BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1...

43
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 Defenisi Sistem Rujukan Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya . Notoatmodjo (2008) mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya. Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Rujukan

2.1.1 Defenisi Sistem Rujukan

Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang

telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah

suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan

pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau

masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang

kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit

yang setingkat kemampuannya .

Notoatmodjo (2008) mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu sistem

penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung

jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara

vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar

unit-unit yang setingkat kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur

darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu

memeriksakan keadaan sakitnya.

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas

pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab

secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi

antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

11

ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau,

rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).

2.1.2 Macam Rujukan

Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam yakni :

1. Rujukan Kesehatan

Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan

peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada

dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health

service). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan

teknologi, sarana, dan operasional (Azwar, 1996). Rujukan kesehatan yaitu

hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas

yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah

kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan

kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan

opersional (Syafrudin, 2009).

2. Rujukan Medik

Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta

pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku

untuk pelayanan kedokteran (medical service). Sama halnya dengan rujukan

kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan

penderita, pengetahuan dan bahan bahan pemeriksaan (Azwar, 1996). Menurut

Syafrudin (2009), rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara

timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

12

horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara

rasional. Jenis rujukan medic antara lain:

a. Transfer of patient.

Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan

operatif dan lain –lain.

b. Transfer of specimen

Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih

lengkap.

c. Transfer of knowledge / personal.

Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan

mutu layanan setempat.

2.1.3 Manfaat Rujukan

Menurut Azwar (1996), beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau

dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut :

1. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan

Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan

(policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu

penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan

kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan

kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan

yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek

perencanaan.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

13

2. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan

Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health

consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya

pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-

ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena

diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.

3. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan

kesehatan.

Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan

kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas

jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti

semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan

dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan dan

atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai

tugas dan kewajiban tertentu.

2.1.4 Tata Laksana Rujukan

Menurut Syafrudin (2009), tatalaksana rujukan diantaranya adalah internal

antar-petugas di satu rumah; antara puskesmas pembantu dan puskesmas; antara

masyarakat dan puskesmas; antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya; antara

puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya; internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit; antar

rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

14

2.1.5 Kegiatan Rujukan

Menurut Syafrudin (2009), kegiatan rujukan terbagi menjadi tiga macam

yaitu rujukan pelayanan kebidanan, pelimpahan pengetahuan dan keterampilan,

rujukan informasi medis:

1. Rujukan Pelayanan Kebidanan

Kegiatan ini antara lain berupa pengiriman orang sakit dari unit kesehatan

kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap; rujukan kasus-kasus patologik

pada kehamilan, persalinan, dan nifas; pengiriman kasus masalah reproduksi

manusia lainnya, seperti kasus-kasus ginekologi atau kontrasepsi yang

memerlukan penanganan spesialis; pengiriman bahan laboratorium; dan jika

penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan

kirimkan ke unit semula, jika perlu diserta dengan keterangan yang lengkap

(surat balasan).

2. Pelimpahan Pengetahuan dan Keterampilan

Kegiatan ini antara lain :

a. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan

dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus, dan

demonstrasi operasi.

b. Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah

pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap

atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis

dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan dengan tingkat provinsi atau

institusi pendidikan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

15

3. Rujukan Informasi Medis

Kegiatan ini antara lain berupa :

a. Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan

advis rehabilitas kepada unit yang mengirim.

b. Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan

kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan prenatal. Hal ini

sangat berguna untuk memperoleh angka secara regional dan nasional.

2.1.6 Sistem Informasi Rujukan

Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim

dan di catat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan,

yang berisikan antara lain:nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status pasien

pemegang kartu Jaminan Kesehatan atau umum, tujuan rujukan penerima, nama

dan identitas pasien, resume hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnose,

tindakan dan obat yang telah diberikan, termasuk pemeriksaan penunjang,

kemajuan pengobatan dan keterangan tambahan yang dipandang perlu.

2.1.7 Organisasi dan Pengelolaan dalam Pelaksanaan Sistem Rujukan

Agar sistem rujukan ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien,

maka perlu diperhatikan organisasi dan pengelolanya, harus jelas mata rantai

kewenangan dan tanggung jawab dari masing-masing unit pelayanan kesehatan

yang terlibat didalamnya, termasuk aturan pelaksanaan dan koordinasinya.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

16

2.1.8 Kriteria Pembagian Wilayah Pelayanan Sistem rujukan

Karena terbatasanya sumber daya tenaga dan dana kesehatan yang

disediakan, maka perlu diupayakan penggunaan fasilitas pelayanan medis yang

tersedia secara efektif dan efisien. Pemerintah telah menetapkan konsep

pembagian wilayah dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam sistem

rujukan ini setiap unit kesehatan mulai dari Polindes, Puskesmas pembantu,

Puskesmas dan Rumah Sakit akan memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat

sesuai dengan ketentuan wilayah dan tingkat kemampuan petugas atau sama.

Ketentuan ini dikecualikan bagi rujukan kasus gawat darurat, sehingga

pembagian wilayah pelayanan dalam sistem rujukan tidak hanya didasarkan pada

batas-batas wilayah administrasi pemerintahan saja tetapi juga dengan kriteria

antara lain:

1. Tingkat kemampuan atau kelengkapan fasilitas sarana kesehatan,

misalnya fasilitas Rumah Sakit sesuai dengan tingkat klasifikasinya.

2. Kerjasama Rumah Sakit dengan Fakultas Kedokteran

3. Keberadaan jaringan transportasi atau fasilitas pengangkutan yang

digunakan ke Sarana Kesehatan atau Rumah Sakit rujukan.

4. Kondisi geografis wilayah sarana kesehatan.

Dalam melaksanakan pemetaan wilayah rujukan, faktor keinginan pasien/

keluarga pasien dalam memilih tujuan rujukan perlu menjadi bahan pertimbangan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

17

2.1.9 Keuntungan Sistem Rujukan

Menurut Syafrudin (2009), keuntungan sistem rujukan adalah :

1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa

pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi

rasa aman pada pasien dan keluarga.

2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan

keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus

yang dapat dikelola di daerahnya masing – masing.

3. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli

2.1.10 Rujukan Maternal dan Neonatal

Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola secara

strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan

pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi

masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun

mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai

peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan

ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka

berada (Depkes, 2006).

Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal

mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif

dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus

dengan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

18

PONED harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku

acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah

pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan

ke RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk

mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat

kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2007) dengan alur sebagai berikut:

1. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan

kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.

2. Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu

hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang dtang sendiri atau atas rujukan

kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan

normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi

tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau

melakukan rujukan pada puskesmas, puskesmas mampu PONED dan RS

PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai.

3. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan

stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang

sendiri maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa sebelum

melakukan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS POINEK.

4. Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan

pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru

lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

19

desa dan puskesmas. Puskesmas mampu PONED dapat melakukan

pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat

kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada RS PONEK.

5. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan

PONEK langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru

lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di

desa dan puskesmas, puskesmas mampu PONED.

a. Pemerintah provinsi/kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan tingkat

kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif

maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON (Pertolongan

Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus)

6. Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat

dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan pada

persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan komplikasi

kehamilan dan persalinan.

7. Pokja/ satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama liuntas sektoral

ditingkat propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan

kewaspadaan masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta

kegawatdaruratan yang mungkin timbul olkeh karenanya. Dengan

penyampaian pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka

dapat diharapkan adanya dukungan nyata massyarakat terhadap sistem rujukan

PONEK 24 jam.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

20

8. RS swasta, rumah bersalin, dan dokter/bidam praktek swasta dalam sistem

rujukan PONEK 24 jam, puskesmas mampu PONED dan bidan dalam jajaran

pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam

kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 jam sebagai kelengkapan pembinaan

pra RS.

2.1.11 Persiapan Rujukan

Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi

penyulit, seperti keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai,

dapat membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan

sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan hasil penilaian

(termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan

(Syafrudin, 2009).

Jika ibu datang untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi

dan ia tidak siap dengan rencana rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan

keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan

pada saat awal persalinan (Syafrudin, 2009).

Kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan

secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi keberhasilan upaya

penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas

rujukan yang mampu untuk penatalaksanaan kasus gawatdarurat Obstetri dan bayi

baru lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat rujukan,

ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak

tempuh ke tempat rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

21

meliputi siapa yang menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang

sesuai, sarana tranfortasi yang harus tersedia, orang yang ditunjuk menjadi donor

darah dan uang untuk asuhan medik, tranfortasi, obat dan bahan. Singkatan

BAKSOKUDO (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang, Dokumen)

dapat di gunakan untuk mengingat hal penting dalam mempersiapkan rujukan

(Dinkes, 2009).

2.1.12 Tahapan Rujukan Maternal dan Neonatal

1. Menentukan kegawatdaruratan penderita

a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak

dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera

dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu

mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.

b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga

kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat

menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana

yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.

2. Menentukan tempat rujukan

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang

mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta

dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

22

Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk,

siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil

penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas

rujukan. Jika ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu

dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana

rujukan pada saat awal persalinan.

4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju

a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.

b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan

selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.

c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila

penderita tidak mungkin dikirim.

5. Persiapan penderita (BAKSOKUDO)

6. Pengiriman Penderita

7. Tindak lanjut penderita :

a. Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan)

b. Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada

tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan rumah

2.2 Program Kesehatan Ibu dan Anak

2.2.1 Pengertian Program KIA

Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehtan yang

menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui,

bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Pemberdayaan masyarakat bidang KIA

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

23

dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinik terkait

kehamilan dan persalinan. Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong,

yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat

transportasi atau komuinikasi (telepon genggam, telepon rumah), pendanaan,

pendonor darah, pencatatan pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini

tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta

menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman

kanak-kanak.

2.2.2 Tujuan Program KIA

Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan

hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan

keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)

serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh

kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia

seutuhnya.

Tujuan khusus dari program ini adalah:

1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam

mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi

tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga dan masyarakat

sekitarnya.

2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara

mandiri di dalam linkgungan keluarga dan masyarakat.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

24

3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu

bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki.

4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,

ibu meneteki, bayi dan anak balita.

5. Menningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh

anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah,

tertama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

2.2.3 Pelayanan dan Indikator Program KIA

2.2.3.1 Pelayanan Program KIA

Adapun pelayanan Program KIA meliputi:

1. Pelayanan antenatal:

Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa

kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal.

Standar minimal “5T” untuk pelayanan antenatal terdiri dari:

a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

b. Ukur tekanan darah

c. Pemberian imunisasi TT lengkap

d. Ukur tinggi fundus uteri

e. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan

dengan ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali

pada triwulan kedua, dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

25

2. Pertolongan Persalinan

Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat:

a. Tenaga professional: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,

pembantu bidan dan perawat.

b. Dukun bayi:

Terlatih: ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga

kesehatan yang dinyatakan lulus.

Tidak terlatih: ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga

kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan

lulus.

c. Deteksi dini ibu hamil berisiko:

Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya adalah:

1) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

2) Anak lebih dari empat

3) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau

lebih dari 10 tahun

4) Tinggi badan kurang dari 145 cm

5) Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari

23,5 cm

6) Riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi dan riwayat cacat

congenital

7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau

panggul

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

26

Risiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dan normal

yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.

a. Risiko tinggi pada kehamilan meliputi:

1) Hb kurang dari 8 gram %

2) Tekanan darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih

dari 90 mmHg

3) Oedema yang nyata

4) Eklampsia

5) Perdarahan Pervaginam

6) Ketuban pecah dini

7) Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu

8) Letak sungsang pada primigravida

9) Infeksi berat dan sepsis

10) Persalinan premature

11) Kehamilan ganda

12) Janin yang besar

13) Penyakit kronis pada ibu antara lain jantung, paru, ginjal

14) Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan

b. Risiko tinggi pada nenonatal meliputi:

1) BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram

2) Bayi dengan tetanus neonatorum

3) Bayi baru lahir dengan asfiksia

4) Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

27

5) Bayi baru lahir dengan sepsis

6) Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram

7) Bayi pre term dan post term

8) Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang

9) Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan

2.2.3.2 Indikator Pelayanan KIA

Terdapat 6 indikator kinerja penilaian standar pelayanan minimal atau

SPM untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang wajib dilaksanakan yaitu

cakupan kunjungan ibu hamil K4.

a. Pengertian:

Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang kontak dengan petugas

kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan standar 14T

dengan frekuensi kunjungan minimal 4 kali selama hamil, dengan syarat

trimester 1 minimal 1 kali, trimester II minimal 1 kali dan trimester III

minimal 2 kali. Menurut badan litbangkes depkes RI (2004) Standar 14T yang

dimaksud adalah:

1. Tanyakan dan menyapa ibu dengan ramah

2. Tinggi badan diukur dan berat badan ditimbang

3. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah

4. Temukan kelainan/ periksa daerah muka leher, jari dan tungkai (edema),

lingkar lengan atas dan panggul.

5. Temu wicara konseling

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

28

6. Tekan/ palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, tekan titik (accu

pressure) peningkatan ASI

7. Tinggi fundus uteri diukur

8. Tentukan posisi janin dan detak jantung janin

9. Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa

10. Tentukan kadar Hb

11. Tetanus Toxoid imunisasi

12. Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe)

13. Tingkatkan kesegaran jasamani dan senam hamil

14. Tingkatkan pengetahuan ibu hamil tentang gizi ibu hamil dan

pengetahuan tentang tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan.

b. Defenisi Operasional

c. Perbandingan antara jumlah ibu hamil yang telah memperoleh ANC sesuai

standar K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dengan penduduk

sasaran ibu hamil.

d. Cara Perhitungan

Pembilang: jumlah ibu hamil yang telah memperroleh pelayanan ANC sesuai

dengan standar K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

e. Sumber data:

1. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai dengan

standar K4

2. Perkiraan penduduk sasaran ibu hamil diperoleh dari Bada Pusat Statistik

atau BPS atau Propinsi

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

29

f. Kegunaan

1. Mengatur mutu pelayanan ibu hamil

2. Mengukur tingkat keberhasilan perlindungan ibu hamil melalui pelayanan

standard an paripurna. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan

ANC sesuai dengan standar K4 perkiraan penduduk

3. Mengukur kinerja petugas kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan

ibu hamil

2.3 Manual Rujukan KIA

2.3.1 Pengembangan Manual Rujukan KIA

Sistem rujukan yang dibangun harus dilengkapi dengan manual supaya

bisa dilaksanakan dengan lebih tertata dan jelas. Manual rujukan sebaiknya

disusun dan dikembangkan oleh kelompok kerja/ tim rujukan di sebuah

kabupaten/kota. Tujuan manual adalah untuk menjalankan sistem rujukan

pelayanan ibu dan anak dikaitkan dengan sumber pembiayaannya. Manual

rujukan tersusun dari kejadian yang dapat dialami oleh ibu dan bayi dalam proses

kehamilan dan persalinan, dan bagaimana proses tersebut didanai.

2.3.2 Tujuan

1. Menggambarkan alur kegiatan pelayanan ibu hamil, persalinan, nifas, dan

pelayanan bayi berdasarkan continuum of care lengkap dengan pedoman dan

SOP yang terkait dengan sumber pembiayaan.

2. Menjelaskan uraian tugas ( Job description ) lembaga-lembaga dan profesi

yang terlibat dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

30

3. Menjadi acuan kegiatan dilapangan untuk kelompok kerja rujukan dalam

perencanaan, perencanaan, dan monitoring hasil

2.3.3 Kebijakan dan Prinsip Dasar

2.3.3.1 Prinsip Umum

1. Prinsip utama adalah mengurangi kepanikan dan kegaduhan yang tidak perlu

dengan cara menyiapkan persalinan (rujukan terencana) bagi yang

membutuhkan (pre-emptive strategy). Sementara itu bagi persalinan

emergency harus ada alur yang jelas.

2. Bertumpu pada proses pelayanan KIA yang menggunakan continuum of care

dengan sumber dana.

3. Sarana pelayanan kesehatan dibagi menjadi 3 jenis: RS PONEK 24 jam,

Puskesmas PONED dan Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya seperti

Puskesmas, bidan praktek, Rumah Bersalin, Dokter Praktek Umum, dan lain-

lain

4. Harus ada RS PONEK 24 jam dengan hotline yang dapat dihubungi 24 jam.

5. Sebaiknya ada hotline di Dinas Kesehatan 24 jam dengan sistem jaga untuk

mendukung kegiatan persalinan di RS.

6. Memperhatikan secara maksimal ibu-ibu yang masuk dalam:

a. Kelompok A. Mengalami masalah dalam kehamilan saat di ANC dan

di prediksi akan mempunyai masalah dalam persalinan yang perlu

dirujuk secara terencana;

b. Kelompok B. Ibu-ibu yang dalam ANC tidak bermasalah. Dalam

persalinan, ternyata ada yang bermasalah dalam persalinan sehingga

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

31

membutuhkan penanganan emergency. Di kelompok ini ada 3

golongan:

i. Kelompok B1. Ibu-ibu bersalin yang membutuhkan rujukan

emergency ke RS PONEK 24 jam.

ii. Kelompok B2. Ibu-ibu bersalin yang ada kesulitan namun tidak

perlu dirujuk ke RS PONEK 24 jam

iii. Kelompok B3. Ibu-ibu yang mengalami persalinan normal.

7. Menekankan pada koordinasi antar lembaga seperti LKMD, PKK, dan pelaku

8. Memberikan petunjuk rinci dan jelas mengenai pembiayaan, khususnya untuk

mendanai ibu-ibu kelompok A dan kelompok B1 dan B2.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

32

2.3.3.2 Alur Rujukan dari Hulu ke Hilir

Gambar 2.1 Alur rujukan KIA

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

33

1. Ibu Hamil dapat mendapatkan pelayanan ANC diberbagai Sarana Pelayanan

Kesehatan (Bidan, Puskesmas biasa, Puskesmas PONED, RB, RS biasa atau

RS PONEK)

2. Sarana Pelayanan Kesehatan mengidentifiksi jenis kehamilan dan perkiraan

jenis persalinan dari ibu-ibu yang mendapatkan pelayanan ANC dimasing-

masing sarana.

3. Sarana Pelayanan Kesehatan mengelompokan jenis kehamilan dan jenis

persalinan menjadi 2 kelompok. Kelompok A: merupakan ibu-ibu yang

dideteksi mempunyai permasalahan dalam kehamilan dan diprediksi akan

mempunyai permasalahan dalam persalinan; Kelompok B: merupakan ibu-

ibu yang dalam ANC tidak ditemukan permasalahan.

4. Sarana Pelayanan Kesehatan akan merujuk Ibu Hamil Kelompok A ke RS

PONEK (kecuali ibu hamil tersebut sudah ditangani di RS PONEK sejak

ANC)

5. Sarana Pelayanan Kesehatan akan menangani persalinan ibu Hamil

Kelompok B

6. Pada saat persalinan Sarana Pelayanan Kesehatan akan mengidentifikasi

kemungkinan terjadinya penyulit pada persalinan menggunakan proses dan

tehnik yang baik (misalnya penggunaan partogram)

7. Sarana pelayanan kesehatan mengelompokkan jenis persalinan menjadi 3

kelompok: Kelompok B1: Ibu-ibu yang mengalami permasalahan di dalam

persalinan dan harus dirujuk emergency (dirujuk dalam keadaan in-partu);

Kelompok B2: Ibu-ibu yang mengalami permasalahan di dalam persalinan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

34

tapi tidak memerlukan rujukan; Kelompok B3: Ibu-ibu dengan persalinan

tidak bermasalah

8. Ibu Bersalin Kelompok B1 akan dirujuk ke RS PONEK (kecuali persalinan

memang sudah ditangani di RS PONEK

9. Ibu Besalin Kelompok B2 dapat ditangani di Puskesmas PONED

10. Ibu Bersalin Kelompok B3 dapat ditangani di seluruh jenis sarana pelayanan

kesehatan/persalinan (Puskesmas, RB, RS)

11. Bayi baru lahir yang dimaksud dalam manual ini adalah neonatus berusia

antara 0-28 hari.

12. Bayi baru lahir tanpa komplikasi dapat ditangani di seluruh jenis sarana

pelayanan kesehatan termasuk RS PONEK apabila sang ibu bersalin di RS

PONEK tersebut (karena masuk kelompok A dan B1)

13. Bayi baru lahir dengan komplikasi dapat lahir dari ibu dengan komplikasi

persalinan maupun dari ibu yang melahirkan normal, baik di Rumah Sakit

PONEK atau di sarana pelayanan kesehatan primer

14. Bayi baru lahir yang telah pulang pasca kelahiran dan kemudian kembali lagi

ke fasilitas kesehatan karena menderita sakit juga termasuk dalam manual

rujukan ini.

15. Bayi baru lahir kontrol ke sarana pelayanan kesehatan sesuai dengan surat

kontrol yang diberikan oleh fasilitas kesehatan di tempat kelahiran

16. Pengelompokan tingkat kegawatan bayi baru lahir dilakukan berdasarkan

algoritme MTBS. Bayi baru lahir dengan sakit berat dirujuk ke Rumah Sakit

PONEK, bayi baru lahir dengan sakit sedang-berat dirujuk ke Puskesmas

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

35

PONED, sementara bayi baru lahir sakit ringan ditangani di sarana pelayanan

kesehatan primer atau di sarana pelayanan kesehatan tempat bayi kontrol

2.4 Puskesmas

2.4.1 Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Upaya Kesehatan

Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi

timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan

masyarakat. (Depkes, 2014)

2.4.2 Tugas dan Fungsi Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka

mendukung terwujudnya kecamatan sehat.

Dalam melaksanakan tugasnya Puskesmas menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (UKM) tingkat pertama di

wilayah kerjanya; dan

2. Penyelenggaraan uapaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama di

wilayah kerjanya.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

36

2.4.3 Azas Puskesmas

Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, pengelolaan program

kerja Puskesmas berpedoman pada empat asas pokok yaitu:

1. Azas pertanggungjawaban wilayah, yaitu Puskesmas harus bertanggung

jawab atas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, artinya bila terjadi

masalah kesehatan di wilayah kerjanya, Puskesmas yang harus bertanggung

jawab untuk mengatasinya.

2. Azas peran serta masyarakat, maksudnya Puskesmas dalam melakukan

kegiatannya harus memandang masyarakat sebagai subjek pembangunan

keshatan dan berupaya melibatkan masyarakat dalam menyelenggarakan

program kerja Puskesmas.

3. Azas keterpaduan, yaitu Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan

pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya harus melakukan kerjasama

dengan berbagai pihak, bermitra dan berkoordinasi dengan lintas sektor, lintas

program dan lintas unit agar terjadi perpaduan kegiatan di lapangan.

4. Azas rujukan, yaitu Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan

tingkat pertama yang bila tidak mampu mengatasi masalah karena berbagai

keterbatasan, bisa melakukan rujukan baik secara vertikal maupun horizontal

ke Puskesmas lainnya (Mubarak, 2009).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

37

2.5 PONED ( Pelayanan Obstetri dan Emergensi Dasar)

2.5.1 Pengertian PONED

PONED (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar) menurut

Kementerian Kesehatan RI (2013) merupakan pelayanan yang menanggulangi

kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang meliputi segi:

1. Pelayanan Obstetri: pemberian oksitosin parenatal, antibiotika parenatal dan

sedative parenatal, pengeluaran plasenta manual/kuret serta pertolongan

persalinan menggunakan vakum ekstraksi/ forcep ekstraksi.

2. Pelayanan Neonatal: Resusitasi untuk bayi asfiksia, pemberian antibiotic

parenteral, pemberian bicnat intraumbilitical/Phenobarbital untuk mengatasi

ikterus, pemeriksaan thermal control untuk mencegah hipotermia dan

penanggulangan gangguan pemberian nutrisi.

2.5.2 Puskesmas PONED

Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan

langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir baik yang

datang sendiri atau atas rujukan kader/ masyarakat, bidan desa dan puskesmas.

Puskesmas mampu PONED adalah Puskesmas rawat inap yang mampu

menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi tingkat

dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (Kementerian Kesehatan, 2013).

2.5.3 Kebijaksanaan PONED

Kebijaksanan pembentukan puskesmas PONED disebabkan karena

komplikasi obstetrik harus segera ditangani dalam waktu kurang dari 2 jam,

misalnya perdarahan yang harus ditangani kurang dari 2 jam, sehingga perlu

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

38

adanya fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau. Menurut pedoman

penyelenggaraan puskesmas mampu PONED (Kementerian Kesehatan RI, 2013)

disebutkan mengenai kebijaksanaan puskesmas mampu PONED yaitu:

1. Kriteria

a. Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan diutamakan puskesmas

dengan tempat perawatan/ puskesmas dengan ruang rawat inap.

b. Puskesmas sudah berfungsi untuk pertolongan persalinan

c. Mempunyai fungsi sebagai subcenter rujukan:

1) Melayani sekitar 50.000-100.000 penduduk yang tercakup oleh

puskesmas (termasuk penduduk di luar wilayah kerja puskesmas

mampu PONED).

2) Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran pelayanan dasar dan

puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan transportasi

umum setempat mengingat waktu pertolongan hanya 2 jam untuk

kasus perdarahan.

2. Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia, sekurang-kurangnya

seorang dokter dan seorang bidan yang terlatih GDON dan seorang perawat

terlatih PPGDON. Tenaga tersebut bertempat tinggal disekitar lokasi

puskesmas mampu PONED.

3. Jumlah dan jenis sarana kesehatan yang perlu tersedia sekurang-kurangnya:

a. Alat dan obat pendukung

b. Ruangan tempat menolong persalinan

1) Luas minimal 3x3 m

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

39

2) Ventilasi dan penerangan yang memenuhi persyaratan

3) Sarana aseptik bisa dilaksanakan

4) Tempat tidur minimal 2 buah dan dapat dipergunakan untuk

melaksanakan tindakan.

4. Air bersih tersedia

5. Kamar mandi/ wc tersedia

6. Jenis pelayanan yang diberikan dikaitkan dengan kematian ibu yang utama

yaitu perdarahan, eklampsia, infeksi, partus lama, abortus dan sebab kematian

neonatal yang utama yaitu assfiksia, tetanus neonatorum dan hipotermi.

a. Penanggungjawab PONED

Penanggungjawab puskesmas PONED adalah seorang dokter

b. Dukungan pihak terkait

Pihak terkait dalam pengembangan PONED yaitu Dinas Kesehatan

kabupaten/kota, RS kabupaten/kota, organisasi profesi yaitu IDI,IBI,

POGI, IDAI dan lembaga swadaya masyarakat.

c. Distribusi PONED

Tiap kabupaten minimal ada 4 puskesmas mampu PONED dengan sebaran

yang merata. Jangkauan pelayanan kesehatan diutamakan gawat darurat

obstetric dan neonatal diseluruh wilayah kabupaten/kota.

d. Kerjasama PONED

Pada lokasi yang berbatasan dengan kabupaten/ kota perlu dilakukan

kerjasama antara kedua kabupaten/kota tersebut.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

40

2.5.4 Pelaksanan PONED

1. Persiapan pelaksaan

Dalam tahap ini ditentukan biaya operasional PONED, lokasi pelayanan

emergensi di puskesmas, pengaturan petugas dalam memberikan pelayanan

gawat darurat obstetric dan neonatal, format-format rujukan, pencatatan dan

pelaporan.

2. Sosialisasi

Dalam sosialisasi yang perlu diketahui oleh masyarakat antara lain adalah

jenis pelayanan yang diberikan dan biaya pelayanan. Pemasaran sosial dapat

dilaksanakan antara lain oleh petugas kesehatan dan sektor terkait dari tingkat

kecamatan sampai desa antara lain dukun, kader, satgas GSI melalui bebagai

forum yang ada seperti rapat koordinasi tingkat kecamatan/ desa, lokakarya

mini , dan lain-lain.

3. Pelaksanaan rujukan

b. Masyarakat dapat langsung ke fasilitas pelayanan untuk mendapatkan

pelayanan PPGDON. Bidan di desa atau bidan praktek swasta memberikan

pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang

datang sendiri atau yang dirujuk oleh kader maupun dukun. Setelah

memberikan pertolongan persalinan bidan di desa dapat merujuk ke

puskesmas, puskesmas mampu PONED, RS mampu PONEK dengan

persiapan memadai.

c. Puskesmas yang belum mampu PONED, sekurang-kurangnya mampu

memberikan PPGDON terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

41

datang secara langsung atau dirujuk oleh kader atau dukun dan bidan desa

serta mempersiapkan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS

mampu PONEK.

d. Puskesmas yang mampu PONED dapat memberikan pelayanan kepada

ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang datang sendiri atau dirujuk oleh

kader atau dukun, bidan desa dan puskesmas. Komplikasi yang tidak bisa

ditangani di puskesmas mampu PONED dirujuk ke RS mampu PONEK.

e. RS PONEK memberikan pelayanan kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu

nifas yang datang sendiri atau yang dirujuk oleh kader atau dukun,

puskesmas, puskesmas mampu PONED. Bila memungkinkan RS PONEK

diberitahu tentang kedatangan kasus yang dirujuk.

Setiap kasus emergensi yang datang ke puskesmas mampu PONED harus

langsung ditangani setelah itu baru pengurusan administrasi (pendaftaran,

pembayaran, mengikuti alur pasien. Pelayanan gawat darurat Obstetri dan

Neonatal yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap (protap). Adapun

mekanisme rujukan PONED dijelaskan Gambar 2.2

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

42

Keterangan:

Rujukan

Umpan Balik Rujukan

Gambar 2.2 Mekanisme Alur Rujukan Puskesmas Mampu PONED

Rumah Sakit PONEK

Puskesmas PONED

Puskesmas

Bidan di Desa

Ibu hamil/ Ibu bersalin/Bayi baru

lahir

Masyarakat Kader/ Dukun

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

43

2.6 Rumah Sakit PONEK

2.6.1 Pengertian

Sesuai SK Menkes RI, No: 1051/Menkes/SK/XI/2008 tentang: Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif

(PONEK) 24 jam di RS, disebutkan bahwa yang dimaksud RS PONEK 24 jam

adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan

neonatal secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam.

Rumah Sakit PONEK umumnya adalah Rumah Sakit Umum Kabupaten/

Kota yang telah mempunyai dokter spesialis kandungan (Dokter SpOG) dan

dokter spesialis anak (Dokter Sp.A).Lingkup pelayanan kesehatan ibu dan bayi

baru lahir yang dilakukan di Rumah Sakit PONEK adalah meliputi semua

pelayanan Obstetri Neonatal Komprehensif, termasuk pemberian transfusi darah,

bedah sesar dan perawatan neonatal intensif.

2.6.2 Kriteria Rumah Sakit PONEK

1. Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergensi dasar

baik secara umum maupun Emergency Neonatal.

2. Dokter atau bdan yang telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah sakit

meliputi resusitasi neonatus, kegawatdaruratan Obstetrik Neonatal.

3. Mempunyai standar operating prosedur penerimaan dan penanganan pasien

dengan kegawat daruratan obstretrik Neonatal.

4. Kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien kegawatdaruratan obstretri dan

Neonatal.

5. Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

44

6. Mempunyai standar respon time di UGD selama 10 menit, di kamar bersalin

kurang dari 30 menit, pelayanan darah kurang dari 1 jam.

7. Tersedia kamar operasi siap siaga 24 jam untuk melakukan operasi,bila ada

kasus emergensi obstretrik dan umum.

8. Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi kurang dari 30

menit.

9. Memiliki kru /awak yang siap melakukan operasi atau melaksanakan tugas

sewaktu waktu meskipun harus oncall.

10. Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK antara lain

dokter kebidanan, dokter anak,dokter/petugas anastesi, dokter penyakit dalam,

dokter spesialis lainnya serta dokter umum,bidan dan perawat

11. Tersedianya pelayanan darah yang siap 24 jam

12. Tersedianya pelayanan penunjang lain yang berperan dalam PONEK, seperti

laboratorium,dan radiologi selama 24 jam, recovery room 24 jam, obat dan

alat penunjang yang selalu siap dan tersedia.

13. Bahan harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

dan berkualitas tinggi.

14. Sumber daya manusia adalah 1 Dokter spesialis kebidanan, 1 Dokter spesialis

anak, 1 Dokter umum di UGD, 3 orang bidan (koordinator dan 2 penyelia) dan

2 orang perawat. Tim PONEK idealnya ditambah 1 Dokter spesialis

anastesi/perawat anasthesi, 6 Bidan pelaksana, 10 Perawat jaga (tiap sift 2 -3

orang), 1 Petugas laboratorium, Pekarya kesehatan dan 1 Petugas adminitrasi.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

45

2.7 Audit Maternal Neonatal

Menurut Kementerian Kesehatan RI Audit Maternal Perinatal (AMP)

adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal

serta penatalaksanaanya, dengan menggunakan berbagai informasi dan

pengalaman dari kelompok terkait, untuk mendapatkan masukan mengenai

intervensi yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas

pelayanan KIA di suatu RS atau wilayah.

AMP merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan

kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian

dimasa yang akan datang, penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan

menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/

kematian yang terjadi.

Kegiatan ini membantu tenaga kesehatan untuk menentukan pengaruh

keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/ kematian.

Dari kegiatan ini dapat ditentukan:

1. Sebab dan faktor terkait dalam kesakitan/ kematian ibu dan perinatal

2. Dimana dan mengapa berbagai sistem dan program gagal dalam mencegah

kematian.

3. Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan

AMP juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan evaluasi sistem rujukan.

Agar fungsi ini dapat berjalan baik maka dibutuhkan:

1. Pengisian rekam medis yang lengkap dan benar di semua tingkat pelayanan

kesehatan

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

46

2. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara

otopsi verbal, yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yang

mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh

sebelum penderita menninggal, sehingga dapat diketahui perkiraan sebab

kematian.

2.8 Program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival)

2.8.1 Pengertian

EMAS adalah sebuah program kerjasama antara USAID dengan perjanjian

no. AID-497-A-11-00014 dengan Kementerian Kesehatan Indonesia dalam upaya

menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Program ini diluncurkan di

Jakarta pada tanggal 26 Januari 2012 dan dicanangkan akan berjalan selama lima

tahun mulai tahun 2012 sampai 2016.

Program EMAS mendukung pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten

untuk berjejaring dengan organisasi masyarakat sipil, fasilitas kesehatan public

dan swasta, asosiasi rumah sakit, organnisasi profesi dan sektor-sektor lain.

2.8.2 Tujuan EMAS

Program EMAS diluncurkan untuk mendukung Pemerintah Republik

Indonesia dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir sebesar

25%. Adapun tujuan EMAS adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas pelayanan PONED dan PONEK

Hal ini diwujudkan dengan cara:

a. Memastikan intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar

pada penurunan kematian diterapkan di RS dan Puskesmas.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

47

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan:

i. Adaptasi standar kinerja pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal

ii. Kompetensi tenaga kesehatan dalam pelayanan kegawatdaruratan

obstetri neonatal

iii. Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi untuk pembelajaran dan

pencapaian kinerja

iv. Melengkapi perlengkapan esensial

v. Penyebarluasan bukti ilmiah dalam jaringan vanguard

b. Pendekatan tata kelola klinis (clinical governance) diterapkan di RS dan

Puskesmas.

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan:

i. Peningkatan kinerja pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal

sesuai standar klinis secara berkesinambungan

ii. Sistem monitoring evaluasi dan pelaporan berjalan efektif di fasilitas

pelayanan kesehatan

iii. Berjalannya mekanisme umpan balik bagi puskesmas/ RS

iv. Penyebarluasan praktek tata kelola klinis

2. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem rujukan antar puskesmas dan RS

Hal ini dapat diwujudkan dengan cara:

a. Penguatan sistem rujukan berfungsi secara optimal

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan:

i. Adaptasi dan implementasi standar kinerja sistem rujukan

ii. Koordinasi dan kolaborasi failitas public dan swasta meningkat

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

48

iii. Teknologi informatika dan komunikasi dimanfaatkan untuk

pertukaran informasi dan peningkatan sistem rujukan

iv. Kinerja bidan koordinator meningkat

v. Audit Maternal Perinatal (AMP) berfungsi

b. Meningkatkan peran serta masyarakat dan organisasi sosial

kemasyarakatan dalam menjamin akuntabilitas dan kualitas tenaga

kesehatan, fasilitas pelayanan dan pemerintah daerah.

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan:

i. Mekanisme umpan balik menggunakan media sosial

ii. Pendekatan hak-hak konsumen yang inovatif ( citizen gateway)

iii. Duta KIA khusus pelayanan emergensi berperan aktif dapat

mempengaruhi masyarakat dan pengambil kebijakan

c. Meminimalkan hambatan keuangan kelompok miskin dan rentan dalam

mengakses dan memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan:

i. Masyarakat miskin dan rentan memahami haknya atas jaminan sosial

kesehatan

ii. Peran serta masyarakat meningkat

iii. Partisipasi pihak swasta meningkat

2.8.3 Fokus Kerja EMAS

Selama lima tahun EMAS menitikberatkan pada perbaikan yang luas

dalam pelayanan untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi dengan cara

melibatkan pemerintah di semua tingkatan serta penyedia layanan, pimpinan

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

49

fasilitas swasta, organisasi profesi, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil dan

masyarakat. EMAS akan memiliki fokus pada beberapa area kunci, yaitu:

1. Mengatasi penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir (perdarahan, pre-

eklamsia/eklamsia, sepsis, asfiksia, prematuria/ berat badan lahir rendah)

2. Pemeliharaan praktik tata kelola klinik yang kuat di fasilitas kesehatan dan

sistem rujukan, dengan fokus pada peningkatan kualitas.

3. Membina hubungan yang kuat antara fasilitas publik dan swasta dan

peningkatan akuntabilitas, baik secara internal maupun kepada masyarakat,

untuk memberikan jaminan perawatan yang berkualitas.

4. Meningkatkan peran warga dan organisasi sipil (OMS) dalam pengawasan

fasilitas kesehatan publik dan swasta dan lembaga pemerintahan daerah dalam

penyediaan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak.

5. Memperbaiki mekanisme keuangan (jaminan sosial ) untuk meningkatkan

akses dan pemanfaatan layanan kesehatan ibu dan anak bagi masyarakat

miskin.

6. Mengembangkan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

yang efektif, efisien, dan inovatif untuk mendukung penyediaan layanan

kesehatan ibu dan bayi baru lahir, serta meningkatkan partisipasi aktif

masyarakat.

2.9 Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana

yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya

dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

50

pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky mengemukakan

pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa

Pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Pengertian-

pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan bermuara pada

aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan

mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi

suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh

berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan

untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirimuskan dan

ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa

yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara

yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah

program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan,

langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan

guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula.

Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu

kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah

ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di

lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan

beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penujang.

(Muninjaya, 2010)

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

51

2.10 Kerangka Pikir

Kerangka pikir penelitian ini dijelaskan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kerangka Pikir

Kerangka pikir penelitian ini menggambarkan tentang pelaksana rujukan

KIA di Puskesmas PONED yang dilakukan oleh pelaksana layanan KIA adalah

bidan desa, perawat dan dokter di Puskesmas serta pengambilan keputusan dan

menentukan tempat rujukan, sampai dengan proses pelaksaan rujukan. Dengan

pendekatan sistem yang menjadi variabel penelitian:

1) Input

Input adalah Ketersediaan SDM atau tenaga kesehatan pelaksana layanan

KIA yang teridri dari Bidan Koordinator, Tenaga kesehatan terlatih

PONED, dan juga Bidan Desa. Ketersediaan . Ketersediaan sarana dan

prasarana di Puskesmas yaitu peralatan kesehatan, obat dan sarana

transportasi. Serta ketersediaan dana dalam pelaksanaan rujukan.

PROSES

1. Proses pengambilan keputusan rujukan KIA

2. Proses pelaksanaan rujukan KIA

OUTPUT

PelaksanaanRujukan

KIA

INPUT

1. Tenaga Kesehatan 2. Sarana dan

prasarana 3. Pendanaan

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48621/4/Chapter II.pdf · Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus) 6. Ketentuan

52

2) Proses

Proses yang dilakukan adalah 2 tahap yaitu proses dalam pengambilan

keputusan yaitu proses komunikasi dan proses pelaksanaan rujukan yaitu

proses informasi dan proses transportasi. Proses rujukan dilakukan dari

bidan desa, puskesmas, sampai ke rumah sakit.

3) Output

Output adalah Pelaksanaan rujukan KIA yang sesuai dengan SOP.