Skripsi skizofrenia

133
RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT INAP JIWA RUMAH SAKIT DAERAH MADANI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERIODE JANUARI-APRIL 2014 SKRIPSI FAHRUL G 701 10 003 PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO MEI 2014

description

rasionalitas, antipsikotik, skizofrenia

Transcript of Skripsi skizofrenia

Page 1: Skripsi skizofrenia

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK PADA PASIENSKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT INAP JIWA RUMAHSAKIT DAERAH MADANI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERIODE JANUARI-APRIL 2014

SKRIPSI

FAHRULG 701 10 003

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKOMEI 2014

Page 2: Skripsi skizofrenia

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK PADA PASIENSKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT INAP JIWA RUMAHSAKIT DAERAH MADANI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PERIODE JANUARI-APRIL 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratandalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1)

Program Studi Farmasi pada Jurusan Kimia FMIPAUniversitas Tadulako

FAHRULG 701 10 003

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKOMEI 2014

Page 3: Skripsi skizofrenia

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul : Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien

Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSD Madani

Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014

Nama : Fahrul

Stambuk : G 701 10 003

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Palu, Mei 2014

Pembimbing I

Alwiyah Mukaddas, S.Farm., M.Si., AptNIP. 19800418 200501 2 002

Pembimbing II

Ingrid Faustine, S.Si., M.Sc., Apt

Mengetahui,Ketua Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Tadulako

Dr. Abd. Rahman Razak, S.Si., M.Si., AptNIP. 19711020 199903 1 002

Page 4: Skripsi skizofrenia

iii

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Judul : Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien

Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSD Madani

Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014

Nama : Fahrul

Stambuk : G 701 10 003

Disetujui Tanggal :

DEWAN PENGUJI

Ketua : Alwiyah Mukaddas, S. Farm., M.Si., Apt. ………………

Sekretaris : Ingrid Faustine, S.Si., M.Sc., Apt. ………………

Penguji 1 : Yuliet, S.Si., M.Si., Apt. ………………

Penguji 2 : Indriani, S.Far., M.Sc., Apt. ………………

Penguji 3 : Arsa Wahyu Nugrahani, S. Farm., M.Sc., Apt. ………………

Penguji 4 : Muhamad Rinaldhi Tandah, S.Farm., M.Sc., Apt. ………………

Penguji 5 : Ririen Hardani, S.Farm., M.Si., Apt. ………………

Mengetahui

Dekan FMIPAUniversitas Tadulako

Drs. H. Abdullah, MTNIP. 196202171991031002

Page 5: Skripsi skizofrenia

iv

P E R N Y A T A A N

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Palu, Mei 2014

Penulis,

FahrulG 701 10 003

Page 6: Skripsi skizofrenia

v

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antipsikotikmeliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi padapasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi TengahPeriode Januari-April 2014. Metode yang digunakan adalah deskriptif yangdikerjakan secara prospektif dengan mengumpulkan data primer dengan melakukanobservasi, wawancara dan data sekunder dari rekam medik pasien skizofrenia yangmenjalani rawat inap di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April2014. Analisa data dilakukan secara deskriptif kuantitatif bertujuan untukmenjelaskan atau memberikan gambaran karakteristik setiap variabel penelitianmeliputi : Karakteristik pasien, karakteristik klinis dan rasionalitas penggunaan obat.Hasil rasionalitas pengobatan yang didapatkan adalah sebagai berikut : tepat indikasi100%, tepat obat 90,4%, tepat pasien 87,8%; tepat dosis 81,6% dan tepat frekuensipemberian antipsikotik 90,4%. Penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia diinstalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014 belum dapat dikatakan rasional.

Kata kunci : Rasionalitas, antipsikotik, skizofrenia

Page 7: Skripsi skizofrenia

vi

ABSTRACT

This research is aimed to find out rationality of antipsychotic usage includes rightindication, drug, patient, dosage, and frequency in Schizophrenia at PatientDepartment in Madani Mental Hospital of Central Sulawesi from January-April 2014.This research is a descriptive study, prospectively done by collecting primary datawhich is observing, interviewing and secondary data from the schizophrenia patientmedical record. Data analysis is done by descriptive quantitative to provide anoverview of the characteristic each study variables include : patient characteristic,clinical characteristic, and rational use of drug. The results obtained rationalitytreatment was as follows : 100% precise indications, 90,4% right drug, 87,8 rightpatient, 81,6% right dosage and 90,4% appropriate frequency of antipsychotic usage.Antipsychotic usage in schizophrenia at Patient Department in Madani MentalHospital of Central Sulawesi January-April 2014 cannot be stated as rational yet.

Key words : Rationality, antipsychotic, schizophrenia

Page 8: Skripsi skizofrenia

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala

nikmat-Nya terutama nikmat waktu dan kesehatan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Skripsi ini yang berjudul “Rasionalitas Penggunaan

Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSD Madani

Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014”. Shalawat dan salam

senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga

dan sahabatnya serta umat islam yang selalu istiqomah hingga akhir zaman.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat

bantuan dan dorongan yang tulus ikhlas dari berbagai pihak, untuk itu dengan

kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan

penghargaan setinggi-tingginya, teristimewa kepada Ibundaku Fatmawati, S.Pd dan

Ayahandaku Tamin, A.Ma, Adik-adikku tersayang (Ahmad Rifaldi dan Salsa Nur

Fadilah) serta keluarga besarku untuk semua cinta, kasih sayang, pengorbanan serta

doanya kepada penulis. Kepada Ibu Alwiyah Mukaddas, S.Farm., M.Si., Apt selaku

pembimbing I sekaligus dosen wali dan Ibu Ingrid Faustine, S.Si., M.Sc., Apt selaku

pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah meluangkan waktu

memberikan bimbingan dan motivasi yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi

ini, serta arahan selama penulis menempuh bangku perkuliahan di Program Studi

Farmasi.

Page 9: Skripsi skizofrenia

viii

Terima kasih dan penghargaan yang sama penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir, S.E., M.S., Rektor Universitas Tadulako.

2. Bapak Drs. H. Abdullah, MT., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Tadulako.

3. Bapak/Ibu Wakil Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Tadulako.

4. Bapak Syariful Anam, S.Si., M.Si., Apt dan Ibu Yuliet, S.Si., M.Si., Apt.,

Koordinator dan Sekretaris Program Studi Farmasi FMIPA UNTAD.

5. Ibu Yuliet, S.Si., M.Si., Apt, Bapak Ihwan, S.Si., M.Kes., Apt, Ibu Arsa Wahyu

Nugrahani, S.Farm., M.Sc., Apt, Bapak Muhamad Rinaldhi Tandah, S.Farm., M.Sc.,

Apt, Ibu Ririen Hardani, S.Farm., M.Si., Apt dan Ibu Indriani, S.Far., M.Sc, Apt

selaku dosen pembahas yang telah memberikan saran dan pemikiran yang

berharga dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen program studi Farmasi FMIPA UNTAD yang telah banyak

membantu dan membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama

perkuliahan.

7. Seluruh staf akademik di Fakultas MIPA UNTAD yang telah memberikan

pelayanan yang baik kepada penulis selama kuliah.

8. Ibu dr. Isharwati., M.Kes selaku direktur RSD Madani Provinsi Sulawesi

Tengah, yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian.

Page 10: Skripsi skizofrenia

ix

9. Ibu dr. Eka, Ibu dr. Desi selaku dokter jiwa, Ibu Ni Ketut Suharyani, Amd., Kep.,

Bapak Losaende, L., Amd., Kep., Bapak Umar Mansyur., Amd., Kep., Bapak

Nursid Hadi, Amd., Kep selaku kepala ruangan inap jiwa tempat penulis

meneliti, bapak Malvin dan Ibu Rina selaku staf diklat RSD Madani Provinsi

Sulawesi Tengah yang telah memberikan kesempatan bimbingan dan bantuan

kepada penulis selama penelitian.

10. Kesayanganku Arum Maulidiyah serta Oryza Sativa, Andika dan Panji yang

selama ini dalam suka duka telah banyak memberikan bantuan semangat dan

dukungan kepada penulis.

11. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Farmasi angkatan 2010 (POT’10) yang

tidak dapat saya tuliskan satu-persatu. Kalian adalah teman-teman terbaikku.

Terima kasih atas semua kebaikan dan bantuan kalian

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca

dan semoga segala bantuan dan bimbingan dari semua pihak senantiasa mendapat

ridho Allah SWT. Amin.

Palu, Mei 2014

Penulis

Page 11: Skripsi skizofrenia

x

DAFTAR ISI

SAMPULHALAMAN JUDUL ......................................................................................... iHALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iiHALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI .......................................... iiiHALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... ivABSTRAK ........................................................................................................ vABSTRACT ...................................................................................................... viKATA PENGANTAR ...................................................................................... viiDAFTAR ISI .................................................................................................... xDAFTAR TABEL ............................................................................................ xiiDAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xivDAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xviDAFTAR SIMBOL/ISTILAH .......................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 11.1 Latar Belakang ..................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ................................................................. 41.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 51.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 51.5 Batasan Masalah ................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 72.1 Skizofrenia ............................................................................ 72.2 Antipsikotik .......................................................................... 242.3 Rasionalitas Penggunaan Obat ............................................. 35

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 383.1 Desain Penelitian .................................................................. 383.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 383.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............ 383.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...................... 403.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................... 433.6 Analisa Data ......................................................................... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 454.1 Hasil Penelitian ..................................................................... 454.2 Pembahasan .......................................................................... 50

Page 12: Skripsi skizofrenia

xi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 795.1 Kesimpulan ........................................................................... 795.2 Saran ..................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 81LAMPIRAN ...................................................................................................... 86RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 114

Page 13: Skripsi skizofrenia

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Efek samping Farmakologik Antipsikotik .................................................... 33

4.1 Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ....... 45

4.2 Distribusi usia pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSDMadani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014.................... 45

4.3 Distribusi suku/etnis pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ....... 46

4.4 Distribusi status perkawinan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa diRSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ........... 46

4.5 Distribusi jenjang pendidikan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ....... 46

4.6 Distribusi pekerjaan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa diRSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ........... 47

4.7 Distribusi gejala pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa diRSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ........... 47

4.8 Distribusi tipe-tipe skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSDMadani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014.................... 47

4.9 Distribusi jenis antipsikotik yang digunakan pasien skizofrenia yangdirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014......................................................................................... 48

4.10 Distribusi lama rawat inap pasien infeksi saluran kemih yang dirawatinap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014......................................................................................... 48

4.11 Distribusi tepat indikasi pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ....... 49

Page 14: Skripsi skizofrenia

xiii

4.12 Distribusi tepat obat pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ....... 49

4.13 Distribusi tepat pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ....... 49

4.14 Distribusi tepat dosis pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ....... 49

4.15 Distribusi tepat frekuensi pemberian antipsikotik pasien skizofreniayang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengahperiode Januari-April 2014............................................................................ 50

4.16 Kontraindikasi Obat Antipsikotik ................................................................. 72

Page 15: Skripsi skizofrenia

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Patofisiologis skizofrenia .............................................................................. 8

2.2 Skema diagnosis skizofrenia ........................................................................ 17

2.3 Algoritma antipsikotik ................................................................................. 34

4.1 Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014....... 50

4.2 Distribusi usia pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSDMadani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 52

4.3 Distribusi suku/etnis pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014....... 53

4.4 Distribusi status perkawinan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014....... 54

4.5 Distribusi jenjang penididikan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014....... 55

4.6 Distribusi pekerjaan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSDMadani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 57

4.7 Distribusi gejala pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSDMadani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 58

4.8 Tipe-tipe skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani ProvinsiSulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ............................................... 60

4.9 Distribusi jenis antipsikotik pasien skizofrenia rawat inap jiwa di RSDMadani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 61

4.10 Distribusi lama rawat inap pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa diRSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014........... 64

Page 16: Skripsi skizofrenia

xv

4.11 Distribusi tepat indikasi pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa diRSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014........... 66

4.12 Distribusi tepat obat pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSDMadani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 67

4.13 Distribusi tepat pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD MadaniProvinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014................................. 71

4.14 Distribusi tepat dosis antipsikotik pada pasien skizofrenia yang dirawat inapjiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April2014............................................................................................................... 72

4.15 Distribusi tepat frekuensi pemberian antipsikotik pada pasien skizofreniayang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengahperiode Januari-April 2014 ........................................................................... 76

Page 17: Skripsi skizofrenia

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data pasien skizofrenia rawat inap jiwa di RSD Madani ProvinsiSulawesi Tengah Periode Januari – April 2014 .................................... 86

Lampiran 2 Standar pelayanan medik RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah ...... 93

Lampiran 3 Dosis dan frekuensi penggunaan antipsikotik peroral .......................... 95

Lampiran 4 Algoritma tatalaksana terpai skizofrenia tanpa riwayat ....................... 96

Lampiran 5 Algoritma tatalaksana terpai skizofrenia dengan riwayat ..................... 97

Lampiran 6 Hasil analisa data .................................................................................. 98

Lampiran 7 Surat izin penelitian penelitian ............................................................. 111

Lampiran 8 Surat keterangan telah melaksanakan penelitian .................................. 112

Lampiran 9 Dokumentasi ......................................................................................... 113

Page 18: Skripsi skizofrenia

xvii

DAFTAR SIMBOL/ISTILAH

AGK : antipsikotik generasi kedua

AGP : antipsikotik generasi pertama

AP : antipsikoik

APG-I : antipsikotik generasi I

APG-II : antipsikotik generasi II

CSS : cairan serebrospinal

CT-scan : computed tomography scanning

d : kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

DDA : dopamine depleting agent

DNA : deoxyribonucleic acid

DRA : dopamine reseptor antagonist

DSM : diagnostic and statistic manual of mental disorders

ECT : elctro convulsive therapy

EEG : electroencephalography

GABA : gamma aminobutyric acid

GEP : gejala ekstapiramidal

Hb : hemoglobin

HT : hidroksitriptamin

LED : laju endap darah

n : besar sampel minimum

Page 19: Skripsi skizofrenia

xviii

N : populasi yang diketahui

PDD : pervasive developmental disorder

PDSKJI : perhimpinan dokter spesialis kedokteran jiwa

PET : positron emission tompgraphi

PIF : prolactine inhibiting factor

RSD : rumah sakit daerah

RSK : rumah sakit khusus

SDA : serotonin dopamine antagonist

VIP : very important person

WHO : world health organization

Page 20: Skripsi skizofrenia

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran.

Gangguan tersebut dapat berupa disorganisasi (kekacauan) isi pikiran, yang

ditandai antara lain oleh adanya gejala gangguan pemahaman (delusi/waham),

dan gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai gangguan

terhadap daya nilai realitas berupa perilaku aneh (bizzare). Gangguan jiwa tidak

menyebabkan kematian secara langsung, namun akan menyebabkan penderitanya

menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga dan lingkungan

masyarakat sekitarnya. Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia

(Agus, 2005).

Pada saat ini penderita dengan gangguan jiwa jumlahnya mengalami

peningkatan terkait dengan berbagai macam permasalahan yang dialami oleh

bangsa Indonesia, mulai dari kondisi perekonomian yang memburuk, kondisi

keluarga atau latar belakang, pola asuh anak yang tidak baik sampai bencana

alam yang melanda negara kita. Selain itu, dampak modernisasi dimana tidak

semua orang siap untuk menghadapi perubahan dan kemajuan teknologi baru

(Maramis, 2004)

Page 21: Skripsi skizofrenia

2

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang sangat berat. Penyakit ini

menyerang 4 sampai 7 dari 1000 orang (Saha et al, 2005). Skizofrenia biasanya

menyerang pasien dewasa yang berusia 15-35 tahun. Diperkirakan terdapat 50

juta penderita di dunia, 50% dari penderita tidak menerima pengobatan yang

sesuai, dan 90% dari penderita yang tidak mendapat pengobatan tepat tersebut

terjadi di negara berkembang (WHO, 2011). Di Indonesia, prevalensi gangguan

jiwa berat (skizofrenia) sebesar 4,6‰. Sulawesi Tengah menempati peringkat

pertama dari provinsi lain yang berada di Sulawesi dengan penderita skizofrenia

sebesar 5,3‰ yang kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Sulawesi Selatan

3,2‰, Sulawesi Tenggara 2,5‰, Sulawesi Utara 2,4‰, Gorontalo 2,4‰, dan

Sulawesi Barat 1‰ (RISKESDAS, 2008).

Salah satu penanganan skizofrenia dengan menggunakan pengobatan

antipsikotik. Antipsikotik merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif

mengobati skizofrenia (Irwan dkk, 2008). Hasil penelitian pola penggunaan

antipsikotik pada penderita skizofrenia menunjukkan bahwa jenis antipsikotik

yang digunakan adalah klorpromazin, haloperidol, trifluoperazin, risperidon dan

klozapin. Pada terapi tunggal antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah

risperidon (21,1%) dan terapi kombinasi antipsikotik yang banyak digunakan

adalah kombinasi haloperidol dan klorpromazin (23,2%). Pada kategori

pengobatan terdiri dari pengobatan antipsikotik tipikal, pengobatan antipsikotik

atipikal dan kombinasi antipsikotik tipikal-atipikal. Pengobatan dengan

Page 22: Skripsi skizofrenia

3

menggunakan antipsikotik tipikal merupakan pengobatan terbanyak yang

digunakan dengan persentase sebesar 41,5% (Jarut dkk., 2013). Hasil penelitian

evaluasi penggunaan obat pada pasien skizofrenia adalah tepat indikasi

sebanyak 100%, tepat pasien 100%, tepat obat 93,39%, dan tepat dosis 99,06%

(Setyaningsih, 2011).

Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal seperti haloperidol dan

klorpromazin adalah memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron

di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2

receptor antagonists). Dengan adanya mekanisme kerja tersebut maka

penggunaan antipsikotik tipikal mempunyai potensi yang besar untuk

menimbulkan efek samping diantaranya berupa gejala ekstrapiramidal (GEP)

(Maslim, 2003). Gejala ekstrapiramidal ini dapat berupa parkinsonisme

(hipokinesia, kekakuan anggota tubuh, tremor tangan dan keluar air liur

berlebihan, gejala ’rabbit syndrome’), akathisia, dystonia akut, dyskinesia

tardive, (BPOM RI, 2008).

Rumah Sakit Daerah Madani merupakan satu-satunya Rumah Sakit milik

pemerintah di Provinsi Sulawesi Tengah sebagai rujukan untuk pasien gangguan

kejiwaan. Laporan dari unit rekam medik RSD Madani kasus pasien skizofrenia

rawat inap termasuk pasien terbanyak di rumah sakit tersebut dengan kejadian

pada tahun 2010 jumlah kasus sebanyak 326 dari 506 pasien gangguan jiwa,

2011 jumlah kasus sebanyak 347 pasien dari 560 pasien gangguan jiwa, 2012

Page 23: Skripsi skizofrenia

4

jumlah kasus sebanyak 365 pasien dari 427 pasien gangguan jiwa dan 2013

jumlah kasus sebanyak 375 pasien dari 662 pasien gangguan jiwa. Data di atas,

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah pasien skizofrenia di Provinsi

Sulawesi Tengah setiap tahun. Hal tersebut seharusnya mendapat perhatian yang

lebih, baik dari keluarga, masyarakat, perawat, dokter, farmasis maupun tenaga

kesehatan lainnya di rumah sakit karena dampaknya yang luas dan berjangka

waktu lama, baik terhadap kualitas hidup atau beban bagi pasien, keluarga,

masyarakat maupun negara. Penggunaan obat yang rasional merupakan upaya

intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif. Dalam upaya meningkatkan

pemakaian obat secara rasional, diperlukan peningkatan secara bersama-sama

dalam seluruh proses terapi yang mencakup penegakkan diagnosis, pemilihan

kelas terapi dan jenis obat, pemberian obat ke pasien, penentuan dosis, cara dan

pemberian, harga obat, pemberian informasi yang sesuai dan kewaspadaan efek

samping. Berdasarkan berbagai hal tersebut penelitian ini perlu dilakukan untuk

mengetahui rasionalitas penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia di

instalasi rawat inap jiwa Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah

periode Januari-April 2014 ditinjau dari aspek tepat indikasi, tepat obat, tepat

pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut : bagaimana rasionalitas penggunaan antipsikotik pada pasien

Page 24: Skripsi skizofrenia

5

skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi

Tengah periode Januari-April 2014 meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat

pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan

antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa Rumah Sakit

Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ditinjau

dari aspek tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Aspek Pendidikan

Penelitian ini diharapkan sebagai sumber berbagai konsep teori

yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan pemahaman,

penalaran, dan pengalaman peneliti terkait dengan masalah rasionalitas

pengobatan.

1.4.2 Aspek pengembangan penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan langkah awal untuk

penelitian selanjutnya yang terkait dengan rasionalitas penggunaan

antipsikotik pada pasien skizofrenia.

Page 25: Skripsi skizofrenia

6

1.4.3 Aspek Pelayanan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

sumber data mengenai penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia,

khususnya di wilayah kerja RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah.

1.5 Batasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada rasionalitas penggunaan

antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa (ruang manggis,

ruang salak, ruang srikaya, ruang langsat) RSD Madani Provinsi Sulawesi

Tengah periode Januari-April 2014 meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat

pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi.

Page 26: Skripsi skizofrenia

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia

2.1.1 Definisi

Istilah schizophrenia diperkenalkan oleh Bleuler (psikiater dari

Swiss). Kata schizophrenia berasal dari bahasa Yunani, yaitu skhizo

(split/membelah) dan phren (mind/pikiran). Schizophrenia berarti

terbelah atau terpisahnya emosi dengan pikiran. Hal ini jelas terlihat

bahwa penderita gangguan schizophrenia pada umumnya ditandai

penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan

persepsi, serta oleh afek tidak wajar (inappropriate) atau tumpul

(blunted) (First et al, 2004).

Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan

ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang

kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala

negatif seperti avolition (menurunnya minat dan dorongan),

berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, efek

yang datar; serta terganggunya relasi personal (Arif, 2006).

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dalam kebanyakan

kasus bersifat sangat serius, berkelanjutan dan dapat mengakibatkan

Page 27: Skripsi skizofrenia

8

kendala sosial, emosional dan kognitif (pengenalan, pengetahuan, daya

membedakan) (Tjay dkk, 2007).

2.1.2 Patofisiologis

Pada skizofrenia terdapat penurunan aliran darah dan ambilan

glukosa, terutama di korteks prefontalis, dan pada pasien yang

didominasi gejala negatif juga terdapat penurunan jumlah neuron

(penurunan jumlah substansia grisea). Selain itu, migrasi neuron yang

abnormal selama perkembangan otak secara patofisiologis sangat

bermakna.

Gambar 2.1 Patofisiologis skizofrenia (Silbernagl, 2007)

8

kendala sosial, emosional dan kognitif (pengenalan, pengetahuan, daya

membedakan) (Tjay dkk, 2007).

2.1.2 Patofisiologis

Pada skizofrenia terdapat penurunan aliran darah dan ambilan

glukosa, terutama di korteks prefontalis, dan pada pasien yang

didominasi gejala negatif juga terdapat penurunan jumlah neuron

(penurunan jumlah substansia grisea). Selain itu, migrasi neuron yang

abnormal selama perkembangan otak secara patofisiologis sangat

bermakna.

Gambar 2.1 Patofisiologis skizofrenia (Silbernagl, 2007)

8

kendala sosial, emosional dan kognitif (pengenalan, pengetahuan, daya

membedakan) (Tjay dkk, 2007).

2.1.2 Patofisiologis

Pada skizofrenia terdapat penurunan aliran darah dan ambilan

glukosa, terutama di korteks prefontalis, dan pada pasien yang

didominasi gejala negatif juga terdapat penurunan jumlah neuron

(penurunan jumlah substansia grisea). Selain itu, migrasi neuron yang

abnormal selama perkembangan otak secara patofisiologis sangat

bermakna.

Gambar 2.1 Patofisiologis skizofrenia (Silbernagl, 2007)

Page 28: Skripsi skizofrenia

9

Atrofi penonjolan dendrit mengandung sinaps glutamatergik,

sehingga transmisi glutamatergiknya terganggu. Selain itu, pada area

yang terkena, pembentukan GABA dan/atau jumlah neuron GABAergik

tampaknya berkurang sehingga penghambatan sel piramidal menjadi

berkurang. Makna patofisiologis yang khusus dikaitkan dengan

dopamin; availibilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan

dapat menimbulkan gejala skizofrenia, dan penghambat reseptor

dopamin-D2 telah sukses digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia.

Di sisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan di korteks

prefontalis, dan penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan gejala

negatif skizofrenia, seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor

dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan dopamin yang meningkatkan

dan hal ini tidak memiliki efek patogenetik (Silbernagl, 2007).

2.1.3 Etiologi

Menurut Amir (2013), belum ditemukan etiologi yang pasti

mengenai skizofrenia. Ada beberapa hasil penelitian yang dilaporkan

saat ini :

1. Biologi

Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang

patognomonik ditemukan pada penderita skizofrenia. Meskipun

demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat pada sub

populasi pasien. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu

pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil yang kadang-

Page 29: Skripsi skizofrenia

10

kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit; atropi bilateral

lobus temporal medial dan lebih spesifik yaitu girus

parahipokampus, hipokampus dan amiglada; disorientasi spasial

sel pyramid hipokampus dan penurunan volume korteks prefrontal

dorsolateral. Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua

perubahan ini tampaknya statis dan telah dibawa sejak lahir, dan

beberapa perjalanan progresif. Lokasinya menunjukkan gangguan

perilaku yang ditemui pada skizofrenia; misalnya, gangguan

hipokampus dikaitkan dengan impermen memori dan atropi lobus

frontalis dihubungkan dengan gejala negatif skizofrenia.

Penemuan lain yaitu adanya antibodi sitomegalovirus dalam

cairan serebrospinal (CSS), limposit atipikal tipe P (terstimulasi),

gangguan fungsi hemister kiri, gangguan transmisi dan

pengurangan ukuran korpus kalosum, pengecilan serebri,

penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontal

(dilihat dengan PET), kelainan EEG, EPP300 auditorik (dengan

QEEG), sulit memusatkan perhatian, dan perlambatan waktu

reaksi, serta berkurangnya kemampuan menanamkan benda.

Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia

terdapat peningkatan insiden komplikasi persalinan, lebih besar

kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau awal musim

panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan

penemuan-penemuan ini belum diketahui. Bagaimanapun, ini

Page 30: Skripsi skizofrenia

11

menunjukkan adanya dasar biologik dan heterogenitas

skizofrenia.

2. Biokimia

Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis yang

paling banyak yaitu adanya gangguan neurotransmiter sentral yaitu

terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral (hipotesis

dopamin). Hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga penemuan utama :

a) Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada

skizofrenia, ia bekerja memblok reseptor dopamin pasca sinaps

(tipe D2).

b) Terjadinya psikosis akibat pengguanaan amfetamin. Psikosis

yang terjadi sukar dibedakan, secara klinik, dengan psikosis

skizofrenia paranoid akut. Amfetamin melepaskan dopamin

sentral. Selain itu, amfetamin juga memperburuk skizofrenia.

c) Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus,

nukleus akumben, dan putamen pada skizofrenia.

Penelitian reseptor D1, D5 dan D4, saat ini tidak banyak

memberikan hasil. Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan

saraf pusat (terutama 5-HT2A) dan kelebihan neurotramsmiter di

forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita skizofrenia).

Setelah pemberian obat yang bersifat antagonis terhadap

neurotransmitter tersebut terjadi perbaikan klinis skizofrenia.

Page 31: Skripsi skizofrenia

12

3. Genetika

Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara

signifikan, kompleks dan poligen. Sesuai dengan penelitian

hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah gangguan

bersifat keluarga (misalnya; terdapat dalam keluarga). Semakin

dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko. Pada penelitian

anak kembar, kembar monozigot mempunya risiko 4-6 kali lebih

sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada

penelitian adopsi, waktu lahir, oleh keluarga normal, peningkatan

angka sakitnya sama dengan bila anak-anak tersebut diasuh sendiri

oleh orang tuanya yang skizofrenia.

Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada

keluarga skizofrenia dan secara genetik dikaitkan dengan gangguan

kepribadian ambang dan skizotipal (gangguan spektrum skizofrenia),

gangguan obsesif kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan

gangguan kepribadian paranoid dan antisosial.

4. Faktor Keluarga

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting

dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi.

Pasien yang pulang kerumah sering relaps pada tahun berikutnya

bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di residensial.

Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga

Page 32: Skripsi skizofrenia

13

yang hostilitas, memperlihatkan kecemasan berlebihan, sangat

protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik

(ekspresi emosi tinggi). Pasien skizofrenia sering tidak “dibebaskan”

oleh keluarganya.

Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang

aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-

samar atau tidak jelas dan sedikit tak logis. Pada tahun 1959, Betson

menggambarkan suatu karakteristik “ikatan ganda” yaitu pasien

sering diminta oleh anggota keluarga untuk merespon pesan yang

bentuknya kontradiksi sehingga membingungkan. Penelitian terbaru

menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga tersebut mungkin

disebabkan oleh dampak memiliki anak skizofrenia.

2.1.4 Manifestasi klinis

Menurut Ade (2012), gambaran secara klinis terjadinya

skizofrenia pada setiap orang berbeda-beda, bahkan pada satu individu

pun akan bervariasi seiring bejalan waktu. Para peneliti dan komonitas

medis telah menyetujui bahwa terdapat 3 fase/tahapan yang berbeda

dalam perjalan penyakit skizofrenia, yaitu :

1. Fase akut

Pada fase tersebut, penderitanya mengalami gejala-gejala mayor

yang bisa dilihat jelas. Pertolongan medis berupa pemberian

antipsikotik dibutuhkan penderita. Gejala-gejala tersebut bisa saja

Page 33: Skripsi skizofrenia

14

terjadi dengan sangat perlahan atau mungkin tiba-tiba. Gejala yang

dialami penderita pada episode mayor diantaranya yaitu penderita

tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan yang ada di

lingkungannya, halusinasi, delusi, asosiasi longgar, cenderung

menarik diri dari lingkungan sekitar, ambivalen, tidak mau bekerja

sama dan menyukai hal-hal yang membuat konflik disekitarnya,

tidak mau merawat diri serta gangguan nafsu makan dan tidur

(Dipiro et al, 2009).

2. Fase stabilisasi

Penderita mengalami penurunan gejala setelah fase akut, ditandai

dengan berkurangnya gejala-gejala klinis.

3. Fase stabil

Pada fase yang biasa disebut juga fase kronis atau rumatan ini,

gejala-gejala klinis yang terjadi pada episode akut sudah mampu

dikelola dengan baik, namun masih ada kesulitan untuk berfungsi

seperti semula dan berisiko kambuh pada episode akut dan

stabilisasi.

2.1.5 Gejala-Gejala skizofrenia

Menurut Hawaris (2007), gejala skizofrenia dibagi menjadi 2,

yaitu gejala positif dan negatif antara lain :

Page 34: Skripsi skizofrenia

15

1. Gejala Positif skizofrenia

a) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional.

Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya

itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.

b) Halusinansi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada

rangsangan. Misalnya penderita mendengar bisikan-bisikan

ditelinganya padahal tidak ada sumber dari bisikan itu.

c) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.

Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur

pikirannya.

d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara

dengan semangat dan gembira berlebihan.

e) Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba

hebat dan sejenisnya.

f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada

ancaman terhadap dirinya.

g) Menyimpan rasa permusuhan

2. Gejala negatif skizofrenia

a) Alam perasaan “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam

perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan

ekspresi.

b) Menarik diri atau mengasingkan diri tidak mau bergaul atau

kontak dengan orang lain, suka melamun.

Page 35: Skripsi skizofrenia

16

c) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

e) Sulit dalam berfikir abstrak.

f) Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada

inisiatif dan serba malas.

2.1.6 Diagnosis

Menurut Arif (2006), paling tidak terdapat enam kriteria

diagnostik skizofrenia menurut Diagnostic and Statistic Manual of

Mental Disorders (DSM) IV text revision sebagai berikut :

1. Jika terdapat dua atau lebih gejala psikotik secara terus menerus

minimal dalam waktu 6 bulan, dengan sedikitnya 1 bulan penderita

menunjukkan gejala tersebut secara intens. Gejala-gejala yang

dimaksud seperti:

a) Delusi

b) Halusinasi

c) Pembicaraan kacau

d) Tingkah laku kacau atau katatonik

e) Gejala negatif (pendataran afek atau tidak ada kemauan)

2. Disfungsi sosial

3. Durasi paling tidak selama 6 bulan. Periode 6 bulan ini mencakup

paling tidak 1 bulan dimana gejala-gejala muncul.

4. Tidak termasuk gangguan skizoefektif dan gangguan mood.

5. Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis.

Page 36: Skripsi skizofrenia

17

6. Hubungan dengan Pervasive Developmental Disorder (PDD). Bila

ada riwayat gangguan austistik atau gangguan PDD lainnya,

diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada halusinasi

atau delusi yang menonjol, selama paling tidak 1 bulan.

Gambar 2.2 Skema diagnosis skizofrenia (Mansjoer dkk, 1999)

2.1.7 Tipe-tipe Skizofrenia

Menurut Arif (2006), ada beberapa tipe skizofrenia; masing-

masing memiliki kekhasan tersendiri dalam gejala-gejala yang

diperlihatkan dan tampaknya memiliki penyakit yang berbeda-beda

antara lain :

GEJALA PSIKOTIK

1. Waham 3. Inkoherensi2. Halusinasi 4. Katatonia

TANDA ORGANIK

1. Penurunan kesadaran patologik2. Disorientasi3. Gangguan daya ingat4. Gangguan fungsi intelektual

GANGGUAN MENTAL ORGANIKatau GANGGUAN JIWA AKIBAT

PENYAKIT UMUM

PSIKOTIK FUNGSIONAL(gangguan psikotik)

1. > 6 bulan 3. Deteriorasi2. Onset < 45 tahun

skizofrenia nonskizofrenia

Ya Tidak

TidakYa

Page 37: Skripsi skizofrenia

18

1. Skizofrenia Tipe Paranoid

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham yang

mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya

fungsi kognitif dan afek yang relatif masih terjaga. Wahamnya

biasanya adalah waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham

dengan tema lain misalnya waham kecemburuan, keagamaan

mungkin juga muncul.

Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoid:

a) Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami

halusinasi auditorik.

b) Tidak ada ciri berikut yang mencolok: bicara kacau, motorik

kacau atau katatonik, afek yang tak sesuai atau datar.

2. Skizofrenia Tipe hebefrenik (disorganized)

Ciri utama disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah

laku kacau dan afek yang datar. Pembicaraan yang kacau dapat

disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak berkaitan dengan isi

pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku misalnya: kurangnya

orientasi pada tujuan dapat membawa pada gangguan yang serius

pada berbagai aktivitas hidup sehari- hari.

Kriteria diagnostik skizofrenia tipe disorganized :

a) Gejala ini cukup menonjol: Pembicaraan kacau, tingkah laku

kacau.

b) Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik.

Page 38: Skripsi skizofrenia

19

3. Skizofrenia Tipe katatonik

Ciri utama pada skizofrenia tipe katatonik adalah gangguan

pada psikomotor yang dapat meliputi ketidak-bergerakan motorik,

aktivitas motor yang berlebihan, sama sekali tidak mau bicara dan

berkomunikasi, gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang

ucapan orang lain atau mengikuti tingkah laku orang lain.

Kriteria diagnostik skizofrenia tipe katatonik :

a) Aktivitas motor yang berlebihan (yang tidak bertujuan dan tidak

dipengaruhi oleh stimulasi eksternal).

b) Negativism yang ekstrim (tanpa motivasi yang jelas, bersikap

sangat menolak pada segala instruksi atau mempertahankan

postur yang kaku untuk menolak dipindahkan) atau sama sekali

diam.

c) Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali.

4. Skizofrenia Tipe Tak Terici (undifferentiated)

Pasien mempunyai halusinasi, waham dan gejala-gejala

psikosis aktif yang menonjol (misalnya; kebingungan, inkoheren)

atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak digolongkan pada

tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual dan depresi pasca

skizofrenia (Amir, 2013).

5. Skizofrenia Tipe residual

Diagnosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana pernah

ada paling tidak satu kali episode skizofrenia, tetapi gambaran

Page 39: Skripsi skizofrenia

20

klinis saat ini tanpa gejala positif yang menonjol. Terdapat bukti

bahwa gangguan masih ada sebagaimana ditandai oleh adanya

gejala negatif atau gejala positif yang lebih halus.

Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih

memperlihatkan gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial,

afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik, asosiasi melonggar

atau pikiran tak logis) (Amir, 2013).

6. Depresi Pasca skizofrenia

Suatu episode depresi yang mungkin berlangsung lama dan

timbul sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia. Beberapa

gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak mendominasi

gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut dapat

berupa gejala positif atau negatif (biasanya lebih sering gejala

negatif) (Amir, 2013).

7. Skizofrenia simpleks

Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat

secara meyakinkan karena bergantung pada pemastian

perkembangan yang berlangsung perlahan, progresif dari gejala

negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya riwayat

halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu

episode psikotik sebelumnya, dan disertai dengan perubahan-

perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang

Page 40: Skripsi skizofrenia

21

bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok,

kemalasan dan penarikan diri secara sosial (Amir, 2013)

8. Skizofrenia lainnya

Skizofrenia lainnya termasuk skizofrenia senestopatik,

gangguan skzofreniform YTT, skizofrenia siklik, skizofrenia laten,

gangguan lir-skizofrenia akut (Amir, 2013).

9. Skizofrenia Tipe Yang Tidak Tergolongkan/YTT (unspecified)

Skizofrenia jenis ini gejalanya sulit untuk digolongkan pada

tipe skizofrenia tertentu.

2.1.8 Terapi skizofrenia

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

(PDSKJI) (2012), penatalaksanaan skizofrenia dapat berupa

farmakoterapi, psikoterapi dan terapi lainnya yang dibagi dalam

beberapa fase yaitu :

1. Fase Akut

a) Farmakoterapi

Pada fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai

dirinya atau orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak,

mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala lainnya

misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah. Pada langkah

pertama yaitu berbicara kepada pasien dan memberinya

ketenangan. Kemudian keputusan untuk memulai pemberian

obat. Pengikatan atau isolasi hanya dilakukan bila pasien

Page 41: Skripsi skizofrenia

22

berbahaya terhadap dirinya sendiri dan orang lain serta restriksi

lainnya tidak berhasil. Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk

sementara yaitu sekitar 2-4 jam dan digunakan untuk memulai

pengobatan. Meskipun terapi oral lebih baik, pilihan obat

injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta

hilangnya gejala dengan segera perlu dipertimbangkan.

b) Psikoedukasi

Tujuan intervensi adalah mengurangi stimulus yang

berlebihan, stresos lingkungan dan peristiwa-peristiwa

kehidupan. Memberikan ketenangan kepada pasien atau

mengurangi keterjagaan melalui komunikasi yang baik,

memberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan

yang nyaman, toleran perlu dilakukan.

c) Terapi lainnya

ECT (terapi kejang listrik) dapat dilakukan pada

skizofrenia katatonik dan skizofrenia refrakter.

2. Fase Stabilisasi

a) Farmakoterapi

Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi

gejala atau untuk mengontrol, meminimalisir risiko atau

konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan

proses kesembuhan (recovery).

Page 42: Skripsi skizofrenia

23

Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut

dipertahankan selama kurang 8-10 minggu sebelum masuk ke

tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti

psikotik jangka panjang (long acting injectable), setiap 2-4

minggu.

b) Psikoedukasi

Tujuan intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang

dengan skizofrenia dan keluarganya dalam mengelola gejala.

Mengajak pasien untuk mengenali gejala-gejala, melatih cara

mengelola gejala, merawat diri, mengembangkan kepatuhan

menjalani pengobatan. Teknik intervensi perilaku bermanfaat

untuk diterapkan pada fase ini.

3. Fase Rumatan

a) Farmakoterapi

Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh

dosis minimal yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila

kondisi akut pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun,

bila sudah berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan

terapi diberikan lima tahun bahkan seumur hidup.

b) Psikoedukasi

Tujuan intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali

pada kehidupan masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik,

misalnya remediasi kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan

Page 43: Skripsi skizofrenia

24

terapi vokasional, cocok diterapkan pada fase ini. Pada fase ini

pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan mengelola

gejala prodromal, sehingga mereka mampu mencegah

kekambuhan berikutnya.

2.2 Antipsikotik

2.2.1 Definisi

Antipsikotik (major tranquillizers) adalah obat-obat yang dapat

menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi

umum seperti berpikir dan berkelakuan normal. Obat ini dapat

meredakan emosi dan agresi dan dapat pula menghilangkan atau

mengurangi gangguan jiwa seperti impian dan pikiran khayali

(halusinasi) serta menormalkan perilaku yang tidak normal (Tjay dkk,

2007).

Antipsikotik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik,

suatu gangguan jiwa yang berat (skizofrenia). Obat antipsikotik

memiliki 4 ciri terpenting. Pertama berefek antipsikotis, yaitu berguna

mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien

psikosis. Ciri kedua yaitu dosis besar obat antipsikosis tidak

menyebabkan koma yang dalam dan anesthesia. Ciri yang ketiga yaitu

dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversible dan

ireversible. Ciri terakhir yaitu tidak memiliki kecenderungan untuk

menimbulkan ketergantungan (Anonim, 2007).

Page 44: Skripsi skizofrenia

25

2.2.2 Penggolongan Antipsikotik

Menurut Tjay dkk (2007), Antipsikotik (AP) biasanya dibagi

dalam dua kelompok besar yakni:

1. Antipsikotik typis atau klasik, terutama efektif mengatasi gejala

positif; pada umumnya dibagi lagi dalam sejumlah kelompok

kimiawi sebagai berikut :

a) Derivat-fenotiazin : klorpromazin, levomepromazin dan

triflupromazin, thioridazin dan periciazin, perfenazin dan

flufenazin, perazin, trifluoperazin dan thietilperazin.

Semua fenotiazin mempunyai struktur yang sama yaitu

tiga cincin. Perbedaan terletak pada rantai samping atom

nitrogen cincin tengah. Fenotiazine terdiri dari tiga jenis,

berdasarkan substitusi pada posisi sepuluh. Substitusi ini

memberikan pengaruh penting terhadap karakteristik

farmakologi fenotiazine. Substitusi pada rantai alifatik, seperti

klorpromazin, menyebabkan turunnya potensi antipsikotik

(AP). Obat ini cenderung menyebabkan sedasi, hipotensi, dan

efek antikolinergik pada dosis terapeutiknya. Klorpromazin

mempunya atom klorpromarin pada posisi dua. Apabila atom

klorine dibuang, akan dihasilkan promazin yaitu AP lemah.

Mensubstitusi piperidin pada posisi sepuluh dapat

menghasilkan kelompok AP seperti tioridazin. Obat ini

mempunyai potensi dan profil efek samping yang sama dengan

Page 45: Skripsi skizofrenia

26

fenotiazine alifatik. Flufenazin dan trifluoperazin merupakan

AP dengan kelompok piperazin yang disubstitusi pada posisi

sepuluh. Piperazin memiliki efek otonom dan antikolinergik

lebih rendah dan tetapi memiliki afinitas yang tinggi terhadap

dopamin (D2) sehingga efek samping ekstrapiramidalnya (EPS)

lebih tinggi. Beberapa fenotiazin piperazin diesterifikasi pada

kelompok hidroksil bebas dengan etanoat dan asam dekanoat

sehingga terbentuk AP depo antipsikotik generasi I (APG-I)

jangka panjang (Amir, 2013).

Klorpromazin dan thioridazin: menghambat α1

adrenoreseptor lebih kuat dari reseptor dopamin D2. Kedua

obat ini juga menghambat reseptor serotonin 5-HT2 dengan

kuat. Tetapi afinitas untuk reseptor D1 seperti diukur dengan

penggeseran ligan D1 yang selektif, relatif lemah (Katzung,

1998). Klorpromazin khasiat antipsikotiknya lemah dan juga

digunakan untuk mengobati sedu yang tak henti-henti, dosis

pada psikosis oral, i.m atau i.v. 3 dd 25 mg selama 3-4 hari,

bila perlu dinaikkan sampai 1 g. Sedangkan thioridazin

memiliki khasiat antipsikotis dan sedatif yang baik, sehingga

sering digunakan pada pasien yang sukar tidur, dosis oral 2-4

dd 25-27 mg maksimal 800 mg sehari (Tjay dkk, 2007).

Page 46: Skripsi skizofrenia

27

Levomepromazin : khasiat antipsikotiknya sama dengan

klorpromazin dengan dosis pada nyeri hebat i.m 12,5-25 mg,

oral 4-6 dd 12,5-50 mg. Trifluoperazin yang kurang lebih sama

dengan periciazin memiliki antipsikotik agak ringan dan efek

antiadrenergik dan seretonin kuat dengan dosis oral permulaan

5 mg sehari, dinaikkan setiap 2-3 hari dengan 5 mg sampai

maksimal 90 mg (Tjay dkk, 2007)

Perfenazin : bekerja terutama pada reseptor D2, efek pada

reseptor 5-HT2 dan α1 ada tetapi pada reseptor D1 dapat

dikesampingkan (Katzung, 1998).

b) Derivat-thioxanthen : klorprotixen dan zuklopentixol

Tioxantine mempunyai persamaan struktur cincin tiga

dengan fenotiazine tetapi nitrogen pada posisi sepuluh

disubstitusi dengan atom karbon. Klorprotixin merupakan

tioxantin alifatik potensi rendah dengan profil efek samping

sama dengan khlorpromazine (Amir, 2013).

c) Derivat-butirofenon: haloperidol, bromperidol, pipamperon dan

droperidol.

Butirofenon mempunyai cincin piperidine yang melekat

pada kelompok amino tersier. Haloperidol merupakan

antipsikotik yang termasuk kelompok ini. Haloperidol dan

Page 47: Skripsi skizofrenia

28

butirofenon lain bersifat D2 antagonis yang sangat poten. Efek

terhadap sistem otonom dan efek antikolinergiknya sangat

minimal. Haloperidol merupakan piperidine yang paling sering

digunakan (Amir, 2013).

Haloperidol merupakan obat yang digunakan untuk

skizofrenia dan pada berbagai macam gerakan spontan dari

otot kecil yang diperkirakan akibat hiperaktivitas sistem

dopamin di otak. Bromperidol berkhasiat khusus terhadap

halusinasi dan pikiran khayal sedangkan droperidol digunakan

sebagai antipsikotikum pada keadaan gelisah akut dengan

dosis i.m/i.v 5-10 mg (Tjay dkk, 2007)

d) Derivat-butilpiperidin : pimozida, fluspirilen dan penfluridol

Difenilbutil piperidine sama strukturnya dengan

butirofenon (Amir, 2013). Pimozida memiliki khasiat

antipsikotik kuat dan panjang. Efek terapi baru nyata sesudah

beberapa waktu, tetapi bertahan agak lama. Obat ini tidak layak

diberikan pada keadaan eksitasi dan kegelisahan akut, yang

memerlukan sedasi langsung, lagi pula efek sedasinya lebih

ringan dibandingkan obat lain. Pimozida khusus digunakan

pada psikosis kronis jangka panjang (Tjay dkk, 2007).

2. Antipsikotik atypis (sulpirida, klozapin, risperidon, olanzapin dan

quetiapin) bekerja efektif melawan gejala negatif, yang praktis

Page 48: Skripsi skizofrenia

29

kebal terhadap obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih

ringan, khususnya gangguan ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda.

Klozapin merupakan antipsikotik generasi kedua yang efek

samping ekstrapiramidalnya dapat diabaikan. Dibandingkan dengan

obat-obat generasi pertama, semua antipsikotik generasi II (APG-II)

mempunyai rasio blokade serotonin (5 hidroksitriptamin) (5-HT) tipe

2 (5-HT2) terhadap resptor dopamin tipe 2 (D2) lebih tinggi. Ia lebih

banyak bekerja pada sistem dopamin mesolimbik dari pada striatum

(Amir, 2013).

Klozapin : bekerja dengan menghambat reseptor-D2 agak

ringan dibandingkan obat-obat klasik (60-75%). Namun efek

antipsikotisnya kuat, yang bisa dianggap paradoksal. Juga

afinitasnya pada reseptor lain dengan efek antihistamin,

antiserotonin, antikolinergis dan antiadrenergis adalah relatif

tinggi. Menurut perkiraan efek baiknya dapat dijelaskan oleh

blokade kuat dari reseptor-D2, -D4, dan -5HT2. Blokade reseptor-

muskarinik dan –D4 diduga mengurangi GEP, sedangkan blokade

5HT2 meningkatkan sintesa dan pelepasan dopamin di otak. Hal

ini meniadakan sebagian blokade D2, tetapi mengurangi risiko

gejala ektrapiramidal (Tjay dkk, 2007).

Page 49: Skripsi skizofrenia

30

Risperidon merupakan antagonis kuat baik terhadap

serotonin (terutama 5-HT2) dan reseptor D2. Risperidon juga

mempunyai afinitas kuat terhadap a1 dan a2 tetapi afinitas terhadap

β-reseptor dan muskarinik rendah. Walaupun dikatakan ia

merupakan antagonis D2 kuat, kekuatannya jauh lebih rendah bila

dibandingkan dengan haloperidol. Akibatnya, efek samping

ekstrapiramidalnya lebih rendah bila dibandingkan dengan

haloperidol. Aktivitasnya melawan gejala negatif dikaitkan dengan

aktivitasnya terhadap 5HT2 yang juga tinggi (Amir, 2013).

2.2.3 Efek samping

Menurut Tjay dkk (2007), sejumlah efek samping serius dapat

membatasi penggunaan antipsikotik dan yang paling sering adalah :

1. Gejala ekstrapiramidal (GEP), yang berhubungan dengan daya

antidopaminnya dan bersifat lebih ringan pada senyawa butirofenon,

butilpiperidin dan obat atypis. GEP dapat berbentuk banyak macam,

yaitu sebagai:

a) Parkinsonisme (gejala penyakit Parkinson), yakni hipokinesia

(daya gerak berkurang, berjalan langkah demi langkah) dan

kekauan anggota tubuh, kadang-kadang tremor tangan dan

keluar liur berlebihan. Gejala lainnya “rabbit-syndrome” (mulut

membuat gerakan mengunyah, mirip kelinci), yang dapat

muncul setelah beberapa minggu atau bulan. Terutama pada

Page 50: Skripsi skizofrenia

31

dosis tinggi dan lebih jarang pada obat dengan kerja

antikolinergis.

b) Dystonia akut, yakni kontraksi otot-otot muka dan tengkuk,

kepala miring, gangguan menelan, sukar bicara dan kejang

rahang. Guna menghindarkannya dosis harus dinaikkan dengan

perlahan atau diberikan antikolinergika sebagai profilaksis.

c) Akathisia, yakni selalu ingin bergerak, tidak mampu duduk diam

tanpa menggerakan kaki, tangan atau tubuh. Ketiga GEP di atas

dapat dikurangi dengan menurunkan dosis dan dapat diobati

dengan antikolinergika.

d) Dyskinesia tarda, yakni gerakan abnormal tak sengaja,

khususnya otot-otot muka dan mulut (menjulurkan lidah), yang

dapat menjadi permanen.

e) Sindroma neuroleptika maligne berupa demam, kekakuan otot

dan GEP lain, kesadaran menurun dan kelainan-kelainan sistem

saraf otonom (takikardia, berkeringat, fluktasi tekanan darah,

inkontinensi). Gejala ini tak tergantung pada dosis, terutama

terjadi pada pria muda dalam waktu 2 minggu dengan insiden

1%. Diagnosanya sukar, tetapi bila tidak ditangani bisa berakhir

fatal.

2. Galaktorrea (banyak keluar air susu), juga akibat blokade dopamin,

yang identik dengan PIF (Prolactine Inhibiting Factor). Sekresi

Page 51: Skripsi skizofrenia

32

prolaktin tidak dirintangi lagi, kadarnya meningkat dan produksi air

susu bertambah banyak.

3. Sedasi, yang berhubungan dengan khasiat antihistamin, khusunya

klorpromazin, thioridazin dan klozapin. Efek sampingnya ringan

pada zat-zat difenilbutilamin.

4. Hipotensi ortostatis akibat blokade reseptor α1-adrenergis, misalnya

klorpromazin, thioridazin dan klozapin.

5. Efek antikolinergis akibat blokade reseptor muskarin, yang

bercirikan antara lain mulut kering, penglihatan guram, obstipasi,

retensi kemih dan takikardia, terutama pada lansia. Efeknya khusus

kuat pada klorpromazin, thioridazin dan klozapin.

6. Efek antiserotonin akibat blokade reseptor-5HT, yang berupa

stimulasi nafsu makan dengan akibat naiknya berat badan dan

hiperglikemia.

7. Gejala penarikan dapat timbul, meskipun obat-obat ini tidak

berdaya adiktif. Bila penggunaannya dihentikan mendadak dapat

terjadi sakit kepala, sukar tidur, mual, muntah, anorexia dan rasa

takut. Efek ini terutama pada obat-obat dengan kerja antikolinergis.

Oleh karena itu penghentiannya selalu perlu secara berangsur.

Efek samping yang irreversible : tardive dyskinesia (gerak,

dimana tidur akan berulang involunter pada lidah, wajah,

mulut/rangka, dan anggota gerak, di mana waktu tidur gejala tersebut

menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang dan

Page 52: Skripsi skizofrenia

33

pasien lanjut usia. Bila terjadi, obat antipsikosis harus dihentikan

perlahan-lahan, biasa dicoba pemberian obat 2,5 mg/hari Dopamine

Depleting Agent (DDA). Obat pengganti antipsikosis yang paling baik

adalah klozapin 50-100 mg/hari. Pada pemakaian obat jangka panjang

secara periodik harus dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk

deteksi dini perubahan akibat efek samping obat (Mansjoer dkk,

1999).

Kontraindikasi untuk obat ini adalah penyakit hati, penyakit

darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan

alkohol dan gangguan kesadaran (Maslim, 1997).

Tabel 2.1 Efek Samping Farmakologik AntipsikosisSistem

organ yangdipengaruhi

Manifestasi Mekanisme

Sistem sarafotonom

Gangguan penglihatan, mulutkering, sulit berkemih,konstipasi

Hipotensi ortostatik,impotensi, gangguanejakulasi

Hambatan reseptormuskarinik

Hambatan reseptoradrenergik

Susunan sarafpusat

Sindrom Parkinson, akatisiadistonia,

Diskinesia tardif

Kejang Toksik

Hambatan reseptordopamin

Supersensitivitasreseptor dopamin

Hambatan reseptormuskarinik

SistemEndokrin

Amenorea, galaktorea,infertilitas, impotensi

Hambatan reseptordopamin yangmenyebabkanhiperprolaktinemia

Sistem lain Peningkatan berat badan Kemungkinan hambatanreseptor H1 dan 5-HT2

Sumber: Anonim, 2007

Page 53: Skripsi skizofrenia

34

Pemilihan antipsikotik sebaiknya mempertimbangkan

tanda-tanda klinis dari penderita, profil khasiat dan efek samping

dari obat-obat yang akan digunakan. Tiap-tiap tahap dapat dilewati

tergantung pada gambaran klinis atau riwayat kegagalan pemberian

antipsikotik.

Episode pertama atau belumpernah mendapat terapi AGP

sebelumnya

Respon sebagian atau tidak ada

Respon sebagian atau tidak ada Respon sebagian atau tidak ada

Respon sebagian atautidak ada

Respon sebagian atautidak ada

Tidak ada respon

Gambar 2.3 Algoritma antipsikotik (Dipiro et al, 2011)

Tahap 1Pemberian AGK tunggal

(ARIPIPRAZOLE, OLANZAPINE, QUETIAPINE,RISPERIDONE, atau ZIPRASIDONE)

Tahap 2Pemberian AGK tunggal

(selain AGK yang diberikan pada tahap 1)

Tahap 2APemberian AGP tunggal

(selain AGK yang diberikan pada tahap 1)

Tahap 3CLOZAPINE

Tahap 4CLOZAPINE

+(AGP, AGK atau

Tahap 5Coba terapa dengan agen tunggal

AGP atau AGK (selain AGK yangdiberikan pada tahap 1,2 atau 2A)

Tahap 6Terapai kombinasi, yaitu: AGK+AGP,

kombinasi AGK, (AGP atauAGK)+ECT, (AGP atau AGK+agen

lain (misal mood stabilizer)

AGP, antipsikotik generasi pertamaAGK, antipsikotik generasi keduaECT, terapi electrokonvulsif

Nilai dari kegagalanterapi clozapine tidak

ditentukan

Dilporkan tidak adakontrol pada penelitian

dengan penggunaanterapi kombinasi

jangka panjang untukterapi skizofrenia

Page 54: Skripsi skizofrenia

35

2.3 Penggunaan Obat yang Rasional

Menurut Swandari (2012), penggunaan obat yang rasional merupakan

upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif. Penggunaan obat

dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan indikator 8 Tepat

dan 1 Waspada.

1. Tepat Diagnosis

Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat.

Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses

pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung

pada diagnosis penyakit pasien.

2. Tepat indikasi

Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa

dokter. Misalnya pasien skizofrenia hanya akan diberikan obat antipsikotik.

3. Tepat pemilihan obat

Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan

obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan

kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat

juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan

jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan

pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin.

Page 55: Skripsi skizofrenia

36

4. Tepat pasien

Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi

individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta

seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya

hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan

obat.

5. Tepat dosis

Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut.

Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik

yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat.

Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot

badan, maupun kelainan tertentu.

6. Tepat cara dan lama pemberian

Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan keamanan dan

kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat

pemberian obat.

Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus

sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan

dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi.

Page 56: Skripsi skizofrenia

37

7. Tepat harga

Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang

sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan

sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal.

8. Tepat informasi

Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan

pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan

pengobatan.

9. Waspada efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek

tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.

Page 57: Skripsi skizofrenia

38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan

penelitian non eksperimental observasional yang dikerjakan secara prospektif dan

hasil penelitian disajikan secara deskriptif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi

Sulawesi Tengah.

3.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian berlangsung pada periode Januari-April 2014.

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien skizofrenia yang

menjalani rawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah

periode Januari-April 2014.

Page 58: Skripsi skizofrenia

39

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia yang

menjalani rawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah

periode Januari-April 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi. Untuk menghitung ukuran minimal sampel dapat diketahui dari

populasi yang diketahui jumlahnya pada tahun 2013 yang kemudian dibagi

dengan 4 sehingga didapatkan jumlah sampel selama 3 bulan. Rumusnya

adalah sebagai berikut:

n = ( )Keterangan:

N = Besar Populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan, pada penelitian ini

digunakan 0,05.

(Notoatmodjo, 2005)

Telah dilakukan studi pendahuluan dan jumlah populasi yang

diketahui pada tahun 2013 adalah 375.

Maka:

n = ( , ) = , = 193,54 ≈ 194

Sehingga jumlah sampel selama 3 bulan yaitu:

Jumlah sampel minimal = = = 48,5 ≈ 49

Page 59: Skripsi skizofrenia

40

1. Kriteria Inklusi

a) Pasien yang terdiagnosis skizofrenia tanpa penyakit penyerta

b) Pasien dengan usia ≥ 18 tahun

c) Pasien yang menjalani rawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi

Sulawesi Tengah

2. Kriteria eksklusi

a) Pasien pulang paksa, lari, pindah rumah sakit, dirujuk ke tempat lain.

b) Pasien yang menjalani rawat inap jiwa di ruangan mangga (observasi),

apel (VIP), dan anggur (skizofrenia dengan penyakit penyerta).

c) Pasien meninggal

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total

sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua

anggota populasi digunakan sebagai sampel yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah rasionalitas penggunaan obat

antipsikotik pada pasien skizofrenia meliputi tepat indikasi, tepat obat,

tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi.

Page 60: Skripsi skizofrenia

41

3.4.2 Definisi Operasional

1. Antipsikotik adalah obat-obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis

tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berpikir dan

berkelakuan normal.

2. Rasionalitas merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan

yang efektif dinilai berdasarkan tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis

dan tepat frekuensi.

3. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara

biologis sejak seseorang lahir.

Kategori : a. Laki-laki b. Perempuan

Skala : nominal

4. Usia adalah selisih waktu kelahiran dengan waktu masuk rumah sakit.

Sampel penelitian yang digunakan pasien usia ≥18 tahun.

Kategori : a. 18-25 tahun c. 46-65 tahun

b. 26-45 tahun d. >65 tahun

Skala : ordinal

5. Lama rawat inap adalah selisih antara waktu masuk rumah sakit dan

waktu pulang.

Kategori : a. < 28 hari

b. > 28 hari

Skala : ordinal

Page 61: Skripsi skizofrenia

42

6. Tepat indikasi adalah pemberian obat dengan indikasi yang benar

sesuai diagnosa dokter.

Kategori : a. Ya b. Tidak

Skala : nominal

7. Tepat obat adalah pemilihan obat antipsikotik yang tepat dapat

ditimbang dari ketepatan kelas terapi, jenis dan kombinasi obat yang

sesuai dengan diagnosis pada pasien skizofrenia

Kategori : a. Ya b. Tidak

Skala : nominal

8. Tepat pasien adalah kesesuaian pemilihan obat antipsikotik yang

diberikan pada pasien skizofrenia yang tidak kontraindikasi dengan

kondisi pasien seperti riwayat alergi dan kondisi khusus lainnya.

Kategori : a. Ya b. Tidak

Skala : nominal

9. Tepat dosis adalah dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi

obat antipsikotik.

Kategori : a. Ya b. Tidak

Skala : nominal

10. Tepat frekuensi adalah jumlah pemberian obat dalam sehari yang harus

sesuai indikasi obat antipsikotik dan penyakit skizofrenia.

Kategori : a. Ya b. Tidak

Skala : nominal

Page 62: Skripsi skizofrenia

43

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengumpulan data primer

dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melakukan observasi dan

wawancara, dimana peneliti terlibat secara langsung dalam mengamati keadaan

pasien. Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mencatat isi

rekam medik meliputi :

1. Identitas pasien (nomor rekam medis, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, usia,

alamat, suku, status perkawinan, jenjang pendidikan, pekerjaan)

2. Data klinik (gejala, diagnosis, jenis antipsikotik yang digunakan, tanggal

masuk rumah sakit, tanggal keluar rumah sakit, cara keluar)

3. Obat (nama obat, dosis, frekuensi)

3.6 Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif kuantitatif (frekuensi) bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian yaitu :

1. Karakteristik pasien skizofrenia

a. Jenis kelamin

b. Usia

c. Suku/etnis

d. Status perkawinan

e. Jenjang pendidikan

f. Pekerjaan

Page 63: Skripsi skizofrenia

44

2. Karakteristik klinis skizofrenia

a. Gejala

b. Diagnosis

c. Jenis antipsikotik yang digunakan

d. Lama rawat inap

e. Keadaan pulang

3. Rasionalitas penggunaan antipsikotik

a. Tepat indikasi

b. Tepat obat

c. Tepat pasien

d. Tepat dosis

e. Tepat frekuensi

Page 64: Skripsi skizofrenia

45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan di instalasi rawat inap jiwa RSD

Madani Provinsi Sulawesi Tengah selama kurun waktu 3 bulan (Januari-April

2014) diperoleh jumlah pasien sebanyak 74 orang yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

a. Karakteristik Pasien

1. Jenis kelamin

Tabel 4.1 Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia yang dirawatinap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengahperiode Januari-April 2014

Jenis kelamin Jumlah pasien Persentase (%)Laki-laki 59 79,7

Perempuan 15 20,3Total 74 100

2. Usia

Tabel 4.2 Distribusi usia pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa diRSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014

Usia (tahun)Laki-laki

Usia (tahun)Perempuan

N % N %18-25 14 23,7 18-25 2 13,326-45 39 66,1 26-45 11 67,646-65 6 10,2 46-65 2 13,3>65 0 0 >65 0 0

Total 59 100 Total 15 100

Page 65: Skripsi skizofrenia

46

3. Suku/etnis

Tabel 4.3 Distribusi suku/etnis pasien skizofrenia yang dirawat inapjiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Suku/etnis Jumlah pasien Persentase (%)Kaili 22 29,7

Pamona 7 9,5Mori 2 2,7

Tomini 5 6,8Bungku 3 4,1

Dampelas 1 1,4Lainnya 21 28,4

Tanpa Keterangan 12 16,4Total 74 100

4. Status perkawinan

Tabel 4.4 Distribusi status perkawinan pasien skizofrenia yangdirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi SulawesiTengah periode Januari-April 2014

Status Perkawinan Jumlah pasien Persentase (%)Kawin 10 13,5

Tidak/Belum Kawin 53 71,6Duda/Janda 11 14,9

Total 74 100

5. Jenjang pendidikan

Tabel 4.5 Distribusi jenjang pendidikan pasien skizofrenia yangdirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi SulawesiTengah periode Januari-April 2014

Jenjang Pendidikan Jumlah pasien Persentase (%)Tidak Sekolah 10 13,5

SD 21 28,4SMP 19 25,7SMA 20 27

Akademi 1 1,4Sarjana 3 4,1Total 74 100

Page 66: Skripsi skizofrenia

47

6. Pekerjaan

Tabel 4.6 Distribusi pekerjaan pasien skizofrenia yang dirawat inapjiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Pekerjaan Jumlah pasien Persentase (%)PNS 2 2,7

Tani/Nelayan 14 18,9Wiraswasta 4 5,4

Buruh 1 1,4Pelajar/Mahasiswa 2 2,7

Tidak Bekerja 51 68,9Total 74 100

b. Karakteristik klinis skizofrenia

1. Gejala

Tabel 4.7 Distribusi gejala pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014

Gejala Jumlah Persentase (%)Gejala Positif

Waham 18 16.2Halusinasi 51 45.9

Inkoherensi 11 9.9Gejala Negatif

Afek Datar 19 17.1Alogia 9 8.1

Isolasi sosial 3 2.7Total 100

2. Tipe-tipe skizofrenia

Tabel 4.8 Distribusi tipe-tipe skizofrenia yang dirawat inap jiwa diRSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014

Diagnosa Jumlah pasien Persentase (%)Skizofrenia Paranoid 30 40,5

Skizofrenia Hebefrenik 3 4,1Skizofrenia Tak Terinci 20 27,0

Skizofrenia Residual 4 5,4Skizofrenia YTT 17 23,0

Total 74 100

YTT: Yang Tak Tergolongkan

Page 67: Skripsi skizofrenia

48

3. Jenis antipsikotik yang digunakan

Tabel 4.9 Distribusi jenis antipsikotik yang digunakan pasienskizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD MadaniProvinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014

Jenis Antipsikotik Jumlah Persentase (%)Tipikal

Klorpromazin 37 27,2Trifluoperazin 10 7,4

Haloperidol 59 43,4Atipikal

Klozapin 26 19,1Olanzapin 1 0,7Risperidon 3 2,2

Total 136 100

4. Lama rawat inap

Tabel 4.10 Distribusi lama rawat inap pasien infeksi saluran kemihyang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi SulawesiTengah periode Januari-April 2014

Lama Rawat Inap Jumlah pasien Persentase (%)< 28 hari 22 29,7> 28 hari 30 40,5

Total 52 70,3

5. Keadaan pulang

Keadaan pulang pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di

RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014

adalah seluruh pasien skizofrenia pulang 52 orang (70,3%) sembuh

parsial dengan tetap berobat jalan dan pasien skizofrenia belum pulang

22 orang (29,7%) masih dirawat inap. Beberapa pasien sudah

memenuhi kriteria pulang tapi masih dirawat inap karena belum

adanya keluarga yang menjemput. Namun, jika jangka waktu yang

cukup lama keluarga tidak datang, pasien diantar kerumahnya oleh

pihak rumah sakit

Page 68: Skripsi skizofrenia

49

c. Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik

1. Tepat indikasi

Tabel 4.11 Distribusi tepat indikasi pasien skizofrenia yang dirawatinap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengahperiode Januari-April 2014

Tepat Indikasi Jumlah Persentase (%)Ya 74 100

Tidak 0 0Total 74 100

2. Tepat obat

Tabel 4.12 Distribusi tepat obat pasien skizofrenia yang dirawat inapjiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Tepat Obat Jumlah Persentase (%)Ya 123 90,4

Tidak 13 9,6Total 136 100

3. Tepat pasien

Tabel 4.13 Distribusi tepat pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Tepat Pasien Jumlah Persentase (%)Ya 65 87,8

Tidak 9 12,2Total 74 100

4. Tepat dosis

Tabel 4.14 Distribusi tepat dosis pasien skizofrenia yang dirawat inapjiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Tepat Dosis Jumlah Persentase (%)Ya 111 81,6

Tidak 25 18,4Total 136 100

Page 69: Skripsi skizofrenia

50

5. Tepat frekuensi

Tabel 4.15 Distribusi tepat frekuensi pemberian antipsikotik pasienskizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD MadaniProvinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014

TFPA Jumlah Persentase (%)Ya 123 90,4

Tidak 13 9,6Total 136 100

TFPA : Tepat Frekuensi Pemberian Antipsikotik

4.2 Pembahasan

1. Karakteristik Pasien

a. Jenis kelamin

Gambar 4.1 Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia yang dirawatinap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengahperiode Januari-April 2014

Gambar 4.1 di atas menunjukkan perbedaan distribusi pasien

skizofrenia laki-laki dan perempuan pada hasil penelitian ini cukup

signifikan. Pasien laki berjumlah 59 orang (79,7%), sedangkan pasien

perempuan hanya berjumlah 15 orang (20,3%). Penelitian lain

79.7%

20.3%

Jenis Kelamin

Laki-LakiPerempuan

Page 70: Skripsi skizofrenia

51

menunjukan yaitu 66,9% pasien laki-laki dan 33,1% pasien perempuan

dari total 142 pasien menderita skizofrenia (Jarut dkk, 2013).

Berdasarkan wawancara peneliti dengan perawat rawat inap pasien

skizofrenia di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah, jenis kelamin

laki-laki penderita skizofrenia adalah yang paling banyak dirawat inap

dibanding dengan perempuan karena laki-laki biasanya memiliki

agresifitas sangat tinggi sehingga sulit ditangani jika hanya dirawat di

rumah, sedangkan agresifitas pada perempuan penderita skizofrenia

masih dapat ditangani oleh keluarga di rumah sehingga cenderung

dirawat di rumah. Prognosis atau perjalanan penyakit pada laki-laki

lebih buruk dibandingkan pada penderita perempuan sehingga cepat

terlihat. Penyebabnya dapat karena faktor genetik, lingkungan atau

pengaruh dari dalam diri sendiri. Hal ini juga sesuai dengan literatur

bahwa laki-laki mempunyai onset skizofrenia lebih awal dari pada

wanita dan mengalami pubertas lebih lambat karena suatu tingkat

kematangan fungsi otak berpengaruh dalam tingkat kerentanan

seseorang dalam jiwanya (Kaplan et al, 1997; Byrne et al, 2003;

Lehman et al, 2004).

Page 71: Skripsi skizofrenia

52

b. Usia

Gambar 4.2 Distribusi usia pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwadi RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Gambar 4.2 di atas menunjukkan distribusi usia pasien

skizofrenia berdasarkan jenis kelamin, usia yang terbanyak pada

pasien berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan adalah yang

berusia antara 26-45 tahun yaitu 66,1% dan 73,3%. Hal ini sesuai

dengan literatur bahwa skizofrenia pada laki-laki biasanya timbul

antara usia 15-25 tahun, sedangkan pada wanita antara 25-35 tahun

(Irmansyah, 2005). Lebih kurang 90% dari pasien skizofrenia dalam

pengobatan berumur antara 15-25 tahun. Hal ini disebabkan pada usia

muda terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

perkembangan emosional, sedangkan pada usia tua lebih banyak

23.7%

13.3%

66.1%73.3%

10.2%2%0% 0%

Laki-laki Perempuan

Usia(tahun)17-25 26-45 45-65 >65

Page 72: Skripsi skizofrenia

53

dipengaruhi oleh faktor biologik (Kaplan et al, 1997). Oleh karena itu,

skizofrenia yang muncul pada usia muda dapat mengurangi kualitas

hidup penderitanya. Hal ini tidak berarti usia pada penelitian ini

mempengaruhi skizofrenia karena usia pasien diambil ketika pasien

masuk rumah sakit sehingga peneliti tidak mengetahui sejak kapan

sebenarnya pasien mulai menderita skizofrenia.

c. Suku/etnis

Gambar 4.3 Distribusi suku/etnis pasien skizofrenia yang dirawat inapjiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Gambar 4.3 menunjukkan suku terbanyak pasien skizofrenia

adalah suku Kaili yaitu 29,70%. Hal ini disebabkan karena jumlah

responden pada saat penelitian yang paling banyak dirawat inap adalah

suku Kaili. Menurut Anonim (2011) bahwa suku Kaili mendominasi

daerah di Sulawesi Tengah, sehingga kemungkinan penderita

29.70%

9.50%2.70%

6.80% 4.10% 1.40%

28.40%

16.40%

Suku/etnis

Page 73: Skripsi skizofrenia

54

skizofrenia bersuku kaili lebih banyak berobat dibandingkan dengan

suku lain. Penelitian Sinaga (2009) di Rumah Sakit Jiwa Mahoni

Medan menunjukkan suku yang terbanyak menderita skizofrenia

adalah suku yang jumlahnya terbanyak di daerah tersebut yaitu suku

Batak (59,07%). Suku lainnya merupakan terbanyak kedua yaitu

28,40%. Suku lainnya merupakan suku yang berasal dari luar Sulawesi

Tengah. Hal ini sesuai dengan Kaplan et al (2010) disebutkan bahwa

para imigran baru memiliki stress lebih besar karena harus beradaptasi

dengan kultur sekitarnya. Namun pada penelitian ini, tidak diketahui

sejak kapan suku lainnya yang berasal dari luar Sulawesi Tengah

tinggal menetap di daerah Sulawesi Tengah dan bukan berarti

menjelaskan bahwa ada keterkaitan faktor suku dengan terjadinya

penyakit skizofrenia.

d. Status perkawinan

Gambar 4.4 Distribusi status perkawinan pasien skizofrenia yangdirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi SulawesiTengah periode Januari-April 2014

13.5%

71.6%

14.9%

Status perkawinan

kawin

tidak/belum kawin

duda/junda

Page 74: Skripsi skizofrenia

55

Gambar 4.4 menunjukkan status perkawinan pasien

skizofrenia yang terbanyak adalah status tidak/belum kawin yaitu

71,6%. Penelitian lain di RSK Alianyang Pontianak menunjukkan

pasien 69,11% belum kawin, jumlah tersebut lebih besar bila

dibandingkan dengan pasien dengan status kawin, janda dan duda

(Sira, 2011). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa skizofrenia lebih

banyak dijumpai pada orang yang tidak kawin (Kaplan et al, 2010).

Gangguan jiwa skizofreenia biasanya mulai muncul pada masa remaja

atau belum menikah, sehingga pasien kemungkinan tidak akan

menikah dengan kondisi sakit dan perlu pengobatan karena skizofrenia

bersifat kronis dan dibutuhkan pengobatan sehingga didapatkan

kehidupan sosial pasien dan kemampuannya membangun relasi

dengan baik (misalnya untuk menikah) cenderung terganggu

(David, 2004; Sira, 2011).

e. Jenjang Pendidikan

Gambar 4.5 Distribusi jenjang pendidikan pasien skizofrenia yangdirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi SulawesiTengah periode Januari-April 2014

13.50%28.40%

25.7%27.7%

1.4%4.1%

Tidak SekolahSD

SMPSMA

AkademikSarjana

Jenjang pendidikan

Page 75: Skripsi skizofrenia

56

Gambar 4.5 menunjukkan jenjang pendidikan pasien

skizofrenia yang terbanyak yaitu pendidikan SD 28,4%. Jenjang

pendidikan yang terbanyak setelah itu adalah SMA 27,7%. Hal ini

berkaitan dengan onset dari skizofrenia, usia pertama kali terkena

skizofrenia antara 15-25 dan 25-35 tahun (Kaplan et al, 2010). Oleh

karena itu, pada usia tersebut pasien yang terkena skizofrenia tidak

dapat mendapat pendidikan yang lebih tinggi lagi karena kesulitan

untuk mengikuti pendidikan formal.

Berdasarkan latar belakang yang didapatkan dari data

sekunder menunjukkan pasien yang paling banyak adalah yang

berekonomi lemah, sehingga kemungkinan banyak juga pasien yang

tidak melanjutkan pendidikan setelah tingkat sekolah dasar. Oleh

karena itu, dapat dikatakan bahwa tidak hanya karena menderita

skizofrenia, pengaruh lainnya seperti kondisi sosial dan ekonomi juga

dapat menyebabkan pasien tidak bersekolah. Hal ini tidak berarti

bahwa jenjang pendidikan mempengaruhi kasus skizofrenia.

Tingginya pasien skizofrenia dengan jenjang pendidikan Sekolah

Dasar karena responden yang diambil pada pasien skizofrenia yang

dirawat inap di Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi

Tengah pada periode Januari-April 2014 lebih banyak dengan

pendidikan Sekolah Dasar.

Page 76: Skripsi skizofrenia

57

f. Pekerjaan

Gambar 4.6 Distribusi pekerjaan pasien skizofrenia yang dirawat inapjiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Gambar 4.6 di atas menunjukkan distribusi pekerjaan pasien

yang terbanyak adalah tidak bekerja yaitu 62,2%. Penelitian lain di

RSK Alianyang Pontianak menunjukkan distribusi pasien skizofrenia

yang tidak bekerja adalah yang terbanyak yaitu 85,09% (Sari, 2011).

Selain motivasi diri yang kurang karena adanya gejala negatif yang

mendasarinya, stigmatisasi dan diskriminasi pada penyandang

gangguan jiwa menghalangi mereka untuk berintegrasi ke dalam

masyarakat, karena sering mendapatkan ejekan, serta isolasi sosial dan

ekonomi. Oleh karena itu, faktor ini membatasi hak berpendapat dan

hak memperoleh pekerjaaan (Perkins et al, 2002; Saperstein et al,

2011).

2.7%

25.7%

5.4%

1.4%

2.7%

62.2%

PNS

tani/nelayan

wiraswasta

Buruh

Pelajar/mahasiswa

tidak bekerja

Pekerjaan

Page 77: Skripsi skizofrenia

58

2. Karakteristik Klinis

a. Gejala

Gambar 4.7 Distribusi gejala pada pasien skizofrenia yang dirawatinap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengahperiode Januari-April 2014

Gambar 4.7 di atas menunjukkan distribusi gejala skizofrenia

yang paling banyak adalah gejala positif (72,3%). Penelitian lain di

RSJ Mahoni Medan tahun 2009 gejala yang paling banyak adalah

gejala positif (63,71%) (Sinaga, 2011). Gangguan skizofrenia ditandai

dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan kacau (inkoherensi),

halusinasi, waham, gangguan kognitif dan persepsi. Gejala-gejala

negatif seperti menurunnya minat dan dorongan, berkurangnya

keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan (alogia), afek yang

datar serta terganggu relasi personal (isolasi sosial). Gejala positif

berarti bertambahnya kemunculan suatu tingkah laku dalam kadar

16.8%

44.5%

10.9%

16.8%

7.6%

3.4%

Gejala Skizofrenia

waham

halusinasi

inkoherensi

afek tumpul

alogia

isolasi sosial

negatif = 27.7%positif = 72.3%

Page 78: Skripsi skizofrenia

59

yang berlebihan dan menunjukkan penyimpangan dari fungsi psikosis

normal (Arif, 2006). Menurut Hawari (2007) gejala positif skizofrenia

merupakan gambaran gangguan jiwa skizofrenia yang mencolok dan

amat mengganggu lingkungan atau keluarga dan merupakan salah satu

motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.

Halusinasi merupakan gejala positif yang paling banyak

ditemukan di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-

April 2014 yaitu 44,5%. Menurut Maramis (2004) gangguan jiwa

berat adalah skizofrenia. Dari seluruh pasien skizofrenia, gejala yang

mendominasi adalah halusinasi. Halusinasi yaitu persepsi sensorik

yang salah di mana tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan

dengannya dengan wujud penginderaan yang keliru (Arif, 2006).

Halusinasi juga merupakan salah satu gejala psikotik yang merupakan

kriteria diagnostik skizofrenia sehingga gejala ini mendominasi dari

gejala lainnya.

Afek tumpul merupakan gejala negatif yang banyak

ditemukan di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-

April 2014 yaitu 16,8%. Afek tumpul atau alam perasaan yang datar

merupakan gambaran alam perasaan yang dapat terlihat dari wajahnya

yang tidak menunjukkan ekspresi (Hawari, 2007).

Page 79: Skripsi skizofrenia

60

b. Tipe-tipe skizofrenia

Gambar 4.8 Tipe-tipe skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSDMadani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April2014

Menurut Arif (2006), ada beberapa tipe skizofrenia yang

masing-masing memiliki kekhasan tersendiri dalam gejala-gejala yang

diperlihatkan antara lain skizofrenia tipe paranoid, skizofrenia tipe

hebefrenik, skizofrenia tipe katatonik, skizofrenia tipe tak terinci,

skizofrenia tipe residual, depresi pasca skizofrenia, skizofrenia tipe

simpleks, skizofrenia tipe lainnya dan skizofrenia yang tak

tergolongkan. Gambar 4.8 menunjukan tipe skizofrenia terbanyak

adalah tipe paranoid yaitu 39,3%. Penelitian lain di RSK Alianyang

Pontianak tahun 2009 menunjukan tipe paranoid merupakan tipe

terbanyak yang diderita pasien skizofrenia yaitu 79,67% (Sira, 2011).

Menurut Arif (2006) ciri utama skizofrenia tipe paranoid adalah

adanya waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks

39.2%

4.1%

27%

6.8%

23%

paraniod

hebefrenik

tak terinci

residual

Yang Tak Tergolongkan

Tipe skizofrenia

Page 80: Skripsi skizofrenia

61

terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relatif masih terjaga. Hal ini

sejalan dengan pembahasan sebelumnya yang menyatakan bahwa

gejala halusinasi paling banyak ditemukan yang merupakan salah satu

ciri yang mendominasi tipe paranoid.

c. Jenis antipsikotik

Gambar 4.9 Distribusi jenis antipsikotik pasien skizofrenia rawat inapjiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Obat antipsikotik (neuroleptik) merupakan terapi utama pada

pasien skizofrenia. Obat ini dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan

mekanisme kerjanya yaitu dopamine reseptor antagonist (DRA) atau

antipsikotik generasi I (APG-I) biasa juga disebut tipikal. dan

serotonin-dopamine antagonist (SDA) atau antipsikotik generasi II

(APG-II) biasa juga disebut atipikal (Amir, 2013). Obat antipsikotik

yang banyak digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia adalah

27.2%7.4%

43.4%19.1% 0.7%

2.2%

Jenis antipsikotik

klorpromazin

trifluoperazin

haloperidol

klozapin

olanzapin

risperidon

Tipikal = 78% Atipikal = 22%

Page 81: Skripsi skizofrenia

62

DRA karena beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal

dari aktivitas neurotransmiter dopamin yang berlebihan di bagian-

bagian tertentu di otak. Tomografi emisi positron (PET) pada

penderita skizofrenia menunjukkan kepadatan reseptor dopamin di

otak. Availabilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan

dapat menimbulkan gejala skizofrenia. Sehingga DRA digunakan

untuk menghambat aktivitas dopamin untuk menurunkan gejala-

gejala skizofrenia tersebut (Arif, 2006; Silbernagl, 2007; Katzung,

2012; Amir, 2013).

Jenis antipsikotik yang banyak digunakan di RSD Madani

Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 adalah tipikal

yaitu 78% dan paling sedikit adalah jenis atipikal yaitu 22% (Gambar

4.9). Hal ini sejalan dengan pembahasan sebelumnya karena

antipsikotik tipikal digunakan untuk mengobati gejala positif yang

merupakan gejala yang mendominasi pasien skizofrenia. Penelitian

ini gejala positif mendominasi (72,3%) sehingga penggunaan

antipsikotik tipikal juga paling tinggi (78%).

Antipsikotik tipikal yang banyak digunakan adalah haloperidol

yaitu 43,4% (Gambar 4.9). Haloperidol merupakan antipsikotik yang

bersifat D2 antagonis yang sangat poten. Efek terhadap sistem otonom

dan efek antikolinergiknya sangat minimal. Efek hipotensifnya sangat

Page 82: Skripsi skizofrenia

63

rendah dibanding dengan klorpromazin. Haloperidol merupakan

golongan butirofenon yang paling sering digunakan. Haloperidol

berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis. Obat ini

digunakan pada skizofrenia dan berbagai macam gerakan spontan

dari otot kecil yang diperkirakan akibat hiperaktivitas sistem dopamin

di otak. (Anonim, 2007; Tjay dkk, 2007; Amir, 2013).

Klorpromazin merupakan antipsikotik tipikal yang paling

banyak digunakan kedua yaitu 27,2% (Gambar 4.9). Penggunaan

klorpromazin lebih sedikit dibandingkan dengan haloperidol. Selain

memiliki efek samping hipotensi yang tinggi dari pada haloperidol,

klorpromazin juga memiliki efek samping sedatif kuat yang

digunakan terhadap sindrom psikosis dengan gejala gaduh gelisah,

hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku.

Sedangkan haloperidol yang efek samping sedatif lemah digunakan

terhadap sindrom positif dengan gejala dominan antara lain

halusinasi, waham, apatis, menarik diri, hipoaktif kehilangan minat

dan inisiatif dan perasaan tumpul (Maslim, 2003; Dipiro et al, 2011).

Page 83: Skripsi skizofrenia

64

d. Lama rawat inap

Gambar 4.10 Distribusi lama rawat inap pasien skizofrenia yangdirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi SulawesiTengah periode Januari-April 2014

Lama rawat inap pasien < 28 hari 30%, > 28 hari 40%

(Gambar 4.10). Berdasarkan standar pelayanan medik RSD Madani

Provinsi Sulawesi Tengah, rawat inap perlu bagi pasien skizofrenia

jika membahayakan diri sendiri atau lingkungannya dan lama

perawatan pasien skizofrenia adalah minimal 4 minggu (28 hari). Hasil

penelitian menunjukkan pasien yang menjalani rawat inap > 28 hari

paling dominan hal ini dikarenakan pengobatan skizofrenia

membutuhkan waktu yang lama. Pengobatan biasanya dimulai dari

terapi inisial dalam waktu 1- 3 minggu, terapi pengawasan selama

lebih kurang 8-10 minggu dan terapi pemeliharan diberikan sampai 2

tahun, bila kronis terapi diberikan 5 tahun bahkan seumur hidup bila

dijumpai riwayat agresifitas berlebih (Amir, 2013). Namun terdapat

30%

40%

30%

Lama rawat inap

< 28 hari

> 28 hari

belum pulang

Page 84: Skripsi skizofrenia

65

pula 30% pasien yang menjani rawat inap < 28 hari karena menurut

salah satu dokter spesialis jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi

Tengah pasien boleh berobat jalan jika selama perawatan pasien sudah

memenuhi kriteria pasien pulang yaitu tenang, kooperatif, perawatan

diri cukup, minum obat teratur, makan dan minum teratur.

e. Keadaan pulang

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa semua

pasien yang pulang sembuh parsial sehingga masih perlu berobat jalan.

Hal ini disebabkan karena gejala skizofrenia dapat kambuh apabila

putus obat secara tiba-tiba. Terapi pengobatan skizofrenia juga

membutuhkan waktu yang lama sehingga berobat jalan berguna untuk

meminimalisir pelayanan medis di rumah sakit dan pemulihan dapat

dilakukan sendiri di rumah dengan bantuan keluaga dan mengontrol

kesehatan pasien ke rumah sakit secara rutin.

3. Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik

a. Tepat indikasi

Ketepatan indikasi disesuaikan dengan tanda dan gejala yang

dialami oleh pasien. Pemilihan obat mengacu pada penegakkan

diagnosis. Jika diagnosis yang ditegakkan tidak sesuai maka obat yang

digunakan juga tidak akan memberikan efek yang diinginkan.

Page 85: Skripsi skizofrenia

66

Gambar 4.11 Distribusi tepat indikasi pada pasien skizofrenia yangdirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi SulawesiTengah periode Januari-April 2014

Hasil penelitian menunjukan semua pasien skizofrenia

mendapatkan terapi antipsikotik. Hal tersebut menunjukkan semua

pasien 100% tepat indikasi (Gambar 4.12). Penelitian lain di RSJ Dr.

RM. Soedjarwadi Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009 menunjukan

bahwa 100 % tepat indikasi (Setyaningsih, 2011).

b. Tepat obat

Pemilihan antipsikotik sebaiknya mempertimbangkan tanda-

tanda klinis dari pasien, profil khasiat dan efek samping dari obat-obat

yang digunakan.

100%

Tepat Indikasi

Ya

Tidak

Page 86: Skripsi skizofrenia

67

Gambar 4.12 Distribusi tepat obat pada pasien skizofrenia yangdirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi SulawesiTengah periode Januari-April 2014

Hasil penelitian menunjukkan pemilihan jenis, golongan dan

kombinasi antipsikotik pada pasien skizofrenia yang tepat obat sebesar

90,4% dan yang tidak tepat obat sebesar 9,6% dari 136 antipsikotik

(Gambar 4.12). Penelitian lain di RSJ Dr. RM. Soedjarwadi Propinsi

Jawa Tengah Tahun 2009 menunjukan bahwa 93,39% tepat obat dan

7,61% tidak tepat obat (Setyaningsih, 2011).

Pasien yang mendapat episode pertama atau belum pernah

mendapat terapi dengan APG-I sebelumnya dapat dibedakan menjadi

enam tahap. Tiap-tiap tahap dapat dilewati tergantung pada

gambaran klinis atau riwayat kegagalan pemberian antipsikotik.

Pertama, pemberian APG-II tunggal yaitu aripriprazol, olanzapin,

quetiapin, risperidon atau ziprasidon. Kedua, pemberian APG-II

tunggal selain yang diberikan pada tahap pertama. Jika respon

90.4%

9.6%

Tepat Obat

Ya

Tidak

Page 87: Skripsi skizofrenia

68

sebagian atau tidak ada dapat diberikan APG-I atau APG-II tunggal

selain APG-II pada langkah pertama dan kedua atau langsung ke

tahap tiga yaitu pemberian klozapin. Keempat, diberikan klozapin

dengan APG-I, APG-II atau langsung ke tahap lima yaitu dengan

mencoba terapi dengan agen tunggal APG-I atau APG-II selain yang

diberikan pada tahap satu dan dua. Tahap enam merupakan tahap

terakhir yaitu terapi kombinasi APG-II dengan APG-I, kombinasi

APG-I atau APG-II dengan terapi elektrokonvulsif (ECT), kombinasi

APG-I atau APG-II dengan agen lain misalnya mood stabilizer.

Algoritma pemberian antipsikotik pada pasien dengan riwayat

penggunaan antipsikotik atau mendapat episode kedua dan seterusnya

sama seperti pemberian antispikotik pada pasien dengan episode

pertama. Namun pada tahap terakhir, jika tidak ada respon atau

menolak pemberian klozapin dapat diberikan kombinasi tipikal

(Dipiro et al, 2011).

Penelitian pada 136 antipsikotik terdapat yang tidak tepat obat

sebesar 9,6%. Hal ini terjadi karena pasien dengan episode pertama

diberi APG-I yaitu masing-masing diberi haloperidol, trifluoperazin

dan kombinasi haloperidol dengan klorpromazin sebanyak 3 pasien.

Hal ini tidak sesuai dengan algoritma pengobatan dimana firstline

pada pengobatan episode pertama adalah APG-II. Selain itu, pasien

Page 88: Skripsi skizofrenia

69

yang kesekian kalinya masuk rumah sakit dengan gejala positif dan

negatif tetapi hanya diberikan terapi trifluoperazin sebanyak 1 pasien.

Trifluoperazin merupakan APG-I yang hanya efektif terhadap gejala

positif. Penggunaan kombinasi klorpromazin dengan trifluoperazin

pada 4 pasien juga dianggap tidak tepat. Pemberian kombinasi ini

dianggap polifarmasi karena keduanya merupakan golongan

fenotiazin. Pemberian obat antipsikotik dalam satu golongan

umumnya memiliki efek yang sama misalnya pada potensi

antipsikotiknya, efek sampingnya seperti efek sedatif, efek

ekstrapiramidal dan efek hipotensif. Kombinasi tersebut selain tidak

memberikan keuntungan justru akan meningkatkan risiko efek

samping yang dapat membahayakan pasien.

Klorpromazin dan trifluoperazin adalah golongan fenotiazin.

Klorpromazin bekerja dengan menghambat dopamin, muskarinik, α1-

adrenergik dan reseptor histamin yang dapat menyebabkan efek

samping seperti mulut kering, konstipasi, sinus takikardia dan

hipotensi ortostatik. Obat ini memiliki efek sedasi dan berguna untuk

pasien beringas (violent) tanpa menyebabkan kehilangan kesadaran.

Trifluoperazin memiliki efek otonom dan antikolinergik lebih rendah

tetapi memiliki afinitas terhadap D2 sehingga efek samping

ekstrapiramidalnya lebih tinggi. Klorpromazin dan trifluoperazin

sama-sama berguna mengobati skizofrenia dan psikosis lain, mania,

Page 89: Skripsi skizofrenia

70

terapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat, agitasi psikomotor,

eksitasi dan perilaku kekerasan, impuls yang berbahaya, antiemetik

dan penggunaan prabedah (ISFI, 2008; Anonim, 2008; Amir, 2013).

Klozapin, olanzapin dan risperidon merupakan APG-II yang

selain berafinitas terhadap reseptor dopamin D2, juga terhadap reseptor

serotonin 5-HT2 sehingga efektif terhadap gejala positif maupun

gejala negatif. Klozapin afinitasnya terhadap dopamin D2 rendah

sedangkan terhadap 5-HT2 tinggi. Klozapin berguna untuk skizofrenia

pada pasien yang tidak bereaksi atau intoleran terhadap obat-obat

APG-I. Olanzapin secara spesifik memblok 5-HT2 dan reseptor

dopamin D2. Bila dibandingkan dengan klozapin, olanzapin memblok

dopamin D2 lebih besar, sehingga dosis tinggi dapat meningkatkan

kadar prolaktin dan efek samping ekstrapiramidal. Olanzapin berguna

untuk skizofrenia, kombinasi terapi mania dan mencegah kambuhnya

kelainan bipolar. Risperidon merupakan antagonis kuat baik terhadap

serotonin (5-HT2) dan reseptor dopamin D2. Walaupun dikatakan

antagonis dopamin D2 kuat, kekuatannya jauh lebih rendah bila

dibandingkan dengan haloperidol. Akibatnya, efek samping

ekstrapiramidalnya lebih rendah bila dibandingkan dengan

haloperidol. Aktivitasnya melawan gejala negatif dikaitkan dengan

aktivitasnya terhadap 5-HT2 yang juga tinggi. Risperidon

Page 90: Skripsi skizofrenia

71

diindikasikan untuk pengobatan skizofrenia akut dan kronik (Maslim,

2003; Dipiro et al, 2011; Amir, 2013).

Pemilihan obat antipsikotik dipengaruhi oleh tingkat sedasi

yang diinginkan dan kerentanan pasien terhadap efek samping

ekstrapiramidal. Bagaimanapun perbedaan antara obat antipsikotik

merupakan hal yang tidak begitu penting dibanding respon pasien

terhadap obat. Selain medikasi antipsikotik dari pengobatan

skizofrenia, intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis

seperti dukungan keluarga dan terapi spiritual.

c. Tepat pasien

Gambar 4.13 Distribusi tepat pasien skizofrenia yang dirawat inapjiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periodeJanuari-April 2014

Gambar 4.13 menunjukan distribusi tepat pasien skizofrenia

yang mendapat terapi antipsikotik didapatkan hasil tepat pasien

87.8%

12.2%

Tepat Pasien

Ya

Tidak

Page 91: Skripsi skizofrenia

72

sebesar 87,7% dan tidak tepat sebesar 12,2%. Tepat pasien jika

penggunaan obat antipsikotik sesuai dengan kondisi fisiologi dan

patofisiologi pasien atau tidak adanya kontraindikasi dengan pasien

dan tidak terdapat riwayat alergi.

Tabel 4.16 Kontraindikasi Obat Antipsikotik (Anonim, 2008)Nama Obat Kontraindikasi

Haloperidol,Klorpromazin,Trifluoperazin

Koma karena depresan SSP, depresi sumsumtulang, hindari pada feokromositoma, gangguanhati dan ginjal berat

Klozapin,Risperidon,Olanzapin

Kelainan jantung berat, penyakit hati aktif,kerusakan ginjal berat, riwayat neutropenia atauagranulositosis, kelainan sumsumng tulang,ileus paralitik, psikosis alkoholik dan psikosistoksik, riwayat kolaps sirkulasi, keracunanobat, epilepsi tidak terkontrol, kehamilan danmenyusui.

Hasil penelitian didapatkan 12,2% pasien tidak tepat pasien,

karena 1 pasien yang mempunyai riwayat alkoholik diberikan terapi

klozapin yang kontraindikasi dengan riwayat tersebut. Selain itu,

tidak ditemukannya lagi riwayat penyakit lain pada semua pasien yang

diteliti. Menurut salah satu dokter di RSD Madani Provinsi Sulawesi

Tengah jika ditemukan riwayat dan penyakit fisik yang berat pasien di

tempatkan di ruang tersendiri yang merupakan tempat rawat inap

pasien skizofrenia dengan gangguan lainnya. Sehingga mempermudah

dokter untuk lebih berhati-hati dalam memberikan terapi antipsikotik.

Page 92: Skripsi skizofrenia

73

Sebelum pasien dirawat di RSD Madani Provinsi Sulawesi

Tengah, biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu.

Namun, di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah hanya sebagian

pasien yang melakukan pemeriksaan laboratorium. Menurut Maharani

(2004) pada prinsipnya obat antipsikotik cukup aman. Sehingga pada

situasi gawat darurat dapat diberikan obat kecuali klozapin, tanpa

melakukan pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri pasien.

Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah pemeriksaan

laboratorium yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan hematologi

dan kimia darah. Pemeriksaan hematologi yang biasa dilakukan adalah

pemeriksaan hemoglobin (Hb), leukosit, laju endap darah (LED),

hematokrit dan trombosit. Sedangkan pemeriksaan kimia darah yang

dilakukan berupa gula darah sewaktu, kolesterol total, trigliserida,

asam urat, kreatinin, urea, SGOT dan SGPT.

Pemeriksaan laboratorium tersebut dilakukan pada pasien

skizofrenia terkait untuk melihat ada tidaknya penyakit penyerta dan

keadaan normal organ-organ tubuh khususnya hati dan ginjal. Hati dan

ginjal merupakan jalur metabolisme utama sebagian besar obat

antipsikotik (ISFI, 2008), sehingga apa bila terjadi kelainan pada

organ tersebut, proses pengobatan dengan antipsikotik dapat

disesuaikan.

Page 93: Skripsi skizofrenia

74

d. Tepat Dosis

Gambar 4.14 Distribusi tepat dosis antipsikotik pada pasienskizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD MadaniProvinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014

Gambar 4.14 menunjukan distribusi tepat dosis antipsikotik

pada pasien skizofrenia, dari hasil penelitian didapatkan tepat dosis

sebesar 81,6% dan tidak tepat sebesar 18,4% dari 136 antipsikotik.

Tepat dosis adalah dosis yang berada dalam area terapi obat

antipsikotik dan kesesuaian dosis tersebut berdasarkan kondisi pasien

khususnya pasien lanjut usia. Hasil penelitian ini diperoleh dosis yang

tidak tepat diberikan pada pasien lanjut usia karena dosis awal yang

diberikan sama dengan dosis untuk pasien dewasa. Pemberian dosis

obat antipsikotik pada pasien lanjut usia setengah dosis dewasa

(Anonim, 2008). Pasien usia lanjut membutuhkan dosis antipsikotik

lebih rendah karena beberapa alasan antara lain penurunan klirens

81.6%

18.4%

Tepat Dosis

Ya

Tidak

Page 94: Skripsi skizofrenia

75

ginjal, penurunan cardiac output, penurunan fungsi liver, penurunan

P450 dan lebih sensitif untuk gejala ekstrapiramidal (Amir, 2013).

Penggunaan obat antipsikotik pada pasien geriatri memerlukan

perhatian khusus. Hal tersebut dikarenakan banyak hal-hal tertentu

yang sangat mempengaruhi pemberian antipsikotik kepada pasien

geriatri. Diantaranya adalah kondisi medis umum pasien, efek samping

yang mungkin timbul dan farmakodinamik serta farmakokinetik dari

obat yang digunakan (Andri, 2009).

Menurut Maharani (2004) dosis obat antipsikotik pada pasien

skizofrenia dimulai dengan dosis yang rendah lalu perlahan-lahan

dinaikkan, dapat juga langsung diberi dosis tinggi tergantung pada

keadaan pasien dan kemungkinan terjadi efek samping. Pada pasien

yang dirawat di rumah sakit boleh diberikan dosis tinggi karena

pengawasannya lebih baik (Maramis, 2004).

Apabila dosis kurang dari dosis terapeutiknya kemungkinan

efek yang diinginkan tidak muncul. Pada pengobatan skizofrenia jika

efek yang diinginkan tidak muncul maka gejala-gejala tidak dapat

ditekan sehingga pengobatan akan percuma karena tujuan dan sasaran

terapi tidak akan tercapai. Apabila terjadi pemberian dosis antipsikotik

berlebih, pada penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan

Page 95: Skripsi skizofrenia

76

kerusakan pada organ hati dan ginjal serta menambah risiko efek

samping obat (Maharani, 2004).

e. Tepat Frekuensi

Gambar 4.15 Distribusi tepat frekuensi pemberian antipsikotik padapasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSDMadani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014

Gambar 4.15 menunjukan distribusi ketepatan frekuensi

pemberian antipsikotik pada pasien skizofrenia, dari hasil penelitian

didapatkan tepat frekuensi pemberian antipsikotik sebesar 90,4% dan

tidak tepat sebesar 9,6% dari 136 antipsikotik. Penentuan frekuensi

pemberian obat dengan fungsi organ normal dapat ditentukan dengan

melihat nilai waktu paruh (t1 2) obat. Waktu paruh haloperidol 12 jam,

sehingga cukup diberikan 2 kali sehari. Klorpromazin dapat diberikan

dosis awal 30-75 mg 3 kali sehari namun untuk dosis pemeliharaan

diberikan 100 mg 2 kali sehari. Klozapin hanya tersedia dalam bentuk

90.4%

9.6%

Tepat Frekuensi

Ya

Tidak

Page 96: Skripsi skizofrenia

77

preparat oral, konsentrasi plasma puncak dicapai setelah 2 jam

pemberian oral. Waktu paruh eliminasi adalah 12 jam (antara 10-16

jam). Sehingga klozapin cukup diberikan 2 kali sehari agar dapat

mempertahankan kadar obat dalam plasma. Kadar puncak plasma

dicapai 5 jam pemberian olanzapin. Waktu paruh 31 jam (rata-rata 21-

24 jam) dengan satu kali dosis (Dipiro et al, 2011; Amir, 2013).

Antipsikotik sering diberikan dalam dosis harian yang terbagi

dan titrasi hingga mencapai dosis efektif. Jika dosis harian efektif

pasien telah diketahui, obat dapat diberikan tidak terlalu sering. Dosis

sekali sehari, biasanya pada malam hari, dapat bermanfaat bagi

kebanyakan pasien selama menjalani terapi rumatan jangka panjang.

Penyederhanaan jadwal dosis akan meningkatkan kepatuhan pasien.

Kebanyakan antipsikotik sangat larut lemak dan terikat protein

(klorpromazin 92-97%; haloperidol 90%). Antipsikotik merupakan

lipofilik sehingga terkumpul dalam kompartenen lipid tubuh dan

afinitasnya terhadap beberapa reseptor neurotransmiter disusunan saraf

pusat sangat tinggi, durasi kerja klinisnya lebih lama dari yang

diperkirakan berdasarkan waktu paruh plasmanya. Oleh karena itu,

reseptor dopamin D2 di otak pun lebih lama ditempati. Metabolit

klorpromazin diekskresikan dalam urin berminggu-minggu sesudah

dosis terakhir pemberian klorpromazin menahun. Serupa dengan hal

ini, relaps sempurna mungkin tidak akan tercapai sebelum 6 minggu

Page 97: Skripsi skizofrenia

78

atau lebih pasca pemutusan sebagian antipsikotik (Solimando, 2003;

Katzung, 2012).

Frekuensi pemberian obat merupakan penentu dalam

memaksimalkan proses terapi obat, karena menentukan efek biologis

suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas

(total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai

bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action),

intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis

yang tepat untuk memberikan respons tertentu.

Page 98: Skripsi skizofrenia

77

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi

Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 diteliti dengan melihat kerasionalan

pemberian antipsikotik terhadapnya. Penggunaan antipsikotik pada pasien

skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah

periode Januari-April 2014 belum dapat dikatakan rasional, karena kriteria

pengobatan rasional meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis

dan tepat frekuensi belum tepat 100%. Hasil rasionalitas pengobatan adalah

sebagai berikut : tepat indikasi 100%; tepat obat 90,4%; tepat pasien 87,8%;

tepat dosis 81,6%; dan tepat frekuensi pemberian antipsikotik 90,4%.

5.2 Saran

a. Bagi institusi rumah sakit

Diharapkan untuk dapat lebih meningkatkan pelayanan dan

ketepatan terapi antipsikotik secara rasional terhadap pasien skizofrenia dan

merevisi standar pelayanan medik rumah sakit yang lebih lebih up to date

karena dampaknya yang luas dan berjangka waktu lama, baik terhadap

kualitas hidup atau beban bagi pasien, keluarga dan masyarakat.

Page 99: Skripsi skizofrenia

80

b. Bagi klinisi

Diharapkan untuk dokter dapat memperhatikan dan mengevaluasi

terapi antipsikotik yang diberikan pada pasien skizofrenia khususnya pasien

lansia sesuai dengan standar. Untuk perawat diharapkan melengkapi status

pasien khususnya bobot badan pasien karena bobot badan dapat

mempengaruhi ketepatan pengobatan.

c. Bagi peneliti lain

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut penggunaan antipsikotik pada

pasien skizofrenia rawat inap yang berada di ruang observasi dan di ruang

gangguan skizofrenia dengan penyakit penyerta agar dapat diketahui

kerasionalitas kepada seluruh pasien.

Page 100: Skripsi skizofrenia

81

DAFTAR PUSTAKA

Ade, S., 2012, Buku Pedoman Bagi Pendamping:Pendamping Keluarga denganAnggotanya Mengalami Gangguan Jiwa, Departemen Keperawatan Jiwa,Yogyakarta.

Agus, D., 2005, Difungsi Kognitif pada Skizofrenia. Majalah Psikiatri, Jakarta.

Amir, N., 2013, Buku Ajar Psikiatri: Skizofrenia. Badan Penerbit FakultasKedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Andri., 2009, Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala PsikosisPenderita Usia Lanjut. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.

Anonim., 2007, Farmakologi dan Terapi, Departemen Farmakologi dan TerapeutikFKUI, Jakarta

_______., 2011, http://sultengprov.go.id/profil-sulteng/sekilas-sulteng/65-tentang-propinsi-sulawesi-tengah (diakses 3 April 2014)

_______., 2011, http://www.who.int/mental_health/management/schizophrenia/en/(diakses 8 Desember 2013).

Arif, I. M., 2006, Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien, Penerbit RefikaAditama, Bandung.

BPOM RI., 2008, IONI: Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan PengawasObat dan Makanan Republik Indonesia.

Byrne, M., Agerbo, E., Ewald, H., Eaton, W.W., Mortensen., P.B., 2003, ParentalAge and Risk of Schizophrenia. Arch Gen Psychiatry

David, A., 2004, Buku Saku Psikiatri. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2009,Pharmacotherapy Handbook, Seventh Edition, 799-813, McGraw-HillMedical, New York.

Page 101: Skripsi skizofrenia

82

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2011,Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach 8th, McGraw-HillMedical, New York.

First, M.B., Tasman, A., 2004, DSM-IV-TR Mental Disorders Diagnosis.Schizophrenia: Etiology and Treatment (640-700). Wiley, London.

Hawaris, D., 2007, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, Edisi 2,Balai Penerbitan, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan,Jakarta.

Irmansyah, M., 2005, Skizofrenia Bisa Mengenai Siapa Saja. Majalah KesehatanJiwa No. 3, Jakarta.

Irwan M., Fajriansyah A., Sinuhadji B., Indrayana M. 2008, PenatalaksanaanSkizofrenia. Fakultas Kedokteran Riau, Riau.

Jarut, M.Y., Fatimawali., Wiyono, W.I., 2013, Tinjauan Penggunaan Antipsikotikpada Pengobatan Skizofrenia di Rumah Sakit Prof. Dr. V. L. RatumbuysangManado Periode Januari 2013-Maret 2013, Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRATVol. 2 No. 03, Manado.

Kaplan, H.I., Sadock B.J., 1997, Sinopsis psikiatri Edisi ke-7, Terjemahan. BinarupaAksara, Jakarta.

_____________________., 2010, Sinopsis psikiatri Jilid 1. Binarupa Aksara, Jakarta.

Katzung, B., 1998, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 1, Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakrata.

__________., 2012, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10, Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakrata.

Lehman, A.F., Lieberman, A.F., Dixon, L.B., 2004, Practice Guideline for TheTreatment of Patients with Schizophrenia (2nd ed).. American PsychiatricAssociation, Arlington.

Maharani, F.R.L., 2004, Kajian Penggunaan Obat Antipsikosis pada PasienSkizofrenia di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Grhasia Propinsi DaerahIstimewa Yogyakarta Periode Januari-Desember 2003. Skripsi. FakultasFarmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Page 102: Skripsi skizofrenia

83

Mansjoer A., Triyani K., Savitri R., Wardhani W.I., Setiowulan W., 1999, KapitaSelekta Kedokteran, Edisi 3, Media Asculapius, Jakarta.

Maramis, W.F., 2004, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press,Surabaya.

Maslim, R., 1997, Diagnosis Gangguan Jiwa, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FKUnika Atma Jaya, Jakarta.

_________., 2003, Panduan Praktis Penggunaan Klinis dan Kebijakan ObatPsikotropik (Psychotropic Medication), Edisi 3. Bagian Ilmu KedokteranJiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

Notoatmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta.

PDSKJI., 2012, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Jiwa/Psikiatri.Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter/Spesialis Kedokteran Jiwa.

Perkins, R., Rinaldhi, M., 2002, Unemployment rates among patients with long-termmental health problems. Psychiatric bulletin.

Riset Kesehatan Dasar., 2008, Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan, Depertemen Kesehatan Republik Indonesia.

Saha, S., Chant, D., Welham, J., McGrath., 2005, A Systematic Review of thePrevalence of Schizophrenia. PloS Med 2(5): e141.

Santoso., Wiria., 1995, Psikotropik, Farmakologi dan Terapi Edisi IV. FakultasKedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Saperstein, A.M., Fiszdon J.M., Bell, M.D., 2011, Intrinsic motivation as a predictorof work outcome after vocational rehabilitation in schizophrenia J NervMent Dis:199:672

Setyaningsih, T., 2011, Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Skizofrenia diInstalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM SoedjarwadiPovinsi Jawa Tengah Tahun 2009. Skripsi, Universitas MuhammadiyahSurakarta, Surakarta.

Silbernagl, S., 2007, Teks & Atlas Berwarna: Patofisiologi, Fakultas KedokteranEGC, Jakarta

Page 103: Skripsi skizofrenia

84

Sinaga, B.R., 2007, Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Penerbit FakultasKedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Sinaga, Y.M., 2011, Karakteristik Penderita Skizofrenia yang Dirawat Inap diRumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009. Skripsi. Fakultas KesehatanMasyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sira, I., 2011, Karakteristik Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Alianyang PontianakPeriode 1 Januari – 31 Desember 2009. Naskah Publikasi Program StudiPendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,Pontianak.

Solimando, D.A., 2003, Drug Information Handbook for Oncology featuring AComplete Guide to Combination Chemotherapy Regimens 3rd Edition. Lexi-Comp, Inc

Sugiyono., 2007, Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Swandari, S., 2012, Penggunaan Obat Rasional (POR) Melalui 8 Tepat dan 1Waspada, Balai Besar Pelatihan Kesehatan, Jakarta.

Tjay H,T., Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Departemen KesehatanRI, PT Gramedia, Jakarta.

Yusuf., Prodjosudjadi., 2001, Hematologi: Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. BalaiPenerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Page 104: Skripsi skizofrenia

85

LAMPIRAN

Page 105: Skripsi skizofrenia

86

LAMPIRAN 1

Data Pasien Skizofrenia Rawat Inap Jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014

No no RM JKU

(th)Diagnosis G

LRI(H)

KP Terapi RuteDs

(mg)F (x dd)

Rasionalitas

TI TO TP TD TF

1 000081 P 15Skizofrenia

paranoid1, 2,4 36 SP

Klozapin PO 25 2Y

YY

Y Y

Haloperidol PO 25 2 Y Y Y

2 000006 P 48Skizofrenia

paranoid2 35 SP

Haloperidol PO 5 3Y

YY

T Y

Klozapin PO 50 2 Y T Y

3 015247 P 28Skizofrenia

paranoid2 26

SPKlorpromazin PO 100 2

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

4 012992 P 28Skizofrenia

YTT2 43 SP

Haloperidol PO 5 2Y

YY

Y YKlorpromazin PO 100 2 Y Y Y

5 017726 P 32Skizofrenia

YTT2 44 SP

Triflupperazin PO 5 2Y

YY

Y YKlozapin PO 25 2 Y Y Y

6 012165 P 37Skizofrenia

paranoid2 35 SP

Klorpromazin PO 100 2Y

YY

Y Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

7030206

(PB)P 31

Skizofreniaparanoid

1 23 SPKlozapin PO 50 1

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

8 030089 P 45Skizofrenia

residual2, 4 34 SP Trifluoperazin PO 2.5 2 Y T T T T

9 025801 P 17Skizofreniatak terinci

3,4 17 SPKlorpromazin PO 100 2

YT

TT T

Trifluoperazin PO 5 2 T T T

10 006730 P 34SkizofreniaHebefrenik

2,4 34 SP Haloperidol PO 5 2 Y Y Y Y Y

11 010527 L 35Skizofreniatak terinci

4,5 16 SPHaloperidol PO 5 2

YY

YY Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y

12 000498 L 30SkizofreniaHibefrenik

3,6 10 SPKlorpromazin PO 100 2

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, JK : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan,G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : KeadaanPulang, SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: TepatPasien, TD: Tepat Dosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.

Page 106: Skripsi skizofrenia

87

No no RM JKU

(th)Diagnosis G

LRI(H)

KP Terapi RuteDs(g)

F (x dd)Rasionalitas

TI TO TP TD TF

13 029541 L 21Skizofreniatak terinci

4 62 SPHaloperidol PO 2.5 2

YY

YY Y

Klozapin PO 50 2 Y Y Y

14030018

(PB)L 37

SkizofreniaYTT

2 33 SP Klozapin PO 50 2 Y Y Y Y Y

15 025151 L 31Skizofrenia

paranoid1 11 SP

Haloperidol PO 5 2Y

YY

Y YKlorpromazin PO 100 2 Y Y Y

16 000117 L 30Skizofrenia

paranoid1,2 12 SP

Haloperidol PO 2.5 2Y

YY

Y Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y

17 022665 L 28Skizofrenia

paranoid1,2 47 SP

Klorpromazin PO 100 3Y

YY

Y YHaloperidol PO 5 2 Y Y Y

18 022316 L 34Skizofreniatak terinci

4 61 SPKlozapin PO 25 2

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

19 000309 L 12Skizofrenia

paranoid2 12 SP

Haloperidol PO 5 3Y

YY

Y Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y

20 019692 L 28Skizofrenia

YTT3 34 SP

Klozapin PO 50 2Y

YY

Y Y

Haloperidol PO 5 3 Y Y Y

21 019692 L 27Skizofrenia

paranoid1,2,6 13 SP

Klorpromazin PO 100 2Y

YY

Y Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

22 023556 L 19Skizofrenia

paranoid2,3,4 67 SP

Klozapin PO 100 2Y

YY

Y Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

23 000210 L 34Skizofreniatak terinci

1,2 31 SPKlozapin PO 100 2

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

24 029672 L 48Skizofrenia

YTT2 12 SP

Klorpromazin PO 100 1Y

YY

T YHaloperidol PO 5 2 Y T Y

RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, JK : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan,G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang,

SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: TepatDosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.

Page 107: Skripsi skizofrenia

88

No no RM JKU

(th)Diagnosis G

LRI(H)

KP Terapi RuteDs

(mg)F (x dd)

RasionalitasTI TO TP TD TF

25021450 L 24

SkizofreniaYTT

2 9 SPKlorpromazin PO 100 1

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y26

029642 L 28Skizofrenia

YTT2,3 18 SP

Klorpromazin PO 5 3Y

YY

Y YHaloperidol PO 100 2 Y Y Y

27000290 L 39

Skizofreniaparanoid

2,5 19 SPRisperidon PO 2 2

YY

YY Y

Klozapin PO 25 2 Y Y Y28

029785 L 25Skizofreniparanoid

1,3 12 SPHaloperidol PO 5 2

YY

YY Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y

29 030620(PB)

L 42Skizofrenia

paranoid1 7 SP

Haloperidol PO 5 2Y

TT

T TKlorpromazin PO 100 2 T T T

30 028521(PB)

L 26Skizofreniatak terinci

4 95 SP Haloperidol PO 2.5 2 Y T T T T

31026810 L 29

Skizofreniatak terinci

2,3,5 7 SPKlorpromazin PO 100 2

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y32

022747 L 18Skizofrenia

YTT2 19 SP

Klozapin PO 50 2Y

YT

Y YHaloperidol PO 5 2 Y Y Y

33027748 L 27

Skizofreniatak terinci

2 127 SP Haloperidol PO 2.5 2 Y Y Y Y Y

34028430 L 33

Skizofreniaparanoid

2 101 SP Haloperidol PO 5 2 Y Y Y Y Y

35010035 L 52

Skizofreniaparanoid

2 35 SPKlozapin PO 25 1

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 3 Y Y Y36

006168 L 27Skizofrenia

paranoid2 27 SP

Haloperidol PO 5 2Y

YY

Y YKlorpromazin PO 100 2 Y Y Y

RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, JK : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan,G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang,SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: TepatDosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.

Page 108: Skripsi skizofrenia

89

No no RM JKU

(th)Diagnosis G

LRI(H)

KP Terapi RuteDs

(mg)F (x dd)

RasionalitasTI TO TP TD TF

37018191 L 20

Skizofreniatak terinci

6 106 SP Risperidon PO 2 2 Y Y Y Y Y

38000476 L 40

Skizofreniaresidual

3 44 SPKlorpromazin PO 100 1

YT

TT T

Trifluoperazin PO 5 2 T T T39

019160 L 34Skizofrenia

paranoid2,5 19 SP

Klorpromazin PO 100 2Y

YY

Y YHaloperidol PO 5 2 Y Y Y

40029779 L 56

SkizofreniaYTT

2 43 SPKlozapin PO 25 2

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y T Y

41010100 L 63

SkizofreniaYTT

4 23 SPHaloperidol PO 5 1

YY

YT Y

Klozapin PO 50 2 Y T Y42

005229 P 49Skizofreniatak terinci

2 60 SPTrifluoperazin PO 5 3

YY

YT Y

Klozapin PO 25 2 Y Y Y43

030386 P 45Skizofreniatak terinci

1,2,3 29 SPTrifluoperazin PO 5 3

YY

YY Y

Klozapin PO 25 2 Y Y Y44

007770 P 28Skizofreniatak terinci

2,5 - BPKlorpromazin PO 100 1

YT

TT T

trifluoperazin PO 5 2 T T T

45000177 P 37

Skizofreniaresidual

2,4 - BPHaloperidol PO 5 3

YY

YY Y

Klozapin PO 50 2 Y Y Y46 028440

(PB)P 25

Skizofreniatak terinci

2,4 - BP Risperidon PO 2 2 Y Y Y Y Y

47020100 L 49

Skizofreniaparanoid

1,2 13 SPKlorpromazin PO 100 1

YY

YT Y

Haloperidol PO 5 2 Y T Y48

000503 L 23Skizofreniatak terinci

4 - BPHaloperidol PO 2.5 3

YY

YY Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y

RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, JK : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan,G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang,SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: TepatDosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.

Page 109: Skripsi skizofrenia

90

No no RM JKU

(th)Diagnosis G

LRI(H)

KP Terapi RuteDs

(mg)F (x dd)

RasionalitasTI TO TP TD TF

49 030658(PB)

L 41Skizofrenia

paranoid1,2,4,6 - BP

Haloperidol PO 5 2Y

YY

Y YKlozapin PO 50 1 Y Y Y

50030383 L 34

Skizofreniaresidual

2 - BPHaloperidol PO 5 3

YY

YY Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y51

019160 L 26Skizofreniatak terinci

4 - BP KlozapinPO

50 2 Y Y Y Y Y

52023678 L 28

SkizofreniaYTT

2 19 SPKlozapin PO 50 1

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

53024154 L 19

Skizofreniaparanoid

1,2 11 SPKlozapin PO 50 2

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y54

027189 L 34Skizofrenia

YTT2,4 11 SP

Klorpromazin PO 100 3Y

TT

T TTrifuoperazin PO 5 2 T T T

55000402 L 26

Skizofreniaparanoid

2,4 - BPHaloperidol PO 5 3

YY

YY Y

Klozapin PO 50 1 Y Y Y56

025785 L 28Skizofrenia

residual2,4 136 SP

Haloperidol PO 2.5 2Y

YY

Y Yklorpromazin PO 100 2 Y Y Y

57003916 L 35

Skizofreniaparanoid

1,5 - BPHaloperidol PO 2 3

YY

YY Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y58

001397 L 41Skizofrenia

YTT2 - BP

Haloperidol PO 5 1Y

YY

Y YKlorpromazin PO 100 2 Y Y Y

59012019 L 29

Skizofreniatak terinci

2 - BPKlorpromazin PO 100 1

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y60

001157 L 28Skizofreniatak terinci

2 - BPKlorpromazin PO 100 2

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y

RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, JK : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan,G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang,SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: TepatDosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.

Page 110: Skripsi skizofrenia

91

No no RM JKU

(th)Diagnosis G

LRI(H)

KP Terapi RuteDs

(mg)F (x dd)

RasionalitasTI TO TP TD TF

61 030384(PB)

L 24Skizofrenia

YTT2,5 - BP Trifluoperazin PO 5 2 Y T T T T

62028395 L 32

Skizofreniaparanoid

1,3 - BPKlorpromazin PO 100 1

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y63

028100 L 31Skizofreniatak terinci

2,5 - BPKlorpromazin PO 100 2

YY

YY Y

Haloperidol PO 5 2 Y Y Y64

015961 L 20Skizofrenia

paranoid2 181 SP

Haloperidol PO 5 2Y

YY

Y YKlorpromazin PO 100 2 Y Y Y

65028844 L 32

Skizofreniatak terinci

1,3 - BPHaloperidol PO 2.5 3

YY

YY Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y66

001233 L 39Skizofreniahebefrenik

2,3 - BPHaloperidol PO 5 2

YY

YY Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y67

000184 L 37Skizofrenia

paranoid2 - BP

Haloperidol PO 5 2Y

YY

Y YKlorpromazin PO 100 2 Y Y Y

68020233 L 23

Skizofreniatak terinci

2,4 23 SP Trifluoperazin PO 5 3 Y Y Y Y Y

69 030263(PB)

L 19Skizofrenia

paranoid1,2,4 - BP Klozapin PO 25 2 Y Y Y Y Y

70020932 L 30

SkizofreniaYTT

1,2,3 - BPHaloperidol PO 5 3

YY

YY Y

Klorpromazin PO 100 2 Y Y Y71

030406 L 28Skizofrenia

paranoid2 - BP

Klozapin PO 50 2Y

YY

Y YHaloperidol PO 5 1 Y Y Y

72014301 L 54

Skizofreniaparanoid

1 12 BPOlanzapin PO 10 1

YY

YT Y

Haloperidol PO 5 1 Y T Y

RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, JK : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan,G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang,SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: TepatDosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.

Page 111: Skripsi skizofrenia

92

No no RM JKU

(th)Diagnosis G

LRI(H)

KP Terapi RuteDs

(mg)F (x dd)

RasionalitasTI TO TP TD TF

73014386 L 18

SkizofreniaYTT

1,4,5 48 BPHaloperidol PO 5 2

YY

YY Y

Klozapin PO 50 1 Y Y Y

74029164 L 21

Skizofreniaparanoid

2,5 36 BPHaloperidol PO 5 2

YY

YY Y

Klozapin PO 100 1 Y Y Y

RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, JK : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan,G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang,SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD:Tepat Dosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.

Page 112: Skripsi skizofrenia

93

LAMPIRAN 2

Standar Pelayanan Medik RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah

93

LAMPIRAN 2

Standar Pelayanan Medik RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah

93

LAMPIRAN 2

Standar Pelayanan Medik RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah

Page 113: Skripsi skizofrenia

949494

Page 114: Skripsi skizofrenia

95

LAMPIRAN 3

Dosis dan Frekuensi Penggunaan Antipsikotik Per Oral

Nama Generik

DosisTerapeutik

EfektifMinimum

(mg)

RentangDosis Yang

SeringDigunakan(mg/Hari)

DosisMaksimum

Menurut Pabrik(mg/Hari)

Frekuensi

Antipsikotik Tipikal (Antipsikotik Generasi Pertama)

Chlorpromazine 100 100-1000 2000 2-4 x 1

Haloperidol 2 2-60 100 2-3 x 1

Trifluoperazine 55-60 80 2-3 x 1

Antipsikotik Atipikal (Antipsikotik Generasi Kedua)

Klozapin 50 50-500 900 1-2 x 1

Olanzapin 5 10-30 30 1 x 1

Risperidone 4 4-16 16 1-2 x 1

Catatan : Antipsikotik sering diberikan dalam dosis harian yang terbagi dan titrasi hinggamencapai dosis efektif. Sehingga dosis sekali sehari dapat diberikan jika dosistersebut sudah efektif bagi pasien.

Sumber: Anonim, 2007; Dipiro et al, 2011; Katzung, 2012

Page 115: Skripsi skizofrenia

96

LAMPIRAN 4

Algoritma Tatalaksana Terapi Skizofrenia Tanpa Riwayat

Episode pertama atau belumpernah mendapat terapi AGP

sebelumnya

Sumber: Dipiro et al, 2011

Tahap 1Pemberian AGK tunggal

(ARIPIPRAZOLE, OLANZAPINE, QUETIAPINE,RISPERIDONE, atau ZIPRASIDONE)

Tahap 2Pemberian AGK tunggal

(selain AGK yang diberikan pada tahap 1)

Tahap 2APemberian AGP tunggal

(selain AGK yang diberikan pada tahap 1)

Tahap 3CLOZAPINE

Tahap 4CLOZAPINE

+(AGP, AGK atau

Tahap 5Coba terapa dengan agen tunggal

AGP atau AGK (selain AGK yangdiberikan pada tahap 1,2 atau 2A)

Tahap 6Terapai kombinasi, yaitu: AGK+AGP,

kombinasi AGK, (AGP atauAGK)+ECT, (AGP atau AGK+agen

lain (misal mood stabilizer)

AGP, antipsikotik generasi pertamaAGK, antipsikotik generasi keduaECT, terapi electrokonvulsif

Nilai dari kegagalanterapi clozapine tidak

ditentukan

Dilporkan tidak adakontrol pada penelitian

dengan penggunaanterapi kombinasi

jangka panjang untukterapi skizofrenia

Page 116: Skripsi skizofrenia

97

LAMPIRAN 5

Algoritma Tatalaksana Terapi Skizofrenia Dengan Riwayat

Tidak ada riwayatkegagalan terapi AP

Ada riwayat kegagalanterapi AP

Olanzapin atauQuetiapin atauRisperidon

Olanzapin atauQuetiapin atauRisperidon

Tidak ada respon

Gunakanyang lain

Gunakanyang lain

Haloperidoldekonat atauFluphenazin

decanoat

Tidakpatuh

Tidakpatuh

Gunakanyang lain

Gunakanyang lain

Gunakanyang lain

Tidak ada respon Tidak ada responTidak adarespon

GunakanAP lain

KLOZAPIN

Klozapin + obat pendukung (AP tipikal/atipikal,mood stabilizer, ECT, antidepresan

Kombinasi atipikal+tipikal, atau kombinasi tipikal, ataukombinasi atipikal, atau tipikal + ECT

Tidak adarespon

Tidak adarespon

Tidak adarespon ataumenolakklozapin

Tidak adarespon

Tidak adarespon

Tidak adarespon

Tidak ada respon

Respon parsialrespon

Page 117: Skripsi skizofrenia

98

LAMPIRAN 6

Hasil Analisa Data

a. Jenis Kelamin

Statistics

jenis kelamin

N Valid 74

Missing 0

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid laki-laki 59 79.7 79.7 79.7

perempuan 15 20.3 20.3 100.0

Total 74 100.0 100.0

Page 118: Skripsi skizofrenia

99

b. Umur

Statistics

klasifikasi umur

N Valid 74

Missing 0

klasifikasi umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 17-25 16 21.6 21.6 21.6

26-45 50 67.6 67.6 89.2

46-65 8 10.8 10.8 100.0

Total 74 100.0 100.0

Page 119: Skripsi skizofrenia

100

c. Suku/etnis

Statistics

Suku/Etnis

N Valid 74

Missing 0

Suku/Etnis

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid kaili 22 29.7 29.7 29.7

pamona 7 9.5 9.5 39.2

mori 2 2.7 2.7 41.9

tomini 5 6.8 6.8 48.6

bungku 3 4.1 4.1 52.7

dampelas 1 1.4 1.4 54.1

lainnya 22 29.7 29.7 83.8

tanpa keterangan 12 16.2 16.2 100.0

Total 74 100.0 100.0

Page 120: Skripsi skizofrenia

101

d. Status perkawinan

Statistics

Status Perkawinan

N Valid 74

Missing 0

Status Perkawinan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid kawin 10 13.5 13.5 13.5

tidak/belum kawin 53 71.6 71.6 85.1

duda/janda 11 14.9 14.9 100.0

Total 74 100.0 100.0

e.f.

g.

Page 121: Skripsi skizofrenia

102

e. Jenjang pendidikan

Statistics

Jenjang Pendidikan

N Valid 74

Missing 0

Jenjang Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Sekolah 10 13.5 13.5 13.5

SD 21 28.4 28.4 41.9

SMP 19 25.7 25.7 67.6

SMA 20 27.0 27.0 94.6

Akademi 1 1.4 1.4 95.9

Sarjana 3 4.1 4.1 100.0

Total 74 100.0 100.0

Page 122: Skripsi skizofrenia

103

f. Pekerjaan

Statistics

Pekerjaan

N Valid 74

Missing 0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid PNS 2 2.7 2.7 2.7

Tani/Nelayan 19 25.7 25.7 28.4

Wiraswasta 4 5.4 5.4 33.8

Buruh 1 1.4 1.4 35.1

Pelajar/Mahasiswa 2 2.7 2.7 37.8

Tidak Bekerja 46 62.2 62.2 100.0

Total 74 100.0 100.0

Page 123: Skripsi skizofrenia

104

g. Tipe-tipe skizofrenia

Statistics

tipe skizofrenia

N Valid 74

Missing 0

tipe skizofrenia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid skizofrenia paranoid 29 39.2 39.2 39.2

skizofrenia hebefrenik 3 4.1 4.1 43.2

skizofrenia tak terinci 20 27.0 27.0 70.3

skizofrenia residual 5 6.8 6.8 77.0

skizofrenia YTT 17 23.0 23.0 100.0

Total 74 100.0 100.0

Page 124: Skripsi skizofrenia

105

h. Lama Rawat Inap

Statistics

Lama Rawat Inap

N Valid 52

Missing 22

Lama Rawat Inap

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid < 28 hari 22 29.7 42.3 42.3

> 28 hari 30 40.5 57.7 100.0

Total 52 70.3 100.0

Missing System 22 29.7

Total 74 100.0

Page 125: Skripsi skizofrenia

106

i. Tepat Indikasi

Statistics

Tepat Indikasi

N Valid 74

Missing 0

Tepat Indikasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 74 100.0 100.0 100.0

Page 126: Skripsi skizofrenia

107

j. Tepat Obat

Statistics

Tepat Obat

N Valid 136

Missing 0

TepatObat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 123 90.4 90.4 90.4

Tidak 13 9.6 9.6 100.0

Total 136 100.0 100.0

Page 127: Skripsi skizofrenia

108

k. Tepat Pasien

Statistics

Tepat Pasien

N Valid 74

Missing 0

Tepat Pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 65 87.8 87.8 87.8

Tidak 9 12.2 12.2 100.0

Total 74 100.0 100.0

Page 128: Skripsi skizofrenia

109

l. Tepat Dosis

Statistics

Tepat Dosis

N Valid 136

Missing 0

Tepat Dosis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 111 81.6 81.6 81.6

Tidak 25 18.4 18.4 100.0

Total 136 100.0 100.0

Page 129: Skripsi skizofrenia

110

m. Tepat Frekuensi

StatisticsTepat Frekuensi

N Valid 136

Missing 0

Tepat Frekuensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 123 90.4 90.4 90.4

Tidak 13 9.6 9.6 100.0

Total 136 100.0 100.0

Page 130: Skripsi skizofrenia

111

LAMPIRAN 7

Surat Izin Penelitian

111

LAMPIRAN 7

Surat Izin Penelitian

111

LAMPIRAN 7

Surat Izin Penelitian

Page 131: Skripsi skizofrenia

112

LAMPIRAN 8

Surat Keterangan Telah Melaksanakan penelitian

112

LAMPIRAN 8

Surat Keterangan Telah Melaksanakan penelitian

112

LAMPIRAN 8

Surat Keterangan Telah Melaksanakan penelitian

Page 132: Skripsi skizofrenia

113

LAMPIRAN 9

Dokumentasi

Gambar pengambilan data sekunder (rekam medik)

Gambar pengambilan data primer (wawancara) pada pasien skizofrenia

Gambar pengambilan data primer (wawancara) pada tenaga medis rawat inap jiwa

Gambar pasien skizofrenia diberikan obat antipsikotik

Page 133: Skripsi skizofrenia

114

RIWAYAT HIDUP

Fahrul lahir di Biromaru tanggal 20 Agustus 1992. Anakpertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tamin,A.Ma dan Ibu Fatmawati, S.Pd yang bertempat tinggal diJalan Lasoso No. 50 Desa Lolu Kecamatan Sigi BiromaruKabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. PendidikanSekolah Dasar di tempuh di SD Negeri Inpres Lolu dan luluspada tahun 2004. Pendidikan selanjutnya adalah SekolahMenengah Pertama, ditempuh di SMP Negeri 1 Biromaru danlulus pada tahun 2007. Kemudian pada tahun 2007melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas ditempuhdi SMA Negeri 3 Palu dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, melalui jalur Seleksi Lokal Masuk Perguruan Tinggi Negeri(SLMPTN) melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Universitas Tadulako Palu danterdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam(FMIPA) Program Studi Farmasi. Selama menjalankan studi pernah menjadi anggotabidang pengembangan olahraga dan seni Himpunan Mahasiswa Farmasi(HIMAFAR) FMIPA UNTAD periode 2011-2012, wakil ketua HimpunanMahasiswa Farmasi (HIMAFAR) FMIPA Universitas Tadulako periode 2012-2013,dewan pengawas UKOF Science Sports (S2) FMIPA Universitas Tadulako (2012-2013), dewan penasehat Himpunan Mahasiswa Farmasi (HIMAFAR) FMIPAUniversitas Tadulako (2013-2014) dan pengurus Badan Perwakilan Mahasiswa(BPM) FMIPA Universitas Tadulako (2013-2014).