BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

28
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat di bidang psikiatri, menyebabkan hendaya berat, tidak mampu mengenali realitas sehingga tidak mampu menjalankan kehidupan sehari-hari seperti orang normal, dengan perjalanan kronis ditandai dengan kekambuhan yang terjadi secara berulang (Ascher, et al., 2011). 2.1.1 Batasan Skizofrenia Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang bergantung pada interaksi pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Maslim, 2013). Skizofrenia umumnya ditandai oleh gejala positif, seperti halusinasi dan waham; gejala negatif seperti hilangnya motivasi dan kemiskinan pembicaraan; defisit kognitif, seperti masalah dalam perhatian, memori dan pemecahan masalah; serta kesulitan psikososial seperti kurangnya hubungan sosial, tidak bekerja, tingginya penyalahgunaan zat, peningkatan risiko tidak memiliki tempat tinggal dan menegangnya hubungan dalam keluarga (Saddock, et al., 2009). 2.1.2 Epidemiologi World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 7 dari 1000 orang populasi dewasa adalah pasien Skizofrenia. Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi gangguan jiwa berat adalah sebanyak 1,7 per 1000 orang. Menurut data dari WHO, Amerika Serikat maupun Epidemological Cathment Area (ECA), prevalensi Skizofrenia berada pada

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat di bidang psikiatri, menyebabkan hendaya

berat, tidak mampu mengenali realitas sehingga tidak mampu menjalankan

kehidupan sehari-hari seperti orang normal, dengan perjalanan kronis ditandai

dengan kekambuhan yang terjadi secara berulang (Ascher, et al., 2011).

2.1.1 Batasan Skizofrenia

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan

perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang bergantung pada interaksi

pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Maslim, 2013).

Skizofrenia umumnya ditandai oleh gejala positif, seperti halusinasi dan

waham; gejala negatif seperti hilangnya motivasi dan kemiskinan pembicaraan;

defisit kognitif, seperti masalah dalam perhatian, memori dan pemecahan masalah;

serta kesulitan psikososial seperti kurangnya hubungan sosial, tidak bekerja,

tingginya penyalahgunaan zat, peningkatan risiko tidak memiliki tempat tinggal

dan menegangnya hubungan dalam keluarga (Saddock, et al., 2009).

2.1.2 Epidemiologi

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 7 dari 1000 orang populasi

dewasa adalah pasien Skizofrenia. Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar

tahun 2013, prevalensi gangguan jiwa berat adalah sebanyak 1,7 per 1000 orang.

Menurut data dari WHO, Amerika Serikat maupun Epidemological Cathment Area

(ECA), prevalensi Skizofrenia berada pada

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

9

rentang angka 1-1,5 persen (Sadock & Sadock, 2010). Skizofrenia terjadi pada 15-20/100.000

individu per tahun dengan risiko morbiditas selama hidup 0,8 persen baik pria atau wanita dan

kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal dewasa (Lieberman, 2008).

Semakin awal umur terkena penyakit ini, diprediksikan prognosis menjadi semakin

buruk. Skizofrenia biasanya dimulai di usia dewasa awal, antara usia 15 dan 25 tahun. Pria

cenderung menderita Skizofrenia sedikit lebih awal daripada perempuan, usia puncak

onset pada pria 15-25 tahun, sedangkan wanita 25-35 tahun. Insidensi Skizofrenia pada pria

sedikit lebih besar dibandingkan pada wanita. Insiden pada wanita lebih tinggi setelah usia 30

tahun. Rata-rata usia onset adalah 18 pada pria dan 25 tahun pada wanita. Onset Skizofrenia

cukup langka untuk orang di bawah usia 10 tahun, atau lebih dari 40 tahun (Sadock & Sadock,

2010).

Penyakit ini berhubungan dengan jenis kelamin, dimana jenis kelamin laki-laki, tingkat

pendidikan yang rendah, gejala negatif yang dominan, dan gangguan kognitif secara umum

prognosisnya buruk. Penelitian menunjukkan hanya sekitar 20 persen pasien Skizofrenia

dilaporkan bisa menjadi pulih sempurna. Sebagian besar individu dengan Skizofrenia masih

membutuhkan dukungan kehidupan sehari-harinya, baik secara formal ataupun informal dan

banyak gangguannya kronis dengan eksaserbasi dan remisi dengan gejala yang aktif dan

deteorisasi mental yang progresif (Sadock, et al., 2015).

2.1.3 Etiologi

Penyebab Skizofrenia jarang berdiri sendiri, biasanya terdiri dari penyebab fisik, jiwa dan

lingkungan serta kultural-spiritual yang sekaligus timbul bersamaan sehingga akhirnya

memunculkan gangguan pada jiwa (Saddock, et al., 2009). Faktor genetik,

neurodevelopmental dan sosial berpengaruh terhadap Skizofrenia masih belum dapat

dijelaskan secara utuh. Jalur terakhir yang paling jelas adalah peningkatan aktivitas dari

dopamin, serotonin, dan glutamat (Katona, et al., 2012).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

10

Menurut model diatesis-stress, Skizofrenia terjadi karena gangguan integrasi dari

faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Seseorang yang rentan (diatesis), bila diaktifkan

oleh pengaruh yang penuh tekanan antara faktor biologis, psikososial dan lingkungan,

memungkinkan timbulnya Skizofrenia. Komponen biologis berupa kelainan genetik,

gangguan fungsi atau struktural otak, neurokimia, infeksi, sedangkan psikologis (contohnya

situasi keluarga yang penuh tekanan atau kematian kerabat dekat), dan komponen lingkungan

seperti penyalahgunaan zat, stres psikososial, dan trauma (Sadock, et al., 2015).

1. Genetik

Angka kesakitan bagi saudara kandung 7-15%; bagi kembar dua telur (dizigot) 5-15%;

bagi kembar satu telur (monozigot) 40-60%. Anak yang lahir dari orang tua Skizofrenia

5-20 kali lipat akan lahir menjadi Skizofrenia dibandingkan anak yang lahir dari orangtua

normal (McClellan & Stock, 2013; Sadock, et al., 2015).

2. Hipotesis perkembangan saraf

Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan

morfologi otak pasien Skizofrenia, antara lain berupa berat otak rata-rata lebih kecil 6%

dari pada otak normal dan ukuran anterior-posterior 4% lebih pendek, pembesaran

ventrikel otak, gangguan metabolisme di frontal dan temporal dan kelainan susunan seluler

struktur saraf di kortek dan subkortek yang terjadi pada saat perkembangan. Semua bukti

tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang menyatakan bahwa perubahan

patologis gangguan ini terjadi pada awal kehidupan, akibat pengaruh genetik dan

dimodifikasi oleh faktor maturasi dan lingkungan (Sadock, et al., 2015).

3. Neurobiologi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

11

Secara spesifik, gejala positif dari Skizofrenia dihipotesiskan oleh karena adanya

malfungsi pada sirkuit mesolimbik, sementara gejala negatif karena adanya malfungsi di

area mesokortek dan juga melibatkan area mesolimbik khususnya yang melibatkan

nucleus acumbens yang diperkirakan menjadi bagian dari sirkuit reward dari otak,

sehingga jika ada masalah dengan reward dan motivasi pada Skizofrenia maka

kelainannya diduga berasal dari area ini. Nucleus acumbens juga akan teraktivasi karena

penggunaan zat yang tampak pada pasien Skizofrenia. Gejala positif bisa menumpuk

dengan gejala negatif yang ditandai dengan mulai adanya keinginan untuk merokok,

penyalahgunaan obat dan alkohol, mungkin di hubungkan pada area otak ini (Stahl, 2013).

Gambar 2.1 Peta alokasi kerusakan pada otak dan

gejala yang ditimbulkan pada Skizofrenia (Stahl, 2013).

a. Hipotesis Dopamin, menyatakan bahwa Skizofrenia disebabkan oleh adanya

hiperaktifitas pada jaras dopamin pada otak manusia. Hipotesis ini didukung oleh

hasil penelitian bahwa amphetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan

dopamin, dapat menginduksi psikosis yang mirip dengan Skizofrenia dan obat

antipsikotik bekerja dengan memblok reseptor dopamin, terutama reseptor

Dopamin D2 (Stahl, 2013).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

12

b. Hipotesis Abnormalitas Reseptor NMDA, di era 2000-an, adanya kerusakan

reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) memengaruhi produksi neurotransmiter

glutamat. Hipotesis ini menjelaskan bagaimana abnormalitas dari reseptor NMDA

memengaruhi hiperaktifas glutamat yang menyebabkan timbulnya gejala

Skizofrenia. Glutamat menjadi neurotransmiter mayor untuk eksitasi pada sistem

saraf sentral dan sering menjadi kunci penting dalam pengaturan sistem eksitasi

dalam otak (Stahl, 2013).

4. Faktor Lingkungan

Interaksi faktor lingkungan dengan faktor biologi berisiko memengaruhi onset dan

beratnya suatu gangguan. Faktor psikososial dalam lingkungan keluarga, seperti

lingkungan rumah yang sehat akan memberikan perlindungan untuk anak-anak. Perilaku

keluarga yang patologi yang secara signifikan dapat meningkatkan stres emosional

memiliki faktor risiko dalam keluarga menjadi Skizofrenia (McClellan & Stock, 2013;

Sadock, et al., 2015).

2.1.4 Penggolongan dan Pedoman Diagnosis

Klasifikasi Skizofrenia menurut PPDGJ III meliputi Skizofrenia Paranoid (F20.0), Skizofrenia

Hebefrenik (F20.1), Skizofrenia Katatonik (F20.2), Skizofrenia Tak Terinci (undifferentiated)

(F20.3), Depresi Pasca-Skizofrenia (F20.4), Skizofrenia Residual (F20.5), Skizofrenia

Simpleks (F20.6), Skizofrenia lainnya (F20.8), Skizofrenia YTT (F 20.9).

Pedoman Diagnosis menegakkan Skizofrenia menurut PPDGJ III yaitu:

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau

lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

kepalanya. Thought insertion or withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

13

dari/luar dirinya (withdrawal). Thought broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar ke

luar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.

b. Delusion of control adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan

tertentu. Delusion of influence adalah waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar. Delusion of passivity adalah waham tentang dirinya tidak

berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar. Delusion of perception yaitu

pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya

biasanya bersifat mistik atau mujizat.

c. Halusinasi auditorik, yaitu suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri

(diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal

dari salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak

wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik

tertentu atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu

mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja apabila disertai baik oleh waham

yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang

jelas, ataupun ide-ide berlebihan yang menetap, atau terjadi selama setiap hari selama

berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang

berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu

(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

14

d. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri

dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua

hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih.

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall

quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai

hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri

(self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Menurut PNPK (Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan) Psikiatri 2012 (Amir, et al.,

2012) gejala Skizofrenia terdiri dari:

a. Penyiaran, penarikan, penyisipan, dan gema pikiran

b. Waham dikontrol, dipengaruhi, pasivitas, atau waham persepsi

c. Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang perilaku pasien atau sekelompok

orang yang sedang mendiskusikan pasien, atau bentuk halusinasi suara lainnya yang

datang dari beberapa bagian tubuh pasien.

d. Jenis waham lainnya, menetap yang tidak sesuai dengan budaya dan sangat tidak

mungkin atau tidak masuk akal, misalnya mampu berkomunikasi dengan makhluk

asing yang datang dari planet lain.

e. Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas.

f. Inkoheren atau pembicaraan tidak relevan atau neologisme.

g. Perilaku katatonik.

h. Gejala negatif, misalnya apatis, miskin pembicaraan, afek tumpul, respons emosi tidak

sesuai.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

15

i. Perubahan yang konsisten dan bermakna pada semua aspek pribadi, hilangnya minat,

tidak adanya tujuan, dan malas.

Kriteria diagnosis Skizofrenia menurut ICD X adalah minimal satu gejala yang jelas

(dua atau lebih, bila gejala kurang jelas) yang tercatat pada kelompok a-d atau gejala paling

sedikit dua dari kelompok e-h, harus ada pada sebagian besar waktu selama periode paling

sedikit satu bulan. Diagnosis Skizofrenia tidak dapat ditegakkan bila ada penyakit otak,

intoksikasi atau putus zat.

Sementara kriteria Skizofrenia diambil Menurut Diagnostic And Statistical Manual Of

Mental Disorder, Fifth Edition (DSM-5), yaitu dijelaskan bahwa untuk menegakkan diagnosis

Skizofrenia harus memenuhi kriteria :

A. Jika ada dua atau lebih gejala dibawah ini, dimana gejala ini tampak secara signifikan

selama periode 1 bulan (atau kurang jika dilakukan terapi yang berhasil) dan sedikitnya

satu dari gejala nomor 1,2, atau 3 :

1. Waham

2. Halusinasi

3. Bicara yang kacau

4. Perilaku katatonik atau aneh

5. Simptom negatif (emosi yang hilang, atau penarikan diri)

B. Adanya gangguan secara fungsi satu atau lebih fungsi penting, seperti bekerja,

hubungan interpersonal, atau perawatan diri.

C. Gejalanya berlangsung persisten minimal 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus mencakup

sedikitnya 1 bulan dari gejala (atau berkurang karena efek pengobatan) yang dijumpai

pada kriteria A dan juga termasuk gejala prodromal atau gejala sisa. Selama gejala

prodromal atau gejala sisa, keluhan yang nampak berupa gejala negatif atau dua atau

lebih gejala yang ada pada kriteria A.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

16

D. Gangguan skizoafektif dan depresi atau gangguan bipolar dengan psikotik

dikesampingkan jika, 1) tidak ada gambaran depresi mayor atau episode manik yang

terjadi pada fase aktif ini, atau 2) jika terjadi episode mood selama fase aktif, yang

menunjukkan gejala minimal atau sebagian besar pada fase aktif atau gejala sisa pada

penyakit saat ini.

E. Gangguan ini tidak diakibatkan oleh efek psikologi dari penggunaan obat seperti

penyalahgunaan obat atau kondisi medis lain.

F. Jika ada riwayat gangguan spektrum autism atau gangguan komunikasi pada masa

anak, diagnosis tambahan Skizofrenia dibuat jika ada gejala dominan halusinasi atau

waham minimal 1 bulan (atau kurang jika dengan keberhasilan pengobatan).

Beberapa gejala harus persisten secara berkelanjutan selama periode sedikitnya 6 bulan.

Gejala prodromal sering mendahului pada fase aktif dan diikuti dengan gejala sisa yang

ditandai dengan ringannya atau batas ambang mulai adanya halusinasi atau waham. Pasien

memiliki kepercayaan disertai ideas of reference atau magis, mereka memiliki persepsi yang

tidak biasa seperti merasakan kehadiran seseorang yang tidak bisa dilihat nyata, kata-katanya

tidak bisa dimengerti dan samar-samar, serta kebiasaan yang aneh tetapi tidak jelas dan tidak

jelas seperti: mengomel pada orang-orang. Gejala negatif sering pada masa prodromal dan

dapat menjadi berat. Individu yang aktif secara sosial dapat menarik diri dari kebiasaanya.

Gejala-gejala ini sering menjadi pertanda awal dari gangguan Skizofrenia.

2.1.5 Penanganan

Sesuai dengan etiologi yang sudah diketahui, penanganan klinis untuk pasien dengan

Skizofrenia termasuk pemberian obat-obatan antipsikotik dengan tambahan terapi psikososial,

termasuk terapi perilaku, keluarga, kelompok, individual dan keterampilan sosial serta

rehabilitasi baik di rumah sakit maupun rawat jalan. Indikasi untuk rawat inap di rumah sakit

dapat berupa pembahayaan terhadap orang lain, potensi bunuh diri, gejala-gejala parah yang

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

17

menuju pada perawatan diri yang buruk atau risiko untuk cedera sekunder karena kekacauan

perilaku, evaluasi diagnostik, respon yang gagal terhadap terapi, komorbiditas yang memberi

komplikasi, dan kebutuhan untuk mengubah pengobatan yang kompleks (Sadock & Sadock,

2010).

2.2 Fungsi Kognitif pada Pasien Skizofrenia

Fungsi kognitif pada Skizofrenia sangat penting untuk ditegakkan karena sangat berhubungan

dengan fungsi nyata di dunia, lebih kuat dibandingkan gejala negatif.

2.2.1 Batasan Fungsi Kognitif

Secara umum, kognitif atau kognisi merupakan suatu proses mental yang dihubungkan dengan

berpikir. Secara khusus, kognisi merujuk pada proses yang paling penting seperti persepsi,

perhatian, memori, rekognisi, bahasa, imajinasi, perencanaan dan pertimbangan.

Kognisi merupakan proses merabarasakan terhadap input sensoris, mengingat suatu

kejadian dan prosedur, melakukan generalisasi, analogi, membuat penjelasan dan membangun

makna komunikasi. Kognisi berhubungan dengan kemampuan berpikir, kemampuan

intelektual yang merasakan, menerima, memahami dan berespon terhadap informasi. Hal ini

termasuk kemampuan memusatkan perhatian, mengingat, mengatasi masalah, memproses

informasi, organisasi dan reorganisasi informasi, berkomunikasi dan bereaksi berdasarkan

informasi yang diperoleh. Semua keterampilan kognitif ini membuat seseorang mampu

berfungsi dalam lingkungan sehari-harinya (Noor, 2015).

Keterampilan kognitif berbeda dengan kemampuan akademis. Keterampilan akademis

termasuk pengetahuan tentang hal-hal berkaitan literatur, matematika dan sejarah.

Keterampilan kognitif mengacu pada kemampuan mental yang kita butuhkan untuk

mempelajari hal-hal berhubungan dengan akademik dan secara umum untuk dapat berfungsi

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

18

dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan kognitif adalah kemampuan dasar yang harus

dimiliki untuk dapat berpikir, membaca, mengerti, mengingat, merencanakan dan

mengorganisir (Medalia & Revheim, 2002).

Defisit fungsi kognitif yang muncul pada pasien Skizofrenia menunjukkan adanya

gangguan pada salah satu atau beberapa domain yang telah disebutkan sebelumnya (Sadock et

al., 2015). Pasien Skizofrenia sering mengalami masalah-masalah pada aspek kognisi mereka

yaitu: kemampuan memusatkan perhatian, kemampuan untuk mengingat dan mengingat

kembali (recall) informasi, kemampuan untuk memproses informasi dan merespon informasi

dengan cepat, kemampuan berpikir kritis, merencanakan, mengorganisir dan mengatasi

masalah serta kemampuan untuk memulai pembicaraan.

Gangguan fungsi kognitif atau disfungsi kognitif sering terjadi pada Skizofrenia. Angka

kejadian gangguan ini cukup tinggi berkisar antara 50-80 persen, tergantung pada keparahan

penyakit (Noor, 2015). Disfungsi kognitif adalah gejala primer pada Skizofrenia dan beberapa

gangguan afektif. Hal ini mengakibatkan masalah kognitif tetap ada bahkan saat gejala-gejala

lain terkontrol. Penelitian menyebutkan terdapat bagian dari otak yang berfungsi mengolah

keterampilan kognitif, dan seringkali tidak berfungsi secara normal pada Skizofrenia.

Gangguan fungsi memori episodik menyebabkan disfungsi pada struktur hippocampal dan

lobus temporal medial, dimana area ini merupakan asal dari perubahan kognitif pada pasien

Skizofrenia. Hal ini mengindikasikan bahwa gangguan jiwa berat memengaruhi bagaimana

otak bekerja yang selanjutnya menyebabkan masalah pada fungsi kognitif seseorang (Medalia

& Revheim, 2002).

Disfungsi kognitif ini dapat tampak jelas bahkan sebelum gejala psikotik dimulai dan

menyebabkan kemunduran dalam performa akademis atau pekerjaannya. Salah satu gejala

kognitif yang paling awal terjadi pada pasien Skizofrenia adalah berkurangnya kemampuan

memusatkan perhatian, namun kesulitan daya ingat dapat juga terjadi sebelum onset dari gejala

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

19

psikotik (Medalia & Revheim, 2002). Penurunan fungsi yang parah pada uji fungsi kognitif

adalah tanda yang amat jelas yang sangat penting untuk suatu defisit fungsi kognitif pada

pasien Skizofrenia. Sekitar 98 persen pasien Skizofrenia menghasilkan hasil uji kognitif yang

rendah. Hampir semua pasien Skizofrenia berfungsi lebih rendah dari yang diharapkan pada

saat mereka telah stabil tanpa gejala (Keefe & Harvey, 2012), dimana domain yang paling

dipengaruhi adalah domain sosial (Sterea, 2015).

Adapun penurunan fungsi kognitif pada Skizofrenia terjadi saat mulai timbulnya

penyakit, dan tetap stabil atau menetap pada sisa perjalanan penyakit. Hasil penelitian

menunjukkan jika dibandingkan antara pasien Skizofrenia yang telah mengalami riwayat sakit

lama, maka pasien yang pertama kali sakit, secara bermakna memiliki fungsi kognitif yang

lebih baik. Pada penelitian lain menyebutkan pada pasien yang baru pertama sakit, fungsi

kognitif cenderung tetap dan mengalami perubahan setelah beberapa tahun kemudian (Noor,

2015).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Fungsi kognitif

Fungsi kognitif seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, beberapa diantaranya yaitu latar

belakang pendidikan, tingkat intelegensi, gejala klinis, perjalanan penyakit, adanya penyakit

atau kelainan mental yang mengganggu fungsi normalnya, bahkan jenis antipsikotik yang

digunakan selama perawatan. Hal-hal tersebut dapat memengaruhi hasil tes fungsi kognitif

yang dilakukan oleh pasien Skizofrenia, dimana pada tes mengenai kemampuan abstrak pasien

lah yang paling dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut (Sadock, et al., 2015).

Semakin lama perjalanan penyakit Skizofrenia semakin besar pengaruhya terhadap

penurunan fungsi kognitif. Begitu juga gejala negatif berhubungan secara signifikan

memengaruhi keparahan penurunan fungsi kognitif (Ventura , et al., 2009). Hasil penelitian

menyebutkan gejala positif juga berpengaruh terhadap fungsi kognitif terutama memori dan

perhatian. Jenis kelamin yaitu pada laki laki ditemukan hubungan signifikan pada fungsi bahasa

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

20

dan memori (Wiratma, 2014). Halusinasi aktif menganggu kemampuan dalam

mempertahankan tugas, waham menyebabkan pasien salah mengartikan tugas, gangguan

berpikir formal mengganggu ekspresi verbal yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan test

dan kemiskinan pembicaran dan perilaku amotivasional menggangu partisipasi pasien dalam

kerja sama suatu pekerjaan (Lipkovich, et al., 2009).

Faktor neurobiologi merupakan salah satu faktor yang juga memengaruhi fungsi

kognitif. Pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya terhadap hubungan antara gangguan

pada ingatan jangka pendek (working memory), gangguan integritas neuronal di area

prefrontal, perubahan struktur di area prefrontal, cingulata dan korteks parietal inferior dan

penurunan aliran darah ke otak terutama terjadi di area di hipocampus pada pasien Skizofrenia

menjadi bukti adanya kerusakan pada sirkuit neuron yang kemudian mengganggu kemampuan

ingatan jangka pendek yang normal pada seseorang. Hipofungsi yang terjadi di jalur

mesokortek (salah satu dari jalur dopamin di otak) pada pasien Skizofrenia diketahui sebagai

penyebab utama terjadinya defisit fungsi kognitif dan munculnya gejala negatif (Sadock, et al.,

2015).

Efek terapi dengan penggunaan antipsikotik terhadap perkembangan fungsi kognitif

masih kontroversial. Beberapa penelitian menyatakan bahwa antipsikotik generasi kedua

(antipsikotik atipikal) memiliki kemampuan dalam perbaikan neurokognitif yang lebih baik

dibandingkan dengan antipsikotik generasi pertama. Hal yang berlawanan dikemukakan oleh

sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa perphenazine yang merupakan antipsikotik

generasi pertama menunjukkan peningkatan neurokognitif yang lebih baik dibandingkan

dengan dua antipsikotik atipikal lainnya. Secara keseluruhan, data dan hasil penelitan tersebut

tetap menunjukkan bahwa sampai saat ini, penggunaan antipsikotik dalam perbaikan

neurokognitif belum memberikan hasil yang cukup signifikan sehingga terapi nonfarmakologi

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

21

masih menjadi pilihan. Terapi remediasi kognitif merupakan contoh terapi nonfarmakologi

yang baik untuk perbaikan fungsi kognitif (Keefe & Harvey, 2012).

2.2.3 Indikator Fungsi Kognitif

Gangguan fungsi kognitif pada pasien Skizofrenia dapat ringan hingga berat. Perburukan pada

fungsi kognitif merupakan hal yang sangat memengaruhi signifikan tidaknya disabilitas pasien

Skizofrenia dalam hal pekerjaan, fungsi sosial atau ekonomi mereka.

Profil defisit kognitif pada pasien Skizofrenia melibatkan banyak dari beberapa aspek

penting dari kognitif manusia antara lain: perhatian, daya ingat, kemampuan membuat alasan

(reasoning) dan kecepatan memproses informasi. Berbagai usaha sedang dilakukan dalam

rangka mengidentifikasi aspek spesifik dari neurokognitif yang berkaitan erat dengan etiologi,

neurobiologi dan patofisiologi dari penyakit tersebut. Pengukuran-pengukuran neuropsikologis

yang standar menunjukkan sensitivitas yang besar terhadap fungsi-fungsi yang relevan terkait

perburukan fungsi kognitif (Keefe & Harvey, 2012).

Adapun indikator suatu fungsi kognitif adalah

1. Vigilance and Attention

Mengacu pada kemampuan seseorang memusatkan perhatian setiap saat. Perburukan dapat

mengakibatkan kesulitan mengikuti pembicaraan dan ketidakmampuan untuk mengikuti

instruksi penting aktivitas sederhana seperti membaca atau menonton televisi. Pada pasien

skizofenia, kesulitan tadi berdampak pada fungsi sosial, fungsi komunikasi dan hal-hal

trampil lain.

2. Verbal Learning and Memory

Adapun kemampuan yang terlibat dalam fungsi memori termasuk mempelajari informasi

baru, mempertahankan informasi yang baru dipelajari setiap waktu dan mengenali hal-hal

yang telah diketahui sebelumnya. Secara umum pasien menunjukkan defisit yang besar

dalam hal mempelajari daripada mengingat. Pengukuran untuk proses belajar melibatkan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

22

bagaimana mempelajari sejumlah kata atau bagian dari suatu tulisan. Penelitian

menyebutkan terdapat hubungan yang jelas antara perburukan daya ingat verbal dan defisit

fungsi sosial pada pasien Skizofrenia.

3. Visual Learning and Memory

Visual learning tidak semudah verbal learning untuk diekspresikan, dan defisit visual

learning tidak separah yang terjadi pada verbal learning. Beberapa penelitian menyebutkan

visual memory berkaitan dengan status pekerjaan, masa jabatan, keberhasilan rehabilitasi

psikososial, fungsi sosial, tingkat kualitas hidup, dan berkaitan paling kuat dengan kapasitas

fungsional, sementara penelitian lain mengatakan tidak ada hubungan signifikan.

4. Reasoning and Problem Solving

Kedua domain ini merupakan bagian fungsi eksekutif seseorang. Kehidupan masyarakat

termasuk kehidupan dunia kerja selalu mengalami perubahan dimana kesusksesan

seseorang dalam menghadapi perubahan ini adalah dengan kemampuannya beradaptasi

terhadap perubahan tersebut. Pasien Skizofrenia yang mengalami perburukan dalam fungsi

eksekutifnya mengalami kesulitan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang cepat di

sekitar mereka.

5. Speed of Processing

Banyak uji neurokognitif mengharuskan seseorang melalui uji memproses informasi cepat

dan hal ini berkaitan dengan gangguan dalam kecepatan memproses informasi. Contoh tugas

standar seperti mengkoding dimana tugas ini menunjukkan defisit yang paling parah pada

pasien Skizofrenia. Perburukan dalam memproses informasi ini relatif menunjukkan

korelasi dengan berbagai bentuk penting Skizofrenia seperti aktivitas sehari-hari, masa

jabatan dan kemandirian. Kemunduran dalam memproses informasi dengan cepat dapat

memperburuk kemampuan mempertahankan fokus pada tugas-tugas atau pekerjaan. Hal

tersebut sering dialami oleh pasien Skizofrenia.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

23

6. Working Memory

Working memory merupakan komponen inti dari perburukan kognitif pada Skizofrenia dan

ini berkaitan dengan fungsi sosial seperti status pekerjaan dan masa jabatan. Defisit pada

pada domain ini memiliki hubungan kuat dengan perburukan aspek lainnya di kemudian

hari. Secara neuroanatomi peran sirkuit neural yaitu bagian kortek prefrontal memediasi

aspek fungsi working memory dan sirkuit ini mengalami penurunan fungsi pada Skizofrenia.

7. Social Cognition

Kognisi sosial adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memanipulasi, dan beradaptasi

agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Monteiro, et al., 2012). Teori

tentang keterampilan berpikir dan persepsi sosial dan emosi telah menjadi fokus umum

pada fungsi kognisi sosial dalam Skizofrenia. Teori berpikirnya adalah kemampuan untuk

menduga maksud orang lain dan atau untuk mewakili status kejiwaan seseorang. Kognisi

sosial berhubungan dengan perburukan sosial dalam Skizofrenia, bahkan setelah

mengkontrol penampilan dalam tugas-tugas neurokognitif (Keefe & Harvey, 2012).

2.2.4 Alat Ukur Fungsi Kognitif

Pemeriksaan neurokognitif sering menilai lebih dari satu domain dari fungsi sehari-hari

seseorang. Menurut para ahli yang tergabung dalam subkomite neurokognitif Measurement

and Treatment Research to Improve Cognition in Schizophrenia (MATRICS) bahwa domain

penting dalam defisit fungsi kognitif adalah working memory, attention/vigilance,verbal

learning and memory, visual learning and memory, reasoning and problem solving, speed of

processing, and social cognition. Selanjutnya hasil dari pengukuran yang dilakukan oleh para

ahli dalam MATRICS telah diakui oleh Psychiatry Division of the Food and Drug

Administration sebagai penelitian yang tercatat terkait fungsi kognitif (Keefe & Harvey, 2012).

Beberapa alat ukur dikembangkan dalam rangka mengukur fungsi kognitif. MATRICS

sebagai suatu subkomite neurokognitif telah menyusun suatu MATRICS Consensus Cognitive

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

24

Battery (MCCB), suatu instrumen untuk menilai efek terapi terhadap disfungsi kognitif pada

pasien Skizofrenia. Alat ini menunjukkan reliabilitas yang kuat serta korelasi yang signifikan

dengan pengukuran tentang kapasitas fungsi sehari-hari pada pasien Skizofrenia. Fungsi

pekerjaan atau pendidikan diprediksi dari performa working memory dan gejala negatif,

kemandirian diprediksi melalui skor verbal memory, dan fungsi sosial diprediksi melalui

kognisi sosial, perhatian dan gejala negatif.

Terdapat banyak alat ukur atau alat skrining untuk menilai fungsi kognitif pada pasien

Skizofrenia antara lain The Brief Assessment of Cognition in Schizophrenia (BACS) yang

menilai aspek-aspek kognisi yang paling mengakibatkan gangguan dan yang paling

berhubungan dengan luaran pasien Skizofrenia. BACS memiliki reliabilitas yang tinggi. Alat

ukur lain seperti Screen for Cognitive Impairment (SCIP) juga menunjukkan validitas yang

kuat sebagai alat skrining adanya defisit fungsi kognitif pada pasien Skizofrenia dan bipolar,

sementara suatu pengkodean simbol digit merupakan suatu alat ukur yang sederhana yang

sangat reliabel dan mudah dilakukan (Brissos, et al., 2011).

Narrative of Emotions Task (NET) dari Buck adalah alat untuk mengukur fungsi

kognitif sosial. NET adalah suatu wawancara semistruktur dimana subjek diminta untuk

mendefinisikan emosinya, untuk menggambarkan situasi yang mereka rasakan dan

menjelaskan mengapa sitausi tersebut membangkitkan emosinya.

Montreal Cognitive Assessment (MoCA), disusun oleh Nasreddine pada tahun 1996

dan telah divalidasi tahun 2005 oleh Nasreddine dan kawan-kawan. MoCA merupakan alat

skrining fungsi kognitif yang cepat dikerjakan untuk gangguan fungsi kognitif ringan. MoCA

mengukur domain perhatian, dan konsentrasi, fungsi eksekutif, daya ingat, bahasa, proses

berpikir konseptual, kalkulasi dan orientasi. Preda et al. (2011) merekomendasikan MoCA

sebagai alat ukur defisit kognitif berkaitan dengan Skizofrenia dengan keuntungan cepat dan

mudah dalam pengerjaannya (Sterea, 2015).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

25

Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan alat skrining yang efektif untuk

menilai fungsi kognitif pada gangguan mental dan mengkhusus ditujukan untuk usia lanjut.

Alat skrining lain yaitu Cognitive Assessment Interview (CAI) adalah alat skrining

berbasis wawancara semi struktur untuk menilai fungsi kognitif. CAI memiliki tingkat

konsistensi yang tinggi, korelasi yang tinggi per item, reliabilitas test-retest yang sangat baik

(Ventura, et al., 2010).

Schizophrenia Cognition Rating Scale (SCoRS) oleh Richard Keefe adalah salah satu

alat ukur berbasis wawancara untuk menilai fungsi kognitif pada pasien Skizofrenia. SCoRS

terdiri dari 20 item penilaian dan membutuhkan waktu hanya 15 menit untuk melengkapinya.

SCoRS memiliki reliabilitas yang baik dan terbukti memiliki validitas yang baik serta

berhubungan dengan fungsi sosial terutama pada pasien Skizofrenia yang secara klinis telah

stabil (Chia, et al., 2010).

2.2.5 Terapi Remediasi Kognitif

Beratnya gangguan fungsi kognitif cukup memengaruhi fungsi sosial. Disfungsi kognitif

merupakan aspek sentral dan melemahkan pada Skizofrenia dan beberapa penelitian saat ini

menunjukkan bahwa perbaikan yang besar dan menetap dalam fungsi kognitif dapat dihasilkan

dari penanganan terhadap fungsi kognitif tersebut termasuk didalamnya penanganan terhadap

perilaku (Noor, 2015).

Remediasi Kognitif (Cognitive Remediation/CR) merupakan suatu intervensi perilaku

yang bertujuan memperbaiki proses kognitif dalam berbagai gangguan neuropsikiatri. CR

terutama bergantung pada prinsip-prinsip belajar, misalnya latihan tugas yang berulang dan

terindividualisasi, umpan balik yang tertata dan pengajaran metode kompensasi untuk

mengatasi masalah-masalah terkait fungsi kognitif (Cella, et al., 2017). Terapi ini adalah terapi

yang melibatkan pasien dalam kegiatan belajar untuk meningkatkan keterampilan kognitif

yang relevan sesuai tujuan pemulihan yang mereka pilih. Pada Orang Dengan Skizofrenia

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

26

(ODS) CR terbukti secara non farmakologis efektif untuk penanganan gangguan fungsi

kognitif yang terjadi (Noor, 2015). Adanya kesadaran yang cukup luas tentang kesulitan

kognitif pada orang-orang dengan Skizofrenia mendorong diterapkannya intervensi pada

domain kognitif ini pada Skizofrenia. Hingga kini pada berbagai studi dalam jumlah yang

relatif besar muncul di literatur, kajian sistematik dan meta analisis menunjukkan bahwa CR

memiliki efek yang bermanfaat baik pada kognisi dan fungsi sehari-hari, dengan derajat efek

kecil hingga sedang (Cella, et al., 2017).

Banyak model terapi remediasi kognitif yang tersedia. Model umum yang ditawarkan

adalah bagian dari program rehabilitasi kejuruan. Salah satu contoh remediasi kognitif adalah

terapi yang dikembangkan oleh Delahunty dan kawan-kawan pada tahun 2001. Terapi ini

menggunakan dua metode yaitu metode manual (dengan kertas kerja dan pensil) dan

komputer. Terapi ini menggunakan modul terapi, sebanyak 40 kali pertemuan/sesi pada

penelitian lain minimal 20 kali pertemuan, 1 jam tiap kali pertemuan/sesi, minimal 3 kali

pertemuan dalam seminggu (Noor, 2015).

2.3 Fungsi Sosial pada Pasien Skizofrenia

Penurunan fungsi sosial adalah salah satu bentuk utama dalam mendiagnosis Skizofrenia

(American Psychiatris Association, 2013).

2.3.1 Batasan Fungsi Sosial Pasien Skizofrenia

Secara umum fungsi sosial adalah kapasitas seseorang untuk berfungsi di dalam berbagai

aturan sosial yang berbeda seperti sebagai pekerja, pelajar, keluarga atau seorang teman. Baik

tidaknya seseorang berfungsi secara sosial akan melibatkan kepuasan mereka sendiri baik

kemampuan beradaptasi terhadap aturan-aturan, merawat diri maupun pemanfatan waktu luang

serta aktivitas rekreasi lainnya (Brissos, et al., 2011).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

27

Fungsi sosial didefiniskan sebagai luaran fungsional yang spesifik yang memenuhi dari

3 katagori yaitu (1) fungsi psikososial, (2) kemampuan mengatasi masalah sosial (social

problem solving ability) dan (3) aspek yang lebih luas dari perilaku di kehidupan sehari-hari

(Green & Harvey, 2014). Satu penemuan empiris menyatakan bahwa kemampuan yang kurang

dalam penyelesaian masalah pada pasien Skizofrenia berkaitan dengan gejala-gejala klinis,

distres emosi dan secara negatif berdampak pada kualitas hidup (Hsiao, et al., 2012; Huang, et

al., 2014).

Disfungsi sosial merupakan suatu ciri khas dari Skizofrenia dan hal tersebut menjadi

beban utama bagi pasien maupun keluarganya (Meesters, et al., 2010). Disfungsi sosial

ditandai dengan defisit fungsi sosial keseluruhan dan beberapa keterampilan sosial.

Keterampilan sosial adalah kemampuan spesifik individual untuk menjalani situasi sosial

secara baik (Tenhula & Bellack, 2008). Walaupun antipsikotik, efektif untuk pengobatan

psikotik akut dan merupakan langkah pencegahan terjadinya Skizofrenia, namun pasien

Skizofrenia memiliki kecenderungan terjadinya gejala disabilitas fungsi sosial dan gejala

residual, serta terjadi ketidakpatuhan terhadap pengobatan (Mueser, et al., 2013).

Perburukan fungsi sosial merupakan karakteristik dari pasien Skizofrenia, dimana

perburukan harus terjadi paling tidak ada 1 atau lebih area utama dari fungsi seseorang seperti

pekerjaan, hubungan interpesonal atau perawatan diri. Penilaian fungsi sosial dilakukan dalam

berbagai tingkat kehidupan namun hal yang paling sering diukur adalah aturan sosial dan

keterampilan sosial. Menurut Maurer (1996) usia lebih muda pada pasien Skizofrenia

berhubungan dengan tingkat keparahan gejala dan fungsi sosial yang lebih buruk, walaupun

terdapat satu studi yang menemukan asosiasi negatif antara usia dan onset, juga antara

keterampilan sosial non verbal dan keseluruhan keterampilan sosial. Akibat dari onset

Skizofrenia yang sangat muda ini, pasien sering kali sulit memasuki dunia kerja, memiliki

tingkat pendidikan yang rendah, pernikahan tidak bertahan lama (Keefe & Harvey, 2012).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

28

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Fungsi Sosial pada Skizofrenia

Disabilitas akibat disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial sehari-hari pada pasien

Skizofrenia merupakan suatu fenomena kompleks yang disebabkan oleh banyak faktor. Fungsi

sosial dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur saat onset penyakit, seks, durasi

penyakit, gejala positif atau gejala negatif, lingkungan, status kesehatan, kapasitas fungsional,

performa kognitif, dan faktor demografi (Strasnig & Harvey, 2012; Bredician, et al., 2010).

Meskipun banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya disfungsi dalam

kemampuan fungsi sosial pada Skizofrenia, fungsi neurokognitif dan tingkat keparahan simtom

negatif paling banyak dikaitkan dengan terjadinya disfungsi dalam kemampuan fungsi sosial

(Ventura, et al., 2009; Shamsi, et al., 2011). Fungsi sosial merupakan salah satu tolak ukur

dalam keberhasilan terapi pasien Skizofrenia. Hal ini terdiri atas kemampuan untuk berperan

dalam lingkungan keluarga, sosial atau pekerjaan, kemampuan menilai diri sendiri, serta

aktivitas hidupnya sehari-hari (Georg & Pier, 2008). Secara spesifik, fungsi mandiri meliputi

perawatan diri sehari-hari (mandi, makan, keramas, menyikat gigi, berganti pakaian serta

kemampuan pasien untuk minum obat), aktivitas yang berguna secara sosial (bekerja atau

bersekolah, berperan dalam aktivitas kelompok serta melakukan pekerjaan rumah tangga),

hubungan personal dan sosial baik dengan keluarga atau pendukung terapi lain, serta adanya

perilaku mengganggu dan agresif, bicara terlalu keras, menyampah, mengancam, melukai diri

sendiri dan orang lain, merusak benda-benda, terlibat dalam perkelahian serta perilaku sosial

yang tidak pantas (Wolff, et al., 2010; Georg & Pier, 2008).

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi fungsi sosial pada pasien Skizofrenia antara

lain onset dini dari penyakit itu sendiri, ini dapat menurunkan fungsi sosial pada pasien di

kemudian hari. Menurut Gobbl et al. (1987) bahwa jenis Skizofrenia juga sangat memengaruhi

kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada Skizofrenia paranoid

menyebabkan gangguan fungsi sosial yang lebih buruk dibanding non paranoid, dimana

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

29

mereka yang paranoid lebih buruk dalam pengenalan emosi dan empati karena cendrung

menginteprestasikan dengan paranoid segala sesuatu, tapi tidak di semua aspek. Pasien

paranoid lebih signifikan pada tugas-tugas yang terkait kepercayaan (Pinkham, et al., 2016).

Gejala Skizofrenia juga memengaruhi hubungan sosial seseorang ditambah lagi gejala

dapat menurunkan kualitas serta kepuasan tehadap kehidupan. Menurut Meehl (1962) dan

Jarmillo (2009), anhedonia, kecemasan dan depresi dan gejala negatif yang dialami oleh pasien

Skizofrenia dapat mengakibatkan penurunan kemampuan dalam berfungsi dengan baik dalam

kehidupan sehari-hari. Green (2000) menyebutkan, adanya kemunduran dalam fungsi kognitif

juga dapat menurunkan fungsi sosial penderita dan performa fungsi ini juga tergantung pada

tingkat pendidikan atau kognitif dasar.

Sesuai dengan penelitian oleh Margaret (2007), yang menemukan bahwa fungsi

kognitif yang baik dapat menjadi faktor proteksi terhadap performa fungsi pasien Skizofrenia.

Tingkat keparahan gejala pasien sangat menentukan fungsi sosial pasien di masa yang akan

datang (Rieckmann, et al., 2005). Penelitian cross sectional atau longitudinal menunjukkan

adanya hubungan signifikan antara defisit fungsi kognitif dengan penurunan fungsi sosial pada

pasien Skizofrenia. Verbal memory merupakan domain kognitif yang diyakini sebagai

prediktor fungsi sosial pada pasien Skizofrenia dan hal ini tidak terkait gender. Hal ini

membuktikan bahwa kognitif berkaitan erat dengan kegagalan pasien skizofenia dalam fungsi

sosialnya sehari-hari (Brissos, et al., 2011).

Usia dikatakan berpengaruh terhadap fungsi sosial pasien skizofenia, dimana anak dan

remaja yang menderita Skizofrenia cenderung mengalami penurunan fungsi sosial yang lebih

besar dibandingkan dengan pasien dewasa. Adapun faktor jenis kelamin dimana perempuan

menjadi faktor proteksi yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki terhadap fungsi pasien

Skizofrenia baik fungsi sehari-hari maupun fungsi sosial. Lamanya perjalanan penyakit juga

berpengaruh terhadap fungsi sosial, McCall (2001) menyatakan semakin lama seseorang

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

30

menderita Skizofrenia akan mengurangi kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

dan kegiatan sosial. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya memberi kontribusi pada fungsi

sosial pasien Skizofrenia adalah tingginya kekambuhan yang dapat mengakibatkan penurunan

fungsi sosial dan kemampuan pasien Skizofrenia dalam beradaptasi dengan lingkungannya, hal

ini dinyatakan oleh Pinkhan dan Penn (2003). Adanya riwayat gangguan Skizofrenia pada

keluarga menurut Leam, et al (2008) juga memengaruhi fungsi yang dapat dicapai setelah

pengobatan. Tingkat kepatuhan terhadap terapi serta terapi yang diterima juga berpengaruh

pada fungsi sosial pasien (Paula & Imaculada, 2009).

2.3.3 Indikator Fungsi Sosial

Adapaun hal-hal yang dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai fungsi sosial pada

pasien Skizofrenia adalah sebagai berikut:

1. Terjadi kegagalan atau penurunan fungsi pada area-area tertentu diluar harapan yang

tentunya harus diidentifikasi terlebih dahulu. Kegagalan dalam keterampilan perawatan

diri dan melaksanakan kewajiban sehari-hari baik sebagai pelajar, pekerja, orang tua

atau lainnya adalah masalah yang sering terjadi. Penting untuk menentukan bagian

mana dari fungsi-fungsi sehari-hari yang dapat pasien tingkatkan motivasinya

kemudian mengevaluasi perubahan kualitas dari fungsi sehari-hari tersebut, begitu juga

pemanfaatan waktu luang dan rekreasional.

2. Dukungan penuh dan afektif dari keluarga menjadi hal penting dimana sikap

mengkritik, keterlibatan emosi secara mendalam seperti terlalu memaksakan kehendak,

pengorbanan diri berlebihan dan permusuhan merupakan sikap keluarga atau caregiver

yang memperparah kondisi mental pasien Skizofrenia. Hal tersebut di atas dikenal

denagn Ekspresi Emosi (EE) caregiver. Observasi terhadap daya dukung atau sikap

negatif keluarga pasien Skizofrenia perlu dilakukan.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

31

3. Perubahan tingkat keparahan dari gejala negatif, gejala positif atau defisit kognitif dan

kontribusi dari perubahan tersebut terhadap kehidupan sosial.

4. Perubahan defisit pada keterampilan sosial yang spesifik seperti kontak mata yang

kurang, ekspresi wajah, tekanan vokal saat berbicara serta isi pembicaraan yang sesuai.

Hal tersebut memberi kontribusi terhadap permasalahan dalam hubungan sosial mereka

(Keefe & Harvey, 2012).

Kualitas hidup sering didefinisikan sebagai kualitas sosial, okupasi dan aspek

interpersonal dari hidup dan semua ini berkaitan dengan fungsi kognitif. Beberapa penelitian

menemukan bahwa penurunan kualitas hidup sangat berkaitan dengan defisit fungsi kognitif

daripada bentuk-bentuk gejala penyakit lainnya. Secara spesifik, hubungan antara pengalaman

subjektif dan fungsi sosial dimediasi oleh fungsi eksekutif (Penn, et al., 2006).

2.3.4 Alat Ukur Fungsi Sosial

Defisit fungsi sosial pada pasien Skizofrenia merupakan target luaran penting dalam

penanganan Skizofrenia dimana kemunduran fungsi sosial berarti secara tidak langsung

merupakan kemunduran kualitas hidup pasien Skizofrenia. Penting untuk melakukan

mengukuran terhadap tingkat fungsi sosial terkait apakah telah terjadi defisit pada pasien

Skizofrenia dan seluas apa defisit tersebut telah terjadi, dimana hasil tersebut tentu berguna

dalam perencanaan penatalaksanaan (Brissos, et al., 2011).

Adapun beberapa instrumen untuk mengukur fungsi sosial antara lain Social

Functioning Scale (SFS) dan Social Behavior Schedule (SBS). SBS berupa kuisioner yang

harus diisi oleh pasien tentang fungsi sehari-hari mereka pada bulan sebelumnya dan hanya

membutuhkan waktu 15 menit untuk menyelesaikan kuisioner tersebut. SFS adalah kuisioner

yang dapat dilengkapi oleh pasien atau caregiver terdiri dari 79 poin pertanyaan. Beberapa

keterbatasan pada alat ukur fungsi sosial tidak selalu dapat diaplikasikan pada pasien

Skizofrenia. Salah satu yang dapat digunakan sebagai alat ukur fungsi sosial pasien Skizofrenia

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

32

adalah skala Global Assessment of Functioning (GAF). Bagaimanapun GAF tetap memiliki

kekurangannya yaitu pedoman dalam menilai fungsi keseluruhan tidak meliputi banyak hal

atau luas. Social and Occupational Functioning Assessment Scale (SOFAS) dikembangkan

dalam rangka mengatasi kekurangan-kekurangan dari alat ukur sebelumnya namun tidak

disertai instuksi operasional dalam menilai tingkat keparahan dari disabilitas.

Morosini et al., mengembangkan skala Personal and Social Performance (PSP) scale

dari SOFAS. Penilaian berdasarkan 4 indikator yaitu (1) Aktivitas sosisal yang berguna,

termasuk pekerjaan dan sekolah; (2) Hubungan personal dan sosial; (3) perwatan diri; dan (4)

perilaku yang mengganggu dan agresif. Tingkat keparahan dinilai masing-masing dari 6 poin.

Pewawancara menentukan skor umum berdasar informasi dari wawancara berkaitan 4 topik

utama dan informasi tambahan lain yang dapat membantu penilaian klinis. PSP sangat mudah

dilakukan dan telah digunakan pada suatu studi Randomized Controlled Trials (RCT). PSP

telah divalidasi di beberapa negara baik kondisi akut atau stabil pada pasien Skizofrenia, dan

selalu menghasilkan reliabilitas, validitas dan sensitivitas yang baik (Brissos, et al., 2011).

2.4 Hubungan Fungsi Kognitif dan Fungsi Sosial pada Pasien Skizofrenia

Pada saat seseorang mengalami kesulitan memusatkan perhatian, mengingat dan berpikir

dengan jernih, hal ini tentunya akan memengaruhi kemampuan berfungsi sehari-hari dalam

kehidupannya baik di lingkungan sekitar, di sekolah, tempat bekerja ataupun dalam suatu

hubungan personal. Gangguan daya ingat atau gangguan dalam mengatasi masalah sering

berhubungan dengan kesulitan dalam kemampuan hidup mandiri.

Pada pasien Skizofrenia, fungsi sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

fungsi kognitif. Kemampuan kognitif yang baik sering berhubungan dengan kemampuan

menjalani kehidupan yang mandiri dan kualitas hidup yang lebih baik dibanding faktor gejala

klinis yang telah membaik. Hal ini tentu saja dapat dijelaskan dimana dengan kemampuan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

33

mengatasi masalah dan mengingat informasi merupakan hal yang sangat penting dalam

berinteraksi dengan orang lain. Pasien dengan gangguan jiwa berat atau Skizofrenia yang tidak

mampu menyelesaikan pendidikan karena keterbatasan kognitif atau gangguan fungsi kognitif

yang mereka alami akibat kondisi kejiwaannya sering tidak mampu bersaing dalam dunia kerja,

belum lagi gangguan ini menyebabkan pasien Skizofrenia sulit menyelesaikan pendidikan bagi

yang ingin melanjutkannya setelah kondisi mental dianggap stabil.

Pasien Skizofrenia yang mengalami kesulitan daya ingat, penyelesaian masalah,

memproses kecepatan berpikir dan kesulitan berkonsentrasi, seringkali memiliki status rendah

dalam pekerjaannya. Hal ini terjadi karena kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu

keterampilan terpenting yang dibutuhkan manusia dalam berkompetisi di dunia kerja modern

namun tidak dimiliki lagi oleh pasien Skizofrenia. Peran kognitif juga penting dalam suatu

hubungan personal baik pada pasangan atau pertemanan. Hubungan ini membutuhkan bentuk

yang saling mendukung, keperdulian, saling mendengarkan. Seseorang ingin orang lain benar-

benar mendengarkan dan memperhatikan mereka.

Pasien Skizofrenia dengan gangguan fungsi kognitif tidak mampu memberi perhatian

yang baik terhadap lawan bicara atau bahkan tidak mampu memberi solusi terhadap

permasalahan orang lain. Hal ini dapat menimbulkan hubungan yang kurang harmonis dengan

sekitarnya. Dalam dunia kerja kejadian seperti ini tentunya membuat pasien Skizofrenia yang

bertekad kembali ke dunia kerja dapat dianggap malas atau tidak perduli padahal mereka

bermasalah dalam fungsi kognitifnya sehingga kurang mampu menunjukkan ide-ide atau buah

pikiran mereka. Maka dari itu kemampuan memusatkan perhatian, berkonsentrasi, dan tidak

mudah terdistraksi sangatlah penting dalam fungsi sosial agar dapat hidup mandiri, dihargai

dan harmonis (Medalia & Revheim, 2002).

Beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan antara fungsi kognitif dan fungsi

sosial pada pasien Skizofrenia. Green (2000), menyebutkan, adanya kemunduran dalam fungsi

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

34

kognitif juga dapat menurunkan fungsi sosial pasien dan performa fungsi ini juga tergantung

pada tingkat pendidikan atau kognitif dasar. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Margaret

(2007), yang menemukan bahwa fungsi kognitif yang baik dapat menjadi faktor proteksi

terhadap performa fungsi pasien Skizofrenia (Rieckmann, et al., 2005). Sterea R (2015), dalam

penelitiannya menyatakan terdapat hubungan antara fungsi kognitif yang baik dengan fungsi

sosial yang lebih baik pada pasien Skizofrenia, dengan nilai koefisien korelasinya 0,5 dan p

0,001. Penelitian dari Shamsi et al., (2011),. Hueng et al., (2013) dan Santosh et al., (2013)

juga menyatakan terdapat hubungan antara fungsi kognitif dan fungsi sosial pada pasien

Skizofrenia.

2.5 Gambaran Umum Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali satu-satunya Rumah Sakit Jiwa yang ada di Bali, berada

di Jl. Kusuma Yudha No. 29 Bangli, Bali dengan luas tanah 8000 m2. RSJ Provinsi Bali

merupakan salah satu unsur pelaksana Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang mempunyai tugas

melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang kesehatan jiwa.

Awal berdiri pada tahun 1933 diprakarsai oleh dr. K. Loedin Pemerintah Kolonial

Belanda dengan nama “Verpleegtehuis voor krankzinnegen op Bangli” atau Rumah perawatan

orang sakit jiwa di Bangli. Pada tahun 1952 secara operasional oleh pemerintah pusat

(Kementerian Kesehatan).

Jenis pelayanan yang diberikan oleh RSJ Provinsi Bali antara lain Pelayanan Rawat Jalan

atau Poliklinik (Jiwa Dan Gigi, Radiologi, Fisioterapi) Rawat Inap, Dan Rehabilitasi. Selain

pelayanan kesehatan jiwa dalam gedung juga melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat

berupa pelayanan terintegrasi di puskesmas, Home Care, Home Visit, Baksos, Promosi

Kesehatan (Promkes) dan Penjemputan Pasien Pasung. Pelayanan rawat jalan/poliklinik

terdiri dari poliklinik Jiwa, Saraf, Psikologi, Gigi, Rehabilitasi Medik, Rehabilitasi Mental.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skizofrenia

35

Pada Poliklinik Rehabilitasi Mental telah dilaksanakan terapi kerja (membuat canang,

membuat batako, menjahit), terapi seni (seni tabuh, terapi postural).