BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2011-0018...

50
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Disease Management Disease management adalah sistem dimana kegiatan dan komunikasi akan kepedulian kesehatan yang terkoordinasi untuk populasi atau komunitas dengan kondisi dimana usaha pasien penting (Disease Management Association of America [DMAA], 2003). Disease management merupakan bentuk praktik kesehatan yang merawat pasien berisiko dan berbiaya tinggi dimana terdapat banyak variasi dalam pengobatannya. Program ini merupakan strategi pengobatan dan cara untuk memelihara kesehatan pasien penyakit kronis. Seseorang dikatakan menderita penyakit kronis apabila menderita penyakit dalam kurun waktu lebih dari tiga bulan atau seumur hidup. Disinilah peran disease management tersebut, agar bagaimana pasien tidak bertambah parah. Yang termasuk penyakit kronis adalah penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif ini adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh dan tidak disebabkan oleh bakteri. Contoh penyakit degeneratif ini adalah hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru-paru, TBC, HIV AIDS. Tidak semua penyakit dapat disembuhkan oleh perawatan medis yang ada. Ketika perawatan medis tidak mampu menyembuhkan penyakit tersebut, maka diperlukan usaha penanganan agar pasien tersebut bisa dapat bertahan dari

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2011-0018...

  

1  

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Disease Management

Disease management adalah sistem dimana kegiatan dan komunikasi

akan kepedulian kesehatan yang terkoordinasi untuk populasi atau komunitas

dengan kondisi dimana usaha pasien penting (Disease Management Association of

America [DMAA], 2003).

Disease management merupakan bentuk praktik kesehatan yang

merawat pasien berisiko dan berbiaya tinggi dimana terdapat banyak variasi

dalam pengobatannya. Program ini merupakan strategi pengobatan dan cara untuk

memelihara kesehatan pasien penyakit kronis. Seseorang dikatakan menderita

penyakit kronis apabila menderita penyakit dalam kurun waktu lebih dari tiga

bulan atau seumur hidup. Disinilah peran disease management tersebut, agar

bagaimana pasien tidak bertambah parah.

Yang termasuk penyakit kronis adalah penyakit degeneratif. Penyakit

degeneratif ini adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh dan

tidak disebabkan oleh bakteri. Contoh penyakit degeneratif ini adalah hipertensi,

diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru-paru, TBC, HIV AIDS.

Tidak semua penyakit dapat disembuhkan oleh perawatan medis yang

ada. Ketika perawatan medis tidak mampu menyembuhkan penyakit tersebut,

maka diperlukan usaha penanganan agar pasien tersebut bisa dapat bertahan dari

2  

 

penyakitnya. Dengan kata lain meminimalkan efek dari penyakit yang

dideritanya.

Komponen dari disease management terdiri dari (DMAA, 2003):

1. Model praktis yang berkolaborasi untuk menggabungkan dokter dan penyedia

layanan pendukung.

2. Petunjuk penanganan dasar penyakit (evidence-based guidelines).

3. Edukasi manajemen diri pasien (termasuk pencegahan, program modifikasi

perilaku, kepatuhan)

4. Proses identifikasi populasi

5. Proses dan hasil pengukuran, evaluasi, dan manajemen

6. Laporan berkala atau feedback loop (termasuk komunikasi dengan pasien,

dokter, rencana kesehatan dan penyedia tambahan, dan profil praktek)

Program disease management harus dapat menyangkut keenam

komponen tersebut (DMAA, 2003). Program yang tidak termasuk keenam

komponen diatas diasumsikan sebagai layanan pendukung disease management.

Elemen berikut termasuk dari program disease management secara utuh:

1. Menekankan pada pencegahan dan panduan klinis berdasarkan kejadian yang

memanfaatkan komplikasi dan strategi pemberdayaan pasien.

2. Mengevaluasi hasil klinis, humanistik dan ekonomis pada dasar yang sedang

berjalan dengan tujuan meningkatkan kesehatan secara umum.

3. Mendukung dokter atau praktisi kesehatan atau hubungan pasien dan rencana

kesehatan (DMAA, 2003).

3  

 

Program petunjuk penanganan dasar pada pasien (evidence-based

disease management) dirancang untuk membantu pasien agar dapat merawat

dirinya sendiri dan menyediakan informasi klinik bagi dokter dan tim perawat

(Bowles, Holland, & Horowitz, 2009). Pasien dapat menerapkan disease

management ini dengan merawat dirinya sendiri di rumah atau disebut juga home

health care. Disease management memiliki pedoman dalam pelaksanaannya.

Pedoman tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan kondisi terakhir pasien yang

bisa diketahui dari hasil screening, penilaian, pemantauan, dan pengobatan

terhadap pasien (Bowles, Pham, & O’Connor, 2010).

Komponen pembentuk disease management dapat dilihat pada gambar

dibawah ini:

Gambar 2.1 Komponen Pembentuk Disease Management (Beich,

Scanlon, Ulbrecht, Ford, & Ibrahim, 2006)

4  

 

Pada gambar 2.1 terlihat bahwa tujuan utama dari disease management

adalah untuk meningkatkan hasil kesehatan pasien bagi mereka yang berada

dalam kondisi kronis. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan kerjasama

antara tim perawat dengan pasien itu sendiri. Pasien penyakit kronis harus

diidentifikasi, diklasifikasikan berdasarkan keparahan penyakit dan ditangani

dengan tepat. Proses perawatan pasien ini mengacu pada Chronic Care Model

yang digagas oleh Wagner yang meliputi keterlibatan praktisi kesehatan dalam

menyediakan pedoman klinis, kolobarasi tim perawat, interaksi dengan pasien,

dan penanganan penyakit mandiri.

Program disease management pada PT. Panasonic Manufacturing

Indonesia (PMI) adalah program yang memantau penyakit karyawan yang

disebabkan oleh penyakit degeneratif. Penyakit yang termasuk dalam program

disease management di PMI adalah hipertensi, diabetes mellitus, dan TBC. Proses

pemantauan dilakukan secara berkala oleh dokter (dokter klinik dan dokter khusus

disease management) seperti konsultasi dan pemeriksaan rutin, serta pemberian

obat. Kalau pasien disease management tidak cocok dengan dokter yang ada di

poliklinik PMI, pasien tersebut diperbolehkan konsultasi dengan dokter lain,

tetapi harus tetap melapor ke poliklinik PMI.

2.2 Manajemen Diri dan Edukasi Pasien

Program manajemen penyakit memperlengkapi pasien dengan

informasi dan rencana perawatan diri untuk mengatur kesehatan mereka dan

mencegah komplikasi yang dihasilkan dari rendahnya pengawasan terhadap

proses penyakit tersebut.

5  

 

Edukasi pasien merupakan komponen penting dari manajemen diri

dalam program manajemen penyakit. Strategi edukasi mungkin mencakup

individu atau kelompok untuk keadaan atau penyakit tertentu serta penyediaan

handout tertulis yang mudah dibaca dan dimengerti pasien.

2.3 Panduan Praktik Klinis

Program manajemen penyakit menggunakan intervensi, misalnya

Clinical Practice Guidelines (CPG) sebagai komponen kunci dari panduan

perencanaan perawatan pasien. CPG adalah “ dikembangkan secara sistematis

laporan untuk membantu praktisi dan ien memutuskan tentang layanan perawatan

kesehatan yang sesuai untuk kondisi klinis tertentu.” (Institute of Medicine,

2001).

Terdapat kebiasaan berdasarkan petunjuk dasar penyakit didirikan

setelah meninjau percobaan pengaturan klinis daripada pengalaman anekdot dari

provider individu. Panduan klinis harus memenuhi kriteria berikut (Institute of

Medicine, 2001):

1. Klinis yang berlaku dan fleksibel

2. Dikembangkan melalui proses multidisiplin

3. Melakukan pengkajian berdasarkan jadwal

4. Valid, reliable, dan dapat digandakan

5. Terdokumentasi

6  

 

2.4 Model Perawatan Kronis (Chronic Care Model [CCM])

CCM dikembangkan dari hasil penelitian oleh Wagner, dkk dan

digunakan sebagai kerangka kerja konseptual untuk merawat pasien yang

menderita penyakit kronis (Beich, Scanlon, Ulbrecht, Ford, & Ibrahim, 2006;

Bodenheimer, Wagner, Grumbach, 2002; Frei et al., 2010; Langford, Sawyer,

Gioimo, Brownson, & O’Toole, 2007; Nutting et al., 2007; Strickland et al., 2010;

Zai et al., 2008).

CCM bertujuan untuk mengintegrasikan konsep berdasarkan petunjuk

(evidence-based concepts) yang ada kedalam kerangka kerja konseptual (Frei et

al., 2010). CCM dikembangkan di USA dan dipakai oleh WHO.

CCM terdiri dari enam komponen perawatan yaitu: mendukung

penanganan diri (self-management), mendukung keputusan, desain sistem

pengantaran, sistem informasi klinis, organisasi kesehatan, dan sumber daya

komunitas (Bodenheimer et al., 2002; Frei et al., 2010; Langford et al., 2007;

Strickland et al., 2010; Zai et al., 2008).

2.4.1 Mendukung Manajemen Diri (Self Management)

Pada komponen ini, pasien yang berperan utama dalam

menjaga kesehatannya yang bertujuan untuk menekan biaya pengobatan.

Pasien diajarkan dan dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan untuk

memantau dan menjaga kesehatannya seperti memantau tekanan darah dan

kadar gula darah secara rutin. Ketaatan pasien untuk melakukan

serangkaian perawatan, serta teratur meminum obat sangat diperlukan

untuk menjalankan komponen ini.

7  

 

2.4.2 Mendukung Keputusan

Keputusan perawatan harus berdasarkan pedoman yang

eksplisit dan telah terbukti pada praktek klinis harian, yang didukung oleh

setidaknya satu studi klinis yang menentukan. Organisasi perawatan

kesehatan secara kreatif mengintegrasikan pedoman yang eksplisit dan

telah terbukti kedalam praktek sehari-hari penyedia layanan kesehatan

dalam cara yang mudah diakses dan digunakan.

2.4.3 Desain Sistem Pengantaran

Pemberian perawatan pasien membutuhkan tidak hanya

penentuan perawatan apa yang dibutuhkan, tetapi memperjelas peran dan

tugas untuk memastikan pasien mendapatkan prawatan, memastikan

semua dokter yang merawat pasien telah terpusat, mendapatkan informasi

terkini tentang status pasien, dan membuat tindak-lanjut sebagai bagian

dari prosedur standar.

2.4.4 Sistem Informasi Klinis

Menurut situs Biohealthmatics disebutkan bahwa sistem

informasi klinis adalah sistem berbasis komputer yang dirancang untuk

mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan menyediakan informasi klinis

yang penting dalam proses dalam proses pelayanan kesehatan. Data klinis

ini meliputi riwayat penyakit pasien, dan interaksi pasien dengan penyedia

layanan kesehatan.

8  

 

Data klinis yang tersedia akan membantu dokter untuk

memutuskan tindakan medis apa yang akan diberikan terhadap pasien

berdasarkan kondisi pasien. Sistem informasi klinis mencakup beberapa

area seperti:

• Pendukung keputusan klinis: sistem informasi klinis ini membantu

pengguna untuk memperoleh, mengolah, menyediakan dan

menampilkan informasi yang sesuai untuk membantu menyediakan

informasi yang tepat, cepat, keputusan berdasarkan fakta klinis (Situs

Biohealthmatics, 2006).

• Registry adalah sistem yang dapat melacak dan mengidentifikasi

penyakit pasien serta data klinis. Sistem ini akan membantu petugas

klinik untuk mengorganisir perawatan dari setiap pasien (Darves,

2005). Registry dapat dibuat secara manual ataupun terkomputerisasi

(otomatis). Secara manual pelacakan dilakukan dalam sebuah file kartu

atau notebook. Sedangkan secara terkomputerisasi, registry dapat

mengolah, mengatur dan menyediakan informasi tentang kondisi

pasien (Institute for Healthcare Improvement, 2004). Sehingga petugas

klinik dapat melacak data klinis terbaru dari setiap pasien dan

mengetahui klasifikasi setiap pasien berdasarkan penyakit (Lester, Zai,

Chueh, & Grant, 2008). Pengklasifikasian pasien dilakukan dengan

membuat kategori berdasarkan status keparahan penyakit atau

kemungkinan menderita komplikasi akut, sehingga mendapat prioritas

untuk dilakukan tindakan perawatan sesuai dengan kebutuhan pasien

(Beich et al., 2006).

9  

 

• Rekam Medik Elektronik (EMR): menyediakan informasi mengenai

data pasien mulai dari data pribadi seperti nama, umur, alamat, dan

jenis kelamin hingga seluruh tindakan medis yang diberikan oleh

rumah sakit seperti berobat jalan sampai operasi (Biohealthmatics,

2006).

• Pelatihan dan Penelitian: informasi pasien dapat dijadikan dokter

sebagai bahan pelatihan dan penelitian. Penambangan informasi data

yang tersimpan di dalam database dapat memberikan informasi

mengenai kondisi penyakit dan cara terbaik untuk mengatasinya

(Biohealthmatics, 2006).

2.4.5 Organisasi Kesehatan

Sistem kesehatan dapat menciptakan lingkungan yang

diselenggarakan untuk meningkatkan upaya perawatan orang dengan

penyakit kronis berkembang.

Program perencanaan yang mencakup tujuan yang terukur

untuk perawatan penyakit kronis yang lebih baik. Hal ini dapat terlihat dari

terdapatnya peningkatan dukungan yang diberikan oleh pemimpin senior.

Serta dukungan dana bagi penyedia jasa kesehatan.

10  

 

2.4.6 Komunitas

Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, organisasi

kesehatan membentuk kerjasama dengan program pemerintah, lembaga

lokal, sekolah, lembaga keagamaan, bisnis, dan klub. Hal ini berarti

mengembangkan kemitraan dengan organisasi yang mendukung dan

memenuhi kebutuhan pasien. Ini dapat diwujudkan dengan

mengidentifikasikan program yang efektif dan mendorong partisipasi yang

sesuai.

CCM dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Model Perawatan Kronis (Bodenheimer et al., 2002; Frei et

al., 2010; Langford et al., 2007; Strickland et al., 2010; Zai et al., 2008).

11  

 

2.5 Diabetes

Diabetes adalah penyakit dimana tubuh gagal memproduksi insulin

atau tidak bisa memanfaatkan insulin sehingga tidak dapat menguraikan gula dan

sari makanan (Beauliau, Cutler, Ho, Horrigan, & Isham, 2003). Hal ini yang

menyebabkan tingginya glukosa darah atau kadar gula dalam darah. Insulin

adalah hormon yang dibuat didalam pankreas, yang membantu menguraikan sari

makanan menjadi energi.

Pada pengendalian diabetes secara mandiri, hal yang paling mendasar

adalah mempertahankan kadar gula darah berada pada batas normal (70 dan 110

mg/dl) dengan melakukan pengukuran secara berkala, diet makanan yang tepat,

kegiatan fisik dan minum obat rutin, tetapi pasien menganggap hal tersebut

kompleks dan rumit (Tatara, Arsand, Nilsen, & Hartvigsen, 2009). Pasien

diharapkan bisa mengendalikan diabetes mereka secara mandiri agar terhindar

dari penyakit komplikasi akibat diabetes sehingga bisa menekan biaya untuk

berobat.

Penyebab diabetes secara umum berasal dari faktor genetik dan

lingkungan seperti kegemukan dan kurang olahraga. Ada tiga tipe diabetes yaitu:

1. Diabetes tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik dimana tubuh tidak dapat

menghasilkan insulin. Hal ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh

menyerang dan menghancurkan insulin yang menghasilkan sel beta pada

pancreas (National Diabetes Information Clearinghouse [NDIC], 2008). Tipe

1 ini kebanyakan diderita oleh anak-anak, remaja, dan orang muda. Satu-

12  

 

satunya pengobatan yang efektif adalah melalui penyuntikan insulin setiap

hari (Beaulieu et al., 2003).

2. Diabetes tipe 2 merupakan gangguan metabolisme yang dihasilkan dari

ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan insulin yang dibutuhkan

(Beaulieu et al., 2003). Pengobatan yang diberikan biasanya berbentuk oral.

Ketika positif mengidap diabetes tipe 2, pankreas meghasilkan cukup insulin,

tetapi tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin tersebut dengan baik (NDIC,

2008). Kondisi seperti ini disebut perlawanan insulin. Diabetes tipe 2 dapat

dikendalikan agar tidak mengalami situasi kronis dengan mengikuti saran

dokter mengenai diet makanan, obat-obatan dan perilaku gaya hidup (Chiou,

Campbell, Horswell, Myers, & Culbertson, 2009).

3. Gestational diabetes muncul pada masa kehamilan. Diabetes tipe ini akan

hilang setelah melahirkan. Wanita yang terkena gestational diabetes memiliki

kesempatan 40% hingga 60% untuk berkembang menjadi diabetes tipe 2

dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun (NDIC, 2008). Usaha yang perlu

dilakukan untuk mencegah agar tidak terkena diabetes tipe 2 adalah

mempertahankan berat badan yang ideal dan aktif berolahraga.

Sejumlah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi penyakit

diabetes (NDIC, 2008; University of Birmingham, 2010; University of California

[UCSF], 2010;):

1. Pemeriksaan HbA1C (Medweb, 2010)

Darah terdiri dari sel darah merah yang dibentuk dari molekul yang

disebut hemoglobin (Hb). Glukosa menempel pada Hb untuk membentuk

molekul glycosylated haemoglobin yang disebut hemoglobin A1C (HbA1C).

13  

 

Semakin banyak glukosa dalam darah, semakin banyak HbA1C terdapat

dalam darah. Masa hidup sel darah merah dalam tubuh sekitar 8-12 minggu

sebelum digantikan dengan sel darah merah yang baru.

Dengan melakukan tes ini dapat mengetahui kadar rata-rata

glukosa darah dalam 8-12 minggu terakhir. Nilai HbA1C bagi mereka yang

bukan penderita diabetes adalah sekitar 3.5 - 5.5%. Sedangkan bagi penderita

diabetes, kadar HbA1C dikatakan cukup baik jika bernilai 6.5%. Menurut

American Diabetes Association (ADA), kadar HbA1C diatas 6.5% didiagnosis

terkena diabetes. Diantara 5.7 – 6.4% diduga pre-diabetes atau memiliki risiko

terkena diabetes. Kurang dari 5.6% dianggap bebas dari diabetes.

Kadar HbA1C serupa dengan kadar glukosa. Ketika kadar HbA1C

bernilai 10% itu berarti rata-rata kadar glukosa untuk 10 minggu terakhir

adalah 13mmol/l. Tabel dibawah ini menunjukkan hubungan antara kadar

HbA1C dengan kadar glukosa.

Pada tabel 2.1 menjelaskan bahwa ketika kadar HbA1C bernilai

13% itu berarti rata-rata kadar glukosa untuk 10 minggu terakhir adalah

18mmol/l. Kadar HbA1C bernilai 12% itu berarti rata-rata kadar glukosa

untuk 10 minggu terakhir adalah 17mmol/l, dan seterusnya.

14  

 

Tabel 2.1 Hubungan antara Kadar HbA1C dengan Kadar Glukosa (Medweb, 2010)

HbA1C % Rata-rata kadar glukosa darah mmol/l

13 18

12 17

11 15

10 13

9 12

8 10

7 8

6 7

5 5

2. Pemeriksaan Plasma Glukosa

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur seberapa banyak gula

atau glukosa yang terdapat dalam aliran darah. Untuk melakukan pemeriksaan

ini, tidak perlu melakukan puasa terlebih dahulu. Pemeriksaan yang dilakukan

sewaktu puasa atau sehabis makan tidak akan mempengaruhi hasil

pemeriksaan tersebut. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika hasilnya

menunjukkan nilai sama dengan atau lebih besar dari 200 mg/dL.

3. Pemeriksaan plasma glukosa dengan puasa (sebelum makan)

Pemeriksaan ini dilakukan setelah puasa dari makanan dan

minuman (kecuali air) setidaknya selama delapan jam. Kadar plasma glukosa

yang normal setelah puasa bernilai antara 60 sampai 99 mg/dL.

15  

 

4. Pemeriksaan oral toleransi glukosa

Jika pada pemeriksaan plasma glukosa dengan puasa diduga

terkena diabetes, maka akan dilakukan pemeriksaan berikutnya. Pasien

kembali diminta untuk puasa dari makanan dan minuman (kecuali air) selama

8 jam dan setelah itu diminta untuk minum suatu cairan yang mengandung

glukosa (biasanya 75 gram). Darah pasien akan diambil sebelum meminum

glukosa tersebut. Dua jam kemudian, pasien tidak diperbolehkan untuk makan

sampai pemeriksaan ini selesai. Pemeriksaan ini disebut Oral Glucose

Tolerance Test (OGTT).

Jika pada pemeriksaan plasma glukosa dengan puasa, nilainya

dibawah 100mg/dL maka didiagnosis tidak terkena diabetes. Nilai 100 mg/dL

hingga 126 mg/dL didiagnosis berada dalam kondisi pre-diabetes. Nilai diatas

126 mg/dL didiagnosis terkena diabetes.

Dua jam kemudian setelah meminum glukosa, nilai normal plasma

glukosa kurang dari 140 mg/dL. Nilai 140 mg/dL hingga 199 mg/dL

didiagnosis berada dalam kondisi pre-diabetes. Dikatakan terkena diabetes

jika kadar plasma glukosa sama dengan atau diatas 200 mg/dL.

Kadar gula sebelum makan terbagi atas lima kategori yaitu terkategori

normal, diabetes, abnormal glucose tolerance, abnormal fasting blood sugar,

dan low blood sugar serta kadar gula setelah makan dapat dikategorikan

normal, diabetes, abnormal glucose tolerance, dan abnormal fasting blood

sugar (Kim, Lee, Yoon, & Gaton, 2007).

16  

 

Selain pemeriksaan yang diatas, ada juga pemeriksaan lain yang perlu

dilakukan oleh pasien seperti:

1. Pasien memantau sendiri kadar gula darah mereka secara rutin

2. Pemeriksaan tekanan darah

3. Pemeriksaan kadar kolesterol

4. Pemeriksaan mata dan kaki pasien

Pada program penanganan penyakit diabetes, komponen yang

termasuk didalamnya adalah panduan berdasarkan kejadian untuk dokter dan

pembentukan tujuan pasien dengan edukasi, pengobatan, dan dukungan klinik

untuk menangani pasien diabetes (Chiou et al., 2009).

Panduan pada penyakit diabetes memerlukan ketersediaan tes

hemoglobin glycosolated terbaru atau HbA1C, laporan gula darah sebelum

dan setelah makan, dokumentasi kemampuan pasien dalam mengenali

hypoglycemia, kadar kolesterol dan trigliserida, pemeriksaan mata tahunan,

dan pengukuran tekanan darah, dan juga rejimen pengobatan untuk menangani

diabetes (Bowles et al., 2010).

Pasien yang mengikuti program manajemen penyakit diabetes dapat

menekan biaya pengobatan dengan memantau kondisi mereka secara berkala.

Pasien juga dapat mengetahui dan memantau perkembangan A1c mereka

sendiri seperti yang dilakukan di klinik. A1c merupakan indikator terpenting

untuk mengetahui kondisi diabetes pasien. Nilai A1C ini akan menjadi

parameter dalam diabetes disease management.

17  

 

Pasien penderita diabetes tidak hanya melakukan cek up di klinik,

tetapi juga memantau perkembangan diabetes melalui pemeriksaan kaki dan

mata untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi (Chiou et al., 2009).

Screening juga dapat dilakukan untuk deteksi dini dan perawatan

terstruktur menurut pedoman yang berlaku merupakan strategi yang paling

tepat untuk menghindari komplikasi diabetes (Sönnichsen et al., 2008). Pada

studi yang dilakukan Sönnichsen, dkk disebutkan bahwa untuk menyediakan

perawatan yang optimal diperlukan desain penanganan penyakit yang terdiri

dari dokter untuk menjalankan pedoman dalam terapi dan edukasi pasien

diperlukan sebagai pengingat dan feedback yang berkelanjutan.

2.5.1 Standar perawatan Diabetes

Untuk perawatan diabetes yang baik diperlukan kerjasama tim

kesehatan dan partisipasi dari pasien untuk memperoleh hasil kesehatan

yang baik. Tim kesehatan dapat terdiri atas dokter, perawat, asisten dokter,

ahli gizi, apoteker dan ahli kesehatan mental dalam diabetes. Setiap bagian

harus berperan aktif dalam perannya. Pasien juga sangat diharapkan untuk

turut serta aktif mendukung manajemen perawatan yang dianjurkan oleh

pihak kesehatan. Setiap pasien akan memperoleh rencana perawatan

berkala dengan memperhatikan hasil kesehatan yang dicapai dalam waktu

tertentu (± 3 bulan).

Hal – hal yang perlu diketahui oleh pasien diabetes antara lain

(Asian-Pacific Type 2 diabetes Policy Group, 2010):

• Sifat penyakit / gangguan,

18  

 

• Gejala diabetes,

• Risiko komplikasi, khususnya pentingnya perawatan kaki,

• Target pengobatan,

• Persyaratan gaya hidup dan rencana pola makan,

• Pentingnya olahraga teratur dalam pengobatan,

• Interaksi asupan makanan, aktivitas fisik dan obat-obatan

hipoglikemik oral, insulin (administrasi dan penyesuaian

insulin, jika perlu) atau obat lain,

• Pemantauan (diri) glukosa dalam darah atau urin (hanya

jika pemantauan glukosa darah tidak tersedia atau praktis)

dan makna hasil glukosa darah, serta tindakan apa yang

perlu diambil,

• Bagaimana mengatasi keadaan darurat seperti sakit, stres,

hipoglikemia, dan operasi,

• Wanita dengan diabetes memerlukan perhatian khusus

selama kehamilan.

Perawatan diabetes meliputi (American Diabetes Association,

2009):

Kontrol Glycemic

Untuk pencapaian rencana manajemen pada kontrol glycemic,

pemeriksaan kontrol glycemic dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu

dengan pemantauan gula darah dan dengan pengukuran A1C.

a. Pemantauan Gula darah

19  

 

Dilakukan oleh pasien (Self – monitoring of blood glucose /

SMBG). Rekomendasi :

– SMBG harus dilakukan tiga kali atau lebih dalam sehari

untuk pasien yang menggunakan suntikan insulin atau

terapi pompa insulin.

– Untuk pasien yang jarang menggunakan suntikan insulin,

non-insulin terapi, atau yang melakukan terapi nutrisi medis

(medical nutrition therapy (MNT)) dan yang hanya

melakukan aktifitas fisik saja, SMBG berguna sebagai

panduan untuk keberhasilan terapi yang sedang dijalankan.

SMBG merupakan komponen terapi yang efektif. Dengan

adanya SMBG pasien dapat mengevaluasi dan menilai apakah

target glycemic mereka tercapai. Hasil SMBG bermanfaat dalam

mencegah hipoglikemia, dalam penentuan obat (dosis), manajemen

nutrisi dan aktifitas fisik.

b. Pengukuran A1C

Rekomendasi :

– Melakukan tes A1C minimal dua kali setahun untuk pasien

yang mencapai target perawatan (dan yang memiliki

kontrol glycemic yang stabil).

– Melakukan uji A1C triwulanan pada pasien yang terapinya

telah diubah atau yang tidak mencapai target glycemic.

– Pemeriksaan A1C memungkinkan untuk perubahan terapi

bila diperlukan.

20  

 

Nilai A1C mencerminkan rata-rata glycemia selama

beberapa bulan, dan memiliki nilai prediktif yang kuat untuk

komplikasi diabetes. Untuk menentukan apakah target glycemic

pasien tercapai, pengukuran dilakukan kira-kira setiap tiga bulan.

Frekuensi pengukuran A1C tergantung pada situasi klinis,

penggunaan obat, dan pertimbangan dokter.

Tabel 2.2 Korelasi antara A1C dengan rata-rata glukosa (American Diabetes Association, 2009)

Glukosa plasma rata-rata

A1C (%) Mg/dl Mmol/l

6 126 7.0

7 154 8.6

8 183 10.2

9 212 11.8

10 240 13.4

11 269 14.9

12 298 16.5

Perkiraan didasarkan pada data ADAG pengukuran glukosa

~2700 selama 3 bulan sejak pengukuran A1C pada 507 orang

dewasa dengan tipe 1, tipe 2, dan tanpa diabetes. Korelasi antara

A1C dan rata-rata glukosa: 0,92 (42). Penghitungan untuk

mengkonversi hasil A1C menjadi eAG, baik dalam mg / dl atau

mmol / l.

21  

 

Medical Nutrition Therapy (MNT)

Rekomendasi :

– Individu dengan pra-diabetes atau diabetes harus menerima

individual MNT yang diperlukan untuk mencapai tujuan

perawatan, sebaiknya diberikan oleh seorang ahli diet yang telah

terdaftar dan akrab dengan komponen MNT diabetes.

MNT merupakan komponen integral dari pencegahan diabetes,

manajemen dan edukasi manajemen diri diabetes dan juga merupakan

komponen penting dalam gaya hidup sehat.

Diabetes self-management education (DSME)

Rekomendasi :

– Penderita diabetes harus menerima DSME sesuai dengan standar

nasional ketika diabetes mereka didiagnosa

– Manajemen diri dan perubahan pola hidup adalah kunci hasil

DSME dan harus diukur dan dipantau sebagai bagian dari

perawatan.

– DSME harus menangani masalah-masalah psikososial karena

kesejahteraan emosional sangat terkait dengan hasil positif untuk

diabetes

Pendidikan membantu penderita diabetes memulai perawatan diri

yang efektif.

Penderita diabetes dapat memulai perawatan diri yang efektif

ketika mereka mengetahui apa yang harus dilakukan. Dengan edukasi

22  

 

yang diberikan, pasien dibantu untuk mengatur diri mereka dan memantau

penyakit mereka. DSME mengarahkan pasien untuk mengoptimalkan

kontrol metabolik, mencegah dan menangani komplikasi, dan

memaksimalkan kualitas hidup dengan biaya yang efektif.

Aktivitas Fisik

Rekomendasi :

– Penderita diabetes harus didorong untuk melakukan aktivitas fisik

aerobik intensitas sedang setidaknya 150 menit / minggu (50-70%

dari denyut jantung maksimum).

– Tanpa adanya kontraindikasi, penderita diabetes tipe 2 harus

didorong untuk melakukan pelatihan ketahanan tiga kali per

minggu.

Olahraga teratur telah terbukti memperbaiki kontrol glukosa darah,

mengurangi faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi terhadap

penurunan berat badan, dan meningkatkan kesejahteraan.

2.6 Hipertensi

Hipertensi atau yang lebih sering dikenal dengan tekanan darah tinggi

yang terjadi pada arteri. Tekanan darah adalah pengukuran terhadap dinding arteri

saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh (US National Library of Medicine

[NLM], 2010). Hipertensi merupakan kondisi serius yang dapat menjadi penyebab

beberapa masalah kesehatan.

23  

 

Tekanan darah diukur dengan menggunakan dua buah angka yang

mereprensentasikan sistol dan diastol. Tekanan darah manusia pada umumnya

adalah 120/80 mmHg. Angka 120 merepresentasikan tekanan sistol dimana

tekanan yang terjadi selama jantung berdetak. Sedangkan angka 80

merepresentasikan tekanan diastol dimana tekanan yang terjadi ketika jantung

beristirahat berdetak. Alat pengukur tekanan darah disebut sphygmomanometer.

Tekanan darah diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Tekanan darah normal adalah kondisi dimana nilai sistol kurang dari 120

mmHg dan diastol kurang dari 80 mmHg.

2. Prehipertensi adalah kondisi dimana nilai sistol berada di antara 120 - 139

mmHg atau diastol 80 - 89 mmHg.

3. Hipertensi tahap 1 adalah kondisi dimana nilai sistol berada di antara 140 -

159 mmHg atau diastol 90 - 99 mmHg

4. Hipertensi tahap 2 adalah kondisi dimana nilai sistol diatas 160 mmHg atau

diastol diatas 100 mmHg.

Hasil pengukuran tekanan sistol dan diastol ini yang akan menjadi

input parameter dalam sistem dismen. Sehingga karyawan yang diduga terkena

hipertensi dapat dipantau tekanan darahnya agar tidak bertambah parah.

2.6.1 Standar Perawatan Hipertensi

Sama halnya dengan diabetes, manajemen perawatan penderita

hipertensi bertujuan untuk memcapai hasil yang baik dimana keadaan

pasien stabil atau lebih baik. Tujuan dari evaluasi pasien hipertensi adalah

untuk menilai gaya hidup pasien dan mengidentifikasi faktor risiko

24  

 

cardiovascular; untuk mengetahui penyebab tingginya tekanan darah

(blood pressure/BP); dan untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan organ

dan CVD (cardiovascular disease) (American Heart Association, 2003).

Perawatan yang dilakukan untuk manajemen hipertensi adalah :

Kontrol Tekanan Darah.

Kontrol tekanan darah dipengaruhi oleh pola hidup pasien, dosis

obat yang diberikan, kombinasi obat yang diberikan. Jika hal-hal tersebut

tidak tepat maka tentunya mengakibatkan hasil tekanan darah yang tidak

terkontrol. Terapi antihipertensi dilakukan untuk mengurangi gangguan

cardiovascular dan ginjal serta kematian. Target perawatan hipertensi

adalah agar penderita hipertensi mencapai tekanan darah (BP) < 140 / 90

mmHg atau BP < 130 / 80 mmHg untuk pasien penderita diabetes atau

penyakit ginjal kronis.

Modifikasi Pola Hidup

– Mengurangi berat badan

Rekomendasi : Menjaga berat badan normal ( body mass index

(BMI) 18.5 -24.9 kg/m2).

– Perencanaan pola makan (Dietary Approaches to Stop

Hypertension (DASH))

Rekomendasi : Mengadopsi diet buah-buahan, sayuran, dan susu

rendah lemak.

– Diet natrium

25  

 

Rekomendasi : Mengurangi asupan natrium < 100 mmol per hari

(2,4 g natrium atau 6 gram natrium klorida).

– Aktivitas fisik

Rekomendasi : Aktifitas fisik teratur (misalnya jalan cepat)

minimal 30 menit per hari.

– Konsumsi alkohol

Rekomendasi : Untuk pria < 2 x minum per hari sedangkan wanita

dan orang berberat badan ringan < 1 x minum per hari. Keterangan

: 1 x minum = 1 / 2 oz atau 15 mL etanol (misalnya, 12 bir oz, 5 oz

anggur, 1.5 oz 80 wiski).

Obat

Pemberian obat dilakukan ketika pendekatan modifikasi pola hidup

tidak menghasilkan tekanan darah pasien sesuai dengan target Disman.

26  

 

Gambar 2.3 Algoritma Perawatan Hipertensi (American Heart

Association, 2003).

Algoritma terapi untuk pemeliharaan pasien hipertensi pada

gambar 4.1 diawali dengan modifikasi pola hidup. Jika target tekanan

darah tidak tercapai maka thiazide-type diuretics harus digunakan sebagai

terapi inisiasi dengan dan tanpa kombinasi dengan salah satu dari ACEIs,

ARBs, BBs, CCBs.

Pada tabel 4.2 di bawah ini terlihat jenis-jenis indikasi yang

memaksa dan opsi terapi obat yang dapat diberikan.

27  

 

Gambar 2.4 Indikasi Yang Memaksa Dan Opsi Terapi Awal (American

Heart Association, 2003).

Follow-Up dan Monitoring

Pasien harus ditindak-lanjuti dan melakukan pengobatan untuk

interval waktu tertentu (bulanan atau kurang dari sebuan) sampai tujuan

BP tercapai ketika terapi obat antihipertensi dimulai. Konsultasi akan perlu

untuk sering dilakukan untuk pasien hipertensi stadium 2 atau dengan

komlikasi lainnya. Serum potassium dan creatinine harus dipantau

minimal 1 atau 2 kali dalam setahun. setelah BP mencapai target dan

stabil, konsultasi dilakukan 3-6 bulan sekali. Penentuan interval konsultasi

juga tergantung pada faktor adanya penyakit lain misalnya diabetes.

Pemberitahuan untuk tidak mengkonsumsi rokok (tembakau) harus selalu

diberikan.

2.7 Tuberkulosis (TBC)

TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini lebih sering menyerang paru-paru namun

juga dapat menyerang bagian tubuh lainnya (Gerakan Terpadu Penanggulangan

28  

 

TB Terpadu [Gerdunas TB], 2005). Bakteri ini merupakan bakteri basil yang

sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.

Klasifikasi TBC berdasarkan The American Thoracic Society:

1. Klasifikasi 0 berarti tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita

TBC.

2. Klasifikasi I berarti tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak, tidak

menderita TBC.

3. Klasifikasi II berarti terinfeksi TBC / test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita

TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi

negatif).

4. Klasifikasi III berarti sedang menderita TBC.

5. Klasifikasi IV berarti pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif.

6. Klasifikasi V berarti dicurigai TBC.

Untuk mendiagnosa seseorang terkena penyakit TBC, ada beberapa

pemeriksaan yang perlu dilakukan seperti (Media Informasi Obat Penyakit

[Medicastore]):

1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak)

4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA)

5. Rontgen dada (thorax photo)

6. Uji tuberkulin

29  

 

Pengobatan LTBI (Latent Tuberculosis Infection) digunakan untuk

mencegah penyebaran penyakit TB dan digunakan bersama obat-obatan.

Pengujian target seharusnya digunakan untuk mengidentifikasi dan mengobati

pasien:

• Beresiko tinggi untuk terinfeksi M. tuberculosis

• Beresiko tinggi terkena penyakit TB sekali terinfeksi dengan M. tuberculosis

• Pasien dalam kelompok ini seharusnya menerima prioritas pertama untuk

pengobatan LTBI jika hasil Tuberculin Skin Test (TST) mereka dinyatakan

positif atau Interferon-Gamma Release Assay (IGRA).

Kelompok dengan prioritas pertama akan menerima pengobatan LTBI

jika hasil IGRA atau TST dinyatakan positif > 5 mm dengan kondisi:

• Baru-baru ini berhubungan dengan pasien lain yang terkena TB

• Pasien yang tinggal dengan penderita HIV

• Dari hasil X-Ray dada pasien diketahui menderita penyakit TB sebelumnya

• Pasien dengan transplantasi organ

• Pasien imunosupresi lainnya (pasien dengan kekebalan tubuh lemah)

Kelompok dengan prioritas pertama akan menerima pengobatan LTBI

jika hasil IGRA atau TST dinyatakan positif > 10 mm dengan kondisi:

• Pasien yang telah datang ke Amerika dalam kurun waktu lima tahun yang

berasal dari negara-negara penderita TB

• Pasien pengguna narkoba

• Pasien yang tinggal atau bekerja dengan fasilitas beresiko tinggi

• Pasien yang bekerja di laboratorium micobakteri

30  

 

• Pasien dengan kondisi medis dapat meningkatkan resiko penyakit TB

• Pasien yang berumur dibawah empat tahun

• Bayi, anak-anak, dan remaja yang memiliki hubungan dengan orang dewasa

dalam kelompok beresiko tinggi.

Prioritas rendah pengobatan LTBI:

• Individu tanpa faktor resiko umumnya tidak perlu dilakukan pengujian TB

• Bagaimanapun juga, individu tanpa faktor resiko dimana telah diuji dan hasil

IGRA atau TST positif > 15 mm seharusnya dievaluasi untuk pengobatan

LTBI.

Pada tabel dibawah ini diberikan rejimen pengobatan LTBI menurut

Centers for Disease Control and Prevention.

Tabel 2.3 Rejimen Pengobatan LTBI (Centers for Disease Control and Prevention)

Obat Durasi

(bulan)

Interval Dosis Minimum

Keterangan

INH 9 Harian 270 1. Pengobatan harian selama sembilan bulan

2. Disarankan bagi pasien yang tinggal dengan penderita HIV, anak-anak, dan pasien yang diketahui menderita TB sebelumnya dari hasil pemeriksaan X-Ray dada.

3. Dua kali seminggu dosis seharusnya memakai DOT.

Dua kali seminggu

76

31  

 

Tabel 2.3 menjelaskan bahwa dalam rejimen pengobatan LTBI dalam

pemberian obat dapat dilakukan secara harian ataupun dua kali seminggu sesuai

dengan dosis obat minimum yang disarankan selama waktu yang telah ditentukan.

Mengobati penyakit TB bermanfaat untuk pasien yang menderita TB

dan lingkungannya. Manfaat bagi pasien adalah mencegah cacat dan kematian,

memulihkan kesehatan. Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah mencegah

penyebaran TB.

INH 6 Harian 180 1. Tidak disarankan bagi pasien yang tinggal dengan penderita HIV, anak-anak, dan pasien yang diketahui menderita TB sebelumnya dari hasil pemeriksaan X-Ray dada.

2. Dua kali seminggu dosis seharusnya memakai DOT

Dua kali seminggu

52

RIF 4 Harian 120 1. Disarankan untuk TB resisten INH

2. Alternatif bagi pasien yang tidak bisa mentolerir INH

3. Tidak disarankan untuk pasien terinfeksi HIV pada terapi ARV tertentu. Rifabutin dapat digunakan sebagai pengganti untuk beberapa pasien

RIF/ PZA Kombinasi RIF dan PZA umumnya tidak ditawarkan padapengobatan LTBI.

32  

 

Penyakit TB harus diobati paling tidak selama enam bulan. Pada

beberapa kasus, pengobatan bisa memakan waktu lebih lama. Misalnya pasien

dengan rongga di dada dan memiliki dahak selama dua bulan harus

memperpanjang pengobatannya selama sembilan bulan.

Tabel 2.4 Fase dalam Pengobatan TBC (Centers for Disease Control and Prevention)

Fase Awal • Pengobatan selama delapan minggu pertama. • Banyak basil terbunuh selama fase ini. • Digunakan empat obat.

Fase Selanjutnya • Setelah delapan minggu pertama pengobatan TB. • Basil yang tersisa setelah fase awal diobati dengan menggunakan dua obat.

Kambuh • Terjadi pada saat pengobatan tidak berlangsung pada waktu yang lama. • Basil yang tersisa dapat menyebabkan penyakit TB muncul kembali.

Tabel 2.4 menjelaskan fase dalam pengobatan TBC dan tindakan yang

harus dilakukan pada waktu fase awal, selanjutnya ataupun pada saat kambuh.

Rejimen awal seharusnya terdiri dari empat obat berikut:

– Isoniazid (INH)

– Rifampin (RIF)

– Pyrazinamide (PZA)

– Ethambutol (EMB)

33  

 

Pengobatan harus terdiri dari beberapa obat yang rentan terhadap

organisme. Pengobatan dengan satu obat dapat mengakibatkan TB resistan

terhadap obat. Resistensi obat dapat terjadi ketika pasien diberikan resep

pengobatan yang tidak tepat yaitu:

1. TB harus diobati dengan menggunakan dua obat paling sedikit yang rentan

terhadap basil.

2. Menggunakan hanya satu obat dapat membuat basil resisten terhadap obat.

3. Menambahkan satu obat pada rejimen yang gagal mungkin memiliki efek

yang sama dengan menggunakan hanya satu obat.

Resistensi dapat terjadi ketika pasien tidak minum obat sesuai dengan

yang diresepkan.

1. Pasien tidak minum seluruhnya pil.

2. Pasien tidak minum pil sesering mungkin.

3. Ketika hal ini terjadi, pasien menyebabkan resistensi basil untuk obat tunggal.

Faktor yang menyebabkan pasien memiliki atau membuat resistensi obat TB:

1. Pasien telah menghabiskan waktu dengan penderita TB yang resisten terhadap

obat.

2. Pasien tidak minum obat secara teratur.

3. Pasien tidak minum seluruh obatnya.

4. Pasien menyebabkan penyakit TB menjadi aktif setelah minum obat di waktu

sebelumnya.

5. Pasien berasal dari daerah dimana resisten obat TB sering terjadi.

34  

 

Tabel 2.5 Rejimen Pengobatan TBC dan Dosis yang Disarankan (Centers for Disease Control and Prevention)

Fase Awal Fase Berikutnya Rejimen Obat Waktu & Rejimen Obat Waktu & Kisaran

Total Dosis

Dosis± Dosis± §

1 INH 7 hari / minggu

1a INH 7 hari / minggu untuk 126 dosis atau

182 - 130

RIF untuk 56 dosis

RIF 5 hari / minggu untuk 90 dosis

(26 minggu)

PZA (56 minggu)

   (18 minggu)

¶   

EMB atau         

   5 hari / minggu

  

   untuk 40 dosis

1b# INH 2 hari / minggu untuk 36 dosis

92 - 76

   (8 minggu)¶

RIF (18 minggu)

¶ (26 minggu)

      1c** INH 1 hari / minggu untuk 18 dosis

74 - 58

      RPT (18 minggu)¶

(26 minggu)

2 INH

7 hari / minggu untuk 14 dosis (2 minggu), kemudian

2a# INH 2 hari / minggu

62 - 58

RIF

2 hari / minggu untuk 12 dosis (6 minggu)

RIF untuk 36 dosis

(26 minggu)

35  

 

PZA

atau (18 minggu)¶

  

EMB

5 hari / minggu untuk 10 dosis (2 minggu)¶, kemudian 2 hari / minggu untuk 12 dosis (6 minggu)

2b** INH 1 hari / minggu

44 – 40

      RPT untuk 18 dosis

(26 minggu)

      (18 minggu)

¶   

3 INH

3 minggu sekali

3a INH 3 minggu sekali untuk 54 dosis

78

RIF

untuk 24 dosis

RIF (18 minggu) ¶

(26 minggu)

PZA

(8 minggu)

        

EMB

           

4 INH

7 hari / minggu untuk 56 dosis (8 minggu)

4a INH

7 hari / minggu untuk 217 dosis (31 minggu)

273 - 195

RIF

atau RIF

atau (39 minggu)

EMB

5 hari / minggu untuk 40 dosis (8 minggu) ¶

   5 hari / minggu untuk 155 dosis (31 minggu) ¶

  

36  

 

      4b# INH

Dua kali seminggu untuk 62 doses (31 minggu) ¶

118 - 102

      RIF

(39 minggu)

Tabel 2.5 menjelaskan rejimen pengobatan TBC pada waktu fase awal

dan fase berikutnya dengan jenis obat yang harus diminum beserta waktu dan

dosis yang disarankan.

Keterangan simbol pada tabel 2.4:

1. Simbol (*) berarti untuk informasi lebih lanjut mengenai kekuatan saran dan

kualitas untuk mendukung bukti, lihat ATS, CDC, dan IDSA MMWR pada

panduan pengobatan TB.

2. Simbol (±) berarti ketika DOT digunakan, obat-obatan diberikan 5 hari /

minggu dan menyesuaikan dosis yang diperlukan.

3. Simbol (§) berarti pasien yang memiliki rongga pada awal pemeriksaan X-Ray

dada dan budaya positif yang diselesaikan dalam dua bulan terapi seharusnya

menerima fase lanjutan selama tujuh bulan.

4. Simbol (¶) Pasien yang diberikan rejimen kurang dari 7 hari seminggu harus

menerima DOT.

5. Simbol (#) berarti rejimen berlangsung kurang dari tiga kali seminggu tidak

disarankan untuk pasien yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4+ kurang

dari 100.

6. Simbol (**) berarti hanya digunakan untuk pasien HIV negatif dengan dahak

negatif diselesaikan dalam terapi dua bulan dan pasien yang tidak memiliki

37  

 

rongga di dadanya. Untuk pasien yang memulai rejimen ini dan ditemukan

budaya positif selama spesimen dua bulan, pengobatan diperpanjang menjadi

tiga bulan tambahan.

Tabel 2.6 Anjuran Dosis Obat1(Centers for Disease Control and Prevention)

Dosis dalam mg / kg (dosis maksimum berada dalam tanda kurung)

Obat Orang dewasa /

Anak-anak2 Harian Seminggu

sekali3

Dua kali seminggu3

Tiga kali seminggu3

EMB4

Orang dewasa

B

E

R

A

T

B

A

D

A

N

40 - 55 kg

14.5 – 20

mg / kg (800 mg)

36.4 – 50

mg / kg (2000 mg)

21.8 – 30

mg / kg (1200 mg)

56 - 75 kg

16 - 21.4

mg / kg (1200 mg)

37.3-50

mg / kg (2800 mg)

26.7 - 35.7

mg / kg (2000 mg)

76 - 90 kg

17.8 - 21.1 mg / kg (1600 mg)

44.4-52.6

mg / kg (4000 mg)

26.7 - 31.6

mg / kg (2400 mg)

Anak-anak

15 – 20

mg / kg (1000 mg)

50 mg / kg (2500 mg)

38  

 

Pada tabel 2.6 menjelaskan tentang anjuran dosis obat yang harus

diminum orang dewasa ataupun anak-anak. Dosis obat yang disarankan

tergantung pada berat badan si pasien.

Keterangan pada penomoran angka pada tabel 2.5:

• Angka (1) menyatakan meskipun rejimen ini berlaku secara luas, perubahan

mungkin diperlukan untuk kondisi tertentu (pasien ARV). Untuk informasi

lebih lanjut, lihat ATS, CDC, dan IDSA MMWR pada panduan pengobatan TB.

• Angka (2) menyatakan dosis untuk orang dewasa dimulai pada umur 15 tahun.

Anak-anak dengan berat badan lebih dari 40 kg mengikuti dosis orang dewasa.

Dosis disesuaikan menurut perubahan berat badan pasien.

• Angka (3) menyatakan seluruh pasien yang diresepkan dengan rejimen yang

memiliki selang waktu diberikan DOT.

• Angka (4) menyatakan ethambutol harus digunakan hati-hati pada anak-anak

karena sulit memantau gerakan mereka. Namun, jika mereka memiliki TB

yang resisten terhadap INF atau RIF, dosis 15 mg / kg per hari dapat

digunakan.

Pedoman perawatan dan pengobatan penyakit TBC yang telah disebutkan pada

bagian sebelumnya bersumber dari Centers for Disease Control and Prevention.

2.7.1 Standar perawatan TBC

Untuk pasien terinfeksi TB, penderita tidak akan merasa sakit. Obat

TB harus dikonsumsi untuk membunuh kuman TBC. Meskipun kuman

TBC tidak aktif, mereka masih sangat kuat. Ketika kuman tersebut aktif

maka baru akan terasa sakit. Satu-satunya cara untuk membunuh kuman

39  

 

tersebut adalah dengan mengkonsumsi obat-obatan TB. Sedangkan bagi

pasien berpenyakit TBC, yang perlu diingat adalah kuman TBC mati secara

perlahan-lahan (sangat lambat). Bahkan setelah beberapa minggu

mengkonsumsi obat-obatan TB pasien akan merasa lebih baik, namun tidk

berarti semua kuman TB telah mati. Mengobati TB perlu berbulan-bulan.

Tetap menjalani pengobatan sebagaimana mestinya sesuai dengan rencana

pengobatan adalah cara untuk menyembuhkan TBC.

Penderita TBC harus tetap meminum obat sampai dokter

menyarankan untuk berhenti (Centers for Disease Control and Prevention

[CDC], 2005). Jika pasien berhenti minum obat lebih awal dari waktu yang

ditentukan atau tidak meminumnya dengan benar maka :

- Pasien bisa sakit lagi dan sakit untuk waktu yang lama

- Obat dapat berhenti bekerja dan pasien mungkin harus meminum obat

yang berbeda yang memiliki efek samping yang lebih banyak

- Obat baru mungkin tidak dapat bekerja untuk menyembuhkan TB

- Pasien dapat menularkan kuman TBC ke orang lain

Penanganan pasien berpenyakit TBC (Tuberculosis Coalition for

Technical Assistance [TBCTA], 2006) :

Dokter dalam tanggung jawabnya mengobati pasien TB tidak hanya

memberikan panduan obat yang tepat tetapi juga mampu menilai

kepatuhan pasien terhadap rencana pengobatan yang telah dibuat dan

menangani ketidakpatuhan bila terjadi.

Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum

pernah diobati sebelumnya harus menerima pengobatan pertama yaitu

40  

 

fase awal terdiri atas dua bulan isoniazid, pirazinamid, rifampisin, dan

etambutol. Tahap lanjutan terdiri atas isoniazid dan rifampisin

diberikan selama empat bulan. Enam bulan isoniazid dan etambutol

diberikan sebagai fase lanjutan dari rencana pengobatan alternatif

yang dapat digunakan jika kepatuhan pasien tidak dapat dinilai dan

hubungannya dengan tingkat pengobatan akan gagal atau kambuh

terutama pada pasien dengan infeksi HIV.

Untuk membina dan menilai kepatuhan pasien terhadap rencana

pengobatan yang diberikan, pendekatan yang berpusat pada pasien

dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien dan adanya saling pengertian

antara pasien dan penyedia layanan kesehatan. Pengawasan dan

dukungan yang dilakukan harus mempertimbangkan gender dan usia

pasien. Hal ini juga dapat dilakukan dengan konsultasi dan edukasi

bagi pasien. Elemen penting dalam strategi pemeliharaan kesehatan

pasien adalah memastikan kepatuhan pasien terhadap perencanaan

pengobatan dan bagaimana penanganan bila ada pasien yang tidak

patuh. Pendekatan yang dilakukan dalam terapi obat misalnya dengan

directly observed therapy (DOT). Strategi ini diartikan sebagai

"pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas

pengobatan" setiap hari.

Semua pasien harus dipantau untuk mengetahui respon terhadap terapi

yang telah dijalani dan efek samping dari obat yang diberikan.

Penilaian terbaik adalah dengan meninjau mikobakterium tuberkulosa

(bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal

41  

 

juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA), minimal pada penyelesaian

pengobatan tahap awal (2 bulan), 5 bulan, dan pada akhir pengobatan.

Pasien dengan BTA positif pada bulan ke lima dianggap sebagai

pengobatan yang gagal dan terapi harus dimodifikasi sesuai dengan

kebutuhan pasien.

Adanya catatan tertulis mengenai semua obat yang diberikan, respon

bacteriologic, dan efek samping untuk semua pasien.

2.8 Teknologi Informasi dan Sistem Informasi

Tabel dibawah ini menjelaskan perbedaan antara Information Technology

(IT) dengan Information System (IS).

Tabel 2.7 Perbedaan IT dan IS

Teknologi Informasi (IT) Sistem Informasi (IS)

Kumpulan dari sistem-sistem komputasi yang digunakan organisasi untuk mendukung operasionalnya (Turban, 1998)

Mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisa, dan menyebarkan informasi untuk tujuan khusus (Turban, 1998)

Penggunaan dari piranti keras, piranti lunak, fungsi yang dilakukan komputer dan mendukung infrastruktur yang tersedia untuk mengatur dan menyampaikan informasi dalam bentuk audio, data dan video.

Kumpulan perangkat keras dan lunak yang dirancang untuk mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang berguna (Bodnar & Hopwood, 1993)

Bagian-bagian komputer yang harus terhubung kesuatu jaringan agar bisa beroperasi

Kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang, dan teknologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah perusahaan (Alter, 1992)

Kemampuan komputer untuk melakukan pencatatan, penyimpanan, pengolahan, pengambilan kembali,

Kombinasi dari teknologi informasi dan aktivitas manusia dengan menggunakan teknologi untuk mendukung operasi, manajemen dan pengambilan keputusan

42  

 

pengiriman, dan penerimaan informasi. (Laporan SEI, "Glossary")

Seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi (Haag & Keen, 1996)

Interaksi manusia dengan menggunakan teknologi informasi untuk mendukung proses bisnis dalam perusahaan.

Teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video (Williams & Sawyer, 2003)

Sistem yang melibatkan manusia, mesin ataupun metoda yang terorganisir untuk melakukan pengumpulan, pemrosesan, pengiriman, dan penyebaran data yang merupakan representasi dari informasi pengguna.

Tidak hanya terbatas pada perangkat komputer untuk memproses informasi, tetapi juga mencakup telekomunikasi.

Berbagai perangkat komputer atau telekomunikasi yang saling terhubung dan digunakan untuk proses akuisisi, penyimpanan, manipulasi, pengaturan, perpindahan, pengawasan, penampilan, transmisi, atau penerimaan suara atau data.

Dari definisi IT dan IS di atas, IT melibatkan teknologi komputer meliputi

hardware, software dan network untuk pemrosesan dan penyimpanan informasi.

Sedangkan IS melibatkan hardware, software, data, network, procedures, dan

people untuk membentuk suatu aplikasi.

2.9 Teknologi Informasi Mendukung Industri Kesehatan

Perkembangan dan inovasi dalam bidang IPTEK telah memberikan

pengaruh terhadap industri kesehatan. IPTEK membuat industri kesehatan

mengembangkan cara yang praktis, efektif dan efisien untuk melakukan

diagnosis, menangani, dan mengobati masalah kesehatan, dimana hal ini tidak

bisa dilakukan sebelumnya.

43  

 

Riset menunjukkan sejumlah aplikasi IPTEK untuk mengembangkan

industri kesehatan seperti telemedicine dimana layanan kesehatan diberikan secara

efektif dan biaya sedikit dengan bantuan IPTEK, eHealth yang dibentuk dari

koneksi internet dengan teknologi web, pengembangan EHR (Electronic Health

Record) yang mengintegrasikan data pasien kedalam proses perawatan dan

memiliki otorisasi terhadap yang mengaksesnya.

Komponen yang diperlukan untuk membentuk aplikasi kesehatan

berdasarkan teknologi informasi (Saranummi, Korhonen, Kivisaari, & Ahjopalo,

2006) adalah:

1. Sensor dan peralatan informasi dibutuhkan untuk memperoleh dan

menyimpan data yang berhubungan dengan kesehatan pasien seperti membaca

kadar gula darah, serta meneruskannya ke sistem atau aplikasi lain untuk

diolah lebih lanjut.

2. Interpretasi data sesuai konteksnya diperlukan untuk membuat hubungan data

yang diperoleh pada konteks yang sesuai. Konteks disini merujuk pada hal-hal

seperti ini riwayat pasien, data pasien yang diperoleh sebelumnya, bisa juga

berarti keadaan lingkungan dimana pasien itu berada. Sehingga metode

pendukung keputusan mungkin perlu diterapkan pada konteks data yang

dibangun.

3. Integrasi diperlukan untuk menggabungkan data yang diperoleh seperti hasil

pengukuran, pembacaan dengan data pasien terdahulu dan data lainnya yang

berhubungan disimpan dalam EHR dan harus kompatibel dengan EHR sampai

level tertentu. Hal ini tentu menarik minat para peneliti untuk menentukan

standar dalam format penulisan atau penyimpanan EHR.

44  

 

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.5 Komponen IPTEK pada Industri Kesehatan (Saranummi,

Korhonen, Kivisaari, & Ahjopalo, 2006)

2.10 Solusi Teknologi Informasi

Berbagai studi telah dilakukan untuk menerapkan teknologi informasi

pada industri kesehatan. Salah satu studi tersebut adalah pada penerapan disease

management.

2.10.1 Pemantauan

Pemantauan jarak jauh dilakukan dengan menyediakan layanan

pemantauan, pengawasan dan pemberian edukasi bagi pasien penyakit

kronis. Pada kasus perawatan yang dilakukan di rumah tim perawat tetap

memantau status pasien.

45  

 

Sehingga pemantauan tersebut dapat meningkatkan hasil

kesehatan dan berpotensi untuk menekan biaya pengobatan. Alat untuk

melakukan pemantauan terhubung pada pemancar (transmitter) dan pasien

dapat mengendalikannya dari jarak jauh. Pada saat data telah dikirimkan,

pasien dapat melihat halaman web pribadi mereka dan memastikan bahwa

hasil pembacaan data mereka telah diterima (Leijdekkers, Gay, &

Lawrence, 2007; Pomazan, Petcu, Sintea, & Ciorap, 2009; Shahriyar, Bari,

Kundu, Ahamed, & Akbar, 2009).

Alaoui, Clement, Khanafer, Collman, Levine, dan Mun (2007)

merancang sistem untuk memonitor pasien penderita diabetes tipe 1 dari

jarak jauh menggunakan peralatan elektronik untuk membaca kadar gula

darah dan mengirimkannya kepada dokter mereka. Setiap pasien

dilengkapi dengan alat pembaca kadar gula darah yaitu One Touch meter

oleh Johnson and Johnson dan komputer pribadi yang dilengkapi dengan

“in Touch” Diabetes Management Software oleh Lifescan Johnson and

Johnson.

Harper, Nicholl, McTear, Wallace, Black, dan Kearney (2008)

merancang sistem yang memungkinkan pasien untuk menggunakan

telepon genggamnya untuk menginput dan mencatat hasil pengukuran

mereka menggunakan suara, selagi tim perawat memantau kegiatan sehari-

hari pasiennya melalui web dan memberikan respon kepada sistem untuk

memberikan alert. Pasien dapat mengakses hasil pembacaan data mereka

dalam bentuk tabulasi dan grafik melalui internet.

46  

 

Zhang, Lee, dan Gatton (2009) mengembangkan arsitektur real

time Knowledge Base yang efisien pada web Health Care Center (HCC)

berbasis agent yang digunakan untuk memantau pasien yang terkena

diabetes dan sebagai pengelolaan sistem. Cara kerja sistem tersebut adalah

dengan memasang monitor di dalam rumah pasien, yang berfungsi sebagai

reactive agent. Monitor ini mengambil data sampel dari pasien pada waktu

yang telah ditetapkan, mengirimkan data dan melaporkan kejadian yang

tidak seperti biasanya kepada reasoning agent (sistem pakar) melalui

internet.

 

47  

2.11 Perbandingan Sistem-sistem untuk DisMan dari Prespektif IT

Dalam tabel 2.7 di bawah ini tampak perbedaan antar sistem-sistem untuk mendukung perawatan penyakit kronis dari

prespektif IT. Kriteria-kriteria yang dilihat diantaranya adalah ketersediaan data, jarak dalam pengukuran, pengukuran otomatis dan

sistem pakar.

Tabel 2.8 Perbandingan sistem-sistem untuk DisMan

Kriteria DisMan pada PT. PMI

Pomazan, Petcu, Sintea, Ciorap (2009)

Dai, Gui, dan Shu (2008)

David A. Tong (2006)

Paganelli dan Giuli (2007)

LeRouge, Gaynor, Li, Ma (2010)

Tura, Quareni, Longo, Condoluci, van Rijn & Albertini (2005)

Ketersediaan data

a. Staf DisMan dan dokter K2 kesulitan dalam memperoleh data pasien karena data tidak teratur dan tidak terintegrasi sehingga

Adanya kepastian perolehan data. Sistem dapat merespon kebutuhan perawatan, analisis dan prognosis dan pengawasan berkelanjutan.

Informasi dapat dikumpulkan, diverifikasi kemudian dipertimbangkan dengan rekam medik, data pengobatan yang telah dijalani, rencana perawatan sebelumnya untuk

Membangun database repository untuk data; antar muka berbasis web untuk menampilkan data ke pengguna.

Antar penyedia layanan kesehatan, pasien, dan keluarga pasien dapat mengetahui status kesehatan pasien. Didukung dengan adanya Alarm

Menyediakan komunikasi yang baik antar pasien dan penyedia layanan dengan layanan kesehatan berbasis internet : email,

Data diperoleh dari pengukuran pasien secara otomatis dan sesuai jadwal yang ditentukan.

 

48  

menyita waktu untuk mengetahui informasi pasien.

pengambilan tindakan oleh dokter.

management sehingga membantu pihak kesehatan untuk mengambil tindakan lanjutan dalam perencanaan kesehatan.

private chats, atau melalui suara.

b. Data mengenai pasien tentang keseharian pasien (pola hidup) diketahui pada saat konsultasi dan diperoleh dengan bertanya kepada pasien.

Analisis statistik mengenai data dapat dilakukan dan divisualisasikan oleh dokter sehingga informasi mengenai sejarah pasien dapat diperoleh untuk tindakan berikutnya.

data disimpan dalam database telehealth.

Penyedia layanan kesehatan dapat berbagi akses data pasien.

Web portal dimanfaatkan oleh pasien, keluarga, para medis untuk memperoleh informasi.

 

49  

Jarak dalam pengukuran

Pengukuran dilaksanakan pada saat konsultasi.

Pasien datang pada kios yang terdapat pada beberapa tempat. Tidak perlu datang pada penyedia layanan kesehatan karena masalah jarak.

Pasien mengunjungi stasiun-stasiun yang telah disediakan untuk melakukan pengukuran tanpa harus mengunjungi penyedia layanan kesehatan.

Mendukung Home Health Monitoring, dengan memanfaatkan monitoring devices (biomedical & environmental sensors); emergency & ordinary call buttons; serta PDA atau PC untuk mengakses data.

Mendukung Home Health Monitoring, dengan smart device : smart phone yang digunakan sebagai input device (data diet, aktifitas, komplain pengobatan)

Pengukuran otomatis

Pengukuran dilaksanakan pada saat konsultasi.

Komputer dihubungkan dengan pengukur tekanan darah (Kentaro) via port serial dan paralel. Kemudian dikontrol dengan program LabVIEW

Memanfaatkan monitoring devices (biomedical & environmental sensors)

Smart phone dihubungkan melalui wireless interface (Bluetooth atau Wifi) dengan perangkat medis dan sensor (timbangan, pulse oximeters,

Merancang perangkat medis portabel sehingga pengukuran dapat berlangsung bahkan ketika pasien sedang bergerak bebas. Data dikirim

 

50  

lalu secara otomatis data tekanan darah yang dikumpulkan diteruskan ke databaser repository via HTTP.

pemantau gula darah)

otomatis ke tablet PC melalui bluetooth kemudian ke Pusat layanan kesehatan.

Sistem pakar Belum ada sistem pakar dalam pelaksanaan DisMan.

Tidak menggantikan tugas dokter dalam menentukan tindakan selanjutnya.

Sistem pakar untuk melakukan diagnosa. Pasien diminta untuk memasukan gejala-gejala yang terjadi. Sistem memberikan tes berupa kuisioner.