bab II RPS

28
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah pada pasien kritis dengan penurunan kesadaran. Salah satu kontraktur. Apa penyebabnya bisa kontraktur??? Data kontraktur pada pasien di ICU?? Penanganan/ solusi yang ditawarkan??? Salah satu efek dari pemberian sedasi pada pasien kritis yang dirawat di ruang intensif adalah penurunan kesadaran. Hal tersebut bisa berdampak pada penurunan mobilitas pada pasien sehingga dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan pemendekan jaringan ikat dan otot sehingga bisa menyebabkan kontraktur sendi (Sjamsuhidajat & de Jong, 2004) ………………… (diarahkan yang sering mengalami kontraktur, adalah area plantar fleksi.)

description

tsgt

Transcript of bab II RPS

Page 1: bab II RPS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah pada pasien kritis dengan penurunan kesadaran.

Salah satu kontraktur. Apa penyebabnya bisa kontraktur???

Data kontraktur pada pasien di ICU??

Penanganan/ solusi yang ditawarkan???

Salah satu efek dari pemberian sedasi pada pasien kritis yang dirawat di

ruang intensif adalah penurunan kesadaran. Hal tersebut bisa berdampak pada

penurunan mobilitas pada pasien sehingga dalam jangka waktu yang lama akan

menyebabkan pemendekan jaringan ikat dan otot sehingga bisa menyebabkan

kontraktur sendi (Sjamsuhidajat & de Jong, 2004) ………………… (diarahkan

yang sering mengalami kontraktur, adalah area plantar fleksi.)

Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi

secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong,

otot dan kulit (Dorland, 2010). Penyebab utama kontraktur pada pasien kritis

adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat suatu keadaan antara lain

ketidakseimbangan kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi,

luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan

nyeri. Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dapat dikarenakan

penderita yang kurang disiplin untuk melakukan mobilisasi sedini mungkin dan

kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan terapi pencegahan. Efek

kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi

Page 2: bab II RPS

dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari (Sjamsuhidajat & de Jong, 2004),

sehingga dapat menurunkan kualitas hidup seseorang (Meyers, Tina et al. 2008).

Pasien yang menjalani perawatan di ruang intensif memiliki resiko

mengalami kontraktur plantar fleksi. Kontraktur plantar fleksi merupakan output

negatif dari efek sedasi dalam tata laksana medis,. Hasil studi kasus yang

dilakukan pada pasien kritis yang dirawat di Intensive Care Unit RSUP Dr.

Kariadi Semarang menunjukkan bahwa pasien dengan penurunan kesadaran

mengalami imobilisasi atau keterbatasan rentang gerak. Fenomena yang

ditemukan yaitu pasien dengan penurunan kesadaran (coma) mengalami

kontraktur pada sendi kaki. Hal ini dapat disebabkan karena pasien dalam kondisi

tirah baring yang lama dan sendi kaki dalam keadaan kontraksi tanpa adanya

mobilisasi atau pergerakan dari pasien. Keterlambatan ambulasi dini pada pasien

akan menyebabkan kontraktur yang permanen, kehilangan daya tahan, penurunan

massa otot, atrofi, dan penurunan aktifitas. Jika hal di atas tidak ditanggulangi

maka akan memperpanjang proses pemulangan pasien dan berakibat fatal hingga

harus dilakukan pembedahan (Potter & Perry, 2005).

Penanganan untuk mencegah kontraktur dapat dilakukan dengan cara

konservatif. Salah satunya yaitu dengan positioning. Positioning penderita yang

tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan

sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur. Posisi dan penggunaan

program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan diperlukan agar pemeliharaan

tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren (Hesperian, 2009;

Sjamsuhidajat & de Jong, 2004).

Perawat merupakan salah satu tenaga dari tim pelayanan kesehatan yang

keberadaannya paling dekat dengan pasien dan mempunyai peran penting dalam

mengatasi masalah melalui proses perawatan. Mengingat pasien di ruang Intensive

Care Unit merupakan satu kesatuan dari bio psiko sosial spiritual dan perlu

mendapatkan perhatian khusus dari perawat guna meningkatkan kesehatan dan

Ahmat Pujianto, 20/05/14,
Menurut saya dihilangkan saja…. Langsung ke studi kasus…
Ahmat Pujianto, 05/20/14,
Ada berapa pasien yang mengalami kontraktur pada plantar fleksi???Apa yang sudah dilakukan perawat ruang ICU unruk mencegah kontraktur?????
Ahmat Pujianto, 05/20/14,
Dicetak miring …
Page 3: bab II RPS

mencegah komplikasi lebih lanjut, perawat dituntut memiliki wawasan yang luas,

terampil, dan sikap professional dalam memberikan asuhan keperawatan.

B. RUMUSAN MASALAH

Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu

kontraksi. Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi

sendi akibat suatu keadaan antara lain ketidakseimbangan kekuatan otot, penyakit

neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi,

penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri.

Studi fenomena yang diperoleh pada pasien di ruang Intensive Care Unit

RSUP Dr. Kariadi Semarang yaitu terjadinya kontraktur pada sendi kaki akibat

tirah baring yang lama atau lebih dari 5 hari. Kontraktur (plantar fleksi) sendi kaki

tersebut terjadi pada pasien dengan penurunan kesadaran yaitu coma yang hanya

memungkinkan adanya sedikit pergerakan pada sendi kaki karena tidak adanya

perintah dari otak untuk menggerakkan kaki.

Pasien dengan keterbatasan gerak harus memperoleh perhatian khusus dari

perawat guna mencegah komplikasi lebih lanjut, salah satunya yaitu kontraktur.

Penulis tertarik untuk membuat suatu alat yang berfungsi untuk mencegah

terjadinya kontraktur pada pasien dengan keterbatasan maupun kurang gerak. Alat

yang dibuat berupa bantalan pada kaki yang membantu kaki dalam posisi

meregang. Bantalan ini membantu kaki tidak berada dalam posisi kontraksi yang

terus-menerus. Alat ini diharapkan dapat membantu mempertahankan posisi

optimal dan fungsi sendi khususnya sendi kaki pada pasien. Alat tersebut akan

diuji efektivitasnya pada pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit

khususnya yang memiliki keterbatasan gerak.

Adanya masalah seperti yang telah diuraikan di atas serta ide pembuatan

bantalan kaki menarik peneliti untuk mengetahui efektivitas bantalan kaki untuk

mencegah terjadinya kontraktur pada sendi kaki di ruang Intensive Care Unit

RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Ahmat Pujianto, 05/20/14,
Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti mengembangkan ide pembuatan bantalan kaki untuk mencegah terjadinya kontraktur pada sendi kaku di Ruang ICU……..
Ahmat Pujianto, 05/20/14,
Solusi yang kamu tawarkan kepada ruangan apa????
Page 4: bab II RPS

C. TUJUAN

Mengetahui efektivitas bantalan kaki untuk mencegah kontraktur pada sendi

kaki.

D. MANFAAT

1. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi pelayanan

keperawatan untuk mencegah komplikasi pada pasien dengan keterbatasan

gerak melalui pemberian bantalan kaki ini.

2. Bagi rumah sakit

Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi suatu inovasi yang digunakan

di rumah sakit untuk mencegah terjadinya kontraktur pada sendi kaki.

3. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan

yang berharga bagi peneliti sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah

yang diperoleh untuk penelitian di masa mendatang.

Ahmat Pujianto, 05/20/14,
Kalau efektivitas berarti nanti harus ada uji tertentu dan jumlah sampleharus terpenuhi dengan metode sampling tertentu…. Kalau menurut saya cukup “ manfaat/kegunaan” saja.”Atau bisa ditulis Mengembangkan ide pembuatan bantalan kaki untuk mencegah kontraktur sendi kaki pada pasien kritis di ruang ICU.
Page 5: bab II RPS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kontraktur

a. Definisi kontraktur

Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses

penyembuhan luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan

patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi

apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka.

Definisi kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya

lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan

sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit. ( sumber 1)

Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari

suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan

sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka. Kontraktur adalah

hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif

maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong,

otot dan kulit.

Kontraktur didefinisikan sebagai pemendekan otot secara adaptif

dari otot/jaringan lunak yang melewati sendi sehingga menghasilkan

keterbatasan lingkup gerak sendi.

Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur

dikarenakan kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin

melakukan mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk

Page 6: bab II RPS

memberikan terapi pengegahan, seperti perawatan luka, pencegahan

infeksi, proper positioning dan mencegah immobilisasi yang lama. Efek

kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan

mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari. (2,8)

b. kontraktur plantar flexi

Plantar flexi adalah suatu kondisi posisi kaki dimana kaki menjadi lurus

pada pergelangan kaki atau membentuk posisi dengan sudut yang lebih

kecil. (anatomi dna fisiologi untuk pemula. Ethel Sloane. EGC :

Jakarta.2004). Plantar flexi terjadi akibat hilangnya rangsangan yang

mempersarafi otot tibia anterior yang bertanggung jawab untuk

mendorsofleksikan pergelangan kaki, sehingga terjadilah kelemahan

kaki. ketika kaki melemah maka akan mengikuti gaya grafitasi sehingga

kaki menjadi jatuh dan membentuk sudut yang kecil.

c. etiologi kontraktur

Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya

mobilisasi sendi akibat suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan

otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka

trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri. (1,2,3,4,5,6)

Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur

dikarenakan kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin

melakukan mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk

memberikan terapi pencegahan, seperti perawatan luka, pencegahan

infeksi, proper positioning dan mencegah immobilisasi yang lama.

Page 7: bab II RPS

Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional,

gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari.

d. Patofisiologi kontraktur

Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi

memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan

jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan

kontraktur sendi. Otot yang dipertahankan memendek dalam 5-7 hari

akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan

kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot.

Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat

sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.

e. Pencegahan pada kontraktur

Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur

adalah pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan

anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan

kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan

program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar

pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang

rekuren. Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif

dan operatif :

Konservatif

1.      Proper positioning

Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya

kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu

selama penderita dirawat di tempat tidur. Posisi yang nyaman

merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur

Page 8: bab II RPS

adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan

mencegah kontraktur.

o Leher : ekstensi / hiperekstensi

o Bahu : abduksi, rolasi eksterna

o Antebrakii : supinasi

o Trunkus : alignment yang lurus

o Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20 derajat

o Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna

o Pergelangan kaki : dorsofleksi

2.      Tretching

Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit,

sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit

atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah

stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching

panggul depan dan lutut bagian belakang.

3.      Splinting/bracing

Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning

merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar,

untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau

melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami

kesakitan dan kebingungan.

5.      Pemanasan

Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan

oleh luka bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik,

pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound

merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup

jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.

Page 9: bab II RPS

f. Dampak kontraktur

Plantar kaki (datar) dapat mengganggu gaya berjalan. kaki datar sering

menyebabkan pembentukan kalus pada kaput talus, dimana kulit

menekan sisi samping dari sepatu.

g. Alat pengukur kontraktur

pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerakan sendi

baik aktif maupun pasif menggunakan alat yang disebut goniometer.

cara menggunakan :

- jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas

gerakan ini dianggap terbatas. keterbatasan ini dapat disebabkan

oleh kontraktur

- jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus diperiksa

adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi), pembengkakan

dan inflamasi (Willms, 1994).

2. Foot board

a. Prinsip kerja alat

Foot board adalah sebuah papan penahan kaki yang bertujuan

untuk mencegah terjadinya foot drop atau plantar fleksi. Pada pasien

dengan penurunan kesadaran posisi anatomis kaki akan terganggu

sehingga terjadi foot drop. Prinsip kerja alat ini adalah dengan

memposisikan kaki menjadi anatomis dengan memberikan tahanan

pada telapak kaki (plantar).

Posisi anatomis kaki adalah dorso plantar, dimana dengan

memberikan tahanan pada kaki akan membentuk posisi kaki menjadi

dorso plantar.

Page 10: bab II RPS

b. Teori yang mendasari

Pada pasien dengan penurunan kesadaran, kemampuan

mempersarafi anggota tubuh akan berkurang juga, sehingga posisi

tubuh akan jatuh mengikutu gaya grafitasi bumi. Pada pergelangan

kaki posisi anatomis disebut dorsofleksi plantar dan posisi mengikuti

grafitasi disebut plantar fleksi.

Untuk menciptakan posisi yang anatomis maka kaki perlu di

posisikan dorsofleksi plantar secara pasif, dimana posisi anatomis ini

tidak dilakukan oleh saraf pada otot motorik kaki yaitu dengan

menggunakan bantalan atau tahanan yang di letakkan pada plantar

kaki. Tahanan berfungsi mencegah foot drop sehingga posisi kaki

tetap anatomis. Posisi kaki anatomis dorsofleksi membentuk derajat

900 , sudut ini bisa diciptakan secara pasif dengan bantuan tahan ini.

c. Alat dan bahan

Bahan yang dipilih untuk membuat foot board ini prinsipnya

padat namun empuk sehingga memberikan tahanan pada kaki namun

tikad menimbulkan tekanan friksi yang besar pada plantar.

Bahan yang akan digunakan berupa busa dengan pori-pori

kecil sehingga bentuk dan kepadatannya terjaga. Busa ini akan di

bungkus dengan menggunakan pelindung berbahan platik campuran

karet untuk mempermudah membersihkannya dan menjaga

kenyamanan kaki. selain itu untuk mencegah perubahan posisi kaki,

maka digunakan sabuk untuk menahan posisi kaki agar tidak berubah.

Page 11: bab II RPS

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh

pemberian bantalan pada telapak kaki untuk memposisikan dorsal fleksi

terhadap rentang gerak sendi di pergelangan kaki. Penelitian ini merupakan

penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian Pre-

Experimental Designs dengan pendekatan One- Group Pretest-Posttest

Design. Rancangan tersebut merupakan penelitian yang tidak ada kelompok

pembanding (kontrol), tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pre-test)

yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang

terjadi setelah adanya intervensi atau perlakuan (Notoatmodjo, 2010). Dimana

rentang gerak sendi pergelangan kaki pasien diukur menggunakan goniometer

sebelum dan setelah diberikan perlakuan berupa memposisikan dorsal fleksi

dengan bantal. Bentuk rancangan penelitiannya adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Rancangan Penelitian One- Group Pretest-Posttest Design di Ruang

ICU RSUP dr.Kariadi, Semarang.

Subjek Pre-test Perlakuan Post-tes

K O1 X O2

Ahmat Pujianto, 20/05/14,
QIP
Ahmat Pujianto, 20/05/14,
Saya pikir tidak perlu…
Ahmat Pujianto, 20/05/14,
Ini bukan penelitian kuantitatif karena kita nanti tidak mengukur dengan uji tertentu…..
Ahmat Pujianto, 20/05/14,
Mengembangkan ide pembuatan bantalan…………………………..
Ahmat Pujianto, 20/05/14,
??
Ahmat Pujianto, 20/05/14,
Saya pikir ini bukan penelitian, tetapi QIP (Quality Improvement Project)
Ahmat Pujianto, 20/05/14,
Menurut saya cukup Rancangan QIP
Page 12: bab II RPS

Keterangan:

K : subjek

O1 : Observasi pada saat pre-tes

O2 : Observasi setelah post-tes

X : Intervensi/perlakuan

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian yang

memenuhi seperangkat kriteria yang ditetapkan peneliti (Sugiyono,

2001). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien di ruang ICU

RSUP dr.Kariadi dengan gangguan mobilitas fisik.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 pasien di ruang

ICU RSUP dr.Kariadi dengan gangguan mobilitas fisik. Dalam suatu

penelitian keperawatan, kriteria sampel dibutuhkan agar tidak

menyimpang dari populasinya. Kriteria yang dicantumkan meliputi

kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang membantu peneliti dalam

mengambil sampel yang digunakan. 28

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi merupakan kriteria yang perlu dipenuhi subjek

penelitian agar dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Responden yang mengalami gangguan mobilitas fisik

2) Responden yang mengalami penurunan kesadaran

3) Responden yang mengalami kelemahan ekstremitas bawah

Ahmat Pujianto, 20/05/14,
Kenapa Cuma 3???
Ahmat Pujianto, 20/05/14,
QIP
Page 13: bab II RPS

4) Responden menjadi subjek penelitian setelah penanggung

jawab pasien (keluarga) menandatangani persetujuan tertulis

yang telah dibuat (informed consent)

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria subjek penelitian yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Hal ini

disebabkan antara lain subjek menolak berpartisipasi, hambatan

etis, adanya keadaan yang mengganggu pengukuran ataupun

interpretasi hasil dan keadaan subjek yang tidak mungkin dilakukan

penelitian atau sulit untuk ditindaklanjuti.29 Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini, yaitu:

1) pasien dengan kontraindikasi dilakukan gerakan dorsal fleksi

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan subyek penelitian adalah secara purposive sampling dimana

pasien dengan hambatan mobilitas fisik di ruang ICU RSUP dr.Kariadi

Semarang. Sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling dalam

pengambilan sampel penelitian dengan jumlah 3 responden (Supriyanto,

2007).

C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian di ruang ICU RSUP dr.Kariadi Semarang. Penelitian ini

difokuskan kepada pasien dengan gangguan mobilitas fisik.

No VariabelDefinisi

OperasionalAlat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Rentang

gerak sendi

Rentang gerak

sendi diukur

dalam derajat

lingkaran

dengan sendi

itu dipusatnya.

Goniometer Hasil ukur dalam satuan

derajat (o)

rasio

Ahmat Pujianto, 20/05/14,
Pelaksananaan QIP
Page 14: bab II RPS

D. ALAT PENELITIAN DAN CARA PENGUMPULAN DATA

Alat ukur menggunakan Goniometer, sebelumnya peneliti melakukan

pengkajian terkait kondisi pasien yang memungkinkan dilakukan intervensi.

Peneliti melakukan pre-test dan melakukan pengukuran rentang gerak sendi

pada pergelangan kaki pasien sebelum diberikan perlakuan/intervensi.

Semua data yang sudah didapat yaitu data demografi pasien dan hasil

pengukuran rentang gerak sendi sebelum dan sesudah intervensi dilakukan.

E. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Teknik pengolahan data

Pengolahan data hasil penelitian dilakukan melalui tahap-tahap

sebagai berikut:

a. Editing

Dalam hal editing, peneliti melakukan pemeriksaan

keseluruhan hasil pengukuran rentang gerak sendi dan data

demografi serta tidak terdapat kesalahan lain yang

mengganggu pengolahan data selanjutnya (Notoatmodjo,

2010). Peneliti melakukan editing menyeluruh di lapangan

khususnya hasil ukur rentang gerak sendi.

b. Coding

Peneliti mengklasifikasi jawaban-jawaban yang ada

menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan

menandai masing-masing jawaban yang ada dengan kode

berupa angka kemudian dimasukkan ke dalam tabel sehingga

mudah dibaca (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini,

peneliti memberi angka atau kode tertentu sehingga

memudahkan pada saat memasukkan data ke program

Ahmat Pujianto, 05/20/14,
Disederhanakan saja……Rentang gerak sebelum diberikan bantalan kaki, dan setelah pemberian bantalan jangka……. Hari itu bagaimana. Kemudian disimpulkan….
Page 15: bab II RPS

komputer. Misalkan untuk responden laki-laki diberi kode 1,

perempuan diberi kode 2.

c. Data Entry

Peneliti memasukkan data jawaban kuesioner sesuai

kode yang telah ditentukan pada setiap variabel dengan

menggunakan program computer (Sugiyono, 2001). Untuk

responden laki-laki diberi kode 1, perempuan diberi kode 2,

hasil ukur rentang gerak sendi berupa skala rasio.

d. Data Clearing

Pembersihan data dilakukan setelah semua data dari

responden selesai dimasukkan dan dicek kembali apakah ada

kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya hingga

dilakukan pembetulan atau koreksi (Arikunto, 2006).

2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian kuantitatif ini

antara lain :

a. Analisis Univariat

Data yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif dengan

menggunakan program computer (Sugiyono, 2001). Pada

penelitian ini, dari analisis univariat yang dilakukan akan

didapatkan gambaran hasil ukur rentang gerak sendi dan

distribusi frekuensi karakteristik reponden.

b. Analisis Bivariat

Pada Peneliti melakukan uji normalitas sebelum

menganalisis data. Uji normalitas data dilakukan dengan

menggunakan uji shapiro-wilk jika data kurang dari 50, jika

jumlah data lebih dari 50 maka dapat dilakukan uji

Kolmogorov smirnov. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah

sebaran data yang ada dalam distribusi normal atau tidak. Jika

Page 16: bab II RPS

data menunjukkan distribusi normal maka dapat dilakukan

teknik analisis uji t dependent/paired sampel t test , apabila

data berdistribusi tidak normal, maka menggunakan uji

Wilcoxon dengan taraf kesalahan 5%.

F. PROSEDUR QIP??????

G. ETIKA PENELITIAN

Kuesioner yang disebarkan pada responden menekankan prinsip etis dalam

penelitian meliputi:

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Informed consent merupakan cara yang dipakai untuk perlindungan

kepada hak responden yang telah menyetujui untuk menjadi subjek

penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan yang telah dibuat

sebelumnya setelah peneliti menjelaskan prosedur penelitian. Perjanjian

ini memuat aspek hak keterlibatan responden, klarifikasi, publikasi dan

risiko potensial yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh bantalan pemberi dorongan dorsal flexi terhadap rentang gerak

sendi. (Nursalam, Pariati S, 2001).

2. Kerahasiaan (Confidentiality) dan Tanpa Nama (Anonimity)

Peneliti memberikan jaminan atas kerahasiaan dari hasil penelitian.

Jaminan kerahasiaan pada hasil penelitian merupakan bagian dari etika

keperawatan yang wajib dilakukan. Maka untuk menjaga kerahasiaan

nama responden diganti dengan kode atau nomor responden seperti R1,

R2, R3, dan seterusnya. Kode tersebut diisi sendiri oleh peneliti,

sehingga orang lain tidak mengetahuinya dan kerahasiaannya dapat

terjaga. Selain itu, file yang berisi informasi mengenai responden yang

tersimpan dalam komputer dilindungi oleh password yang hanya

diketahui oleh peneliti (Nursalam, Pariati S, 2001).

3. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)

Ahmat Pujianto, 05/20/14,
Cara memasang bantalnya??? Waktu pemberian??? Tekniknya bagaimana???? Dst…………
Ahmat Pujianto, 05/20/14,
Dihilangkan saja….
Page 17: bab II RPS

Responden mempunyai hak memutuskan apakah bersedia menjadi

responden ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apapun. Pada prosesnya

terdapat beberapa responden yang menolak untuk tidak ikut dalam

penelitian. Peneliti kemudian mencari responden yang bersedia ikut

serta dalam penelitian ini (Nursalam, Pariati S, 2001).

REFERENSI

Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2004. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC

Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Ed.31 (Alih Bahasa:

AlbertusAgung Mahode). Jakarta: EGC

Potter, P.A, Perry, A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk.

Jakarta :EGC

Hesperian. 2009. Contractures: Limbs That No Longer Straighten. Diakses dari

http://hesperian.org/wp-content/uploads/pdf/en_dvc_2009/en_dvc_2009_08.pdf pada

tanggal 17 Mei 2014.

Page 18: bab II RPS

Katalinic OM, Harvey LA, Herbert RD. 2011. On “Effectiveness of stretch for the

treatment and prevention of contractures…”. Phys Ther. 2011;91:11-24. Downloaded

from http://ptjournal.apta.org/ by guest on May 18, 2014.

Meyers, Tina et al. 2008. Strategies to Prevent Heel Ulcers and Plantar Flexion

Contractures in the Ventilated Patient. Diakses dari http//:www.yumpu.com pada

tanggal 18 Mei 2014

Sugiyono. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. 2001.

Soekidjo Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

2010.

Supriyanto, J. Teknik Sampling untuk Survei & Eksperimen. Jakarta: Rineka Cipta.

2007.

Nursalam, Pariati S. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV

Sagung Seto. 2001.