Faktor Protektif Terhadap Perilaku Bunuh Diri Karena Depresi Pada Dewasa Muda (Alvin Johan)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri 1. Pengertian Nyerirepository.poltekkes-tjk.ac.id/412/4/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri 1. Pengertian Nyerirepository.poltekkes-tjk.ac.id/412/4/BAB...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Smeltzer & Bare (2002),
international Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan
dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter & Perry, 2005). Caffery
sebagaimana dikutip oleh Potter & Perry (2005), menyatakan nyeri adalah segala
sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut, terjadi kapan saja ketika
seseorang mengatakan bahwa ia merasakan nyeri.
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada
jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan
memindahkan stimulus nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
dan potensial yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh. Seringkali dijelaskan
dalam istilah proses distruktif, jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar,
melilit, emosi, perasaan takut, serta mual. Terlebih lagi, setiap perasaan nyeri dan
intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk
melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu (Judha, Sudarti, Fauziah 2012)
8
Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada
suatu bagian tubuh. Secara umum nyeri digambarkan sebagai keadaan yang tidak
nyaman, akibat dari ruda paksa pada jaringan, terdapat pula yang menggambarkan
nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau menggambarkan
suatu istilah kerusakan. Nyeri biasanya terjadi karena adanya rangsangan mekanik
atau kimia pada daerah kulit di ujung-ujung syaraf bebas yang disebut
nosireseptor (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
2. Mekanisme Terjadinya Rangsangan Nyeri
Rangsangan myeri dapat terjadi pada seseorang dengan beberapa teori,
beberapa teori telah menjelaskan terjadinya rangsangan nyeri, yaitu:
a. Teori Pemisahan (Specificity Theory)
Teori spesifikasi nyeri ini diperkenalkan oleh Descrates pada tahun 1596-
1650. Teori ini menjelaskan bahwa nyeri berjalan dari reseptor-reseptor nyeri
yang spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di otak dan
bahwa hubungan antara stimulus dan respons nyeri yang bersifat langsung dan
invariabel. Mekanisme ini analog dengan menarik salah satu ujung tali maka akan
menyebabkan lonceng yang tergantung pada ujung yang lain berbunyi pada saat
yang bersamaan (Wall & Jones, 1991 dalam Mander, 2003). Prinsip teori ini,
sebagai berikut (1) reseptor somatosensorik adalah resptor yang mengalami
spesialisasi untuk merespons secara optimal terhadap satu atau lebih tipe stimulus
tertentu dan (2) tujuan perjalanan neuron aferen primer dan jalur ascendens
merupakan faktor kritis dalam membedakan sifat stimulasi di perifer (Andarmoyo,
2015).
9
b. Teori Pola (Pattern Theory)
Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider pada tahun 1894. Teori pola
ini menjelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang
dirangsang oleh pola tertentu. Nyeri merupakan akibat stimulasi reseptor yang
menghasilkan pola tertentu dari impuls saraf. Pada sejumlah causalgia, nyeri
pantom, dan neuralgia, teori pola ini bertujuan bahwa rangsangan yang kuat
mengakibatkan berkembangnya gaung terus-menerus pada spinal cord sehingga
saraf transmisi nyeri bersifat hipersensitif, yang mana rangsangan dengan
intensitas rendah dapat menghasilkan transmisi nyeri (Lewis, 1983).
c. Teori Endogenous Opiat
Suatu teori pereda nyeri yang relatif baru dikembangkan oleh Avron
Goldstein pada tahun 1970. Goldstein menemukan bahwa terdapat substansi
seperti opiat yang terjadi secada alami di dalam tubuh. Substansi ini disebut
endorfin, yang berasal dari kata endogenous dan morphine. Goldstein mencari
reseptor morphine dan heroin, menemukan bahwa reseptor dalam otak cocok
dengan adanya molekul-molekul seperti morphine dan heroin. Ia bertanya pada
dirinya sendiri mengapa reseptor-reseptor ini terletak di otak, pada saat opiat tidak
ditemukan secara alami di area ini. Setelah melalui penelitian yang saksama,
jawabnya adalah otak menghasilkan opiat otak alami.
Endorphin mempengaruhi transmisi impuls yang diinterprestasikan
sebagai nyeri. Endorphin kemungkinan bertindak sebagai neurotransmiter maupun
neuromodulator yang menghambat transmisi dari pesan nyeri. Jadi adanya
endorfin pada sinaps sel-sel saraf menyebabkan status penurunan dalam sensasi
nyeri. Kegagalan melepaskan endorphin memungkinkan terjadinya nyeri. Opiate,
10
seperti morphine atau endorphin (kadang-kadang disebut enkephalin),
kemungkinan menghambat transmisi pesan nyeri dengan mengaitkan tempat
reseptor opiat pada saraf-saraf otak dan tulang belakang (Andarmoyo, 2015).
d. Teori Kontrol Gerbang (Gate Control Theory)
Berdasarkan teori ini serabut syaraf mentrasmisikan rasa nyeri ke spinal
kord, yang hasilnya dapat dimodifikasi ditingkat spinal kord sebelum
ditrasmisikan di otak. Sinap-sinap pada dorsal horn berlaku sebagai gate yang
tertutup untuk menjaga impuls sebelum mencapai otak atau mengizinkan impuls
naik ke otak. Teori Gate Control menyatakan bahwa selama proses persalinan
impuls nyeri berjalan dari uterus sepanjang serat syaraf besar ke arah uterus ke
substansia gelatinosa di dalam spinal kolumna, sel-sel transmisi memproyeksikan
pesan nyeri ke otak. Adanya stimulasi mengakibatkan pesan yang berlawanan
lebih kuat, cepat dan berjalan sepanjang serat syaraf kecil. Pesan yang
berlawanan menutup gate disubstansi gelatinosa lalu memblokir pesan nyeri
sehingga otak tidak mencatat pesan nyeri.
Mekanisme secara intrinsik pada nyeri persalinan kala I seluruhnya terjadi
pada uterus dan adnexa selama kontraksi berlangsung. Beberapa penelitian awal
menyatakan nyeri disebabkan karena:
1) Penekanan pada ujung syaraf antara serabut otot dari korpus fundus uterus.
2) Kontraksi pada servik dan segmen bawah rahim menyebabkan rasa takut yang
memacu aktifitas berlebih dari sistem syaraf simpatis
3) Adanya iskemik miomerium karena kontraksi sebagai konsekuensi
pengeluaran darah uterus atau vasokontriksi akibat aktifitas berlebihan syaraf
simpatis.
11
4) Adanya peradangan pada otot uterus.
5) Adanya dilatasi dari servik dan segmen bawah rahim. Banyak data yang
mendukung hipotesis nyeri persalinan kala I terutama disebabkan dilatasi
servik dan segmen bawah rahim karena adanya dilatasi, peregangan dan
kemungkinan robekan jaringan selama kontraksi. Rasa nyeri pada setiap fase
persalinan dihantarkan segmen syaraf yang berbeda-beda. Nyeri pada kala I
terutama berasal dari uterus (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
3. Nyeri Persalinan
a. Definisi Nyeri Persalinan
Rasa nyeri merupakan salah satu mekanisme pertahanan alami dari tubuh
manusia, yaitu suatu peringatan akan adanya tanda bahaya. Nyeri merupakan
mekanisme protektif bagi tubuh dan menyebabkan individu bereaksi untuk
menghilangkan rangsang nyeri tersebut (Guyton, 1995). Menurut Cunningham
(2012), nyeri persalinan sebagai kontraksi miometrium, merupakan proses
fisiologis dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu.
Rasa nyeri yang dialami selama persalinan bersifat unik pada setiap ibu
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain budaya, takut, kecemasan,
pengalaman persalinan, dan dukungan (Perry & Bobak, 2005). Nyeri persalinan
adalah manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim. Kontraksi
inilah yang menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut, dan menjalar ke
arah paha. Kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim (serviks).
Dengan adanya pembukaan servik ini maka akan terjadi persalinan (Judha,
Sudarti, Fauziah, 2012).
12
b. Tingkat Nyeri dalam Persalinan
Tingkat nyeri persalinan digambarkan dengan intensitas nyeri yang
dipersepsikan oleh ibu saat proses persalinan. Intensitas nyeri tergantung dari
sensasi keparahan nyeri itu sendiri. Intensitas rasa nyeri persalinan bisa ditentukan
dengan cara menanyakan tingkatan intensitas atau merajuk pada skala nyeri. Hal
ini dilakukan ketika ibu tidak dapat menggambarkan nyeri. Contohnya skala 1-10
(skala numeric), skala deskriptif menggambarkan intensitas tidak nyeri sampai
nyeri yang tidak tertahankan, skala dengan gambar kartun profil wajah dan
sebagainya. Intensitas nyeri rata-rata ibu bersalin kala 1 fase aktif digambarkan
dengan Visuale Analog Scale (VAS) sebesar 6-7 sejajar dengan intensitas berat
pada skala deskriptif (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
4. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri persalinan menurut
Perry & Potter (2005), antara lain:
a. Usia
Usia merupakan varibel penting yang mempengaruhi nyeri. Wanita yang
terlalu muda dan terlalu tua mengeluh tingkat nyeri persalinan yang lebih tinggi.
Wanita yang mempunyai pelvis kecil, bayi besar, bayi dengan presentasi
abnormal. Wanita riwayat disminorea biasanya meningkatkan persepsi nyeri.
b. Pengalaman sebelumnya
Persalinan sebelumnya dapat mempengaruhi persepsi tentang nyeri
persalinan. Wanita yang tidak didukung secara emosional dapat menyebabkan
persalinan yang sangat nyeri. Namun pengalaman nyeri sebelumnya tidak berarti
bahwa individu akan menerima nyeri lebih mudah pada masa yang akan datang.
13
c. Paritas
Wanita primipara mengalami persalinan yang lebih panjang, mereka
merasa letih. Hal tersebut menyebabkan peningkatan rasa nyeri. Ibu yang
mengalami persalinan pertama kali akan merasakan lebih nyeri dibanding dengan
ibu yang sudah pernah mengalami persalinan. Nyeri pada satu persalinan dan
persalinan yang lainnya akan berbeda rasanya.
d. Kecemasan
Kecemasan akan meningkatkan persepsi nyeri. Nyeri merangsang sistem
limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya kecemasan.
Sistem limbik dapat mempengaruhi proses reaksi emosi terhadap nyeri.
Kecemasan yang berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi ibu
terhadap nyeri.
e. Emosi
Emosi, ketegangan emosi dari rasa cemas dan rasa takut memningkatkan
persepsi nyeri saat persalinan. Rasa cemas berlebih juga mengakibatkan nyeri
bertambah. Nyeri dan cemas menyebabkan otot menjadi kaku dan spastik. Jalan
lahir menjadi kaku, sempit dan kurang relaksasi. Nyeri dan cemas dapat
menimbulkan stress. Stress yang kuat dan berkelanjutan akhirnya akan berdampak
negatif terhadap ibu dan janinnya (Bobak, 2005).
f. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Pengalaman
nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat merasa kesepian dan
keletihan, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri.
14
g. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran
orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Walaupun
merasakan nyeri, kehadiran orang yang bermakna bagi ibu yang akan bersalin
dapat meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau
teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan.
h. Budaya
Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengaruhi oleh budaya
individu. Budaya mempengaruhi sikap ibu pada saat bersalin. Selain itu budaya
juga mempengaruhi ekspresi nyeri intranatal pada ibu primipara.
i. Persiapan persalinan
Persiapan persalinan tidak menjamin persalinan akan berlangsung tanpa
nyeri. Namun, persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas
dan takut akan nyeri persalinan sehingga ibu dapat memilih berbagai teknik atau
metode latihan agar ibu dapat mengatasi ketakutannya (Judha, Sudarti, Fauziah,
2012).
5. Penatalaksanaan Nyeri Persalinan
Nyeri pada saat bersalin memiliki derajat yang paling tinggi diantara rasa
nyeri yang lain seperti patah tulang atau sakit gigi. Banyak perempuan yang
belum siap memiliki anak karena membayangkan rasa sakit yang akan dialami
saat melahirkan nanti. Penanganan nyeri dalam persalinan merupakan hal yang
harus diperhatikan saat melakukan pertolongan persalinan. Terkadang saat
menolong persalinan seringkali lupa untuk menerapkan terapi pengontrolan nyeri
pada kala I sehingga ibu kadang mengalami kesakitan yang hebat. Hal ini
15
menyebabkan ibu bersalin mengalami trauma persalinan, pengalaman persalinan
yang buruk, dan bahkan dapat menyebabkan post partum blues. Maka rasa
nyaman saat persalinan sangatlah dibutuhkan. Berikut ini penatalaksanaan nyeri
persalinan:
a. Metode Farmakologis
Berbagai agen farmakologi digunakan sebagai manajemen nyeri. Namun
penggunaan obat sering menimbulkan efek samping seperti pusing, mual, dan rasa
ingin muntah yang kurang baik bagi ibu dan janin (Maryunani, 2010). Efek obat
yang diberikan kepada ibu dapat langsung menurunkan fetal heart rate (FHR)
pada bayi, dan yang tidak langsung seperti obat dapat menyebabkan hipotensi
maternal dan menurunkan aliran darah ke plasenta yang menyebabkan hipoksia
dan asidosis pada bayi dan terkadang obat tidak memiliki kekuatan efek yang
diharapkan. Penatalaksanaan farmakologis pada nyeri persalinan meliputi ILA
(Intra Thecal Labor Analgesia), analgesia yang menurunkan dan mengurangi rasa
nyeri dan anestesia yang menghilangkan sensasi bagian tubuh baik parsial
maupun total (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
1) ILA (Intra Thecal Labor Analgesia)
ILA bertujuan untuk menghilangkan nyeri persalinan tanpa menyebabkan
blok motorik, sakitnya hilang tapi mengedannya bisa, yang dapat dicapai dengan
menggunakan obat-obatan anestesia. Keuntungan yang didapat dari program ILA
antara lain: cepat dan memuaskan, aman karena dosis yang digunakan sangat kecil
sehingga resiko toksisitas karena anestetik lokal tidak ada serta fleksibel (Judha,
Sudarti, Fauziah, 2012). Metode ini merupakan teknik pengurangan rasa nyeri
atau sakit dengan injeksi yang diberikan melalui sumsum tulang belakang ibu.
16
Obat ini tidak berbahaya bagi janin karena bekerja hanya pada saraf dan tidak
masuk ke pembuluh darah. Motode ILA biasanya diberikan pada saat pembukaan
belum terlalu besar atau pada saat pembukaan baru mencapai 3-4 cm
(Andarmoyo, 2015).
2) Analgesia
Analgesia terdiri dari dua macam yaitu analgesia narkotik (Mereperidine,
Nalbuphine, Butorphanol, Morfin Sulfate Fentanyln) dan analgesia regional
(Epidural, spinal dan kombinasinya) (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012). Analgesia
didefinisikan sebagai pengurangan atau penghilangan sensasi nyeri atau pereda
nyeri yang tanpa disertai hilangnya perasaan total sehingga seseorang yang
mengkonsumsi analgesik tetap dalam keadaan sadar. Tujuan pemberian analgesik
selama proses persalinan untuk memberikan peredaan nyeri yang semaksimal
mungkin dengan meminimalkan resiko pada ibu dan janinnya. Prinsip dari metode
pemberian analgesik adalah tidak menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi
meringankan rasa nyeri. Ibu bersalin tetap merasakan sakit, namun kadar sakitnya
berkurang (Andarmoyo, 2015).
3) Anestesia
Anestasia terdiri dari dua macam, yaitu anestesia local (infiltrasi local
dengan injeksi lidochaine pada perineum dan blok syaraf pudendal) dan anestesia
umum (Thiopental intravena) (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012). Anestesia adalah
hilangnya sensasi normal dengan memberikan obat-obatan secara regional
maupun umum. Terdapat dua macam anetesia, yaitu anestesia umum dan
anestesia lokal atau regional. Anestesia umum merupakan pembiusan yang
menyebabkan hilangnya kesadaran secara total. Namun saat ini jarang dilakukan
17
kecuali ada kondisi tertentu yang mengharuskan dilakukan anestesi total.
Anestesia lokal atau regional merupakan hilangnya sensasi sementara yang
ditimbulkan dengan menyuntikkan agen anestetik (lokal) langsung ke jaringan
saraf. Beberapa macam anestesi lokal antara lain anestesi epidural, anestesi spinal,
dan CES (combined spinal-epidural) (Andarmoyo, 2015).
b. Metode Nonfarmakologis
Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tindakan menurunkan
respons nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi (Andarmoyo, 2015).
1) Relaksasi
Relaksasi adalah metode pengendalian nyeri yang memberikan wanita
masukan terbesar. Teori yang menyokong penggunaan relaksasi selama persalinan
terletak pada fisiologis sistem saraf otonom (Mander, 2003). Relaksasi merupakan
suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress
sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Andarmoyo, 2015).
2) Imajinasi
Imajinasi adalah teknik yang berguna dalam persiapan dan sering
digunakan dikombinasikan dengan relaksasi. Meskipun penelitian tentang ini
masih sedikit, tetapi laporan klinis menunjukan bahwa imajinasi dapat membuat
persalinan menjadi lebih baik, membantu pelebaran serviks, dan mengurangi nyeri
serta ketegangan selama persalinan (Indrayani, 2016).
3) Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan cara lain dalam mencapai relaksasi. Hipnoterapi
adalah penggunaan hypnosis untuk membuat suatu kepatuhan dan kondisi seperti
tidur dalam kondisi-kondisi dengan komponen psikologis yang besar. Kesadaran
18
individu terdiri dari beberapa tingkat kesadaran, yang memungkinkannya
berfungsi pada tingkat lain dari tingkat nyeri yang diterima, yang menghasilkan
laporan tidak ada nyeri (Mander, 2003).
4) Umpan balik biologis
Umpan balik biologis didefinisikan sebagai proses tempat seseorang
belajar dengan mempengaruhi respon fisiologis yang riliabel, yang biasanya tidak
berada dalam control volunteer. Keberhasilan umpan balik biologis bergantung
pada kemampuan individu untuk belajar mengendalikan fungsi otonom (Judha,
Sudarti, Fauziah, 2012). Pembelajaran ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama
mengenalkan seseorang pada perubahan yang halus dan kecil dalam fungsi
tubuhnya dan tahap kedua dilakukan menggunakan peningkatan kesadaran utuh
menangkap dan merespon pada isyarat internal wanita (Mander, 2003).
5) Masase
Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya
otot, tendon, dan ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi
sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan memperbaiki sirkulasi
(Judha, Sudarti, Fauziah, 2012). Tindakan masase dianggap menghambat
perjalanan rangsang nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat.
Rangsangan taktil dan perasaan positif yang berkembang ketika dilakukan
sentuhan yang penuh perhatian dan empatik, bertindak memperkuat efek masase
untuk mengendalikan nyeri (Mander, 2003).
6) Sentuhan teraupetik
Sentuhan teraupetik merupakan intervensi keperawatan seperti bentuk
masase yang lebih khusus yang dapat digunakan untuk meredakan nyeri (Mander,
19
2003). Teknik ini dikembangkan oleh Kunz dan Kreiger. Sentuhan teraupetik
sebagian berasal dari praktik kuno “meletakkan tangan” (Mackey, 1995 dalam
Potter & Perry, 2005). Menurut penggagasnya, kerja TT (Therapeutic Tauch)
bergantung pada lapangan energi seperti dinyatakan dalam teori Integritas Rogers
(1980) bahwa semua makhluk hidup adalah sebuah bagian (Mander, 2003).
7) Akupresur
Akupresur merupakan pengembangan dari teknik akupuntur. Akupresur
merupakan masase ujung jari di atas titik akupuntur. Akupresur merangsang
produksi endorfin lokal dan „menutup gerbang‟ terhadap rangsang nyeri. Prinsip
dari akupresur dikenal sebagai adanya aliran energi vital di tubuh (dikenal dengan
nama Chi atau Qi (Cina) dan Ki (Jepang). Teknik akupresur juga dikenal sebagai
masase shiatsu. Penekanan dilakukan dengan ujung jari. Penekanan pada saat
awal harus dilakukan dengan lembut, kemudian secara bertahap kekuatan
penekanan ditambah sampai terasa sensasi yang ringan, tetapi tidak sakit. Jenis
gerakan dan tekanan jari yang digunakan pada teknik akupresur antara lain tekan
putar, tekan titik, dan tekan lurus (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
8) Akupuntur
Akupuntur merupakan terapi dengan menggunakan jarum, ahli akupuntur
menusukkan jarum dan mengajarkan wanita merangsang jarum tersebut. Cara
akupuntur dihipotesiskan mengambil salah satu dari empat bentuk. Pertama efek
psikologis. Kedua keyakinan bahwa akupuntur akan menutup gerbang bagi
perjalanan impuls nyeri. Ketiga, jarum mengaktifkan mekanisme penghambatan
nyeri dalam sistem saraf pusat. Keempat, penutupan gerbang terhadap impuls
nyeri (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
20
9) TENS
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan salah
satu teknik analgesik non-invasif yang sekarang telah digunakan secara luas
diberbagai tempat praktik ahli fisioterapi, perawat maupun bidan. TENS
melibatkan aliran listrik lemah melalui elektroda yang ditempelkan pada
permukaan kulit. Elektroda ditempatkan pada beberapa tempat di tubuh,
kemudian arus dialirkan melalui kabel dengan frekuensi dan intensitas yang
disesuaikan untuk mendapatkan efek optimal selama dan setelah stimulasi.
Elektroda dipasang 2 cm dari dermatom T10-L1 pada kedua sisi dari prosesus
spinosus untuk memberikan efek analgetik pada I. Sepasang elektroda lain
dipasang pada dermatom S2-4 untuk menghilangkan nyeri pada kala II. TENS
secara signifikan dapat mengurangi durasi kala I persalinan pada nulipara dan
multipara (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
10) Hidroterapi
Hidroterapi adalah salah satu teknik membantu mengurangi nyeri pada
persalinan dengan menggunakan media air untuk memberi efek kenyamanan dan
kesembuhan (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012). Keuntungan hidroterapi dikaitkan
dengan dua fenomena. Pertama, hidroterapi merupakan hasil dari air sebagai
konduktor panas, melemaskan spasme otot, dan meredakan nyeri. Kedua,
hidrokinesis meniadakan pengaruh gravitasi, bersama dengan ketidaknyamanan
yang berkaitan dengan tekanan pada panggul dan struktur lain. Hidrotemia dan
hidrokinesis digabungkan untuk membantu relaksasi sehingga mengurangi
kecemasan dan kelelahan (Mander, 2003).
21
11) Terapi musik
Audionalgesia mencakup musik dan bentuk suara lain yang bertujuan
seperti „suara putih‟. Terapi musik digunakan untuk terapi keadaan kronis yang
menggambarkan gangguan emosional. Bagaimana kerja musik membantu wanita
menghadapi nyeri persalinan terletak pada distraksinya dan kemampuannya untuk
membuat seseorang kehilangan alur waktu (Mander, 2003).
12) Hypnobirthing
Metode hypnobirthing merupakan teknik otohipnosis (selfhypnosis) atau
swasugesti, dalam menghadapi kehamilan dan persiapan melahirkan yang
membantu para wanita hamil melalui masa persalinannya dengan cara yang alami,
lancar, dan nyaman (tanpa rasa sakit). Metode hypnobirthing dikembangkan
berdasarkan adanya keyakinan bahwa persiapan melahirkan yang menyeluruh
(body, mind, and spirit) maka di saat persalinan, wanita akan dapat melalui
pengalaman melahirkan yang aman, tenang, dan memuaskan, jauh dari rasa takut
yang menimbulkan ketegangan dan rasa sakit. Hypnobirthing bekerja berdasarkan
kekuatan sugesti seseorang sehingga dirinya dapat merasa yakin bahwa nyeri
dapat dikurangi (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
13) Lingkungan persalinan
Lingkungan persalinan yang aman, nyaman, serta tenang memberikan
kesan dan manfaat pada ibu selama proses persalinan berlangsung, lingkungan
yang nyaman akan memberikan dampak terhadap nyeri pasca persalinan (Judha,
Sudarti, Fauziah, 2012). Lingkungan yang terlalu ekstrem, seperti perubahan
cuaca, panas, dingin, ramai, bising, memberikan stimulus terhadap tubuh yang
dapat memicu terjadinya nyeri (Andarmoyo, 2015).
22
14) Homeopati
Wanita menggunakan metode homeopati untuk mengontrol nyeri
persalinan. Homeopati tidak bekerja dengan menyembuhkan penyakit, tetapi
dengan merangsang tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri (Judha, Sudarti,
Fauziah, 2012). Peran pengobatan homeopati terhadap tekanan emosional
persalinan, seperti akonit untuk meredakan kecemasan, ketakutan, dan panik.
Untuk mempermudah menghadapi nyeri persalinan, maka dianjurkan untuk
menyiapkan perlengkapan persalinan termasuk obat seperti kali karbonikum untuk
meredakan nyeri punggung dalam persalinan (Mander, 2003).
15) Posisi, postur, dan ambulasi
Posisi yang dipilih ibu dalam menghadapi persalinan kala I dan II
sangatlah penting. Posisi persalinan, perubahan posisi dan pergerakan yang tepat
akan membantu meningkatkan kenyamanan atau menurunkan rasa nyeri,
meningkatkan kontrol diri ibu. Selain itu, posisi juga dapat mempengaruhi posisi
bayi dan kemajuan persalinan. Perubahan posisi secara adekuat akan dapat
merubah ukuran dan bentuk pelvic outlet sehingga kepala bayi dapat bergerak
pada posisi optimal di kala I, berotasi dan turun pada kala II (Judha, Sudarti,
Fauziah, 2012).
16) Aromaterapi
Aromaterapi merupakan minyak sulingan dari tanaman, bunga, tumbuh-
tumbuhan, dan phon-phon untuk memperbaiki dan menjaga kesehatan,
membangkitkan semangat, menyegarkan serta menyeimbangkan pikiran, tubuh,
dan jiwa. Orang mesir kuno mengunakan aromaterapi untuk meredakan nyeri
(Jaelani, 2009). Aromaterapi atau bau-bauan yang menyenangkan dan
23
memberikan rasa nyaman serta relaksasi pada tubuh dan pikiran ibu, mengurangi
ketegangan, rasa nyeri dan cemas akan tereduksi, sehingga nyeri akan berkurang
(Judha, Sudarti, Fauziah, 2012). Aromaterapi bitter orange (Citrus Aurantium)
merupakan sebuah terapi nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri pada ibu
bersalin kala I (Wiji, Heni, Kartika, 2015).
6. Penilaian Nyeri
Terdapat beberapa skala nyeri yang dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat nyeri antara lain:
a. Numerical Rating Scale (NRS)
Judha (2012) menyebutkan salah satu cara untuk mengukur tingkat nyeri
adalah dengan menggunakan skala nyeri berdasarkan skala intensitas. Berat
ringannya nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat
subyektif nyeri. Skala numerik dari 0 hingga 10. Skala numerik atau NRS dapat
dilihat pada gambar yang terdapat pada lampiran.
Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri. Intensitas nyeri ringan
pada skala 1-3 secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik, tindakan
manual dirasakan sangat membantu. Intensitas nyeri sedang pada skala 4-6 secara
objektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri dengan tepat
dan mendiskripsikan nyeri, klien dapat mengikuti perintah dengan baik dan
responsif terhadap tindakan manual. Intensitas nyeri berat pada skala 7-9 secara
objektif klien dapat mengikuti perintah, masih responsif terhadap tindakan
manual, dapat menunjukan lokasi nyeri tapi tidak dapat mendiskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi dan napas panjang. Intensitas nyeri sangat berat
10 secara objektif klien tidak mau berkomunikasi dengan baik berteriak dan
24
histeris, klien tidak dapat mengikuti perintah, selalu mengenjan tanpa dapat
dikendalikan, menarik apa saja yang tergapai, dan tak dapat menunjukkan lokasi
nyeri (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
Pada kegiatan penelitian, skala ini lebih sensitif terhadap pengobatan atau
perlakuan yang disebabkan perubahan daripada Visual Analog Scale (VAS).
Meskipun VAS dan NRS bekerja sama baiknya, akan tetapi instrument NRS lebih
signifikan dalam mengukur intensitas nyeri (Indrayani, 2016).
b. Visuale Analogue Scale (VAS)
Skala ini dapat diketahui dengan kata kunci pada keadaan yang ekstrim
yaitu “tidak nyeri” dan “nyeri senyeri-nyerinya”. Skala berupa garis lurus panjang
biasanya 10 cm (100 mm), dengan penggambaran verbal pada masing-masing
ujungnya, angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri hebat). Nilai VAS 0 - <4
= nyeri ringan, 4- <7 = nyeri sedang dan 7 – 10 = nyeri berat.
c. Wong-Baker FACES pain rating scale.
Wong-baker Faces biasa disebut dengan skala wajah, yaitu terdiri atas 6
wajah kartun yang memiliki rentang wajah tersenyum “tidak nyeri” sampai wajah
yang menangis untuk “nyeri berat”. Merupakan skala nyeri wajah yang terdiri dari
enam ilustrasi wajah yang dapat dilihat pada gambar yang terdapat pada lampiran.
Keterangan:
1) Tidak nyeri : 0
2) Nyeri ringan : 1-3
3) Nyeri sedang : 4-6
4) Nyeri berat : 7-9
5) Nyeri hebat : 10
25
d. Verbal Descriptor Scale (VDS)
Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari
tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendiskripsi ini diurutkan dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri
yang tidak tertahan”. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori
untuk mendiskripsikan rasa nyeri (Potter & Perry, 2005).
e. McGill Pain Quesioner (MPQ)
Skala ini kombinasi antaraverbal dan nilai numerik yang melekat dan
gambar tubuh. Instrumen ini mengubah pengenalan sifat yang multidimensional
pengalaman nyeri dengan menentukan intensitas, kualitas, dan durasi seseorang.
Cara mengkaji nyeri dengan skala intensitas nyeri yaitu ibu berhak memilih 12
kata-kata numeris yang telah ditentukan oleh peneliti dan dinilai berdasarkan nilai
terendah skor 0 dan nilai tertinggi skor 3 dan nilai berdasarkan tingkatan nyeri
yaitu jumlah skor 1-6 untuk nyeri ringan, jumlah skor 7-12 untuk nyeri sedang,
dan jumlah skor 13-18 untuk nyeri berat (Indrayani, 2016).
f. Skala Nyeri Oucher
Skala nyeri oucher merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur
intensitas nyeri pada anak, yaitu sebuah skala dengan nilai 0-100 untuk anak yang
lebih besar pada sisi sebelah kiri, sedangkan untuk anak yang lebih kecil pada sisi
sebelah kanan. Skala nyeri oucher direkomendasikan untuk anak usia 1-7 tahun.
Foto pada wajah seorang anak dengan peningkatan rasa nyeri atau
ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk kepada anak-anak supaya anak-anak
dapat mengerti dan memahami tingkat keparahan nyeri yang dialami (Potter &
Perry, 2005).
26
B. Aromaterapi
1. Pengertian Aromaterapi
Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi, dan
therapy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau penyembuhan.
Sehingga aromaterapi dapat diartikan sebagai “suatu cara perawatan tubuh dan
atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial (essential
oil)”. Istilah aromaterapi mulai dipopulerkan kembali pada awal milenium ketiga,
seiring dengan terangkatnya kembali obat tradisional. Upaya ini berkaitan erat
dengan semakin besarnya perhatian masyarakat terhadap keunggulan aromaterapi,
karena aromaterapi dapat membantu meningkatkan kecantikan dan kesehatan luar
dalam dengan mudah dan nyaman (Jaelani, 2009).
Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak esensial atau sari
minyak murni membantu memperbaiki atau menjaga kesehatan, membangkitkan
semangat, menyegarkan serta menenangkan jiwa dan raga. Merupakan
pengobatan komplementer yang berusaha untuk mengurangi stress dan
menimbulkan perasaan ketenangan dengan merangsang sistem penciuman dengan
minyak esensial (Koensoemardiyah, 2009).
Aromaterapi digunakan untuk mempengaruhi emosi seseorang dan
membantu meredakan gejala penyakit. Sari minyak yang digunakan dalam
aromaterapi ini berkhasiat untuk mengurangi stress, melancarkan sirkulasi darah,
meredakan nyeri, mengurangi bengkak, menyingkirkan zat racun dari tubuh,
mengobati infeksi virus atau bakteri, luka bakar, tekanan darah tinggi, gangguan
pernafasan, insomnia (sukar tidur), gangguan pencernaan, dan penyakit lainnya.
Aromaterapi mempengaruhi sistem limbik di otak yang mempengaruhi emosi,
27
suasana hati dan memori, untuk menghasilkan neurohormon di endorpin dan
encephalin yang berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit dan serotonin yang
berfungsi menghilangkan stress serta kecemasan saat menghadapi persalinan
(Perez, 2003).
2. Sejarah Aromaterapi
Pengunaan aromaterapi sebenarnya sudah cukup lama. Sejak 5000 tahun
yang lalu, bangsa Mesir menggunakan getah dan minyak dari tumbuhan yang ada
untuk perawatan tubuh, pengharum ruangan, maupun obat berbagai penyakit.
Sementara di Cina menggunakan rempah-rempah dan wewangian untuk
meningkatkan kualitas kehidupannya, terutama yang berkaitan dengan perawatan
tubuh dan penyembuhan beragam penyakit. Hal ini dibuktikan dengan munculnya
buku-buku kuno yang memuat tentang berbagai jenis tanaman untuk resep ramuan
tradisional dalam bentuk tablet termasuk penyembuhan penyakit dengan
aromaterapi. Pada masa yang sama, di Babilonia berkembang perdagangan
berbagai jenis produk minyak esensial. Untuk menambah nilai cita rasa (plavour)
pada makanan, produk minyak aromatis digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan obat-obatan, parfum, dan keperluan kosmetik (Jaelani, 2009).
Di India, seorang ahli pengobatan terkenal, mencoba menggunakan
berbagai minyak esensial dalam praktek pengobatan. Hal ini juga diakui pula oleh
tokoh kedokteran dari Yunani yang menyatakan bahwa mandi dan melakukan
pemijatan dengan menggunakan bahan wewangian (minyak esensial) menjadikan
tubuh selalu segar dan sehat. Aromaterapi juga berkembang di Romawi pada abad
ke-3 Masehi. Masyarakat Romawi sangat antusias dalam memproduksi dan
mengembangkan penggunaan minyak esensial untuk menjaga kesehatan tubuh
28
mereka sebagai bahan campuran untuk perlengkapan mandi, keperluan pemijatan,
dan parfum. Penggunaan aromaterapi untuk keperluan kosmetik maupun
pengobatan juga dikembangkan bangsa Arab oleh seorang dokter bernama Abu
Ali Al-Husain bin Abdullah bin Sina (980-1037) memperkenalkan cara
memisahkan kandungan minyak esensial dari suatu tanaman (Jaelani, 2009).
Perkembangan selanjutnya, aromaterapi mulai menyebar ke Eropa.
Mereka menyukai cara pembuatan minyak esensial sebagai bahan aromaterapi dan
mempergunakannya untuk keperluan perawatan tubuh serta untuk penyembuhan
penyakit. Metode ini akhirnya mendorong berkembangnya industri parfum di
Paris. Pada awal abad ke-20, Gattefosse seorang ahli kimia berkebangsaan
Perancis mencurahkan perhatian pada sifat-sifat kimiawi dari minyak yang
terkandung dalam tumbuhan. Hasil karya tulisnya banyak yang memaparkan
tentang manfaat minyak esensial untuk kepentingan pengobatan. Diantaranya
untuk pengobatan kanker kulit, ganggren, luka bakar, infeksi bakterial serta
penyakit kronis lainya. Atas jasanya tersebut Gattefosse ditetapkan sebagai
“Bapak Aromaterapi” modern (Jaelani, 2009).
Di Indonesia, aromaterapi telah dikenal sejak lama. Namun secara historis
baru tercatat pada masa kerajaan Mataram Islam. Catatan mengenai penggunaan
aromaterapi terkumpul dalam bentuk resep kecantikan dan resep wewangian alami
bernama Serat Primbon Jampi Jawa oleh Baginda Sri Sultan Hamengku Buwono
II, Raja Mataram (1792-1828). Perkembangan selanjutnya, eksistensi aromaterapi
menjadi lebih populer dengan adanya klinik spa. Spa adalah mata air panas yang
mengandung mineral atau tempat yang banyak dikunjungi karena mata airnya
yang berkhasiat. Spa telah dikenal sejak dahulu kala yakni ketika nenek moyang
29
melakukan perawatan kulitnya dengan mandi berendam air belerang ataupun
dengan bunga setaman. Konon Ratu Ken Dedes juga merawat kecantikannya
dengan “spa”, yaitu mandi di air pancuran dan berendam air rempah serta bunga
setaman (Jaelani, 2009).
3. Kelebihan dan Keunggulan Aromaterapi
Menurut Jaelani (2009) aromaterapi merupakan metode pengobatan kuno
yang dapat bertahan hingga kini, berlangsung secara turun-menurun. Meskipun
metode ini tergolong sederhana, namun cara terapi ini memiliki beberapa
keunggulan dan kelebihan dibandingkan metode penyembuhan yang lain.
a. Biaya yang dikeluarkan relatif murah.
b. Bisa dilakukan dalam berbagai tempat dan keadaan.
c. Tidak mengganggu aktivitas yang bersangkutan.
d. Dapat menimbulkan rasa senang pada orang lain.
e. Cara pemakaiannya tergolong praktis dan efisien.
f. Efek zat yang ditimbulkannya tergolong cukup aman bagi tubuh.
g. Khasiatnya terbukti manjur dan tidak kalah dengan metode terapi lain.
4. Manfaat Aromaterapi
Berdasarkan pengalaman empiris pada masa lampau, aromaterapi
memiliki banyak khasiat dan manfaat yang cukup banyak. Adapun manfaat dari
aromaterapi adalah sebagai berikut:
a. Merupakan bagian utama dari parfum keluarga, yaitu dengan memberikan
sentuhan keharuman dan suasana wewangian yang menyenangkan; ketika
sedang berada di rumah maupun berpergian.
30
b. Dapat digunakan sebagai pelengkap kosmetik seperti body lotion, body scrub,
body wash, message oil, herbal bath, dan sebagainya sehingga dapat
menjadikan kulit tubuh lebih halus, bersih, segar, dan tampak aura
kecantikannya.
c. Merupakan salah satu metode perawatan yang tepat dan efisien dalam
menjaga tubuh agar tetap sehat.
d. Banyak dimanfaatkan dalam pengobatan, khususnya untuk membantu
penyembuhan beragam penyakit, meskipun lebih ditujukan sebagai terapi
pendukung (support therapy).
e. Dapat membantu kelancaran fungsi sistem tubuh (improving body functions),
antara lain dengan cara mengembalikan keseimbangan bioenergi tubuh.
f. Membantu meningkatkan stamina dan gairah seseorang, walaupun
sebelumnya tidak atau kurang memiliki gairah dan semangat hidup.
g. Dapat menumbuhkan perasaan yang tenang pada jasmani, pikiran, dan rohani
(soothing the physical, mind, and spiritual), menciptakan suasana yang damai,
serta dapat menjauhkan dari perasaan cemas dan gelisah.
h. Mampu menghadirkan rasa percaya diri, sikap yang berwibawa, jiwa
pemberani, sifat familiar, perasaan gembira, damai, dan suasana romantis.
i. Merupakan bahan antiseptik dan antibakteri alami yang dapat menjadikan
makanan maupan jasad renik menjadi lebih awet.
j. Mampu meringankan stress atau sebagai anti depresan dan bisa membantu
menenangkan pikiran serta menghilangkan kecemasan.
k. Membantu meningkatkan kapasitas memori dalam jangka waktu tertentu
(Jaelani, 2009).
31
5. Aromaterapi Bitter Orange
Aromaterapi bitter orange (Citrus Aurantium) merupakan sebuah terapi
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri pada ibu bersalin kala I (Wiji,
Heni, Kartika, 2015). Bitter orange dalam sediaan minyak biasa digunakan
sebagai aromaterapi. Minyak ini memiliki efek menjadi ressive, anti-septik, anti-
spasmodik dan obat penenang ringan. Aromaterapi bitter orange dapat
memberikan suasana ceria, kelenjar getah bening tak lancar, dan tekanan darah
tinggi. Tindakan pemberian aromaterapi bitter orange (Citrus Aurantium)
merupakan salah satu alternatif yang dapat diberikan kepada ibu bersalin kala I
untuk mengurangi nyeri persalinan kala I fase aktif (Astuti, 2015; Suza, 2007).
Bitter orange (C. Aurantium) terdiri dari minyak esensial yang disebut
dengan neroli. Ada 10 lebih komponen dari Citrus Aurantium minyak, yang
sebagian besar mononterpens berikut: limonene, linalool, linalyl asetat, geranyl
asetat, geraniol, nerol, neryl acetate. Limonene yang terdapat pada bitter orange
berfungsi mengontrol siklooksigenase I dan II, mencegah aktifitas prostaglandin
dan mengurangi rasa sakit. Selain itu juga merangsang sistem saraf pusat,
meningkatkan mood, menurunkan tekanan darah, sebagai obat penenang
analgesik. Aromaterapi bitter orange dapat diberikan dalam bentuk inhalasi
(dihirup), kompres, pijat, dan berendam (Astuti, 2015; Suza, 2007).
Kandungan utama dari aromaterapi bitter orange adalah linalyl asetat dan
linalool. Diteliti efek dari setiap kandungan aromaterapi bitter orange untuk
mencari tahu zat mana yang memiliki efek anti-anxiety (efek anti cemas)
menggunakan Geller conflict dan Vogel conflict test. Linalyl asetat sebagai salah
satu kandungan utama pada bitter orange tidak menghasilkan efek anti cemas
32
yang signifikan pada kedua test. Linalool pada bitter orange merupakan
kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi), wangi
yang dihasilkan dari aromaterapi bitter orange akan menstimulasi talamus untuk
mengeluarkan enkefalin, berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami. Enkefalin
merupakan neuromodulator yang berfungsi untuk menghambat nyeri fisiologis
(Tarsikah, Susanto, Sastramihardja, 2012). Enkefalin sama halnya dengan
endorphin yang dihasilkan secara alami oleh tubuh dan memiliki kemampuan
untuk menghambat transmisi nyeri, sehingga nyeri berkurang (Fraser, 2009).
Menurut Makhoul et al. (2012) komponen utama dari bitter orange adalah
linalool (29.99%), bergamot (14.94%), farnesol (9.86%), dan limonene (8.42%)
yang tidak hanya bertanggung jawab pada rasa dan bau tetapi juga berperan dalam
pengobatan. Komponen lain dari bitter orange antara lain: a-thujene, apinene,
camphene, sabinene, b-pinene, b-Myrcene, p-Cymene, ocimene (E), Linalool
oxide (Trans), linalool oxide (Cis), terpineol, nerol (Or Cis-Geraniol), neral,
geranial, neryl acetate, geranyl acetat, nerolidol, farnesal, eicosane, tetracosane,
pentacosane. Komposisi senyawa yang terkandung di dalam bitter orange
meliputi senyawa terpen teroksigenasi, monoterpen asiklik, monoterpen siklik,
dan monoterpen bisiklik. Senyawa-senyawa terpen teroksigenasi terdiri atas
alkohol terpen dan sejumlah kecil ester terpen serta aldehid terpen.
6. Cara Pemberian Aromaterapi
Terapi dengan menggunakan minyak esensial dapat diberikan secara
internal maupun eksternal. Penggunaan cara pemberian terapi yang tepat akan
sangat membantu daya kerja bahan aktif sekaligus efisien dan akurat dalam
penggunaan sediaan aromaterapi.
33
a. Terapi secara Internal
Dalam bentuk minyak maupun cairan encer, minyak esensial yang murni
dapat dikonsumsi langsung secara oral (dimakan atau diminum lewat mulut) dan
inhalasi (dihirup lewat hidung). Contoh-contoh dari minyak esensial jenis ini,
antara lain seperti minyak: pappermint, cengkeh, adas manis, selasih, menthol,
rosemary, camomile, bergambot, basil, sirih, dan lain-lain. Beberapa produk
berbahan baku minyak esensial ini juga telah diproduksi, antara lain dalam bentuk
tablet hisap (Jaelani, 2009).
1) Terapi melalui Oral
Cara penggunaan minyak esensial dalam terapi lewat oral ini pada
prinsipnya hampir sama seperti ketika kita menggunakan obat-obatan dalam terapi
oral lain. Sebelum mulai terapi, minyak esensial yang akan digunakan harus
diencerkan terlebih dahulu ke dalam pelarut air yang non-alkohol, dalam
konsentrasi kurang dari 1%. Konsentrasi pengenceran ini tergantung pada
beberapa faktor, antara lain:
a) Jenis penyakit yang akan diobati
b) Minyak esensial yang akan dipakai
c) Metode terapi yang akan digunakan
Dalam aromaterapi internal, bahan-bahan aromatis yang telah dikonsumsi
akan masuk ke dalam sistem jaringan tubuh bagian dalam (lambung). Bahan-
bahan tersebut akan menjadi granul-granul halus, dimana zat aktifnya akan mudah
terlepas dan larut. Tahap ini disebut fase biofarmasi. Zat-zat yang larut tersebut
selanjutnya akan mengalami absorpsi, distribusi, metabolisme, dan juga ekskresi
di dalam tubuh dan disebut fase farmakokinetik. Sediaan berupa zat aktif tersebut
34
juga akan mengalami fase farmakodinamika dimana zat aktif dalam sediaan
minyak tersebut akan berinteraksi dengan reseptor di tempat sasaran (target site)
kerja untuk kemudian memberikan efek terapinya (Jaelani, 2009).
2) Terapi melalui Inhalasi
Seperti diketahui sensor indera penciuman pada manusia memiliki tingkat
kepekaan lebih tajam dan sensitif. Ketajaman indera penciuman ini dapat
mencapai 10.000 kali lebih kuat daripada indera perasa. Karenanya, terapi dengan
melalui hirupan atau inhalasi ini memiliki efek yang kuat terhadap organ-organ
sensorik yang dilalui bahan aktif minyak esensial (Jaelani, 2009).
Terapi inhalasi sangat berguna untuk mengatasi dan meringankan keadaan
yang berhubungan dengan kondisi kesehatan tubuh seseorang. Khususnya
penyakit yang berhubungan dengan gangguan saluran pernafasan dan sistem
tubuh lainnya. Adapun maksud dari terapi ini adalah menyalurkan khasiat zat-zat
yang dihasilkan oleh minyak esensial secara langsung, yaitu dengan mengalirkan
uap minyak esensial secara langsung atau melalui alat bantu aromaterapi seperti
tabung inhaler dan spray, anglo, lilin ataupun pemanas elektrik. Zat-zat yang
dihasilkan dapat berupa gas, tetes-tetes uap yang halus, asap, uap sublimasi yang
akan dihirup lewat hidung dan tertelan lewat mulut (Jaelani, 2009).
Aroma zat-zat minyak esensial yang berupa tetes-tetes uap halus atau
dalam bentuk lainnya itu akan membasahi saluran pernafasan, yaitu dengan cara
membasahi bagian selaput lendir pada hidung, faring, laring, trakhea, bronkus,
bronkhioli, dan alveoli. Di samping itu, uap dan asap minyak esensial ini juga bisa
mempengaruhi kondisi psikis seseorang melalui rangsangan yang diterima oleh
ujung-ujung saraf penciuman yang terdapat di dalam selaput lendir hidung, atau
35
daerah respons saraf pada organ lain yang dilalui tetes-tetes uap minyak esensial
tersebut (Jaelani, 2009).
Inhalasi adalah cara pemberian aromaterapi yang dengan cara minyak
aromaterapi ditempatkan di atas peralatan listrik sebagai penguap. Kemudian
ditambahkan dua sampai lima tetes minyak aromaterapi dalam vaporiser dengan
20 ml air untuk menghasilkan uap. Minyak yang umum digunakan yaitu
peppermint untuk mual, lavender untuk suasana hati, rosemary baik untuk
suasana sedih (Wahyuningsih, 2014).
b. Terapi secara Eksternal
Secara umum, penggunaan aromaterapi lebih banyak dilakukan secara
eksternal di luar tubuh dibandingkan secara internal dari dalam tubuh. Sebagai
bahan untuk obat-obatan, minyak esensial mudah terserap bila kontak langsung
dengan lapisan kulit. Meskipun demikian, terapi ini lebih optimal jika dilakukan
dengan menggunakan cara yang tepat. Beberapa metode yang sering dilakukan
diantaranya berupa pemijatan, kompres, dan berendam (Jaelani, 2009).
1) Terapi pemijatan (massage)
Terapi pemijatan (massage) termasuk salah satu cara terapi yang sudah
berumur tua. Meskipun metode ini tergolong sederhana namun cara terapi ini
masih sering digunakan. Bahkan dewasa ini semakin banyak para ahli kesehatan
yang menggunakannya untuk membantu pengobatan modern.
a) Tipe Pijat Swedia
Cara pemijatan ini dapat dilakukan dengan suatu gerakan khusus melalui
petrissage (mengeluti, meremas, mengerol, dan mencubit), effleurage (usapan dan
belaian), friction (gerakan menekan dengan cara memutar-mutarkan telapak
36
tangan atau jari). Ini sangat berguna untuk melancarkan sistem peredaran darah
dan getah bening, mengendurkan otot-otot dan ujung-ujung saraf, mengurangi
nyeri, letih, pegal linu, serta untuk menjaga kebugaran tubuh.
b) Tipe Pijat Shiatzu
Merupakan salah satu metode pengobatan tradisional “timur” yang berasal
dari negeri Cina dan telah berlangsung sejak berabad-abad. Cara ini lebih
mengutamakan tekanan (pressure) pada daerah-daerah titik saraf, yang lebih
dikenal sebagai “titik-titik akupuntur”, atau sering disebut pijat akupresur atau
tusuk jari. Tujuan dan kegunaannya ialah untuk mengembalikan keseimbangan
bioenergi. Cara pemijatan shiatzu ini meliputi teknik pijat penekanan (pressing)
itu sendiri dan teknik pemanasan (moksibasi) (Jaelani, 2009).
c) Tipe Pijat Neuro-Muskuler
Tipe pemijatan ini hampir sama dengan pemijatan lainnya, namun lebih
mengutamakan pemijatan pada daerah sekitar jaringan saraf (neuron) dan otot-otot
(muskuler) gunanya untuk menghilangkan pegal, kelelahan, sakit otot, kram,
depresi, stress, dan gangguan faal tubuh lainnya. Daerah respon untuk pemijatan
ini antara lain, wajah, kepala, leher, tengkuk, bahu, ketiak, punggung, pinggul,
lengan, dan telapak kaki (Jaelani, 2009).
d) Tipe Pijat Tusuk Jarum
Menurut teori akupuntur, seorang anak manusia selama hidupnya memiliki
suatu daya atau kekuatan energi yang bisa mengalir ke berbagai jaringan dalam
tubuh. Energi tersebut bergerak melalui garis meredian dan tersebar pada kurang
lebih 800 titik akupuntur. Dari alur garis meredian dan titik-titik ini dapat
diketahui jenis penyakit seseorang. Melalui akupuntur ini, adakalanya dari
37
pangkal jarum tersebut akan diberi gulungan kertas yang dibakar. Hal ini
bertujuan untuk mengembalikan bioenergi tubuh pada kondisi yang tetap
seimbang. Proses ini disebut moksibasi, dilakukan dengan menggunakan minyak
esensial (Jaelani, 2009).
2) Kompres hangat
Penggunaan aromaterapi dengan di kompres hanya membutuhkan sedikit
minyak esensial. Kompres hangat dengan minyak aromaterapi dapat bermanfaat
untuk menurunkan nyeri punggung dan nyeri perut (Wahyuningsih, 2014).
3) Steaming
Merupakan salah satu cara alami untuk mendapatkan uap aromatis melalui
penguapan air panas. Dalam terapi ini, setidaknya digunakan 3-5 tetes minyak
esensial dalam 250 ml air panas. Tutuplah kepala dan mangkok dengan handuk,
sambil muka ditundukkan selama 10-15 menit hingga uap panas mengenai muka
(Jaelani, 2009).
4) Berendam
Cara lain untuk menggunakan aromaterapi adalah dengan berendam.
Dengan menambah minyak esensial ke dalam air hangat untuk berendam. Dengan
berendam minyak esensial akan membuat rileks dan nyaman melarutkan pegal-
pegal dan nyeri, memberi efek yang merangsang, dan mengembalikan energi
(Wahyuningsih, 2014). Dalam perawatan tubuh, hal ini dapat membantu
memperbaiki pori-pori kulit dan pengeluaran minyak berlebihan. Efek hangat
aromatis yang dihasilkan bisa meningkatkan produksi neurotransmitter yang
membantu fungsi saraf dan peredaran darah sehingga dapat memulihkan sistem
peredaran darah, mengembalikan fungsi saraf dengan relaksasi (Jaelani, 2009)
38
C. Pengaruh Aromaterapi Bitter Orange dengan Nyeri Persalinan
Secara fisiologis nyeri persalinan terjadi ketika otot-otot rahim
berkontraksi sebagai upaya membuka serviks dan mendorong kepala bayi ke arah
panggul. Nyeri persalinan dapat mempengaruhi kontraksi uterus melalui sekresi
kadar katekolamin dan kortisol yang meningkat sehingga mempengaruhi durasi
persalinan. Nyeri juga dapat menyebabkan penurunan aktivitas uterus yang tidak
terkoordinasi yang akan mengakibatkan persalinan lama. Stress yang disebabkan
oleh nyeri persalinan dapat meningkatkan pelepasan katekolamin maternal
sehingga menyebabkan penurunan aliran darah uterus (Mander, 2003).
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri persalinan, yaitu
dengan metode farmakologi dan nonfarmakologi. Aromaterapi bitter orange
(Citrus Aurantium) merupakan salah satu alternatif terapi nonfarmakologis yang
dapat diberikan untuk mengurangi nyeri pada ibu bersalin kala I fase aktif. Bitter
orange memiliki efek menjadi ressive, anti-septik, anti-spasmodik dan obat
penenang ringan. Terdapat 10 lebih komponen dari Citrus Aurantium antara lain
sebagai berikut: limonene, linalool, linalyl asetat, geranyl asetat, geraniol, nerol,
neryl acetate. Limonene yang terdapat pada bitter orange berfungsi mengontrol
siklooksigenase I dan II, mencegah aktifitas prostaglandin, mengurangi rasa sakit,
merangsang sistem saraf pusat, meningkatkan mood, menurunkan tekanan darah,
sebagai obat penenang analgesik yang dapat diberikan dalam bentuk inhalasi
(dihirup), kompres, pijat, dan berendam (Astuti, 2015; Suza, 2007).
Kandungan utama dari aromaterapi bitter orange adalah linalyl asetat dan
linalool. Diteliti efek dari setiap kandungan aromaterapi bitter orange untuk
mencari tahu zat mana yang memiliki efek anti-anxiety (efek anti cemas)
39
menggunakan Geller conflict dan Vogel conflict test. Linalyl asetat sebagai salah
satu kandungan utama pada bitter orange tidak menghasilkan efek anti cemas
yang signifikan pada kedua test. Linalool pada bitter orange merupakan
kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi), wangi
yang dihasilkan dari aromaterapi bitter orange akan menstimulasi talamus untuk
mengeluarkan enkefalin, berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami. Enkefalin
merupakan neuromodulator yang berfungsi untuk menghambat nyeri fisiologis
(Tarsikah, Susanto, Sastramihardja, 2012). Enkefalin sama halnya dengan
endorphin yang dihasilkan secara alami oleh tubuh dan memiliki kemampuan
untuk menghambat transmisi nyeri, sehingga nyeri berkurang (Fraser, 2009).
Mekanisme aromaterapi bitter orange untuk menurunkan nyeri persalinan
pada kala I melalui sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Organ penciuman
berhubungan langsung ke otak. Bau merupakan suatu molekul yang mudah
menguap langsung ke udara. Apabila masuk ke rongga hidung melalui pernafasan,
akan di terjemahkan oleh otak sebagai proses penciuman. Penerimaan molekul
bau tersebut oleh saraf olfactory epithelium, yang merupakan suatu reseptor yang
berisi 20 juta ujung saraf. Ditransmisikan bau tersebut sebagai pesan ke pusat
penciuman yang terletak pada pangkal otak, pada bagian ini berbagai sel neuron
menginterprestasikan bau dan mengantarkannya ke sistem limbik yang
selanjutnya dikirim ke hipotalamus untuk diolah. Saat aromaterapi dihirup,
rambut getar yang ada di dalam hidung akan mengantarkan pesan elektrokimia ke
pusat emosi dan daya ingat seseorang, lalu akan mengantarkan pesan balik
keseluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Pesan yang dihantar ke seluruh tubuh
akan dikonversikan menjadi suatu aksi dengan pelepasan substansi neurokimia
40
yaitu berupa perasaan senang, tenang, dan rileks. Sehingga aromaterapi bitter
orange mampu mengurangi nyeri persalinan kala I fase aktif.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti (2015)
tentang “Pengaruh Pemberian Aromaterapi Bitter Orange terhadap Nyeri dan
Kecemasan Fase Aktif Kala I Di Rumah Sakit Aisyiyah Kabupaten Magelang”.
Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata intensitas nyeri sebesar 2,33 dan
kecemasan sebesar 10,95 sesudah diberikan aromaterapi bitter orange kelompok
intervensi dengan p value 0,00. Hasil penelitian ini membuktikan aromaterapi
bitter orange dapat mengurangi nyeri dan kecemasan pada fase aktif kala I.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Namazi, dkk (2014) di Ehesti
University of Medical Sciences, Tehran, Iran pada ibu primipara yang sedang
bersalin pada fase aktif kala I membuktikan bahwa aromaterapi dengan minyak
esensial citrus aurantium dapat mengurangi kecemasan dan nyeri pada kala I
persalinan. Penelitian ini membandingkan antara kelompok yang diberi
aromaterapi bitter orange dan yang tidak diberikan aromaterapi bitter orange
untuk mengurangi nyeri persalinan. Hasilnya, kelompok yang diberi aromaterapi
bitter orange selama persalinan nyerinya turun sebesar 2,41 dan kecemasan turun
10,95. Hasil penelitian menunjukan bahwa aromaterapi biiter orange mengurangi
rasa sakit saat kala I persalinan pada wanita primipara.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Akbar Siti, Desy,
2014) bahwa penggunaan aromaterapi secara inhalasi dapat merangsang
pengeluaran endorphin efektif menurunkan nyeri ibu post partum dengan p value
0,000 < α 0,05. Peneliti menunjukkan ada pengaruh yang signifikan pada terapi
yang menggunakan aromaterapi berupa bitter orange terhadap nyeri ibu post
41
partum. Pasien yang diberikan terapi menggunakan aromaterapi bitter orange
merangsang tubuh untuk melepaskan senyawa endorphin sehingga merangsang
otot-otot pada bagian tubuh. Tubuh menjadi rileks, yang merupakan pereda nyeri
dengan seolah-seolah seperti beristirahat beberapa jam.
D. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan tinjuan teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti dengan tujuan agar peneliti mampu
mengembangkan atau mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti
karena telah memiliki pengetahuan yang luas sebagai dasarnya. Selain itu
tinjauan teori ini dimaksudkan agar peneliti dapat meletakkan atau
mengidentifikasi masalah yang ingin diteliti (diamati) dalam konteks ilmu
pengetahuannya (Notoatmodjo, 2014). Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat
pada gambar 1:
Sumber : Judha, Sudarti, Fauziah (2012)
Gambar 1. Kerangka Teori
Metode penanggulanganan nyeri persalinan
1. Metode Farmakologi
a. ILA
b. Analgesi narkotik
c. Analgesi regional (epidural)
2. Metode Non Farmakologi
a. Terapi musik
b. TENS
c. Hypno-birthing
d. Hidroterapi
e. Homeopati
f. Lingkungan persalinan
g. Posisi, postur, dan ambulasi
h. Akupuntur
i. Akupresur
j. Aromaterapi Bitter Orange
Penurunan nyeri
persalinan kala 1 fase aktif
42
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variabel yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti.
Kerangka konsep penelitian merupakan hasil dari tinjuan kepustakaan serta
kerangka teori dan masalah dari suatu penelitian yang telah dikembangkan dan
dirumuskan. Sehingga kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau
kaitan antara konsep-konsep atau variabel yang akan diukur (diamati) melalui
penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2014). Kerangka konsep dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2:
Gambar 2. Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
kelompok lain. Pengertian lain dari variabel penelitian adalah sesuatu yang
digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh
satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2014).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah aroma terapi
bitter orange, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah nyeri
persalinan.
Nyeri Persalinan
Aromaterapi Bitter
Orange
Penurunan Nyeri
Persalinan
43
G. Hipotesis
Hipotesis dalam suatu penelitian menurut Notoatmodjo (2014)
merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, patokan duga, atau
dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut.
Berfungsi untuk menentukan arah pembuktian, artinya hipotesis merupakan
pernyataan yang harus dibuktikan. Berdasarkan kerangka konsep, hipotesis
penelitian ini adalah “ada pengaruh aromaterapi bitter orange terhadap penurunan
nyeri persalinan kala 1 fase aktif”
H. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang
dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan serta
pengembangan alat ukur. Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian
variabel-variabel diamati, lalu diberi batasan yang disebut “definisi operasional”
(Notoatmodjo, 2014). Definisi operasional dalam penelitian terdapat pada tabel 1:
Tabel 1.
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Aromaterapi
Bitter
Orange
Terapi mengunakan
essential oil atau sari
minyak murni dari
tanaman bitter orange.
Diberikan pada ibu
bersalin kala I fase
aktif dan dihirup 3 kali
tarikan nafas pada saat
kontraksi, selama 30
menit menggunakan
elektrik aromaterapi.
Observasi
Elektrik
aromaterapi
dan
aromaterapi
bitter orange
Dilakukan
Nominal
Nyeri
Persalinan
Kala 1 Fase
Aktif
Rasa tidak nyaman
yang dialami oleh ibu
bersalin kala I fase
aktif saat pembukaan
serviks 4-7 cm
Observasi NRS
(Numberic
Rating
Scale)
Intensitas
nyeri 1-10
Rasio