BAB II TINJAUAN PUSTAKA - smartlib.umri.ac.id · manusia, seperti bidang ekonomi, sosial, budaya,...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - smartlib.umri.ac.id · manusia, seperti bidang ekonomi, sosial, budaya,...
5 Universitas Muhammadiyah Riau
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Dalam sebuah penelitian diperlukan teori-teori yang menjadi acuan atau titik
tolak untuk menyoroti sebuah masalah yang terjadi, menyusun pokok-pokok
pikiran yang menggambarkan dari sudut pandang manakah penelitian akan
disoroti.
2.1.1 Komunikasi Massa
A. Pengertian Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan proses komunikasi yang ditandai oleh
penggunaan media bagi komunikatornya untuk menyebarkan pesan-pesan secara
luas, dan terus-menerus diciptakan makna-makna yang diharapkan dapat
mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda melalui berbagai cara
(Ardianto, 2004).
Menurut Gabner (1967) “Mass communication is the technological and
institutional based production and distribution of the most broadly shared
continous flow of messages in industrial societies (Komunikasi massa adalah
produksi dan distribusi berbasis teknologi dan kelembagaan dari aliran pesan
berkelanjutan yang paling luas dibagikan dalam masyarakat industri).
B. Unsur Komunikasi Massa
Dengan mengikuti model Laswell dapat dipahami bahwa dalam proses
komunikasi massa terdapat lima unsur yang disebut komponen atau unsur dalam
proses komunikasi, yaitu (Ardianto, 2014:29) :
1. Who (Komunikator)
Komunikator, orang yang menyampaikan pesan dalam proses komunikasi,
bisa perorangan atau mewakili suatu lembaga, organisasi maupun instansi.
2. Says What (Pesan)
Pernyataan umum, dapat berupa suatu ide, informasi, opini, pesan, dan
sikap yang sangat erat kaitannya dengan masalah analisis pesan.
6
Universitas Muhammadiyah Riau
3. In which Chanel (Media)
Media komunikasi atau saluran yang digunakan untuk melaksanakan
kegiatan komunikasi. Dalam hal ini dapat digunakan primary technique,
secondary technique, direct communication atau indirect communication.
4. To Whom (Penerima)
Komunikan atau audiens yang menjadi sasaran komunikasi. Kepada siapa
pernyataan tersebut ditujukan, berkaitan dengan masalah penerima pesan.
Dalam hal ini diperlukan adanya analisis khalayak.
5. With What Effect (Unsur Efek atau Akibat)
Hasil yang dicapai dari usaha penyampaian pernyataan umum itu pada
sasaran yang dituju. Berkaitan dengan efek ini diperlukan adanya analisis
efek.
C. Karakteristik Komunikasi Massa
Karakteristik komunikasi massa dapat diidentifikasi seperti berikut (Ardianto,
2007:6-12) :
1. Komunikator terlembagakan.
Komunikasi massa melibatkan lembaga, komunikatornya bergerak dalam
organisasi yang kompleks, bukan kerja perorangan. Kegiatan komunikasi
lebih terencana, terjadwal, dan terorganisasi.
2. Pesan komunikasi massa bersifat umum dan terbuka.
Pesan komunikasi massa ditujukan untuk semua orang, tidak untuk
sekelompok orang tertentu. Pesan komunikasi massa tidak dimaksudkan
untuk kebutuhan perorangan atau pribadi. Proses produksi dan reproduksi
pesan melibatkan orang banyak dan terorganisasi dengan rapi dan
profesional.
3. Komunikan bersifat anonim dan heterogen.
Anonim berarti pengirim dan penerima tidak saling kenal. Heterogen
merujuk pada kemajemukan khalayak yang datang dari berbagai latar
belakang sosial, demografis, ekonomis, dan kepentingan yang beragam.
7
Universitas Muhammadiyah Riau
Khalayak komunikasi massa tersebar luas dan tidak mengenal batas
geografis dan kultural.
4. Media massa menimbulkan keserempakan.
Pesan-pesan media masa diterima dan dikonsumsi oleh khalayak secara
serempak dan sama.
5. Komunikasi massa lebih mengutamakan isi (apa yang dikatakan) daripada
hubungan (cara mengatakan), isi pesan meliputi berbagai aspek kehidupan
manusia, seperti bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lainnya.
6. Pola penyampaian pesan komunikasi massa bersifat cepat dan tidak
terkendala waktu dalam menjangkau khalayak luas. Di samping itu,
penyampaian pesan juga bersifat berkala, tidak bersifat temporer dan
permanen.
7. Stimulasi alat indera terbatas.
Stimulasi alat indera tergantung pada jenis media. Indera penglihatan
digunakan untuk menggunakan media cetak, seperti ketika membaca surat
kabar, majalah, atau buku; indera pendengaran dimanfaatkan untuk
mendengar radio; dan indera penglihatan dan pendengaran jika menikmati
siaran televisi.
8. Umpan balik dalam komunikasi massa bersifat tertunda (delayed) dan
tidak langsung (indirect). Komunikator tidak dapat dengan segera tahu
bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikan.
8
Universitas Muhammadiyah Riau
D. Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi komunikasi massa terdiri dari (Ardianto, 2014:14-17) :
1. Surveillance (Pengawasan)
Fungsi ini menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi
mengenai kejadian-kejadian dalam lingkungan maupun yang dapat
membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari.
2. Interpretation (Penafsiran)
Fungsi ini mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas
wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antar pesonal
atau komunikasi kelompok dengan tujuan memberi pengetahuan dan
pendidikan bagi khalayak.
3. Linkage (Pertalian)
Fungsi ini bertujuan dimana media massa dapat menyatukan anggota
masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian)
berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
4. Transmission of values (Penyebaran nilai-nilai)
Fungsi ini artinya bahwa media massa yang mewakili gambaran
masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa
memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang
mereka harapkan.
5. Entertainment (Hiburan)
Dalam fungsi komunikasi massa sebagai sarana penghibur, media massa
sebagai saluran komunikasi massa dapat mengangkat pesan-pesan yang
sifatnya mampu menciptakan rasa senang bagi khalayak. Kondisi ini
sebetulnya menjadi nilai lebih komunikasi massa yang pasti selalu saja
menghibur, sekalipun isi pesan tidak murni menghibur.
9
Universitas Muhammadiyah Riau
2.1.2 Media Massa
a. Pengertian Media Massa
Definisi paling sederhana dari komunikasi dikemukakan oleh Bittner
(Rakhmat, 2003: 188), yakni : Komunikasi massa adalah pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass
communication is massages communicated through a mass medium to a large
number of people).
Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus
menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada
khalayak yang banyak, yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika
tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media
komunikasi yang termasuk media massa adalah: radio siaran dan televisi
keduanya disebut media elektronik, surat kabar dan majalah disebut sebagai media
cetak, serta media film.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar audio
atau visual. Komunikasi massa barang kali akan lebih mudah dan lebih logis bila
didefinisikan menurut bentuknya : televisi, radio, surat kabar, majalah, buku dan
film (Effendy, 2009:21).
Saluran yang disebut media massa diperlukan dalam berlangsungnya
komunikasi massa. Berdasarkan bentuknya, media massa dikelompokkan atas:
1. Media cetak (printed media), yang mencakup surat kabar, majalah,
buku, brosur, dan sebagainya.
2. Media elektronik, seperti radio, televisi, film, slide, video, dan lain-
lain.
Terdapat satu perkembangan media massa dewasa ini, yaitu
ditemukannya internet. Kini masyarakat telah didominasi oleh media massa.
Media massa begitu memenuhi keseharian hidup masyarakat yang tanpa disadari
kehadiran dan juga pengaruhnya. Media massa memberi informasi, menghibur,
menyenangkan, bahkan kadang mengganggu khalayak. Media mampu
10
Universitas Muhammadiyah Riau
menggerakkan emosi atau mempengaruhi perasaan, menantang, dan
mendefinisikan masyarakat serta membentuk realitas khalayak.
b. Fungsi Media Massa
McQuail (1987) dalam Nurudin (2013:34) memberikan beberapa asumsi
pokok tentang peran atau fungsi media di tengah kehidupan masyarakat saat ini,
antara lain :
1. Media merupakan sebuah industri. Media terus berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi dan menciptakan lapangan kerja, barang,
dan jasa. Di sisi lain, industri media tersebut diatur oleh masyarakat.
2. Media berperan sebagai sumber kekuatan yaitu alat kontrol manajeman
dan inovasi dalam masyarakat. Komunikator menjadikan media sebagai
pengganti kekuatan, tameng, atau sumber daya lainnya, dalam kehidupan
nyata.
3. Media menjadi wadah informasi yang menampilkan peristiwa-peristiwa
kehidupan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
4. Media berperan sebagai wahana pengambangan budaya. Melalui media,
seseorang dapat mengembangkan pengetahuannya akan budaya lama,
maupun memperoleh pemahaman tentang budaya baru. Misalnya gaya
hidup dan tren masa kini yang semuanya didapat dari informasi di media.
5. Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dikombinasikan
dengan berita dan tayangan hiburan. Media telah menjadi sumber dominan
bagi individu dan kelompok masyarakat.
2.1.3 Film
a. Pengertian Film
Pengertian film (sinema) secara harfiah adalah cinemathographie yang
berasal dari cinema dan tho atau phytos yang berarti cahaya serta graphie atau
graph yang berarti gambar. Jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan
cahaya. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa
11
Universitas Muhammadiyah Riau
visual dibelahan dunia ini. Film (gambar bergerak) adalah bentuk dominan dari
komunikasi massa visual. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di
bioskop dan televisi setiap minggunya (Ardianto, 2007:134).
Film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia,
mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, ini berarti bahwa dari
permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi
yang sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi,
sosial, dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa
pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 (Sobur,
2006:126).
Namun seiring dengan kebangkitan film pula muncul film-film yang
mengumbar seks, kriminal, dan kekerasan. Inilah yang kemudian melahirkan
berbagai studi komunikasi massa. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau
banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli menyatakan bahwa film
memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Film melalui medianya
sendiri merupakan media komunikasi massa yang bisa dijadikan alat
pembelajaran untuk kita. Banyak film yang mengandung nilai-nilai positif di
dalamnya, dan ini bisa dijadikan alat untuk mendidik masyarakat, yang juga
merupakan fungsi komunikasi massa.
Sebagaimana media massa umumnya film merupakan cermin atau
jendela masyarakat di mana media massa itu berada. Nilai, norma, dan gaya
hidup yang berlaku pada masyarakat akan disajikan dalam film yang
diproduksi. Film juga berkuasa menetapkan nilai-nilai budaya yang “penting”
dan “perlu” dianut oleh masyarakat, bahkan nilai-nilai yang merusak sekalipun.
Meskipun secara teoritis hubungan antara film dan budaya bersifat dua arah,
para pakar lebih sering mengkaji pengaruh film terhadap nilai budaya
khalayaknya daripada pengaruh nilai budaya khalayak terhadap film.
Pada akhirnya, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami
secara linier. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argumen
12
Universitas Muhammadiyah Riau
bahwa film adalah potret dari masyarakat di mana film itu dibuat (Mulyana,
2008:89).
b. Film Menurut Sifat
Film dapat dibedakan menurut sifat yang umumnya terdiri dari jenis-jenis
sebagai berikut (Effendy, 2003:210-216):
1. Film Cerita (story film)
jenis film yang mengandung suatu cerita, yaitu yang lazim dipertunjukan
di gedung-gedung bioskop dengan para bintang filmnya yang tenar. Selain
itu film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita.
Sebagai film cerita, harus mengandung unsur-unsur yang menyentuh rasa
manusia.
2. Film Berita (newsreel)
film mengenai fakta, peristiwa, yang benar-benar terjadi, karena sifatnya
berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung unsur
berita (news value).
3. Film Dokumenter (documentary film)
titik berat dari film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi.
Bedanya dengan film berita adalah bahwa film berita harus mengenai
sesuatu yang mempunyai sesuatu yang mempunyai nilai berita (news
value) untuk dihidangkan kepada para penonton apa adanya dan dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya. Sedangkan untuk memuat film
dokumenter dapat dilakukan dengan pemikiran dan perencanaan yang
matang.
4. Film Kartun (cartoon film)
film yang memformat gambarnya dengan menggabungkan hasil gambar
kartun dengan teknologi komputer hingga menciptakan karya seni 2
Dimensi dan diberi bantuan efek-efek khusus sehingga gambar kartun
tersebut bisa terlihat “hidup”.
13
Universitas Muhammadiyah Riau
c. Genre Film (Tema Film)
Film juga dapat dibedakan menurut genre nya, yaitu (Pratista, 2008:15-18) :
1. Drama
Tema ini lebih menekankan pada sisi human interest yang bertujuan
mengajak penonton ikut merasakan kejadian yang dialami tokohnya, sehingga
penonton merasa seakan-akan berada di dalam film tersebut. Tidak jarang
penonton yang merasakan sedih, senang, kecewa, bahkan ikut marah.
2. Action
Tema action mengetengahkan adegan-adegan perkelahian, pertempuran
dengan senjata, atau kebut-kebutan kendaraan antara tokoh yang baik
(protagonis) dengan tokoh yang jahat (antagonis), sehingga penonton ikut
merasakan ketegangan, was-was, takut, bahkan bisa ikut bangga terhadap
kemenangan si tokoh.
3. Komedi
Tema film komedi intinya adalah mengetengahkan tontonan yang
membuat penonton tersenyum, atau bahkan tertawa terbahak-bahak. Film
komedi berbeda dengan lawakan, karena film komedi tidak harus dimainkan
oleh pelawak, tetapi pemain biasa pun bisa memerankan tokoh yang lucu.
4. Tragedi
Film yang bertemakan tragedi, umumnya mengetengahkan kondisi atau
nasib yang dialami oleh tokoh utama pada film tersebut. Nasib yang dialami
biasanya membuat penonton merasa kasihan / prihatin / iba.
5. Horor
Film bertemakan horror selalu menampilkan adegan-adegan yang
menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding karena perasaan
takutnya. Hal ini karena film horor selalu berkaitan dengan dunia gaib/magis,
yang dibuat dengan special affect, animasi, atau langsung dari tokoh-tokoh
dalam film tersebut.
14
Universitas Muhammadiyah Riau
6. Epik Sejarah
Genre ini umumnya bertema periode masa silam (sejarah) dengan latar
cerita sebuah kerajaan, peristiwa atau tokoh besar yang menjadi mitos, legenda
atau kisah biblikal. Film berskala besar (kolosal) sering ditampilkan dengan
mewah dan megah, serta melibatkan ratusan, hingga ribuan figuran, variasi
kostum dengan aksesoris yang unik, serta variasi atribut perang seperti pedang,
tameng, tombak, helem, kereta kuda, panah, dan sebagainya.
Film epik sejarah juga banyak menyajikan aksi pertempuran dengan skala
besar yang berlangsung lama. Tokoh utama biasanya merupakan sosok heroik
yang gagah berani dan disegani oleh semua lawannya. Genre biografi
merupakan pengembangan dari genre epik sejarah. Namun tidak seperti
biografi, tingkat keakuratan cerita dalam film epik sejarah sering dikorbankan.
7. Musikal
Dalam penggunaan musik disertai lirik yang menyatu dengan lagu
mendukung alur cerita yang dihadirkan dalam film tersebut. Film dengan genre
musikal biasanya lebih mengangkat cerita ringan yang umum seperti halnya
percintaan, kesuksesan dan popularitas yang ada pada kehidupan sehari-hari
dan dialami oleh banyak orang. Film musikal ini memiliki sasaran penonton
yang lebih ditujukan untuk penonton keluarga, remaja, dan anak-anak.
8. Petualangan
Film dengan genre petualangan mengisahkan cerita perjalanan, eksplorasi
suatu obyek wisata atau ekspedisi ke suatu tempat yang belum pernah
didatangi. Dalam film dengan genre petualangan ini menghadirkan panorama
alam eksotis seperti hutan rimba, pegunungan, savanna, gurun pasir, lautan,
serta pulau terpencil.
15
Universitas Muhammadiyah Riau
2.1.4 Keuletan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tekun diartikan dengan rajin,
keras hati, atau bersungguh-sungguh. Orang yang bersifat tekun
ditunjukkan dengan kesungguhan dalam berusaha dan tetap bersemangat
dalam menjalankan segala sesuatu. Jika menghadapi rintangan yang
menghadang, orang yang tekun dan tidak mudah menyerah.
Ulet diartikan dengan kuat atau tidak mudah putus asa. Orang yang
bersifat ulet berarti tidak mudah menyerah meskipun banyak hambatan
yang harus dihadapi. Keyakinan bahwa usaha yang dilakukan akan
menuai hasil dan tidak sia-sia, selalu dimiliki oleh orang yang ulet belajarlah dari
kegagalan itu agar didapat gambaran yang lebih baik lagi, teruslah berusaha
dan manfaatkan segala kesempatan yang ada, karena kesempatan itu tak datang
untuk kedua kalinya tidak ada pendobrak kegagalan yang sekuat nilai “Keuletan”.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa antara sifat tekun dan ulet
memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya harus
ditunjukkan dengan sikap sungguh-sungguh dan tidak mudah menyerah.
Ketekunan dan keuletan merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki
oleh seseorang untuk meraih kesuksesan dalam hidup. Jika kerja keras,
ketekunan, dan keuletan yang telah kita lakukan, ternyata belum
membuahkan hasil yang memuaskan, tetap bersabar. Kita tidak boleh
menyerah dan putus asa. ( rajzolda.blogspot.2014).
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keuletan
1. Pembawaan
Diakui memang ada orang yang memang memiliki perilaku ulet sebagai
pembawaan kelahirannya. Bisa juga karena keturunan, dimana bapak dan
ibuknya adalah orang-orang yang ulet, maka terlahirlah kemudian anak dengan
pribadi yang ulet.
2. Pendidikan pelatihan
16
Universitas Muhammadiyah Riau
Selain pembawaan, pendidikan dan pelatihan sangat mendukung
munculnya sikap ulet. Dengan pendidikan dan pelatihan, yang belum tahu
menjadi tahu, yang belum bisa menjadi bisa, maka akan tumbuh sikap ulet.
3. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang malas akan menggiring kita menjadi malas.
Sebaliknya lingkungan dimana orang-orangnya semua rajin, gesit, kerja pagi
pulang malam, maka kita juga akan termotivasi untuk bersikap seperti itu.
4. Pengalaman
Pengalaman yang baik atau berhasil tentu akan mendorong atau
memotivasi tumbuhnya sikap untuk selalu berusaha melakukan hal tersebut.
Jatuh bangunnya suatu karir usaha, menambah deretan panjang pengalaman
yang dimiliki. Hal ini akan memberikan dorongan untuk selalu berbuat dan
bersikap ulet, agar tidak terjatuh lebih dalam.
5. Motivasi
Obsesi untuk keberhasilan mencapai sebuah tujuan, akan sangat
memberikan dorongan atau motivasi untuk bersikap lebih baik.
2.1.6 Analisis Semiotika
a. Pengertian Semiotika
Semiotika adalah ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari kata Yunani
Semeion yang berarti “tanda”. Tanda dalam hal ini dapat berupa kata, gerak
isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur
film, bangunan atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di
dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika dalam
istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya mempelajari bagaimana kemanusiaan
(humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini
tidak di campur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate) (Sobur,
2004:15).
17
Universitas Muhammadiyah Riau
Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda baru,
sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama. Pengembangan ini disebut
sebagai gejala metabahasa dan membentuk apa yang disebut kesinoniman
(synonymy). Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal
dengan istilah denotasi dan oleh Barthes disebut sistem primer. Kemudian
pengembangannya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder ke arah ekspresi
disebut metabahasa. Sistem sekunder ke arah isi disebut konotasi yaitu
pengembangan isi sebuah ekspresi. Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak
hanya oleh paham kognisi, melainkan juga oleh paham pragmatik yakni pemakai
tanda dan situasi pemahamannya.
Secara terminologis semiotika adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas
objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco,
semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya
cara berfungsinya, hubungannya dengan kata-kata lain, pengirimannya, dan
penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Semiotika, yang biasanya
didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya
merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan
kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu
yang bermakna (Budiman, 2011:3).
b. Tujuan Analisis Semiotika
Tujuan dari analisis semiotika adalah berupaya menemukan makna tanda
termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda. Karena sistem tanda
sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut.
Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi
sosial di mana pengguna tanda tersebut berada (Sobur, 2003:18) yang dimaksud
“tanda” ini sangat luas, (Fiske, 1990:50) membedakan tanda atas lambang
(symbol), ikon (icon), dan indeks (index). Dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lambang: suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya
merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensiaonal.
18
Universitas Muhammadiyah Riau
Lambang ini adalah tanda yang dibentuk karena adanya consensus dari
para pengguna tanda. Warna merah bagi masyarakat Indonesia adalah
lambang berani,mungkin di Amerika bukan.
2. Ikon: hubungan berupa kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang
dalam berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. Patung kuda
adalah ikon dari seekor kuda.
3. Indeks: acuannya timbul karena ada kedekatan eksitensi. Jadi indeks
adalah suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas)
dengan objeknya. Asap merupakan indeks dari adanya api.
Selain itu, tujuan semiotik adalah menentukan makna yang terkandung
dalam tanda atau interpretasi artinya bagaimana komunikator membuat pesannya.
Konsep makna ini tidak dapat dipisahkan dari perspektif atau ideologis tertentu
nilai-nilai dan konsep budaya ke dalam ranah pikiran orang-orang di mana simbol
itu berada. Kode budaya yang merupakan satu faktor dalam konstruksi makna
simbol merupakan aspek penting untuk menentukan konstruksi pesan di tanda.
Makna konstruksi itu menjadi dasar untuk pembuatan tanda masuk ideologi.
(Dwita, 2018:47)
Teori Semiotika Menurut Para Ahli :
1. Ferdinand De Saussure
Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913).
Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda
(signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk atau
wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda
dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan atau nilai-
nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure
adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut
dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang
mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau
konvensi tertentu.
19
Universitas Muhammadiyah Riau
2. Roland Barthes
Dalam teorinya Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan
pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas,
menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak
pasti (Kusumarini, 2006).
3. John Fiske
John Fiske mengatakan fokus utama semiotik adalah teks. Model proses linier
memberi perhatian kepada teks tidak lebih seperti tahapan-tahapan yang lain
di dalam proses komunikasi, memang beberapa diantaranya model-model
tersebut melewati begitu saja, hampir tanpa komentar apapun. Hal tersebut
adalah salah satu perbedaan mendasar dari pendekatan proses dan pendekatan
semiotik (Fiske, 2012:67).
4. Charles Sanders Pierce
Pierce terkenal karena teori tandanya didalam lingkup semiotika, pierce
seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah mewakili
sesuatu bagi seseorang. Bagi Pierce tanda suatu yang digunakan agar tanda
bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground (Sobur, 2009:40).
5. Umberto Eco, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai
tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi
sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang
lain (Sobur, 2012:95).
2.1.7 Analisis Semiotika Model Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah satu pemikir strukturalis yang
mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia berpendapat bahwa
bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu
20
Universitas Muhammadiyah Riau
masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Berdasarkan semiotika yang
dikembangkan Saussure, Barthes mengembangkan dua sistem penandaan
bertingkat, yaitu :
1. tingkat pertama disebut denotasi. Denotasi ini merupakan makna yang
paling nyata dari tanda, makna sebenarnya hadir dan mudah dikenali.
2. tingkat kedua disebut konotasi. Konotasi memiliki makna yang
tersembunyi dibalik denotasi, makna lain muncul sesuai dengan kondisi.
Menurut Fiske (1990) Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan
signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Pada
tahap ini Barthes menyebutkan bahwa denotasi adalah makna yang bisa dilihat
secara objektif dan makna yang mudah dikenali. Sedangkan signifikasi tahap
kedua disebut konotasi, yang menggambarkan bentuk dari khalayak serta nilai-
nilai kebudayaan. Pada Signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi,
tanda bekerja melalui mitos (Sobur, 2001:128).
Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa
aspek atau gejala alam. Barthes mendefinisikan mitos sebagai a type of speech,
yaitu cara berbicara tentang suatu hal. Mitos dipakai untuk mendistorsi makna
dari sistem semiotik tingkat pertama sehingga makna itu tidak lagi menunjuk pada
realitas yang sebenarnya. Fungsi ini dijalankan dengan mendeformasi forma
dengan konsep. Akan tetapi distorsi atau deformasi ini terjadi sedemikian rupa
sehingga pembaca mitos tidak menyadarinya. Akibatnya lewat mitos-mitos itu
akan lahir berbagai stereotipe tentang sesuatu hal atau masalah. Sebagai system
semiotic tingkat dua, mitos mengambil secara semiotik tingkat pertama sebagai
landasannya. Jadi, mitos adalah sejenis sistem ganda dalam sistem semiotik yang
terdiri dari sistem linguistik dan sistem semiotik.
Mitos selalu bersifat histories, pengalaman atau pengetahuan sejarah menjadi
faktor kunci untuk menangkap form dari sebuah mitos, jadi pertama-tama yang
histories adalah konsepnya. Dilihat dari proses signification, mitos berarti
menaturalisasikan konsep (maksud) yang historis (Sunardi, 2002:86-87).
21
Universitas Muhammadiyah Riau
Teori Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya Barthes mengembangkan
semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi. Kata
konotasi berasal dari bahasa Latin connotare, “menjadi makna” dan mengarah
pada tanda-tanda kultural yang terpisah atau berbeda dengan kata dan bentuk-
bentuk lain dari komunikasi. Kata melibatkan simbol-simbol, historis dan yang
berhubungan dengan emosional.
Roland Barthes, semiotikus terkemuka dari Prancis dalam bukunya
Mythologies (1972) memaparkan konotasi kultural dari berbagai aspek
kehidupan keseharian orang Prancis, seperti steak dan frites, deterjen, mobil
ciotron dan gulat. Menurutnya, tujuannya untuk membawakan dunia tentang “apa-
yang terjadi-tanpa-mengatakan“ dan menunjukan konotasi dunia tersebut dan
secara lebih luas basis idiologinya.
Gambar 2.1
Kerangka Analisis Model Roland Barthes
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990 : 88
(Sobur, 2001:12)
Semiotika Roland Bartes terdiri atas dua tingkat-tingkatan sistem bahasa.
Bahasa tingkat pertama adalah bahasa sebagai objek dan bahasa tingkat kedua
sebagai metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang membuat
penanda atau petanda tingkat satu sebagai penanda baru yang kemudian memiliki
22
Universitas Muhammadiyah Riau
petanda itu sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi.
Fokus kajian Bartes terletak pada sistem kedua metabahasa (Kurniawan,
2001:114-115).
2.2 Penelitian Terdahulu
Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil
berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat
dijadikan sebagai data pendukung. Dalam hal ini, acuan penelitian terdahulu bisa
dilihat dari subjek, objek, metode dan teori. Tetapi fokus dan acuan peneliti yaitu
pada Analisis Semiotika. Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah kajian
terhadap beberapa hasil penelitian berupa skripsi-skripsi dan jurnal yang sudah
ada. Berikut merupakan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini,
yang disajikan dalam bentuk tabel :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Penelitian
dan Universitas
Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Sumber
Referensi
1 Nina Prasetya
Ningsih. Universitas
Sultan Ageng
Tirtayasa Serang,
2016.
Representasi
Makna Tekat
Dalam Film
Kahaani
(Analisis
Semiotika
model
Roland
Barthes)
Metode
Penelitian
Kualitatif
dengan
pendekata
n Analisis
Semiotika
Roland
Barthes
Film Kahaani
dapat
merepresentasika
n makna tekad
dan proses
seseorang
bertekad melalui
tokoh
utamanya,dalam
Film ini
ditemukan tanda
yang dapat
merepresentasika
n kekuatan tekad
dengan tujuan
dalam mencapai
Skripsi
23
Universitas Muhammadiyah Riau
tujuan.
2 Dahlia Ahdal,
Universitas Islam
Negeri Alauddin
Makassar, 2017
Pesan Moral
dalam Film
dokumenter
Nasional SM
3T “Pegabdi
Tiada Batas”
Metode
Penelitian
Kualitatif
dengan
pendekata
n Analisis
Semiotika
Roland
Barthes
Mengetahui
tentang makna
konotasi dalam
adegan Film
berupa makna
perjuangan,
pengorbanan,
kegigihan usaha
dalam bentuk
interaksi sosial.
Skripsi
3 Anna Sherly
Kamriani,
Universitas Islam
Negeri Alauddin
Makasar, 2018
Pesan Moral
dalam Film
“Melawan
Takdir”
Metode
Penelitian
Kualitatif
dengan
pendekata
n Analisis
Semiotika
Roland
Barthes
Film “Melawan
Takdir” berupa
gambaran
perjuangan,
pengorbanan,
tekad, usaha,
serta bentuk
interaksi sosial
lainnya.
Skripsi
Sumber : Hasil Olahan Penelitian
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan alur pikir penulis yang dijadikan sebagai
dasar-dasar pemikiran untuk memperkuat indikator yang melatar belakangi
penelitian ini. Dalam kerangka pemikiran ini peneliti akan mencoba menjelaskan
masalah pokok penelitian. Penjelasan yang disusun akan menggabungkan antara
teori dengan masalah yang dianalisa dalam penelitian ini.
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Metode kualitatif yaitu prosedur yang menghasilkan data deskriptif
berupa data tertulis atau lisan dalam masyarakat. Penelitian ini memfokuskan pada
penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu yang
ditentukan densgan cukup mendalam.
Teori yang digunakan penulis dalam menganalisis data ialah ilmu Analisis
Semiotika Model Roland Barthes. Semiotika Roland Barthes bertumpu pada tiga
24
Universitas Muhammadiyah Riau
hal yaitu makna konotasi, denotasi dan mitos. Makna denotasi adalah makna yang
paling nyata dari gambar-gambar atau adegan terkait makna keuletan yang ada
pada film „Padman‟. Pada akhirnya, peneliti akan menemukan mitos yang
terkandung dalam suatu gambar dengan mengkolaborasikan makna denotasi
dengan makna konotasinya. Sedangkan makna konotasi, peneliti membuat
interpretasi dari makna denotasi yang di dasarkan pada rumusan masalah yang
dibuat oleh peneliti, sehingga konotasi akan mempresentasikan nilai keuletan
yang digambarkan pada film „Padman‟.
Dalam penelitian ini hal yang ingin dilihat adalah bentuk keuletan film
„Padman‟. Oleh sebab itu peneliti mengambil beberapa scene yang didalamnya
terdapat representasi keuletan yang akan di analisis menggunakan konsep
pemikiran Roland Barthes.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Olahan Penelitian (2019)
Film „Padman‟
(2018)
Keuletan pada film”Padman”
(2018)
Analisis Semiotika
Roland Barthes
Denotasi
(Makna nyata dari
pesan)
Konotasi
(Makna tersembunyi
dibalik makna Denotasi)
Mitos
(Perkembangan dari
konotasi yang sudah
terbentuk lama
dimasyarakat /