BAB II Skizofrenia katatonik

27
3 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Skizofrenia merupakan gangguan mental atau kelompok gangguan mental heterogen (skizofrenia atau gangguan skizofrenik) yang terdiri dari sebagian besar gangguan psikotik mayor dan ditandai dengan terganggunya bentuk dan isi pikiran (melonggarnya asosiasi, waham, dan halusinasi), mood (afek tumpul, datar atau tidak sesuai), sensasi-diri sendiri dan hubungan dengan dunia luar (hilangnya batas-batas ego, pemikiran dereistik, dan penarikan diri autistic), dan perilaku (aneh, tampak tak adatujuan, dan aktivitas atau inaktivitas strereotipik). Definisi dan penerapan klinis konsep skizofrenia sangat bervariasi. 4 Catatonic s. à (DSM-IV) jenis skizofrenia yang ditandai dengan gangguan psikomotor bermakna, termasuk beberapa kombinasi imobilitas motorik (stupor, katalepsi), aktivitas motorik berlebihan, negativisme ekstrim, mutisme, ekolalia, ekopraksia dan keanehan gerakan-gerakan involunter seperti posturing, manerismus, menyeringai, atau prilaku stereotipik. 4 2

description

Tambahan ilmu

Transcript of BAB II Skizofrenia katatonik

Page 1: BAB II Skizofrenia katatonik

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Skizofrenia merupakan gangguan mental atau kelompok gangguan

mental heterogen (skizofrenia atau gangguan skizofrenik) yang terdiri dari

sebagian besar gangguan psikotik mayor dan ditandai dengan terganggunya

bentuk dan isi pikiran (melonggarnya asosiasi, waham, dan halusinasi), mood

(afek tumpul, datar atau tidak sesuai), sensasi-diri sendiri dan hubungan

dengan dunia luar (hilangnya batas-batas ego, pemikiran dereistik, dan

penarikan diri autistic), dan perilaku (aneh, tampak tak adatujuan, dan

aktivitas atau inaktivitas strereotipik). Definisi dan penerapan klinis konsep

skizofrenia sangat bervariasi.4

Catatonic s. à (DSM-IV) jenis skizofrenia yang ditandai dengan

gangguan psikomotor bermakna, termasuk beberapa kombinasi imobilitas

motorik (stupor, katalepsi), aktivitas motorik berlebihan, negativisme ekstrim,

mutisme, ekolalia, ekopraksia dan keanehan gerakan-gerakan involunter

seperti posturing, manerismus, menyeringai, atau prilaku stereotipik. 4

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1

persen, yang berarti bahwa kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami

skizofrenia selama masa hidupnya. Studi Epidemiologic Catchment Area

(ECA) yang disponsori National Institute of Mental Health (NIMH)

melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0,6 sampai 1,9 persen. Menurut

DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 – 5,0 per 10.000

dengan beberapa variasi geografik (cth., indensi lebih tinggi pada orang yang

lahir di daerah perkotaan di negara maju). Skizofrenia ditemukan pada semua

masyarakat dan area geografis dan angka insidens serta prevalensinya secara

kasar merata diseluruh dunia. Di AS, kurang lebih 0,05 persen populasi total

menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun dan hanya sekitar

2

Page 2: BAB II Skizofrenia katatonik

19

setengah dari semua pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun

penyakit ini termasuk berat.ᶾ

Statistik Amerika Serikat menyebutkan bahwa

Frekuensi katatonia di Amerika Serikat tidak diketahui. Beberapa penelitian

mencatat penurunan frekuensi katatonia di bagian Amerika Serikat selama

abad terakhir. Berbagai bias dapat mempengaruhi hasil studi epidemiologi

beberapa katatonia. Pada tahun 1994, kejadian katatonia antara pasien rawat

inap psikiatri di sebuah rumah sakit universitas di New York adalah 7% .

Namun, rumah sakit adalah rumah sakit tersier rujukan perawatan dikenal

untuk pengobatan katatonia.; ini, populasi mungkin tidak mewakili populasi

umum. 5

Frekuensi katatonia pada populasi internasional tidak diketahui.

Beberapa studi epidemiologi diterbitkan melaporkan angka yang sangat

berbeda, menunjukkan bahwa frekuensi katatonia dapat bervariasi dari satu

lokasi ke lokasi lain. Di sisi lain, banyak kasus katatonia mungkin tetap tidak

terdiagnosis. Hasil dapat dikacaukan oleh bias pemastian. Dengan kata lain,

katatonia dapat didiagnosis lebih jarang di negara-negara berkembang daripada

di negara-negara industri, karena dokter gagal untuk mengidentifikasi kondisi

pasien mereka.5

Katatonia jarang pada anak-anak pra-remaja. Sedangkan frekuensi

katatonia di berbagai ras tidak diketahui. Ungvari et al mencatat kebutuhan

untuk menyelidiki peran pengaruh etnis, budaya, dan sosial dalam

pengembangan katatonia.5

Berdasarkan laporan RISKEDAS Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia tahun 2013 bahwa prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia

adalah sebesar 1,7 0/00, dengan prevalensi tertinggi terdapat didaerah DIY dan

Aceh 2,7 0/00, diikuti Sulawesi tengah 2,6 0/00, Bali dan Jawa Tengah

2,3,0/00, Sumatera Barat 2,9 0/00 Kepulauan Riau 1,3 0/00, dan Sumatera

Utara 0,9 0/00. Sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat (0,7 0/00). 6

Page 3: BAB II Skizofrenia katatonik

19

C. Etiologi

1. Model Diatesis-Stress

Menurut model diathesis-stres terhadap integrasi faktor biologis,

psikososial, dan lingkungan, seseorang mungkin memiliki kerentanan

spesifik (diathesis) yang, bila diaktifkan oleh pengaruh yang penuh

tekanan, memungkinkan timbulnya gejala skizofrenia.ᶾ

2. Neurobiologi

Kausa skizofrenia belum diketahui. Meski demikian, dalam satu dekade

belakangan, terdapat peningkatan jumlah penelitian yang

mengindikasikan adanya peran patofisiologis area otak tertentu, termasuk

system limbik, korteks frontal, serebelum dan ganglia basalis. Keempat

area ini saling terhubung sehingga disfungsi satu are dapat melibatkan

proses patologi primer ditempat lain.ᶾ

3. Hipotesis Dopamin

Rumusan paling sederhana hipotesis dopamine tentang skizofrenia

menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat aktivitas dopaminergik

yang berlebihan. Teori ini, berkembang berdasarkan dua pengamatan,

yaitu:

a) Kemanjuran serta potensi sebagian besar obat antipsikotik (yaitu,

antagonis reseptor dopamin) berkorelasi dengan kemampuannya

bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.

b) Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik yang terkenal adalah

amfetamin, bersifat psikotomimetik.

Teori dasar ini tidak menguraikan apakah hiperaktivitas

dopaminergik disebabkan pelepasan dopamine yang berlebihan, reseptor

dopamine yang terlalu banyak, hipersensitifitas reseptor dopamine

terhadap dopamine, atau kombinasi mekanisme tersebut. ᶾ

4. Neurotransmitter lain

Meski neurotaransmitter dopamintelah menjadi pusat perhatian

sebagian besar penelitian skizofrenia, terdapat peningkatan perhatian

yang ditujukan kepada neurotransmitter lain, setidaknya atas dua alas -

Page 4: BAB II Skizofrenia katatonik

19

an. Pertama, karena skizofrenia cenderung merupakan gangguan yang

heterogen, terdapat kemungkinan bahwa abnormalitas pada

neurotransmitter yang berbeda dapat menimbulkan sindrom perilaku

yang sama. Sebagai contoh,zat halusinogenik yang memengaruhi

serotonin, seperti asam lisergat dietilamid dan zat yang memengaruhi

dopamine dalam dosis tinggi, seperti amfetamin, dapat menyebabkan

gejala psikotik yang sulit dibedakan dari skizofrenia. ᶾ

D. Gejala dan Gambaran Klinis Skizofrenia

Tanda dan Gejala Pramorbid

Dalam rumusan teoritis mengenai perjalanan skizofrenia, tanda dan

gejala pra morbid muncul sebelum fase prodomal penyakit. Perbedaannya

menyiratkan bahwa tanda dan gejala pramorbid telah ada sebelum proses

penyakit muncul dan bahwa tanda dan gejala prodromal merupakan bagian

gangguan yang sedang berkembang. Pada riwayat pramorbid skizofrenia yang

tipikal namun bukan tanpa pengecualian, pasien telah memiliki kepribadian

schizoid atau skizotipal yang ditandai dengan sifat pendiam, pasif dan

introvert, sebagai anak yang hanya memiliki beberapa teman. Remaja

praskizofrenik mungkin tidak memiliki teman dekat dan pacar serta

menghindari olahraga kelompok. Mereka mungkin menikmati menonton film

dan televisi atau mendengar.ᶾ

Pada tahun 1980, T.J. Crow mengajukan klasifikasi pasien skizofrenia

kedalam tipe I dan II, berdasarkan ada atau tidaknya gejala postif (atau

produktif) dan negatif (atau defisit).

Gejala positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan

tidak ada, namun pada pasien Skizofrenia justru muncul. Gejala positif

mencakup waham dan halusinasi.ᶾ

Gejala negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu,

seperti afek yang mendatar dan menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi

bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan

penarikan diri secara sosial. Pada pasein tipe I cenderung memiliki sebagian

Page 5: BAB II Skizofrenia katatonik

19

besar gejala positif, struktur otak normal pada CT scan, dan respon relatif

baik pada pengobatan.Pasien tipe II cenderung mengalami sebagian besar

gejala negatif , abnormalitas struktur otak pada CT scandan respon buruk

terhadap terapi.ᶾ

E. Pedoman Diagnostik untuk Skizofrenia

Menurut PPDGJ III, yang merupakan pedoman diagnostik untuk

skizofrenia¹ yaitu :

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya

dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :

a. - “Though echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau

- “Though insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar

masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

- “Though broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umum mengetahuinya;

b. - “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- “Delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- “Delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;

(tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota

gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);

- “Delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau

mukjizat;

Page 6: BAB II Skizofrenia katatonik

19

c. Halusinasi audiotorik

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara), atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan

di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara

jelas:

e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai

baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk

tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide

berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi

setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus

menerus;

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang

tidak relevan atau neologisme;

g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (ex-citement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau felxibilitas cerea, negativism, mutisme,

dan stupor;

h. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, biacar yang jarang,

dan respons emosinal yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

Page 7: BAB II Skizofrenia katatonik

19

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodomal);

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi

(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minta, hidup tak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-

absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

F20.2 Skizofrenia Katatonik

Menurut Pedoman Diagnostik PPDGJ – III kriteria skizofrenia katatonik yaitu: ¹

- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia

- Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran

klinisnya :

a. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan

dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara);

b. Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,

yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

c. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)

d. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap

semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan

kearah yang berlawanan.

e. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan

upaya menggerakkan dirinya)

f. Fleksibilitas cerea/ “waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak

dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan

Page 8: BAB II Skizofrenia katatonik

19

g. Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara

otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-

kalimat.

- Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari

gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai

diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

- Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk

diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh

penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta

dapat juga terjadi pada gangguan afektif.(1)

Penegakkan Diagnosis Katatonik Berdasarkan DSM 5 6

Katatonia bisa timbul didalam konteks beberapa gangguan, termasuk

perkembangan saraf, psikotik, bipolar, gangguan depresi dan gangguan kondisi

medis lainnya (Contoh: defisiensi folat serebral, autoimun yang langka dan

gangguan paraneoplastik). Mengenali gejala katatonia:

a). Katatonia bergabung dengan gangguan mental lainnya (i.e. perkembangan

saraf, gangguan psikotik, gangguan bipolar, gangguan depresi dan gangguan

mental lainnya).

b). Gangguan katatonia karena kondisi medis lainnya

c). Katatonia tidak terklarifikasikan

Katatonia bergabung dengan Gangguan Mental (Katatonia Specifier)

A. Gambaran klinik didominasi 3/lebih yang diikuti dengan gejala :

1. Stupor Katalepsi

2. Fleksibilitas lilin

3. Mutisme Negativisme Posturing

4. Mannerisme Agitasi, tidak berhubungan dengan stimuli eksternal.

5. Grimacing

6. Echolalia

Page 9: BAB II Skizofrenia katatonik

19

7. Echopraxia

Gambaran Diagnostik

Katatonia yang terasosiasi dengan gangguan mental lain, bisa

memenuhi kriteria jika bertemu dengan beberapa gangguan

sepertiperkembangan saraf, psikotik, bipolar, deppresif atau gangguan mental

lainnya. Katatonia yang tergabung dengan gangguan mental lain dikatakan

sesuai jika gambaran klinis tertandai dengan gangguan psikomotor paling

kurang 3 dari 12 gambaran diagnostikseperti yang tercantumkan.

Katatonia bisa juga akibat efek samping dari medis. Karena

komplikasi yang serius, setiap peringatan atu tanda, ada kemungkinan bahwa

katatonia disebabkan oleh sindrom neuroleptic maligna.

Ganggguan Katatonia karena Kondisi Medis Lainnya.

Kriteria Diagnostik

A. Gambaran klinik terdiri dari 3 atau lebih yang diikuti dengan gejala:

1. Stupor

2. Katalepsi

3. Fleksibilitas Lilin

4. Mutisme

5. Negativisme

6. Posturing

7. Mannerisme

8. Stereotypy

9. Agitasi

10. Grimacing

11. Ekolalia

12. Ekopraksia

B. Ada bukti dari sejarah, pemeriksaan fisik, atau ditemukan hasil

laboratorium bahwa gangguan adalah konsekuensi patofisiologi

langsung kondisi medis.

Page 10: BAB II Skizofrenia katatonik

19

C. Gangguan ini tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain

(episode manik)

D. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif

E. Gangguan yang disebabkan dengan klinisnya distress atau kerusakan

di lingkungan sosial, lingkungan kerja atau area lain dengan fungsi

penting.

F. Diagnosis Banding

1. Gangguan Psikotik Sekunder

Serangkaian besar kondisi medis nonpsikiatrik serta berbagai zat

dapat menginduksi gejala psikosis dan katatonia. Diagnosis yang paling

tepat untuk psikosis atau katatonia semacam itu adalah gangguan psikotik

akibat kondisi medis umum, gangguan katatonik akibat kondisi medis

umum, gangguan katatonik akibat kondisi medis umum atau gangguan

psikotik terinduksi zat. Saat mengevaluasi pasien dengan gejala psikotik,

klinisi seyogianya mengikuti pedoman umum untuk mengkaji kondisi

nonpsikiatrik seperti secara agresif mencari suatu kondisi medis

nonpsikitarik yang belum terdiagnosis ketika pasien menunjukkan adanya

gejala yang tak lazim atau jarang maupun setiap variasi tingkat kesadaran,

mencoba memeproleh riwayat keluarga yang lenkap, dan

mempertimbangkan kemungkinan kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan

pada pasien yang sebelumnya didiagnosis skizofrenia. ᶾ

2. Berpura-pura (Malingering) dan gangguan Buatan.

Pada pasien yang meniru gejala skizofrenia namun sebenarnya

tidak mengidap gangguan tersbeut, berpura-pura atau gangguan buatan

mungkin merupaka diagnosis yang sesuai. ᶾ

3. Gangguan Psikotik lain

Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan

skizofreniform, gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan

gangguan waham. Gangguan skizoniform berbeda dari skizofrenia berupa

gejala yang berdurasi setidaknya 1 bulan tapi kurang dari 6 bulan.

Page 11: BAB II Skizofrenia katatonik

19

Gangguan psikotik singkat merupakan diagnosis yang sesuai bila gejla

berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan bila pasien

tidak kembali ke keadaan fungsi pramorbidnya dalam waktu tersebut. ᶾ

4. Gangguan Mood

Diagnosis banding antara skizofrenia dan gangguan mood mungkin

sulit dilakukan namun harus dibuat karena tersediannya pengobatan

spesifik dan efektif untuk mania dan depresi.Dibandingkan durasi gejala

primer, gejala afektif atau mood paa skizofrenia semestinya singkat. ᶾ

5. Gangguan Kepribadian

Tak seperti seperti skizofrenia, gangguan kepribadian memiliki

gejala ringan dan riwayat terjadi seumur hidup pasien; gangguan ini juga

tidak memiliki tanggal awitan yang dapat diidentifikasi.

6. Skizofrenia residual

Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosis banding dari

skizofrenia katatonik. PPDGJ III memberikan pedoman diagnostik untuk

skizofrenia residual yakni harus memenuhi semua criteria dibawah ini

yaitu:

a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya

perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul,

misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang

menumpul, sikap pasif dan ketiadaan yang buruk seperti dalam

ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh,

perwatan diri dan kinerja sosial yang buruk.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa

lampau yang memnuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia

c. Sedikitnya sudah melampui kurun waktu satu tahun dimana

intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan

halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul

sindrom negative dari skizofrenia.²

Page 12: BAB II Skizofrenia katatonik

19

7. Gangguan Katatonik organik

Untuk menegakkan diagnosis gangguan katatonik organic (F06.1)

ini, harus mengetahui sebelumnya pedoman diagnostic untuk Gangguan

mental lainnnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik

(F06) yaitu:¹

Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik

sistemik yang diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom

mental yang tercantum

Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan) antara

perkembangan penyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom

mental

Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau

dihilangkannya penyebab yang mendasarinya.

Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari

sindrom mental ini (seperti pengaruh yangt kuat dari riwayat

kelaurga atau pengaruh stress sebagai pencetus).

Sedangkan pedoman diagnostik untuk gangguan katatonik organic

menurut PPDGJ-III sebagai berikut :¹

Krteria umum tersebut diatas (F06)

Disertai salah satu dibawah ini:

a. Stupor (berkurang atau hilang sama sekaligerakan spontan

dengan mutisme parsial atau total, negativism, dan posisi

tubuh yang kaku)

b. Gaduh gelisah (hipermotilitas yang kasar dengan atau tanpa

kecendrungan untuk menyerang)

c. Kedua-duanya (silih-berganti secara cepat san tak terduga dari

hipo- ke hiper aktivitas).ᶾ

G. Penatalaksanaan

Tiga pengamatan tentang skizofrenia perlu diperhatikan saat klinisi

mempertimbangkan penanganan gangguan ini.ᶾ

Page 13: BAB II Skizofrenia katatonik

19

1. Tanpa memandang kausanya, skizofrenia terjadi pada seseorang dengan

profil psikologis individu, keluarga dan sosial yang unik.

2. Faktor bagaimana pasien dipengaruhi gangguan itu dan bagaimana pasien

akan terbantu dengan penanganannya- Harus menentukan pendekatan

penanganan.

3. Kompleksitas skizofrenia biasanya membuat pendekatan terapeutik

tunggal manapun tidak memadai untuk mengatasi gangguan multiaspek

ini.

Meski obat antipsikotik tetap merupakan penanganan utama

skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial,

termasuk psikoterapi, dapat mempercepat perbaikan klinis. Modalitas

psikososial sebaiknya diintegrasikan secara seksama ke dalam regimen terapi

obat dan sebiaknya mendukung terapi. Sebagian besar pasien skizofrenia

akan lebih diuntungkan dari penggunaan kombinasi kombinasi obat

antipsikotik dan penanganan psikososial disbanding masing-masing

penanganan tersebut secara tersendiri.

1. Rawat Inap

Rawat inap diindikasikan terutama untuk tujuan diagnostik, untuk

stabilisasi pengobatan, untuk keamanan pasien karena adanya ide bunuh

diri atau pembunuhan, serta untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak

pada tempatnya, termasuk ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar

seperti pangan, sandang, dan papan.

Tujuan dari rawat inap adalah untuk membangun hubungan yang

efektif antara pasien dan sistem pendukung komunitas. Rawat inap

mengurangi stress pasien dan membantunya menyusun aktivitas harian.

Keparahan penyakit pasien serta ketersediaan fasilitas rawat jalan

menentukan lamanya rawat inap. Penelitian menunjukkan bahwa

perawatan jangka pendek 4-6 minggu sama efektifnya dengan rawat inap

jangka panjang dan bahwa situasi di rumah sakit dengan pendekatan

perilaku aktif memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan institusi

pemeliharaan.

Page 14: BAB II Skizofrenia katatonik

19

2. Terapi Biologis.

1) Farmakoterapi7

Anti psikosis

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut

antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi

dan perubahan pola pikir yang terjadi pada skizofrenia

Sindrom Psikosis dapat terjadi pada :

- Sindrom Psikosis Fungsional = Skizofrenia, Psikosis Paranoid,

Psikosis Afektif, Psikosis

Singkat dll

- Sindrom Psikosis Organik = Sindrom delirium, dementia,

Intoksikasi Alkohol dll.

Obat-obatan antipsikosis terbagi menjadi 2 kelompok utama yaitu

Antipsikosis tipikal dan Atipikal. Mekanisme kerja obat Antipsikosis

tipikal adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik

neuron di otak, khususnya di system limbik dan sistem ekstrapiramidal

(dopamine D2 receptor antagonist), sehingga efektif untuk gejala

positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal disamping berafinitas

terhadap Dopamine D2 Receptor, juga terhadap Serotonin 5 HT2

Receptors (Serotonin-dopamine antagonist) sehingga efektif juga untuk

gejala negatif.

Obat antipsikosis tipikal golongan fenotiazin yaitu Klorpromazin

(CPZ), flufenazin, perfenazin, tiridazin, trifluperazin. Antipsikosis

tipikal golongan lain: klorprotiksen, droperidol, haloperidol, loksapin,

molindon, tioktisen. Sedankan antipsikosis atipikal terdiri dari

Klozapin, Olanzapin, Risperidon, quetiapin, sulprid, ziprasidon,

aripriprazol, zotepin, amilsulpirid.

Page 15: BAB II Skizofrenia katatonik

19

Pemilihan obat antipsikosis didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu :

- Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer yang sama

pada dosis ekivalen. Perbedaan terutama pada efek sekunder (efek

samping : sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal)

- Pemilihan jenis obat mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan

dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.

- Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya,jenis

obat tertentu sudah terbukti efektif dan dapat ditolerir dengan baik, efek

sampingya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

- Apabila gejala negatif lebih menonjol dari pada gejala postif, pilihan

antipsikosis atipikal perlu dipertimbangkan.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :

- Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 - 4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 - 6 jam

- Waktu paruh: 12 - 24 jam (pemberian obat 1-2 x perhari)

- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek

samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu

menganggu kualitas hidup pasien.

b. Psikoterapi suportif

- Psikoventilasi : pasien dibimbing untuk menceritakan segala

permasalahannya, apa yang menjadi kekhawatiran pasien kepada therapist,

Page 16: BAB II Skizofrenia katatonik

19

sehingga therapist dapat memberikan problem solving yang baik dan

mengetahui antispasi pasien dari dari faktor pencetus.

- Persuasi : Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu

control dan minum obat dengan rutin.

- Sugesti ; Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat

sembuh (penyakit terkontrol)

- Desensitisasi : pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada didalam

lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.

c. Sosio terapi

Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang

sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang

kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan

kunjungan berkala.

H. Prognosis

Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami

seseorang. Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada

prediktor prognosis spesifik di tabel berikut :²

Prognosis Baik Prognosis BurukOmset lambatFaktor pencetus yang jelasOmset AkutRiwaat seksual, sosial dan pekerjaan pramorbid yang baikGejala gangguan mood (terutama gangguan depresi)

Gejala PositifRiwayat keluarga gangguan mood Sistem pendukung yang baik

Omset mudaTidak ada faktor pencetusOmset tidak jelasRiwayat seksual, sosial dan perkejaan pramorbid yang burukPerilaku menarik diri, autistic

Gejala negatifRiwayat keluarga skizofreniaSistem pendukung yang burukTanda dan gejala neurologisRiwayat trauma prenatalTidak ada remisi dalam 3 tahun Banyak relapsRiwayat penyerangan.

Page 17: BAB II Skizofrenia katatonik

19