BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Supply Chain...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Supply Chain...
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Supply Chain Management
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010) supply chain adalah jaringan
perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan
tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta
perusahaan – perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Sedangkan
menurut Masudin (2017) mendifinisikan supply chain management adalah
manajemen dari sebuah aliran material dan informasi sebagai fasilitas penunjang
antar rantai pasok, seperti dengan supplier (pemasok), vendor (penjual),
manufacturing plants (perencanaan pembuatan produk), assembly plants
(perencanaan pengabungan produk), warehouse facilities (fasilitas pergudangan),
distribution center (pusat distribusi), dan retailers (pengecer). Selain itu supply
chain juga mengandung arti integrasi dan koordinasi dari “kunci proses bisnis”,
mulai dari supplier sampai ke pengguna terakhir melalui jaringan distribusi yang
memberikan nilai tambah terhadap ketersediaan barang atau pelayanan kepada
customer.
Sebuah pengembangan yang penting dalam kerangka kerja supply chain
management dengan menunjukan adanya komponen manajemen secara umum
terhadap berjalannya proses bisnis dan bagian-bagian dari rantai pasok. Kerangka
kerja manajemen rantai pasok akan menentukan bagaimana proses bisnis berjalan
dan bagian-bagian dari rantai pasok yang terkelola dan terstruktur. Model dari
kerangka kerja supply chain management yang ditekankan pada saling
keterkaitannya SCM (supply chain management ) secara apa adanya dan
membutuhkan proses atau design untuk menjadikan supply chain management
yang berhasil. Dengan kerangka kerja SCM ( supply chain management ) terdiri
dari tiga elemen yang saling keterkaitan yaitu Supply chain business process
(rantai pasok proses bisnis), Suply chain network structure (struktur jaringan
5
rantai pasok) dan Supply chain management component (komponen supply chain
management).
Dalam kerangka kerja SCM (supply chain management) memberikan
gambaran secara umum pentingnya komponen manajemen terhadap berjalannya
seluruh proses bisnis yang dapat di integrasikan dan dikelola, dengan demikian
komponen ini akan mencerminkan sebuah manajemen yang semestinya. Ada
delapan kunci proses bisnis yang akan membentuk inti dari supply chain
management yaitu Customer Relationship management (manajemen hubungan
dengan pelangan), Customer Service Management (manajemen Pelayanan
terhadap pelangan), Demand management (Manajemen kebutuhan), Order
Fulfillment (pemenuhan order), Manufacturing Flow Management (Aliran
manajemen manufaktur), Supplier Relationship Management (Manajemen
hubungan supplier), Product Development dan commercialization
(Pengembangan produk dan komersialisasi), Returns management ( manajemen
perbaikan). Selain terdapat delapan kunci proses bisnis yang menjalankan rantai
pasok mulai dari supplier sampai ke pengguna terakhir dan akan melintasi
jaringan fungsional yang ada disetiap perusahaan. Jaringan fungsional yang
terdapat di perusahaan meliputi logistics (logistik), Marketing (pemasaran),
finance (keuangan), research and development (perancangan dan
pengembanggan), production (produksi), dan purchasing (Pembelian).
2.2 Evaluasi Supplier
Supplier merupakan salah satu mitra bisnis yang memegang peranan yang
sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang pasokan yang dibutuhkan
oleh perusahaan. Sebuah perusahaan yang sehat dan efisien tidak akan banyak
berarti apabila supplier-supliernya tidak mampu menghasilkan bahan baku yang
berkualitas atau tidak mampu memenuhi pengiriman tepat waktu. Oleh karena itu
perusahaan perlu menilai kinerja supplier secara cermat dan kontiyu.
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010) kinerja supplier perlu
dimonitori secara kontinyu. Penilaian atau monitoring kinerja ini penting
dilakukan sebagai bahan evaluasi yang nantinya bisa digunakan untuk
6
meningkatkan kinerja mereka atau sebagai bahan pertimbangan perlu tidaknya
mencari supplier alternatif. Terdapat situasi dimana perusahaan memiliki lebih
dari satu supplier untuk suatu item tertentu, hasil evaluasi juga bisa dijadikan
dasar dalam mengalokasikan order di masa depan. Tentunya beralasan kalau
supplier yang kinerjannya lebih bagus akan mendapat order yang lebih banyak.
Dengan sistem yang seperti ini supplier akan terpacu untuk meningkatkan kinerja
mereka.
Menurut Zeydan et al (2011) evaluasi supplier adalah sebuah pengambilan
keputusan yang multi-objektif dan multi-kriteria dengan mengandung banyak
faktor yaitu faktor kuantitatif dan faktor kualitatif, faktor tersebut disebabkan
karena biasanya dalam evaluasi pemasok mempertimbangkan lebih dari satu
kriteria. Sedangkan menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005) Pembahasan
mengenai evaluasi pemasok umumnya dilakukan dengan pendekatan kuantitatif
lebih baik dari pada sekedar evaluasi kualitatif, karena lebih objektif dan lebih
dipertanggung jawabkan. Kemudian evaluasi yang akan dilakukan disini bertitik
tolak dari dua pandangan dalam mencari sumber pembelian, yaitu :
1. Sumber - banyak, yang makin lama makin ditinggalkan
2. Sumber - tunggal, yang makin lama makin popular
2.2.1 Kriteria Evaluasi Supplier
Kriteria evaluasi mungkin tangible ( terukur ) dan intangible ( tak terukur).
Menurut Chen (2011) kriteria evaluasi supplier yang digunakan oleh perusahaan
taiwan dalam memilih supplier textile yaitu kriteria kualitas, harga, produksi dan
teknologi, manajemen organisasi. Pada kriteria kualitas indikator kinerja supplier
dapat dilihat dari tingkat pengembalian barang dan tingkat diskon, kriteria harga
indikator kinerja dapat dilihat dari tingkat laba kotor dan kuantitas pemberian
diskon, kriteria produksi dan teknologi dilihat dari tingkat R&D (research and
development) dan produktivitas, dan kriteria manajemen organisasi dilihat dari
rasio perputaran persediaan barang dan tingkat beban operasional. Menurut
Sadeghian dan Karami (2010) kriteria yang digunakan dalam evaluasi supplier
7
yaitu kriteria kualitas, ketepatan pengiriman, harga dan pelayanan, sebuah studi
kasus dari evaluasi supplier dengan mempertimbangkan empat kriteria sebagai
hasil atas konversi nilai-nilai kuantitatif yang disesuaikan dengan aturan taguchi
loss funtion dan dapat digunakan kombinasi parameter umum berdasarkan AHP.
Kriteria untuk evaluasi dan seleksi/pemilihan supplier diusulkan oleh Dickson
(1996). Adapun kriteria yang diusulkan Dickson (1966) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi/Pemilihan Supplier Dickson
Kriteria Skor
Kualitas 3.5
Pengiriman 3.4
Riwayat Kinerja 3.0
Kebijakan Jaminan dan Klaim 2.8
Harga 2.8
Kemampuan Teknis 2.8
Posisi Finansial 2.5
Kepatuhan Prosedural 2.5
Sistem Komunikasi 2.5
Reputasi dan Posisi dalam Industri 2.4
Keinginan untuk Berbisnis 2.4
Manajemen dan Organisasi 2.3
Pengendalian Operasi 2.2
Pelayanan Perbaikan 2.2
Sikap 2.1
Kesan 2.1
Kemampuan Pengemasan 2.0
Catatan Hubungan Kerja 2.0
Lokasi Geografis 1.9
Kuantitas Bisnis di Masa Lalu 1.6
Alat Bantu Pelatihan 1.5
Perjanjian Timbal Balik 0.6
Sumber : Dickson (1996)
Jadi pada tabel 2.1 menunjukan 23 kriteria yang diidentifikasi oleh Dickson.
Angka pada kolom kedua menunjukan tingkat kepentingan dari masing-masing
kriteria berdasarkan kumpulan jawaban dari survey yang direspon oleh 170
8
manajer pembelian di Amerika Serikat. Responden diminta untuk memilih angka
0-4 pada skala likert dimana 4 berarti sangat penting. Jadi pada tabel tersebut
menunjukan bahwa rata-rata responden melihat kualitas sebagai aspek terpenting
dalam memilih supplier. Sedangkan harga hanya menempati urutan no.5 dan
memiliki skor yang signifikan lebih rendah daripada kualitas dan aspek
pengiriman.
2.2.2 Metode Evaluasi Supplier
Banyak metode yang sudah dikembangkan dan digunakan untuk membantu
perusahaan dalam memilih maupun mengevaluasi pemasok. Berikut adalah
beberapa metode yang sudah dikembangkan (Ordoobadi dan Wang, 2011):
1. Penilaian vendor dengan AHP (Analythical hierarchy process) dan ANP
(Analytic Network Process). Metode ini membantu pengambil keputusan
dalam memberikan bobot pada masing-masing kriteria melalui cara yang
sistemastis. AHP mengansumsikan masing-masing kriteria independen satu
sama lain, sementara ANP mengakomodasikan adanya dependensi antar
kriteria.
2. Data envelopment analysis (DEA). Tiap pemasok dihitung efisiensinya
berupa rasio jumlah output terbobot terhadap jumlah input terbobot.
3. Analisis klaster. Metode ini menggunkan algoritma klasifikasi untuk
mengelompokan pemasok ke dalam klaster berdasrkan nilai atributnya.
4. Model pemograman matematis. Masalah pemilihan pemasok diformulasikan
dalam fungsi objektif.
5. Metode taguchi loss function. Metode ini mempertimbangkan resiko dan
manfaat outsourching. Pemasok dengan nilai quality loss terkecil dapat
dianggap sebagai pemasok tebaik.
Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu metode
yang paling banyak digunakan dalam pengambilan keputusan adalah metode yang
berbasis AHP. Metode ini digunakan sebagai tool keputusan manajerial di
berbagai industri untuk mengevaluasi strategi, penilaian performansi, desain
produk dan proses, evaluasi resiko, pemilihan sistem, analisis cost/benefit,
9
evaluasi mutu, dan pengkururan objektif. Pada penelitian ini mengusulkan metode
AHP dan Taguchi loss function. Bobot kriteria-kriteria kepentingan ditentukan
dari perbandingan berpasangan pada metode AHP sedangkan kinerja supplier
sehubungan dengan kriteria-kriteria kepentingan diukur menggunakan taguchi
loss function. Dengan menggabungkan kedua metode tersebut perusahaan akan
dapat mengetahui supplier yang potensial.
2.3 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytichal Hierarchy Process (AHP) adalah metode pendukung keputusan
yang pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an. AHP
menguraikan masalah multi faktor atau multi kritteria yang kompleks menjadi
suatu hierarki. Hierarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah
permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level pertama adalah
tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub krtiteria dan seterusnya kebawah
hingga level terakhir dari alternatif. Dengan adanya hierarki ini suatu masalah
yang kompleks dapat diuraikan ke dalam masing-masing kelompoknya yang
kemudian diatur menjadi suatu bentuk hierarki sehingga permasalahan akan
tampak lebih struktur dan sistematis. Menurut Cho (2008); Soner (2008) aspek
penting dari MCDM (multi ctriteria decision making) adalah memilih bentuk
alternatif terbaik dari satu set alternatif lainnya, yang disebut dengan seperangkat
kriteria. AHP sebagai metode MCDM memberikan kerangka komprehensif untuk
memecahkan masalah pengambilan keputusan dengan mengkuantifikasi penilaian
subjektif dan bertujuan mengintegrasikan langkah-langkah yang berbeda ke dalam
satu penilaian secara keseluruhan untuk menentukan keputusan terbaik. Metode
AHP dapat mencerminkan bobot kriteria kualitatif dan mengintegrasikan berbagai
harapan yang bersumber dari evaluator yang berbeda kedalam pengevaluasian
supplier.
2.3.1 Prinsip Dasar AHP
Menurut Mulyono (1996) dalam menyelesaikan persoalan dengan metode
AHP, ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami yakni :
10
a. Decomposition (prinsip menyusun hierarki)
Decomposition yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-
unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap
unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang
akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin
dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan
dari persoalan yang hendak dipecahkan.
b. Comparative Judgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen
pada satu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat atasnya. Penilaian
ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas
elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan disajiakan dalam bentuk
matriks yang dinamakan matriks pairwise comparation yaitu matriks
perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif
untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1
menunjukan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan
skala 9 yang menunjukan tingkatan paling tinggi (extreme importance).
c. Synthesis of Priority
Dari setiap matriks pairwise comparation kemudian dicari eigen vectornya
untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise
comparation terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global
priority harus dilakukan sintesa diantara local priority.
d. Logical Consistency
Prinsip ini merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan
mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tingkatan
hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimbang yang
menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
2.3.2 Tahapan AHP
Pada umumya metode AHP membagi permasalahan menjadi tiga level yaitu
pertama menetapkan tujuan untuk memecahkan masalah, kedua menetapkan
11
sasaran untuk mencapai tujuan dan yang ketiga menentukan kriteria untuk
mencapai tujuan. (Saaty, 1993).
Pada dasarnya, prosedur atau langkah – langkah dalam metode AHP meliputi :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu
menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi.
2. Menentukan prioritas elemen.
a. Langkah pertama adalah membuat perbandingan pasangan, yaitu
menbandingkan elemen secara berpasangan sesuai dengan kriteria yang
diberikan.
b. Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk
mempresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen
lainnya.
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
…..
…..
…..
….. ….. ….. ….. …..
…..
Adapun tabel yang digunakan dalam menilai perbandingan pasangan adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.3 Skala Perbandingan Berpasangan
Intensitas
Kepentingan
Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama
pentingnya
Dua elemen menyumbangnya
sama besar pada sifat itu
3 Elemen yang satu sedikit lebih
penting ketimbang elemen
yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan
sedikit menyongkong satu
elemen atas yang lainnya.
5 Elemen yang satu esensial atau
sangat penting ketimbang
elemen yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan
dengan kuat menyongkong
satu elemen atas elemen yang
lainnya
12
Lanjutan Tabel 2.3 Skala Perbandingan Berpasangan
7 Satu elemen jelas lebih penting
dari elemen yang lainnya
Satu elemen kuat di sokong,
dan dominannya telah terlihat
dalam praktik
9 Satu elemen mutlak lebih
penting ketimbang elemen
yang lainnya
Bukti yang menyongkong
elemen yang satu atas yang
lain memiliki tingkat
penegasan tertinggi yang
mungkin menguatkan
2,4,5,6,8 Nilai-nilai diantara dua
pertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperlukan antara
dua pertimbangan
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat
satu angka bila dibandingkan
dengan aktivtas j, maka j
mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan i
Sebuah asumsi yang masuk
akal
Sumber : (Saaty, 1990)
3. Sintesis
Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah :
a. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks.
……………………… (1)
b. Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang
bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.
∑ …………………………………………………(2)
c. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan
jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata atau priority vector.
∑
………………………………………………..(3)
Keterangan :
= nilai matriks pada kolom ke 1 dengan baris ke 1
∑ = jumlah nilai pada matriks setiap kolomnya
= jumlah elemen matriks
∑ = jumlah nilai pada matriks setiap barisnya.
13
4. Mengukur konsistensi
Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa
baik konsistensi yang ada karena kita tidak mengiginkan keputusan
berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang
dilakukan dalam langkah ini adalah :
a. Mengalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relative
elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relative
elemen kedua, dan seterusnya.
b. Menjumlahkan setiap baris
c. Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relative
yang bersangkutan.
d. Menjumlahkan hasil bagi diatas dengan banyaknya elemen yang ada
hasilnya disebut ƛ maks.
5. Menghitung Consistency Index (CI) dengan rumus :
CI =
……………………………………………..(4)
Sedangkan untuk menghitung nilai CR menggunakan rumus :
CR =
…………………………………………………..(5)
Nilai RI didapat dari tabel di bawah ini :
Tabel 2.4 Nilai Random Index (RI)
Urutan
Matriks
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(RI) 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
6. Menguji konsistensi
Memeriksa konsistensi hieraki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka
penilaian dari data judgment harus diperbaiki. Namun jika rasio
konsistensi (CI/IR) kurang atau sama dengan 10%, maka hasilnya
dinyatakan benar.
14
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010) berdasarkan hasil beberapa kali
pertemuan internal antara dengan bagian produksi, pembelian, teknik pemasaran,
dan keuangan, beberapa kriteria yang akan digunakan dalam mengevaluasi calon-
calon supplier yang ada sebagai berikut :
1. Inovasi, kemampuan untuk mengembangkan rancangan lampu yang baru.
Yang akan dinilai adalah teknologi yang ada saat ini dan kemampuan
R&D.
2. Ketepatan waktu kirim, kemampuan supplier mengirim tepat waktu
dengan lot pengiriman kecil. Ini akan dinilai dari jarak antara supplier
dengan perusahaan, kapasitas produksi, dan kemampuan historis mereka
dalam mengirim tepat waktu.
3. Kualitas, kemampuan menciptakan komponen yang berkualitas. Penilaian
akan berdasarkan pada sertifikasi kualitas yang dimiliki, praktek
manajemen kualitas dilapangan, dan kesan dari perusahaan pembeli
(pelangan mereka) yang lain.
4. Kemampuan berkomunikasi, ini akan dilihat dari infrastruktur IS/IT yang
dimiliki serta kemampuan para manajer mereka dalam berkomunikasi
secara umum.
5. Aspek finansial, Akan dievaluasi berdasarkan harga penawaran saat ini
serta kemungkinan atau potensi mereka melakukan penghematan-
penghematan di masa depan.
Dari penjelasan di atas bisa didapatkan penyusun hirarki problem
keputusan sebagai berikut :
15
Pemilihan Supplier
Inovasi Waktu kirim Kualitas Komunikasi Finansial
Teknologi
Tim R&D
Jarak
Kapasitas
Histori
Sertifikasi
Praktek
Kesan Pelangan
Infastruktur
Manajer
Penawaran
Potensi
Supplier 1 Supplier 2 Supplier 3
Gambar 2.1 Struktur hirarki pemilihan supplier
Setelah penyusunan hierarki dibuat, maka selanjutnya adalah membuat
perbandingan berpasangan untuk masing-masing kriteria. Masing-masing kriteria
memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Proses pemberian bobot untuk
masing-masing kriteria akan dilanjutkan oleh expert yang di tuju. Untuk
menentukan tingkat kepentingan pada masing-masing kriteria, pembuat keputusan
perlu untuk menyatakan tentang seberapa pentingnya masing-masing kriteria
relative dengan kriteria yang lain ketika kedua kriteria tersebut dibandingkan
dalam satu waktu. Pada model AHP, pemberian bobot ini dilakukan dengan
sistem perbandingan berpasangan dengan cara mengambil dua buah kriteria lalu
dibandingkan.
Pada penelitian ini metode AHP hanya dilakukan sebagai pembobotan
kriteria kepentingan saja, pembobotan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
menentukan prioritas kriteria-krietria evaluasi dan pemilihan supplier sesuai
dengan kepentingan perusahaan.
2.3.3 Kelebihan AHP
Secara khusus, keuntungan utama dari AHP dibandingkan dengan metode
lain adalah metode ini memungkinkan bahwa keputusan evaluator digunakan
untuk memilih kepentingan yang relatif dari beberapa kriteria serta interaksi dari
16
evaluator yang diperlukan dalam proses seleksi supplier. Metode AHP mampu
membuat peringkat kriteria berdasarkan kebutuhan penilai. Metode ini lebih
mudah untuk diterapkan selain itu metode ini juga mudah untuk digabungkan
dengan teknik kuantitatif lainnya. Beberapa kelebihan dari AHP sebagai berikut :
1. Kesatuan, AHP memberikan model tunggal yang mudah dimengerti, serta
luwes digunakan untuk ragam persoalan yang tidak terstruktur.
2. Kompleksitas, AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan
berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan yang kompleks.
3. Saling ketergantungan, AHP dapat menangani saling ketergantungan antar
elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
4. Penyusunan hierarki, AHP mencerminkan kencenderungan alami pikiran
untuk memilah-milah elemen.
5. Pengukuran, AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud
suatu metode untuk menetapkan prioritas.
6. Konsistensi, AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas.
7. Sintesis, AHP menentukan ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan
seluruh alternatif.
8. Tawar-menawar, AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relative dari
berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif
terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
9. Penilaian dan konsesus, AHP tidak memaksakan konsesus, tetapi
mensintesiskan suatu hal yang representatif dari berbagai penilaian yang
berbeda.
2.4 Metode Taguchi
Metode Taguchi dikemukakan oleh Genichi Taguchi tahun 1949, dengan
memiliki filosofi terdiri dari dua konsep yaitu taguchi mereduksi variasi (tingkat
kualitas) dari sebuah produk atau proses dengan rendahnya kerugian yang
diterima oleh masyarakat dan sebagai strategi pengembangan yang kuat terhadap
mengurangi variasi (tingkat kualitas), Taguchi digunakan untuk membantu
meningkatkan pelaksaan total quality control (Ross, 1996).
17
Metode Taguchi merupakan suatu metodologi baru dalam bidang teknik yang
bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses dalam waktu yang
bersamaaan menekan biaya dan sumber seminimal mungkin. Metode taguchi
berupaya mencapai sasaran itu dengan menjadikan produk atau proses “tidak
sensitif” terhadap berbagai faktor seperti material, perlengkapan, manufaktur,
tenaga kerja manusia, dan kondisi-kondisi operasional. Metode taguchi
menjadikan produk atau proses bersifat kokoh (robust) terhadap faktor gangguan
(noise), karenanya metode ini disebut juga sebagai perancangan kokoh (robust
design).
Metode taguchi ada 2 segi umum kualitas yaitu kualitas rancangan dan
kualitas kecocokan. Kualitas rancangan adalah variasi tingkat kualitas yang ada
pada suatu produk yang memang disengaja. Kualitas kecocokan adalah seberapa
baik produk itu sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh
rancangan. Karakteristik kualitas (variabel respon) adalah objek yang menarik
dari produk atau proses. Sebagai contoh persentase kecacatan, kekasaran
permukaan, keauasan alat, kekuatan tekan, kuat tarik, kekuatan las, temperature
ruangan, bahan bakar ekonomis, daya mesin dan sebagainya. Karakteristik
kualitas dapat dikelompokkan menurut nilai targetnya sebagai berikut : Nominal
the best, Smaller the better, Larger the better (Soejanto, 2009).
2.4.1 Taguchi Loss Function
Taguchi loss function didefinisikan sebagai nilai estimasi kerugian yang
disebabkan oleh penyimpangan karakteristik kinerja yang berkaitan dengan nilai
harapan perusahaan. Loss merupakan kerugian yang berpotensi terjadi saat suatu
karakteristik kualitas fungsional produk menyimpang dari nominalnya yang
ditargetkan, meskipun sekecil apapun penyimpangan yang terjadi. Taguchi loss
function merupakan metode untuk menghitung fungsi kerugian yang ditanggung
oleh masyarakat akibat kualitas yang dihasilkan. Bagi produsen yaitu timbulnya
biaya kualitas sedangkan bagi konsumen adalah adanya ketidakpuasan atau
kecewa atas produk yang dibeli atau dikonsumsi karena kualitas yang jelek (Ross,
1996).
18
Taguchi loss function mengetahui kebutuhan tentang apa yang diinginkan
perusahaan dan adanya fakta penyimpangan dari target yang ditetapkan akan
dimaksimalkan. Penyimpangan ini bukan hanya terjadi pada produk akhir saja,
namun dari bahan baku dan material. Taguchi menganggap setiap produk yang
dihasilkan yang menyimpang dari nilai targetnya walaupun berada dalam batas
spesifikasi produk yang ditetapkan perusahaan tetap akan menimbulkan kerugian.
Kerugian tersebut akan berdampak bagi perusahaan terutama dalam jangka
panjang, dimana perusahaan akan kehilangan pansa pasar karena produk yang
dihasilkan tidak memenuhi kepuasan konsumen. Untuk mewakili ketidakpuasan
pelanggan terhadap kinerja produk maka disarankan untuk menggunakan kurva
kuadratik. Pada kurva ini berpusat di target nilai yang memberikan kinerja terbaik
dalam mata pelangan.
Customer tolerance
target
y
t + dt - d
Loss
M
L (y)
Gambar 2.2 Kurva Taguchi Loss Function
Untuk menghitung besarnya loss bagi perusahaan taguchi menggunakan
Quadratic Loss Fuction (QLF). QLF adalah model matematis yang
menghubungkan quality loss dalam nilai uang karena kualitas menyimpang
dari spesifikasi target yang diinginkan. Tujuan dari quality loss function
adalah mengevaluasi kerugian kualitas secara kuantitatif yang disebabkan
adanya variansi. Dalam quality loss function juga dijelaskan perlunya
perbaikan kualitas secara kuantitatif dalam unit uang sehingga perbandingan
yang objektif dapat dilakukan. Ukuran yang diusulkan taguchi untuk
19
menghitung kerugian secara kuantitatif adalah dengan perhitungan quality loss
function (Marlina et.al., 2003). Rumusnya adalah sebagai berikut :
k =
…………………………………………………………….. (6)
( ) ( ) ……………………………………………….. (7)
Sumber : (Ross, 1996)
Dimana :
L = nilai kerugian kualitas taguchi loss function
y = nilai aktual dari karakteristik kualitas
m = nilai yang ditargetkan dari karakteristik kualitas
k = konsekuensi biaya
= rata-rata biaya kerugian pada penyimpangan
= toleransi spesifikasi nilai
2.4.2 Signal to Noise Ratio (S/N Ratio)
Menurut Puspita Sari dan Kusumo (2011) Signal to noise ratio (S/N Ratio)
adalah logaritma dari suatu fungsi kerugian kuadratik. Dalam hal ini S/N Ratio
bertindak sebagai indikator mutu selama perancangan untuk mengevaluasi akibat
perubahan suatu perancangan parameter tertentu terhadap unjuk kerja produk.
Maksimasi ukuran performansi ditunjukkan dengan tingginya nilai signal dan
rendahnya noise, karena itu karakteristik kualitas perlu dikelompokkan terlebih
dahulu agar diperoleh konsistensi dalam mengambil keputusan terhadap hasil
eksperimen. Penerapan S/N Ratio dalam memperbaiki dan merancang mutu suatu
produk atau proses lebih menekankan pada reduksi derau daripada peningkatan
signalnya.peningkatan signal menekankan sumber daya tambahan, inspeksi
pengendalian produk dan penggunaan bahan mentah yang lebih mahal sehingga
biaya yang dikeluarkan lebih besar. Reduksi derau menekankan pada kendali
proses statistik untuk mendeteksi adanya variasi dan kemudian dihilangkan
penyebabnya (menekankan pada perancangan parameter). Dalam perancangan
kualitas taguchi merekomendasikan karakteristik signal to noise ratio sebagai
berikut :
20
1. Smaller the better
Smaller the better sebagai karakteristik kualitas adalah kontiyu, tidak
negatif, dan nilai yang diinginkan adalah 0. Pencapaian nilai mendekati
nol maka kualitas akan semakin baik. Berikut ini gambar karakteristik
kualitas smaller the better :
0 USL
Target = 0
kerugian
Gambar 2.3 Smaller the better
2. Larger the Better
Memiliki karakteristik kualitas yang kontinyu dan tidak negatif yang
mempunyai nilai 0 sampai ~ dimana nilai target yang diharapkan adalah
selain 0 atau dengan kata lain mempunyai nilai sebesar mungkin. Berikut
ini gambar karakteristik kualitas larger the better.
Kerugian
LSL
0
Target : ~
Gambar 2.4 Larger the better
3. Nominal the best
Memiliki karakteristik kualitas yang continue dan non-negatif yang
mempunyai nilai dari 0 sampai ~ dimana nilai target yang diharapkan
adalah selain 0 dan merupakan bilangan yang terbatas. Berikut ini adalah
gambar dari karakteristik kualitas nominal the best :
21
Kerugian
Ao
0
Gambar 2.5 Nominal the best
Marlina et al., (2003)
Menurut Ross (1996) Tipe Loss Function memiliki 3 tipe karakteristik,
berikut karakteristik tersebut beserta rumus :
1. Smaller the better
Loss for an individual part : ( ) .............................................. (8)
Average loss part in a distribution ( ) : ( ) ….… (9)
2. Larger the better
Loss for an individual part : L = (
)………………………………... (10)
Average loss part in a distribution ( ) : *
+ (
) ...(11)
3. Nominal the best
Loss for an individual part : L = ( ) ………………….……. (12)
Average loss part in a distribution ( ) : ( ) ...(13)
Dimana :
L = Loss atau kerugian
k = Konsekuensi biaya
= Nilai yang terukur
= Varians distribusi
m = Nilai target
2.4.3 Weighted Taguchi Loss
Menurut Sadeghian dan Karami (2010) setelah seluruh quality losses dan
kriteria kritis pada setiap supplier dihitung dengan taguchi loss function dan bobot
22
untuk semua kriteria yang telah didapatkan dari perhitungan AHP. Pemilihan
supplier terbaik adalah supplier memiliki nilai loss terkecil. Maka total loss untuk
setiap supplier selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
Loss (j) = ∑ ………………………………………………………(14)
Dimana :
Loss (j) = Total kerugian supplier (j) untuk semua kriteria
j = Supplier 1, Supplier 2, sampai Supplier n
= Bobot kriteria dari AHP
= Nilai dari loss function
2.4.4 Tahapan Taguchi Loss Function (TLF)
Ada beberapa hal yang dilakukan pada metode ini yaitu :
1. Pengelompokan kriteria berdasarkan karakteristik toleransinya atau tipe
loss function.
2. Setelah dikelompokan ke dalam masing-masing kategori maka dilakukan
perhitungan nilai k (konsekuensi biaya)
3. Langkah selanjutnya adalah perhitungan nilai bobot kerugian dengan
menggunakan loss function berdasarkan kategori dari masing-masing
kriteria.
4. Bobot dari loss function dan bobot dari AHP akan diolah dengan
persamaan 14.
2.5 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan
dengan evaluasi supplier. Penelitian yang dilakukan Chen (2011) adalah
melakukan penelitian tentang struktur metodologi evaluasi dan seleksi supplier,
pada penelitian ini dijelaskan mengenai beberapa metode yang bisa dipakai dalam
evaluasi dan seleksi supplier. Selain itu pada penelitian ini menggunakan studi
kasus evaluasi supplier yang di ambil dari perusahaan textile Taiwan dengan
memakai kriteria kualitas, biaya, teknologi dan produksi, manajemen organiasasi.
23
Penelitan selanjutnya, Sadeghian dan Karami (2010) melakukan riset tentang
evaluasi supplier dengan menggunakan metode loss function dan AHP. Dalam
penelitiannya, mereka melakukan evaluasi supplier berdasarkan kriteria seperti
kualitas, ketepatan waktu pengiriman, harga, dan pelayanan. Setiap kinerja dari
tiap-tiap supplier dikonversi dalam quantitive loss dengan menggunakan loss
function. Sedangkan AHP digunakan sebagai kerangka formulasi sistem evaluasi
yang seimbang dengan kriteria berbeda. Penelitian evaluasi supplier juga
dilakukan oleh Khoiro (2015) dengan melakukan penelitian “Evaluasi Supplier
bahan Plat Besi dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process dan
Taguchi Loss Function”. Dalam penelitian ini menggunakan kriteria kuantitatif
yaitu harga, kualitas, pengiriman, ketepatan berat barang, ketersediaan barang dan
kriteria kualitatif yaitu sistem pembayaran, kebijakan jaminan, pelayanan
perbaikan. Penelitian evaluasi supplier lainnya juga dilakukan oleh Ginting et al.,
(2014) penelitian ini dilakukan pada perusahaan pembuatan tiang pancang. Dalam
penelitiannya mengaplikasikan metode AHP dan loss function sebagai proses
evaluasi supplier, kriteria dalam evaluasi supplier yang digunakan berdasarkan
beberapa kriteria seperti kriteria kualitas, harga, kuantitas, waktu pengiriman,
kapasitas, pengalaman bermitra, dan respon terhadap klaim. Dari ketiga penelitian
diatas ada persamaan pada penelitian tersebut yaitu sama-sama mengaplikasikan
metode AHP dan Taguchi Loss Function sebagai proses evaluasi supplier, Namun
perbedaannya terletak pada objek penelitiannya.
Penelitian yang lainnya yaitu Penelitian yang dilakukan Indrapriyatna et al.,
(2011) sedikit berbeda dengan yang sebelumnya dengan mengintegrasikan metode
fuzzy AHP dengan Taguchi Loss Function untuk pemilihan pemasok terbaik,
dalam metode fuzzy AHP bertujuan untuk mengakomodasi kekaburan informasi
dalam permasalahan kriteria pemilihan supplier dengan kriteria yang tidak presisi.
Pada penelitian ini yang dilakukan di PT. CCBICS menggunakan kriteria
kelengkapan jumlah barang, kualitas, pengiriman. Penelitian Murtadlo (2011)
yaitu Analisa Pemilihan Supplier Berbasis Green Procurement Menggunakan
Metode Analytical Network Process, Taguchi Loss Function dan Multi-Choice
Goal Programming. Penelitiannya berkaitan dengan metode Taguchi Loss
24
Function dengan mengkombinasi beberapa metode lainnya yang biasanya dipakai
dalam evaluasi pemilihan supplier. Pada penelitian ini dilakukan di perusahaan
PT. Petrokimia Gresik dengan mempertimbangkan faktor lingkungan dalam
menganalisa supplier.