Massa Palatum

20
Laporan Kasus Departemen Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Mukoepidermoid Kelenjar Saliva Dimas Adi Nugroho Pembimbing: Dr. Dwi Antono, Sp.THT-KL Departemen IK THT–KL FK Undip /

description

diagnosis banding massa di palatum

Transcript of Massa Palatum

Page 1: Massa Palatum

Laporan Kasus Departemen

Diagnosis dan Penatalaksanaan

Karsinoma Mukoepidermoid Kelenjar Saliva

Dimas Adi Nugroho

Pembimbing: Dr. Dwi Antono, Sp.THT-KL

Departemen IK THT–KL FK Undip /SMF KTHT-KL RSUP Dr. Kariadi

Semarang2012

Page 2: Massa Palatum

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma mukoepidermoid (KME) merupakan tumor ganas yang diyakini timbul

dari sel-sel penunjang duktus ekskretorius. Tumor ganas ini terdiri dari tiga jenis sel, yaitu

sel mukus, sel epidermoid, dan sel intermediate. Gambaran klinis penyakit ini sangat

bervariasi, dari mulai yang tumbuh lambat dan indolent sampai yang bersifat lokal agresif

dan metastasis.1 Namun secara umum KME sering menunjukkan pertumbuhan kistik yang

menonjol. Klasifikasi KME dibagi menjadi tiga berdasarkan histopatologinya, yaitu

tingkat rendah, menengah, dan tinggi.2

KME adalah neoplasma maligna paling banyak yang terjadi pada kelenjar saliva

mayor dan minor, sekitar sepertiga dari seluruh keganasan pada kelenjar saliva.3

Neoplasma ini dapat terjadi pada semua umur, dengan insiden tertinggi pada dekade

keempat dan kelima. Rasio KME pada perempuan terhadap laki-laki sebanyak 3:1. Pada

kelenjar saliva mayor 89,6% kasus KME terjadi pada kelenjar parotis.4 Selain di kelenjar

saliva, KME dapat terjadi di organ lain seperti bronkus, tiroid, sakus lakrimalis, dan

laring.5

Manifestasi klinis KME biasanya berupa tumor atau massa yang tumbuh lambat,

tidak nyeri, terfiksir, dan berbatas tegas. Kadang bila tumor sudah melewati fase

pertumbuhan lambat, tumor dapat membesar dengan cepat.6 Gambaran klinis tersebut

kadang dapat membingungkan, dan dianggap penyakit yang lain. Gambaran klinis KME di

palatum antara lain dapat didiagnosis banding sebagai kista retensi, neoplasma jinak

(adenoma, myoepitelioma), neoplasma ganas lainnya (adenokarsinoma, karsinoma adenoid

kistik, karsinoma sel skuamus), dan torus palatinus. Penegakan diagnosis KME dengan

pemeriksaan histopatologi.

Dilaporkan kasus karsinoma mukoepidermoid kelenjar saliva di palatum.

Diharapkan dengan adanya laporan kasus ini, rekan-rekan sejawat dapat mendiagnosis dan

mengelola karsinoma mukoepidermoid sesuai tingkat kompetensinya.

1

Page 3: Massa Palatum

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang perempuan berumur 41 tahun datang dengan keluhan utama timbul

benjolan di langit-langit mulut. Sejak 2 tahun lalu timbul benjolan di langit-langit mulut,

mula-mula kecil makin lama makin membesar. Sekarang benjolan sebesar kelereng.

Benjolan tidak nyeri, hangat, atau keluar nanah. Tidak ada keluhan di mata, telinga,

hidung, nyeri telan, atau sulit telan. Pasien tidak mengeluh rasa tebal di langit-langit atau

di pipi. Tidak ada benjolan di leher, ketiak, atau lipat paha. Pasien hanya merasa

mengganjal di langit-langit mulutnya bila makan. Karena dirasakan semakin mengganggu,

pasien periksa ke klinik THT-KL RSUP Dr. Kariadi.

Riwayat hipertensi, DM, sakit jantung, tumor, dan sakit berat lainnya disangkal.

Riwayat sakit tumor di keluarga disangkal. Terdapat faktor risiko kanker pada pasien

berupa paparan insektisida dan makan makanan berpengawet.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, status generalis dalam batas

normal. Pemeriksaan rutin telinga, hidung, dan tenggorok dalam batas normal. Status

lokalis palatum didapatkan massa di garis tengah pada perbatasan palatum durum –

palatum mole, diameter 3 cm, kenyal, terfiksir, batas tegas, permukaan rata dan halus,

warna sama dengan sekitarnya.

Gambar 1. Pemeriksaan fisik didapatkan massa palatum.

Pemeriksaan penunjang dilakukan nasofaringoskopi, tidak didapatkan massa di

kavum nasi atau nasofaring, tampak massa di palatum, diameter 3 cm, kenyal, terfiksir,

batas tegas, permukaan rata dan halus, warna sama dengan sekitarnya. Pemeriksaan

laboratorium darah kesan lekositosis (15.700/mmk).

2

Page 4: Massa Palatum

Gambar 2. Pemeriksaan endoskopi tidak didapatkan massa di kavum nasi atau di nasofaring, didapatkan massa di palatum.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis

massa palatum. Diagnosis banding pasien ini adalah torus palatinus, kista retensi,

neoplasma jinak (adenoma, myoepitelioma), dan neoplasma ganas (adenokarsinoma,

karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel skuamus, karsinoma mukoepidermoid). Pasien

dirawat dan direncanakan untuk ekstirpasi massa dan dilakukan pemeriksaan hitopatologi

pada massa.

Tanggal 19 Januari 2012 dilakukan operasi ekstirpasi massa palatum pada pasien

dengan anestesi umum. Pendekatan operasi secara intraoral dengan menggunakan

mouthgag Davis-Boyle. Saat pre-operasi didapatkan kondisi pasien hipertensi (tekanan

darah = 160/90 mmHg), namun operasi tetap dilanjutkan dengan pertimbangan luka yang

dibuat kecil dan tidak terdapat pembuluh darah besar di sekitarnya. Saat operasi dilakukan

insisi pada mukosa massa di garis tengah, dipisahkan mukosa dengan massa, dilakukan

ekstirpasi massa secara in toto. Didapatkan massa padat, kenyal, berwarna merah

kecoklatan, ukuran diameter 1 cm. Luka ditutup dengan menjahit otot dan mukosa palatum

dengan benang terserap. Terapi pasca operasi diberikan: injeksi seftriakson 1x1 gr,

deksametason 3x1 amp, ketorolak 2x30 mg, asam traneksamat 3x500mg. Untuk terapi

hipertensi diberikan kaptopril 2x12,5 mg tablet. Sehari pasca operasi keadaan umum

pasien baik, tidak terdapat perdarahan, pasien tidak mengeluh nyeri. Pasien dipulangkan 2

hari pasca operasi dengan terapi pulang: sefadroksil 2x500 mg, ketoprofen 2x100 mg,

kaptopril 2x12,5 mg, dan roboransia. Pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan

mulutnya, menghindari makan makanan yang keras dan mengiritasi sampai lukanya

3

Page 5: Massa Palatum

sembuh, dan kontrol sesuai tanggal yang disarankan untuk mengetahui hasil pemeriksaan

histopatologi.

Gambar 3. Dari kiri atas sesuai jarum jam: pemakaian mouthgag Davis-Boyle, dilakukan insisi dan ekstirpasi massa, perdarahan dirawat dengan kassa dan suction, luka dijahit dengan benang.

Tanggal 30 Januari 2012 hasil pemeriksaan histopatologi jadi, kesan sesuai dengan

karsinoma mukoepidermoid. Namun sampai hasil pemeriksaan histopatologi jadi, pasien

belum kontrol ke klinik THT RSUP Dr. Kariadi. Pasien dihubungi menggunakan telepon

pada tanggal 2 Februari 2012, tidak ada keluhan pada pasien. Saat disarankan untuk

kontrol ke RSUP Dr. Kariadi pasien menolak karena sudah merasa sehat dan pasien sudah

kontrol di RS Salatiga.

4

Page 6: Massa Palatum

BAB III

PEMBAHASAN

Karsinoma mukoepidermoid (KME) merupakan tumor ganas yang paling sering

mengenai kelenjar saliva, sekitar sepertiga dari seluruh keganasan di kelenjar saliva.

Berdasarkan penelitian sebelumnya insidensi KME dilaporkan kurang dari 0,5% dari

seluruh keganasan di seluruh tubuh dan kurang dari 5% dari keganasan di kepala dan

leher.3 Kejadian KME lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan

perbandingan 3:1,4 ada yang menyebutkan 3:2.1 Neoplasma ini dapat terjadi pada semua

umur, dengan insiden tertinggi pada dekade keempat dan kelima.4 Sedangkan berdasarkan

tempatnya di kelenjar saliva, kelenjar parotis merupakan predileksi terbanyak KME,

disusul kelenjar submandibula dan kelenjar saliva minor.1 Profil pada pasien ini sesuai

dengan insidensi kejadian KME, dimana pasien merupakan perempuan dengan usia dekade

keempat. Timbulnya tumor di palatum, yang ternyata merupakan KME, karena di palatum

ditemukan banyak kelenjar saliva minor di submukosa palatum. Penelitian Brandwein dkk.

pada 78 pasien dengan KME dilaporkan predileksi terbanyak berturut-turut di kelenjar

parotis, palatum, dan di kelenjar submandibula.7

Gambaran klinis KME dapat bervariasi, tergantung jenis klasifikasi histopatologi

tumor. Tumor dengan tingkat rendah memberikan gambaran pembesaran massa yang tidak

nyeri dan tumbuh lambat (indolent), kadang menunjukkan pertumbuhan kistik yang

menonjol, sehingga sering dicurigai sebagai tumor jinak. KME tingkat rendah jarang

memberikan gambaran metastasis di kelenjar limfe. Sedangkan pada KME tingkat tinggi

Gambar 4. Gambaran klinis KME pada literatur dan pada pasien.

memberikan gambaran pertumbuhan yang lebih agresif, kadang susah dibedakan dengan

karsinoma sel skuamus, dengan kemungkinan metastasis kelenjar limfe yang lebih

5

Page 7: Massa Palatum

besar.1,6,8 Pada pasien ini, tumor terletak di palatum dengan ukuran yang relatif kecil

(diameter 3 cm), tumbuh lambat, permukaan tumor rata dan halus, warna sama dengan

mukosa di sekitarnya. Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe di leher dan di

tempat lainnya, yang artinya tumor belum bermetastasis ke kelenjar limfe. Awalnya pasien

diduga menderita suatu kista atau neoplasma jinak, namun hasil pemeriksaan histopatologi

memastikan pasien menderita KME.

Hasil pemeriksaan histopatologi secara mikroskopik menyatakan adanya

kelompok-kelompok sel dengan bentuk inti pleomorfik, berkromatin kasar, dan dapat

ditemukan mitosis abnormal. Sel-sel tersebut sebagian bersekresi musin, sebagian

berbentuk clear cel. Gambaran tersebut sama dengan yang dinyatakan dalam literatur

bahwa tumor tingkat rendah mempunyai permukaan halus, batas yang tegas, dan area

kistik yang meluas berisi material musin. Kista terbentuk oleh sel-sel musin dan

intermediate. Tumor tingkat rendah juga dikenali dari pola invasinya yang tidak agresif.2

Pembagian kriteria histopatologi pada KME awalnya diajukan oleh Stewart pada tahun

1945, yang dibedakan sebagai tingkat rendah (benigna) dan tingkat tinggi (maligna).

Namun sekarang ini terdapat 2 kriteria yang sering dipakai, yaitu berdasarkan Armed

Forces Institute of Pathology (AFIP) yang diajukan oleh Goode dkk. dan sistem yang

diajukan oleh Brandwein dkk. Kedua kriteria yang sekarang dipakai membagi KME

menjadi 3, yaitu tingkat rendah, menengah, dan tinggi. Keterangan lebih detil mengenai

pembagian histopatologi KME dapat dilihat pada tabel di bawah.9

Tabel 1. Perbandingan kriteria KME berdasarkan AFIP dan Brandwein.Kriteria AFIP Kriteria Brandwein

Komponen intrakistik <20% = 2 Komponen intrakistik <25% = 2Adanya invasi neural = 2 Tumor menginvasi dalam struktur

sarang/pulau kecil = 2Adanya nekrosis = 2 Terdapat nukleus atipik = 2Mitosis (≥4 per 10 LPB) = 3 Invasi ke limfatik dan/atau vaskuler = 3Anaplasia = 4 Invasi tulang = 3

>4 mitosis per 10 LPB = 3Penyebaran perineural = 3Nekrosis = 3

Tingkat rendah = 0 – 4 Tingkat menengah = 5 – 6 Tingkat tinggi = 7 – 14

Tingkat rendah = 0 Tingkat menengah = 2 – 3 Tingkat tinggi = 4 atau lebih

6

Page 8: Massa Palatum

Gambar 5. Gambaran histopatologik pada KME tingkat rendah (kanan) dan tingkat tinggi (kiri).

Stadium pada KME berdasarkan klasifikasi TNM dari AJCC. Penentuan T pada

tumor palatum mengikuti klasifikasi T di kavum oris, sebagai berikut:

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan.

T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer.

Tis Karsinoma in situ.

T1 Tumor berukuran 2 cm atau kurang dalam ukuran terbesar.

T2 Tumor berukuran lebih dari 2 cm namun tidak lebih besar dari 4 cm.

T3 Tumor berukuran lebih dari 4 cm dalam ukuran terbesar.

T4a Tumor menginvasi struktur sekitar (korteks tulang, otot-otot ekstrinsik

lidah, sinus maksilaris, kulit wajah)

T4b Tumor menginvasi ruang mastikator, lamina pterigoidea, atau basis kranii

dan/atau meliputi arteri karotis interna.

Pada pasien ini ukuran tumor 3 cm, belum terdapat metastasis ke kelenjar limfe

regional namun metastasis ke organ jauh belum dapat ditentukan secara pasti, sehingga

stadium KME pada pasien ini adalah T2N0Mx. Secara klinis pada pasien ini tidak terdapat

tanda-tanda metastasis di organ jauh, dan dari literatur yang menyatakan jarang adanya

metastasis jauh tanpa didahului metastasis pada kelenjar limfe regional, maka dapat

disimpulkan bahwa stadium pasien ini adalah T2N0M0, stadium 2.

Penatalaksanaan pada KME berdasarkan kriteria jenis histopatologi tumor. Pada

KME kriteria tingkat rendah reseksi lokal merupakan terapi utama, sedangkan pada tingkat

tinggi selain reseksi dengan eksisi luas disertai diseksi leher bila terdapat metastasis di

kelenjar limfe leher dan radioterapi tambahan.1,2 Pada pasien telah dilakukan reseksi lokal

pada tumor, yang awalnya ditujukan untuk ekstirpasi massa dan pemeriksaan

histopatologi. Diseksi leher dan radioterapi tambahan tidak diperlukan pada pasien ini

karena tumor termasuk tingkat rendah.7

Page 9: Massa Palatum

Prognosis pada KME relatif baik, terutama pada KME tingkat rendah. Penelitian

Ozawa menyatakan ketahanan hidup 5 tahun pasien KME rata-rata mencapai 62,3%,

sedangkan pada KME tingkat rendah bisa lebih tinggi lagi mencapai 95,1%.1 Selain

kriteria histopatologi, prognosis KME tergantung juga dari stadium tumor. Tepi operasi

yang positif, diseksi leher, dan radioterapi merupakan faktor-faktor yang menurunkan

ketahanan hidup pada pasien KME.2

Diagnosis banding pada KME antara lain adalah kista retensi, neoplasma jinak

(terutama jenis adenoma dengan segala variasinya), neoplasma ganas (adenokarsinoma,

karsinoma adenoid kistik) dan torus palatinus. Kami akan menguraikan dengan singkat

satu per satu.

Kista mukus, atau disebut juga mukokel, merupakan istilah klinis yang merujuk

pada dua kejadian: fenomena ekstravasasi mukus dan kista retensi mukus. Pembentukan

kista terjadi karena pembengkakan jaringan ikat yang di dalamnya terdiri dari kumpulan

musin disebabkan ruptur duktus kelenjar saliva biasanya karena trauma lokal, pada kasus

fenomena ekstravasasi mukus, dan obstruksi atau ruptur duktus salivarius pada kasus kista

retensi mukus. Gambaran klinis mukokel berupa massa yang transparan kebiruan, dan

sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Lokasi tersering terjadinya mukokel di

permukaan bibir bawah, diikuti di lidah bagian ventral anterior, dan di dasar mulut. Kista

retensi di dasar mulut disebut juga sebagai ranula. Ukuran mukokel bervariasi dari 1 mm

sampai beberapa sentimeter, dan terlihat sebagai massa yang sedikit transparan dengan

warna kebiruan. Pada palpasi mukokel teraba fluktuasi namun dapat juga teraba kenyal.

Variasi mukokel dapat terjadi di palatum dan muksa bukal posterior, dikenal sebagai

“mukokel superfisial”. Secara mikroskopik, mukokel tampak sebagai musin yang

dikelilingi oleh jaringan granulasi. Kadang juga ditemukan netrofil dan histiosit

disebabkan karena adanya proses inflamasi yang terjadi bersamaan. Beberapa mukokel

menghilang dengan spontan setelah beberapa saat, namun pada mukokel yang kronik

dibutuhkan operasi eksisi. Kadang diperlukan eksisi pada kelenjar saliva di sekitarnya

untuk mencegah kekambuhan.6

8

Page 10: Massa Palatum

Gambar 6. Mukokel pada bibir bawah.

Adenoma pleomorfik (benign mixed tumor) merupakan neoplasma jinak paling

sering pada kelenjar saliva, dilaporkan 65% dari seluruh tumor kelenjar saliva. Lokasi

paling sering terjadinya adenoma pleomorfik di rongga mulut adalah di palatum durum,

sedangkan terbanyak mengenai kelenjar saliva parotis. Gambaran klinis penyakit berupa

massa yang tumbuh lambat, soliter/tunggal, berbentuk lobus/bulat berkapsul dengan

permukaan halus. Gambaran klinis ini menyerupai gambaran pada KME. Penegakan

diagnosis penyakit dengan pemeriksaan histopatologi. Secara mikroskopik, adenoma

pleomorfik terdiri dari 3 komponen sel, yaitu sel epitelial, sel myoepitelial, dan sel stroma

(mesenkim). Tumor tidak terbungkus kapsul dengan jelas namun diselimuti oleh

pseudokapsul fibrosa dalam ketebalan yang bervariasi. Jika makin bertambah besar

ukurannya, tumor ini mungkin bisa berubah menjadi ganas yang disebut karsinoma ex-

adenoma pleomorfik. Tingkat rekurensi tumor setelah dilakukan enukleasi dilaporkan

sekitar 20-45%.6,8

Gambar 7. Gambaran klinis adenoma pleomorfik (kiri). Gambaran mikroskopik: terdiri dari

campuran komponen sel epitelial di sebelah kiri dan sel mesenkimal di sebelah kanan. (kanan)

Karsinoma adenoid kistik terjadi sekitar 10% dari seluruh neoplasma di kelenjar

saliva. Tumor ini merupakan jenis paling sering yang mengenai kelenjar submandibula dan

9

Page 11: Massa Palatum

kelenjar saliva minor, dan tersering kedua yang mengenai kelenjar parotis. Frekuensi

terjadinya tumor hampir sama antara laki-laki dan perempuan, dan biasanya terjadi pada

usia dekade kelima. Gambaran klinisnya berupa tumor yang tumbuh lambat, biasanya

monolobular, kadang berkapsul sebagian atau tidak berkapsul, dan sering menginfiltrasi

jaringan di sekitarnya. Walaupun metastasis regional jarang, namun penyebaran jauh ke

paru-paru dan tulang sering ditemukan. Secara mikroskopik, gambaran karsinoma adenoid

kistik terdapat epitel basaloid yang tersusun dalam bentuk silindris dengan stroma hyalin

eosinofilik. Pola histologiknya dibagi menjadi kribiform, solid, dan tubuler. Pola solid

memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan pola tubuler. Invasi perineural merupakan

gambaran yang khas dari karsinoma adenoid kistik, sehingga adanya invasi perineural ini

menyulitkan saat dilakukan eradikasi pada tumor. Penatalaksanaan tumor ini dengan eksisi

luas dan penambahan radioterapi pasca operasi.6,8

Gambar 8. Karsinoma adenoid kistik pada palatum (kiri) dan gambaran histopatologiknya.

Gambar 9. Adenokarsinoma pada kelenjar parotis (kiri) dan gambaran histopatologik

adenokarsinoma (kanan).

Adenokarsinoma merupakan karsinoma yang berasal dari sel kelenjar. Tumor ini

paling sering terjadi pada kelenjar saliva minor yang diikuti pada kelenjar parotis.

Kejadian adenokarsinoma sebanding antara laki-laki dan perempuan. Tumor ini bersifat

agresif dan cenderung bermetastasis. Gambaran klinisnya berupa massa yang kenyal atau

keras dan terfiksir dengan jaringan sekitarnya. Gambaran mikroskopik dari tumor ini 10

Page 12: Massa Palatum

berupa sel epitel kolumner/silinder yang bervariasi membentuk massa solid.

Adenokarsinoma dapat dibedakan dari KME dengan kurangnya pada pewarnaan keratin.6

Torus palatinus merupakan kelainan kongenital yang mengenai tulang palatum,

biasanya timbul pada usia 20-an dan tumbuh lambat sepanjang hidup pasien. Gambaran

klinis torus berupa mukosa yang melapisi pertumbuhan tulang palatum yang menonjol.

Torus biasanya berupa massa tulang multilobus yang terdiri dari lamela tulang dengan

sedikit kandungan sumsum tulang dan tidak sampai melibatkan tulang asalnya. Pasien

tidak merasakan gejala kecuali torus mengganggu letak gigi atau terdapat trauma berulang

saat makan. Pada pasien yang merasa terganggu, penanganan torus dilakukan dengan

menghilangkan korteks tulang memakai osteotom atau bor. Torus kadang rekuren, namun

tidak pernah dilaporkan berubah menjadi keganasan.10

Gambar 10. Gambaran klinis torus palatinus.

RINGKASAN

Dilaporkan kasus seorang perempuan 41 tahun dengan keluhan timbul benjolan di

palatum sejak 2 tahun lalu. Benjolan dirasakan makin membesar, namun tidak nyeri, tidak

berdarah, pasien hanya mengeluhkan rasa mengganjal dan tidak nyaman saat mengunyah

makanan. Diagnosis banding pada pasien ini adalah kista retensi, neoplasma jinak

(adenoma), neoplasma ganas (karsinoma mukoepidermoid, karsinoma adenoid kistik,

adenokarsinoma), dan torus palatinus. Pasien kemudian dirawat dan dilakukan ekstirpasi

massa dan pemeriksaan histopatologi. Dari pemeriksaan histopatologi, dipastikan pasien

menderita karsinoma mukoepidermoid.

11

Page 13: Massa Palatum

DAFTAR PUSTAKA

1. Ozawa H, Tomita T, Sakamoto K, Tagawa T, Fujii R, Kanzaki S, et al. Mucoepidermoid carcinoma of the head and neck: clinical analysis of 43 patients. Jpn J Clin Oncol. 2008; 38(6): p.414–8

2. Nance MA, Seethala RR, Wang Y, Chiosea SI, Myers EN, Johnson JT, et al. Treatment and survival outcomes based on histologic grading in patients with head and neck mucoepidermoid carcinoma. Cancer. 2008; 113(8): p.2082–9.

3. Rapidis AD, Givalos N, Gakiopoulou H, Stavrianos SD, Faratzis G, Lagogiannis GA, et al. Mucoepidermoid carcinoma of the salivary glands: review of the literature and clinicopathological analysis of 18 patients. Oral Oncol. 2006; 35: p.105–11

4. Jarvis SJ, Giangrande V, Brennan PA. Mucoepidermoid carcinoma of the tonsil: a very rare presentation. Acta Otorhinolaryngol Ital: 9 Februari 2012

5. Mucoepidermoid carcinoma. Available at: http://www.oralcancerfoundation.org/ facts/rare/mc/index.htm

6. Oh YS, Eisele DW. Salivary gland neoplasms. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery - Otolaryngology. 4 th ed. Baltimore: Williams & Wilkins. 2006; 109: p.1518

7. Brandwein MS, Ivanov K, Wallace DI, Hille JJ, Wang B, Fahmy A, et al. Mucoepidermoid carcinoma: a clinicopathologic study of 80 patients with special reference to histological grading. Am J Surg Pathol. 2001; 25(7): p.835–45

8. Ferris RL, Spiro JD, Spiro RH. Salivary gland neoplasms. In: Montgomery PQ, Evans PR, Gullane PJ, editors. Principles and Practice of Head and Neck Surgery and Oncology. 2nd ed. London: Informa Healthcare. 2009; 20: p.379-92

9. Seethala RR. An update on grading of salivary gland carcinomas. Cancer. 2005; 1510. Lian TS. Benign tumors and tumor-like lessions of the oral cavity. In: Cummings

CW, et al, editors. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4 th ed. Philadelphia: Mosby Inc. 2005; 76.

12

Page 14: Massa Palatum

Atypia means that the cells look different from normal cells. You can have atypia with

hyperplasia, which means that the cells look different from normal and that there are more

cells than you would expect to see. You can also have atypia without having hyperplasia.

Atypia does not always progress to precancer (ductal carcinoma in situ [DCIS]) or cancer.

In fact, it is not uncommon for a repeat biopsy in the same area of the breast to show

entirely normal-appearing cells. Atypia can be described in a number of ways

13