Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

46
BAB I PENDAHULUAN Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Pada 200 tahun sebelum masehi, Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai penyaki tersebut dengan diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ketempat lain. Dia menggambarkan penyakit itu sebagai melelehnya daging dan tungkai kedalam urine. Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Oleh karena itu, sejak itu nama penyakit tersebut ditambah dengan kata mellitus yang berarti madu atau manis. Kemudian pada tahun 1921 ditemukan insulin oleh seorang ahli bedah muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best yang mulai mengubah dunia dalam penanganan penyakit diabetes mellitus. 1 Pada saat ini, jumlah usia lanjut (lansia, berumur ≥65 tahun) di dunia diperkirakan mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan terus meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus (DM) maupun Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat seiring dengan pertambahan usia, menetap sebelum akhirnya menurun. Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg% per tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg% per tahun pada 2 jam setelah makan. 1 Berdasarkan data The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2010, sekitar 42 % populasi dengan diabetes berusia ≥ 65 tahun. 2 Seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran fisik dan mental yang menimbulkan banyak konsekuensi. Selain itu, kaum lansia juga mengalami masalah khusus yang memerlukan perhatian antara lain lebih rentan terhadap komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular dari DM dan adanya sindrom geriatri. 1 Komplikasi penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas untuk individu dengan DM. Kondisi yang paling sering menyertai DM tipe 2 yaitu hipertensi dan dislipidemia, merupakan faktor risiko yang nyata terhadap terjadinya komplikasi kardiovaskular. Tindakan mengontrol kedua faktor risiko ini, akan mencegah atau memperlambat penyakit kardiovaskular pada lansia dengan DM. 3,4 Tatalaksana DM tipe 2 pada lansia seringkali menunjukkan suatu konflik prioritas, yang mana tatalaksana terindividualisasi diperlukan dengan memperhatikan riwayat penyakit,

description

Tinjauan pustaka Geriatri Diabetes Mellitus

Transcript of Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Page 1: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Pada 200 tahun sebelum masehi,

Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai penyaki tersebut dengan diabetes

dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat

ketempat lain. Dia menggambarkan penyakit itu sebagai melelehnya daging dan tungkai

kedalam urine. Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula.

Oleh karena itu, sejak itu nama penyakit tersebut ditambah dengan kata mellitus yang berarti

madu atau manis. Kemudian pada tahun 1921 ditemukan insulin oleh seorang ahli bedah

muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best yang mulai mengubah dunia dalam

penanganan penyakit diabetes mellitus.1

Pada saat ini, jumlah usia lanjut (lansia, berumur ≥65 tahun) di dunia diperkirakan

mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan

terus meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah

puasa normal. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus (DM)

maupun Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat seiring dengan pertambahan usia,

menetap sebelum akhirnya menurun. Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai

usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg% per tahun pada saat puasa dan akan

naik sebesar 5,6-13 mg% per tahun pada 2 jam setelah makan.1 Berdasarkan data The Centers

for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2010, sekitar 42 % populasi dengan

diabetes berusia ≥ 65 tahun.2

Seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran fisik dan mental

yang menimbulkan banyak konsekuensi. Selain itu, kaum lansia juga mengalami masalah

khusus yang memerlukan perhatian antara lain lebih rentan terhadap komplikasi

makrovaskular maupun mikrovaskular dari DM dan adanya sindrom geriatri.1 Komplikasi

penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas untuk

individu dengan DM. Kondisi yang paling sering menyertai DM tipe 2 yaitu hipertensi dan

dislipidemia, merupakan faktor risiko yang nyata terhadap terjadinya komplikasi

kardiovaskular. Tindakan mengontrol kedua faktor risiko ini, akan mencegah atau

memperlambat penyakit kardiovaskular pada lansia dengan DM.3,4

Tatalaksana DM tipe 2 pada lansia seringkali menunjukkan suatu konflik prioritas,

yang mana tatalaksana terindividualisasi diperlukan dengan memperhatikan riwayat penyakit,

Page 2: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

functional ability, situasi perawatan di rumah, harapan hidup dan kepercayaan lansia tersebut

mengenai kesehatannya. Target terapi terhadap tiga intermediate outcomes yaitu kontrol

glikemik (HbA1c), kontrol tekanan darah dan profil lipid, akan membantu tatalaksana lansia

dengan DM tetap berada pada jalurnya. Kontrol glikemik pada lansia akan memperbaiki

gejala hiperglikemia serta outcome mikrovaskular dan makrovaskular. Kontrol glikemik yang

ketat (HbA1c) secara spesifik akan memperbaiki outcome mikrovaskular. Kekurangan dari

kontrol glikemik yang ketat pada lansia adalah hipoglikemia dan penerapan polifarmasi.

Sementara itu, kontrol terhadap kolesterol dan tekanan darah juga akan mengurangi

komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.5

Page 3: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Lansia

2.1.1 Definisi

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan

oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut

(DM tipe-1) maupun relatif. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang diderita

seumur hidup. Penyakit ini merupakan penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,

dimana terjadi defek pada sel beta pankreas sebagai penghasil insulin atau defek pada

ambilan glukosa di jaringan perifer atau keduanya (DM tipe-2). Diabetes adalah penyakit

kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh

tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan

peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia).

2.1.2 Patogenesis DM Tipe 2 pada Lansia

Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia yang berisiko terhadap terjadinya

DM, sehingga sekarang dikenal istilah prediabetes.1 Prediabetes merupakan kondisi tingginya

gula darah puasa (gula darah puasa 100-125mg/dL) atau gangguan toleransi glukosa (kadar

gula darah 140-199mg/dL, 2 jam setelah pembebanan 75 g glukosa).1,3

Modifikasi gaya hidup

mencakup menjaga pola makan yang baik, olah raga dan penurunan berat badan dapat

memperlambat perkembangan prediabetes menjadi DM. Bila kadar gula darah mencapai

≥200 mg/dL maka pasien ini masuk dalam kelas Diabetes Melitus (DM).1

Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi tiga hal yaitu resistensi

insulin, hilangnya pelepasan insulin fase pertama sehingga lonjakan awal insulin postprandial

tidak terjadi pada lansia dengan DM, peningkatan kadar glukosa postprandial dengan kadar

gula glukosa puasa normal.1

Di antara ketiga gangguan tersebut, yang paling berperanan adalah resistensi insulin.

Hal ini ditunjukkan dengan kadar insulin plasma yang cukup tinggi pada 2 jam setelah

pembebanan glukosa 75 gram dengan kadar glukosa yang tinggi pula. Timbulnya dan

memburuknya resistensi insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor perubahan

komposisi tubuh yaitu massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya

aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan

Page 4: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

insulin, perubahan pola makan lebih banyak makan karbohidrat akibat berkurangnya jumlah

gigi, perubahan neurohormonal (terutama insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan

dehidroepiandosteron (DHEAS) plasma) sehingga terjadi penurunan ambilan glukosa akibat

menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan aksi insulin.1

2.1.3 Manifestasi Klinik DM Tipe 2 pada Lansia

Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan tidak selalu

tampak pada lansia penderita DM karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi kenaikan

ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila

glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme haus terganggu seiring

dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah

mengalami dehidrasi hiperosmolar akibat hiperglikemia berat.1

DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun ada gejala, seringkali

berupa gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya

status kognitif atau kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi, agitasi,

mudah jatuh, dan inkontinensia urin). Inilah yang menyebabkan diagnosis DM pada lansia

seringkali agak terlambat. Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis setelah

timbul penyakit lain.1

Di sisi lain, adanya penyakit akut (seperti infark miokard akut, stroke, pneumonia,

infeksi saluran kemih, trauma fisik/psikis) dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Hal ini

menyebabkan lansia yang sebelumnya sudah mengalami toleransi glukosa darah terganggu

(TGT) meningkat lebih tinggi kadar gula darah sehingga mencapai kriteria diagnosis DM.

Tata laksana kondisi medis akut itu dapat membantu mengatasi eksaserbasi intoleransi

glukosa tersebut.1

2.1.4 Diagnosis

Pada usia 75 tahun, diperkirakan sekitar 20% lansia mengalami DM, dan kurang lebih

setengahnya tidak menyadari adanya penyakit ini. Oleh sebab itu, American Diabetes

Association (ADA) menganjurkan penapisan (skrining) DM sebaiknya dilakukan terhadap

orang yang berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3 tahun sekali. Interval ini dapat lebih

pendek pada pasien berisiko tinggi (terutama dengan hipertensi dan dislipidemia).1 Berikut

ini adalah kriteria diagnosis DM menurut standar pelayanan medis ADA 2012.

Page 5: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM Menurut ADA 2012.4

Kriteria Diagnosis DM

1. HbA1c ≥ 6,5 %; atau

2. Kadar gula darah puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L); atau

3. Kadar gula darah 2 jam pp ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) pada tes toleransi glukosa

oral yang dilakukan dengan 75 g glukosa standar WHO)

4. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia

dengan kadar gula sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L).

Sebagaimana tes diagnostik lainnya, hasil tes terhadap DM perlu diulang untuk

menyingkirkan kesalahan laboratorium, kecuali diagnosis DM dibuat berdasarkan keadaan

klinis seperti pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia. Tes

yang sama dapat juga diulang untuk kepentingan konformasi. Kadangkala ditemukan hasil tes

pada seorang pasien yang tidak bersesuaian (misalnya antara kadar gula darah puasa dan

HbA1c). Jika nilai dari kedua hasil tes tersebut melampaui ambang diagnostik DM, maka

pasien tersebut dapat dipastikan menderita DM. Namun, jika terdapat ketidaksesuaian

(diskordansi) pada hasil dari kedua tes tersebut, maka tes yang melampaui ambang diagnostik

untuk DM perlu diulang kembali dan diagnosis dibuat berdasarkan hasil tes ulangan. Jika

seorang pasien memenuhi kriteria DM berdasarkan pemeriksaan HbA1c (kedua hasil ≥6,5%),

tetapi tidak memenuhi kriteria berdasarkan kadar gula darah puasa (≤126 mg/dL) atau

sebaliknya, maka pasien tersebut dianggap menderita DM.1

2.1.5 Tatalaksana DM Tipe 2 pada Lansia

Konsensus ADA 2012 menganjurkan untuk melakukan intervensi segera setelah pasien

terdiagnosis menderita DM.4 Terapi DM tipe 2 dibagi menjadi 2 tingkatan, yaitu :

1

1. Tingkat 1 (well validated core therapies)

Intervensi ini merupakan yang paling banyak digunakan dan paling cost-effective untuk

mencapai target gula darah. Terapi tingkat 1 ini terdiri dari modifikasi gaya hidup (untuk

menurunkan berat badan & olah raga), metformin, sulfonilurea, dan insulin.

a. Tingkat 1/Langkah 1

Intervensi awal yang dilakukan adalah kombinasi modifikasi gaya hidup dan pemberian

metformin. Modifikasi gaya hidup pada lansia penderita DM meliputi menjaga pola makan

(diet) yang baik, olah raga dan penurunan berat badan.1

Page 6: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Gambar 2.1 Algoritme pengelolaan DM tipe 2.1,8

Modifikasi gaya hidup

- Terapi diet

Terapi diet untuk lansia dapat merupakan sebuah masalah tersendiri karena adanya

berbagai keterbatasan, antara lain berupa keterbatasan finansial, tidak mampu

menyediakan bahan makanan karena masalah transportasi/mobilitas, tidak mampu

menyiapkan makanan (terutama pada lansia pria tanpa istri), keterbatasan dalam

mengikuti instruksi diet karena adanya gangguan fungsi kognitif, berkurangnya

pengecapan karena berkurangnya kepekaan dan jumlah reseptor pengecap, meningkatnya

kejadian konstipasi pada lansia. Total kalori dan komposisi makanan juga harus

diperhitungkan.1

- Olahraga

Berikut ini adalah pertimbangan manfaat-risiko olahraga pada lansia.

Tabel 2.2 Peran Olahraga pada Lansia.1

Manfaat Risiko

Perbaikan toleransi glukosa

Peningkatan kemampuan konsumsi oksigen

maksimum Peningkatan kekuatan otot

Penurunan tekanan darah

Pengurangan lemak tubuh

Perbaikan profil lipid

Hipoglikemia

Cedera pada tulang-sendi dan kaki

Sudden cardiac death

Page 7: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Karena pada lansia, seringkali dijumpai juga penyakit penyerta seperti osteoartritis,

parkinson, gangguan penglihatan, dan gangguan keseimbangan, maka olahraga

sebaiknya dilakukan di lingkungan yang memang dekat, dan jenis olahraga yang

dilakukan lebih bersifat isotonik daripada isometrik.1

Metformin

Metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini pertama untuk semua pasien DM tipe 2

kecuali pada mereka yang punya kontraindikasi terhadap metformin misalnya antara lain

gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >133 mmol/L atau 1,5 mg/dL pada pria dan >124

mmol/L atau 1,4 mg/dL pada wanita), gangguan fungsi hati, gagal jantung kongestif,

asidosis metabolik, dehidrasi, hipoksia dan pengguna alkohol. Namun, karena kreatinin

serum tidak menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang sebenarnya pada usia sangat lanjut,

maka metformin sama sekali tidak dianjurkan pada lansia >80 tahun. Metformin bermanfaat

terhadap sistem kardiovaskular dan mempunyai risiko yang kecil terhadap kejadian

hipoglikemia.1

Meskipun demikian, penggunaan metformin pada lansia dibatasi oleh adanya efek

samping gastrointestinal berupa anoreksia, mual, dan perasaan tidak nyaman pada perut

(terjadi pada 30% pasien). Untuk mengurangi kejadian efek samping ini, dapat diberikan

dosis awal 500 mg, kemudian ditingkatkan 500 mg/minggu untuk dapat mencapai kadar

gula darah yang diinginkan. Walaupun terapi awal dengan modifikasi gaya hidup dan

metformin pada mulanya efektif, hal yang terjadi secara alami pada sebagian besar pasien

DM tipe 2 adalah kecenderungan naiknya gula darah seiring dengan berjalannya waktu

dengan prevalensi 5-10% per tahun. Sebuah studi UKPDS menyatakan bahwa 50% pasien

yang terkontrol dengan obat-obatan tunggal memerlukan penambahan obat kedua setelah 3

tahun; dan setelah 9 tahun, 75% pasien memerlukan terapi multipel untuk mencapai target

HbA1c <7%.1

Konsensus ADA dan EASD menganjurkan pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan serta

penambahan obat kedua jika target terapi HbA1c <7% tidak tercapai dengan modifikasi

gaya hidup dan metformin (lihat algoritma). Untuk dapat mencapai target HbA1c,

diperlukan target kadar gula darah puasa 70-130 mg/dl dan kadar gula postprandial <180

mg/dL.1,3

b. Tingkat 1/Langkah 2

Page 8: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Sulfonilurea

Sulfonilurea dapat digunakan ketika ada keadaan yang merupakan kontraindikasi untuk

metformin, atau digunakan sebagai dalam kombinasi dengan metformin jika gula darah

target belum tercapai. Sulfonilurea jenis apapun yang digunakan tunggal menyebabkan

penurunan HbA1C sebesar 1-2%.1

Mekanisme kerja utama sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin sel b

pankreas. Pada studi UKPDS, tampak tidak ada perbedaan dalam hal efektivitas dan

keamanan penggunaan sulfonilurea (klorpropramid, glibenklamid, dan glipizid), tetapi

sulfoniliurea generasi kedua dengan masa kerja singkat lebih dipilih untuk lansia dengan

DM. Sedangkan klorpropramid dipilih untuk tidak digunakan pada lansia karena masa kerja

yang panjang, efek antidiuretik, dan berhubungan dengan hipoglikemia berkepanjangan.1,3

Di antara sulfonilrea generasi kedua, glipizid mempunyai risiko hipoglikemia yang paling

rendah sehingga merupakan obat terpilih untuk lansia.1

Meskipun demikian, semua sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh

karena itu, pemberiannya harus dimulai dengan dosis yang rendah dan ditingkatkan secara

bertahap untuk mencapai gula darah target, sembari dilakukan pengawasan untuk mencegah

terjadinya efek samping.1

Insulin

Berdasarkan konsensus ADA-EASD, insulin dapat diberikan bila target gula darah tidak

tercapai dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian metformin. Selain itu, insulin juga

diberikan pada keadaan adanya kondisi akut, seperti sakit berat, keadaan hiperosmolar,

ketosis, dan pada pembedahan. Keputusan untuk memulai pemberian insulin dibuat

berdasarkan pertimbangan akan kemampuan penderita untuk menyuntikkan sendiri insulin,

dan keutuhan fungsi kognitif. Pada lansia yang bergantung pada orang lain untuk

memberikan insulin, maka gunakan insulin masa kerja panjang (long-acting) dengan dosis

sekali sehari, walaupun ini tidak dapat memberikan kontrol gula darah sebaik yang dicapai

dengan pemberian insulin basal bolus atau regimen dua kali sehari.1

Pada lansia yang hanya menggunakan insulin basal, saatnya pemberian insulin bukan

hal yang penting. Jika kontrol gula darah atau glukosa postprandial target tidak tercapai

dengan pemberian basal insulin, maka dapat diberikan insulin kerja singkat (short-acting).

Namun, pada pemberian bolus insulin short acting, saatnya makan merupakan faktor

Page 9: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

penting, dan sering menimbulkan masalah pada pasien yang renta yang tidak dapat

menyuntikkan insulinnya sendiri.1

Dibandingkan dengan insulin jenis lain, insulin analog paling mendekati pola sekresi

insulin endogen basal pada orang dewasa sehat. Walaupun demikian, penggunaan insulin

berhubungan dengan efek samping peningkatan berat badan dan hipoglikemia. Dari

berbagai studi dilaporkan bahwa efek samping hipoglikemia lebih jarang terjadi pada

penggunaan analog insulin (detemir dan glargine) dibandingkan NPH. Sementara itu,

didapati efek peningkatan berat badan dengan nilai yang sama (+ 3 kg dalam 6 bulan) baik

pada golongan analog insulin maupun NPH. Bila kegagalan sel b pankreas mensekresi

insulin sudah demikian parah, diperlukan pemberian insulin untuk kontrol gula darah,

sehingga insulin memegang peranan penting dalam tata laksana DM. Lansia merupakan

kelompok populasi yang rentan terhadap efek samping hipoglikemia. Oleh sebab itu,

diperlukan edukasi bagi lansia dan pengasuhnya tentang pengenalan gejala hipoglikemia

dan penanganannya.1

2. Tingkat 2 (less well validated therapies)

Intervensi ini terdiri dari pilihan terapi yang berguna pada sebagian orang, tetapi

dikelompokkan ke dalam tingkat 2 karena masih terbatasnya pengalaman klinis. Termasuk ke

dalam tingkat 2 ini adalah tiazolidindion (pioglitazon) dan Glucagon Like Peptide-1/GLP-1

agonis (exenatide).1

Tiazolidindion

Tiazolidindion merupakan kelompok obat yang dapat memperbaiki kontrol gula darah

dengan meningkatkan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin.3 Penggunaan

tiazolidindion (pioglitazon dan rosiglitazon) sebagai monoterapi menyebabkan penurunan

HbA1C sebesar 0,5-1,4%. Pada berbagai studi klinis didapatkan bahwa kontrol gula darah

dengan rosiglitazon lebih lama dibandingkan dengan metformin. Tidak seperti obat DM

lainnya, tiazolidindion memperbaiki berbagai marker fungsi sel b pankreas yang antara lain

ditunjukkan dengan meningkatnya sekresi insulin selama 6 bulan. Namun, efek ini hanya

sementara, setelah 6 bulan terapi dengan tiazolidindion, terjadi penurunan fungsi sel β

pankreas.1

Di luar manfaat tersebut, tiazolidindion mempunyai beberapa efek samping, antara

lain peningkatan berat badan dan edema yang terkait dengan risiko kardiovaskular. Studi

Page 10: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

menunjukkan bahwa risiko gagal jantung meningkat sebesar 1,2-2 kali lipat pada

penggunaan tiazolidindion dibandingkan obat hipoglikemik lain. Gagal jantung terjadi pada

median terapi selama 6 bulan, baik pada dosis tinggi maupun rendah, dan ini terutama

terjadi pada lansia.1,3

Baik pioglitazon maupun rosiglitazon berisiko menimbulkan gagal jantung. Bahkan

rosiglitazon juga berisiko memicu kejadian iskemia miokard (peningkatan risiko relatif

40%) sehingga konsensus ADA tidak menganjurkan rosiglitazon untuk terapi DM tipe 2.

Berbeda dengan rosiglitazon, pioglitazon dapat mengurangi kejadian kardiovaskular karena

pioglitazon dapat memperbaiki profil lipid aterogenik.1

Efek samping lain dari tiazolidindion adalah meningkatnya risiko fraktur >2 kali lipat,

terutama pada panggul. Efek samping ini dapat terjadi setelah penggunaan tiazolidindion

12-18 bulan. Risiko fraktur ini sama baik dengan dosis tinggi maupun rendah, pada pasien

lansia maupun nonlansia, dan pada pria maupun wanita.1

Agonis GLP-1

Sistem gastrointestinal memegang peranan penting dalam homeostasis glukosa. Hal ini

terlihat berupa lebih banyaknya respons insulinotropik pada pemberian nutrisi per oral

dibandingkan pada pemberian glukosa intravena. Yang berperanan dalam hal ini adalah

hormon inkretin yang terdiri dari GLP-1 dan Glucose-dependent Insulinotropic

Poplypeptide/GIP). Pada pasien DM tipe 2, sekresi GIP setelah makan hanya sedikit

terganggu, sementara sekresi GLP-1 terganggu secara nyata. Pemberian GLP-1 parenteral

meningkatkan sekresi insulin secara dose-dependent dan juga menurunkan sekresi

glukagon, sehingga menurunkan kadar gula darah puasa dan postprandial. Hal ini tidak

terjadi pada pemberian GIP parenteral. Sayangnya GLP-1 cepat didegradasi oleh enzim

DPP-4. Untuk mengatasi hal ini, saat ini dikembangkan agonis reseptor GLP-1 yang

memperpanjang masa kerja GLP-1 endogen dan melawan efek enzim DPP-4. Pemberian

agonis reseptor GLP-1 akan meningkatkan aksi kerja GLP-1 (menurunkan kadar gula darah,

mengurangi sekresi glukagon, menurunkan berat badan, menimbulkan rasa cepat kenyang,

memperlambat pengosongan lambung).1

Walaupun tidak digunakan sebagai monoterapi dalam tata laksana DM tipe 2,

beberapa uji klinis menunjukkan bahwa pada penggunaan agonis reseptor GLP-1 terjadi

penurunan HbA1C sebesar 0,5-1,5 %. Penggunaan obat golongan tingkat 2 berdasarkan

konsensus ADA-EASD tampaknya menjanjikan untuk tata laksana DM, namun masih

Page 11: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

terbatasnya penelitian dan pengalaman klinis terhadap obat-obatan tersebut menyebabkan

penggunaannya masih terbatas. Oleh sebab itu, kelompok obat ini belum dianjurkan untuk

digunakan pada lansia.1

2.1.6 Penentuan Target Kontrol Glikemik DM Tipe 2 pada Lansia

Guideline dari AACE (American Association of Clinical Endocrinologists) dan ADA

merekomendasikan kontrol glikemik intensif pada dewasa dengan DM tipe 2 secara berturut-

turut adalah HbA1c ≤ 6,5% dan < 7%. Sebaliknya American Geriatric Society (AGS)

merekomendasikan kontrol glikemik standar HbA1c ≤ 8% pada pasien usia > 65 tahun yang

lemah, memiliki harapan hidup < 5%, atau yang beresiko untuk mengalami efek merugikan

yang berkaitan dengan penggunaan obat antidiabetes.6,7

Gambar 2.2 Interaksi antara faktor pasien dan target glikemik.5

Kontrol glikemik yang ketat (HbA1c < 7%) memiliki beberapa keuntungan dan

kerugian (gambar 2.2). Adapun keuntungan kontrol glikemik yang ketat pada lansia adalah :

- Kontrol gejala.

Selain mencegah terjadinya krisis hiperglikemia (diabetic ketoacidosis dan

nonketotic hyperosmolar syndrome), menghilangkan gejala merupakan prioritas

utama. Hiperglikemia dapat menyebabkan polidipsi, poliuri, nokturi, haus dan

peningkatan rasa lapar, walaupun frekuensi gejala ini lebih jarang muncul pada lansia.

Gejala klasik ini biasanya terjadi jika level glukosa plasma di atas 200 mg/dl. Nokturi

Page 12: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

dapat mengganggu tidur. Gejala yang muncul dapat tidak spesifik seperti failure to

thrive, low energy, jatuh, pusing, bingung, inkontinensia, infeksi traktus urinarius.5

- Menurunkan risiko komplikasi mikrovaskular.

Penelitian ACCORD (Action to Control Cardiovascular Risk in Diabetes)

membandingkan kontrol glikemik intensif (target HbA1c < 6,0%) dibandingkan

dengan kontrol glukosa standard (target HbA1c 7,0 – 7,9) pada pasien yang berusia

40-79 tahun. Hasilnya adalah ditemukan outcome yang lebih baik pada kontrol

glikemik intensif dibandingkan dengan kontrol glikemik yang moderat. Pada

penelitian ADVANCE (Action in Diabetes and Vascular Disease: Preterax and

Diamicron MR Controled Evaluation), terdapat penurunan komplikasi mikrovaskular

pada kontrol glikemik intensif. Secara keseluruhan, beberapa penelitian ini

mendemonstrasikan terjadinya penurunan komplikasi mikrovaskular, dari penurunan

HbA1c > 8% menjadi kisaran 8% sampai < 7%.5

- Menurunkan risiko makrovaskular.

Terdapat sedikit bukti yang mendukung peranan kontrol glikemik yang ketat (HbA1c

<7%) dalam menurunkan komplikasi dan mortalitas akibat gangguan kardiovaskular.5

ADA (2012) memberikan rekomendasi khusus untuk pasien lansia dengan DM. Dikatakan

bahwa pada pasien lansia yang baik secara fungsional dan kognitif dan memiliki harapan

hidup yang signifikan, target terapinya dapat dikembangkan sesuai dengan target pada umur

yang lebih muda.4

Sementara itu target glikemik pada lansia yang tidak memenuhi kriteria di atas, akan

disesuaikan menggunakan kriteria yang telah terindividualisasi, namun kondisi hiperglikemia

yang menimbulkan gejala atau risiko komplikasi hiperglikemia akut harus tetap dihindari

pada semua pasien.4

Meskipun kontrol glikemik yang ketat memiliki beberapa keuntungan, dokter juga

harus mempertimbangkan efek yang merugikan (hipoglikemia) serta faktor yang

mempengaruhi keuntungan dan kerugian (usia, durasi diabetes, komorbiditas, dan

managemennya).5 Tabel 2.2 menunjukkan berbagai guideline mengenai kontrol glikemik

pada lansia dengan DM.

Hipoglikemia sering menyertai terapi diabetes. Faktro risiko hipoglikemia tampak

pada tabel 2.3. Tingkat keparahan hipoglikemia meningkat seiring dengan pertambahan usia

Page 13: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

dan berkaitan dengan perubahan fisiologis, kognitif dan komorbiditas termasuk terapinya.

Sulfonilurea dan insulin berkaitan dengan frekuensi hipoglikemia yang tinggi. Metformin

memiliki insiden hipoglikemia yang rendah, tapi dikontraindikasikan pada kondisi

insufisiensi renal dan decompensated heart failure dan pada pasien yang berusia > 80 tahun.

Saat ini terdapat dua obat yang diketahui beresiko rendah menimbulkan hipoglikemia yaitu

incretin dan dipeptidyl peptidase-4 inhibitor. Bila dibutuhkan penggunaan insulin, maka

dipertimbangkan pemberian insulin kerja panjang (misalnya insulin glargine), yang memiliki

frekuensi hipoglikemia yang lebih rendah dibandingkan dengan injeksi neutral protamine

Hagedorn (NPH) dua kali. Sebagai tambahan, farmakokinetik insulin pada lansia mungkin

berubah pada lansia.5

Tabel 2.2 Review guideline kontrol glikemik pada lansia.

NO Guideline (tahun) Rekomendasi

1. American Diabetes Association

(2012)4

Glycaemic recommendations for many non-pregnant adults

with diabetes mellitus: HbA1c of <7%

Goals should be individualized based on:

duration of diabetes

age/life expectancy

co-morbid conditions

known CVD or advanced microvascular complications

hypoglycaemia unawareness

individual patient considerations

More or less stringent glycaemic goals may be appropriate for

individual patients 2. American Geriatrics Association

(2003)7

HbA1c target of:

<7.0% in adults with good functional status

<8.0% if frail or if life expectancy is <5 years or if the risks

of intensive glycaemic control appear to outweigh the

benefits

3. Canadian Diabetes Association

(2008)5

Glycaemic targets must be individualized; however, therapy in

most individuals with type 1 or type 2 diabetes should be

targeted to achieve an HbA1c of <7.0% in order to reduce the

risk of microvascular, and, in individuals with type 1 diabetes,

macrovascular complications.

A target HbA1c of <6.5% may be considered in some patients

with type 2 diabetes to further lower the risk of nephropathy,

but this must be balanced against the risk of hypoglycaemia

and increased mortality in patients who are at significantly

elevated risk of CVD.

Otherwise healthy elderly people with diabetes should be

treated to achieve the same glycaemic, blood pressure and lipid

targets as younger people with diabetes. In people with

multiple co-morbidities, a high level of functional dependency

or limited life expectancy, the goals should be less stringent

4. UK NICE (2008)5 Involve the person in decisions about their individual HbA1c

target level, which may be above the 6.5% target set for people

with type 2 diabetes in general

5. US VA/DoD (2010)5 HbA1c target of:

<7% if life expectancy >10 years (no major co-morbidity)

Page 14: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

and absent or mild microvascular complications

<8% if life expectancy is 5–10 years (moderate comorbidity)

and absent or mild microvascular complications or >5 years

with moderate microvascular complications

<9% if life expectancy <5 years (major co-morbidity) or if

there are advanced microvascular complications

6. European Diabetes Working Party for

Older People (2004)5

For older patients with type 2 diabetes, with single system

involvement (free of other major co-morbidities), a target

HbA1c (DCCT aligned) range of 6.5–7.5% should be aimed

for. Evidence level 2++; grade of recommendation B. The

precise target agreed will depend on existing cardiovascular

risk, presence of microvascular complications, and ability of

individual to self-manage.

For frail patients (those who are dependent; have multisystem

disease; are care home residents, including those with

dementia) where the hypoglycaemia risk is high and symptom

control and avoidance of metabolic decompensation is

paramount, the target HbA1c range should be >7.5% to £8.5%.

Evidence level 3/4; grade of recommendation D.

7. Diabetes Australia Guideline

Development Consortium (2009)5

HbA1c target of ≤ 7%

HbA1c target >7% may be appropriate in people with type 2

diabetes who have a history of severe hypoglycaemia, a limited

life expectancy or co-morbidities, or who are elderly

CVD= cardiovascular disease; HbA1c = glycosylated haemoglobin; NICE = National Institute for Health and

Clinical Excellence; VA/DoD=Department of Veterans Affairs/Department of Defense.

Tabel 2.3 Faktor risiko Hipoglikemia pada Lansia.5

Adrenoceptor antagonists

Alcohol intake

Autonomic neuropathy

Cognitive impairment

Complex regimens

Hepatic dysfunction

Hospitalization

Insulin

Polypharmacy

Poor nutrition

Renal insufficiency

Sedative agents

Sulfonylureas

Tight glycaemic control

2.1.7 Sindrom Geriatri

Selain manifestasi klinik yang telah disebutkan, pada lansia juga terdapat aspek khusus

berkenaan dengan DM yang dikenal dengan sindrom geriatri. Tata laksana DM harus

memperhatikan semua aspek dalam sindrom geriatri ini.1

a. Depresi

Kejadian depresi pada lansia penderita DM adalah 2 kali lipat dibandingkan dengan lansia

pada umumnya, dan prevalensi pada wanita lebih banyak (28%:18%). Sayangnya, depresi

Page 15: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

pada lansia ini seringkali tidak terdeteksi. Depresi tentu meningkatkan biaya pelayanan

kesehatan dan memberi pengaruh buruk pada pengobatan DM karena tata laksana DM yang

efektif memerlukan partisipasi pasien. Sebuah studi memperlihatkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara keparahan depresi dan keberhasilan pengobatan. Jadi, tata

laksana DM kurang berhasil pada pasien yang menderita depresi. Mekanisme hubungan

antara DM dan depresi belum jelas, tetapi hiperglikemia dapat menyebabkan depresi dan

sebaliknya, depresi dapat menyebabkan hiperglikemia. Metaanalisis dari 24 studi

memperlihatkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara nilai HbA1c dan gejala depresi.

Tata laksana depresi dapat meningkatkan proporsi pasien dengan kontrol gula darah yang

baik. Karena depresi dapat mengganggu tata laksana DM, sebaiknya dilakukan skrining

berkala atas depresi pada lansia penderita DM. Saat ini tersedia berbagai modalitas skrining

antara lain Geriatric Depression Scale, Beck Depression Inventory, atau Zung’s Mood Scale.

Pada lansia penderita DM yang mengalami depresi rekuren, perlu ditelaah kembali obat yang

diterimanya, adakah obat yang menyebabkan depresi di antara obat-obatan tersebut.1

b. Gangguan Fungsi Kognitif

Berbagai studi telah melaporkan hubungan antara DM dan gangguan fungsi kognitif yang

meningkatkan risiko terjadinya demensia. Hubungan gangguan fungsi kognitif pada lansia

penderita DM cukup kuat, dan wanita mengalami penurunan fungsi kognitif yang lebih

bermakna dibandingkan pria. Studi lain membuktikan bahwa lansia dengan kontrol gula

darah yang baik lebih lambat mengalami gangguan fungsi kognitif. Seperti hal depresi,

gangguan fungsi kognitif dapat menganggu kemampuan pasien berpartisipasi dalam tata

laksana DM, baik dalam hal modifikasi gaya hidup maupun dalam minum obat. Oleh sebab

itu, penting dilakukan skrining atas gangguan fungsi kognitif pada awal pengobatan dan

setiap ada perubahan pada kemampuan lansia di dalam mengurus diri sendiri.1

c. Keterbatasan Fisik dan Risiko Terjatuh

DM merupakan faktor risiko utama untuk gangguan fungsi tungkai bawah, gangguan

keseimbangan, dan kemampuan gerak. Dibandingkan dengan lansia laninnya, risiko

keterbatasan fisik 2-3 kali lipat pada lansia penderita DM, dan risiko ini lebih besar pada

wanita. Dampak semua ini adalah lebih banyak lansia wanita penderita DM yang mengalami

jatuh dan fraktur. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian berkala terhadap faktor risiko

terjatuh pada lansia penderita DM agar dapat diupayakan pencegahannya.1

d. Polifarmasi

Page 16: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Polifarmasi adalah penggunaan 5 atau lebih obat-obatan sekaligus. Pada penderita DM,

polifarmasi mungkin tak dapat dihindari karena selain diperlukan untuk pengendalian gula

darah, obat juga diperlukan untuk mengatasi gangguan tekanan darah, dispipidemia, dan

komplikasi vaskular. Pada kenyataannya, selain meningkatkan risiko terjadinya efek samping

obat, pada lansia polifarmasi meningkatkan kerentanan terhadap depresi, gangguan fungsi

kognitif dan risiko terjatuh. Salah satu efek samping pada lansia penderita DM yang paling

serius adalah hipoglikemia. Predisposisi untuk keadaan ini antara lain berupa makan tidak

teratur, penurunan berat badan, aktivitas berlebih, gangguan hati, gangguan ginjal,

penggunaan alkohol, dan kebingungan akan regimen pengobatan. Risiko ini terutama tinggi

pada penggunaan sulfonilurea atau insulin sekretogogue, maka sulfonilurea kerja panjang

tidak boleh digunakan pada lansia dengan DM. Pilihan obat untuk lansia penderita DM

tergantung dari fungsi hati, fungsi ginjal, obat lain yang dipakai, dan kemampuan untuk

monitor diri sendiri.1

e. Inkontinensia Urin

Kejadian inkontinensia urin meningkat pada lansia penderita DM, dan wanita berisiko 2 kali

lebih banyak daripada pria. Faktor yang berperanan dalam hal ini antara lain poliuria,

glikosuria, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih, efek samping pengobatan dan impaksi

feses. Inkontinensia urin persisten perlu dievaluasi dan diatasi karena dapat menurunkan

kualitas hidup dan memicu terjadinya isolasi sosial.1

2.2 Dislipidemia

2.2.1 Definisi

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun

penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar

kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein (LDL), trigliserida, serta penurunan

kolesterol high density lipoprotein (HDL). Dislipidemia berkaitan erat dengan aterosklerosis,

yaitu sebagai faktor risiko utama aterosklerosis.

Dislipidemia yang menyertai beberapa penyakit seperti diabetes melitus, hipotiroidisme,

sindrom nefrotik, dan gagal ginjal kronik disebut dislipidemia sekunder.

2.2.2 Modifikasi Gaya Hidup untuk Usia Lanjut

Page 17: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

National Cholesterol Education Program (NCEP) menekankan bahwa pendekatan inisial

pasien dengan dislipidemia adalah perubahan gaya hidup, tidak hanya melibatkan perubahan

pola makan, tetapi juga meningkatkan aktivitas fisik. Center for Disease Control and

Prevention and the American College of Sports Medicine melaporkan bahwa lebih dari 24%

usia lanjut melakukan sedentary lifestyle dan 54% melakukan aktivitas yang tidak adekuat.

NCEP/ATP-III menyarankan aerobik untuk semua pasien dengan peningkatan level

kolesterol. Program rehabilitasi jantung dan latihan yang diikuti oleh pasien lanjut usia

dengan penyakit jantung koroner membuktikan perbaikan plasma lipid, dengan 5%

mengalami penurunan kolesterol total, 15% penurunan trigliserida, 3% penurunan LDL, dan

6% peningkatan HDL. Pada kelompok dengan kadar HDL yang sangat rendah dan

hipertrigliseridemia, terjadi peningkatan HDL lebih dari 15%.9

Elemen paling penting dari perubahan gaya hidup adalah perubahan pola makan. Pola

makan yang harus dilakukan adalah mengurangi karbohidrat dan meningkatkan protein.

Individual dengan dislipidemia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi lemak jenuh,

konsumsi karbohidrat, dan peningkatan konsumsi protein. Asam lemak omega-3 juga

mengurangi insiden terjadinya penyakit jantung koroner. Asam lemak omega-3 yang berasal

dari minyak ikan, jika dikonsumsi 4 gram/hari dapat menurunkan trigliserida 25-30%, dengan

peningkatan 5-10% LDL serta peningkatan HDL 1-3%. Intervensi diet yang lainnya adalah

peningkatan soluble fiber sebagai agen yang mengurangi kolesterol. Pada pasien lanjut usia

sering terjadi konstipasi dan penyakit kolon, penggunaan soluble fiber untuk mengurangi

gejala tersebut ternyata juga mengurangi kadar LDL hingga lebih dari 20%, tanpa

peningkatan signifikan pada HDL.9

2.2.3 Rekomendasi dan Target Terapi

AGS merekomendasikan bahwa untuk lansia dengan DM dan dislipidemia, hendaknya

dilakukan koreksi terhadap abnormalitas lipid jika memungkinkan setelah

mempertimbangkan seluruh status kesehatannya (rekomendasi IA). Bukti epidemiologi

menunjukkan bahwa orang dengan DM tanpa Myocardial infarction (MI) sebelumnya

mengalami peningkatan risiko yang sama mengalami MI dengan orang tanpa DM yang

pernah mengalami MI.7

Banyak pasien DM yang mengalami abnormalitas lipid (low-density lipoprotein/LDL

yang tinggi, high-density lipoprotein/HDL yang rendah, dan triglycerides yang tinggi), yang

berkontribusi terhadap risiko kardiovaskular. Terdapat bukti yang mendukung penggunaan

terapi dan agen penurun kadar lipid untuk meningkatkan HDL pada lansia dengan DM.

Page 18: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Beberapa Randomized Controlled Trial dan meta-analyses menunjukkan bahwa penurunan

LDL akan mengurangi risiko kardiovaskular pada lansia dengan DM. Salah satu agen yang

dapat menurunkan kadar LDL adalah statin (3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A

reductase).7

Data mengenai efek kadar HDL dan trigliserida pada lansia dengan DM saat ini masih

terbatas. Pada pria dengan DM (mean age 65) yang mana abnormalitas primernya adalah

rendahnya HDL, penggunaan fibrate dikatakan berhubungan dengan peningkatan kadar HDL,

penurunan TG dan penurunan penyakit kardiovaskular.7

AGS (2003) merekomendasikan bahwa bila lansia dengan DM dan kadar LDL

kolesterolnya adalah ≤100 mg/dL, status lipid harus dicek ulang setidaknya setiap 2 tahun.

Namun bila kadar LDL antara 100 dan 129 mg/dL, medical nutrition therapy (MNT) dan

peningkatan aktivitas fisik direkomendasikan, staus lipid dicek sekurang-kurangnya tiap

tahun, dan respon terapi harus dimonitor. Apabila LDL ≤100 mg/dL tidak tercapai, maka

terapi farmakologi harus dimulai jika memungkinkan. Sementara itu, jika LDL ≥ 130 mg/dL,

terapi farmakologis diperlukan dengan tambahan modifikasi gaya hidup, status lipid dicek

sekurang-kurangnya tiap tahun, dan respon terhadap terapi harus dimonitor.7

Menurut ADA (2012), modifikasi gaya hidup pada pasien dislipidemia berfokus pada

penurunan saturated fat, trans fat, dan asupan kolesterol; peningkatan n-3 fatty acid, viscous

fiber dan plant stanols/sterols; penurunan berat badan (jika diperlukan) dan peningkatan

aktivitas fisik. Berikut ini beberapa rekomendasi ADA (2012) mengenai terapi dislipidemia:4

Terapi statin hendaknya ditambahkan pada terapi gaya hidup tanpa memperhatikan level

lipid pada pasien DM dengan:

a. CVD yang nyata.

b. Tanpa CVD berusia lebih dari 40 tahun dan yang memiliki satu atau lebih faktor

risiko CVD lainnya.

Untuk pasien yang berisiko lebih rendah (misalnya tanpa CVD yang nyata dan berusia di

bawah 40 tahun), terapi statin harus dipertimbangkan sebagai tambahan terapi gaya

hidup jika kolesterol LDL masih > 100 mg/dL atau pada mereka dengan faktor risiko

CVD multipel.

Pada individu dengan CVD yang nyata, target kolesterol LDL yang lebih rendah < 70

mg/dL (1,8 mmol/L), menggunakan statin dosis tinggi, merupakan pilihan.

Page 19: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Jika pasien yang diterapi obat tidak mencapai target di atas dengan terapi statin yang

tertoleransi maksimal, penurunan kolesterol LDL ~30 – 40% dari baseline merupakan

alternatif target terapi.

Level trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L) dan koesterol HDL > 40mg/dL (1,0

mmol/L) pada pria dan > 50 mg/dL (1,3 mmol/L) pada wanita, adalah diperlukan.

Namun terapi statin dengan target kolesterol LDL masih merupakan strategi yang lebih

disukai/dipilih. Pada sebagian besar pasien DM dengan terapi dislipidemia (kecuali

hipertrigliserida berat), target terapinya adalah untuk menurunkan kadar kolesterol LDL

< 100 mg/dL (2,60 mmol/L).

Jika target tidak dapat dicapai dengan statin dosis maksimal, maka kombinasi statin

dengan agen penurun lipid lainnya dapat dipertimbangkan untuk mencapat target lipid,

namun belum terdapat penelitian yang mengevaluasi outcome terapi kombinasi ini baik

dalam hal outcome penyakit kardiovaskular atau keamanannya.

Page 20: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : KJS

Umur : 67 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku : Bali

Agama : Hindu

Pendidikan : S1

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Tidak bekerja

Caregiver :

Umur : 40 th

Pekerjaan : PNS

Hubungan dengan pasien : anak pasien

Tanggal Kunjungan Poli : 30 November 2012

Tanggal Kunjungan Rumah : 14 Desemberr 2012

3.2 Anamnesia

a. Keluhan Utama : Kontrol gula darah.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang ke poliklinik Geriatri dengan tujuan untuk kontrol gula darah. Selain

kontrol gula darah, pasien juga mengeluh sering pegal pada punggung dan kaki sejak 6 bulan

yang lalu. Pegal dirasakan muncul terus menerus dan mengganggu aktivitas sehingga

kegiatan seperti membersihkan rumah tidak dapat dilakukan dengan baik. Pegal dirasakan

memberat terutama saat beraktivitas dan membaik dengan istirahat. Awalnya 20 tahun yang

lalu pasien sudah mulai mengeluhkan pegal namun tidak sesering sekarang, yang makin lama

makin memberat.

Selain pegal pasien tidak mengeluhkan hal lain. Minum pasien dikatakan normal, sekitar

6 – 7 gelas 500 cc/ harinya. Penurunan berat badan disangkal. Buang air besar (BAB)

dikatakan normal sebanyak 1 kali, warna kekuningan, konsistensi padat dengan volume ± 1/2

gelas tiap BAB. Buang air kecil (BAK) juga dikatakan normal oleh pasien, yaitu BAK 3-4

Page 21: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

kali per hari berwarna kekuningan, volume ± 1/2 gelas tiap BAK. Riwayat kencing keluar

darah, batu, berbusa, dan nyeri saat berkemih tidak ada.

Keluhan seperti banyak makan, minum atau sering kencing disangkal oleh pasien.

Pandangan kabur dan rasa kesemutan di ujung tangan maupun kaki saat ini juga disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien telah didiagnosis menderita Diabetes Melitus tipe-2 sejak tahun 1992. Saat itu

pasien mengeluhkan sering makan, sering minum, sering kencing, dan mengeluhkan

penglihatannya kabur. Pasien kemudian berobat ke dokter praktek swasta dan dianjurkan

untuk melakukan pengecekan kadar gula darah. Dikatakan saat itu gula darah acak mencapai

344 mg/dL dan gula darah 2 jam pp 348 mg/dL sehingga pasien pun didiagnosis menderita

Diabetes Mellitus tipe 2.

Pasien juga didiagnosis Dislipidemia sejak tahun 2000. Saat itu kadar LDL dan TG

dikatakan meningkat, disertai penurunan HDL, namun pasien lupa berapa angka pastinya.

Pasien kemudian diterapi dengan Simvastatin.

Pasien juga mengatakan pernah melakukan operasi katarak di kedua matanya. Sekarang

pasien mampu melihat meskipun dengan bantuan kacamata. Namun, jika malam hari pasien

akan merasa silau sehingga tidak berani mengendarai mobil atau motor sendiri.

d. Riwayat Pengobatan

Awalnya selama 3 tahun, pasien sering kontrol gula darah di puskesmas, namun

pasien kemudian lebih memilih kontrol ke poliklinik Geriatri RSUP Sanglah. Pasien

mendapatkan terapi Glibenclamide sejak pertama kali didiagnosis menderita DM tipe 2.

Selama menggunakan glibenclamide, gula darah pasien tidak terkontrol dengan baik,

meskipun terkadang kadar gula darah acak dan 2 jam pp mencapai target yang diinginkan.

Setelah beberapa tahun menggunakan Glibenclamide, jenis obat antidiabetes pasien lalu

diganti dengan Metformin (pasien lupa sejak tahun berapa mengkonsumsi metformin).

Setelah menggunakan metformin, gula darah pasien mulai terkontrol dengan baik meskipun

terkadang juga tidak mencapai target terapi Pasien juga mendapatkan terapi simvastatin dan

acetosal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Page 22: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Pasien mengatakan ayah dan ketiga kakak kandngnya menderita diabetes mellitus tipe

2. Ayah dan kakak pertama pasien dikatakan meninggal karena komplikasi dari penyakit

diabetesnya.

f. Riwayat Sosial Ekonomi

Sebelumnya pasien bekerja sebagai pegawai swasta di hotel, akan tetapi saat ini pasien

tidak bekerja. Saat ini pasien tidak lagi membiayai kebutuhan anak-anaknya karena semua

anaknya telah bekerja, Pasien hanya menghidupi kebutuhannya dan istrinya, pasien

mengatakan tunjangan yang diterima cukup untuk memenuhi kebutuhan pasien serta istrinya.

Anaknya pun memberikan pasien dan istrinya kebutuhan rumah tangga setiap bulannya.

Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien.

g. Riwayat Sosial Kemasyarakatan Keagamaan

Saat ini pasien masih aktif melakukan kegiatan rekreasi dan olahraga, pasien sering

jalan-jalan ke pantai di pagi hari dan sore hari bersama tetangga yang seumuran dengannya.

Pasien juga biasa berkeliling di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Pasien masih aktif

mengikuti kegiatan keagamaan di banjar serta berkumpul dengan sesama usia lanjut.

3.3. Penapisan

1. Penapisan Status Fungsional

a. ADL Barthel (BAI)

Sebelum sakit

No. Fungsi Skor Keterangan

01 Mengontrol BAB 0 Inkontinen/tak teratur (perlu enema)

1 Kadang-kadang inkontinen (1 x seminggu)

2 Kontinen teratur

02 Mengontrol BAK 0 Inkontinen/pakai kateter dan tak terkontrol (perleunema)

1 Kadang-kadang inkontinen (1 x seminggu)

2 Kontinen teratur

03 Membersihkan diri (lap muka,

sisir rambut, sikat gigi)

0 Butuh pertolongan orang lain

1 Mandiri

04 Penggunaan toilet pergi ke

dalam WC (melepas, memakai

celana, menyeka, menyiram)

0 Tergantung pertolongan orang lain

1 Perlu pertolongan beberapa aktivitas tetapi dapat mengerjakan sendiri

aktivitas yang lain

Page 23: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

2 Mandiri

05 Makan 0 Tidak mampu

1 Perlu seseorang menolong memotong makan

2 Mandiri

06 Berpindah tempat dari tidur ke

duduk

0 Tidak mampu

1 Perlu banyak bantuan untuk duduk (2orang)

2 Bantuan minimal 1 orang

3 Mandiri

07 Mobilisasi/berjalan 0 Tidak mampu

1 Bisa berjalan dengan kursi roda

2 Berjalan dengan bantuan satu orang

3 Mandiri

08 Berpakaian (memakai baju) 0 Tergantung orang lain

1 Sebagaian dibantu (mis. mengancing baju)

2 Mandiri

09 Naik turun tangga 0 Tidak mampu

1 Butuh pertolongan orang lain

2 Mandiri

10 Mandi 0 Tergantung orang lain

1 Mandiri

Total Skor 20

Interpretasi skor ADL (BAI)

20 : mandiri

12 – 19 : ketergantungan ringan

9 – 11 : ketergantungan sedang

5 – 8 : ketergantungan berat

0 – 4 : ketergantungan total

.:. Total skor 20 mandiri

Setelah sakit

No. Fungsi Skor Keterangan

01 Mengontrol BAB 0 Inkontinen/tak teratur (perlu enema)

1 Kadang-kadang inkontinen (1 x seminggu)

2 Kontinen teratur

Page 24: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

02 Mengontrol BAK 0 Inkontinen/pakai kateter dan tak terkontrol (perleunema)

1 Kadang-kadang inkontinen (1 x seminggu)

2 Kontinen teratur

03 Membersihkan diri (lap muka,

sisir rambut, sikat gigi)

0 Butuh pertolongan orang lain

1 Mandiri

04 Penggunaan toilet pergi ke

dalam WC (melepas, memakai

celana, menyeka, menyiram)

0 Tergantung pertolongan orang lain

1 Perlu pertolongan beberapa aktivitas tetapi dapat mengerjakan sendiri

aktivitas yang lain

2 Mandiri

05 Makan 0 Tidak mampu

1 Perlu seseorang menolong memotong makan

2 Mandiri

06 Berpindah tempat dari tidur ke

duduk

0 Tidak mampu

1 Perlu banyak bantuan untuk duduk (2orang)

2 Bantuan minimal 1 orang

3 Mandiri

07 Mobilisasi/berjalan 0 Tidak mampu

1 Bisa berjalan dengan kursi roda

2 Berjalan dengan bantuan satu orang

3 Mandiri

08 Berpakaian (memakai baju) 0 Tergantung orang lain

1 Sebagaian dibantu (mis. mengancing baju)

2 Mandiri

09 Naik turun tangga 0 Tidak mampu

1 Butuh pertolongan orang lain

2 Mandiri

10 Mandi 0 Tergantung orang lain

1 Mandiri

Total Skor 19

Interpretasi skor ADL (BAI)

20 : mandiri

12 – 19 : ketergantungan ringan

9 – 11 : ketergantungan sedang

5 – 8 : ketergantungan berat

Page 25: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

0 – 4 : ketergantungan total

.:. Total skor 20 mandiri

b. IADL

No Aktivitas Independen (tidak perlu

bantuan orang lain) Nilai = 0

Dependen (perlu bantuan orang

lain) Nilai = 1

Nilai

1 Telepon Mengoperasikan telepon

sendiri

Mencari dan menghubungi

nomer

Menghubungi beberapa

nomer yang diketahui

Menjawab telepon tetapi

tidak menghubungi

Tidak bisa menggunakan

telepon sama sekali

0

2 Belanja Mengatur semua kebutuhan

belanja sendiri Perlu bantuan untuk mengantar

belanja

Sama sekali tidak mampu

belanja

0

3 Persiapan

makanan

Merencanakan, menyiapkan,

dan menghidangkan makanan Menyiapkan makanan jika

sudah disediakan bahan

makanan

Menyiapkan makanan tetapi

tidak mengatur diet yang

cukup

Perlu disiapkan dan dilayani

0

4 Perawatan

rumah Merawat rumah sendiri atau

bantuan kadang-kadang

Mengerjakan pekerjaan

ringan sehari-hari

(merapikan tempat tidur,

mencuci piring)

Perlu bantuan untuk semua

perawatan rumah sehari-hari

Tidak berpartisipasi dalam

perawatan rumah

0

5 Mencuci

baju Mencuci semua pakaian

sendiri

Mencuci pakaian yang kecil

Mencuci hanya beberapa

pakaian

Semua pakaian dicuci oleh

orang lain

0

6 Transport Berpergian sendiri

menggunakan kendaraan

umum atau menyetir sendiri

Mengatur perjalanan sendiri

Perjalanan menggunakan

transportasi umum jika ada

yang menyertai

Perjalanan terbatas ke taxi atau

kendaraan dengan bantuan

orang lain

Tidak melakukan perjalanan

sama sekali

0

7 Pengobatan Meminum obat secara tepat

dosis dan waktu tanpa bantuan

Tidak mampu menyiapkan obat

sendiri 0

8 Manajemen

keuangan Mengatur masalah finansial

( tagihan, pergi ke bank)

Tidak mampu mengambil

keputusan finansial atau 0

Page 26: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Mengatur pengeluaran

sehari-hari, tapi perlu

bantuan untuk ke bank untuk

ke bank/transaksi penting

memegang uang

TOTAL 0

Interpretasi skor IADL :

0 : Independen

1 : Kadang-kadang perlu bantuan

2 : Perlu bantuan sepanjang waktu

3-8 : Tidak beraktivitas / Dikerjakan orang lain

.:. Total skor 0 Independen

2. Penapisan Kognitif

MMSE (Mini Mental State Examination)

Skor

Maks

Skor

Lansia

Jam mulai : 18.50 WITA

ORIENTASI

5

5

[ 5 ]

[ 5 ]

Sekarang (hari),(tanggal),(bulan),(tahun) berapa,(musim) apa?

Sekarang kita berada di mana ?

(jalan),(nomor rumah),(kota),(kabupaten),(propinsi)

REGISTRASI

3 [ 3 ] Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, 1 detik untuk tiap

benda. Kemudian mintalah klien mengulang ke 3 nama benda

tersebut. Berikan 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Bila

masih salah, ulangi penyebutan ke 3 nama benda tsb sampai ia

dapat mengulangnya dengan benar. Hitunglah jumlah percobaan

dan catatlah (bola,kursi,sepatu)

Jumlah percobaan : 2 kali

ATENSI dan KALKULASI

5 [ 5 ] Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai dari 100 ke bawah. Berilah

1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Berhenti setelah 5 hitungan

(93,86,79,72,65). Kemungkinan lain, ejalah kata “dunia” dari akhir

ke awal (a-i-n-u-d)

MENGINGAT

3 [ 2 ] Tanyalah kembali nama ke 3 benda yang telah disebutkan di atas.

Berilah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar.

BAHASA

9 [ 9 ] Apakah nama benda-benda ini? Perlihatkan pensil dan arloji (2

angka)

Ulanglah kalimat berikut : “ Jika tidak, dan Atau Tapi ”. (1 angka)

Laksanakan 3 buah perintah ini : “ Peganglah selembar kertas

dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan

letakkanlah di lantai”. (3 angka)

Page 27: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Bacalah dan laksanakan perintah berikut “PEJAMKAN MATA

ANDA”, (1 angka)

Tulislah sebuah kalimat

Tirulah gambar ini (1 angka)

Skor 29 Jam selesai :

Keterangan :

Diluar nilai 30 yang mungkin, nilai yang kurang dari 25 mengarahkan adanya

gangguan, dan nilai yang kurang dari 20 menyatakan gangguan yang pasti.

.:. Total skor 30 tidak ada gangguan kognitif

3. Penapisan Depresi

GDS (Geriatric Depresion Scale)

YA TIDAK

01 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? 0 1

02 Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan

minat atau kesenangan anda?

1 0

03 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? 1 0

04 Apakah anda sering merasa bosan? 1 0

05 Apakah anda sangat berharap terhadap masa depan? 0 1

06 Apakah anda merasa targanggu dengan pikiran bahwa

anda tidak dapat keluar dari pikiran anda?

1 0

07 Apakah anda merasa mempunyai semangat yang baik

setiap saat? 0 1

08 Apakah anda merasa takut bahwa sesuatu yang buruk

akan terjadi pada diri anda?

1 0

09 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup

anda? 0 1

10 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? 1 0

11 Apakah anda sering merasa resah dan gelisah? 1 0

12 Apakah anda lebih senang berada dirumah daripada

pergi ke luar rumah dan melakukan hal-hal yang baru?

1 0

13 Apakah anda sering merasa khawatir terhadap masa

depan anda?

1 0

14 Apakah anda merasa bahwa situasi tanpa harapan? 1 0

15 Apakah anda merasa bahwa kebanyakan orang lebih

baik daripada anda? 0 1

16 Apakah anda sering merasa sedih? 1 0

17 Apakah saat ini anda merasa tidak berharga? 1 0

18 Apakah anda sangat mengkhawatirkan masa lalu anda? 1 0

19 Apakah anda merasa hidup ini sangat menarik dan 0 1

Page 28: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

menyenangkan?

20 Apakah sulit bagi anda untuk memulai sesuatu hal yang

baru?

1 0

21 Apakah anda merasa penuh semangat? 0 1

22 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada

harapan?

1 0

23 Apakah anda merasa orang lain memiliki keadaan yang

lebih baik dari anda?

1 0

24 Apakah anda sering merasa sedih terhadap hal-hal kecil? 1 0

25 Apakah anda sering merasa ingin menangis ? 1 0

26 Apakah anda mempunyai masalah dalam berkonsentrasi? 1 0

27 Apakah anda merasa senang ketika bangun di pagi hari? 0 1

28 Apakah anda lebih memilih untuk tidak mengikuti

pertemuan-pertemuan sosial atau masyarakat?

1 0

29 Apakah mudah bagi anda untuk membuat keputusan? 0 1

30 Apakah pikiran anda secerah biasanya? 0 1

TOTAL SKOR 4

Interpretasi skor:

Skor antara 0-9 : normal

Skor antara 10-19 : mild depression

Skor antara 20-30 : severe depression

.:. Total Skor: 1 Normal

4. Penapisan Inkontinensia

Skor Pertanyaan : Apakah anda mengompol atau BAB tanpa disadari ?

0 Tidak pernah

1,0 Kadang-kadang kehilangan kontrol berkemih/ menggunakan alat bantu

untuk berkemih dan BAB

2,5 Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya sekali dalam sebulan

4,0 Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya 2 kali sebulan / kadang-kadang

kehilangan kontrol BAB

5,0 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya 1 kali sebulan

5,5 Kehilangan kontrol berkemih sedikitnya sekali dalam seminggu

6,5 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya 2 kali sebulan

8,0 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya 1 kali seminggu/ Kehilangan kontrol

berkemih sedikitnya sekali tiap hari

10 Kehilangan kontrol BAB sedikitnya 1 kali sehari

10,5 Tidak bisa mengontrol fungsi berkemih sama sekali

Page 29: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

11,5 Tidak bisa mengontrol BAB sama sekali

Inkontinensia dikelompokkan menjadi :

0 : Tidak ada inkontinensia

1-2,5 : inkontinensia ringan

4,0-6,5 : inkontinensia sedang

≥ 8 : Inkontinensia berat

.:. Skor 0Tidak ada inkontinensia

5. Asesmen Nutrisi

NUTRISI SUBYEKTIF

Naik Tetap Turun

Apakah 1-2 bulan terakhir ada perubahan

berat badan

Apakah ada perubahan nafsu makan

[__]

[__]

[ √ ]

[__]

[__]

[ √ ]

Ya Tidak

Apakah ada : perubahan pengecapan lidah

Apakah ada masalah :

mengunyah

menelan

Apakah ada masalah dengan gigi

Apakah ada gangguan pencernaan

Mencret

Sembelit

Mual

Muntah

Apakah hidup sendiri di rumah?

Bila tidak, siapa yang menyediakan makanan? Istri

Apakah bisa melakukan kegiatan berikut :

Belanja ke pasar / warung

Menyiapkan, memotong bahan makanan dan bumbu

Masak makanan padat : nasi, lauk pauk, sayur

Masak makanan cair : bubur, juice, minuman

Menyendok, menuangkan makanan, & minum ke piring gelas

Makan dan minum sendiri

Mencuci alat makan dan alat masak

Apakah pernah makan di luar rumah?

Berapa kali sehari / seminggu / sebulan? 1x/minggu

Apakah ada makanan tambahan seperti vitamin dan lain-lain?

Apakah sedang dalam program diet khusus

Apakah pernah konsultasi gizi

Berapa konsumsi minuman keras (alkohol) setiap hari

[__]

[ √ ]

[__]

[ √ ]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[__]

[__]

[__]

[__]

- gls/hr

[ √ ]

[__]

[ √ ]

[__]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

Merk__

[__]

Page 30: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Berapa batang Anda merokok setiap hari

Berapa konsumsi minum kopi setiap hari 1x/minggu

- btg/hr

____gls/

hr

Filter

[__]

Kretek

Pola Makan Ya Tidak

Kebiasaan makan pagi

Kebiasaan makan siang

Kebiasaan makan sore

Kebiasaan selingan / ngemil

Ya, sebutkan pisang

Waktu makan : sendiri / dengan orang lain,

sebutkan istri

Alergi makanan

Ya,sebutkan___________________________________

Pantangan makanan

Ya, sebutkan yang mengandung babi

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[__]

[ √ ]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[ √ ]

[__]

Sebutkan bahan makanan yang biasa dikonsumsi

makanan pokok nasi, roti

lauk hewani ikan laut, telur

lauk nabati tahu, tempe

sayuran kangkung, bayam, wortel, kol

buah-buahan pisang, tomat, mangga

minuman air putih

3.4 PEMERIKSAAN FISIK (30 November 2012)

Status Present

• Kesadaran : compos mentis

• Keadaan umum : baik

TD berbaring : 130/ 70 mmHg nadi: 76 x/menit, reguler

duduk : 130/80 mmHg nadi: 80 x/menit, reguler

berdiri : 125/75 mmHg nadi: 82 x/menit, reguler

• Respirasi : 20 x/menit

• Temp. Axilla : 36,5 0 C

• Antropometri

Berat badan : 95 kg

Tinggi badan : 170 cm

Tinggi Lutut : 50 cm

LILA : 27 cm

Lingkar pinggang : 92 cm

Lingkar panggul : 97 cm

Page 31: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Lingkar kaki : 26 cm

• Komposisi tubuh :

IMT : 32,87 kg/m2

• Kesimpulan : Gizi lebih (obesitas II )

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : Anemia -/- ; Ikterus -/- reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-

THT : Telinga : normal

Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)

Lidah : normal, Tonsil : T1/T1, Pharing : kesan normal

Leher : Thyroid: kesan normal

JVP PR + 2 cm H2O,

pembesaran kelenjar limfe (-)

Thorak : Simetris

Cor: Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di 3 jari MCL S

Perkusi : Batas atas : ICS II

Batas kanan : PSL dekstra

Batas kiri : MCL sinistra ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-)

Po: Inspeksi : Simetris statis dan dinamis

Palpasi : Vokal Fremitus N/N

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen: Inspeksi : Distensi (-)

Auskultasi : BU(+) N

Perkusi : Timpani

Palpasi : Hepar/Lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : hangat +/+ edema -/-

+/+ -/-

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 32: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

a. Kimia Darah (01/08/2012)

3.6 DIAGNOSIS

a. DISEASE

Diabetes Melitus tipe 2

Dislipidemia

b. IMPAIRMENT

Gangguan penglihatan

c. DISSABILLITY : -

d. HANDICAP : -

3.7 RENCANA

a. Terapi

Simvastatin 1 x 20 mg (malam)

Metformin 3 x 850mg

Acetosal 1 x 80mg

b. Monitoring

No Parameter Hasil Satuan Rujukan Remarks

1 Glukosa Darah

Puasa

124,00 mg/dL 80-100 Tinggi

Diabetes Melitus Consensus

Good : 80-144

Moderate : 145-179

Bad :>=180

2 Glukosa darah 2

jam

89,00 mg/dL 70-140 Tinggi

Diabetes Melitus Consensus

Evaluasi DM

Good : 80-144

Moderate : 145-179

Bad :>=180

3 HbA 1c 7,025 % <6,5 Tinggi

Kriteria pengendalian

Diabetes Melitus Indonesia

4 Cholesterol 268,00 mg/dl 140-199 Tinggi

5 HDL Direk 34,7 mg/dl 40,00-65,00 Rendah

6 LDL 78,5 mg/dl < 100 Normal

7 Trigliserida 141 mg/dl 80,00-100,00 Tinggi

Page 33: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

HbA1c @ 6 bulan

Lipid profile @ tahun

Gula darah sewaktu dan 2 jam PP tiap control Poli.

3.8 PROGNOSIS

Ad vitam : dubius ad bonam

Ad fungsionam : dubius ad bonam

Page 34: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

BAB IV

HASIL PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

4.1. Kunjungan Lapangan (14 Desember 2012)

1. Subyektif:

Saat dikunjungi di rumahnya, pasien sedang menonton acara televisi. Pasien dan istrinya

menyambut dokter muda yang berkunjung dengan sangat ramah dan antusias. Wawancara

dilakukan di ruang tamu rumah pasien bersama dengan pasien dan istrinya.

Saat wawancara, pasien sudah tidak mengeluhkan pegal-pegal. Pasien juga tidak

mengeluhkan sama sekali tentang penyakitnya. Pasien adalah seseorang yang memiliki

pemikiran bahwa semakin dipikirkan maka penyakitnya akan semakin parah sebab dipicu

oleh stress pikiran. Oleh sebab itu, pasien hanya mengatakan ingin menjalani hidupnya

seperti biasa namun tetap kontrol ke dokter secara rutin. Selain itu, pasien merasa lebih

tenang karena memiliki seorang istri yang bekerja sebagai bidan dan seorang anak laki-laki

beserta istrinya yang tinggal serumah dengan pasien. Mereka selalu mengingatkan pasien

untuk minm obat dan menjaga kesehatan pasien.

Pasien juga mengaku tidak mengalami penurunan nafsu makan. Bahkan, pasien

makan apapun yang ingin dia makan tanpa merasa ada pantangan. Pasien mengaku makan

nasi 3-5 kali sehari. Istrinya juga mengatakan kesulitan dalam mengontrol nafsu makan

pasien. Istrinya juga bilang bahwa pasien selalu memiliki cemilan di mobil dan kamarnya.

Pasien sendiri mengatakan bahwa hobinya sejak dulu adalah kuliner dan makan. Mungkin hal

ini juga yang menjadi faktor resiko diabetes mellitus yang dia alami selain faktor keturunan.

Meskipun nafsu makan pasien tidak menurun,namun dalam kurun waktu 6 bulan

terakhir ini, pasien memiliki riwayat gemetar, berdebar-debar dan berkeringat dingin. Hal ini

terutama pasien rasakan jika terlambat makan atau sedang berkendara dalam jangka waktu

yang lama. Keluhan ini akan membaik setelah pasien minum air gula atau camilan manis.

Pasien memiliki hobi jogging sore di pantai dengan tetangganya yag hamper

seumuran. Mereka biasanya ke pantai Sanur naik sepeda motor atau mobil kemudian jogging

selama satu jam. Hal ini rutin dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu. Selain jogging, pasien

juga memiliki hobi berkebun. Biasanya, jika pasien merasa jenuh di rumah, maka pasien akan

pergi ke rumah anak sulungnya di Jalan Sedap Malam dan bercocok tanam di kebun kecil

belakang rumah. Setelah berolahraga, pasien akan merasa lebih bugar dan sehat.

Page 35: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Pasien mengaku bahwa ia tidak terlalu senang memakai alas kaki di dalam rumah.

Pasien berpikir hal merepotkan. Pasien juga senang bertelanjang kaki jika jalan-jalan di

halaman rumah. Sebab, pasien berpikir bahwa dengan telanjang kaki akan memperlancar

peredaran darah di kakinya. Namun, sekitar sebulan yang lalu kaki pasien tetusuk paku saat

berjalan di halaman. Pasien tidak mengatakan pada istrinya dan mengobati sendiri dengan

antiseptik dan ditutup plester luka. Luka tersebut dikatakan sembuh dan kering ± 5-6 hari

kemudian.

2. Penapisan Status Fungsional

a. ADL Barthel (BAI)

.:. Total skor 20 mandiri

b. IADL

.:. Total skor 0 independent

3. Penapisan Kognitif

MMSE (Mini Mental State Examination)

.:. Total skor 30 tidak ada gangguan kognitif

4. Penapisan Depresi

GDS (Geriatric Depresion Scale)

.:. Total Skor: 1 Normal

5. Penapisan Inkontinensia

.:. Skor 0 Tidak ada inkontinensia

6. Asesmen Nutrisi Tabel 4.1 Asesmen Nutrisi

NUTRISI SUBYEKTIF

Naik Tetap Turun

Apakah 1-2 bulan terakhir ada perubahan berat badan

Apakah ada perubahan nafsu makan

[__]

[__]

[ √ ]

[ √ ]

[__]

[ ]

Ya Tidak

Apakah ada : perubahan pengecapan lidah

Apakah ada masalah :

mengunyah

menelan

Apakah ada masalah dengan gigi

Apakah ada gangguan pencernaan

Mencret

Sembelit

[__]

[ ]

[__]

[ ]

[__]

[__]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

Page 36: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Mual

Muntah

Apakah hidup sendiri di rumah?

Bila tidak, siapa yang menyediakan makanan? Istri dan menantu

Apakah bisa melakukan kegiatan berikut :

Belanja ke pasar / warung

Menyiapkan, memotong bahan makanan dan bumbu

Masak makanan padat : nasi, lauk pauk, sayur

Masak makanan cair : bubur, juice, minuman

Menyendok, menuangkan makanan, & minum ke piring gelas

Makan dan minum sendiri

Mencuci alat makan dan alat masak

Apakah pernah makan di luar rumah?

Berapa kali sehari / seminggu / sebulan? 1x/minggu

Apakah ada makanan tambahan seperti vitamin dan lain-lain?

Apakah sedang dalam program diet khusus

Apakah pernah konsultasi gizi

Berapa konsumsi minuman keras (alkohol) setiap hari

Berapa batang Anda merokok setiap hari

Berapa konsumsi minum kopi setiap hari 1x/minggu

[__]

[__]

[__]

[__]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[__]

[__]

[__]

- gls/hr

- btg/hr

____gls/ hr

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ ]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

Merk__

[__] Filter

[__]

Kretek

Pola Makan Ya Tidak

Kebiasaan makan pagi

Kebiasaan makan siang

Kebiasaan makan sore

Kebiasaan selingan / ngemil

Ya, sebutkan mangga,pisang, teh, kue

Waktu makan : sendiri / dengan orang lain,

sebutkan istri, anak, menantu

Alergi makanan

Ya,sebutkan___________________________________

Pantangan makanan

Ya, sebutkan ___________________________________

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[ √ ]

[__]

[ ]

[__]

[__]

[__]

[__]

[__]

[ √ ]

[ √ ]

Sebutkan bahan makanan yang biasa dikonsumsi

makanan pokok nasi, roti

lauk hewani sapi, ayam, babi, telur

lauk nabati tahu, tempe

sayuran kangkung, bayam, wortel, kol

buah-buahan pisang, mangga, tomat

minuman air putih, teh,

Tabel 4.2 Hidangan Sehari (Recall 24 Jam) Banyak Banyak

Makan pagi g URT Selingan pagi g URT

Nasi putih 200 225 Pisang 50 49,5

Sayur bayam 100 36 The 1 gelas 83

Ikan laut 75 55,5

Tempe 50 74,5

Banyak Banyak

Makan siang g Urt Selingan siang g Urt

Nasi putih 250 250 Pisang 100 99

Sayur bayam 100 36 The 1 gelas 83

Ayam goring 50 151

Tempe 50 74,5

Page 37: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Banyak Banyak

Makan malam g Urt Selingan malam g Urt

Nasi putih 150 168,75 Pepaya 200 92,86

Sayur bayam 75 27

Telor ayam 50 81

Tahu 100 68

1247,25 357,86

Tabel 4.3 Kebutuhan Pasien Sehari-hari Kal Prot

(g)

Lemak

(g)

Carb

(g)

Ca

(mg)

Fe

(mg)

Vit.A Vit.B Vit.C

Rata-rata sehari 1525,61 68,05 29,7 249,31

Kebutuhan 2000 100 44,4 300

7. Assesmen Lingkungan, Keamanan, Bahaya/Penyebab jatuh

• Pasien tinggal bersama dengan istri dan anak sulung beserta istrinya.

• Rumah pasien terdiri dari kamar tidur yang dipakai bersama dengan istri, kamar tidur

untuk anak dan menantunya, serta kamar tidur untuk tamu. Pasien berbagi kamar

mandi, WC, dapur, dan kamar duduk dengan keluarganya.

• Ventilasi pada rumah tersebut dikatakan cukup baik, dimana terdapat pintu dan

jendela yang cukup besar untuk ruang tamu, kamar tidur, dan dapur.

• Penderita tidak harus naik/turun tangga bila masuk/keluar rumah.

• Keadaan rumah penderita secara umum cukup dijaga kebersihannya. Secara

keseluruhan rumah penderita dikatakan cukup aman, pencahayaan cukup baik, tidak

ada kabel-kabel listrik telanjang yang terletak di lantai, tetapi ada hal-hal yang bisa

menyebabkan penderita terjatuh misalnya tidak terdapat pegangan pada toilet dan bak

kamar mandinya, lantai kamar mandi yang cukup licin, serta kurangnya keset di

depan pintu kamar mandi.

8. Obyektif:

Status present:

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tensi berbaring : 130/ 70 mmHg nadi: 76 x/menit, reguler

duduk : 130/80 mmHg nadi: 80 x/menit, reguler

berdiri : 125/75 mmHg nadi: 82 x/menit, reguler

Respirasi : 20 x/ menit

Temperatur aksila : 36,3˚ C

Page 38: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Antropometri

Berat badan : 95 kg

Tinggi badan : 170 cm

Tinggi Lutut : 50 cm

LILA : 27 cm

Lingkar pinggang : 92 cm

Lingkar panggul : 97 cm

Lingkar kaki : 26 cm

Komposisi tubuh :

IMT : 32,87 kg/m2

Kesimpulan : Gizi lebih (obesitas II )

Status general :

Mata : Anemia -/- ; Ikterus -/- reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-

THT : Telinga : normal

Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)

Lidah : normal, Tonsil : T1/T1, Pharing : kesan normal

Leher : Thyroid: kesan normal

JVP PR + 2 cm H2O,

pembesaran kelenjar limfe (-)

Thorak : Simetris

Cor: Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di MCL S ICS V

Perkusi : Batas atas : ICS II

Batas kanan : PSL dekstra

Batas kiri : MCL sinistra ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-)

Po: Inspeksi : Simetris statis dan dinamis

Palpasi : Vokal Fremitus N/N

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen: Inspeksi : Distensi (-)

Auskultasi : BU(+) N

Perkusi : Timpani

Page 39: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Palpasi : Hepar/Lien ttb, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : hangat +/+ edema -/-

+/+ -/-

9. DIAGNOSIS

a. DISEASE

Diabetes Melitus tipe 2

Dislipidemia

b. IMPAIRMENT:

Gangguan penglihatan

c. DISABILITY : -

d. HANDICAP : -

10. RENCANA

a. Terapi Non Farmakologi

Merubah Gaya hidup :

o Mengurangi konsumsi makanan yang menagndung lemak jenuh dan

kolesterol, seperti makanan yang berminyak atau yang digoreng.

o Mengurangi volume dan jenis cairan yang diminum seperti menghindari

minuman yang bersifat diuretik dan kafein (kopi, teh, cola), dan membatasi

jumlah cairan masuk minum pada sore dan malam hari (karena pasien

mengeluh adanya kencing malam hari).

b. Terapi Farmakologi

Simvastatin 1 x 20 mg (malam)

Metformin 3 x 850mg

Acetosal 1 x 80mg

c. Monitoring

HbA1c @ 6 bulan

Lipid profile @ tahun

Gula darah sewaktu dan 2 jam PP tiap control Poli.

Page 40: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

4.2 Daftar Permasalahan

Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal menghadapi

penyakitnya :

Pasien kesulitan dalam mengontrol pola makannya sebab nafsu makannya cukup

besar. Pasien juga masih sering mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak

kolesterol dan lemak.

Pasien pernah mengalami hipoglikemia sebanyak dua kali dalam enam bulan terakhir

ini karena terlambat makan dan berkendara dalam kurun waktu yang cukup lama.

Telapak kaki pasien terkena paku sebulan yang lalu sebelum kunjungan. Pasien juga

sering berjalan-jalan di halaman rumah tanpa alas kaki.

4.3. Daftar Analisis Kebutuhan Pasien

1. Kebutuhan fisik-biomedis

Kecukupan Gizi

Makanan untuk pasien dan keluarga disiapkan oleh istri dan menantu pasien.

Keluarga pasien sangat mendukung untuk menjaga komposisi makanan pasien. Porsi

nasi yang dimakan oleh pasien adalah satu piring tiga-lima kali sehari dengan lauk-

pauk seperti tempe, tahu, ikan laut, daging ayam, sapi, telor, dan sayuran. Pasien juga

sering makan buah, pasien sering mengkonsumsi tomat dan mangga. Nutrisi harian

pasien sudah mencukupi kebutuhan nutrisi yang seharusnya, tetapi tetap harus

mengurangi asupan makanan yang banyak mengandung kolesterol, lemak jenuh, dan

garam.

Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien :

Berat badan ideal = (TBcm-100) – 10% BB = (170-100)-9,5 = 60,5 kg

Status gizi = (BB aktual : BB ideal) x 100% = (95:60,5) x 100% = 157,0% (berat

badan lebih/obesitas II)

Jumlah kebutuhan kalori per hari =

o Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 30 kalori (laki-laki) = 60,5 x 30 = 1815

kalori

o Koreksi umur > 40 tahun = -5% = - 90,75 kalori

o Kebutuhan aktivitas (ringan) = +10% = +181,5 kalori

Page 41: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

Jadi total kebutuhan kalori perhari untuk penderita 1815 – 90,75 + 181,5 = 1905,75 kalori

dibulatkan menjadi 2000 kalori.

Distribusi makanan :

1. Karbohidrat 60% = 60% x 2000 kalori = 1200 kalori dari karbohidrat setara dengan

300 gram karbohidrat (1260 kalori : 4 kalori/gram karbohidrat).

2. Protein 20% = 20% x 2000 kalori = 400 kalori dari protein setara dengan 100 gram

protein (420 kalori : 4 kalori/gram protein).

3. Lemak 20% = 20% x 2000 kalori = 400 kalori dari lemak setara dengan 44,4 gram

lemak (400 kalori : 9 kalori/gram lemak).

Nutrisi harian Darmono Suwondo yang disarankan (Pasien adalah seorang penderita

Diabetes Melitus) kebutuhan kalori = 2000 kalori :

Tabel 4.4 Kebutuhan Sehari-hari

Kal Prot (g) Lemak (g) Carb (g)

Rata-rata sehari 1525,61 68,05 29,7 249,31

Kebutuhan 2000 100 44,4 300

Tabel 4.5 Contoh Makanan Sesuai Kebutuhan

Waktu Jumlah Jenis Jenis

Makan Pagi ± 20% dari total

asupan harian

(400 kalori)

Karbohidrat: 240 kal

Lemak: 80 kal

Protein: 80 kal

- Nasi putih (1 ½ gelas)

- Susu sapi (1 gelas)

- Telor ayam negri (3/4 butir)

Selingan Pagi ± 10% dari total

asupan harian

(200 kalori)

- Pepaya 2 potong sedang

- Kopi+2 sendok gula

- Roti tawar 1 iris

Makan Siang ± 30% dari total

asupan harian

(600 kalori)

Karbohidrat: 360 kal

Lemak: 120 kal

Protein: 120 kal

- Nasi putih (2 gelas)

- Pepes ayam (1 potong)

- Telur ayam negri (1 butir)

- Sup/ sayur (1 mangkuk)

Selingan Siang ± 15% dari total

asupan harian

(300 kalori)

- - Singkong 1 potong sedang

- Bubur kacang ijo 2 sdm

Makan malam ± 25% dari total

asupan harian

(500 kalori)

Karbohidrat: 300 kal

Lemak: 100 kal

Protein: 100 kal

- Nasi putih (1 ¾ gelas)

- Daging ayam (1 potong sedang)

- Tahu (1/2 potong sedang)

- Cah kangkung/ sayur (1 mangkuk)

Akses pelayanan kesehatan

Tempat tinggal pasien berjarah tempuh ±10 menit dengan Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah, yaitu di Jl. Kembang Matahari, Denpasar Timur. Pasien masih dapat mengendarai

Page 42: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

motor atau mobil sendiri, jadi mudah untuk melakukan kontrol ke poli Geriatri RS Sanglah.

Anak pasien juga bisa membawa kendaraan bermotor, sehingga kadang-kadang anak pasien

dapat mengantarnya untuk kontrol.

Lingkungan

Pasien tinggal bersama istri serta anak bungsunya. Pasien tinggal di rumah dengan 3

kamar tidur, tergolong permanen dimana atap, dinding dan lantai dibuat dari bahan

permanen. Tempat tinggalnya terdiri dari 1 lantai. Selain itu, di dalam rumah terdapat ruang

tamu, tempat makan, dapur, kamar mandi dengan WC jongkok, dan gudang. Di luar rumah

terdapat halaman yang ditumbuhi dengan berbagai macam tanaman. Pasien tidur bersama

istri di kamar dengan ukuran 5x5 meter. Rumah pasien tergolong bersih dan rapi karena

barang-barang tertata rapi. Ventilasi secara umum tergolong cukup dimana rumah pasien

memiliki jendela serta pintu pada ruang tamu dan kamar sehingga pertukaran udara dan sinar

matahari dapat berlangsung dengan baik. Sumber air untuk minum, keperluan memasak,

mandi dan mencuci baju berasal dari air PAM.

2. Kebutuhan Bio-psikososial

Lingkungan biologis

Karena keluhan pasien didasarkan adanya penyakit Diabetes Melitus, maka sangat

diperlukan kontrol diet, olahraga, serta pengobatan yang baik terhadap gula darah pasien

agar tidak terjadi komplikasi yang lebih berat. Karena pasien juga rentan untuk terkena

infeksi, maka pasien diharapkan dapat menjaga kebersihan diri.

Faktor psikologi

Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan dukungan dari

keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan menjalani pengobatannya termasuk

untuk minum obat setiap harinya dan pengaturan dietnya. Pasien saat ini tinggal bersama

keluarga yang sangat memperhatikan kondisi kesehatannya. Istri, anak, dan menantu

pasien sangat mendukung pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari sehingga pasien

tidak terbebani dengan penyakitnya. Saat ini, pasien tidak dalam keadaan depresi,

sehingga lebih mudah untuk menerima masukan dari keluarganya.

Faktor Sosial dan kultural

Pasien juga membutuhkan perhatian dari lingkungan sekitar, seperti teman-teman sesama

usia lanjut. Dibutuhkan suatu kegiatan bersama agar dapat menjauhkan pasien dari rasa

Page 43: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

bosan dan depresi karena penyakitnya. Hobi yang dimiliki pasien yakni jogging di sore

hari dengan teman sebayanya dapat membawa dampak positif sebab dapat membantu

pasien untuk membangkitkan rasa percaya diri serta perasaan berbagi antar sesama.

Faktor Spiritual

Keluarga pasien sebaiknya mengajak pasien untuk terus mendekatkan diri dengan Tuhan

yang Maha Esa, karena dengan begitu dapat menjauhkan pasien dari pikiran-pikiran

negatif tetang penyakitnya.

4.4 Resume

Pasien berinisial KJS, berumur 67 tahun, jenis kelamin laki-laki, suku Bali, agama

Hindu, pendidikan S1, sudah menikah, tidak bekerja, alamat Jalan Kembang Matahari nomor

III, NO II, Denpasar Timur. Penderita datang ke poliklinik Geriatri RSUP Sanglah dengan

tujuan untuk kontrol gula darah. Selain kontrol gula darah, pasien juga mengeluh sering pegal

pada punggung dan kaki sejak 6 bulan yang lalu. Selain itu, pasien tidak mengeluhkan hal

lainnya. Minum pasien dikatakan normal, sekitar 6 – 7 gelas 500 cc/ harinya. BAB dan BAK

pasien dikatakan normal.

Pasien telah didiagnosis menderita Diabetes Melitus tipe-2 sejak tahun 1992. Dikatakan

saat itu gula darah acak mencapai 344 mg/dL dan gula darah 2 jam pp 348 mg/dL. Pasien

juga didiagnosis Dislipidemia sejak tahun 2000. Saat itu kadar LDL dan TG dikatakan

meningkat, disertai penurunan HDL.

Pasien mendapatkan terapi Glibenclamide sejak pertama kali didiagnosis menderita DM

tipe 2. Setelah beberapa tahun menggunakan Glibenclamide, diganti dengan Metformin.

Pasien juga mendapatkan simvastatin untuk terapi dislipidemianya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum baik, tensi

berbaring 130/70 mmHg, tensi duduk 130/80, tensi berdiri 125/75, nadi 80 x/menit, respirasi

20 x/mt, temperatur axilla 36,5 0C. Pada pemeriksaan penunjang (Kimia Darah, 01/08/2012)

didapatkan tingginya Gula Darah Puasa (124,00 mg/dL) dan Glukosa darah 2 jam (89,00

mg/dL), dengan HbA1c 7,025%. Didapatkan pula kadar kolesterol yang tinggi yakni 268

mg/dL, HDL direk rendah (34,7 mg/DL) dan Trigliserida yang tinggi (141 mg/dL).

Page 44: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

4.5 Saran

KIE kepada pasien tentang penyakitnya yang bersifat kronis namun dapat dikontrol

dan sembuh sehingga pasien dapat menyadari perlunya pengobatan serta

pemeriksaan rutin terutama laboratorium untuk memantau kesehatannya.

KIE tentang perlunya diet bagi penderita DM sehingga kadar glukosa darah serta

profil lipid dapat dikontrol sehingga dapat menghindari terjadinya komplikasi DM

baik akut maupun kronis.

KIE jika pasien berolahraga membawa air gula atau permen supaya jika mengalami

gejala hipoglikemia pasien dapat langsung mengatasinya.

KIE tentang resiko adanya diabetic foot pada pasien DM sehingga perlunya menjaga

hygiene dan keamanan kaki pasien dengan cara memakai alas kaki baik di dalam

maupun di luar rumah.

KIE makanan yang sebaiknya dikonsumsi maupun yang harus dihindari seperti

kolesterol, lemak jenuh yang banyak dan lain-lain.

KIE agar pasien menyadari penyakitnya dan dapat melakukan aktivitas yang

digemarinya dengan tetap mengingat segala keterbatasannya saat ini.

KIE pasien supaya rajin mendekatkan diri dengan Tuhan agar memiliki kehidupan

yang lebih tenang.

Page 45: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan I. Diabetes mellitus tipe 2 pada usia lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia.

2010; 60:576-584.

2. Elia M et al. Enteral nutritional support and use of diabetes-specific formulas for patients

with diabetes. Diabetes Care. 2005; 28:2267-2279.

3. Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe-2 di Indonesia

2011. In: Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe-2 di

Indonesia 2011. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2011. p. 4-68.

4. ADA. Standard of medical care in diabetes – 2012. Diabetes Care. 2012; 35:S11-S63.

5. Kirsh SR, Aron DC. Choosing targets for glycaemia, blood pressure and low-density

lipoprotein cholesterol in elderly individuals with diabetes mellitus. Drugs Aging. 2011;

28:945-960.

6. Germino FW. Noninsulin treatment of type 2 diabetes mellitus in geriatric patients:

review. 2011; 33:1868-1882.

7. American Geriatrics Society (AGS). Guidelines for improving the care of the older

person with diabetes mellitus. JAGS. 2003; 51:S265–S280.

8. Perkeni. Terapi Insulin untuk Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan. In: Perkeni. Petunjuk

Praktis Terapi Insulin pada Paien Diabetes Mellitus. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia; 2011. p. 11-22.

9. Shao H, Chen LQ, Xu J. Treatment of dyslipidemia in the elderly. Journal of Geriatric

Cardiology. 2011; 8:55-64.

10. Schafer H, Villiers JD, Sudono I, Dischinger S, Theus GR, Zilla P, Dieterle T.

Recommendations for the Treatment of Hypertension in the Elderly and Very Elderly a

Scotoma within International Guidelines. The European Journal of Medical Sciences.

2012 p. 1-7.

11. Bethel M, Sloan F, Belsky D, et al. Longitudinal incidence and prevalence of adverse

outcomes of diabetes mellitus in elderly patients. Arch Intern Med. 2007; 167: 921-7

12. Blaum C, Cigolle C, Boyd C, et al. Clinical complexity in middle-aged and older adults

with diabetes: the Health and Retirement Study. Med Care. 2010; 48 (4): 327-34

13. Durso S. Using clinical guidelines designed for older adults with diabetes mellitus and

complex health status. JAMA 2006; 295: 1935-40

Page 46: Catatan Koass PBL Geriatri Diabetes Mellitus tipe II

14. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Effect of intensive blood-glucose

control with metformin on complications in overweight patients with type 2 diabetes

(UKPDS 34). Lancet. 1998; 352: 854-65