BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI...

21
BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. PHK dengan Alasan Efisiensi dalam Peraturan Perundang-undangan PHK dengan alasan efisiensi diatur secara rinci dan jelas dalam Undang- Undang No.13 Tahun 2003 dalam Pasal 164 ayat (3) yang menyatakan: Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).” Banyak pihak yang menafsirkan bahwa salah satu alasan yang dapat digunakan perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pekerjanya adalah karena “melakukan efisiensi”. Padahal, sebenarnya Undang-Undang Ketenagakerjaan sendiri tidak pernah mengenal alasan PHK karena melakukan efisiensi. Kesalahan penafsiran tersebut mungkin terjadi karena banyak pihak yang kurang cermat membaca redaksional pada ketentuan yang ada (hanya sepenggal-sepenggal). 14 14 http://boedexx.blogspot.com/2009/08/phk-karena-wfisiensi.html , diunduh pada tanggal 20 April 2011. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI...

Page 1: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

BAB II

PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI DALAM

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. PHK dengan Alasan Efisiensi dalam Peraturan Perundang-undangan

PHK dengan alasan efisiensi diatur secara rinci dan jelas dalam Undang-

Undang No.13 Tahun 2003 dalam Pasal 164 ayat (3) yang menyatakan:

” Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”

Banyak pihak yang menafsirkan bahwa salah satu alasan yang dapat

digunakan perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pekerjanya adalah

karena “melakukan efisiensi”. Padahal, sebenarnya Undang-Undang

Ketenagakerjaan sendiri tidak pernah mengenal alasan PHK karena melakukan

efisiensi. Kesalahan penafsiran tersebut mungkin terjadi karena banyak pihak

yang kurang cermat membaca redaksional pada ketentuan yang ada (hanya

sepenggal-sepenggal).14

14

http://boedexx.blogspot.com/2009/08/phk-karena-wfisiensi.html, diunduh pada tanggal 20 April 2011.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

Dengan kondisi ini sering sekali dijadikan celah oleh pihak perusahaan

untuk menghilangkan hak warga negara untuk bekerja sebagaimana dijamin

Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Sebab, pekerja dapat setiap saat di-PHK dengan

dalih efisiensi meski tanpa kesalahan dan kondisi perusahaan dalam keadaan

baik sekalipun. “Karena itu, Pasal 164 ayat (3) inkonstitusional.”15

Tanggapan lain menyatakan bahwa tujuan perusahaan melakukan PHK

dengan alasan efisiensi dilatarbelakangi oleh tujuan untung mengurangi beban

perusahaan supaya dapat tetap beroperasi. Sehingga seperti dalam kondisi

krisis global yang mengharuskan pengurangan pekerja, pengusaha tidak perlu

khawatir melakukan PHK karena efisiensi sebab ada alasan hukum pasal 164

ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.

16

Mengenai PHK itu sendiri secara khusus juga diatur dalam UU PPHI

Dengan berlakukan UU PPHI tersebut, Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

(P3) dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun, untuk peraturan pelaksanaan kedua

undang-undang tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan UU PPHI.

17

15

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d7a30ce95bca/aturan-phk-alasan-efisiensi-dinilai-inkonstitusional- 16 Ferianton dan Darmanto, Op.cit hal. 263. 17http://requestartikel.com/pengertian-dan-pengaturan-pemutusan-hubungan-kerja-201104727.html, diunduh pada tanggal 20 april 2011.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

Undang-Undang PPHI, istilah sengketa yang digunakan adalah

perselisihan atau perselisihan hubungan industrial. UU PPHI Pasal 1 angka 1

menyatakan:

“Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.”

Pasal 1 angka 4 UU PPHI menyatakan:

“Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.”

Bahasa yang lebih sederhana atau mudah untuk menggambarkan ketentuan

tersebut, baik pihak pengusaha/perusahaan maupun pekerja berbeda pendapat

mengenai kapan suatu hubungan kerja berakhir. Pihak pengusaha kadang-

kadang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pihak pekerja, tetapi

pihak pekerja merasa dirugikan atas keputusan tersebut karena merasa masih

berhak untuk bekerja.

Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial, PHK merupakan atau dapat menjadi salah satu penyebab

Perselisihan Hubungan Industrial. Pada pasal 150 sampai dengan pasal 172

Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat diketahui mengenai segala sesuatu

terkait PHK, termasuk salah satunya mengenai alasan-alasan melakukan PHK.

Namun sayangnya banyak pihak yang salah menafsirkan mengenai alasan-

alasan melakukan PHK tersebut, mungkin dikarenakan keterbatasan

pemahaman atau juga karena redaksional / klausul pada Undang-undang

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

Ketenagakerjaan yang banyak disebut mengandung ambiguitas. Salah satu

kesalahan penafsiran yang sering terjadi adalah pada ketentuan pasal 164 ayat

(3) Undang-Undang Ketenagakerjaan, dimana disebutkan “Pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena

perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-

turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan

melakukan efisiensi,”.

Hal ini dapat menjadi beban dan tanggung jawab yang berat bagi Divisi

Sumber Daya Manusia/Personalia untuk dapat melakukan PHK karena

efisiensi, tanpa menimbulkan perselisihan hubungan industrial dengan pekerja.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan dan sosialisasi yang efektif dan insentif

kepada pekerja supaya dapat memahami kondisi perusahaaan. Pendekatan

“orang tua” (perusahaan) dan “anak” (pekerja) akan lebih mengena

dibandingkan dengan pendekatan hukum. Namun demikian, pemahaman atas

ketentuan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan

Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial merupakan syarat mutlak yang harus dipahami sehingga

tidak menjadikan “bom atom” bagi perusahaan karena harus menghadapi

gugatan pekerja di kemudian hari. 18

18 Ferianto dan Darmanto, Op.cit, hal.264.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

B. Alasan-alasan Terjadinya PHK

Ada sepuluh alasan bagi perusahaan untuk mem-PHK Anda dengan

mengacu kepada Undang-Undang No. 13 tahun 2003.

1. Pekerja/buruh melakukan Kesalahan Berat

Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU

Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat

langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan

kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru

dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat

yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker

mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

akibat putusan tersebut.19

a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;

Pasal 158, ayat 1 berbunyi, "Pengusaha dapat memutuskan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah

melakukan kesalahan berat sebagai berikut:

b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

19Industrial Relation, Artikel Kasus PHK menjadi Kasus Terpopuler di akses dari situs http://beritahr.wordpress.com/category/industrial-relation/ di unduh tanggal 10 April 2011.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

g. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau

i. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih."

Jenis kesalahan berat lainnya dapat diatur dalam PP/PKB, tetapi

apabila terjadi PHK karena kesalahan berat (dalam PP/PKB) tersebut,

harus mendapat izin dari lembaga yang berwenang. Demikian juga

sebelum melakukan PHK, harus terlebih dahulu melalui mekanisme yang

ditentukan, misalnya dengan memberi surat peringatan (baik berturut-

turut, atau surat peringatan pertama dan terakhir) untuk jenis kesalahan

berat yang ditentukan PP/PKB.20

1) pekerja/buruh tertangkap tangan;

Namun, perlu kita ketahui bahwa alasan PHK berupa kesalahan

berat yang dimaksud pada Pasal 158, ayat 1 harus didukung dengan bukti

misalnya:

2) ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau

20 Adrian Sutedi,”Hukum Perburuhan”, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal.74

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

3) bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang

berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

2. Pekerja/buruh Melakukan Diduga Tindak Pidana

Istilah Tindak Pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal

dalam Hukum Belanda yaitu “Strafbaar Feit”. Walaupun istilah ini

terdapat dalam WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan

resmi tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar Feit itu. Karena itu

para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu.

Sayangnya sampai kini belum ada keragaman pendapat.21

3. Pekerja/buruh Melakukan Pelanggaran Ketentuan yang diatur dalam

Perjanjian Kerja

Menurut wujud

dan sifatnya, tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan

hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti

bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam

pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dapat pula dikatakan

bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang anti sosial. Pasal 160,

ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang

berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan

pengusaha, "

Pasal 161, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh

melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,

21 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hal.67

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat

melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang

bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara

berturut-turut." Bila Anda tidak mengindahkan peraturan perusahaan dan

Anda tidak mengindahkan surat peringatan yang diberikan oleh

perusahaan kepada Anda- ini bisa menjadi alasan PHK untuk pekerja.

4. Pekerja/buruh Mengundurkan Diri

Salah satu jenis PHK yang inisiatifnya dari pekerja/buruh adalah

pengakhiran hubungan kerja karena pekerja/buruh mengundurkan diri atas

kemauan sendiri dan dilakukan tanpa penetapan (izin). Syarat yang harus

dipenuhi apabila seorang pekerja/buruh mengundurkan diri agar

mendapatkan hak-haknya dan mendapatkan surat keterangan

kerja/eksperience letter adalah permohonan tertulis harus diajukan

selambat-lambatnya 30 hari sebelum hari h tanggal pengunduran diri. Hal

yang harus dilakukan pekerja/buruh yang mengundurkan diri adalah

sebagai berikut :

1) Pekerja/buruh tidak terikat dalam ikatan dinas.

2) Selama menunggu hari h, pekerja/buruh harus tetap melaksanakan

kewajiban sampai tanggal pengunduran diri dari yang ditentukan.

Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pengganti formasi

untuk jabatan dimaskud atau dalam rangka transfer of knowledge.

5. PHK Karena terjadi Perubahan Status, Pengabungan, Peleburan, atau

Perubahan Kepemilikan Perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

Apabila terjadi PHK karena terjadi perubahan status,

penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi) atau perubahan

kepemilikan perusahaan (akuisisi), dan pekerja/buruh tidak bersedia

melanjutkan hubungan kerja maka terhadap pekerja/buruh berhak atas

uang pesangon satu kali dan uang pengganti hak. Apabila PHK yang

terjadi disebabkan oleh perubahan status, merger, atau konsolidasi, dan

pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan

pekerja/buruh berhak uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa

kerja satu kali, dan uang pengganti hak.

Pasal 163, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan

pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-

bahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan

perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan

kerja."

6. PHK karena Likuidasi

Pasal 164, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan

pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan

tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus

menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur)"

Kerugian perusahaan yang dimaksud harus dibuktikan dengan laporan

keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.

7. Perusahaan melakukan efisiensi

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

Ini merupakan alasan phk yang sering digunakan. Pasal 164, ayat 3

menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja

terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami

kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa

(force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi."

8. Perusahaan mengalami Pailit

Pasal 165 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan

hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit,.." Kata

pailit berasal dari bahasa Prancis; failite yang berarti kemacetan

pembayaran.kepailitan diartikan sebagai suatu proses di mana seorang

debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya

dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga,

dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta

debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan

pemerintah. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan

disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan pailit adalah seseorang yang

oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivitasnya atau

warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya

ngertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar

dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk

mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri,

maupun atas permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak

mampu membayar.

Orang sering menyamakan arti pailit ini sama dengan bankrupt

atau bangkrut dalam bahasa Indonesia. Namun, menurut penulis

pengertian pailit tidak sama dengan bangkrut, karena bangkrut berarti ada

unsur keuangan yang tidak sehat dalam suatu perusahaan, tetapi pailit bisa

terjadi pada perusahaan yang keadaan keuangannya sehat, perusahaan

tersebut dipailitkan karena tidak membayar utang yang telah jatuh tempo

dari salah satu atau lebih kreditornya. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

ini.22

9. Pekerja/buruh Memasuki Usia Pensiun

Pasal 167 ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan

pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia

pensiun..." Ini merupakan alasan PHK yang normal.

10. Pekerja/buruh Mangkir Selama lima (5) hari berturut-turut

Pasal 168, ayat 1 menyebutkan, "Pekerja/buruh yang mangkir

selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara

tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh

22 http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100121091038AA5F9h1, diunduh pada tanggal 20 April 2011.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan

kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri."

C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya PHK

1. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Perusahaan

Pada umumnya kelangsungan ikatan kerja bersama antara perusahaan

dengan tenaga kerja terjalin apabila kedua belah pihak masih saling membutuhkan

dan saling patuh dan taat akan perjanjian yang telah disepakatinya pada saat

mereka mulai menjalin kerja bersama. Dengan adanya keterikatan bersama antara

para tenaga kerja berarti masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban.

Demikian pula sebaliknya, apablia terjadi PHK berarti manajer tenaga kerja

dituntut untuk memenuhi hak dna kewajiban terhadap tenaga kerja sesuai dengan

kondisi pada saat terjadi kontrak kerja.23

Bagi setiap pekerja/buruh, pengakhiran atau PHK bisa sejauh mimpi

buruk. Setiap pekerja/buruh sedapat mungin mengupayakan agar dirinya tidak

sampai kehilangan pekerjaan. PHK dapat berarti awal dari sebuah penderitaan.

Namun demikian, suka atau tidak suka, pengakhiran hubungan kerja

sesungguhnya adalah sesuatu yang cukup dekat dan sangat mungkin serta wajar

23 B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga kerja Indonesia, Pendekatan Administratif dan Operasional, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2005 hal.1

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

terjadi dalam konteks hubungan kerja, hubungan antara majikan (pengusaha)

dengan pekerja/buruh.24

Seseorang pengusaha dalam mengembangkan usahanya selalu

berkeinginan agar perusahaan yang dimlikinya dapat berjalan dengan baik dan

sukses, hal ini bdapat terlaksana apabila produksi barang-barang yang dihasilkan

dapat diminati dan laku terjual dipasaran dengan harga relatif murah dan kualitas

baik. Salah satu keberhasilan yang didapat adalah adanya kerjasama yang baik

antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Kondisi demikian tidak mudah

terlaksana terus-menerus karena setiap pekerja/buruh ada yang patuh dan taat

pada pemimpin dan ada juga yang tidak mematuhi perintah yang diberikan.

25

1. Perusahaan mengalami kemunduran sehingga perlu rasionalisasi atau

pengurangan jumlah pekerja/buruh. Dalam hal PHK dengan alasan

rasionalisasi atau kesalahan ringan pekerja/buruh dalam Undang-undanhg

Nomor 13 Tahun 2003 pasal 151 ayat (1) ditentukan bahwa pengusaha,

pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh dan pemerintah, berupaya

mengusahakan agar tidak terjadi PHK. Dalam hal, upaya tersebut telah

Setiap orang mempunyai tujuan dan motivasi yang berbeda dalam melakukan

pekerjaan. Bagi mereka yang tidak patuh atau menentang perusahaan dapat

diberikan teguran atau sanksi balikan yang lebih tegas diputuskn hubungan

kerjanya.

Secara yuridis dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, PHK oleh

perusahaan disebabkan oleh :

24 Edi Sutrisno Sidabutar, Pedoman Penyelesaian PHK, Jakarta, Praninta Offset, 2007, hal.1 25 Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Panduan bagi Pegusaha, Pekerja, dan Calon Pekerja, Cetakan I, Jakarta, Pustaka Yustisia, 2008, hal.106

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib

dirundingkan oleh pegusaha dan SP/SB atau dengan pekerja/buruh yang

bersangkutan tidak menjadi anggota SP/SB.

2. Pekerja/buruh telah melakukan kesalahan, baik kesalahan yang melanggar

ketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja

atau PKB (kesalahan ringan), maupun kesalahan pidana (kesalahan berat).

Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya karena alasan telah

melakukan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak.

Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan rasionalisasi atau

kesakahan ringan pekerja/buruh dalam undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 dalam pasal 151 ayat 1 ditentukan bahwa pengusaha, pekerja/buruh,

serikat pekerja/buruh dan pemerintah dengans egala upaya harus

megusahakan agar jangan terjadi PHK. Apabila uapay tersebut telah

dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib

dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau

dengan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat

pekerja/serikat buruh.

Apabila perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan,

pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh

setelah memperoleh penetapan dari lembaga PPHI yang dalam UU PPHI.

Permohonan penetapan PHK diajuakn secara tertulis kepada PHI disertai

dengan alasan yang menjadi dasarnya. Permohonan tersebut akan diterima

apabila rencana PHK tersebut dirundingkan oleh pengusaha dan serikat

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh, apabila pekerja/buruh

yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Selama putusan PHI belum ditetapkan, baik penugsaha maupun

pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya, atau

pengusaha dapat melakukan tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang

sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-

hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

2. Pemutusan Hubungan Kerja karena Pekerja/Buruh

Pekerja/buruh sebagai manusia merdeka berhak memutuskan hubungan

kerja dengan cara mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Kehendak untuk

mengundurkan diri ini dilakukan tana penetapan oleh Lembaga Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial. Hak untuk mengundurkan diri melekat pada

setiap pekerja/buruh karena pekerja/buruh tidak boleh dipaksa untuk bekerja

bila tiba ia sendiri tidak menghendakinya.26

Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga

PPHI,dalam hal pengusaha melakukan perbuatan:

Pekerja/buruh berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan pihak

pengusaha, karena pada prinsipnya pekerja/buruh tidak boleh dipaksa untuk

terus-menerus bekerjasama apabila ia sendiri tidak menghendakinya. Dengan

demikian PHK oleh pkerja /buruh ini,yang aktif untuk meminta diputuskan

hubungan kerjanya adalah pekerja/buruh tersebut.

27

1. Menganiaya,menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;

26 Maimun, “Hukum Ketengakerjaan Suatu Pengantar” Pradnya Paramita,Jakarta,2007,hal.100 27 Lalu Husni, Op.cit, hal.186

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

2. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan

yang bertemtangan dengan peraturan perundang-undangan;

3. Tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)

bulan berturut-turut atau lebih;

4. Tidak melakukan kewajiban yang telah di janjikan kepada pekerja/buruh;

5. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang

diperjanjikan; atau

6. Memberikan pekerjaan yang membahayakna jiwa, keselamatan, kesehatan

atau kesusilaan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan tersebut tidak

dicantumkan pada perjanjian kerja.

Pekerja/buruh dapat mengakhiri hubungan kerja dengan melakukan

pengunduran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu meminta penetapan dari

lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan kepada

pekerja/buruh yang bersangkutan memperoleh uang penggantian hak sesuai

ketentuan Pasal 156 Ayat 4. Selain uang penggantian hak, pekerja/buruh diberikan

uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja,peraturan

perusahaan atau PKB. Pekerja atau buruh yang mengundurkan diri tersebut harus

memenuhi syarat:28

1. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

2. Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

3. Tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal mulai pengunduran diri.

28 Ibid,hal.187

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

Pekerja/buruh yang mengundurkan diri tersebut berhak atas uang

pengganti hak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bagi

pekerja/buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha

secara langsung,selain menerima uang pengganti hak diberikan pula uang pisah

yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.29

3. Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum

Selain PHK oleh pengusaha, pekerja/buruh , hubungan kerja juga dapat

putus atau berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut harus putus

dengan sendirinya. Pekerja /buruh tidak perlu mendapatkan penetapan PHK

dari lembaga yang berwenang. PHK demi hukum adalah pemutusan hubungan

kerja yang terjadi dengan sendirinya sehubungan dengan berakhirnya jangka

waktu perjanjian yang dibuat oleh majikan dan buruh. PHK demi hukum

terjadi apabila karena satu alasan dan lain hal hubungan kerja oleh hukum

dianggap sudah tidak ada dan oleh karena itu tidak ada alas hak yang cukup

dan layak bagi salah satu pihak untuk menuntut pihak lainya guna tetap

mengadakan hubungan kerja.

Karena itulah pemutusan hubungan kerja terjadinya bukan karena sebab-

sebab tertentu bak yang datangnya dari pihak buruh maupun majikan, pasal

1603e Perdata menyebutkan :

29 Maimun Op.cit, hal.101

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

“Perhubungan kerja berakhir demi hukum, dengan lewatnya waktu yang

ditetapkan dalam persetujuan maupun reglement atau dalam ketentuan undang-

undang atau lagi maijkan itu tidka ada oleh kebiasaan ”.

Demikian juga dalam pasa 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

PER-05/MEN/1986 tentang kesepakatan kerja untuk waktu tertentu dikatakan :

“Kesepakatan kerja untuk waktu tertentu berakhir demi hukum dengan

berakhirnya waktu yang ditentukan dalam kesepakatan kerja atau dengan

selesainya pekerjaan yang disepakatinya”

Meskipun pemutusan hubungan kerja itu terjadi dengan sendirinya namun

para pihak dapat memperjanjikan untuk mengadakan pemberitahuan apabila

perjanjian kerja itu berakhir. Pemberitahuan ini nantinya dapat diikuti dan

ketentuan apakah perjanjian kerja/hubungan kerja itu akan diakhiri atau tidak.30

Selain dapat terjadi karena berakhirnya jangka waktu perjanjian,

pemutusan hubungan kerja/perjanjian kerja demi hukum ini juga dapat terjadi

karena meninggalnya pekerja (pasal 160 3e KUHPerdata jo. Pasal 13 Peraturan

Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/PEN/1986). Ketentuan pasal ini dapat

dimengerti karena sesuai dengan asas hukum perjanjian yang oleh Soebekti

disebut sebagai asas kepribadian. Seperti yang disimpulkan dari ketentuan

pasal 1331 KUHPerdata yang menentukan bahwa ssorang hanya dapat

mengikatkan diirnya sendiri. Akan tetai jika yang meninggal dunia itu adalah

majikan/pengusaha, maka hubungan kerjanya tidak putus atau berakhir (pasal

30 30 H. Zainal Asikin, H. Agusfian Wahab,Lalu Husni, Zaeni Asyhadie, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada,1993,hal.175

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

1603 KUHPerdata jo. Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

PER-05/PEN/1986 ). 31

1. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri berhak

memperoleh uang penggantian hak dan juga diberikan uang pisah

yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan atau PKB;

PHK demi hukum dapat terjadi dalam hal:

2. PHK dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan

tanpa mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial;

3. Perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan

kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan

hubungan kerja;

4. Perusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara

terus-menerus selama 2(dua) tahun sehingga terpaksa harus ditutup

atau keadaan memaksa (force majeur), pengusaha dapat melakukan

PHK;

5. Pengusaha juga dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena

perusahaan bermaksud hendak melakukan efisiensi. Dalam hal

31 Ibid,hal.176

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

rasionalisasi ini, pekerja/buruh yang akan diputuskan hubungan

kerjanya, harus diperhatikan:

a.Masa kerja;

b.Loyalitas; dan

c.Jumlah tanggungan keluarga.

6. Pengusaha dapat melakukan PHK tehadap pekerja/buruh karena

perusahaan pailit;

7. Dalam hal hubungan kerja berakhir, karena pekerja/buruh meninggal

dunia;

8. Pengusaha dapat melakukan PHK tehadap pekerja/buruh karena

memasuki usia pensiun;

9. Pekerja/buruh mangkir(tidak masuk kerja) selama 5 (lima) hari kerja

atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang

dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh

pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus

hubungan kerjanya karena dikualifikaikan mengundurkan diri.

Keterangan tertulis dengan bukti yang sah tersebut harus diserahkan

paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh tidak masuk kerja;

10. PHK oleh pekerja/buruh, meskipun dalam praktik, PHK oleh

pekerja/buruh sangat jarang atau bahkan tidak mungkin ada, namun

yuridis Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, PHK oleh

pekerja/buruh ini dimungkinkan.

4. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II PENGATURAN PHK DENGAN ALASAN EFISIENSI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26720/3/Chapter II.pdf · mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang

Pengusaha harus berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari

terjadinya PHK. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pengusaha untuk

menghindari PHK dapat berupaa pengaturan waktu kerja, penghematan

(efisiensi), pembenaran metode kerja, dan pembinaan kepada pekerja/buruh.

Pembinaan dapat dilakukan kepada pekerja/buruh yang melanggar ketentuan yang

diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanian kerja bersama

dengan cara memberi surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Masing-masing

surat peringatan tersebut berlaku selama 6 (enam) bulan kecuali ditentukan lain

dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Apabila segala upaya telah dilakukan tetapi PHK tetap tidak dapat

dihindarkan, maksudnya PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dengan serikat

pekrja/bruhatau apabila pekerja/buruh bersangkutan tidak menjadi anggota serikat

pekerja/buruh, perundingan dapat dilakukan dengan pekerja/buruh secara

langsung. Apabila perundingan yang dilakukan tidak menghasilkan kesepakatan

maka pengusaha mengajuakn permohonan penetapan PHK secara tertulis kepada

lembaga penyelesaian hubungan industrial (PPHI) disertai alasan yang menjadi

dasarnya.32

Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial setelah menerima

permohonan PHK akan memanggil para pihak untuk dimintai keterangan di muka

persidangan. Berdasarkan pembuktian yang dilakukan dalam persidangan,

lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menetapkan keputusan

yang berisi menolak dan mengabulkan PHK yang diajukan. Apabila lembaga

32 Maimun, Op.cit hal.99

Universitas Sumatera Utara