BAB 2 NEW.docx

34
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Struktur Baja Rancangan struktur pada umumnya dikontrol oleh peraturan. Meskipun kontrol ini tidak terlalu ketat, perancang teknik akan merujuk kepada peraturan sebagai pedoman. Terlepas dari banyaknya pengalaman perancang teknik, tidak mungkin untuk mencakup seluruh situasi yang akan dihadapi dalam bidang perancangan untuk pekerjaan lain. Sebagian perancang teknik beranggapan bahwa peraturan akan membuat mereka tidak kreatif. Hal yang penting adalah peraturan dibuat tidak untuk membatasi perancang teknik melainkan untuk melindungi publik. Sebanyak apapun peraturan yang dibuat, tidak mungkin mencakup semua situasi yang ada dilapangan, sehingga baik dengan atau tanpa peraturan, tanggungjawab untuk suatu rancangan struktur yang aman ada pada perancang teknik. 2.1.1 Pembebanan Salah satu kesulitan yang dihadapi perancang teknik adalah memperhitungkan dengan tepat beban yang akan bekerja pada struktur. Setelah langkah tersebut, perancang teknik masih harus menentukan kombinasi beban yang paling menentukan. Misalnya, suatu gedung apakah harus dirancang berdasarkan beban mati, hidup, angin, dan gempa yang dianggap bekerja pada waktu yang bersamaan atau dengan kombinasi yang lebih sedikit.

Transcript of BAB 2 NEW.docx

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. Konsep Perencanaan Struktur Baja

Rancangan struktur pada umumnya dikontrol oleh peraturan. Meskipun kontrol ini

tidak terlalu ketat, perancang teknik akan merujuk kepada peraturan sebagai

pedoman. Terlepas dari banyaknya pengalaman perancang teknik, tidak mungkin untuk

mencakup seluruh situasi yang akan dihadapi dalam bidang perancangan untuk pekerjaan

lain.

Sebagian perancang teknik beranggapan bahwa peraturan akan membuat mereka

tidak kreatif. Hal yang penting adalah peraturan dibuat tidak untuk membatasi

perancang teknik melainkan untuk melindungi publik.

Sebanyak apapun peraturan yang dibuat, tidak mungkin mencakup semua situasi

yang ada dilapangan, sehingga baik dengan atau tanpa peraturan, tanggungjawab untuk

suatu rancangan struktur yang aman ada pada perancang teknik.

2.1.1 Pembebanan

Salah satu kesulitan yang dihadapi perancang teknik adalah memperhitungkan

dengan tepat beban yang akan bekerja pada struktur. Setelah langkah tersebut,

perancang teknik masih harus menentukan kombinasi beban yang paling

menentukan. Misalnya, suatu gedung apakah harus dirancang berdasarkan beban mati,

hidup, angin, dan gempa yang dianggap bekerja pada waktu yang bersamaan atau

dengan kombinasi yang lebih sedikit.

Pada intinya beban dibagi menjadi dua yaitu beban mati dan beban hidup.

1. Beban Mati

Beban mati adalah beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi yang sama

setiap saat. Beban ini terdiri dari berat sendiri struktur dan beban lain yang melekat pada

struktur secara permanen. Termasuk dalam beban mati adalah berat rangka, dinding,

lantai, atap, plambing, dll.

Untuk menrancang tentunya beban mati ini harus diperhitungkan untuk

digunakan dalam analisa. Dimensi dan berat elemen struktur tidak diketahui sebelum

analisa struktur selesai dilakukan. Berat yang ditentukan dari analisa struktur harus

dibandingkan dengan berat perkiraan semula. Jika perbedaannya besar, perlu dilakukan

analisa ulang dengan menggunakan perkiraan berat yang lebih baik.

Berat beberapa material yang biasa digunakan dalam struktur dalam dilihat

dalam Peraturan Muatan Indonesia SNI 03-1727-1989. Untuk material khusus, biasanya

produsen telah memberikan data berat material berikut dimensi dan karakteristiknya.

2. Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang besar dan posisinya dapat berubah-ubah. Beban hidup

yang dapat bergerak dengan tenaganya sendiri disebut beban bergerak, seperti

kendaraan, manusia, dan keran (crane). Sedangkan beban yang dapat dipindahkan

antara lain furniture, material dalam gudang, dll. Jenis beban hidup lain adalah angin,

2.1.2 Metode Perencanaan

Ada 3 cara perhitungan yang dapat digunakan untuk merencanakan struktur baja,

1. Metode Elastis (ASD = Allowable StressDesign)

2. Metode Plastis (PD = Plastic Design)

3. Metode LRFD (Load Resistance FactorDesign)

1. Metoda Perancangan Elastis dan Plastis

Metode elastis menggunakan satu factor keamanan (factor of safety), metode plastis

menggunakan dua faktor beban (load factor =LF) untuk beban gravitasi LF = 1,7 dan

beban sementara LF = 1,7.

Umumnya, pada masa lalu dan juga sekarang struktur dirancang dengan metoda

perancangan elastis. Perancang teknik menghitung beban kerja atau beban yang akan

dipikul oleh struktur dan dimensi elemen didasarkan pada tegangan ijin. Tegangan ijin

ini merupakan fraksi dari tegangan leleh. Meskipun kata ‘metoda elastis’ lebih sering

digunakan untuk menjelaskan metoda ini, tetapi lebih tepat dikatakan perancangan

berdasarkan beban kerja (allowable-stress design atau perancangan berdasarkan

tegangan kerja). Banyak peraturan sebenarnya didasarkan pada perilaku kekuatan batas

dan bukan perilaku elastis.

Daktilitas baja telah ditunjukkan dapat memberikan kekuatan cadangan dan

merupakan dasar dari perancangan plastis. Dalam metoda ini beban kerja dihitung dan

dikalikan dengan faktor tertentu atau faktor keamanan, kemudian elemen struktur

dirancang berdasarkan kekuatan runtuh. Nama lain dari metoda ini adalah perancangan

batas (limit design) dan perancangan runtuh (collapse design).

Telah diketahui secara luas bahwa bagian terbesar dari kurva tegangan-regangan

baja berada diatas batas elastis. Hasil uji juga menunjukkan bahwa baja dapat menahan

beban diatas tegangan leleh, dan jika mendapat beban berlebih, struktur statis tak tentu

dapat mendistribusikan beban yang bekerja karena adanya sifat daktil baja. Berdasarkan

hal tersebut muncul berbagai usulan perancangan plastis dan memang tidak diragukan

bahwa untuk struktur tertentu, perancangan plastis akan memberikan penggunaan baja

yang lebih ekonomis dibandingkan perancangan elastis.

2. Metode Load and Resistance Factor Design (LRFD)

SNI 03-1729-2002 mengkombinasikan perhitungan kekuatan batas (ultimate) dengan

kemampuan layan dan teori kemungkinan untuk keamanan yang disebut juga metode

Load and Resistance Factor Design - LRFD. Dalam metoda LRFD terdapat beberapa

prosedur perencanaan dan biasa disebut perancangan kekuatan batas, perancangan

plastis, perancangan limit, atau perancangan keruntuhan (collapse design).

LRFD didasarkan pada filosofi kondisi batas (limit state). Istilah kondisi batas

digunakan untuk menjelaskan kondisi dari suatu struktur atau bagian dari suatu struktur

tidak lagi melakukan fungsinya. Ada dua kategori dalam kondisi batas, yaitu batas

kekuatan dan batas layan (serviceability).

Kondisi kekuatan batas (strength limit state) didasarkan pada keamanan atau

kapasitas daya dukung beban dari struktur termasuk kekuatan plastis, tekuk (buckling),

hancur, fatik, guling, dll.

Kondisi batas layan (serviceability limit state) berhubungan dengan performansi

(unjuk kerja) struktur dibawah beban normal dan berhubungan dengan hunian struktur

yaitu defleksi yang berlebihan, gelincir, vibrasi, retak, dan deteriorasi.

Struktur tidak hanya harus mampu mendukung beban rencana atau beban

ultimate, tetapi juga beban servis/layan sebagaimana yang disyaratkan pemakai gedung.

Misalnya suatu gedung tinggi harus dirancang sehingga goyangan akibat angin tidak

terlalu besar yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, takut atau sakit. Dari sisi

kondisi batas kekuatan, rangka gedung tersebut harus dirancang supaya aman menahan

beban ultimate yang terjadi akibat adanya angin besar 50-tahunan, meskipun boleh

terjadi kerusakan kecil pada bangunan dan pengguna merasakan ketidaknyamanan.

Metode LRFD mengkosentrasikan pada persyaratan khusus dalam kondisi batas

kekuatan dan memberikan keluasaan pada perancang teknik untuk menentukan sendiri

batas layannya. Ini tidak berarti bahwa kondisi batas layan tidak penting, tetapi selama

ini hal yang paling penting (sebagaimana halnya pada semua peraturan untuk gedung)

adalah nyawa dan harta benda publik. Akibatnya keamanan publik tidak dapat

diserahkan kepada perancang teknik sendiri.

Dalam LRFD, beban kerja atau beban layan (Qi) dikalikan dengan faktor beban

atau faktor keamanan (i) hampir selalu lebih besar dari 1,0 dan dalam perancangan

digunakan ‘beban terfaktor’. Besar faktor bervariasi tergantung tipe dan kombinasi

pembebanan sebagaimana akan dibahas dalam sub bab berikutnya.

Struktur direncanakan mempunyai cukup kekuatan ultimate untuk mendukung

beban terfaktor. Kekuatan ini dianggap sama dengan kekuatan nominal atau kekuatan

teoritis dari elemen struktur (Rn) yang dikalikan dengan suatu faktor resistansi atau

faktor overcapacity () yang umumnya lebih kecil dari 1,0. Faktor resistansi ini dipakai

untuk memperhitungkan ketidak pastian dalam kekuatan material, dimensi, dan

pelaksanaan. Faktor resistansi juga telah disesuaikan untuk memastikan keseragaman

reliabilitas dalam perancangan.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6.3 SNI 03-1729-2002, untuk suatu

elemen, penjelasan diatas dapat diringkas menjadi: (Jumlah faktor perkalian beban

dan faktor beban) ≤ (faktor resistansi) (kekuatan/resistansi nominal) yang secara

konseptual diberikan dalam Gambar 2.1

Ruas sebelah kiri dari Pers. (2.1) menyatakan pengaruh beban pada struktur

sedangkan ruas sebelah kanan menyatakan ketahanan atau kapasitas dari elemen

struktur.

Gambar 2.1 Konsep Perancangan Struktur Baja

2.1.3 Faktor Beban dan Kombinasi Pembebanan.

Tujuan dari faktor beban adalah untuk menaikkan nilai beban akibat ketidakpastian

dalam menghitung besar beban mati dan beban hidup. Misalnya, berapa besar ketelitian

yang dapat anda lakukan dalam menghitung beban angin yang bekerja pada gedung

perkuliahan atau rumah anda sendiri?

Nilai faktor beban yang digunakan untuk beban mati lebih kecil dari pada untuk

beban hidup karena perancang teknik dapat menentukan dengan lebih pasti besar beban

mati dibandingkan dengan beban hidup. Beban yang berada pada tempatnya untuk

waktu yang lama variasi besar bebannya akan lebih kecil, sedangkan untuk beban yang

bekerja pada waktu relatif pendek akan mempunyai variasi yang besar. Prosedur dalam

LRFD akan membuat perancang teknik lebih menyadari variasi beban yang akan

bekerja pada struktur dibandingkan jika perancangan dilakukan dengan metode

perancangan tegangan ijin (Allowable Stress Design – ASD).

Kombinasi beban yang ditinjau di bawah ini didasarkan pada Pasal 6.2.2 SNI

03-1729-2002. Dalam persamaan ini: D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat

kostruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan

peralatan layan tetap; L adalah beban hidup dari pengguna gedung dan beban bergerak

didalamnya, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, air

hujan, dll; La adalah beban hidup atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,

peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak;

H adalah beban hujan tidak termasuk genangan air hujan (ponding); E adalah beban

gempa yang ditentukan menurut SNI 03-1726-2002 atau penggantinya. U menyatakan

beban ultimate.

U = 1,4D (2.2)

U = 1,2D + 1,6L + 0,5(La atau H) (2.3)

Beban kejut hanya ada pada kombinasi beban kedua Pers. (2.2) di atas. Jika

terdapat beban angin dan gempa, maka kombinasi beban berikut harus digunakan:

U = 1,2D + 1,6(La atau H) + (0,5L atau 0,8W) (2.4)

U = 1,2D + 1,3W + 0,5L + 0,5(Lr atau H) (2.5)

U = 1,2D 1,0E + 0,5L (2.6)

Dalam kelompok kombinasi diatas, beban kejut cukup ditinjau dengan Pers.

(2.4). Untuk bangunan garasi, gedung untuk kepentingan umum, atau gedung lain

dengan beban hidup melampaui 5 kPa (500 kg/m2), maka faktor beban L pada Pers.

(2.3), (2.4), dan (2.5) sama dengan 1,0 sehingga persamaan menjadi:

U = 1,2D + 1,6(Lr atau H) + (1,0L atau 0,8W) (2.7)

U = 1,2D + 1,3W + 1,0L + 0,5(Lr atau H) (2.8)

U = 1,2D 1,0E + 1,0L (2.9)

Untuk memperhitungan kemungkinan adanya gaya ke atas (uplift), maka LRFD

memberikan kombinasi beban lain. Kondisi ini mencakup kasus dimana gaya tarik

muncul akibat adanya momen guling. Hal ini akan menentukan pada gedung tinggkat

tinggi dengan gaya lateral yang besar. Dalam kombinasi ini beban mati direduksi 10%

untuk mencegah estimasi berlebih (overestimate).

Kemungkinan gaya angin dan gempa mempunyai tanda minus atau positif hanya

perlu ditinjau pada Pers. (2.10) di bawah ini. Jadi dalam persamaan sebelumnya, tanda

untuk W dan E mempunyai tanda yang sama dengan suku lain dalam persamaan

tersebut.

U = 0,9D (1,3W atau 1,0E) (2.10)

Besar beban (D, L, La, dll) harus mengacu pada peraturan muatan. Beban hidup

rencana untuk lantai yang luas, bangunan tingkat tinggi, dll dapat direduksi.

2.1.4 Faktor Resistansi

Untuk menentukan kekuatan ultimate suatu struktur dengan tepat,perlu

memperhitungkan ketidakpastian kekuatan material, dimensi, dan pelaksanaan. Dengan

suatu faktor resistansi, perancang teknik berusaha menunjukkan bahwa kekuatan suatu

elemen tidak dapat dihitung dengan tepat karena ketidaksempurnaan dalam teori, variasi

dalam sifat material, dan ketidak- sempurnaan dimensi elemen.

Hal ini dilakukan dengan mengalikan kekuatan ultimate teoritis (disebut juga

kekuatan nominal) dari setiap elemen dengan faktor resistansi atau faktor reduksi atau

faktor overkapasitas (kapasitas lebih) , yang hampir selalu lebih kecil dari 1,0. Nilai

tersebut adalah 0,85 untuk kolom, 0,75 atau 0,90 untuk batang tarik, 0,90 untuk balok

dengan beban momen dan geser, dll.

Beberapa nilai faktor resistansi dari SNI 03-1729-2002 Tabel 6.4-2 dituliskan

kembali dalam Tabel 2.1. Sebagian istilah dalam tabel tersebut akan dibahas kemudian.

Sebagian dari perancang teknik mungkin akan berpendapat bahwa tidaklah ekonomis

untuk merancang struktur dengan faktor beban yang begitu tinggi dan faktor resistansi

yang kecil. Tetapi karena begitu besarnya ketidakpastian maka hal tersebut diperlukan.

Diantara ketidakpastian itu adalah:

1. Kekuatan material akan mempunyai karakteristik yang berbeda dari

yang diasumsikan dan hal itu akan bertambah dengan adanya rangkak,

korosi, dan fatik.

2. Dalam metoda analisa seringkali terjadi kesalahan yang cukup besar.

3. Gaya yang berasal dari alam sulit untuk diprediksi, seperti gempa.

4. Tegangan yang ditimbulkan selama proses pabrikasi dan pelaksanaan seringkali

begitu besar.

Pekerja di bengkel sering memperlakukan profil baja dengan tidak hati-hati,

misalnya menjatuhkan, menempa, menarik elemen pada suatu posisi untuk

pembautan. Hal ini dapat menyebabkan gaya yang disebabkan selama pabrikasi

dan pelaksanaan lebih besar dari pada saat konstruksi telah selesai. Lantai untuk

suatu ruangan mungkin direncanakan untuk memikul beban hidup bervariasi

dari 195 s.d. 390 kg/m2, tetapi selama pelaksanaan konstruksi kontraktor

menempatikan batu bata ditumpuk setinggi 3,0 m sehingga menyebabkan beban

beberapa ratus kg/m2.

5. Perubahan teknologi berpengaruh pada besar beban hidup. Misalnya karena dari

tahun ke tahun angin bertiup semakin kencang, maka peraturan juga

meningkatkan tekanan angin minimum yang harus digunakan dalam

perancangan.

Tabel 2.1 Faktor Reduksi () untuk Keadaan Kekuatan BatasFaktor Resistansi, Situasi

0,90 0,90 0,90 0,90 0,90

Komponen struktur yang memikul lentur: Balok Balok pelat berdinding penuh Pelat badan (web) yang memikul geser Pelat badan pada tumpuan Pengaku

0,85 0,85

Komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial: Kuat penampang Kuat komponen struktur

0,90 0,75

Komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial: Kuat tarik leleh Kuat tarik fraktur

0,90 0,90

Komponen struktur yang memikul aksi-aksi kombinasi: Kuat lentur atau geser Kuat tarik

0,85 Kuat tekan

0,85 0,60 0,85 0,90

Komponen struktur komposit: Kuat tekan Kuat tumpu beton Kuat lentur dengan distribusi tegangan plastis Kuat lentur dengan distribusi tegangan elastis

0,75 0,75 0,75 0,75

Sambungan baut: Baut yang memikul geser Baut yang memikul tarik Baut yang memikul kombinasi geser dan tarik Lapis yang memikul tumpu

0,90 0,75 0,75

Sambungan las: Las tumpul penetrasi penuh Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian. Las pengisi

6. Meskipun beban mati dapat diperkirakan dengan cukup teliti, tetapi tidak demikian dengan beban hidup.

7. Ketidakpastian lain adalah tegangan residual dan konsentrasi tegangan, variasi dimensi penampang profil, dll.

2.2 Batang Tarik

Batang tarik dapat dijumpai pada jembatan, rangka atap, tower, ikatan angin, sistem

pengaku, dll. Pemilihan penampang batang tarik sangat sederhana karena tidak ada

bahaya tekuk (buckling) sehingga untuk mendapat luas penampang yang diperlukan

cukup menghitung beban terfaktor yang dipikul oleh batang dibagi dengan tegangan

tarik rencana. Kemudian memilih profil sesuai dengan luas penampang yang

diperlukan.

Pemilihan tipe penampang batang yang digunakan lebih banyak dipengaruhi

oleh sambungan. Bentuk batang tarik yang paling sederhana adalah batang bulat, tetapi

sulit untuk disambungkan dengan struktur lain. Pada masa sekarang, batang bulat ini

tidak banyak dipakai kecuali pada sistem pengaku dan rangka atap ringan.

Ukuran batang bulat yang ada mempunyai kekakuan yang sangat kecil sehingga

mudah melentur akibat berat sendiri. Kesulitan lain dari penggunaan batang bulat

adalah dalam hal fabrikasi yang sesuai dengan ukuran panjang sehingga sulit dalam

instalasi.

Jika batang bulat digunakan dalam ikatan angin akan lebih baik jika diberikan

gaya tarik awal yang akan mengikat struktur lebih kuat sehingga mengurangi goyangan.

Untuk memberikan gaya tarik awal, batang bulat dibuat lebih pendek dari yang

diperlukan sekitar 1,6 mm untuk setiap 6,0 m panjang batang. Dengan demikian

tegangan awal yang dihasilkan sebesar :

f E [1,6 x 10-3 /(6,0)](200 000 000 kN/m2 ) 53333,3 kN/m2 .

Cara lain memberikan tegangan awal adalah dengan melengkapi batang

bulat dengan sleeve nut atau turnbucke seperti dijelaskan dalam Bagian 8

dari AISC-LRFD.

Pada awal penggunaan baja pada struktur, batang tarik terdiri dari batang bulat

dan kabel. Sekarang, batang tarik banyak terdiri dari penampang siku tunggal, siku

ganda, T, kanal, W, atau penampang ‘built-up’.

Batang tarik pada rangka atap untuk elemen non-struktural dapat menggunakan

siku tunggal dengan ukuran paling kecil 40x60x6, tetapi akan lebih baik (mengapa?)

jika digunakan siku ganda yang dipasang saling membelakangi dengan jarak tertentu

sebagai tempat pelat buhul untuk sambungan. Untuk siku ganda seperti ini, pada setiap

jarak 1,2 – 1,5 m, keduanya harus dihubungkan satu sama lain. Mengapa? Penampang T

sangat baik digunakan sebagai batang tarik untuk rangka dengan sambungan las karena

‘web’ (badan) dapat saling dihubungkan dengan mudah.

Untuk jembatan dan rangka atap yang besar, batang tarik dapat terdiri dari kanal,

penampang W atau S, atau ‘built up’ dari siku, kanal, dan pelat. Kanal tunggal sering

digunakan karena eksentrisitas (apa pengaruh eksentrisitas?) yang kecil dan mudah

disambung. Untuk berat yang sama, penampang W lebih kaku dibandingkan dengan

penampang S sehingga akan dijumlai sedikit kesulitan dalam penyambungan

penampang yang berlainan tingginya. Misalnya, W12x79, W12x72, dan W12x65

mempunyai tinggi yang berlainan (masing-masing 12,38 in., 12,25 in., dan 12,12 in.)

(314,5 mm, 311,2 mm, dan 307,8 mm), sedangkan penampang S mempunyai tinggi

nominal yang sama. Misalnya W12x50, S12x40,8 dan S12x35 mempunyai tinggi 12 in

(304,8 mm).Meskipun penampang tunggal sedikit lebih ekonomis dibandingkan

penampang ‘built up’, tetapi penampang ‘built up’ kadang-kadang digunakan jika

perancang teknik tidak mendapatkan luas penampang atau kekakuan yang

dibutuhkan dari penampang tunggal. Jika digunakan penampang ‘built up’ maka

penting untuk menyediakan ruang kerja dan pengecatan.

3.3 Luas Netto

Adanya lubang tentu saja akan menambah tegangan pada batang tarik meskipun

lubang tersebut terisi dengan baut. Tetapi masih ada pertentangan pendapat jika

lubang diisi oleh baut dengan pengencangan penuh. Selain luas baja untuk

mendistribusikan tegangan menjadi lebih kecil, juga akan terjadi konsentrasi tegangan

sekitar sisi lubang.

Gaya tarik dianggap terdistribusi merata pada penampang netto, meskipun hasil

penelitian dengan fotoelastis menunjukkan bahwa intensitas tegangan sekitar sisi lubang

beberapa kali lipat tegangan diluar daerah lubang. Untuk material daktil, anggapan

distribusi merata dapat diterima jika material dibebani diatas titik leleh. Jika serat

disekitar lubang diberikan tegangan melampaui titik lelehnya, maka serat tersebut akan

leleh tanpa penambahan tegangan. Hal ini berarti terjadi redistribusi atau keseimbangan

tegangan. Pada beban batas (ultimate) anggapan distribusi tegangan seragam dapat

diterima. Batang tarik dengan lubang rivet atau baut yang terbuat dari material daktil

mempunyai kekuatan 1/5 sampai dengan 1/6 dari batang tarik yang sama tetapi terbuat

dari material getas. Dalam Bab 1 telah dijelaskan bahwa baja dapat kehilangan daktilitas

dan hancur secara getas. Kondisi ini dapat terjadi akibat beban fatik atau temperatur

yang rendah.

Pembahasan yang dilakukan disini hanya berlaku untuk elemen tarik akibat

beban statis. Jika elemen tarik mendapat beban bolak-balik yang menyebabkan fatik

maka harus diupayakan untuk mengurangi konsentrasi tegangan, misalnya pada titik

dengan perubahan luas penampang, sudut tajam, dll.

Luas penampang netto atau luas netto menyatakan luas penampang total

dikurangi dengan lubang, takikan, dll. Perlu disadari bahwa lubang yang dibuat untuk

keperluan rivet atau baut harus 1,0 mm lebih besar dari diameter baut. Sedangkan untuk

membuat lubang tersebut dianggap akan merusak lagi 1,0 mm, sehingga luas lubang

yang harus dikurang terhadap luas total adalah 2,0 mm) lebih besar dari diameter rivet

atau baut. Luas lubang yang harus dikurangi berbentuk segiempat dan sama dengan

diameter lubang dikalikan dengan tebal pelat baja. Hal ini disampaikan dalam SNI 03-

1729-2002 Pasal 17.3.6:

Diameter nominal dari suatu lubang yang sudah jadi, harus 2 mm lebih

besar dari diameter nominal baut untuk suatu baut yang diameternya tidak lebih 24

mm, dan maksimum 3 mm lebih besar untuk baut dengan diameter lebih besar,

kecuali untuk lubang pada pelat landas.

Untuk elemen baja dengan tebal lebih besar dari diameter baut akan sulit

dilubangi dan jika memungkinkan akan menyebabkan kerusakan disekitar lubang.

Sambungan elemen tarik harus dibuat supaya tidak terjadi eksentrisitas.

Pengecualian terhadap hal ini diberikan oleh peraturan AISC LRFD Specification untuk

sambungan baut dan las tertentu tetapi tidak akan dibahas dalam buku ini. Jika

sambungan konsentris memungkinkan maka dapat dianggap bahwa tegangan akan

merata pada penampang netto. Jika pada sambungan terjadi eksentrisitas, akan

dihasilkan momen yang menyebabkan tambahan tegangan (tegangan sekunder) dekat

sambungan. Sangatlah sulit untuk membuat susunan sambungan tanpa terjadi

eksentrisitas. Perancang teknik harus memperhitungkan pengaruh eksentrisitas, karena

tidak seluruh kondisi eksentrisitas dicakup oleh peraturan.

Beberapa elemen rangka yang bertemu pada satu titik, garis gayanya dianggap

menuju satu titik yaitu titik pertemuan elemen-elemen tersebut. Jika tidak, akan

terbentuk eksentrisitas dan terjadi tegangan sekunder. Pusat berat penampang dianggap

berimpit dengan pusat gaya pada elemen. Pada elemen simetris hal ini tidak akan

menimbulkan masalah karena pusat berat profil akan berimpit dengan pusat gaya, tetapi

pada profil tidak simetris hal ini menimbulkan masalah karena pusat berat tidak

berimpit dengan pusat gaya. Dalam prakteknya, diatur supaya garis ‘gage’ elemen-

elemen tersebut berkumpul pada satu titik. Jika suatu elemen terdiri lebih dari satu garis

‘gage’ maka dalam pendetailan harus digunakan salah satu garis ‘gage’ yang terdekat

dengan pusat berat. Gambar 3.3 memperlihatkan titik suatu rangka batang dengan

seluruh garis ‘gage’ melalui titik yang sama.

3.4 Pengaruh Lubang Selang-seling

Jika jumlah baris lubang baut atau rivet dalam elemen lebih dari satu, maka lebih

disukai untuk memasangnya dalam susunan zig-zag untuk mendapatkan luas netto

sebesar mungkin untuk menahan beban. Dalam Gambar 3.4(a) dan (b), batang tarik

diasumsikan akan runtuh melalui garis AB. Sedangkan dalam Gambar 3.4(c)

kemungkinan terjadinya keruntuhan dapat melalui garis ABE atau ABCD kecuali jika

jarak antar lubang cukup besar.

Garis gage

Garis melaluipusat gravitasi 2L kelompok baut

Gambar 3.3 Sambungan Rangka Batang

Untuk menentukan luas netto kritis dalam Gambar 3.4(c), secara logika dapat

dipilih nilai terkecil dari: luas penampang melalui AE dikurangi dengan luas satu

lubang atau luas penampang melalui garis ABCD dikurangi dengan luas dua lubang,

tetapi cara ini salah! Pada garis diagonal BC terjadi kombinasi tegangan aksial dan

geser sehingga harus digunakan luas yang lebih kecil. Kekuatan elemen pada

penampang ABCD akan berada diantara kekuatan yang didapat dengan menggunakan

luas netto yang dihitung dengan mengurangi luas satu lubang dari penampang ABE dan

nilai yang dihitung dengan mengurangi luas dua luang dari penampang ABCD.

s

A A A

N N N N N B N u

C

B B E D

Gambar 3.4 Pengaruh Lubang pada Batang Tarik

Hasil uji pada sambungan menunjukkan bahwa hasil perhitungan dengan

rumusan teoritis yang cukup rumit tidak berbeda jauh dengan rumus empiris. Peraturan

AISC LRFD Specification (B2) dan juga SNI 03-1729-02 Pasal 10.2.1 menggunakan

metoda yang sederhana untuk menghitung lebar netto elemen tarik pada penampang

zig-zag. Metoda ini menggunakan lebar bruto tanpa tergantung variasi garis keruntuhan

yang dapat terjadi dan dikurangi diameter lubang sepanjang pananpang zig-zag yang

ditinjau, kemudian untuk setiap sisi miring ditambah dengan s2/4u.

Dalam ekpresi diatas, s adalah jarak longitudinal (pitch) antara dua lubang dan u

adalah jarak transversal (gage) antara lubang, seperti pada Gambar 3.4(c). Akan banyak

kemungkinan garis kritis yang harus dicoba untuk mendapatkan nilai yang terkecil.

Luas netto, An, didapat dengan mengalikan lebar netto dengan tebal pelat profil. Contoh

3.2 memberikan ilustrasi untuk menghitung luas netto suatu penampang dengan tiga

lubang baut. Untuk profil siku, gage adalah jumlah dari gage kedua kaki siku dikurangi

dengan tebal siku.

Lubang untuk baut atau rivet pada profil siku biasanya dilubangi pada jarak

tertentu. Lokasi ini atau gage tergantung pada panjang kaki dan jumlah baris baut.

Menurut SNI 03-1729-2002 Pasal 13.1.10.3:

Untuk penampang seperti siku dengan lubang dalam kedua kaki, sg diambil

sebagai jumlah jarak tepi ke tiap lubang, dikurangi tebal kaki.

sg2t

sg1

tsg = sg1 + sg2 - t

3.5 Luas Netto Efektif

Jika suatu elemen selain pelat dan batang dibebani gaya tarik hingga runtuh pada

penampang netto, tegangan runtuh tarik aktual akan lebih kecil dari kekuatan tarik pada

uji baja. Hal ini adalah hal yang umum terjadi kecuali jika batang penyusun elemen

dihubungkan satu sama lain sehingga tegangan yang ditransfer akan merata pada

seluruh penampang.

Jika gaya tidak ditransfer secara merata melalui penampang batang, akan ada

daerah transisi dari tegangan yang tidak merata dari sambungan sampai jarak tertentu.

Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 3.9(a) dimana batang tarik profil siku

disambungkan hanya pada salah satu kakinya. Pada sambungan, sebagian besar beban

dipikul oleh kaki yang tersambung, dan diperlukan jarak tertentu dimana tegangan akan

merata pada seluruh penampang, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.9(b).

Dalam daerah transisi, tegangan pada daerah yang disambung bisa melebihi Fy

dan berada dalam daerah strain hardening. Jika beban tidak dikurangi maka batang

dapat runtuh lebih awal. Semakin jauh dari daerah sambungan, tegangan semakin

merata. Dalam daerah transisi ini terjadi lompatan (lag) transfer geser dan fenomena ini

disebut shear lag.

Dalam situasi seperti ini aliran tegangan tarik antara penampang penuh dan

penampang terhubung yang lebih kecil tidak efektif 100%. Oleh karena itu AISC-LRFD

Specification (B3) dan SNI 03-1729-02 Pasal 10.2 menyatakan bawah luas netto efektif,

Ae, dari batang semacam ini dihitung dengan mengalikan luas A (luas netto, An,

atau luas bruto atau luas panampang yang langsung tersambung, sebagaimana

akan dijelaskan kemudian) dengan faktor reduksi, U, sebagai berikut:

Ae =U An (3.3)

Profil siku dalam Gambar 3.10(a) disambungkan pada kedua ujungnya hanya

pada satu kaki. Dengan mudah dapat dilihat bahwa luas efektif dalam menahan tarik

dapat ditingkatkan dengan memotong lebar kaki yang tidak tersambung dan

memperpanjang kaki yang tersambung seperti dalam Gambar 3.10(b).

(a) Siku Disambung Pada Satu Kaki (b) Tegangan Pada Daerah Transisi > Fy

Gambar 3.9 Shear Lag

xx

(a) (b)

Gambar 3.10 Mengurangi Shear Lag Dengan Mereduksi Panjang Kaki Yang Tidak Disambung Dan Berarti Mengurangi x

Peneliti telah menemukan bahwa cara mengukur efektivitas suatu profil yang

disambung pada satu kaki seperti profil siku adalah jarak x yang diukur dari bidang

sambungan ke pusat luas seluruh penampang. Semakin kecil nilai x akan semakin besar

luas efektif batang. Peraturan ini akan mereduksi panjang suatu sambungan L dengan

adanya shear lag menjadi panjang efektif yang lebih pendek yaitu L’. Nilai U sama

dengan L’/L atau 1 - x /L. Beberapa nilai x diberikan dalam Gambar 3.11. Beberapa

paragraf dibawah ini membahas cara menentukan luas efektif untuk batang tarik dengan

sambungan baut dan las.

LANGKAH – LANGKAH PERENCANAAN BATANG TARIK

4.1 Pemilihan Profil

Cara menentukan kuat rencana berbagai batang tarik telah dibahas dalam Bab 3. Dalam

bab ini akan dijelaskan cara memilih batang tarik. Meskipun perancang teknik memiliki

kebebasan untuk memilih, batang yang dihasilkan harus: (a) kompak, (b) dimensi sesuai

untuk struktur dan elemen struktur lain, (c) penampang tersambung sebanyak mungkin

untuk menghindari shear lag.

Pemilihan jenis batang banyak dipengaruhi oleh tipe sambungan yang akan

digunakan dalam struktur. Beberapa profil tidak cocok untuk disambung dengan baut

dengan perantaraan pelat buhul atau pelat panyambung, sedangkan profil lain dapat

disambungkan dengan las. Batang tarik dari profil siku, kanal, dan W atau S dapat

digunakan jika sambungan dilakukan dengan baut, sedangkan pelat, kanal, dan T dapat

disambung dengan las.

Contoh dalam bab ini menggunakan beberapa jenis profil dipilih sebagai batang

tarik, dan dalam setiap kasus yang ditinjau dibuat lubang untuk pemasangan baut. Jika

sambungan menggunakan las, maka tidak perlu menambahkan luas lubang pada luas

netto untuk mendapatkan luas bruto yang diperlukan. Tetapi perlu disadari, meskipun

batang disambung dengan las, lubang seringkali tetap diperlukan lubang untuk

pemasangan baut sementara sebelum pengelasan dilakukan. Lubang ini harus

diperhitungkan dalam perancangan. Juga perlu diingat bahwa dalam persamaan Pn =

Fu Ae, nilai Ae bisa lebih kecil dari Ag meskipun tidak ada lubang, tergantung pada

susunan las dan jika semua bagian penampang profil tersambung.

Rasio kelangsingan dari suatu batang adalah rasio panjang tanpa sokongan

terhadap jari-jari girasi terkecil. Peraturan memberikan nilai maksimum rasio

kelangsingan baik untuk batang tarik maupun batang tekan. Tujuan dari batasan ini

adalah untuk memastikan bahwa profil mempunyai kekakuan cukup untuk mencegah

defleksi lateral atau getaran yang tidak diinginkan. Meskipun batang tarik tidak

mengalami tekuk (buckling) pada beban normal, tetapi tegangan bolak-balik dapat

terjadi selama transportasi dan pelaksanaan misalnya akibat beban angin atau beban

gempa. Peraturan mensyaratkan bahwa rasio kelangsingan harus berada dibawah nilai

tertentu dengan demikian kekuatan tekan dapat dijamin oleh batang. SNI 03-1729-02

mensyaratkan dalam Pasal 10.3.3 dan 10.3.4 sebagai berikut:

10.3.3 Komponen struktur tarik tersusun dari dua buah profil yang saling membelakangi

Komponen struktur tarik tersusun dari dua profil sejenis yang saling

membelakangi baik secara kontak langsung ataupun dengan perantaraan

pelat kopel dengan jarak yang memenuhi syarat, harus memenuhi ketentuan

sebagai berikut:

1) Komponen struktur tarik dengan profil-profil yang terpisah.

Profil-profil tersebut harus dihubungkan dengan salah satu cara berikut:

a) dengan las atau baut pada interval tertentu sehingga kelangsingan

untuk setiap elemen tidak melebihi 240; atau

b) dengan sistem sambungan yang direncanakan sedemikian sehingga

komponen struktur tersebut terbagi atas paling sedikit tiga bentang

sama panjang. Sistem sambungan harus direncanakan dengan

menganggap bahwa pada sepanjang komponen struktur terdapat

gaya lintang sebesar 0,02 atau 2% kali gaya aksial yang bekerja

pada komponen struktur tersebut.

2) Komponen struktur tarik dengan profil yang bersinggungan

langsung dan saling membelakangi.

Profil-profil tersebut harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam

Butir 10.3.3(1b). 10.3.4 Komponen struktur tarik dengan penghubung

Komponen struktur tarik tersusun dari dua buah profil yang dihubungkan

dengan terali atau pelat kopel harus memenuhi:

1) Kelangsingan komponen dengan memperhitungkan jarak antar elemen

penghubung, tidak lebih dari 240 untuk komponen struktur utama, dan

tidak lebih dari 300 untuk komponen sekunder;

2) Tebal elemen penghubung tidak kurang dari 0,02 atau 1/50 kali

jarak antara garis sambungan pelat penghubung dengan komponen

utama;

3) Panjang pelat kopel tidak kurang dari 2/3 atau 0,67 kali jarak antara

garis sambungan pelat kopel dengan komponen utama;

4) Pelat kopel yang disambung dengan baut harus menggunakan paling

sedikit dua buah baut yang diletakkan memanjang searah sumbu

komponen struktur tarik.

Untuk batang tarik selain ‘rod’, AISC LRFD Spec. B7 menyarankan rasio kelangsingan

maksimum 300. Jika rancangan suatu batang ditentukan oleh beban tarik, tetapi juga

mendapat beban tekan, tidak perlu memenuhi persyaratan rasio kelangsingan untuk

batang tekan, yaitu 200. Untuk rasio kelangsingan lebih besar dari 200, tegangan tekan

rencana akan sangat kecil, yaitu lebih kecil dari 5,33 ksi (36,75 MPa). Hal ini akan

dibahas kemudian.

Perlu diketahui bahwa ketidaklurusan batang keluar tidak tidak banyak

mempengaruhi kekuatan batang tarik karena beban tarik cenderung membuat batang

menjadi lurus. Hal ini tidak berlaku untuk batang tekan. Dengan alasan tersebut

peraturan LRFD sedikit lebih memberikan kebebasan dalam hal batang tarik, termasuk

batang tarik yang mengalami gaya tekan akibat beban beban sementara seperti angin

dan gempa.

Rasio kelangsingan maksimum yang disarankan sebesar 300 tidak berlaku untuk

batang tarik berupa rod. Nilai maksimum L/r dari rod diserahkan pada pertimbangan

perancang teknik. Jika nilai 300 ditetapkan pada rod, maka rod yang memenuhi syarat

tersebut seringkali tidak dapat digunakan karena mempunyai jari-jari girasi yang sangat

kecil.

Peraturan AASHTO 1989 mensyaratkan rasio kelangsingan maksimum 200

untuk batang tarik utama dan 240 untuk batang tarik sekunder. Batang utama menurut

AASHTO adalah batang dimana tegangan yang terjadi disebabkan oleh beban mati

dan/atau beban hidup, sedangkan batang sekunder adalah batang yang digunakan untuk

memperkaku struktur atau mengurangi panjang tanpa sokongan dari batang lain. LRFD

tidak membedakan antara batang utama/primer dan batang sekunder.

Contoh 4.1 memberikan ilustrasi perancangan batang tarik sambungan baut dari

profil IWF, sedangkan Contoh 4.2 adalah ilustrasi pemilihan batang tarik siku tunggal

sambungan baut. Dalam kedua kasus tersebut digunakan peraturan LRFD. Kuat rencana

Nu adalah adalah nilai terkecil dari (a) ) φt Fy Ag atau (b) φt Fu Ae dan

dijelaskan dibawah ini.

(a) Untuk memenuhi rumus pertama, luas bruto minimum harus lebih besar atau

sama dengan nilai berikut:

min Ag = Nu (4.1) t y

(b) Untuk memenuhi rumus kedua, nilai minimum Ae harus lebih besar atau

sama dengan

4.2 Batang Tarik Built-Up (Tersusun)

SNI 03-1729-02 memberikan persyaratan untuk batang tarik tersusun dalam Pasal 103.3

dan 10.3.4 seperti telah dikutip pada halaman 1 bab ini. Peraturan AISCI-LRFD Spec.

D2 dan J3.5 juga memberikan penjelasan bagaimana bagian dari penampang built-up

disambungkan satu sama lain.

1. Jika suatu batang tarik dibuat dari elemen yang disambung satu dengan lainnya

secara menerus, seperti pelat dengan suatu profil atau dua buah pelat, maka jarak

longitudinal dari konektor tidak boleh lebih dari 24 kali tebal pelat atau 12 in

(300 mm). jika batang akan dicat dan jika tidak dicat tidak diperbolehkan berada

dalam lingkungan korosif.

2. Jika batang terdiri dari beberapa elemen baja yang ditempatkan di udara terbuka

tanpa pengecatan dan kontak antar elemen ini terjadi secara menerus, jarak

F

konektor yang diijinkan adalah 14 kali tebal pelat paling tipis, atau 7 in (175

mm).

3. Jika batang tarik terbuat dari satu atau lebih built-up profil yang tersambung

secara tidak menerus, maka profil harus disambung pada suatu interval

sedemikian rupa sehingga rasio kelangsingan setiap profil tidak boleh lebih dari

300.

4. Jarak dari pusat penampang baut ke sisi terdekat dari bagian yang disambung

tidak boleh lebih besar dari 12 kali tebal elemen yang disambung, atau 6 in (150

mm).

Contoh 4.3 memberikan ilustrasi analisa batang tarik built-up dari dua kanal.

Dalam contoh ini dirancang pelat penyambung atau batang pengikat kedua kanal

tersebut, seperti diberikan dalam Gambar 4.2(b). Pelat penyambung ini menghasilkan

distribusi tegangan yang merata. Manual AISC-LRFD Section D-2 memberikan

peraturan empiris untuk mendesain pelat ini. Pelat prekas berlubang juga boleh

digunakan.

Dalam Gambar 4.2, lokasi baut yaitu gage standar untuk profil kanal ini adalah 45

mm dari belakang kanal. SNI dan Manual AISC-LRFD tidak memberikan gage standar

kecuali untuk profil siku, dan profil lain yang diberikan dalam Part 9. Untuk profil lain

seperti C, W, dan S, jarak gage dapat dilihat dari produsen pembuat profil tersebut atau

dari manual baja AISC edisi sebelumnya. Tidak diberikannya gage adalah untuk

memberikan kebebasan pada pelaksana dalam menempatkan lubang.

Dalam Gambar 4.2, jarak antar baris baut yang menyambungkan pelat pengikat

kedua kanal sama dengan 210 mm. Sama halnya dengan SNI 03-1729-02, LRFD Spec.

(D2) juga menyatakan bahwa panjang pelat pengikat (panjang selalu diukur sejajar

dengan arah longitudinal batang) tidak boleh lebih kecil dari 2/3 jarak antara dua baris

baut. Tebal pelat pengikat juga tidak boleh kurang dari 1/50 dari jarak antara dua baris

baut ini.

Lebar minimum pelat pengikat (tidak disebutkan dalam manual AISC-LRFD)

adalah lebar antara dua baris sambungan baut ditambah jarak ujung pada setiap sisi

untuk menghindari baut terlepas dari pelat. Dalam Contoh 4.3, jarak sisi minimum ini

adalah 40 mm diambil dari Tabel J3.4 manual LRFD. Dimensi pelat dibulatkan supaya

sesuai dengan yang tersedia di pasar. Akan lebih ekonomis jika dipilih tebal dan lebar

standar.

4.3 Rod dan BarJika rod dan bar digunakan sebagai batang tarik maka sambungan dapat langsung dilas, atau batang tersebut dapat diulir dan ditahan ditempat tertentu dengan menggunakan

baut. Menurut AISC-LRFD, tegangan tarik rencana nominal rod berulir diberikan dalam Tabel J3.2 dan sama dengan 0,75 Fu yang berkerja pada luas bruto rod AD (luas bruto dihitung berdasarkan diameter ulir luar). Luas yang diperlukan untuk beban tarik dihitung dari

AD 0,75Fu

dengan = 0,75

SNI tidak memberikan properti rod, tetapi Manual AISC-LRFD memberikan

dalam Tabel 8-7 berjudul ‘Threading Dimensions for High Strength and Non-High-

Strength Bolts’. Contoh 4.4 memberikan ilustrasi pemilihan rod dengan menggunakan

tabel ini. AISC-LRFD (Bagian 6, Section J1.7) menyatakan bahwa beban terfaktor Nu

yang digunakan dalam rancangan tidak boleh lebih kecil dari 10 k (44,5 kN) kecuali

untuk pengikat, trekstang, atau ‘girt’.

LRFD menyatakan bahwa kuat tarik nominal dari bagian berulir upset rod sama dengan 0,75 FuAD dengan AD adalah luas batang pada diameter ulir terbesar. Nilai ini harus lebih besar dari perkalian luas rod nominal (sebelum diperbesar) dengan Fy.

Dengan membuat upsetting perancang dapat menggunakan seluruh luas penampang yang sama dengan rod tanpa ulir, tetapi penggunaan batang upset mungkin tidak ekonomis dan harus dihindari kecuali dilakukan pesanan dalam jumlah banyak.Penggunaan batang tarik banyak terjadi pada portal baja untuk bangunan industri dengan gording berada diatas rangka untuk memikul atap. Jenis bangunan ini juga sering dilengkapi dengan girt yang menghubungkan kolom sepanjang dinding. Girt adalah balok horisontal yang digunakan pada sisi bangunan, biasa bangunan industri, untuk menahan lentur lateral akibat angin. Girt juga dipakai untuk panel dinding sisi bangunan. Trekstang (sag rod) juga diperlukan untuk menyokong gording sejajar dengan permukaan atap dan tumpuan vertikal girt sepanjang dinding. Untuk atap dengan kemiringan 1:4, diperlukan trekstang sebagai sokongan lateral gording, khususnya jika gording adalah profil kanal. Baja kanal sering digunakan sebagai gording tetapi mempunyai tahanan lentur lateral yang kecil. Meskipun tahanan momen yang diperlukan pada bidang sejajar permukaan atap adalah kecil, tetapi diperlukan kanal yang sangat besar untuk mendapat modulus penampang yang diperlukan. Penggunaan trekstang untuk memberikan tumpuan lateral bagi gording biasanya akan ekonomis karena bidang lemah terhadap lentur dari kanal terletak pada bidang y. Untuk atap ringan (jika rangka atap mendukung atap baja berlubang), diperlukan trekstang pada setiap jarak 1/3 bentang jika rangka batang lebih dari 20 ft (6,1 m). Trekstang cukup diberikan di tengah bentang jika rangka batang kurang dari 6,1 m. Untuk atap yang lebih berat (terbuat dari tanah liat atau beton) kemungkinan diperlukan jarang trekstang yang lebih rapat. Trekstang yang dipasang pada interval 4,3 m akan mencukupi jika jarak rangka kuda-kuda kurang dari 4,3 m. Beberapa perancang menganggap bahwa komponen beban sejajar permukaan atap dapat dipikul oleh atap, terutama jika atap dibuat dari lembaran baja berpermukaan kasar, dan batang pengikat tidak diperlukan. Asumsi ini tidak benar dan sebaiknya tidak dilakukan jika kemiringan atap sangat tajam.

Gambar 4.3 Rod Bulat dengan Upset

uN

Perancang teknik harus menggunakan intuisinya dalam membatasi nilai kelangsingan batang karena biasanya mencapai beberapa kali nilai batas untuk tipe batang tarik. Dalam praktek, biasanya perencana menggunakan rod dengan diameter tidak kurang dari 1/500 panjangnya untuk menjamin kekakuan meskipun menurut perhitungan tegangan dapat digunakan ukuran yang lebih kecil.

Biasanya ukuran minimum dari trekstang adalah 16 mm karena diameter yang lebih kecil akan rusak dalam pelaksanaan. Ulir dari batang yang lebih kecil dari 16 mm akan mudah rusak pada saat ditarik. Contoh 4.5 memberikan ilustrasi desain trekstang untuk gording dari rangka atap. Batang trekstang diasumsikan mendukung reaksi balok tumpuan sederhana untuk komponen beban gravitasi (atap, gording) sejajar dengan permukaan atap. Gaya angin dianggap bekerja tegak lurus permukaan atap dan secara teoritis tidak akan mempengaruhi gaya trekstang. Gaya maksimum dalam trekstang akan terjadi dalam bagian atas trekstang karena trekstang harus memikul jumlah gaya pada trekstang dibagian bawahnya. Secara teoritis memungkinkan menggunakan batang lebih kecil untuk trekstang bagian bawah tetapi reduksi ukuran ini tidak praktis.

Eyebar adalah batang dengan sambungan sendi seperti dalam Gambar 4.6. Pada awalnya eye-bar banyak digunakan pada struktur jembatan sambungan sendi, tetapi sekarang sudah jarang karena kelebihan sambungan baut dan las. Kesulitan dari rangka dengan sambungan sendi adalah rusaknya sendi yang menyebabkan sambungan longgar.

SNI 03-1729-02 mensyaratkan sebagai berikut: 10.4 Komponen struktur tarik dengan sambungan pen

Komponen struktur tarik dengan sambungan pen (eye bar) harus direncanakan menurut Butir 10.1 (dijelaskan dalam Bab 3 buku ini). Komponen yang disambung seperti pada Gambar 4.6 harus memenuhi persyaratan tambahan sebagai berikut:1) Tabel komponen struktur tanpa pengaku yang mempunyai lubang sambungan pen harus

lebih besar atau sama dengan 0,25 kali jarak antara tepi lubang pen ke tepi komponen struktur yang diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu komponen struktur. Batasan ini tidak berlaku untuk tebal lapisan-lapisan yang menyusun komponen struktur tarik yang digabung menggunakan baut;

2) Luas irisan pada bagian ujung komponen struktur tarik di luar lubang pen, sejajar, atau di dalam sudut 45o dari sumbu komponen struktur tarik, harus lebih besar atau sama dengan luas bersih yang diperlukan oleh komponen struktur tarik;

3) Jumlah luas sebuah lubang pen, pada potongan tegak lurus sumbu komponen tarik, harus lebih besar atau sama dengan 1,33 kali luas bersih yang diperlukan oleh komponen struktur tarik;

4) Pelat pen yang direncanakan untuk memperbesar luas bersih komponen struktur, atau menaikkan daya dukung pen, harus disusun sehingga tidak menimbulkan eksentrisitas dan harus direncanakan mampu menyalurkan gaya dari pen ke komponen struktur tarik.

a

aAaa

Nu AnPin

Abb

b b

Tebal = 0,25 b1 Abb > An

Aaa + Acc = 1,33 An

c

Acc b1

c

Gambar 4.6 Batang Sambungan Sendi (Eyebar)

Eye bar dibuat dari batang penampang persegi atau pelat dengan pelebaran bagian ujung dan melubangi secara thermal bagian ujung ini sehingga berfungsi sebagai sambungan sendi. LRFD Commentary (D3) menyatakan bahwa batang yang dibentuk secara thermal akan menghasilkan perencanaan yang lebih seimbang.

SNI tidak memberikan persyaratan rinci, tetapi peraturan AISC-LRFD (D3) memberikan persyaratan rinci untuk batang sambungan sendi baik untuk sendi maupun pelatnya. Kuat rencana untuk batang ini adalah nilai terkecil yang didapat dari persamaan dibawah ini dengan merujuk pada Gambar 4.7. Jika pembaca melihat langsung ke dalam peraturan AISC-LRFD, maka akan melihat bahwa notasi yang diberikan dalam rumus di bawah ini dipertukarkan antara P dengan N. Hal ini tidak

2.2.1. Delphi 6

Delphi 6 atau yang disebut delphi saja, merupakan sebuah bahasa

pemrograman yang bersifat objek (Object Oriented Programming).

Artinya delphi adalah sebuah program yang mempunyai objek-objek tertentu

dalam pemrogramannya. Selain itu Delphi adalah sebuah program yang bersifat

visual artinya mempunyai tampilan grafik-grafik yang mudah dimengerti oleh

pemula sekalipun dengan GUI (Graphical User Interface) System. Delphi hanya

bisa bekerja di bawah sistem Microsoft Windows sedangkan untuk sistem yang

lain seperti Linux atau Unix Delphi mempunyai saudara kembarnya yang bisa

bekerja pada sistem tersebut yaitu Kylix.

Delphi adalah kompiler / penterjemah bahasa Delphi (awalnya dari Pascal)

yang merupakan bahasa tingkat tinggi sekelas dengan Basic atau C yang

4

merupakan produk dari Embarcadero. Bahasa Pemrograman di Delphi disebut

bahasa procedural artinya bahasa/sintaknya mengikuti urutan tertentu / prosedur.

Delphi termasuk Keluarga Visual sekelas Visual Basic, Visual C, artinya perintah-

perintah untuk membuat objek dapat dilakukan secara visual. Pemrogram tinggal

memilih objek apa yang ingin dimasukkan kedalam Form/Window, lalu tingkah

laku objek tersebut saat menerima event/aksi tinggal dibuat programnya. Ada

jenis pemrograman non-prosedural seperti pemrograman untuk kecerdasan buatan

seperti bahasa Prolog. Delphi merupakan bahasa berorentasi objek, artinya nama

objek, properti dan methode/procedure dikemas menjadi satu kemasan

(encapsulate).

5