BAB II PBL Alkoholnikotin
-
Upload
amanda-jessica -
Category
Documents
-
view
56 -
download
10
description
Transcript of BAB II PBL Alkoholnikotin
LAPORAN PBL 4BLOK KEDOKTERAN ADIKSIWernicke-Korsakoff Syndrome
Dibimbing oleh:dr.
Disusun oleh:
Kelompok PBL 12
Anastasia Lilian 2008-060-198Tia Listyana 2008-060-218Edu William 2008-060-222Alvince Thomas 2008-060-226Antonia Valentine Puspasari 2008-060-227Yohanes Iddo Adventa 2008-060-236Natallia Batuwael 2008-060-239Jessica Janice Luhur 2008-060-242Mirsha 2008-060-245Pauline Octaviani 2008-060-248Handi Tri Effendi 2008-060-249
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Adiksi merupakan kondisi dimana seseorang sudah tidak lagi mempunyai kendali
terhadap perilaku kecanduannya. Dalam konteks kecanduan narkoba, maka zat-nya bisa
Heroin (putau), sabu, ganja, pills, dll. Dalam pendekatan yang lain, Adiksi merupakan
Penyakit. Chronicle relapsing disease atau penyakit kronis yang mudah relaps.
Masalah yang di timbulkan oleh adiksi sangat banyak, mulai dari masalah sosial,
pekerjaan, psikologi dan fisik. Salah satu masalah fisik yang timbul dari penggunaan
NAPZA adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi. Salah satu
penyakit tersebut adalah yang disebabkan defisiensi tiamin. Pemakaian alkohol dalam
jumlah besar dan waktu yang lama meningkatkan resiko pasien mengalami defisiensi
tiamin.
Oleh karena itu, penting bagi kami sebagai calon dokter untuk mengetahui
hubungan dan penanganan mengenai adiksi dengan penyakit sindroma Wernicke-
Korsakoff.
I.2 Skenario
Seorang laki-laki 57 tahun dating ke UGD RS diantar oleh anaknya dengan keluhan
penglihatan ganda sejak 4 hari yang lalu. Pasien juga tampak sering bingung. Anak
pasien juga melihat ayahnya berjalan tidak stabil (limbung/oleng). Dikeathui
pasienmempunyai kebiasaan merokok dan sering minum minuman keras (alkohol). Panas
badan disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran: apatis, konfusi
Tekanan darah: 140/90 mmHg, Nadi: 72x/mnt; Respirasi: 20x/mnt; Suhu: 37,2°C
Kepala: mata tidak anemis, tidak ikterik
Leher: vena jugularis tidak meningkat
Thorak: Bunyi jantung S1 S2 reguler, tidak terdengar murmur
Abdomen: cembung, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae
Ekstremitas: tak tampak edema
Pemeriksaan neurologis: parese saraf abdusen kanan, trunkal ataksia. Refleks fisiologis
biseps, triseps, patella normal; refleks fisiologis tumit menurun.
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Hb 14,0 g/d
Hematokrit 42%
Lekosit 4000/mcl
LED 75 mm/h
ASAT 2,65 μkat/l
ALAT 2,02 μkat/l
Plasma kreatinin 100Μm
Plasma sodium 137 μM
BAB II
HASIL DISKUSI
STEP 1 Identify unfamiliar terms
–
STEP 2 Define the problems
1. Apa saja faktor resiko yang menyebabkan ketergantungan pemakaian alkohol dan
nikotin?
2. Bagaimana manifestasi klinis dari penggunaan alkohol dan rokok secara akut
maupun kronis? Apa saja gejala-gejala dalam kondisi intoksikasi akut dan
withdrawal?
3. Bagaimana penglihatan ganda bisa terjadi seperti dalam kasus?
4. Apa yang menyebabkan pasien terlihat bingung? Apakah gejala tersebut termasuk
delirium tremens akibat alkohol?
5. Bagaimana jika pada skenario panas badan tidak disangkal?
6. Bagaimana patofisiologi yang disebabkan pemakaian alkohol dan nikotin?
7. Apa tatalaksana yang dibutuhkan pasien?
8. Apakah diagnosis sesuai kasus?
9. Bagaimana prognosis pasien?
STEP 3 Brainstorm - analyse/try to explain the problems
1. Faktor resiko yang menyebabkan ketergantungan konsumsi alkohol dan nikotin:
Host: genetik, kepribadian antisocial, coping mechanism yang kurang,
Agen: kemudahan memperoleh zat karena alkohol dan rokok termasuk
legal di Indonesia.
Lingkungan: anggota keluarga yang merokok atau minum alkohol,
cultural, iklim yang dingin, pekerjaan dengan tingkat stress yang tinggi.
2. Manifestasi klinis yang disebabkan penggunaan alkohol
Intoksikasi akut : pusing ringan, bingung, jalan tidak stabil, bicara cadel,
mual, muntah, agresi, gangguan persepsi tempat dan waktu tidak bisa
mengendalikan emosi, amnesia, blackout.
Withdrawal syndrome : tremor, menggigil, ansietas, berkeringat, mual
muntah, halusinasi.
Pemakaian kronis dapat menyebabkan kerusakan pada otak: defisiensi
tiamin yang dapat menyebabkan ensefalopati Wernicke dan psikosis
Korsakoff, gangguan pembuluh darah.
Manifestasi klinis yang disebabkan konsumsi nikotin:
Intoksikasi akut : pikiran jernih, euphoria
Withdrawal syndrome : craving, mulut terasa tidak enak jika satu hari saja
tidak merokok.
3. Penglihatan ganda dalam kasus kemungkinan diakibatkan karena efek alkohol
pada otak.
4. Yang menyebabkan pasien terlihat bingung adalah akibat delirium tremens akibat
penggunaan alkohol kronis. Delirium juga disebabkan gangguan aliran darah
akibat alkohol, sehingga selain itu pada pasien juga ditemukan tekanan darah yang
tinggi.
5. Panas badan disangkal, maka kemungkinannya menunjukkan tidak ada infeksi,
atau efek peningkatan suhu tubuh dari alkohol, atau menunjukkan pasien tidak
meminum alkohol dalam waktu dekat.
6. Patofisiologi dari penggunaan alkohol:
Alkohol menstimulasi dopamine pada Ventral Tegmental System (VTA) dan
sistem opiod dengan reseptor GABA sebagai targetnya serta reseptor-reseptor
lain. Alkohol tidak mempunyai reseptor khusus, bekerja dengan meningkatkan
potensiasi GABA-A. dan menghambat reseptor metamfetamin. Pelepasan
dopamine menimbulkan efek euphoria pada pasien. Gejala seperti pusing
disebabkan adanya reseptor syaraf di usus yang terangsang dan mengantarkan
sinyal nyeri ke otak. Selain itu konsumsi alkohol juga meningkatkan ADH dan
vasopressin dan meningkatkan proses glikogenolisis.
Patofisiologi dari konsumsi nikotin:
Nikotin memiliki efek stimulasi sistem saraf pusat dengan menginduksi
pelepasan dopamine pada Nucleus Acumbens dalam waktu yang lebih singkat dan
substansi rokok yang lain akan menghambat MAO-inhibitor sehingga bersihan
dopamine menumpuk di sinaps. Stimulasi dopamine menyebabkan efek euphoria
pada pasien.
7. Diagnosis sesuai kasus:
Anamnesis: tanyakan mengenai penggunaan masing-masing zat (alkohol
dan nikotin) seperti: kapan mulai memakai zat tersebut, frekuensi, dosis,
kapan terakhir pemakaian dan apakah ada zat lain yang dipakai. Tanyakan
juga alasan penggunaan, riwayat penyakit organik, riwayat trauma.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang: alkohol darah, breath-analyzer, periksa fungsi
paru dengan peak-flow meter.
8. Tatalaksana
Intoksikasi akut alkohol: minta pasien untuk mandi air dingin kemudian air
hangat secara bergntian, berikan kopi kental sebagai antidote, berikan
konseling, dan anjurkan bergabung dengan Alcohol Anonymous sebagai
terapi post-detox.
Withdrawal syndrome dari alkohol: penurunan konsumsi secara gradual.
Untuk adiksi rokok dapat dilakukan terapi konseling dan substitusi dengan
permen nikotin.
Perhatikan tanda-tanda klinis saat pasien masuk ke UGD.
Rujuk ke bagian neurologis.
9. Prognosis dari penggunaan jangka panjang:
Alkohol : Alcoholic Fatty Liver Disease, sirosis hepatica, koma.
Nikotin : penyakit paru, kanker.
STEP 4 Learning Objective
1. Mengetahui faktor resiko yang menyebabkan ketergantungan pemakaian alkohol
dan nikotin!
2. Mengetahui gejala intoksikasi, withdrawal, overdosis dari penggunaan alkohol
dan nikotin!
3. Mengetahui patofisiologi alkohol dan nikotin! Bagaimana patofisiologi terjadinya
defisiensi tiamin dan ensefalopati Wernicke dari pemakaian alkohol secara
kronis?
4. Mengetahui diagnosis penggunaan alkohol dan nikotin!
5. Mengetahui tata laksana gejala-gejala akibat penggunaan alkohol dan nikotin!
6. Mengetahui prognosis dan komplikasi gejala-gejala akibat penggunaan alkohol
dan nikotin!
7. Mengetahui interaksi antara alkohol dan nikotin!
STEP 5 Self Study
STEP 6 Result
1. Definisi
Sindroma Wernicke-Korsakoff merupakan sindrom penyakit otak dimana adanya kehilangan
fungsi spesifik otak diakibatkan kurangnya tiamin/vitamin B1. Tahun 1881, Dr. Carl
Wernicke, seorang neurologis menggambarkan penyakit wernicke ini sebagai trias yang
terdiri dari konfusio akut, ataksia, dan oftalmoplegia. Kemudian bila ditambah adanya
kelainan memori atau amnesia aterograd ataupun retrograd yang parah maka dapat disebut
sebagai Sindroma Wernicke-Korsakoff.
Sindroma Wernicke-Korsakoff = Ensefalopati Wernicke + Psikosis Korsakoff
Menurut Dorland’s Illustrated medical dictionary, Sindroma Wernicke-Korsakoff merupakan
behavioural disorder yang paling sering terjadi pada penyalahgunaan alkohol kronik dan
disertai nutrisional polineuropati.
Menurut buku Adams and Victor’s Principle of Neurology, penyakit wernicke atau yang bisa
disebut polioensefalitis hemoragika superioris dapat berkembang secara akut atau subakut
sedangkan psikosis korsakoff merupakan penyakit mental yang unik dimana adanya
gangguan memori akan tetapi tidak ada kelainan fungsi kognitif lainnya yang berkembang
secara kronis dan biasa timbul sebagai akibat penyakit wernicke yang berkepanjangan.
2. Etiologi
Alkoholik
Non alkoholik
o Kurangnya konsumsi tiamin yang berasal dari makanan kaya vit B1 antara lain
sereal, oatmeal, kuaci, gandum, asparagus, kentang, jeruk, hati ayam, hati
babi, hati sapi, telur, brown rice
o malabsorbsi vitamin B1
o hiperemesis gravidarum
o kelaparan berkepanjangan
o gagal ginjal kronik
o bariatric surgery atau bedah bypass gaster
o genetik: adanya kelainan absorbsi dan metabolisme vitamin B1 sejak lahir,
abnormal fungsi transketolase
3. Epidemiologi Sindroma Wernicke-Korsakoff
Menurut hasil autopsi, populasi penderita Ensepalopati Wernicke adalah 0,8%-
12,5%. Insiden lebih banyak pada populasi alkoholik.
Ensepalopati Wernicke juga didapatkan pada populasi yang mengalami kekurangan
gizi, pasien AIDS, individu yang menerima hemodialisis, individu yang mengalami
hiperemesis gravidarum, dan pasien yang menderita keganasan dengan atau tanpa
kemoterapi
Walau belum ada data yang pasti, diduga bahwa insiden di negara-negara berkembang
lebih tinggi dibanding negara maju. Hai ini disebabkan karena tingginya angka
malnutrisi dan kurangnya asupan vitamin pada negara berkembang
Perbandingan wanita banding pria adalah 1,7:1. Hal ini mungkin menjadi penyebab
bahwa lebih banyak pria menjadi alkoholik
Onset usia 50 tahun
4. Patofisiologi Sindroma Wernicke-Korsakoff
5. Diagnosa Alkohol dan Wernicke-Korsakoff Syndrome
Anamnesa
1. Tanyakan pasien mengenai kebiasaannya meminum alcohol
Perlu diingat, pasien biasanya menyebabkan kegagalan dalam anamnesa karena pasien
suka berbohong dan tidak mengaku memiliki masalah dengan alcohol. Pasien merasa
terlalu malu untuk mengakuinya.
CAGE adalah questioner yang paling baik dan banyak dipakai untuk screening singkat
tentang masalah alcohol. Pertanyaan ini harus diberikan langsung bertatap muka dan
harus ditanyakan sebelum pertanyaan mengenai frekuensi dan jumlah minuman yang
diminum.
CAGE pada dasarnya membahas 4 topik berikut:
cut down: perlunya pengurangan kadar minuman, tanyakan: Pernahkah anda
merasa ingin mengurangi kadar minum anda?)
annoyance: kejengkelan orang- orang mengenai kebiasaan minum, tanyakan:
Apakah ada orang yang jengkel dengan gaya minum anda?
guilt: rasa bersalah karena meminum, tanyakan: Pernahkah anda merasa bersalah
tentang ini?
eye-opener: kebutuhan untuk menyadari kesalahan dari minum, tanyakan:
Pernahkah anda mencoba minum segelas air di pagi hari untuk mengatasi diri dari
keadaan teler?
Pasien- pasien yang menjawab dengan jawaban positif untuk 2 pertanyaan, merupakan pasien
yang bergantung pada alcohol namun belum teradiksi. Untuk orang yang menjawab dengan
jawaban yang negative untuk seluruh pertanyaan di atas, maka memiliki adiksi alcohol.
Selain CAGE, dapat digunakan AUDIT (alcohol use disorders identification test) untuk
mendapat gambaran kadar alkohol yang diminum oleh pasien.
Questions 0
Points
1 Point 2 Points 3 Points 4 Points
1. How often do you have a drink
containing alcohol?
Never Monthly or
less
2-4 times a
month
2-3 times
a week
4 or more
times a
week
2. How many drinks containing
alcohol do you have on a typical day
when you are drinking?
1 or 2 3 or 4 5 or 6 7-9 10 or more
3. How often do you have 6 or more Never Less than Monthly Weekly Daily or
drinks on 1 occasion? monthly almost daily
4. How often during the past year
have you found that you were not
able to stop drinking once you had
started?
Never Less than
monthly
Monthly Weekly Daily or
almost daily
5. How often during the past year
have you failed to do what was
normally expected of you because of
drinking?
Never Less than
monthly
Monthly Weekly Daily or
almost daily
6. How often during the past year
have you needed a first drink in the
morning to get yourself going after a
heavy drinking session?
Never Less than
monthly
Monthly Weekly Daily or
almost daily
7. How often during the past year
have you had a feeling of guilt or
remorse after drinking?
Never Less than
monthly
Monthly Weekly Daily or
almost daily
8. How often during the past year
have you been unable to remember
what happened the night before
because you had been drinking?
Never Less than
monthly
Monthly Weekly Daily or
almost daily
9. Have you or has someone else
been injured as a result of your
drinking?
No Yes, but not
in the past
year
Yes, during
the past year
2. Tanyakan mengenai gejala-gejala yang dirasakan pasien, carilah adakah gejala-gejala yang mengacu pada kemungkinan sindroma Wernicke-Korsakoff yang biasanya ditandai dengan adanya perubahan okuler (oftalmoplegia) dan tanda-tanda ataxia dengan transformasi dari konfusi global menjadi sindroma amnesia.
- Gangguan okuler/ penglihatan yang tidak disertai nyeri, diplopia (penglihatan ganda), strabismus.
- Gangguan gaya berjalan wide-based, short-stepped, atau tidak mampu untuk berdiri atau berjalan tanpa pengawasan / bantuan.
- Perubahan status mental seperti: apati, sedikit bicara, halusinasi, agitasi, indifference, konfabulasi.
-
Menurut The International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-9) memasukkan sindroma Wernicke-Korsakoff yang disebabkan alkohol pada 291.1 Alcohol-induced persisting amnestic disorder; Wernicke-Korsakoff Syndrome. Sementara untuk sindroma Wernicke-Korsakoff yang tidak disebabkan oleh alkohol membutuhkan kode lain yang non-spesifik seperti 265. 1 untuk Other and unspecified manifestations of thiamine deficiency; Other vitamin B-1 deficiency states.
Pemeriksaan Fisik
1. Periksa tanda-tanda vital pasien (tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi, respiration rate) terlebih dahulu
2. Adanya satu atau kombinasi dari kelainan okuler berikut:- Nistagmus vertical dan horizontal- Kelemahan / paralisis musculus rectus lateralis bilateral, kadang disertai
diplopia dan strabismus internal.- Kelemahan conjugate gaze, tidak bisa melihat kea rah bawah.- Pupil miotik dan tidak bereaksi dan hilangnya seluruh pergerakan okuler pada
tahap yang lebih lanjut.- Ptosis, perdarahan retina
3. Adanya ataksia (kelainan gaya berjalan):- Mild : tandem walking- Wide-base stance- Pelan dan tidak pasti, short-stepped gait- Tidak mampu berjalan tanpa bantuan
4. Gangguan status mental: kesadaran terganggu, delirium tremens dapat muncul, konfusi global (apatis, tidak ada atensi, indifference/tidak mengenali sekitarnya, bicara spontan sangat minim, disorientasi waktu, tempat dan tujuan jika ditanyakan. Pemberian tiamin dapat meningkatkan atensi dan orientasi.
5. Dapat disertai gejala putus alkohol.6. Keadaan amnestik Korsakoff, dengan adanya amnesia retrograde dan anterograde,
dapat disertai konfabulasi dimana pasien mengisi kekosongan memorinya dengan data apapun yang pasien tersebut tahu.
7. Adanya manifestasi lain seperti: hipotensi postural, takikardia, sinkop/
Pemeriksaan Penunjang
1. Level tiamin serum 2. Elektrolit3. Complete blood count (CBC), uji koagulasi, arterial blood gas, 4. Alcohol serum/ urine5. Enzim hati6. CT scan otak dapat untuk eliminasi diagnosis banding seperti adanya perdarahan,
massa, edema, stroke7. MRI : lesi akut di daerah dorsal medial thalamic, region periventrikular ventrikel
ketiga, area periaqueductal, corpus mamilare dan dorsal medulla.
6. Manifestasi Klinis Sindroma Wernicke-Korsakoff
Ensefalopati wernick merupakan fase akut dari penyakit tersebut, sedangkan psikosis
korsakoff adalah kepanjangan kronis dari ensefalopati wernick.
Ensefalopati wernick ditandai dengan tiba-tiba adanya gangguan okulomotorik,
ataksia serebral dan kekaburan mental. Kelainan okulomotorik dapat berupa
nistagmus, kelumpuhan n. abdusen bilateral, kelumpuhan dalam mengerlingkan mata,
sampai pada oftalmoplegia total. Kadang-kadang terjadi ptosis, kelainan pupil dan
perdarahan retina. Nistagmus, pada keadaan ini bersifat bilateral dan vertikal. Ataksia
serebral mengena pada badan dan tungkai. Perubahan mental berupa disorientasi,
gangguan atensi, mengantuk, dan kurang tanggap terhadap lingkungan. Kadang-
kadang terjadi stupor dan koma.
Psikosis korsakoff ditandai dengan amnesia retrograde maupun anterograd, sedangkan
fungsi intelek lain relatif masih baik. Amnesia retrograd dapat mencapai beberapa
tahun sebelum sampai pada saat penetapan diagnosis. Ingatan terhadap hal atau
peristiwa yang telah lama terjadi relatif lebih baik.
7. Gejala Intoksikasi dan Withdrawal Alkohol dan Nikotin
Secara umum gejala intoksikasi alkohol adalah:
1. muka merah
2. emosi labil
3. cadel
4. banyak bicara/tak terkontrol
5. agresif
6. tenang
7. euphoria
Sedangkan menurut tingkatannya, gejala intoksikasi alkohol dibagi menjadi beberapa tingkat, yaitu:
1. Tingkat subklinis:
a. kadar alkohol dalam darah 0-100mg/100ml
b. kadar alkohol dalam urine 0-150mg/100ml
c. masih terlihat normal,hanya sedikit terjadi perubahan kepekaan psikologis
2. Tingkat stimulasi:
a. Kadar alkohol dalam urine 40-220mg/100ml
b. Emosi menjadi tidak stabil
c. Penurunan daya tahan tubuh
d. Tak ada koordinasi otot
e. Respon sangat lambat
3. Tingkat kebingungan (confusion):
a. Kadar alkohol dalam darah 180-310mg/100ml
b. Gangguan dalam perasaan
c. Disorientasi
d. Jalan tidak stabil/sempoyongan
e. Bicara tidak terkontrol/bawel
4. Pingsan:
a. Kadar alkohol dalam darah 270-440mg/100ml
b. Kadar alkohol dalam urine 360-480mg/100ml
c. Penurunan respon terhadap rangsangan
d. Tak ada koordinasi otot, terjadi paralisis
5. Koma:
a. Kadar alkohol dalam urine 300-550mg/100ml
b. Ketidaksadaran sempurna
c. Temperatur di bawah normal
d. Gerak refleks melemah, bahkan bisa sampai hilang
Gejala withdrawal alkohol:
1. nyeri kepala
2. mual
3. muntah
4. halusinasi
5. tremor
6. craving
8. Tata Laksana
Perawatan pra-rumah sakit
Karena pasien dengan ensefalopati Wernicke disertai dengan perubahan status mental
dalam kondisi pra-rumah sakit, fokus perawatan pra-rumah sakit dilakukan pada stabilisasi
jalan napas, memastikan oksigenasi, dan mempertahankan tekanan darah dan euvolemia.
Unit Gawat Darurat
Pemberian 2 mg tiamin mungkin cukup untuk menghilangkan gejala. Dosis
tiamin yang diperlukan untuk mencegah atau mengobati ensefalopati Wernicke pada
kebanyakan pasien alkoholik mungkin lebih dari 500 mg dalam sekali pemberian, sebanyak
2 atau 3 kali sehari secara parenteral. Dengan waktu paruh yang singkat, administrasi
diberikan beberapa kali sehari untuk mencapai aliran darah otak secara optimal.
Berikan dosis besar tiamin secara parenteral kepada semua pasien kurang gizi,
terutama jika pemberian glukosa intravena dilakukan. Bahkan tanpa adanya gejala dan
tanda-tanda ensefalopati Wernicke, pemberian tiamin tetap dilakukan. Pemberian dekstrosa
untuk seorang individu dalam keadaan kekurangan tiamin akan mempeberat proses
kematian sel.
Mulai berikan tiamin sebelum atau bersamaan dengan pemberian glukosa
intravena, dan terus sampai pasien kembali ke keadaan normal. Administrasi dekstrose atau
karbohidrat lain dalam keadaan kekurangan tiamin dapat berbahaya, karena oksidasi
glukosa adalah proses intensif tiamin yang dapat mendorong cadangan terakhir vitamin B-1
beredar ke kompartemen intraseluler, sehingga membuat kerusakan neurologis semakin
berat.
Pasien dengan ensefalopati Wernicke cenderung hipomagnesemia dan harus
diberikan magnesium sulfat secara parenteral, karena mereka mungkin tidak responsif
terhadap tiamin parenteral dalam keadaan hipomagnesemia.
Setelah mengoreksi hipomagnesemia, aktivitas transketolase darah bisa kembali normal
dan membersihkan tanda-tanda klinis ensefalopati Wernicke.
Rawat Inap
Tergantung pada status mental dan kemampuan untuk melindungi jalan nafasnya, pasien
dengan ensefalopati Wernicke atau dengan yang masih dicurigai diberikan obat internal atau
pelayanan neurologi. Harus dipastikan bahwa pasien menerima tiamin intravena secara
terus menerus dan mendapatkan administrasi magnesium, diobservasi adanya
kemungkina psikosis Korsakoff, dan evaluasi untuk kemungkinan beri-beri kardiovaskular.
Rawat inap terapi untuk bayi dengan defisiensi tiamin melibatkan pemberian dosis
tinggi tiamin 50 mg / hari selama 2 minggu.
Rawat Jalan
Pasien yang kekurangan gizi, baik dari alkohol atau penyebab lain, harus terus menerima
suplementasi tiamin secara rawat jalan.
Konsultasi, Monitoring, dan Pencegahan
Konsultasikan dengan ahli saraf untuk evaluasi lebih lanjut dan pengobatan perubahan status
mental atau defisit neurologis lainnya. Seorang psikiater mungkin dapat membantu dalam
mengevaluasi kondisi kejiwaan komorbid. Merujuk pasien dengan alkoholisme dengan
program penghentian alkohol dan memantau mereka untuk tanda-tanda withdrawal alkohol.
Pasien ensefalopati Wernicke yang telah dirawat harus menghindari konsumsi alkohol dan
perilaku lainnya yang menyebabkan defisiensi tiamin.
Nutrisi
Tujuan utama pemberian nutrisi adalah untuk mengisi cadangan vitamin B-1. Pada orang
dewasa, pemberian 60-180mEq kalium, 10-30 mEq magnesium, dan 10-40 mmol / L fosfat
per hari diperlukan untuk mencapai keseimbangan metabolisme optimal.
Mulailah pemberian tiamin sebelum mengobati pasien dengan pemberian glukosa intravena.
Infus Glukosa dapat memicu penyakit Wernicke atau beri-beri kardiovaskular akut pada
pasien yang sebelumnya tidak terkena atau menyebabkan memburuknya penyakit.
9. Prognosis
Ensepalopati Wernicke merupakan suatu kondisi yang secara signifikan dapat
menyebabkan disability dan kondisi letal apabila tidak dicegah atau di lakukan
penanganan dini.
Pemberian Thiamin memperbaiki keadaan pasien pada hampir sebagian besar kasus,
namun disfungsi neurologi yang menetap sering masih dapat ditemukan
Opthalmoplegia akan sembuh dalam waktu singkat, sedangkan keadaan global
confusion biasanya akan membaik dalam waktu beberapa jam sampai hari
Pasien penderita Ensepalopati Wernicke mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas
yang tinggi, terutama pada pasein yang tidak mengalami perbaikan dari gejala
neurologis setalah diberikan Thiamin
Sebagian penderita Ensepalopati Wernicke akan berkembang menjadi Psikosis
Korsakoff. Sebagian besar penderita Psikosis Korsakoff tidak akan sembuh dan harus
mendapatkan penatalaksanaan dalam jangka waktu yang lama. Hanya + 20% yang
dapat sembuh sempurna.
Gejala sisa yang ditemukan dari Ensepalopati Wernick adalah nistagmus, ataksia, dan
Psikosis Korsakof
Hasil yang paling buruk ditemukan pada penderita Ensepalopati Wernick stadium
akhir yang ditandai dengan peningkatan protein pada cairan cerebrospinal dan
bertambah lambatnya potensiasi postsinap pada gambaran EEG
Penelitian mengatakan bahwa 80% pasien Ensepalopati Wernick tidak terdiagnosa,
hal ini menyebabkan perkiraan angka mortalitas menjadi unreliable.
10. Analisa Kasus
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Penggunaan sabu dan alkohol secara bersamaan dan dalam waktu lama akan
menyebabkan penurunan sistem pertahanann tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya infeksi
oportunistik. Infeksi oportunistik yang paling banyak di Indonesia adalah infeksi kuman TB,
hal ini dikarenakan TB menjadi penyakit endemik di Indonesia.
Penyakit TB dapat disembuhkan dengan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT). Penggunaan OAT harus digunakan dalam jangka waktu lama dan tepat agar tidak
terjadi resistensi pada kuman TB
1.2 Saran
Kelompok kami menemukan sedikit kebingunan dalam menentukan learning objective dari
skenario ini. Sebaiknya skenario dibuat lebih banyak keterangan.
3.1. Kesimpulan
Amfetamin merupakan senyawa sintetik yang menstimulasi kerja sistem saraf
pusat atau psikostimulan yang sudah dikenal sejak 5000 tahun silam di Tiongkok.
Dahulu digunakan untuk terapi ADHD, obesitas dan narkolepsia. Derivat amfetamin
yang paling banyak disalahgunakan adalah MDMA (ecstasy) dan metamfetamin (shabu-
shabu).
Gejala intoksikasi amfetamin pada dosis ringan dapat mempercepat denyut nadi,
meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan rasa lelah dan lapar hingga dosis tinggi
yang dapat menimbulkan perilaku stereotipikal dan psikosis paranoid dengan waham
mirip skizofrenia. Sedangkan gejala putus obat amfetamin antara lain mood disforik,
lelah, meningkatnya nafsu makan, dll.
Amfetamin memiliki efek simpatomimetik secara tidak langsung pada otak dan
perifer. Efek adrenergic alfa dan beta terjadi oleh karena keluarnya neurotransmitter
pada daerah prasinaps. inhibisi re-uptake katekolamin dan inhibisi aktivitas MAO yang
mengakibatkan konsentrasi neurotransmiter meningkat. Efek patofisiologis perifer terjadi
pada jantung dimana serotonin mempengaruhi miokardium jantung sehingga dapat
terjadi aritmia jantung.
Diagnosis penggunaan amfetamin dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikiatrik dan pemeriksaan laboratorium dimana kriteria
diagnosis gejala intoksikasi dan gejala putus zat dapat disesuaikan menurut ICD 10
maupun DSM IV.
Terapi yang dapat dilakukan pada pengguna antara lain detoksifikasi misalnya
terapi simptomatik, rawat inap, jaga tanda-tanda vital kemudian rehabilitasi atau after
care dengan konseling dan edukasi. Dalam menentukan prognosis masalah
ketergantungan zat psikoaktif harus dilihat dari faktor individu, faktor lingkungan dan
faktor zat psikoaktif.
Dual diagnosis adalah diagnosis yang ditegakkan apabila terdapat bukti adanya
penggunaan zat psikoaktif dan gangguan psikosis dimana diantara keduanya tidak ada
hubungan sebab akibat yang mendasarinya satu sama lain.
Oleh karena itu, terapi pengguna amfetamin dapat ditunjang dengan sikap empati
dan peduli dari dokter dan psikiater tanpa memojokkan para pengguna.
3.2. Saran
Apabila terjadi perbedaan pendapat atau pertanyaan pada pertemuan pertama
hendaknya dicatat terlebih dahulu kemudian dicari jawabannya saat pertemuan kedua
Sebaiknya topik diskusi diurutkan secara sistematis dari awal pertemuan PBL kedua
sehingga tidak perlu ada penambahan bahasan atau pertanyaan di tengah-tengah yang
diluar topik diskusi saat itu
Diperlukannya koordinasi lebih baik oleh ketua saat dilakukan PBL, karena peserta
PBL sering mengungkapkan pendapat tanpa diminta
DAFTAR PUSTAKA
Fauci,dll. Harisson’s Principle of Internal Medicine. ed. XVII. 2008. United Stated : Mc
Graw Hill Medical
Joewana, Satya (2004). Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan Zat Psikoaktif :
Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba. Jakarta: EGC.
http://www.health-disease.org/neurology-disorders/wernickes-encephalopathy.htm
http://wwwkimhunter.blogspot.com/2010/08/siklus-alkohol-dalam-tubuh.html
http://emedicine.medscape.com/article/794583-overview#aw2aab6b2b2aa
Dorland’s Illustrated medical dictionary 31st
Victor, Maurice; Adams, Raymond D. (1993). Principles of neurology. New York: McGraw-Hill.