

S : Tampak lemah, nyeri (+), deuresis (+)

O : K/U : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15

TD : 140/80 mmHg

N : 120 x/menit

RR : 20 x/menit

SpO2 : 100 %

Suhu : 35,8 0c

23

Page 24: BAB I_SELESAI NEW.docx

Belance cairan: - 834

Urin : 40-220 cc/jam

Terpasang : Tipe Binasal Canul, FiO2 3 l/i

Drain Produksi (+)

Spooling bilas Nacl

A : Post operasi open prostatektomi ec kardiomiopati hari ke 3

Hipertensi grade I

Hipotermi Pengukuran suhu yang kurang baik

Ac ruangan yang terlalu dingin

Takikardi Kardiomiopati

P : IVFD RL + tramadol 100 mg + ketorolac 30 mg = 20 gtt/menit

Ranitidin 2 x 50 mg

Furosemid 1 x 40 mg

Spironalactan 1 x 25 mg

Lisinopril 1 x 10 mg

Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Amlodipin 1 x 5 mg

Gunakan selimut hangat

Minum air hangat

Rl yang di hangatkan

Diet jantung lunak

Tabel 3 : Follow UP tanggal 26 Oktober 2012

Jam Tekanan

darah

Nadi

(x/i)

RR

(x/i)

Suhu

(0c)

GCS SpO2 Ventilator

Tipe FiO2

24

Page 25: BAB I_SELESAI NEW.docx

(mmHg)

07.00 140/80 140 20 34 15 100 BC 3

08.00 150/90 128 20 34,1 15 100 BC 3

09.00 150/90 120 20 34 15 100 BC 3

10.00 145/90 120 20 34,9 15 100 BC 3

11.00 130/80 120 20 33,7 15 100 BC 3

12.00 130/80 120 20 35 15 100 BC 3

13.00 130/80 120 20 34,9 15 100 BC 3

14.00 135/90 120 20 35 15 100 BC 3

15.00 140/80 120 20 35,8 15 100 BC 3

16.00 145/90 122 20 34 15 100 BC 3

17.00 155/100 120 17 34,8 15 100 BC 3

18.00 150/75 120 20 34,8 15 100 BC 3

19.00 150/80 122 20 33,7 15 100 BC 3

20.00 150/75 120 20 34 15 100 BC 3

21.00 150/80 120 20 35,6 15 100 BC 3

22.00 160/80 120 14 35,6 15 100 BC 3

23.00 155/85 120 16 34,5 15 97 BC 3

24.00 155/100 120 20 34,8 15 98 BC 3

01.00 150/100 120 15 34,2 15 97 BC 3

02.00 155/100 120 14 35,3 15 100 BC 3

03.00 150/75 120 18 35,4 15 100 BC 3

04.00 150/80 118 14 34 15 100 BC 3

05.00 150/90 118 20 34,5 15 100 BC 3

06.00 145/90 118 20 35 15 100 BC 3

Jam Intake Output Keseimbangan

RL

Analgetik

Diet jantung

lunak

NaCl

Spooling

Urin IWL

07.00 60 150 34 -124

08.00 60 150 34 -245

09.00 60 30 150 34 -292

10.00 60 50 34 -316

25

Page 26: BAB I_SELESAI NEW.docx

11.00 60 50 34 -340

12.00 60 100 50 34 -264

13.00 60 50 34 -288

14.00 60 50 34 -312

15.00 60 40 34 -346

16.00 60 100 40 34 -260

17.00 60 100 50 34 -164

18.00 60 100 100 34 -258

19.00 60 100 50 34 -282

20.00 60 100 50 34 -306

21.00 60 40 34 -290

22.00 60 30 34 -294

23.00 60 30 34 -298

24.00 60 50 34 -322

01.00 60 50 34 -346

02.00 60 80 34 -400

03.00 60 80 34 -454

04.00 60 80 34 -508

05.00 60 80 34 -532

06.00 60 80 34 -586

Follow UP tanggal 27 Oktober 2012

S : Tampak baik, deuresis (+), gelisah (+)

O : K/U : Tampak baik

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15

TD : 140/75 mmHg

N : 120 x/menit

RR : 17 x/menit

SpO2 : 99 %

T : 33,8 0c

Belance cairan: - 834

Urin : 40-220 cc/jam

26

Page 27: BAB I_SELESAI NEW.docx

Terpasang : Tipe Bibasal Canul, FiO2 3 l/i

Drain Produksi (+)

Spooling bilas Nacl

A : Post operasi open prostatektomi ec kardiomiopati hari ke 4

Hipertensi grade I

Hipotermi Pengukuran suhu yang kurang baik

Ac ruangan yang terlalu dingin

Takikardi Kardiomiopati

P : IVFD RL + tramadol 100 mg + ketorolac 30 mg = 20 gtt/menit

Ranitidin 2 x 50 mg

Furosemid 1 x 40 mg (diberikan pada pagi hari)

Spironalactan 1 x 25 mg (diberikan pada pagi hari)

Lisinopril 1 x 10 mg

Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Amlodipin 1 x 5 mg

Gunakan selimut hangat

Minum air hangat

Rl yang di hangatkan

Tabel 4 :Follow UP tanggal 27 Oktober 2012

Jam Tekanan

darah

(mmHg)

Nadi

(x/i)

RR

(x/i)

Suhu

(0c)

GCS SpO2 Ventilator

Tipe FiO2

07.00 145/100 120 20 35 15 99 BC 3

08.00 140/80 118 20 35 15 99 BC 3

09.00 135/75 118 20 35 15 99 BC 3

10.00 155/90 118 18 34,5 15 99 BC 3

11.00 160/100 108 17 34,2 15 99 BC 3

12.00 155/80 104 16 33,9 15 99 BC 3

27

Page 28: BAB I_SELESAI NEW.docx

13.00 140/75 104 17 34 15 99 BC 3

14.00 150/85 108 20 34,1 15 99 BC 3

15.00 140/75 120 17 33,8 15 99 BC 3

16.00 160/100 104 17 34 15 99 BC 3

17.00 150/90 104 17 33,9 15 100 BC 3

18.00 145/75 108 17 34,1 15 100 BC 3

Jam Intake Output Keseimbangan

RL

Analgetik

Oral NaCl

Spooling

Urin IWL

07.00 60 40 34 -14

08.00 60 60 34 -48

09.00 60 50 50 34 -22

10.00 60 150 34 -96

11.00 60 150 34 -220

12.00 60 50 34 -294

13.00 60 160 100 34 -318

14.00 60 150 34 -292

15.00 60 100 34 -566

16.00 60 200 34 -690

17.00 60 50 150 34 -834

18.00 60 220 34 -258

28

Page 29: BAB I_SELESAI NEW.docx

BAB V

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Anestesi Regional

4.1.1 Pembagian Anestesi Regional1

Anesthesia regional terbagi atas blok sentral (blok neuroaksial),

yaitu meliputi blok spinal, epidural dan kaudal serta blok perifer misalnya

blok pleksus brakhialis, aksiler, analgesia regional intravena dan lain-lain.

4.1.2 Anatomi Medula Spinalis

29

Page 30: BAB I_SELESAI NEW.docx

Gambar 4.1 Anatomi Medula Spinalis

Columna vertebralis terbagi atas 7 vertebra servikal, 12 vertebra

thorakal, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sacral menyatu pasa dewasa dan 4-5

vertebrae koksigeal menyatu pada dewasa. Prosesus spinosus C2 teraba

langsung di bawah oksipital. Prosesus spinosus C7 menonjol dan disebut

sebagai vertebra prominens. Garis lurus yang menghungkan kedua Krista

iliaka setinggi akan memotong prosesus spinosus vertebra L4 atau antara

L4-L5.1-5

Peredaran darah untuk medulla spinalis di perdarahi oleh a.spinalis

anterior dan a. spinalis posterior. Untuk mencapai cairan serebrospinal

maka jarum suntik akan menembus kulit ke subkutis kemudian ligamentum

supraspinosum ke ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang

epidural, duramater dan ruang subarachnoid.1-5

Medulla spinalis berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh

cairan serebrospinal, dibungkus meningens ( duramater, lemak dan pleksus

venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi

L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2.1-5

30

Page 31: BAB I_SELESAI NEW.docx

Cairan serebrospinalis merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang

berasal dari pleksus aryeria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan

lateral. Caitran ini jernih tak berwarna mengisi ruang subaracnoid dengan

jumlah total 100-150 ml, sedangkan yang ada di punggung sekitar 25-45

ml.1-5

4.1.3 Analgesia Spinal

Analgesia spinal (intratekal, intradural,subdural, subarachnoid) ialah

pemberian abat anestetik local ke dalam ruang subarachnoid. Anestesia

spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik local ke dalam ruang

subarachnoid. Tekhnik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.1

4.1.4 Fisiologi Anestesi Spinal

Ada 3 kelas saraf: motorik, sensorik dan otonom. Stimulasi saraf

motorik menyebabkan otot berkontraksi ketika terjadi blok saraf, otot

mengalami kelumpuhan. Saraf sensorik mengirimkan sensasi seperti

sentuhan dan nyeri dari sumsum tulang belakang ke otak, sedangkan sarf

otonom mengontrol caliber pembuluh darah, denyut jantung, kontraksi usus

dan fungsi lainnya yang tidak berhubungan dengan kendali kesadaran.

Umumnya saraf otonom dansensorik terblok sebelum saraf motorik.

Vasodilatasi dan penurunan tekanan darah pun dapat terjadi ketika saraf

otonom di blok.6

4.1.5 Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia1

Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat aesthesia

sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang

perlu mendapat perhatian khususs, misalnya alergi, mual, muntah, nyeri

31

Page 32: BAB I_SELESAI NEW.docx

otot, gatal-gatal atau sesak napas asca bedah sehingga kita dapat

merencanakan anesthesia berikutnya dengan lebih baik.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan rutin lain secara sistemik tentang keadaan umum

tentu tidak boleh dilewakan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi.

Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang azim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang

ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA)

ASA I Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik dan

biokimia.

ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai

sedang.

ASA III Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga

aktivitas rutin terbatas.

ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat

melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman

kehidupannya setiap saat.

ASA V Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa

pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Masukan oral

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam

dan bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum

induksi anesthesia. Minum bening, air putih, the menis sampai 3 jam dan

32

Page 33: BAB I_SELESAI NEW.docx

untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam

sebelum induksi.

Premedikasi

Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia

dengan tujuan untuk memperlancar induksi, rumatan dan bangun dari

anesthesia. Obat peredam kecemasan biasanya diazepam oral 10-15 mg

beberapa jam sebelum indksi. Jika disertai nyeri dapat diberikan petidin 50

mg intramuscular.

Induksi anestesi

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tida

sadar, sehinggamemungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan.

Induksi anesthesia dapat dikerjakan dengan intravena, inhalasi,

intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anesthesia

langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anesthesia sampai tindakan

pembedahan selesai.

4.1.6 Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi: 1

Bedah ekstremitas bawah

Bedah panggul

Tindakan sekitar rectum-perineum

Bedah obsetri-genekologi

Bedah urologi

Bedah abdomen bawah

33

Page 34: BAB I_SELESAI NEW.docx

Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya

dikombinasi dengan anesthesia umum ringan

Kontraindikasi Absolut: 1

Pasien menolak

Infeksi pada tempat suntikan

Hipovolemia berat, syok

Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

Tekanan intracranial meninggi

Fasilitas resusitasi minim

Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan

anesthesia

Kontraindikasi relatif 1

Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

Infeksi sekitar tempat suntikan

Kelainan neurologis

Kelainan psikis

Bedah lama

Penyakit jantung

Hipovolemia ringan

Nyeri pinggang kronis

4.1.7 Keuntungan Anestesi Spinal 6

1. Biaya Biaya minimal

2. Kepuasan pasien Pasien sangat senang dengan teknik ini karena

pemulihannya yang cepat dan tidak ada efek samping.

3. Pernapasan Efek samping sedikit pada system pernapasan selama

blockade yang terlalu tinggi dihindari.

4. Jalan napas Control jalan napas tidak terganggu, sehingga

menurunkan resiko penyumbatan saluran napas atau aspirasi isi

34

Page 35: BAB I_SELESAI NEW.docx

lambung.keuntungan ini bias hilang jika obat penenang terlalu banyak

diberikan.

5. Relaksasi otot Anesthesia spinal memberikan relaksasi otot yang

sangat baik pada ekstremitas bawah dan perut bawah.

6. Perdarahan Kehilangan darah selama operasi minimal bila

dibandingkan dengan anestesi umum. Hal ini karena penurunan

tekanan darah dan denyut jantung dan peningkatan draenase vena

menyebabkan aliran.

7. Koagulasi

8. Pada umumnya pasca operasi jarang terjadi thrombosis vena dan

emboli paru.

4.1.8 Kekurangan Anestesi Spinal 6

Kekurangan anestesi spinal diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Terkadang akan sulit untuk menemukan ruang dural dan

mendapatkan CSF.

2. Hipotensi dapat terjadi pada saat blockade.

3. Beberapa pasien tidak cocok secara psikologis untuk tetap sadar,

bahkan jika dibius, selama operasi.

4. Ada risiko teoritis bahwa infeksi ke dalam ruang subarachnoid dan

menyebabkan meningitis. Ini seharusnya tidak pernah terjadi jika

peralatan disterilkan dengan benar dan teknik aseptic digunakan.

5. Sakit kepala postural dapat terjadi pasca operasi.

4.1.9 Persiapan Analgisia Spinal 7

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan

pada analgesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan

menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung

atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus.

Selain itu perlu diperhatikan hal-hal berikut

35

Page 36: BAB I_SELESAI NEW.docx

1. Informed Consent (izin dari pasien) Kita tidak boleh memaksa

pasien untuk menyetujui anestesi spinal

2. Pemeriksaan fisik Tidak ada kelainan spesifik seperti tulang

punggung dan lain-lain.

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran Hemoglobin, hematokrit, PT

(protrombin time) dan PTT (partial tromboplastine time)

4.1.10 Peralatan Analgesia Spinal 1

1. Peralatan monitor Tekanan darah, nadi, oksimetri, denyut (pulse

oksimeter) dan EKG

2. Peralatan anetesia/resusitasi umum

3. Jarum spinal Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo

runcing, quincke bobcock) atau jarum spinal denga ujung pensil (pensil

poit whitecare).

4. Anastetik lokal untuk analgesia spinal

Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-

1.008.  Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut

isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari css disebut

hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari css

disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis

36

Page 37: BAB I_SELESAI NEW.docx

hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan

dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh

dengan mencampur dengan air injeksi.

Anestetik lokal yang paling sering digunakan:

1. Lidokaine (xylobain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik,

dosis 20-100mg (2-5ml)

2. Lidokaine (xylobain, lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis

1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)

3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,

dosis 5-20mg (1-4ml)

4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027,

sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)

4.1.11 Tekhik analgesia spinal

Pasien duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada

garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan

pada meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit

perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama

akan menyebabkan menyebarnya obat.1,7

1. Setelah dimonitor tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus

lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang

belakan stabil. Buat pasien membungkuk maksima agar prosesus

spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka

dengan tulang punggung ialah L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya

L2-3, L3-4 atau L4-5. Tusukan pada L1 dan L-2 atau diatasnya beresiko

trauma terhadap medulla spinalis.

37

Page 38: BAB I_SELESAI NEW.docx

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol

4. Beri anestesi local pada tempat tusukan misalnya dengan lidokain 1-2%

2-3 ml

5. Cara tusukan median atau para median Untuk jarum spinal besar

22G, 23G, atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang

kecil 27G aytau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum biasanya

10cc. Tusukan intoducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal

kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya kelubang jarum

tersebut. JIka menggunakan jarum tajam irisan jarum harus sejajar

dengan duramater yaitu pada posisi tidur miring “bevel” mengarah

keatas atau kebawah untuk menghindari kebocoran liquor yang dapat

berakibat timbulnya nyeri pasca spinal. Setelah resistensi menghilang

mandarin jarum spinal juga harus dicabut dan dikeluarkan likuor, pasang

semprit berisi obat dan obat dapat dikeluarkan pelan-pelan (0,5 ml/detik)

diselingi aspirasi sedikit hanya untuk menyakinkan posisi jarum tetap

baik. Kalau anda yakin posisi jarum spinal pada posisi yang benar dan

likuor tidak keluar putar arah jarum 90% biasanya likuor keluar. Untuk

analgetik spinal kontinu dapat dimasukkan kateter.

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah

hemoroid dengan anestik hiperbarik. Jarak kulit ligamentum flavum

dewasa lebih kurang 6 cm.

38

Page 39: BAB I_SELESAI NEW.docx

7. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah

hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum

flavum dewasa ± 6cm.

8. Penyebaran anastetik lokal tergantung:

1. Faktor utama:

Berat jenis anestetik lokal (barisitas)

Posisi pasien

Dosis dan volume anestetik lokal

2. Faktor tambahan

Ketinggian suntikan

Kecepatan suntikan/barbotase

Ukuran jarum

Keadaan fisik pasien

Tekanan intra abdominal

3. Lama kerja anestetik lokal tergantung:

Jenis anestetia lokal

Besarnya dosis

Ada tidaknya vasokonstriktor

Besarnya penyebaran anestetik lokal.

4.1.12 Komplikasi tindakan anestesi spinal :

39

Page 40: BAB I_SELESAI NEW.docx

1. Hipotensi berat

Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah

dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid

500ml sebelum tindakan.

2. Bradikardia

Dapat terjadi tanpa  disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat

blok sampai T-2

3. Hipoventilasi

Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas

4. Trauma pembuluh saraf

5. Trauma saraf

6. Mual-muntah

7. Gangguan pendengaran

8. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan:

1.  Nyeri tempat suntikan

2.  Nyeri punggung

3.  Nyeri kepala karena kebocoran likuor

4.  Retensio urine

5.  Meningitis

4.1.13 Kekurangan Anestesi Spinal

Kekurangan anestesi spinal diantaranya adalah sebagai berikut:

Terkadang akan sulit untuk menemukan ruang dural dan

mendapatkan CSF.

Hipotensi dapat terjadi pada saat blockade.

Beberapa pasien tidak cocok secara psikologis untuk tetap sadar,

bahkan jika dibius, selama operasi.

40

Page 41: BAB I_SELESAI NEW.docx

Ada risiko teoritis bahwa infeksi ke dalam ruang subarachnoid dan

menyebabkan meningitis. Ini seharusnya tidak pernah terjadi jika

peralatan disterilkan dengan benar dan teknik aseptic digunakan.

Sakit kepala postural dapat terjadi pasca operasi.1,7

4.2 BPH 8

4.2.1 Definisi

BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari

glandula prostat yang sering didapatkan gejala voiding. Dengan

bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron estrogen karena

produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi

estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Hingga sekarang masih

belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat;

tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat

kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan

proses aging (menjadi tua).

4.2.2 Gejala Klinis

Biasanya gejala–gejala pembesaran prostat jinak, dikenal

sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), dan dapat dibedakan

menjadi :

1. Gejala iritatif

Frekuensi Sering miksi. Frekuensi terutama terjadi pada

malam hari ( nokturia ) karena hambatan normal dari korteks

berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama

tidur.

Nokturia Terbangun untuk miksi pada malam hari.

Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang

41

Page 42: BAB I_SELESAI NEW.docx

tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi

lebih pendek.

Urgensi Perasaan miksi yang sangat mendesak

Disuria Nyeri pada saat miksi. Urgensi dan disuria jarang

terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidaksatabilan detrusor

sehingga terjadi kontraksi involunter.

2. Gejala obstuktif

Pancaran melemah

Rasa tidak lampias sehabis miksi

Terminal dribbling Menetes setelah miksi. Terminal

dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena

jumlah residu urin yang banyak dalam buli–buli.

Hesitancy Bila mau miksi harus menunggu lama. Terjadi

karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat

melawan resistensi uretra.

Straining Harus mengedan jika miksi.

Intermittency Kencing terputus–putus. Terjadi karena

detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir

miksi.

Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio

urin dan inkontinen karena overflow.

4.2.3 Diagostik

Diagnostik BPH ditegakkan berdasarkan dengan pemeriksaan

Klinis dan pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan Klinis

1. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )

42

Page 43: BAB I_SELESAI NEW.docx

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat

memberikan gambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya

kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba

prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

Adakah asimetri

Adakah nodul pada prostat

Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas

masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan <

60 gr.

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari

normal atau normal ( ingat tidak ada korelasi antara besar prostat

dengan obstruksi yang ditimbulkannya ), permukaan licin dan

konsistensi kenyal. Pada akut retensi, buli-buli penuh ( ditemukan

massa supra pubis ) yang nyeri dan pekak pada perkusi.

Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis

Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin

I Penonjolan prostat, batas atas

mudah diraba

< 50 ml

II Penonjolan prostat jelas, batas atas

dapat dicapai

50 – 100 ml

III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml

IV Retensi urin total

2. Derajat berat obstruksi

43

Page 44: BAB I_SELESAI NEW.docx

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan

jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan

mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin

dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih

setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai

batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.

Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran

urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal

pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal

sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun

antara 6–8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15

ml/detik atau kurang.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat

adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus

diperhatikan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu,

infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan

hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan

informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan

Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar penentuan

perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4

ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4 – 10 ng/ml, hitunglah

Prostate Spesifik Antigen Density ( PSAD ) yaitu PSA serum dibagi

dengan volume prostat. Bila PSAD ≥ 0,15 maka sebaiknya dilakukan

biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,

pielografi intra vena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan

ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat

44

Page 45: BAB I_SELESAI NEW.docx

disfungsi buli - buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan patologi

lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPH. Dari foto polos

dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau

buli–buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari

keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.

Dari pielografi intra vena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi

renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran

ureter berbelok-belok di vesica ), indentansi pada dasar buli – buli,

divertikel, residu urin, atau filling defect di vesica.

Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara pemeriksaan

ini untuk prostat hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh

karena ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya

bahaya radiasi dan juga relatif murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan

secara trans abdominal atau transrektal (TRUS=Trans Rectal

Ultrasonografi). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan kelenjar

prostat apalagi bila menggunakan transducer yang ’biplane’. Selain untuk

mengetahui adanya pembesaran prostat pemeriksaan USG dapat pula

mendeteksi volume buli, mengukur sisa urin, dan patologi lain seperti

divertikel, tumor buli yang besar, batu buli. TRUS dapat pula mengukur

besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat

yaitu apabila besarnya lebih dari 60 gr digolongkan besar sehingga kalau

akan dilakukan operasi dipilih operasi buka. Perkiraan besarnya prostat

dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik atau trans urethral tetapi

cara transuretral dianggap terlalu invasif. Pengukuran volume prostat

sering disebut volumetri dan biasanya memakai rumus volume=0,52 x d1 x

d2 x d3, bila kita anggap bahwa bentuk prostatelipsoid dan d adalah jarak

panjang, lebar (pada potongan transversal), dan panjang prostat adalah

potongan sagital. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,

memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin, batu ginjal, divertikulum

atau tumor buli–buli.

3. Sistoskopi

45

Page 46: BAB I_SELESAI NEW.docx

Sistoskopi sebaiknya dilakukan pada anamnesa ditemukan adanya

hematuri atau pada pemeriksaan urin ditemukan adanya mikrohematuri,

untuk mengetahui adanya kemungkinan tumor di dalam vesica atau

sumber perdarahan dari atas yang dapat dilihat apabila darah datang dari

muara ureter, atau adanya batu kecil yang radiolusent di dalam vesica.

Selain itu sistoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar

prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat

penonjolan prostat kedalam uretra.

4. CT – Scan atau MRI

Pencitraan dengan CT–Scaning dan Magnetic Resonance Imaging /

MRI dalam praktek jarang dipakai karena cara pemeriksaan ini mahal dan

keterangan yang diperoleh tidak terlalu banyak dibandingkan cara lain.

4.2.4 Penatalaksanaan

Penderita datang ke dokter bila hipertrofi prostat telah memberikan

keluhan klinis. Derajat berat gejala klinis dibagi menjadi empat gradasi

berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. WHO

menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang

disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini dihitung

berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi.

Terapi nonbedah dilakukan jika WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk itu

dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi

bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi. Di

dalam praktek pembagian besar prostat derajat I–IV digunakan untuk

menentukan cara penanganan.

a. Derajat I

Belum memerlukan tindak bedah, diberikan tindakan

konservatif, misalnya dengan penghambat adrenoreseptor alfa seperti

alfazosin, prazosin dan terazosin. Keuntungan obat penghambat

adrenoreseptor alfa ialah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi

46

Page 47: BAB I_SELESAI NEW.docx

tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikit pun.

Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

b. Derajat II

Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya

dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (Trans Urethral

Resection=TUR ). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar

8%. Kadang derajat dua dapat dicoba dengan pengobatan konservatif.

c. Derajat III

Reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang

cukup berpengalaman. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar

sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam, sebaiknya

dilakukan pembedahan. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui

transvesikal, retropubik atau perineal. Pada operasi melalui kandung

kemih dibuat sayatan perut bagian bawah menurut pfannenstiel ;

kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan

teknik ini adalah dapat sekaligus untuk mengangkat batu buli–buli atau

divertikelektomi apabila ada divertikulum yang cukup besar. Cara

pembedahan retropubik menurut milin dikerjakan melalui sayatan kulit

pfannenstiel dengan membuka kandung kemih, kemudian prostat

dienukleasi. Cara ini mempunyai keunggulan yaitu tanpa membuka

kandung kemih sehingga pemasangan kateter tidak lama seperti bila

membuka vesika. Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau

diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam kandung

kemih. Kedua cara pembedahan terbuka tersebut masih kalah

dibandingkan dengan cara TUR, yaitu morbiditasnya yang lebih lama,

tetapi dapat dikerjakan tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus,

dengan alat bedah baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak

dikerjakan lagi.

d. Derajat IV

Tindakan yang pertama harus dikerjakan adalah membebaskan

penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau

47

Page 48: BAB I_SELESAI NEW.docx

sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk

melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR atau

pembedahan terbuka. Penderita yang keadaan umumnya tidak

memungkinkan untuk dilakukan pembedahan, dapat diusahakan

pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat

adrenoreseptor alfa. Efek samping obat ini adalah gejala hipotensi,

seperti pusing, lemas, palpitasi dan rasa lemah. Pengobatan konservatif

ialah dengan pemberian obat antiandrogen yang menekan produksi

LH. Kesulitan pengobatan konservatif adalah menetukan berapa lama

obat harus diberikan dan efek samping obat.

Pengobatan lain yang invasif minimal adalah pemanasan

prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat

melalui antena yang dipasang pada ujung kateter. Dengan cara yang

disebut transurethral micro wave thermotherapy (TUMT) ini, diperoleh

hasil perbaikan kira–kira 75 % untuk gejala objektif. Pada

penanggulangan invasif minimal lain, yang disebut transurethral

ultrasound guided laser induced prostatectomy (TULIP) digunakan

cahaya laser. Dengan cara ini, diperoleh juga hasil yang cukup

memuaskan. Uretra di daerah prostat dapat juga didilatasi dengan

balon yang dikembangkan didalamnya (Trans Urethral Ballon

Dilatation=TUBD). TUBD ini biasanya memberi perbaikan yang

bersifat sementara.

4.3 KARDIOMIOPATI 9

4.3.1 Definisi

Kardiomiopati merupakan suatu kelompok penyakit yang langsung

mengenai otot jantung atau miokard itu sendiri. Kelompok penyakit ini

tergolong khusus karena kelainan yang ditimbulkannya bukan terjadi

akibat penyakit perikardium, hipertensi, koroner, kelainan kongenital atau

kelainan katup.

48

Page 49: BAB I_SELESAI NEW.docx

4.3.2 Patofisiologi

Karena adanya gangguan atau kesusakan miokardium maka

sebagai kompensasi otot jantung hipertrofi dan rongga jantung membesar,

jaringan ikat berproliferasi dan menginfiltrasi otot. Miosit jantung yang

mengalami kerusakan atau kematian membuat miokard kehilangan

fungsinya yang kemudian dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung,

aritmia bahkan kematian mendadak.

4.3.3 Etiologi

Penyebab kardiomiopati saat ini masih belum dapat dijelaskan

secara pasti, tetapi kardiomiopati diduga kuat dipengaruhi oleh faktor

genetik.

4.3.4 Gejala

Beberapa penderita mungkin tidak mengalami gejala atau tanda

kardiomiopati pada tahap awal penyakit kardiomiopati. Tetapi sejalan

dengan berkembangnya penyakit kardiomiopati, gejala kardiomiopati dan

tanda biasanya muncul.

Tanda atau gejala kardiomiopati biasanya meliputi:

Kehabisan nafas sewaktu mengerahkan tenaga atau bahkan

sewaktu istirahat.

Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki.

Perut kembung berisi air.

Merasa lelah.

Detak jantung tidak beraturan yang dirasakan cepat, bergetar dan

berdebar.

Pusing, kepala ringan dan pingsan.

Kardiomiopati jenis apapun bila tidak diobati, gejalanya akan

memburuk. Pada penderita tertentu tanda dan gejala kardiomiopati cepat

49

Page 50: BAB I_SELESAI NEW.docx

sekali memburuk, sedangkan yang lain tidak memburuk dangan waktu

yang lama.

4.3.5 Klasifikasi

Berdasarkan etiologi maka dikenal dua bentuk dasar yaitu

1. Tipe primer

Apabila terdapat penyakit pada otot jantung dengan penyebab yang tida

diketahui. Termasuk didalamnya adalah idiopatik kardiomiopati, familial

kardiomiopati, penyakit eosinofilik endomiokardium dan fibrosis

endomiokardium.

2. Tipe sekunder

Apabila ditemukan penyakit miokardium dengan penyebab yang dapat

diketahui, termasuk bila berhubungan dengan penyakit melibatkan sistem

organ lain.

Berdasarkan klinis dan patologis, maka kardiomiopati dibagi menjadi

dilatasi, restriktif dan hipertropik.

KARDIOMIOPATI DILATASI

Definisi

Merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan.

Dengan deskripsi kelainan yang ditemukan: dilatasi ventrikel kanan dan

atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau kedua

ventrikel.

50

Page 51: BAB I_SELESAI NEW.docx

Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ini dapat mengenai segala usia, tetapi

kebanyakan mengenai usia pertengahan dan lebih sering ditemukan pada

pria dibandingkan perempuan.

Insiden

Insiden kejadian dilaporkan 5-8 kasus per 100.000 populasi

pertahun dan kejadian ini terus meningkat jumlahnya.

Etiologi

Etiologi kardiomiopati dilatasi tidak di ketehaui pasti, tapi

kemungkinan besar kelainan ini di sebabkan karena kerusakan miokard

disebabkan oleh produksi berbagai macam toksin, zat metabolic atau

infeksi. Kerusakan karena infeksi viral akut pada miokard yang akhirnya

menyebabkan kardiomiopati dilatasi ini terjadi karenan proses imunologis.

Hal yang banyak di temukan pada populasi pria pada usia pertengahan,

terutama yang berasal dari afrika amerika dibandingankan yang berkulit

putih. Prevalensinya semakin lama semakin meningkat.

Pada kardiomiopati yang disebabkan oleh alcohol, kehamilanm

penyakit tiroid, penggunaan kokain dan keadaan takikardi kronik yang

tidak terkontrol, dikantankan kardiomiopati tersebut bersipat reversible.

51

Page 52: BAB I_SELESAI NEW.docx

Obesitas juga akan meninilitasgkatakan resiko gagal jantung , sebagai

mana juga gejala sleep apnea.

Kira-kira 20-40% pasien memilki kelainan familia akibat dari

mutasi genetic. Kelainan tersebut basa terjadi pada sitoskeletal gen (seperi

gen ditrofin dan desmin), kontraktilitas dan mebran sel (seperti lamin A/C)

dan protein-protein lainya. Penyakit ini bersipat geneteik heterogen tetapi

kebanyakan transmisinya secara autosomalm dominan. Walaupun dapat

secara automosal resesif dan x-linked inheritance.

Gejala Klinis

Gejala klinis yang menonjol adalah gejala jantung kongesif yang

timbul secara bertahap pada sebagian besar pasien. Bebrapa pasien

mengalami dilatasi ventrikel kiri dalam beberapa bulan bahkan beberapa

taun sebelum gejala timbul. Pada beberapa kasus sering ditemukan nyeri

dada yang tidak khas, sedangkan nyeri dada tipikal kardiak tidak lazim

ditemukan. Bila terdapat keluhan nyeri dada yang tipikal, dipikirkan

kemungkinan terdapat penyaki jantunng iskemia secara bersamaan. Akibat

dari aritmian dan emboli sitemik kejadian sinkop cukup sering di temukan.

Pada penyakit yang sudah lanjut dapat juga ditemukan nyeri dada akibat

sekunder emboli paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali kongesif.

Keluhan sering timbul secara gradual, bahkan sebagian besar

awalnya asintommatik walaupun telah terjadi dilatasi ventrikel kiri selama

berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Gejala-gejala dari kardiomiopati adalah gejala-gejala dari gagal

jantung. Ini termasuk sesak napas dan atau letih waktu kerja fisik atau

waktu berbaring, bangun tengah malam karena kehabisan napas dan

bengkak pada kaki bagian bawah. Gejala-gejala bertambah seiring dengan

kemajuan penyakit. Pasien dengan kardiomiopati dilatasi juga mempunyai

peningkatan kejadian (insiden) sangat tinggi dari aritmia yang mengancam

nyawa, yaitu takikardia bilik dan fibrilasi bilik. Pada pasien-pasien ini,

suatu episode dari syncope (tidak berdaya, lemah, pucat) harus

dipertimbangkan sebagai tanda awal dari kematian mendadak.

52

Page 53: BAB I_SELESAI NEW.docx

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik jantung dapat ditemukan tanda-tanda

sebagai berikut:

Prekordium bergeser kearah kiri.

Implus pada ventrikel kanan.

Impuls apikal bergeser kelateral yang menunjukkan dilatasi

ventrikel kiri.

Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi terdengar

presistolik gallop (S4).

Split pada bunyi jantung kedua

Gallop entrikular (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan radiologi dada akan terlihat pembesaran jantung

akibat dilatasi ventrikel kiri, walaupun seringkali terjadi pembesaran pada

seluruh ruang jantung. Pada lapangan paru akan terlihat gambaran

hipertensi pulmonal serta edema alveolar dan interstitial.

Elektrokardiografi akan menunjukkan gambaran sinus taikardi atau

fibrilasi atrial, aritma ventrikel, abnormalitas atrium kiri, abnormalitas

segmen ST yang tidak spesifik dan kadang-kadang tampak gambaran

gangguan konduksi intraventrikular dan low voltage.

sedangkan dari pemeriksaan ekokardiografi dan ventrikulografi

radionuklir menunjukkan dilatasi ventrikel dan sedikit penebalan dinding

jantung bahkan normal atau menipis, gangguan fungsi sistolik dengan

penurunan fraksi ejeksi. Dapat pula ditemukan peningkatan kadar brain

natriuretic peptide dalam sirkulasi akan membantu diagnostik pasien

dengan gejala sesak nafas yang tidak jelas etiologinya.

Pemeriksaan kateterisasi jantung dan angiografi koroner seringkali

dibutuhkan untuk dapat menyingkirkan penyakit jantung iskemia. pada

angiografi akan terlihat dilatasi, hipokinetik difus dari ventrikel kiri dan

regurgitasi mitral dalam derajat yang bervariasi.

53

Page 54: BAB I_SELESAI NEW.docx

Modalitas pemeriksaan lain seperti biopsi endomiokardial

transversa tidak diperlukan untuk kardiomiopati dilatasi yang familial atau

idiopatik. tetapi pemeriksaan dibutuhkan untuk diagnostik kardiomiopati

sekunder seperti amiloidosis dan miokard akut.

Pengobatan

pengobatan yang diberikan berdasarkan gambaran klinis yang

timbul seperti diuretika untuk mengurangi gejala, ACE Inhibitor, dan

penghambat beta. igoksin merupakan pilihan pengobatan lini kedua,

dimana dosis optimal yang akan dicapai adalah bila kadar dalam serum

mencapai 0,5-0,8 ng/mL.

Prognosis

Prognosis kardiomiopati ini sangat buruk, survival rate umumnya

hanya 5 – 6 tahun

KARDIOMIOPATI HIPERTROFIK

Definisi

Kardiomiopati hipertrofik adalah hipertrofi ventrikel tanpa

penyakit jantung atau sistemik lain yang dapat menyebabkan hipertrofi

ventrikel ini. Kardiomiopati hipertrofik Ada 2 macam/bentuk yaitu :

1. Hipertrofi yang simetris atau kosentris dan

2. Hipertrofi septal asimetris.

54

Page 55: BAB I_SELESAI NEW.docx

Etiologi

Penyebab dari penyakit ini tidak di ketahui diduga penyebabnya

karena katekokelamin, kelainan pembuluh darah coroner kecil, kelainan

yang menyebabkan iskemik miocard, kelainan konduksi atrioventrikular

dan kelainan kolagen. Penyakit ini dapat ditemukan pada pria dan wanita

dalam frekuensi kejadian relative sama dan mengenai semua umur.

Gejala

Gejala yang terjadi pada penyakit ini antara lain terdapat ganguan

irama jantung, sering berdebar-debar, pusing sampai sinkop, tekanan darah

sistolik menurun dan ada juga kasus penyakit kardiohepertropik yang tidak

bergelaja alias asimtomamtik.

Orang tua dengan penyakit kardiomiopati hipertropik sering mengeluh

sesak napas akibat gagal jantung dan angina pectoris yang menggagu

disertai fibrilasi atrium.

Pada kasus-kaus yang lanjut biasanya ditemukan pergeseran atau

kekakuan katup mitral sehingga menimbulkan gejala stenosis.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan pembesaran jantung

ringan. pada apeks teraba getaran jantung sistolik dan kuat angkat. bunyi

55

Page 56: BAB I_SELESAI NEW.docx

jantung ke-4 biasanya terdengar. terdengar bising sistolik yang mengeras

pada tindakan valsafa.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang radiology (rongen thorax) menunjukan

pembesaran jantung mulai ringan sampai berat, dan EKG ditemukan

hipertrofi ventrikel kiri (kompleks QRS yang sangat tinggi), kelainan

segmen ST dan gelombang T, gelombang Q yang abnormal dan aritmia

atrial dan vebtrikular. Ekokardiografi ditemukan pengecilan rongga

ventrikel kiri, penebalan septum ventrikel dibandingkan dengan dinding

posterior ventrikel kiri  dengan rasio > 1,5 : 1, penurunan derajat

penutupan katup mitral, SAM katup mitral, obstruksi jalur keluar ventrikel

kiri, imobilitas relatif septum ventrikel dengan kontraksi yang hebat

dinding posterior. Dengan ekokardiografi 2 D dapat dibedakan 3 jenis

hipertrofi ventrikel kiri, yaitu hipertrofi septum saja (41%), hipertrofi

septum disertai hipertrofi dinding lateral (53%) dan hipertrofi apikal distal

(6%). Pemeriksaan lain yaitu radionuklir akan ditemukan ventrikel kiri

mengecil atau normal. Fungsi sistolik menguat dan hipertrofi septal

asimetrik. Sedang pada MRI berbagai jenis hipertrofi apical ventrikel kiri

dapat dibedakan.

Pengobatan

Penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan

mencegah terjadinya kematian mendadak. Obat-obatan yang dipakai

meliputi penyekat beta (beta bloker), penghambat saluran kalsium

(kalsium antagonis), anti aritmia dan obat profilaksis  endokarditis infektif.

Miomektomi juga dapat dilakukan pada keadaan tertentu yaitu bila

gejalanya tidak membaik dengan terapi obat, pembedahan ini tidak

mengurangi resiko kematian tetapi hanya mengurangi gejala saja.

56

Page 57: BAB I_SELESAI NEW.docx

Prognosis

Prognosis kardiomiopati ini cukup baik, dimana angka mortalitasnya

hanya 1% hingga 4% per tahun. Sebagian dapat berubah menjadi menjadi

kardiomiopati kongestif sekalipun sudah dilakukan miomektomi.

KARDIOMIOPATI RESTRIKTIF

Etiologi

Penyebabb penyakit kardiomiopati rstriktip sampai saat ini belum di

ketahui, namun sering ditemukan pada amiloidosis, hemokromatosi,

deposisi glikogen, fibrosis endomiokradial, eosinofilia, fibroelastosis, dan

lain-lain.

Gejala Klinis

Pasien biasanya mengeluh lemas dan sesak napas, ditemukan

tanda-tanda gagal jantung sebelah kanan, serta biasanya ditemukan gejala

penyakit sistemik seperti amiloidosis, hemokromatosis.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya pembesaran jantung

sedang. terdengar bunyi jantung ke-3 atau ke-4 dan adanya regurgitasi

mitral atau trikuspid.

57

Page 58: BAB I_SELESAI NEW.docx

Pemeriksaan Penunjang

Kardiomegali disertai dengan  hipertensi polmunal dapat

ditemukan pada foto thorax, EKG ditemukan low voltage, gelombang P

yang prominen, voltage QRS selalu normal, segmen ST yang depresi dan

gelombang T yang inverse. Pemeriksaan  ekokardiogram  memperlihatkan 

adanya pembesaran  kedua  atrium  sedangkan  kedua  ventrikel  normal 

dengan  fungsi  sistolik yang   berubah-ubah.   Dimensi   end   diastolik  

ventrikel   kiri   dan   kanan   normal. Shortening    fraction    ventrikel   

kiri    biasanya    normal    atau    berkurang. Terdapat  regurgitasi  mitral 

dan  trikuspid  mid-diastolik  pada  sebagian  besar  penderita,  karena 

tekanan  diastolik  ventrikel  melebihi tekanan atrium pada puncak rapid

filling wave. Kelainan systemic venous flow berupa aliran  ke  atrium 

sewaktu  sistole  menurun  atau  menghilang  dan  terjadi  pada  saat

diastole.

Pengobatan

Pengobatan pada umumnya sukar diberikan, karena tidak efisien

dan tergantung pada penyakit yang menyertainya, obat antiaritmia dapat

diberkan bila terdapat gangguan aritmia karena hal ini yang banyak

menyebabkan kematian mendadak. Bila gangguan konduksi yang berat

alat pacu jantung dapat diberikan.

Prognosis

Prognosis umumnya jelek. Pengobatan ditujukan untuk

menghilangkan edema dengan   pemberian   diuretik.   Obat-obat  

calcium   channel   blocking   agent   dapat  digunakan  untuk 

meningkatkan  diastolic  compliance.  Managemen  terakhir  berupa

transplantasi jantung.

BAB VI

58

Page 59: BAB I_SELESAI NEW.docx

PEMBAHASAN

Pada kasus diatas, pasien bernama Tn. M. Zein dengan diagnosa Retensio

Urin ec BPH dengan Kardiomiopati dilakukan operasi tanggal 24 Oktober 2012

oleh ahli bedah dr. Hendra Herman Sp.U dengan asisten bedah Subagio dan ahli

anestesi dr. Sulistiyowati Sp.An dengan asisten anestesi Hasyim. Dari hasil

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien termasuk ASA III-IV

dengan Kardiomiopati.

Pasien masuk ke kamar operasi pukul 10.00 WIB. Tahapan anestesi

dimulai dengan pemberian cairan IV line di metacarpal sinistra dengan RL

sebanyak 2 Kolf, hal ini dilakukan untuk mencegah komplikasi tindakan dari

anastesi spinal yaitu hipotensi.

Secara teori hidrasi dilakukan dengan cara pemberian cairan kristaloid

yaitu sebanyak 10-15 ml/kgBB 30 menit sebelumnya. Berarti sekitar 800-1200 ml

(± 2 kolf). Kemudian diberikan obat premedikasi yaitu Ranitidine 50 mg dan

Ondancentron 4 mg drip bersama larutan RL. Pemberian Ranitidine tujuannya

adalah untuk mencegah pneumonitis asam. Sedangkan Ondancentron diberikan

tujuannya untuk mengurangi mual dan muntah pasca pembedahan. Setelah itu

hidupkan monitor, pasang tensimeter dan saturasi O2. Tentukan tekanan darah

basal dan nadi dasar pasien.

Pukul 10.15 WIB pada pasien ini dilakukan anestesi spinal, dimana

tekhnik anestesi spinal yaitu pemberian obat anestesi lokal keruang subarachnoid.

Anestesi spinal mulai dilakukan dengan posisi pasien duduk tegak dengan kepala

menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Aseptik dan antiseptik

dengan betadine. Setelah itu dicari perpotongan garis yang menghubungkan kedua

crista iliaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebral lumbal 3-4, lalu

ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Dengan jarum spinoken 27 G

ditusukkan kearah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih)

kemudian dipasang spuit 5 cc yang berisi obat anestesi yaitu Bupivacaine HCL

59

Page 60: BAB I_SELESAI NEW.docx

0,5% (hiperbarik) 15 mg dan Clonidine hydrochloride 0,5 µg yang dimasukkan

secara berlahan-lahan.

Induksi menggunakan Bupivacaine HCL dan dikombinasikan dengan

Clonidine hydrochloride. Bupivacaine HCL merupakan anestesi lokal golongan

amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau

sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses

konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel.

Clonidine hydrochloride merupakan suatu agonis andrenoseptor α2

diketahui dapat menstimulasi reseptor adrenergik α2 presinaps dan menghambat

pengeluaran norepinefrin disentral maupun perifer. Stimulasi reseptor α2 dipusat

vasomotor medulla oblongata mengakibatkan clonidine memiliki efek

antihipertensi.

Tranexamic Acid dan Ascorbica Acid juga diberikan pada pasien ini

dimana tujuannya adalah untuk membantu pembekuan darah.

Pada pasien ini diberikan cairan infus RL sebanyak 3 kolf sebagai cairan

fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Fima HES sebanyak

1 kolf juga diberikan untuk mempertahankan circulating blood volume. Pada

pasien ini dipuasakan ± 6 jam, maka kebutuhan pada pasien ini adalah

BB = 55 Kg

Defisit Cairan Karena Puasa (P)

P = 6 x BB x 2 cc

P = 6 x 55 x 2 cc 660 cc

Maintenance (M)

M = BB x 2 cc

M = 55 x 2 cc 110 cc

Stress Operasi (O)

O = BB x 8 cc

O = 55 x 8 cc 440 cc

60

Page 61: BAB I_SELESAI NEW.docx

Perdarahan

Total = Suction + Kassa + Duk

Total = 240 cc + 250 cc + 200 cc 690 cc

Jadi kebutuhan cairan selama 1 jam pertama ½ (P) + M + O + P yaitu

½ (660) + 110 + 440 + 690

1570 cc

Pada pasien ini diberikan cairan Kristaloid yaitu RL 3 kolf (1500 cc),

dimana 2 Kolf sebelumnya di lakukan loding cairan, dan cairan Koloid yaitu

Fima HES 1 Kolf (500 cc) berarti cairan yang telah masuk sebanyak 2000 cc.

Dimana pada pasien ini lamanya waktu operasi selama 1 jam sehingga pada

pasien ini mendapatkan cairan pengganti sebanyak 1570 cc. Jadi pada pasien ini

kebutuhan cairan telah tercukupi.

Untuk analgetik diberikan Tramadol 100 mg yang merupakan analgetik

sentral dengan afinitas rendah pada reseptor dan kelemahan analgesinya 10-20%

dibanding morfin. Tramadol dapat diberikan dengan dosis 50-100 mg dan dapat

diulag 4-6 jam dengan dosis maksimal 400 mg perhari, berdasarkan teori tersebut

pemberian sudah tepat. Ketorolak 30 mg diindikasikan untuk penatalaksanaan

jangka pendek terhadap nyeri akut, sedang, berat setelah pembedahan. Dosis awal

10 mg diikuti denga 10-30 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan, serta pemberian

ketoprofen suppositoria 200 mg yang juga berperanan sebagai analgetik dan

antiinflamasi non steroid.

Pukul 11.15 pasien di bawa ke ICU. Saran dari bagian anastesi yaitu

Pasien post op observasi ICU, monitor keadaan umum dan tanda vital,

oksigenisasi O2 5 liter/menit Binasal Canul, cek ulang DR, UR/KR, Elektrolit Post

Op, program analgetik kaltropen 2 Supp Post/8 jam, ketorolac 30 mg/8 jam,

ranitidine 50 mg/12 jam, boleh makan dan minum sedikit demi sedikit jika

muntah (-), terapi kardiologis diteruskan, RL tutofusin (3:1) 25 tetes/menit,

rawat bersama dr. Hendra Herman Sp.U dan dr. Samsirun Sp.Pd

61

Page 62: BAB I_SELESAI NEW.docx

Pengelolaan pasien di ICU meliputi tindakan resusitasi yang meliputi

dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti : Airway (fungsi jalan napas),

Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak)

dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif.

Pada pasien ini fungsi sirkulasi harus mendapatkan perhatian yang paling

khusus sesuai dengan komplikasi yang telah diterangkan diatas. Otak pada pasien

ini tidak mengalami gangguan dilihat dari kesadaran pasien yang baik dan

kemampuan pasien menjawab pertanyaan saat anamnesis.

Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur yang ada. Pada hari

pertama, kedua, dan ketiga pasien post operasi open prostatektomi ec BPH dengan

kardiomiopati dimana pemberian cairan pada pasien ini perlu pengawasan yang

ketat serta di berikan diet jantung lunak :

Maintenance cairan adalah : (10 kg x 4 ml) + (10 kg x 2 ml) + (35 kg x 1ml)

= 95 ml/jam. Harus diperhatikan Output (urin minimal 2,75-55 ml/jam).

Serta pematauan terhadap hemodinamik. Pemilihan terapi cairan pada

pasien ini dapat diberikan kristaloid (misalnya Ringer laktat).

Diet diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/hari selama 1-2 hari pertama. Diet

ini sangat rendah energi dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya

diberikan selama 1-2 hari.

Pasca bedah sekitar 10-16 jam akan timbul nyeri yang bersifat ringan

sampai sedang maka dapat diberikan analgetik golongan AINS (anti

inflamasi non steroid) misalnya ketorolak 10-30 mg iv atau im dapat

diulang 4-6 jam. Serta dapat ditambahkan tramadol, tramadol adalah

analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor mu. Dapat diberikan

secara im atau iv dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam.

Digunakan antibiotik spektrum luas infeksi pada bakteri aerob dan anaerob

gram negatif dan positif, profilaksis bedah, serta sepsis. Misalnya tripenem

metronidazole yang dapat diulang setiap 8 jam.

Penatalaksanaan pada pasien ini untuk hipertensi grade I dan kardiomiopati

di gunkan Furosemid 40 mg, Spironalactan 25 mg, Lisinopril 10 mg,

Bisoprolol 2,5 mg, Captopril 25 mg.

62

Page 63: BAB I_SELESAI NEW.docx

Follow up hari ke-2 dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

peningkatan WBC : 13,7 103/mm3, % LYM : 8,6 % L, % GRA : 88,0 %, # GRA :

12,2 103/mm3, Ureum : 93,4 mg/dl, Cl : 110,16 mmol/L, pada pasien ini

kemungkinan terjadinya infeksi post operasi. Juga terjadi peningkatan Ureum :

93,4 mg/dl (15-39), Kreatinin : 1,8 mg/dl (0,6-1,1) dan oliguria.

Follow up hari ke 4 dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh Keadaan Umum:

Tampak membaik, Kesadaran: Compos mentis, GCS: 15, Tekanan Darah : 140/80

mmHg, Nadi : 120 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 34,8 0c, pasien boleh pindah ke

ruang perawatan dan dirawat di zaal Bedah.

63