BAB II LANDASAN TEORI - smartlib.umri.ac.id · 7 untuk membuatnya dibutuhkan motor, chasing/wadah,...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - smartlib.umri.ac.id · 7 untuk membuatnya dibutuhkan motor, chasing/wadah,...
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Perancangan produk
Pengertian perancangan produk
Perancangan produk adalah penyusunan konsep yang lebih jelas, defaul
dan sistematis dari pada gagasan produk baru ataupun modifikasi produk lama
dalam bentuk gambar teknis (enginering drawing )untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan (market pull) atau memanfaatkan inovasi teknologi (market
techonology push). Perancangan biasanya dibuat dalam bentuk perancangan
rekayasa ( enginering design), dan perancangan industri( industri design ). Dalam
kegiatan yang berkaitan dengan teknik, perancangan dan pembuatan suatu produk
merupakan bagian yang sangat besar perannya. Kegitan perancangan di mulai
dengan pembuatan konsep awal dari hasil pemikiran tersebut, dan selanjutnya
masuk dalam tahap perancangan, tahap pengembangan, dan tahap penyempurnaan
produk. Setelah di sempurnakan maka akan masuk tahap pembuatan dan berakhir
padatahap pendistribusian produk.
Kesuksesan ekonomi sebuah perusahaan manufaktur tergantung pada
kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, kemudian secara tepat
menciptakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan biaya yang
rendah. Untuk membuat sebuah produk biasanya kita akan melewati tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Market Research dan Feasibility Study Market Research
Dilakukan untuk mengetahui selera pasar pada umumnya. Dari market
research ini bisa didapatkan produk seperti apa yang konsumen butuhkan atau
inginkan.
2. Brainstorming
Brainstorming, atau dalam bahasa Indonesia juga disebut sebagai curah
pendapat, adalah proses mengumpulkan ide-ide untuk mencari solusi/jalan keluar
dari masalah yang didiskusikan. Dari proses berdiskusi ini akan didapatkan garis
besar barang yang akan dibuat, cara kerja, komponen yang akan dipakai, dan lain
sebagainya. Misalnya kita ingin membuat mesin penghisap debu, akan terbayang
7
untuk membuatnya dibutuhkan motor, chasing/wadah, filter/saringan, hose/pipa,
mulut pipa dan sebagainya.
3. Menentukan Tujuan dan Batasan Produk
Tujuan dan batasan diperlukan agar kita tidak berlebihan dalam merancang
produk tersebut yang akan berakibat mahalnya harga jual ke konsumen.
Konsumen tentu saja menginginkan nilai tambah yang ditawarkan dalam produk
tersebut sepadan dengan biaya yang dikeluarkannya (reasonable price). Tentu
saja market research diperlukan untuk mengetahui selera pasar. Dari menentukan
tujuan dan batasan ini kita memperoleh spesifikasi komponen-komponen dan
material apa saja yang akan dipakai.
4. Menggambar Produk
Dengan menggambarkan produk berdasarkan hubungan dimensi
komponen-komponen yang sudah ditentukan dalam tahap-2 di atas, kita akan
mendapatkan ilustrasi produk jadi. Produk bisa digambar dalam 2 dimensi atau 3
dimensi, biasanya gambar 3 dimensi lebih mudah dimengerti oleh sebagian besar
orang. Merancang produk dalam 3 dimensi bisa dilakukan dengan menggunakan
software SolidWorks, Inventor, Catia dll.
5. Review Produk
Produk review dilakukan untuk mengevaluasi apakah ada kekurangan pada
rancangan yang sudah dibuat desainnya sampai tahap gambar ini. Diskusi dengan
melihat gambar produk biasanya lebih mudah berkembang daripada hanya
membayangkannya saja. Pada tahap ini kembali dilakukan brainstorming untuk
mendapatkan hasil yang optimal dan meminimalisir masalah yang akan timbul
ketika produksi masal nanti. Pada tahap ini pula biasanya produk yang sedang
dirancang perlu dibenahi disana-sini.
6. Membuat Prototype/Sample
Sample barang yang akan diproduksi masal bisa dibuat dengan berbagai
cara. Untuk produk-produk dari resin bisa dimodelkan dengan mesin rapid
prototyping, desain body yang stylish bisa dimodelkan dengan tanah liat khusus,
kardus pembungkus produk bisa dibuat dengan tangan. Untuk produk-produk
yang sudah umum tidak perlu sampai membuat sample barangnya (produk-produk
8
dari besi), namun memerlukan ketelitian dalam menggambar dan tidak boleh ada
kesalahan gambar yang bisa berakibat fatal: barang reject.
7. Uji Coba
Sebelum dipasarkan tentu kita perlu menguji apakah barang yg kita buat
ini benar-benar handal atau tidak. Ada yang mengujinya berdasarkan waktu,
ditekan, dijatuhkan, dan lain-lain. Produsen telepon seluler seperti nokia memiliki
mesin khusus untuk menguji ponsel-ponsel buatan mereka supaya tahan terhadap
bantingan. Jika ditemukan hal-hal yang tidak memuaskan tentu saja produk
tersebut perlu didesain ulang (kembali ke tahap 3). Hal-hal yang memuaskan tentu
saja harus dilihat dari sudut pandang konsumen, bukan produsen. Begitulah
produsen-produsen besar saat ini mengkaji terus menerus produk mereka agar
nama produk yang mereka buat tetap terjaga.
8. Poduksi Masal
Dalam produksi masal perlu adanya kontrol kualitas agar konsumen tidak
sampai menerima barang yang rusak.
9. Garansi
Garansi adalah layanan purna jual yang diberikan oleh perusahaan yang
membuat produk tersebut agar konsumen tenang jika sewaktu-waktu ada
kerusakan pada barang tersebut. Banyak konsumen yang lebih memilih membayar
agak lebih mahal untuk mendapatkan garansi dan ketenangan dalam pemakaian
produk.
2.2. Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD) adalah metode perencanaan dan
pengembangan secara terstruktur yang memungkinkan tim pengembangan
mendefinisikan secara jelas kebutuhan dan harapan pelanggan, dan mengevaluasi
kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan dan
harapan tersebut (Ariani, 2002). Menurut Subagyo dalam Marimin 2004, Quality
Function Deployment adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau
jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan
ketentuan teknis untuk menghasilkan barang atau jasa ditiap tahap pembuatan
barang atau jasa yang dihasilkan.
9
QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk
menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkann kebutuhan-kebutuhan itu
ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, di mana masing-masing area fungsional
dan tingkat organisasi dapat mengerti dan bertindak. Ia mencakup juga
pemantauan dan pengendalian yang tepat dari proses manufacturing menuju
sasaran (Gaspersz, 1997).
QFD digunakan untuk memperbaiki pemahaman tentang pelanggan dan
untuk mengembangkan produk, jasa serta proses dengan cara yang lebih
berorientasi kepada pelanggan (Rampersad, 2006).
Ada 3 manfaat utama yang diperoleh perusahaan bila menggunakan metode
QFD, yaitu:
1. Mengurangi Biaya: Hal ini dapat terjadi karena produk yang dihasilkan
benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen dan harapan konsumen
sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan dan pembuangan bahan baku
yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh konsumen.
Pengurangan biaya dapat dicapai dengan pengurangan biaya pembelian
bahan baku, biaya overhead atau pengurangan upah dan penyederhanaan
proses produksi.
2. Meningkatkan Pendapatan: Dengan pengurangan biaya, untuk hasil yang
kita terima akan lebih meningkat. Dengan QFD produk atau jasa yang
dihasilkan akan lebih dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.
3. Mengurangi Waktu Produksi: QFD akan membuat tim pengembangan
produk atau jasa untuk memfokuskan pada program pengembangan
kebutuhan dan harapan konsumen (Ariani, 2002).
Menurut Subagyo dalam Marimin (2004), tahapan QFD yaitu sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasikan kemauan pelanggan. Dalam hal ini, pelanggan atau
konsumen ditanya mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk.
2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan barang atau jasa. Hal
ini didasarkan data yang tersedia. Aktivitas dan sarana yang digunakan
10
dalam menghasilkan barang atau jasa, dalam rangka menentukan mutu
pemenuhan kebutuhan pelanggan.
3. Hubungan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan
ini dapat berpengaruh kuat, sedang atau lemah. Setiap aspek dari
konsumen diberi bobot, untuk membedakan pengaruhnya terhadap mutu
produk.
4. Perbandingan kinerja pelayanan. Tahap ini membandingkan kinerja
perusahaan dengan pesaing.
5. Evaluasi pelanggan untuk membandingkan pendapat pelanggan tentang
mutu produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing.
Menggunakan Skala Likert dengan pendekatan distribusi Z, kemudian
dibuat rasio antara target dengan mutu setiap kategori.
6. Trade off untuk memberikan penilaian pengaruh antar aktivitas atau sarana
yang satu dengan lainnya.
2.2.1. House of Quality (HOQ)
Matriks House of Quality (HOQ) atau rumah mutu adalah bentuk yang
paling dikenal dari persentasi QFD. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama,
yaitu bagian horizontal dari matriks berisi informasi yang berhubungan dengan
konsumen dan disebut dengan Customer Table, bagian vertikal dan matriks berisi
informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen dan disebut dengan
Technical Table. Disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut:
11
Bagian E (Correlation Roof Matrix)
Korelasi Respon Teknis
Bagian C (Hows)
Karakteristik Teknis
Bagian D (Correlation Matrix)
(Pengaruh karakteristik teknis terhadap kebutuhan konsumen)
Bagian F (Costumer Requirement Priorities)
Matriks Teknis
(Prioritas karakteristik teknis, perbandingan dengan pesaing target)
Bagian B (Competitive Assessment)
Matriks Perencanaan
Bagian A (Whats)
Kebutuhan dan keinginan konsumen
Gambar 2.1 House of Quality (HOQ)
Sumber : Wijaya, 2011
Penjelasanmodel House of Qualitydiatas dijabarkan sebagai berikut :
Bagian A, terdiri dari sejumlah kebutuhan dan keinginan konsumen
yang diperoleh dari penelitian pasar.
Bagian B, terdiri dari tiga jenis informasi, yaitu :
a. Bobot kepentingan kebutuhan konsumen.
b. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa.
c. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa
sejenis dari perusahaan pesaing.
Bagian C, berisi persyaratan-persyaratan teknis untuk produk atau
jasa baru yang akan dikembangkan. Data ini diturunkan berdasarkan
informasi yang diperoleh mengenai kebutuhan dan keinginan
konsumen (Bagian A).
Bagian D, terdiri dari penelitian manajemen mengenai kekuatan
hubungan antara elemen-elemen yang terdapat pada bagian
12
persyaratan teknis (Bagian C) dan kebutuhan konsumen (Bagian A)
yang dipengaruhinya. Kekuatan hubungan ditentukan dengan
simbol-simbol tertentu.
Bagian E, menunjukkan korelasi antara persyaratan teknis yang satu
dan persyaratan-persyaratan lain yang terdapat pada bagian C.
Korelasi antara kedua persyaratan teknis tersebut ditunjukkan
menggunakan simbol-simbol tertentu.
Bagian F, terdiri dari tiga jenis informasi :
a. Urutan tingkat kepentingan (Ranking) persyaratan teknis.
b. Informasi untuk membandingkan kinerja teknis produk atau
jasa yang dihasilkan dari kinerja produk atau jasa perusahaan
pesaing.
c. Target kinerja persyaratan teknis produk atau jasa yang baru
dikembangkan.
2.2.2 Pembentukan House of Quality (HOQ)
Langkah-langkah dalam pembentukan House of Quality (Cohen dalam
Homkhiew, Ratanawilai, dan Pochana, 2012):
1. Pembentukan sub matriks What’sdengan mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhan konsumen (dengan wawancara atau pengisian kuesioner)
sehubungan dengan karakteristik-karakteristik produk yang diinginkan.
Persyaratan-persyaratan dari pelanggan ini dikelompokan dalam kategori
primer dan sekunder. Syarat primer dapat saja berupa kategori umum.
Masing-masing persyaratan diberi ranking menurut skala likert dengan
nilai 1 (satu) hingga 5 (lima).
2. Pembentukan sub matriks persepsi konsumen yang telah didapat kemudian
diberi bobot berdasarkan kepentingan oleh konsumen itu sendiri. Tingkat
kepentingan konsumen memiliki skala 1 (satu) sampai dengan 5 (lima),
dimana nilai 5 (lima) menunjukkan bahwa karakteristik yang ada sangat
dibutuhkan dan karakteristik tersebut harus ada pada produk yang
diinginkan. Tingkatan ini menurun seiring dengan menurunnya nilai yang
13
diberikan, dimana nilai 1 (satu) berarti karakteristik tersebut tidak selalu
ada pada produk tersebut.
3. Pembentukan sub matriks how`s, yaitu dengan menterjemahkan
kebutuhan-kebutuhan tersebut ke dalam kebutuhan-kebutuhan desain,
yang dapat diketahui kualitas dan kuantitasnya untuk memproduksi
produk yang sesuaidengan karakteristik yang diinginkan. Susunlah
kebutuhan-kebutuhan desaintersebut ke dalam kelompok-kelompok
tertentu.
4. Pembentukan sub matriks hubungan (relationship), yaitu dengan
menentukanhubungan hubungan yang terjadi antara kebutuhan konsumen
(what`s) dankebutuhan desain (how`s), dengan penilaian sebagai berikut:
Tidak ada hubungan (tidak ada lambang; bobot = 0)
Menunjukan banyak atau sedikit perubahan kuantitas atau
kualitashow`s tidak mengakibatkan terjadinya perubahan pada
tingkatkepuasan konsumen yang berarti.
Hubungan yang lemah (lambang ; bobot = 1)
Menunjukan bahwa perubahan besar pada kuantitas atau
kualitashow`s mengakibatkan sedikit atau tidak ada perubahan
pada tingkatkepuasan konsumen.
Hubungan yang sedang (lambang ; bobot = 3)
Menunjukan bahwa perubahan besar pada kuantitas atau kualitas
how`s mengakibatkan perubahan pada tingkat kepuasan
konsumenyang cukup berarti, tetapi tidak banyak.
Hubungan yang kuat (lambang; bobot = 9)
Menunjukan bahwa sedikit perubahan pada kualitas atau
kuantitashow`s mengakibatkan terjadinya perubahan yang
signifikan padatingkat kepuasan konsumen.
5. Penentuan target berdasarkan karakteristik kualitas how`s dan
tingkatkesulitan perusahaan, yaitu dengan menjabarkan nilai-nilai target
darikebutuhan desain, yang mana nilai ini merupakan suatu nilai unit
pengukuran(measurement unit) yang berhubungan dengan kebutuhan
14
desain yang dapatdihasilkan oleh perusahaan. Tingkat kesulitan
perusahaan dalam memenuhitarget, dengan ketentuan sebagai berikut:
Paling mudah (1), yaitu dalam merealisasikan tidak terdapat
kendalayang berarti.
Mudah (2), yaitu timbul kendala yang masih mudah diatasi.
Cukup sulit (3), yaitu cukup sulit dalam merealisasikan karena
timbulkendala yang sulit dan banyak.
Sulit (4), yaitu sulit dalam merealisasikan karena terdapat
kendalakendalaseperti variabel teknis yang tidak dapat dikontrol.
Sangat sulit (5), yaitu paling sulit direalisasikan bahkan
adakemungkinan tidak dapat dilakukan karena biasanya kendala
yangdihadapi merupakan efek samping teknologi yang digunakan.
6. Membuat representasi target, yaitu nilai-nilai target tersebut dapat
meningkatatau menurun sesuai dengan pengembangan yang dilakukan.
Untukmenunjukan peningkatan atau penurunan dari nilai target
digunakan tandapanah, bila pengembangan pada target tidak sesuai dan
target terbaikmerupakan gambaran nominal, maka representasinya
menggunakan “O”.
berarti semakin besar semakin baik.
berarti semakin kecil semakin baik.
7. Pembentukan sub matriks korelasi, yaitu dengan menunjukan korelasi
yangterjadi antara setiap kebutuhan desain. Adapun penjabarannya
sebagaiberikut:
Korelasi yang sangat positif (simbol )
Menunjukan perubahan terjadi pada satu kebutuhan desain
dapatlangsung memberikan dampak positif terhadap kebutuhan
desain yanglain.
Korelasi yang positif (simbol)
Menunjukan perubahan yang terjadi pada satu kebutuhan desain
dapatlangsung memberikan dampak positif terhadap kebutuhan
15
desain yanglainnya dengan kadar lebih rendah daripada korelasi
yang sangatpositif.
Korelasi yang negatif (simbol )
Menunjukan perubahan yang terjadi pada satu kebutuhan desain
dapat langsung memberikan dampak negatif terhadap kebutuhan
desainyang lainnya dengan kadar lebih rendah daripada korelasi
yang sangatnegatif.
Korelasi yang sangat negatif (simbol )
Menunjukan perubahan yang terjadi pada satu kebutuhan desain
dapatlangsung memberikan dampak negatif terhadap kebutuhan
desainyang lainnya.
8. Menentukan perbandingan teknis antar masing-masing pesaing, yaitu
dengancara membandingkan kebutuhan-kebutuhan konsumen tersebut
denganpesaing dan hasilnya diranking oleh konsumen. Hal ini untuk
mengetahuiposisi kita terhadap pesaing.
9. Membandingkan setiap how`s dengan suatu benchmark kompetitif
secarateknis. Akan terdapat korelasi antar kedua perbandingan kompetitif
ini, apayang terlihat lebih baik pada keinginan konsumen akan
berkorelasi.
10. Membuat perhitungan prioritas, yaitu dengan cara melakukan
perhitungan matematis dengan mengganti lambang-lambang dengan nilai
bobotnya, makakeseluruhan penilaian akan dapat disusun berdasarkan
kepentingan relatifdari setiap kebutuhan konsumen. Nilai relatif yang
didapat merupakan tingkat kepentingan yang harus diperhatikan oleh
pihak perusahaan terhadap setiapkebutuhan desain primer yang ada,
dimana kebutuhan desain yang memilikinilai lebih tinggi harus mendapat
prioritas untuk pengembangan produk. Perhitungannya adalah sebagai
berikut, untuk setiap kolom, kalikan nilaitingkat kepentingan pelanggan
dengan setiap nilai masukan yangberhubungan dengan bobotnya masing-
masing. Total setiap kolom akanmenghasilkan nilai absolut yang
dikonversikan dalam persentase dari nilai-nilai absolut tersebut.
16
11. Memasukan pelanggan, keinginan, dan kebutuhannya serta kepentingan
relatif (urutan prioritas) untuk masing-masing karakteristik yang
diinginkan pelanggan itu, kemudian ditempatkan dalam segi empat pada
sisi kiri dari HOQ.
12. Melakukan analisis untuk setiap keinginan dan kebutuhan pelanggan
berdasarkan karakteristik produk yang ada serta produk dari pesaing
untuk semua dimensi kualitas yang dinyatakan itu. Analisis itu
ditempatkan dalam segi empat pada sisi kanan dari HOQ.
13. Mengidentifikasikan karakteristik teknik yang sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan pelanggan dalam segi empat yang berada di atas matriks
hubungan(relationship matrix) yang terletak ditengah dari HOQ. Hal ini
memberikan respon teknik untuk setiap keinginan dan kebutuhan
pelanggan yang seringdisebut sebagai (what`s) yang dibutuhkan
pelanggan (customerrequirements). Kebutuhan teknik sering disebut
sebagai how`s (technical requirements). Keadaan ini menunjukan
bagaimana perusahaan akan memberikan respon terhadap apa yang
diinginkan pelanggan.
14. Menggambarkan hubungan (relationship) di antara setiap what`s
(customer requirements) dan setiap how`s (technical requirement).
Dalam beberapa kasus, suatu keinginan pelanggan mungkin
menghasilkan kebutuhan teknik yang saling bertentangan (conlifcting
technical requirements).
15. Menilai derajat kesulitan dan menentukan nilai target dari setiap
kebutuhan teknik (how`s). Beberapa dari nilai target mungkin
menggambarkan significant breaktroughs dalam desain dan apabila
tercapai akan menghasilkan produk yang superior terhada pesaing di
pasar.
16. Melakukan analisis korelasi yang menunjukan hubungan di antara
how`s(technical requirements). Matriks korelasi ditempatkan pada atap
dari HOQ.Dalam analisis korelasi ini mungkin ada trade-offs yang harus
dipertimbangkan dalam usaha-usaha desain.
17
2.3. Kuesioner
Ada beberapa pengertian kuesioner yang diungkapkan oleh para ahli.
Menurut Nazir, kuesioner atau daftar pertanyaan adalah sebuat set pertanyaan
yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian, dan tiap pertanyaan
merupakan jawaban-jawaban yang mempunyai makna dalam menguji hipotesis.
Daftar pertanyaan tersebut dibuat cukup terperinci dan lengkap. Menurut
Suharsimi Arikunto, Kuesioner/angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan
kepada orang lain yang bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan
pengguna.
Dengan demikian angket/kuesioner adalah daftar pertanyaan yang
disiapkan oleh peneliti dimana tiap pertanyaannya berkaitan dengan masalah
penelitian. Angket tersebut pada akhirnya diberikan kepada responden untuk
dimintakan jawaban.Angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada
orang lain dengan maksud agar orang yang diberikan tersebut bersedia
memberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna.
2.3.1. Jenis-jenis Kuesioner
Selanjutnya angket (kuesioner) menurut Suharsimi Arikunto, dapat
dibedakan menjadi:
1. Angket terbuka yaitu angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa
sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan
keadaannya. Angket terbuka dipergunakan apabila peneliti belum dapat
memperkirakan atau menduga kemungkinan alternatif jawaban yang ada
pada responden.
2. Angket tertutup yaitu angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa
sehingga responden tinggal memberikan tanda centang (V) pada kolom
atau tempat yang sesuai.
3. Angket campuran yaitu gabungan antara angket terbuka dengan angket
tertutup.
4. Angket sebagai alat pengumpul data mempunyai beberapa keuntungan.
18
2.3.2. Keuntungan Menggunakan Kuesioner
Menurut Suharsimi Arikunto keuntungan menggunakan angket antara lain:
1. Tidtesisak memerlukan hadirnya peneliti
2. Dapat diberikan secara serempak kepada banyak responden
3. Dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing dan menurut
waktu senggang responden
4. Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur, dan tidak malu-
malu menjawab
5. Dapat dibuat berstandar sehingga semua responden dapat diberi
2.3.3. Penyelenggaraan Kuesioner
1. Kuesioner/angket di uji cobakan dahulu
2. Melakukan perbaikan jika kuesioner/angket belum mencapai kriteria yang
diinginkan
3. Membagikan kuesioner/angket, kemudian menjelaskan pengertian, tujuan
dan aturan/cara mengisi kuesioner/angket
4. Langkah¬-langkah penyusunan angket yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Menentukan tujuan penggunaan angket atau skala psikologis. Skala
psikologis yang penulis buat bertujuan untuk mengungkapkan variabel
pengaruh bimbingan karir terhadap kemandirian siswa dalam memilih
karir,
b. Membuat kisi¬kisi angket, yang meliputi indikator dan jumlah item
pertanyaan atau pernyataan,
c. Menentukan bentuk angket atau skala psikologis, adapun bentuk
angket yang digunakan penulis adalah angket terstruktur,
d. Membuat item pertanyaan skala psikologis dalam bentuk pilihan
ganda dengan option dan skor.
19
Tabel 2.1 Contoh Kuesioner
2.4. Uji Validitas dan Reliabilitas
2.4.1. Uji Validitas
Menurut Azwar (1986) Validitas berasal dari kata validity yang
mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya.
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran
tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat
ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran
yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur
variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A,
dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang
dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai
variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas
rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur
variabel A’ atau B (Azwar 1986).
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran.
Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan
tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
STS TS KS S SS
1.Apakah aplikasi website yang telah dibuat dapat
mudah digunakan oleh pengguna (user)?
2.Apakah aplikasi website yang telah dibuat sesuai
dengan kebutuhan yang telah ditentukan?
3.Apakah aplikasi website yang telah dibuat dapat
membantu kinerja pegawi yang bersangkutan?
4.Apakah aplikasi website yang telah dibuat dapat
mendukung pengolahan database kepegawaian?
5.Apakah aplikasi website yang telah dibuat dapat
mempercepat pekerjaan tugas?
KETERANGANNo. PERTANYAAN
20
Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambran
mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan
yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak
mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat
penimbang berat emas agar hasil penimbangannya valid, yaitu tepat dan cermat.
Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah
cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang
sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.
Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek
tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan
menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat
kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai
angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenarnya
(Azwar 1986).
Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran.
Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan
pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk
satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan
dalam “alat ukur ini valid” adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus
diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk
mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana? (Azwar 1986).
2.4.1.1.Jenis-Jenis Validitas
Ebel (dalam Nazirz 1988) membagi validitas menjadi :
1. Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan
antara skor dengan kinerja.
2. Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek
psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi
bahwa suatu konstruk tertentu dapat menyebabkan kinerja yang baik
dalam pengukuran.
3. Face Validity adalah validitas yang berhuubungan apa yang nampak dalam
mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
21
4. Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur
dengan faktor-faktor yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-
ukuran perilaku lainnya, di mana validitas ini diperoleh dengan
menggunakan teknik analisis faktor.
5. Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan
antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang
bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
6. Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan
teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk
mendukung bhwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang
seharusny diukur.
7. Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan
antara skor suatu alat ukur dengan kinerj seorang di masa mendatang.
8. Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya
sampling dari suatu populasi.
9. Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik
isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pungukuran tersebut
merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai
dengan tujuan instruksional.
2.4.2 Uji Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan pengertian Reliability (Reliabilitas) adalah
keajegan pengukuran. Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (2003)
reliabilitas adalah hal yang dapat dipercaya. Popham (1995) menyatakan bahwa
reliabilitas adalah "...the degree of which test score are free from error
measurement"
Menurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat
pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil
pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut
reliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur
di dalam pengukur gejala yang sama.
22
Menurut Brennan (2001) reliabilitas merupakan karakteristik skor, bukan
tentang tes ataupun bentuk tes.
Menurut Sumadi Suryabrata (2004) reliabilitas menunjukkan sejauhmana
hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus
reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan.
Dalam pandangan Aiken (1987) sebuah tes dikatakan reliabel jika skor
yang diperoleh oleh peserta relatif sama meskipun dilakukan pengukuran
berulang-ulang.
Dengan demikian, keandalan sebuah alat ukur dapat dilihat dari dua
petunjuk yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas. Kedua
statistik tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan (Feldt &
Brennan, 1989).
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian
pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari
alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama,
atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai
memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama
dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur
secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu
tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam
kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil
yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila
pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
alat statistik (Feldt & Brennan, 1989). Berdasarkan sejarah, reliabilitas sebuah
instrumen dapat dihitung melalui dua cara yaitu kesalahan baku pengukuran dan
koefisien reliabilitas (Feldt & Brennan). Kedua statistik di atas memiliki
keterbatasannya masing-masing. Kesalahan pengukuran merupakan rangkuman
inkonsistensi peserta tes dalam unit-unit skala skor sedangkan koefisien
23
reliabilitas merupakan kuantifikasi reliabilitas dengan merangkum konsistensi
(atau inkonsistensi) diantara beberapa kesalahan pengukuran.
Dalam kerangka teori tes klasik, suatu tes dapat dikatakan memiliki
reliabilitas yang tinggi apabila skor tampak tes tersebut berkorelasi tinggi dengan
skor murninya sendiri. Interpretasi lainnya adalah seberapa tinggi korelasi antara
skor tampak pada dua tes yang pararel (Saifuddin Azwar, 2006). Reliabilitas
menurut Ross E. Traub (1994) yang disimbolkan oleh dapat didefinisikan sebagai
rasio antara varian skor murni dan varian skor tampak .
Secara matematis teori di atas dapat ditulis :
Reliabilitas alat ukur tidak dapat diketahui dengan pasti tetapi dapat
diperkirakan. Dalam mengestimasi reliabilitas alat ukur, ada tiga cara yang sering
digunakan yaitu:
1. pendekatan tes ulang,
2. pendekatan dengan tes pararel dan,
3. pendekatan satu kali pengukuran.
Pendekatan tes ulang merupakan pemberian perangkat tes yang sama
terhadap sekelompok subjek sebanyak dua kali dengan selang waktu yang
berbeda. Asumsinya adalah bahwa skor yang dihasilkan oleh tes yang sama akan
menghasilkan skor tampak yang relatif sama. Estimasi dengan pendekatan tes
ulang akan menghasilkan koefisien stabilitas. Untuk memperoleh koefisien
reliabilitas melalui pendekatan tes ulang dapat dilakukan dengan menghitung
koefisien korelasi linear antara distribusi skor subyek pada pemberian tes pertama
dengan skor subyek pada pemberian tes kedua. Pendekatan tes ulang sangat sesuai
untuk mengukur ketrampilan terutama ketrampilan fisik.
2.4.2.1 Jenis-jenis Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan bahwa ada dua cara umum untuk mengukur
reliabilitas, yaitu:
1. Relibilitas stabilitas. Menyangkut usaha memperoleh nilai yang sama atau
serupa untuk setiap orang atau setiap unit yang diukur setiap saat anda
mengukurnya. Reliabilitas ini menyangkut penggunaan indicator yang
sama, definisi operasional, dan prosedur pengumpulan data setiap saat, dan
24
mengukurnya pada waktu yang berbeda. Untuk dapat memperoleh
reliabilitas stabilitas setiap kali unit diukur skornya haruslah sama atau
hampir sama.
2. Reliabilitas ekivalen. Menyangkut usaha memperoleh nilai relatif yang
sama dengan jenis ukuran yang berbeda pada waktu yang sama. Definisi
konseptual yang dipakai sama tetapi dengan satu atau lebih indicator yang
berbeda, batasan-batasan operasional, paeralatan pengumpulan data, dan /
atau pengamat-pengamat.
Menguji reliabilitas dengan menggunakan ukuran ekivalen pada waktu
yang sama bisa menempuh beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum disebut
teknik belah-tengah. Cara ini seringkali dipakai dalam survai.Apabila satu
rangkaian pertanyaan yang mengukur satu variable dimasukkan dalam kuesioner,
maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dua bagian persis lewat cara tertentu.
(Pengacakan atau pengubahan sering digunakan untuk teknik belah tengah ini.)
Hasil masing-masing bagian pertanyaan diringkas ke dalam skor, lalu skor
masing-masing bagian tersebiut dibandingkan. Apabila dalam skor kemudian skor
masing-masing bagian tersebut dibandingkan. Apabila kedua skor itu relatif sama,
dicapailah reliabilitas belah tengah.
Reliabilitas ekivalen dapat juga diukur dengan menggunakan teknik
pengukuan yang berbeda. Kecemasan misalnya, telah diukur dengan laporan
pulsa. Skor-skor relatif dari satu indikator macam ini haruslah sesuai dengan skor
yang lain. Jadi bila seorang subyek nampak cemas pada ”ukuran gelisah” orang
tersebut haruslah menunjukkan tingkatan kecermatan relatif yang sama bila
tekanan darahnya yang diukur.
2.4.2.2 Metode Pengujian Reliabilitas
Tiga teknik pengujian realibilitas instrument antara lain :
1. Teknik Paralel (Paralel Form atau Alternate Form)
Teknik paralel disebut juga tenik ”double test double trial”. Sejak awal
peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrument yang parallel
(ekuivalen), yaitu dua buah instrument yang disusun berdasarkan satu
buah kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrument yang satu selalu harus
25
dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen
tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka
hasil instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus
product moment (korelasi Pearson).
2. Teknik Ulang (Test Re-test)
Disebut juga teknik ”single test double trial”. Menggunakan sebuah
instrument, namun dites dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua
kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks
reliabilitas.Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang
digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi Pearson.
Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas tes-retest adalah seberapa besat
derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Realibilitas diukur dengan
menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada
kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda.
Metode pengujian reliabilitas stabilitas yang paling umum dipakai adalah
metode pengujian tes-kembali (test-retest). Metode test-retest
menggunakan ukuran atau “test” yang sama untuk variable tertentu pada
satu saat pengukuran yang diulang lagi pada saat yang lain. Cara lain
untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas, bila kita menggunakan survai,
adalah memasukkan pertanyaan yang sama di dua bagian yang berbeda
dari kuesioner atau wawancara. Misalnya the Minnesota Multiphasic
Personality Inventory (MPPI) mengecek reliabilitas test-retest dalam satu
kuesionernya dengan mengulang pertanyaan tertentu di bagian-bagian
yang berbeda dari kuesioner yang panjang.
Kesulitan terbesar untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas adalah
membuat asumsi bahwa sifat/ variable yang akan diukur memang benar-
benar bersifat stabil sepanjang waktu. Karena kemungkinan besar tidak
ada ukuran yang andal dan sahih yang tersedia. Satu-satunya faktor yang
dapat membuat asumsi-asumsi ini adalah pengalaman, teori dan/atau
putusdan terbaik. Dalam setiap kejadian, asumsi ini selalu ditantang dan
26
sulit rasanya mempertahankan asumsi tersebut atas dasar pijakan yang
obyektif.
3. Teknik Belah Dua (Split Halve Method)
Disebut juga tenik “single test single trial”. Peneliti boleh hanya memiliki
seperangkat instrument saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian
hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrument
menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa
dengan membelah atas dasar nomor ganjil-genap, atas dasar nomor awal-
akhir, dan dengan cara undian.
Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas ini diukur dengan menentukan
hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan
kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua
mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-
Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat.
Apa penyebab ketidakandalan?
Ada beberapa sumber ketidak andalan (unreliability), beberapa di
antaranya telah dituangkan. Satu sumber ketidak andalan yang terbesar adalah ke
tidak sahihan (invalidity). Berikut ini adalah daftar periksa (check list) sumber-
sumber yang menyebabkannya (Walizer ,1987) :
1. Orang atau unit yang diukur mungkin telah berubah sejak pengukuran
pertama dan kedua. (Tentu saja perubahan dalam skor, haruslah ditafsirkan
bukan sebagai ketidakandalan).
2. Selama wawancara unit yang sedang diukur berubah, karena:
a. Pewawancara memperoleh pengalaman
b. Kelelahan pewawancara
c. Subyek mengalami hal-hal yang menyebabkan penafsiran mereka
terhadap pertanyaan-pertanyaan berubah (sebagai kebalikan dari
perubahan seharusnya dari apa yang sedang diukur).
d. Kesalahan-kesalahan diperbuat.
3. Aspek situasi tempat pengukuran berlangsung mungkin berubah sejak
pengukuran pertama dan yang kedua. Hal-hal seperti waktu (pagi, siang,
27
sore), tempat berlangsungnya pengukuran, orang-orang yang berada dekat
di sekitar yang mungkin mempengaruhi respon mereka dan sebagainya
mungkin berbeda.
4. Pertanyaan-pertanyaan mungkin mendua artinya, sehingga ditafsirkan
secara berbeda pada saat pengisian kuesioner yang berbeda.
5. Pengkode dan/atau pengamat mungkin membuat penafsiran sendiri-
sendiri.
6. Apa yang nampak sebagai satu teknik ekivalen sebenarnya tidaklah
demikian karena pemilihan pembandingan yang kurang baik.
7. Terjadi kekeliruan dalam mencatat hasil pengamatan atau memberi kode-
kodenya.
8. Atau mungkin kombinasi penyebab-penyebab terdahulu.
Reliabel : Haruskah Ajeg? (Feldt & Brennan, 1989)
Sering kita dengar baik dalam kuliah atau dalam ruang ujian, jawaban
mahasiswa terhadap pertanyaan "Apa yang dimaksud reliabilitas?" seperti ini :
"Taraf Kepercayaan, yaitu seberapa besar tes dapat dipercaya. Tes yang reliabel
akan menghasilkan skor yang relatif sama jika diteskan beberapa kali pada subjek
yang sama . Dengan kata lain seberapa ajeg sebuah tes jika diteskan beberapa kali
pada subjek yang sama di waktu yang berbeda."Jika demikian adanya, maka
secara logis, satu-satunya cara untuk mengestimasi reliabilitas adalah dengan
melakukan pengetesan paling tidak dua kali pada sekelompok subjek yang sama.
Tapi benarkah begitu?
Pada prakteknya kita mengenal paling tidak ada 3 pendekatan terhadap
estimasi reliabilitas. Dan orang yang memberikan jawaban seperti di atas juga
memilih metode estimasi reliabilitas yang hanya melakukan 1 kali administrasi
tes. Jadi mana tingkat keajegannya? Baiklah, mungkin beberapa orang tidak
terlalu peduli dengan hal ini. Yang penting ada angka reliabilitasnya, habis
perkara. Tapi ijinkan kami mencoba berbagi pemikiran mengenai hal ini.
Kita mulai dari konsep reliabilitas dulu. Reliabilitas seperti yang sering
diucapkan atau ditulis di buku, memiliki arti tingkat kepercayaan. Kita coba pilah
kata ini menjadi Rely dan Ability atau dapat dipercaya. Tapi apa maksud dari
28
dapat dipercaya ini? Yang dimaksud dapat dipercaya disini adalah seberapa besar
kita bisa mempercayai hasil tes yang kita dapatkan, atau juga seberapa besar
tingkat kesalahan yang muncul ketika seseorang mengerjakan suatu tes. Semakin
besar tingkat kesalahan yang muncul ketika seseorang mengerjakan suatu tes,
hasil yang diperoleh dari tes tersebut makin tidak dapat dipercaya, makin tidak
reliabel.
Misalnya: seseorang dites (tes apa saja, karena reliabilitas tidak terlalu
peduli dengan isu materi yang diteskan) kemudian memperoleh hasil sebesar 100.
Nah jika tes tersebut reliabel, maka kita bisa yakin bahwa kapasitas orang tersebut
memang 100. Atau dengan kata lain, angka 100 itu diperoleh bukan karena faktor
lain selain kapasitas orang tersebut. Jika angka 100 ini diperoleh lebih banyak
karena faktor lain (faktor lain ini yang disebut error), maka kita akan berkata
bahwa tes tersebut tidak reliabel.
Konsep reliabilitas didasarkan pada asumsi bahwa dalam tiap pengetesan
selalu ada
X: skor yang kita peroleh dari hasil pengetesan (skor Tampak)
T: skor yang menggambarkan kapasitas seseorang yang sesungguhnya
(skor Murni)
e: faktor lain selain kapasitas yang juga menyumbang terhadap perolehan
X yang disebut juga error.
X = T + e
Ini dapat dibaca seperti berikut : dalam setiap pengetesan, hasil tes yang
kita peroleh merupakan fungsi penjumlahan dari skor Murni dan error. Tes dapat
dikatakan reliabel jika Tes menghasilkan error yang kecil, sehingga hasil tes
makin mencerminkan kapasitas yang sebenarnya (atau X = T ).
Lalu dari mana ide "keajegan" muncul?
Diasumsikan bahwa nilai T memiliki sifat ajeg dalam beberapa kali
pengukuran pada subjek yang sama. Tapi keajegan ini hanya ada dalam abstraksi
teoretik saja, karena keajegan yang dimaksud di sini adalah keajegan T jika
memenuhi syarat tertentu :
29
a Tiap pengetesan bersifat saling independen, pengukuran pertama tidak
mempengaruhi pengukuran berikutnya. Jadi anggaplah seseorang dites lalu
dihipnotis untuk membuatnya lupa dengan jawaban dan soal yang telah
diberikan.
b Kapasitas orang itu sendiri belum berubah. Jadi keajegan ini hanya
mungkin jika setelah dites, orang ini dimasukkan dalam mesin waktu dan
dikembalikan ke keadaannya saat dites pertama kali.
Mustahil? Ya jelas! maka dari itu ide mengenai keajegan ini hanya ada dalam
abstraksi teoretik.
Namun demikian tentu saja kita tetap dapat mengestimasi reliabilitas
dengan cara melakukan tes berulang lalu mengkorelasikan hasil tes pertama
dengan tes kedua. Dengan mempertimbangkan beberapa kelemahan dan
persyaratannya.
2.5. Ergonomi
Istilah “Ergonomi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Ergon (kerja) dan
Nomos (hukum), sehingga ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang
aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi,
fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain/perancangan. Ergonomi
berkenaan juga dengan optimisasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan
kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan dimana saja manusia berada
(Eko Nurmianto, 2004). Ergonomi merupakan studi tentang manusia, fasilitas
kerja dan lingkungan yang saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu
menyesuaikan suasana kerja dengan manusia.Secara umum tujuan dari penerapan
ergonomi (Tarwaka, 2004) adalah:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental
dan mengupayakan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama waktu produktif maupun setelah
tidak produktif.
30
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,
antropologis dan budaya dari sistem kerja, sehingga tercipta kualitas kerja
dan kualitas hidup yang tinggi.
Masalah ergonomi dapat dikategorikan ke dalam bermacam-macam grup
yang berbeda, bergantung kepada wilayah spesifik dari efek tubuh seperti
(Tarwaka, 2004):
1. Anthropometric
Antropometri berhubungan dengan dimensi antara ruang geometri
fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan
pengukuran dari dimensi tubuh secara linier, termasuk berat dan volume,
jarak jangkauan, tinggi mata saat duduk, dan lain-lain. Masalah
antropometri merupakan ketidaksesuaian antara dimensi terhadap desain
ruang dan sarana kerja. Pemecahan masalah ini dengan memodifikasi
desain dan menyesuaikan kenyamanan.
2. Cognitive
Masalah cognitive muncul ketika beban kerja berlebih atau berada di
bawah kebutuhan proses. Keduanya dalam jangka waktu panjang maupun
dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan ketegangan. Pada sisi lain
fungsi ini tidak sepenuhnya berguna untuk pemeliharaan tingkat optimum.
Pemecahan masalah ini dengan melengkapkan fungsi manusia dengan
fungsi mesin untuk meningkatkan performansi.
3. Musculoskeletal
Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal
tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif.
Pemecahan masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi
kerja atau mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya
sesuai dengan batas kemampuan manusia.
4. Cardiovaskular
Masalah ini diakibatkan oleh ketegangan sistem sirkulasi, termasuk
jantung. Jantung memompa lebih banyak darah ke otot untuk memenuhi
tingginya permintaan oksigen. Pemecahan masalah ini dengan mendesain
31
kembali pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan rotasi
pekerjaan.
5. Psychomotor
Permasalahan dalam hal ini adalah ketegangan pada sistem psychomotor.
Pemecahannya adalah dengan menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk
disesuaikan dengan kemampuan manusia dan menyediakan bantuan
performansi pekerjaan.
2.6. Antropometri
Antropometri berasal dari “anthro” yang memiliki arti manusia dan
“metri” yang memiliki arti ukuran. Antropometri adalah sebuah studi tentang
pengukuran tubuh dimensi manusia dari tulang, otot dan jaringan adiposa atau
lemak (Survey, 2009). Menurut (Wignjosoebroto, 2008), antropometri adalah
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Bidang
antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia seperti berat badan, posisi
ketika berdiri, ketika merentangkan tangan, lingkar tubuh, panjang tungkai, dan
sebagainya.
Gambar 1.1 Anthropometri tangan manusia
Sumber: Gambar Antropometri Tangan. 2019
32
Gambar 2.2 Antropometri Tubuh
Sumber: Data Antropometri Indonesia
Gambar 2.3 Antropometri Tubuh
Sumber: Data Antropometri Indonesia
33
Gambar 2.4 Antropometri Tubuh
Sumber: Data Antropometri Indonesia
Gambar 2.5 Antropometri Tubuh
Sumber: Data Antropometri Indonesia
34
Gambar 2.6 Antropometri Tubuh
Sumber: Data Antropometri Indonesia
Gambar 2.7 Antropometri Tubuh
Sumber: Data Antropometri Indonesia
35
Gambar 2.8 Antropometri Tubuh
Sumber: Data Antropometri Indonesia
Gambar 2.9 Antropometri Tubuh
Sumber: Data Antropometri Indonesia
36
Gambar 2.10 Antropometri Tubuh
Sumber: Data Antropometri Indonesia
Tabel 2.1. Keterangan Dimensi Tubuh
Sumber : Antropometri Indonesia, 2014
Gambar 2.11. Dimensi Antropometri Telapak Tangan Manusia
Sumber : Antropometri Indonesia, 2014
No Dimensi No Dimensi No Dimensi
1 D1 13 D13 25 D25
2 D2 14 D14 26 D26
3 D3 15 D15 27 D27
4 D4 16 D16 28 D28
5 D5 17 D17 29 D29
6 D6 18 D18 30 D30
7 D7 19 D19 31 D31
8 D8 20 D20 32 D32
9 D9 21 D21 33 D33
12 D12 24 D24 36 D36 Panjang Genggaman Tangan Kedepan
Keterangan
10
11
D10
D11
Tinggi Bahu Dalam Posisi
Duduk
Tinggi Siku Dalam Posisi
Duduk35
34
Panjang Kaki
Lebar Kaki
Panjang Rentang Tangan Kesamping
Panjang Rentang Siku
Tinggi Genggaman Tangan Keatas
Dalam Posisi Duduk
Tinggi Genggaman Tangan Keatas
Dalam Posisi Berdiri
Panjang Rentang Tangan Kedepan
Panjang Bahu Genggaman Kedepan
Panjang Kepala
Lebar Kepala
Panjang Tangan
Lebar Tangan
D35
D34
Panjang Lengan Bawah
Panjang Lengan Atas
Panjang Popliteal
Tinggi Lutut
Tinggi Popliteal
Lebar Sisi Bahu
Lebar Bahu Bagian Atas
Lebar Pinggul
Tebal Dada
Tebal Perut
Tinggi Dalam Posisi Duduk
Tinggi Mata Dalam Posisi Duduk
Tebal Paha
Panjang Lutut
23
22
D23
D22
Keterangan Keterangan
Tinggi Tubuh
Tinggi Mata
Tinggi Bahu
Tinggi Siku
Tinggi Pinggul
Tinggi Tulang Ruas
Tinggi Ujung Jari
37
Tabel 2.2. Dimensi Telapak Tangan
Sumber : Antropometri Indonesia, 2014
Manusia memiliki berbagai ukuran tubuh manusia yang berbeda antara
manusia yang satu dengan lainnya, seperti berat badan (kurus, sedang, dan berat),
ukuran tinggi tubuh ketika posisi berdiri (kecil, sedang, dan tinggi), lingkar tubuh
(kecil, sedang, dan besar) serta posisi ketika merentangkan tangan, panjang
tungkai, dan sebagainya. Data antropometri tersebut digunakan untuk berbagai
keperluan, seperti perancangan stasiun kerja, fasilitas kerja, dan desain produk
agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota
tubuh manusia yang akan menggunakannnya. Dengan antropometi dapat
mengetahui jarak yang sesuai dan ergonomis ketika terdapat interaksi antara
operator dengan kursi, meja dan seperangkat komputer. Selain itu juga dapat
mengetahui desain yang tepat dan ergonomis ketika membuat sebuah produk
seperti kursi, meja, jok mobil, dan baju.
Antropometri dapat dibagi atas antropometri structural (statis) dan
antropometri fungsional (dinamis). Antropometri statis adalah pengukuran
keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam posisi diam pada dimensi-dimensi dasar
fisik, meliputi panjang segmen atau bagian tubuh, lingkar bagian tubuh, massa
bagian tubuh, dan sebagainya. Antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan
dan cirri-ciri fisik manusia ketika melakukan gerakan-gerakan yang mungkin
No Dimensi No Dimensi
1 D1 11 D11
3 D3 13 D13
6 D6 16 D16
8 D8 18 D18
9 D9 19 D19
10 D10 20 D20 Segi Empat Maksimum
Lebar Maksimum
Tebal Telapak Tangan
Lebar Telapak Tangan
Tebal Jari Telunjuk
Lebar Fungsional Maksimum
Lebar Telapak Tangan
(Metarcapal )
Diameter Genggaman
(Maksimum)
Tebal Telapak Tangan
(Metarcapal )
Tebal Telapak Tangan
(Minimum)
D7
D5
D4
D2
Panjang Jari Kelingking
Panjang Jari Tengah
Panjang Jari Telunjuk
Panjang Telapak Tangan
Lebar Jari Telunjuk
D17
D15
D14
D12
Panjang Jari Manis
Lebar Ibu Jari
Tebal Ibu Jari
7
5
4
2
Panjang tangan
Panjang Ibu Jari
Keterangan Keterangan
17
15
14
12
38
terjadi saat bekerja, berkaitan erat dengan dimensi fungsional, misalnya tinggi
duduk, panjang jangkauan, dan lain-lain. Dalam penerapannya, kedua
antropometri ini tidak dibedakan. Hasil pengukuran baik pada keadaan statis atau
dinamis secara umum disebut data antropometri.
Bila antropometri hanya dipandang sebagai suatu pengukuran tubuh
manusia semata, maka hal tersebut tentu dapat dilakukan dengan mudah dan
sederhana. Namun kenyataannya, banyak faktor yang harus diperhatikan ketika
data ukuran tubuh ini digunakan dalam perancangan. Salah satunya adalah adanya
keragaman individu dalam ukuran dan dimensi tubuh. Variansi ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya (Wickens, 2004; kroemer, 2003) :
1. Usia
Tinggi tubuh manusia terus bertamabah mulai dari lahir hingga usia sekitar
20-25 tahun. Usia saat berhentinya pertumbuhan pada perempuan lebih
dini daripada laki-laki. Berbeda dengan tinggi tubuh, dimensi tubuh yang
lain, seperti bobot badan dan lingkar perut mungkin tetap bertambah
hingga usia 60 tahun. Pada tahap usia lanjut, dapat terjadi perubahan
bentuk tulang seperti bungkuk pada tulang punggung, terutama pada
perempuan.
2. Jenis Kelamin
Pengamatan kita sehari-hari menunjukkan adanya perbedaan antropometri
antara laki-laki dan perempuan. Di usia dewasa, laki-laki pada umumnya
lebih tinggi daripada perempuan, dengan perbedaan sekitar 10%. Namun
perbedaan ini tidak terlihat saat usia pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan
maksimum perempuan terjadi pada usia sekitar 10-12 tahun. Pada usia ini
perempuan cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan laki-laki
seusianya.
3. Ras dan Etnis
Ukuran dan proporsi tubuh sangat beragam antar ras dan etnis yang
berbeda, misalnya antara Negroid (Afrika), Kaukasoid (Amerika Utara dan
Eropa), Mongoloid atau Asia, dan Hispanik (Amerika Selatan). Perhatikan
39
data berikut yang diambil dari Kroemer (2003). Tinggi rata-rata orang
Cina (bagian selatan) adalah 166 cm (laki-laki) dan 152 cm (perempuan).
Bandingkan dengan rata-rata orang Amerika Utara dengan tinggi bada
sekitar 179 cm untuk laki-laki dan 165 cm untuk perempuan. Orang Asia
biasanya mempunyai postur yang berbeda dengan Amerika dan Eropa,
dengan proporsi kaki yang lebih pendek dan punggu g lebih panjang.
4. Pekerjaan dan Aktivitas
Perbedaan dalam ukuran dan dimenis fisik dapat dengan mudah kita
temukan pada kumpulan orangg yang mempunyai aktivitas kerja berbeda.
Sebagai contoh, petani didesa yang terbiasa melakukan kerja fisik berat
memiliki antropometri yang berbeda dengan orang-orang yang tinggal di
kota dengan jenis pekerjaan kantoran yang hanya duduk didepan
komputer. Orang yang berolahraga secara rutin juga mempunyai postur
tubuh yang berbeda dengan mereka yang jarang berolahraga.
5. Kondisi Sosio-ekonomi
Faktor kondisi sosio-ekonomi berdampak pada pemberian nutrisi dan
berpengaruh pada tingkat pertumbuhan badan. Selain itu, faktor ini juga
berhubungan dengan kemampuan untuk mendapatkan pendidikan yang
lebih tinggi. Mahasiswa memiliki tinggi tubuh yang lebih tinggi daripada
teman seusianya yang bukan mahasiswa. Panero dan Zelnik (1979)
menggambarkan hubungan yang linier antara rata-rata tinggi badan dan
bobot anak-anak di Amerika Serikat dengan pendapatan keluarga dan
tingkat pendidikan terakhir orang tua.
Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan pada tinggi
tubuh rata-rata manusia antargenerasi. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya kemakmuran dan asupan gizi yang lebih baik dibandingkan
generasi sebelumnya. Basis data antropometri biasanya dibedakan atas 5 faktor
diatas. Pembedaan ini dilakukan agar dalam penggunaannya dapat disesuaikan
secara spesifik dengan karakteristik populasi target pengguna hasil rancangan,
misalnya apakah target adalah laki-laki atau perempuan, atau berasal dari
kelompok ras tertentu dan kelompok pekerja tertentu. Faktor usia biasanya
40
dibedakan atas anak-anak, remaja, dan dewasa dengan mencantumkan kisaran
umur yang dimaksud/diasumsikan. Selain itu, pada suatu basis data juga
tercantum tahun pengambilan data (berhubungan dengan kondisi sosio-ekonomi),
jumlah sampel data (berhubungan dengan tingkat keyakinan secara statistik), serta
simpangan baku (menggambarkan variasi data).
Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam perancangan
produk, diantaranya sebagai berikut :
1. Perancangan berdasarkan individu besar/kecil (konsep persentil
kecil/besar)
Dalam konsep ini, mereka yang mempunyai tubuh besar atau tubuh kecil
dijalankan sebagai pembatas besarnya populasi pengguna yang akan
diakomodasi oleh rancangan. Biasanya dijadikan acuan adalah persentil
besar (P95) atau persentil kecil (P5). Idealnya memang suatu rancangan
dapat mengakomodasi 100% populasi jika tidak ada kendala dalam biaya,
estetika dan aspek teknis. Rancangan yang mampu mengakomodasi 100%
pengguna diperlukan ketika faktor keselamatan (safety) menjadi
pertimbangan, misalnya tinggi posisi alarm berbahaya. Dalam hal ini,
tinggi posisi alarm bahaya dapat mengacu kepada tinggi bahu berdiri
dengan menggunakan P1 sehingga setiap orang jika diperlukan dapat
menjangkau dengan cepat dan mudah.
2. Perancangan yang dapat disesuaikan
Konsep ini digunakan untuk berbagai produk atau alat yang dapat diatur
atau disesuaikan panjang, lebar, dan lingkarnya sesuai dengan kebutuhan
pengguna. Kisaran kemampu-sesuaian ini biasnya mulai dari perempuan
dengan persentil 5 hingga laki-laki dengan persentil 95. Namun tidak
etrtutup kemungkinan terdapat kisaran yang lebih besar untuk menampung
presentase populasi yang lebih besar. Perancangan dengan pendekatan ini
merupakan konsep yang ideal namun membutuhkan dukungan teknis dan
biaya yang mahal. Contoh produk yang biasanya menggunakan
pendekatan ini adalah kursi atau meja dengan tinggi yang dapat dinaik-
turunkan, kemiringan yang bisa diatur dan sebagainya.
41
3. Perancangan berdasarkan individu rata-rata
Pendekatan ini digunakan jika dua konsep sebelunya, perancangan
berdasar individu ekstrem dan perancangan yang dapat disesuaikan, tidak
relevan atau tidak mungkin dilaksanakan. Perhatikan alat pengecek harga
di supermarket. Ketinggian penempatan benda ini dirancang berdasarkan
individu rata-rata, dan tidak berdasarkan persentil kecil atau besar,
sehingga tidak terlalu rendah bagi orang yang bertubuh diatas rata-rata dan
tidak juga terlalu tinggi bagi orang yang bertubuh dibawah rata-rata.
Penempatan produk ini tidak terlalu dirancang agar dapat diatur
ketinggiannya, mengingat fungsinya sebatas pengecek harga untuk
penggunaannya yang hanya beberapa detik.
4. Perlu diketahui bahwa konsep perancangan berdasarkan indiviidu rata-rata
ini bukan didasarkan atas seorang individu “manusia rata-rata”. Hal ini
karena tidak ada individu yang disebut pria atau wanita rata-rata, sehingga
seluruh ukuran tubuhnya dapat dijadikan sebagai referensi perancangan.
Seseorang mungkin saja memiliki tinggi tubuh rata-rata, namun ukuran
tubuh yang lain misalnya panjang tangan, tinggi lutut dan sebagainya tidak
merupakan rata-rata dari populasi.
Basis data antropometri merupakan sumber utama informasi yang
diperlukan untuk perancangan, baik perancangan temapt kerja, produk atau objek
lainnya.