BAB I PENDAHULUAN - smartlib.umri.ac.id · mengalami perkembangan pesat dalam hal usaha makanan...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - smartlib.umri.ac.id · mengalami perkembangan pesat dalam hal usaha makanan...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri makanan merupakan salah satu sektor yang dapat memberikan
kontribusi besar dalam perekonomian nasional. Tak heran, persaingan di dunia
usaha makanan mengalami persaingan yang sangat kompetitif. Usaha makanan ini
tidak hanya dalam bentuk kafe atau restoran besar, tetapi ada juga dalam bentuk
usaha warung tenda. Usaha warung tenda ini banyak dijumpai di daerah perkotaan
yang berada di tepi-tepi jalan. Pekanbaru merupakan salah satu kota yang
mengalami perkembangan pesat dalam hal usaha makanan dalam bentuk warung
tenda. Mulai dari usaha pecel lele, soto, warung kopi, sate dan lain-lainnya. Usaha
warung tenda ini beroperasi mulai sejak pagi hari hingga malam hari.
Usaha pecel lele merupakan salah satu usaha warung tenda yang paling
banyak berdiri di sepanjang jalan-jalan yang ada di Pekanbaru. Namun usaha
pecel lele ini tidak hanya menjual makanan utama pecel lele saja, tetapi ada juga
beberapa menu lainnya yang membutuhkan peralatan masak yang mampu
menghasilkan produk dalam jumlah besar. Karena peralatan yang digunakan akan
dapat mempengaruhi sistem dan proses dalam pembuatan suatu produk menjadi
berbeda.
Kompor merupakan alat masak yang dapat menghasilkan panas tinggi
yang mempunyai ruang tertutup atau terisolasi dari luar sebagai tempat bahan
bakar diproses untuk dapat memberikan pemanasan bagi barang yang diletakkan
di atasnya. Penggunaan kompor menjadi salah satu hal penting dalam kegiatan
memasak (Subiantoro, 2015). Dengan menggunakan kompor yang tepat, hasil
masakan pun akan lebih maksimal.
Sebelumnya, penulis telah melakukan survei lapangan mengenai kondisi
peralatan masak yang digunakan oleh pelaku usaha pecel lele. Dari survei tersebut
diketahu bahwa pelaku usaha pecel lele menggunakan kompor yang belum bisa
dikatakan ergonomis. Ergonomi adalah suatu ilmu sistematis yang memanfaatkan
informasi tentang kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem
2
kerja, sehingga manusia dapat hidup dan bekerja dalam sistem yang baik, efektif,
aman, dan nyaman. Pelaku usaha pecel lele juga menjelaskan keluhannya terkait
dengan peralatan dan teknologi yang digunakan dalam proses memasak
produknya, seperti keluhan sakit pinggang dan pundak dikarenakan posisi dan
desain dari kompor tersebut tidak sesuai dengan kenyamanan fisik pekerja
sehingga dapat memicu kelelahan dan risiko cedera fisik. Selain itu, bentuk dari
kompor yang mereka gunakan juga tidak minimalis, tidak fleksibel, karena ukuran
kompor yang berat, terlalu besar dan sulit untuk dipindah-pindahkan, mengingat
usaha warung tenda seperti usaha pecel lele dapat berpindah-pindah lokasi.
Berikut salah satu contoh kompor yang tidak ergonomis yang banyak digunakan
oleh pelaku usaha pecel lele di Pekanbaru.
Gambar 1.1 Kondisi Riil Kompor Usaha Pecel Lele Saat Ini
Sumber : Data Penelitian, 2020
3
Dari gambar di atas, terlihat bahwa kondisi kompor yang tidak minimalis
memerlukan ruang yang besar untuk meletakkan kompor tersebut. Posisi dan
bentuk dari kompor yang tidak ergonomis, bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari
kondisi fisik pekerja dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja. Untuk
itu, pelaku usaha pecel lele harus lebih memperhitungkan teknologi memasak
yang digunakan, dan juga memahami karaktersitik fisiologi dan psikologi para
pekerja.
Selain itu, penggunaan kompor juga tidak lepas dari bahan bakar yang
digunakan seperti penggunaan minyak tanah atau gas LPG. Namun, penggunaan
gas LPG sebagai bahan bakar masak dianggap lebih hemat dan efisien
dibandingkan dengan minyak tanah serta praktis untuk dipindahkan. Usaha pecel
lele juga menggunakan gas LPG yang berukuran 3 kg dalam proses memasak
produknya. Karena dianggap lebih murah, hemat serta lebih fleksibel untuk
dipindah-pindahkan mengingat usaha pecel lele bisa saja berpindah-pindah
tempat.
Pada survei awal yang dilakukan oleh penulis pada beberapa usaha pecel
lele di pekanbaru, diketahui bahwa mereka keseluruhan menggunakan gas LPG
sebagai bahan bakar masak, terutama gas LPG ukruan 3 kg yang bisa
menghabiskan 3 hingga 4 tabung gas perhari nya. Namun, pelaku usaha pecel lele
mengalami kesulitan dalam memperoleh gas LPG 3 kg dikarenakan adanya
kelangkaan stok.
Kekhawatiran akan semakin menipisnya sumber daya dan energi
terutama bahan bakar fosil dan gas semakin terasa dalam beberapa tahun terakhir.
Menanggapi masalah tersebut muncul gagasan tentang penggunaan energi
alternatif salah satunya pemanfaantaan sampah plastik yang dicampur dengan
bahan bakar minyak sebagai bahan bakar alternatif atau terbarukan sebagai upaya
dalam menghemat sumber bahan bakar fosil yang setiap tahunnya semakin
menipis. Berdasarkan data bahan bakar fosil yang masih ada dari Direktorat
Minyak dan Gas Bumi untuk tahun 2015 sampai dengan 2019 adalah sebagai
berikut:
4
Gambar 1.2 Grafik Dominan Produksi Minyak dan Gas
Sumber : Renstra Direktorat Minyak dan Gas Bumi untuk tahun 2015 sampai
dengan 2019, 2020
Seperti yang terlihat pada grafik diatas, dikutip dari Renstra Direktorat
Minyak dan Gas Bumi untuk tahun 2015 sampai dengan 2019. Kementerian
ESDM, ternyata industri minyak bumi nasional itu sudah tua, umurnya sudah
lebih dari 100 tahun, dan produksinya semakin menurun.
Dengan menurunnya produksi minyak bumi dan gas akan berdampak
terhadap para pedagang usaha kecil menegah khususnya pelaku usaha pecel lele
yang banyak menggunakan sumber energi bahan bakar fosil yaitu LPG yang rata-
rata bisa menghabiskan setiap harinya 2 sampai 3 tabung gas 3 Kg. Oleh karena
itu sebagian besar pedagang usaha kecil banyak mengeluhkan kelangkaan tabung
gas 3 Kg sehingga harus beralih ke tabung gas 5,5 Kg ataupun 12 Kg yang
harganya cukup mahal sehingga harga jual usahanya terpaksa dinaikkan demi
menghindarkan kerugian. Berikut ini adalah data subsidi dan volume penjualan
LPG sebagai berikut:
5
Gambar 1.3 Grafik Subsidi LPG dan Volume Penjualan LPG
Sumber : Tim Riset CNBC Indonesia, 2020
Khusus komoditas LPG, tercatat bahwa subsidi LPG mulai menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2017, yakni mencapai Rp. 38,75
triliun. Jumlah itu merupakan nominal kedua tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Padahal, pada tahun 2015, 2016, subsidi LPG sudah lumayan terpangkas di
kisiran Rp 20 triliun seiring menurunnya harga komoditas global. Berdasarkan
data dari PT Pertamina (Persero), volume penjualan LPG sendiri memang terus
menanjak dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2017 sudah mencapai 7,3 juta
metrik ton (MT), atau meningkat hampir 300% sejak tahun 2018. Ditengah tren
kenaikan permintaan LPG, meroketnya subsidi untuk komoditas ini memang tidak
dapat dihindarkan. Pasalnya, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi LPG tanah
air, sekitar 70% nya harus dilakukan dengan cara mengimpor dari negara lain.
6
Banyak cara yang dilakukan untuk menghemat dan mengurangi
penggunaan bahan bakar fosil serta kelangkaan gas LPG dengan cara
memanfaatkan sampah plastik yang kemudian dicampur dan diolah dengan bahan
akar minyak untuk menghasilkan gas.
Sampah merupakan masalah yang hampir dialami seluruh negara tak
terkecuali Indonesia. Permasalahaan yang dihadapi masyarakat sekarang ini
adalah sampah yang semakin meningkat setiap harinya. Menurut Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Indonesia menghasilkan
sampah sekitar 66 sampai 67 juta ton pada tahun 2019. Jumlah ini lebih tinggi
dibandingkan jumlah sampah per tahunnya yang mencapai 64 juta ton. Tingginya
tingkat pertumbuhan penduduk mengakibatkan semakin banyaknya masyarakat
yang menghasilkan sampah dari kebutuhan setiap harinya. Baik sampah organik
maupun anorganik. Jika terus dibiarkan sampah-sampah ini akan jadi masalah
yang sangat serius. Sampah-sampah tersebut yang terus menumpuk tentu saja
menggangu masyarakat setempat karena baunya yang tidak sedap sehingga bisa
menimbulkan penyakit (Wardi, 2011).
Plastik merupakan salah satu jenis sampah yang volumenya semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Seiring dengan perkembangan ekonomi, maka
penggunaan plastik akan semakin meningkat. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Jenna Jambeck , University Of Georgia (2017) bahwa sampah plastik
di Indonesia mencapai 15% yang meningkat dari 11% pada tahun 2005. Hal ini
dikarenakan oleh keunggulan plastik dibanding dengan jenis material yang
lain seperti ringan, kuat, tahan korosi, sifat insulasi yang baik dan mudah
diwarnai (F Maghfurah, 2019).
Dengan banyaknya tumpukan sampah yang masih berserakkan ini
merupakan bentuk belum adanya kesadaran dan partisipasi masyarakat akan
membuang sampah pada tempatnya dan pengurangan sampah plastik. Adapun
bahaya sampah plastik bagi kesehatan manusia bisa menyebabkan kanker,
menganggu sistem saraf, depresi, pembekakan hati, gangguan reproduksi, radang
paru-paru dan lain sebagainya. Sedangkan bahaya sampah plastik bagi lingkungan
7
bisa mencemari tanah, air, laut, udara dan lain-lainnya (M Lenie, 2015). Berikut
adalah rekapitulasi dan komposisi data persampahan di Provinsi Riau.
Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Persampahan Provinsi Riau
Sumber : ciptakarya.pu.go.id, 2019
Tabel 1.2 Komposisi Berat Sampah Provinsi Riau
Sumber : ciptakarya.pu.go.id, 2019
Berdasarkan tabel 1.1 setiap orang per harinya menghasilkan 300 liter
sampah khususnya untuk kota pekanbaru dengan jumlah penduduknya sebesar
908.869 jiwa dengan ini rata-rata kota pekanbaru menghasilkan sampah setiap
harinya sebesar 272.660.700 liter sampah. Sedangkan Pada tabel 1.2
diklasifikasikan sampah berdasarkan jenisnya, khusus sampah jenis plastik di kota
pekanbaru dengan komposisi berat sampah sebesar 6% dari total sampah per
harinya dengan nilai rata-rata perharinya kota pekanbaru menghasilkan sampah
Luas Wilayah
Adm (HA)
Jumlah Pendududk
Adm (Jiwa)Jumlah Rumah
(Rumah)
Jumlah Penduduk
Perkotaan (Jiwa)
Jumlah Penduduk
Perdesaan (Jiwa)
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/HA)
Laju Pertumbuhan
Penduduk (%)
Jumlah Timbulan Sampah Per
Orang/Hari (Liter/Orang/Hari)
Kabupaten Kuantan Singingi 525.936 322.843 73.264 41.288 281.555 1 3,58 0,00
Kabupaten Indragiri Hulu 772.380 88.168 88.168 85.878 330.435 1 3,58 2,50
Kabupaten Indragiri Hilir 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
Kabupaten Pelalawan 1.275.845 360.571 76.456 66.288 294.283 0 3,58 2,00
Kabupaten Rokan Hulu 758.813 557.368 116.517 65.377 491.991 1 3,58 0,00
Kabupaten Bengkalis 697.541 522.125 116.471 249.446 272.679 1 3,58 5,28
Kabupaten Rokan Hilir 0 0 0 0 0 0 0,00 0,70
Kabupaten Kepulauan Meranti 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
Kota Pekanbaru 63.227 908.869 213.810 882.045 26.824 14 3,58 300,00
Kota Dumai 162.338 264.084 59.050 173.866 90.218 2 3,58 0,00
Kabupaten/Kota
Data Umum
Organik Kertas Kaca Plastik Logam Kayu Kain Karet Lain-Lain
Kabupaten Kuantan Singingi 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kabupaten Indragiri Hulu 1 2 1 2 0 3 0 0 11
Kabupaten Indragiri Hilir 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kabupaten Pelalawan 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kabupaten Siak 20 5 2 13 1 8 1 0 2
Kabupaten Kampar 5 1 0 2 0 0 0 0 1
Kabupaten Rokan Hulu 3 1 0 1 0 0 0 0 3
Kabupaten Bengkalis 38 11 0 14 1 1 0 0 7
Kabupaten Rokan Hilir 60 5 1 10 0 20 2 0 2
Kabupaten Kepulauan Meranti 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kota Pekanbaru 3 7 1 6 2 1 1 1 0
Kota Dumai 11 2 1 4 0 2 1 1 4
Kabupaten/KotaKomposisi Berat Sampah (%)
8
plastik sebesar 16.359.642 liter sampah plastik. Berikut ini adalah dokumentasi
tumpukan sampah di kota Pekanbaru pada tahun 2020.
Gambar 1.1 Tumpukan Sampah di Kota Pekanbaru Tahun 2018
Sumber :Dokumentasi Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
Kota Pekanbaru, 2020
Banyak cara yang dilakukan masyarakat Indonesia dalam menghilangkan
sampah, salah satunya adalah dengan cara dibakar. Akan tetapi masih banyak
masyarakat yang belum memahami betapa bahayanya jika sampah dibakar.
Sampah yang dibakar langsung akan menghasilkan karbon monoksida dan zat-zat
yang beracun sehingga efeknya membahayakan pernapasan manusia (Z
Kholisyah, 2019). Dengan teknologi tepat guna sampah plastik dapat dikelola
dengan baik. Salah satunya yang sedang dikembangkan adalah mengkonversi
sampah plastik menjadi bahan bakar minyak setara solar dan premium. Cara
pengolahan tersebut menggunakan metoda pirolisis sehingga diharapkan dapat
mewujudkan suatu solusi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan
menjaga lingkungan dari bahayanya sampah plastik serta menghadirkan suatu
9
solusi baru untuk bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan khususnya bagi
para pedagang usaha kecil menengah yaitu pelaku usaha pecel lele.
Dari pemaparan latar belakang diatas, maka penulis ingin membahas
lebih lanjut mengenai “Rancang Bangun Kompor Terintegrasi Dengan Konversi
Bahan Bakar Plastik dan Bahan Bakar Minyak Menjadi Bahan Bakar Gas
Menggunakan Metoda Value Engineering”. Dimana hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan solusi bagi para pelaku usaha warung tenda
terutama pelaku usaha pecel lele.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana spesifikasi kompor terintegrasi dengan konversi bahan bakar
plastik dan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas menggunakan
metode value engineering?
2. Bagaimana desain kompor terintegrasi dengan konversi bahan bakar
plastik dan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas menggunakan
metode value engineering?
3. Bagaimana produk kompor terintegrasi dengan konversi bahan bakar
plastik dan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas menggunakan
metode value engineering?
1.3 Batasan Masalah
Batasan Masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah :
1. Sampel sampah yang digunakan berasal dari sampah anorganik yaitu
plastik.
2. Penelitian ini dilakukan di kota Pekanbaru Riau.
3. Target penelitian pada perancangan kompor adalah pedagang usaha kecil
menengah yaitu pelaku usaha pecel lele yang berada di kota Pekanbaru.
4. Penarikan sampel untuk responden perancangan kompor menggunakan
metode Slovin dengan 134 sampel pelaku usaha pecel lele.
10
5. Perancangan sistem pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar
alternatif yang dikonversi ke bahan bakar gas bersumber dari 5 jurnal
lokal(Indonesia) dan 5 jurnal Internasional.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui spesifikasi kompor terintegrasi dengan konversi bahan
bakar plastik dan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas
menggunakan metode value engineering.
2. Untuk mengetahui desain kompor terintegrasi dengan konversi bahan
bakar plastik dan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas
menggunakan metode value engineering.
3. Untuk mengetahui produk kompor terintegrasi dengan konversi bahan
bakar plastik dan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas
menggunakan metode value engineering.
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan melakukan penelitian ini dapat diperoleh manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini sangat erat hubungan dengan program studi teknik industri
karena disini penulis merancang sebuah alat berdasarkan perhitungan
yang telah ditetapkan dalam merncang suatu peralatan, sehingga dengan
melakukan penelitian ini penulis dan semua pihak yang berkepentingan
dapat memahami konsep kerja dari penelitian yang dilakukan.
2. Manfaat dalam pengaplikasikan teori dalam praktik
Penelitian ini memfokuskan kepada pembuatan alat pemanfaatan sampah
plastik dan bahan bakar minyak sebagai bahan bakar alternatif sebagai
objek penelitian, sehingga diharapkan masyarakat maupun pihak yang
berkepentingan dapat menggunakan rancang bangun alat ini sebagai
11
bahan pertimbangan dalam pengolahan sampah dan solusi mengurangi
limbah anorganik.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan, maka penulisan tugas akhir ini
dibagi ke dalam beberapa bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan mengenai latar belakang, perumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan laporan penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi tentang landasan teori dari penelitian para pakar
yang memaparkan teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti serta bagian ini juga memberikan hipotesis dan variabel
penelitian.
BAB III PENGKAJIAN SISTEM
Di dalam bab ini berisikan mengenai penjelasan umum tentang penelitian
yang berkaitan antara lain dengan: sejarah perkembangan kompor,
sejarah konversi energi, sejarah perkembangan plastik dan lainnya.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan mengenai kerangka penyelesaian masalah yang
digunakan untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang ada, terdiri
dari flowchart penyelesaian masalah dan masing-masing langkah dalam
melaksanakan penelitian, seperti penelitian pendahuluan, perumusan
masalah, studi literatur, pengumpulan dan pengolahan data sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan dan saran.
BAB V IMPLEMENTASI METODE DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan implementasi metode dan analisa-analisa dari hasil
yang diperoleh dengan menggunakan metode Value Engineering dan
pendekatan Antropometri untuk menentukan spesifikasi produk sesuai
dengan kebutuhan.
12
BAB VI PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah
dilakukan. Kesimpulan dapat mengemukakan kembali masalah
penelitian dan mampu menjawab semua tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian. Saran merupakan manifestasi yang tertuang dalam tugas
akhir untuk dilaksanakan (sesuatu yang belum ditempuh dan layak untuk
dilaksanakan).