Supply Chain

32
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Rantai Pasok Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) merupakan pendekatan untuk mengintegrasikan seluruh mata rantai pengadaan barang mulai dari hulu ke hilir, yang terlibat secara langsung dan bersama-sama bekerja mengelola aliran barang, aliran uang dan aliran informasi untuk memproduksi dan mendistribusikan barang ke pemakai akhir. Pendekatan manajemen rantai pasok mengkordinasikan dan mengintegrasikan semua aktifitas proses dalam satu kesatuan, sehingga keseluruhan rantai bekerja bersama agar menjadi lebih kompetitif (Levi et al. 2003; Chopra dan Meindl, 2001; Vokura et al., 2002) Tujuan penerapan pendekatan manajemen rantai pasok menurut Levi et al. (2002) adalah pengelolaan sumber daya secara efisien yang mengintegrasikan suppliers, manufacturers, warehouses and store, sehingga barang dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, pada lokasi dan waktu yang tepat untuk meminimumkan biaya sistem secara keseluruhan (systemwide) dan memenuhi tingkat pelayanan (service level) yang diinginkan. Penurunan biaya diantaranya berupa biaya transportasi, biaya penyimpanan dan biaya karena terjadinya idle capacity. Sistem rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang terlibat secara langsung dan bersama-sama bekerja dari hulu ke hilir mengelola aliran barang, aliran uang dan aliran informasi untuk menciptakan dan mengantarkan produk ke tangan pemakai akhir. Manajemen rantai pasok merupakan pendekatan terintegrasi dari upstream yaitu pemasok atau downstream yaitu konsumen. Aktifitas rantai pasok dibedakan ke dalam inbound logistic yaitu aliran material dan jasa dari pemasok ke produsen dan outbound logistic yaitu aliran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Kegiatan-kegiatan logistik masuk (in-bound logistics) diantaranya prakiraan kebutuhan dan pembelian, sedang bagian logistik ke luar (out bound logistics) berkaitan dengan kegiatan perencanaan distribusi dan transportasi (Blanchard, 2004 ; Rutner, 2007). Keberhasilan perusahaan besar dalam menerapkan SCM memungkinkan terjadinya kompetisi antar supply chain bukan lagi antar perusahaan, melainkan

description

bab 1............

Transcript of Supply Chain

Page 1: Supply Chain

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Rantai Pasok

Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) merupakan

pendekatan untuk mengintegrasikan seluruh mata rantai pengadaan barang mulai

dari hulu ke hilir, yang terlibat secara langsung dan bersama-sama bekerja

mengelola aliran barang, aliran uang dan aliran informasi untuk memproduksi dan

mendistribusikan barang ke pemakai akhir. Pendekatan manajemen rantai pasok

mengkordinasikan dan mengintegrasikan semua aktifitas proses dalam satu

kesatuan, sehingga keseluruhan rantai bekerja bersama agar menjadi lebih

kompetitif (Levi et al. 2003; Chopra dan Meindl, 2001; Vokura et al., 2002)

Tujuan penerapan pendekatan manajemen rantai pasok menurut Levi et al.

(2002) adalah pengelolaan sumber daya secara efisien yang mengintegrasikan

suppliers, manufacturers, warehouses and store, sehingga barang dapat

diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, pada lokasi dan waktu

yang tepat untuk meminimumkan biaya sistem secara keseluruhan (systemwide)

dan memenuhi tingkat pelayanan (service level) yang diinginkan. Penurunan

biaya diantaranya berupa biaya transportasi, biaya penyimpanan dan biaya karena

terjadinya idle capacity.

Sistem rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang terlibat

secara langsung dan bersama-sama bekerja dari hulu ke hilir mengelola aliran

barang, aliran uang dan aliran informasi untuk menciptakan dan mengantarkan

produk ke tangan pemakai akhir. Manajemen rantai pasok merupakan

pendekatan terintegrasi dari upstream yaitu pemasok atau downstream yaitu

konsumen. Aktifitas rantai pasok dibedakan ke dalam inbound logistic yaitu aliran

material dan jasa dari pemasok ke produsen dan outbound logistic yaitu aliran

barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Kegiatan-kegiatan logistik masuk

(in-bound logistics) diantaranya prakiraan kebutuhan dan pembelian, sedang

bagian logistik ke luar (out bound logistics) berkaitan dengan kegiatan

perencanaan distribusi dan transportasi (Blanchard, 2004 ; Rutner, 2007).

Keberhasilan perusahaan besar dalam menerapkan SCM memungkinkan

terjadinya kompetisi antar supply chain bukan lagi antar perusahaan, melainkan

Page 2: Supply Chain

8

antar jaringan. Prinsip utama dalam SCM adalah saling berbagi (sharing)

terhadap aliran material, aliran informasi yang menggabungkan keseluruhan

elemen dalam rantai pasok. Menurut Frazelle (2001) dan Croxton et.al (2001)

manajemen rantai pasok mengacu pada berbagai trade-off dalam cara mengelola

delapan proses bisnis kunci yaitu :

1. Pengelolaan hubungan dengan konsumen ( customer relationship management)

2. Pengeloaan layanan konsumen (customer service management)

3. Pengelolaan permintaan (demand management)

4. Pemenuhuan pesanan (order fulfilment)

5. Pengelolaan aliran manufaktur (manufacturing flow management)

6. Pengadaan ( procurement)

7. Komersialisasi pengembangan produk (product development

commercialization)

8. Pengembalian (return)

2.2 Pengkuran Kinerja Rantai Pasok

Untuk membangun kinerja yang efektif diperlukan suatu sistem

pengukuran dalam manajemen rantai pasok untuk mencapai perbaikan secara

berkelanjutan. Sistem pengukuran kinerja dibutuhkan untuk melakukan

pemantauan dan pengendalian, menentukan arah perbaikan untuk menciptakan

keunggulan bersaing. Beberapa metode yang telah dikembangkan untuk

penerapan manajemen rantai pasok, salah satu pendekatan tersebut adalah

Model Supply Chain Operations Reference (SCOR) yang dikembangkan oleh

kelompok perusahaan yang bergabung dalam Supply Chain Council (Pujawan,

2005 ; Aranyam et al., 2006 ; Bolstorff, 2007).

SCOR adalah suatu kerangka untuk menggambarkan aktiftas bisnis antar

komponen rantai pasok mulai dari hulu (suppliers) ke hilir (customers) untuk

memenuhi permintaan pelanggan dan tujuan dari rantai pasok. Model ini terdiri

atas 5 komponen utama dalam mengelola proses yaitu : perencanaan (plan),

sumber daya (source), proses produksi (make), pengiriman (deliver) dan

pengembalian (return) seperti yang disajikan pada Gambar 1. Fungsi dari ke lima

proses inti dalam model SCOR dijelaskan sebagai berikut :

Page 3: Supply Chain

9

1. Perencanaan (plan) yaitu proses merencana untuk mencapai keseimbangan

antara permintaan dan pasokan yang terkait dengan kegiatan pengadaan

(procurement), produksi dan distribusi. Perencanaan terdiri atas perencanaan

dan pengendalian persediaan, perencanaan material, perencanaan kapasitas,

perencanaan kebutuhan distribusi, serta melakukan penyesuaian (aligment)

antara supply chain plan dan financial plan.

2. Pengadaan sumber daya (source) merupakan proses pengadaan barang

maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses yang dicakup termasuk

penjadwalan pengiriman dan proses penerimaan dari pemasok, memilih

pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok. Jenis proses berbeda tergantung

apakah barang yang dibeli termasuk stocked, make to order, atau engineer to

order.

Gambar 1 Komponen utama proses manajemen dalam SCOR model

(Bolstorf dan Rosenbaum, 2003)

3. Produksi (make) merupakan proses untuk mentransformasi bahan baku atau

komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Kegiatan produksi

dilakukan atas dasar ramalan untuk memenuhi target persediaan sesuai dengan

strategi produksi make to stock, make to order atau engineer to order.

Kegiatan yang dilakukan antara lain penjadwalan produksi, melakukan

kegiatan produksi, pengendalian kualitas, mengelola persediaan.

Page 4: Supply Chain

10

4. Pengiriman (delivery) merupakan proses untuk memenuhi permintaan

pelanggan, meliputi pengelolaan pesanan, transportasi dan distribusi. Proses

yang terlibat diantaranya menangani pesanan pelanggan, memilih perusahaan

jasa pengiriman dan mengirim tagihan kepada pelanggan

5. Pengembalian (return) yaitu proses yang meliputi kegiatan menerima

pengembalian produk dari pelanggan karena berbagai alasan, mengidentifikasi

kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian produk, penjadwalan serta

melakukan pengiriman kembali.

Kerangka SCOR menyediakan berbagai variasi ukuran kinerja untuk

mengevaluasi rantai pasok yang disusun dalam beberapa tingkatan metrik ukuran

yang berasosiasi pada salah satu dari atribut kinerja yaitu 1) reliability berkaitan

dengan keandalan dalam pemenuhan pesanan, 2) responsiveness berkaitan dengan

kecepatan waktu respon dalam memenuhi pesanan, 3) flexibility berkaitan dengan

fleksibilitas dalam beradaptasi terhadap perubahan, 4) cost berkaitan dengan

biaya-biaya dalam pengelolaan proses rantai pasok 5) asset berkaitan dengan

efektifitas dalam mengelola asset untuk mendukung kepuasan konsumen (Bolstorf

dan Rosenbaum, 2003; Marimin et al. 2011). Salah satu ukuran yang dapat

dikembangkan untuk mengukur kegiatan perencanaan yang mengacu pada metrik

fleksibilitas dan realibilitas adalah bullwhip effect.

2.3 Bullwhip Effect

Menurut Pujawan (2005) dan Wang (2006) bullwhip effect atau efek

cambuk adalah suatu keadaan yang terjadi dalam rantai pasok dimana pergerakan

informasi permintaan dari sisi hilir (pelanggan) mengalami distorsi dan

teramplifikasi sehingga terdapat variansi nilai yang cukup signifikan ketika

informasi sampai pada rantai di sisi hulu. Distorsi informasi tersebut

mengakibatkan serangkaian efek yang akan mengacaukan rantai pasok.

Kekacauan ini disebabkan oleh terjadinya amplifikasi yang berakibat pada

variabilitas permintaan dari hulu ke hilir. Diantara penyebab utama dari bullwhip

effect adalah penyesuaian prakiraan permintaan (demand forecast updating) dan

fluktuasi harga. Ilustrasi terjadinya distorsi informasi dalam rantai pasok dari hilir

Page 5: Supply Chain

11

ke hulu antara pengecer, distributor dan manufaktur pada suatu rantai pasok

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Distorsi informasi dari hilir ke hulu dalam rantai pasok.

Sumber : Flansoo dan Wouters (2000)

Variansi yang terjadi antara pesanan dan realisasi permintaan menurut

Flansoo dan Wooter (2000) adalah ukuran bullwhip effect. Pengukuran bullwhip

effect membutuhkan beberapa ukuran statistik, antara lain rata – rata, standar

deviasi, dan koefisien variansi. Secara matematis pengukuran bullwhip effect

diformulasikan sebagai berikut :

dimana :

Page 6: Supply Chain

12

Keterangan :

CV = Koefisien variansi

σ = Standar deviasi

µ = Rata – rata

xi = Data ke – i

n = jumlah data/sampel

Koefisien Bullwhip Effect (BE) yang lebih besar dari 1 (satu)

mengisyaratkan bahwa terjadi amplifikasi permintaan untuk sebuah produk.

Sedangkan untuk koefisien bullwhip effect yang kurang dari 1 ( satu )

mengisyaratkan adanya penghalusan pola pesanan pada produk yang

bersangkutan. Menurut Pujawan (2005) terdapat dua tantangan langsung yang

harus dihadapi dalam mengelola rantai pasok, yaitu kompleksitas struktur rantai

pasok dan ketidakpastian.

a. Kompleksitas struktur rantai pasok

Sistem rantaipasok sangat kompleks, melibatkan banyak pihak di dalam

maupun di luar perusahaan. Kompleksitas suatu rantai pasok juga dipengaruhi

oleh perbedaan bahasa, zona waktu, dan budaya antara satu perusahaan

dengan perusahaan lain.

b. Ketidakpastian (uncertainty)

Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai

pasok Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana

yang telah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan

pengamanan di sepanjang rantai pasok. Berdasarkan sumbernya, ada tiga

klasifikasi utama ketidakpastian pada rantai pasok, yaitu : 1) ketidakpastian

permintaan, 2) ketidakpastian pasokan, 3) ketidakpastian lingkungan internal.

Pengurangan bullwhip effect bisa dilakukan apabila penyebabnya

dimengerti dengan baik oleh pihak – pihak pada rantai pasok. Beberapa

pendekatan yang diyakini bisa mengurangi bullwhip effect adalah : 1) information

Page 7: Supply Chain

13

sharing, 2) memperpendek atau mengubah struktur rantai pasok, 3) pengurangan

biaya tetap 4) menciptakan sabilitas harga, dan 5) pemendekan lead time

2.4 Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi merupakan proses untuk merencanakan aliran bahan

dari suatu sistem produksi sehingga permintaan dapat dipenuhi dalam jumlah

yang tepat, waktu yang tepat dengan biaya produksi minimum. Perecanaan

produksi dilakukan dengan maksud menentukan arah tindakan dalam berproduksi

dengan cara mengatur, menganalisa, mengorganisasi dan koordinasi bahanm

mesin, peralatan, tenaga kerja dan tindakan lain yang dibutuhkan. Salah satu

model perencanaan produksi yang banyak digunakan adalah model

Manufacturing Resources Planning (MRP II) yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Manufacturing Resources Planning, MRP II

(Forgarty et al., 1991: Sheikh 2002)

Perencanaan

Strategi dan Bisnis

Mengelola

permintaanPerencanaan

Kapasitas

Kasar (RCCP)Jadual Induk

Produksi (MPS)

Perencanaan

kebutuhan

kapasitas

(CRP)

Perencanaan

kebutuhan

pemasok

(VRP)

Perencanaan

Kebutuhan Bahan

(MRP I)

Perencanaan

Operasi dan

Penjualan

Realistis Realistis

Perencanaan

Pengendalian

Pembelian

Pengendalian

Lantai Pabrik

Membuat Membeli

Tidak Tidak

Ya Ya

Page 8: Supply Chain

14

Teknik MRP II merupakan pengembangan dari teknik MRP I (Material

Requirement Planning. Teknik MRP II merupakan metode perencanaan seluruh

sumber daya yang dikembangkan pada industri manufaktur. Pendekatan yang

digunakan adalah keterkaitan antara perencanaan pada 1) tingkat strategis yaitu

perencanaan strategis dan bisnis, 2) perencanaan pada tingkat taktis yaitu

pengelolaan permintaan dan 3) perencanaan operasional yang terkait dengan

keputusan rencana produksi dan perencanaan kebutuhan material.

Hasil perencanaan produksi untuk diimplementasikan pada tahap produksi

perlu disusun dalam bentuk rencana kebutuhan material. Pendekatan yang banyak

digunakan adalah Material Requirements Planning (MRP I) merupakan

pendekatan untuk menjamin agar produk dibuat tepat waktu dan tepat jumlah.

Input utama MRP adalah jadwal induk produksi sedangkan output MRP adalah

Planned Order Release (rencana pemenuhan pesanan).

Masalah yang biasa ditemui dalam pengoperasian sistem MRP adanya

overstated MPS, yaitu kondisi jadwal induk produksi yang memiliki kuantitas

lebih besar daripada kapasitas yang dimiliki. Hal ini akan menyebabkan

persediaan bahan baku dan jumlah persediaan dalam bentuk WIP (Work In

Process) meningkat yang mengakibatkan penambahan biaya. Kerangka yang

menunjukkan hubungan aktifitas perencanaan dan pengendalian produksi pada

MRP I yang banyak diterapkan pada industri manufaktur merupakan kegiatan

perencanaan sumber daya, perencanana kapasitas hingga aktifitas pengendalian

pada lantai produksi.

Untuk memeriksa kelayakan hasil rencana produksi agar dapat dilanjutkan

pada tahap keputusan memproduksi atau membeli, perlu dilakukan verifikasi

kelayakan melalui proses validasi dengan metode Rough Cut Capacity Planning

(RCCP). Perencanaan kebutuhan kapasitas yang baik menjamin tersedianya

sumber daya pada saat dibutuhkan.

2.5 Kapasitas Produksi

Rencana produksi pada umumnya disusun dalam bentuk Jadwal Induk

Produksi Master Production Sheduling. MPS berfungsi untuk memberikan input

utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kebutuhan kapasitas

Page 9: Supply Chain

15

(MRP dan CRP), menjadwalkan pesanan produksi dan pembelian, memberikan

landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas serta

memberikan dasar untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk kepada

pelanggan. Kapasitas adalah suatu ukuran kemampuan produktif dari suatu

fasilitas per unit waktu. Kekurangan maupun kelebihan kapasitas memberikan

dampak yang merugikan, sehingga diperlukan perencanaan kapasitas .

Perencanaan kapasitas yang efektif adalah perencanaan yang menyediakan

kapasitas sesuai dengan kebutuhan pada waktu yang tepat. Keterkaitan aktifitas

penting dalam proses perencanaan produksi ditunjukkan pada Gambar 4. (Fogarty

1991 ; Sheikh, 2002).

Gambar 4. Hubungan aktifitas perencanaan dan pengendalian produksi

(Forgarty et al., 1991: Sheikh 2002)

Untuk memeriksa apakah rencana produksi sesuai dengan ketersediaan

sumber daya yang dimiliki seperti tenaga kerja dan jam mesin maka dilakukan

validasi melalui penghitungan Rough Cut Capacity Planning (RCCP).

Perhitungan RCCP menentukan apakah sumber daya yang direncanakan cukup

Demand

Management

Production

Planning

Material

Requirement

Planning

Final

Assembly

Shedulling

Rough Cut

Capacity

Planning

Master

Requirement

Planning

Resource

Requirement

Planning

Capacity

Requirement

Planning

Production

Activity Control

Input/Output

control

Operation

Sequencing

Page 10: Supply Chain

16

untuk melaksanakan jadwal induk produksi. RCCP merupakan langkah

menghitung beban untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu

yang aktual. Jika proses RCCP mengindikasikan bahwa MPS layak dilaksanakan

maka MPS akan diteruskan ke proses MRP guna menentukan bahan baku atau

material, komponen dan subassemblies yang dibutuhkan.

Tahapan dalam melakukan RCCP dimulai dengan mengidentifikasi

sumber daya utama, seperti work center, tenaga kerja atau material kritis,

kemudian menentukan kebutuhan tiap sumber daya untuk memenuhi MPS setiap

periode. Tahap selanjutnya perhitungan kapasitas nominal (Calculated Capacity)

sumber data yang tersedia setiap periode lalu melakukan perbandingan terhadap

beban sumber daya, apakah terjadi underload atau overload. Penyesuaian

kapasitas atau jadwal MPS harus dilakukan ketika beban sumber daya overload.

Langkah yang diperlukan untuk melaksanakan RCCP, yaitu:

1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.

2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead time).

3. Menentukan bill of resources.

4. Menentukan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.

Hasil RCCP ditampilkan dalam suatu diagram yang dikenal sebagai load

profile untuk menggambarkan kapasitas yang dibutuhkan dibandingkan dengan

kapasitas yang tersedia. Analisis ini dilakukan untuk menguji ketersediaan

kapasitas fasilitas produksi yang tersedia di dalam memenuhi jadwal induk

produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan ketersediaan kapasitas

untuk memenuhi jadwal induk produksi yang telah ditetapkan. Proses pengolahan

data ini menghasilkan jadwal induk produksi yang telah disesuaikan, karena telah

memberikan gambaran tentang ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target

produksi yang disusun dalam jadwal induk produksi.

Menurut Fogarty (1991) dan Sheikh (2002) selain MPS, sumber daya yang

terdapat dalam pabrik (jumlah tenaga kerja, mesin dan waktu yang tersedia)

dalam melakukan RCCP dibutuhkan informasi-informasi lain, yaitu utilisasi dan

efesiensi. Utilisasi adalah faktor yang mengukur performansi aktual dari pusat

kerja relatif terhadap standar yang diterapkan. Sedangkan efisiensi adalah pecahan

yang menggambarkan persentase waktu yang tersedia dalam pusat kerja yang

Page 11: Supply Chain

17

secara aktual digunakan untuk produksi berdasarkan pengalaman lalu. Dapat

dijelaskan dengan rumus sebagai berikut:

jadwalmenurut tersediayang jam

produksiuntuk digunakan yang jamUtilisasi

Penerapan RCCP juga membutuhkan data-data jumlah mesin yang

digunakan, jam kerja per hari, jumlah shift per hari, dan jumlah hari kerja

perbulan. Data-data tersebut diperlukan untuk menentukan jumlah kapasitas yang

tersedia di dalam pabrik menggunakan rumus berikut :

Keterangan :

AC : Kapasitas yang tersedia (jam/bulan)

T : Waktu yang tersedia (jam/bulan)

M : Jumlah Mesin

S : Jumlah shift per hari

H : Jumlah jam kerja per hari

W : Jumlah hari kerja per bulan

U : Utilisasi

E : Waktu Efektif (%)

Pengujian kelayakan kapasitas dalam konsep MRP dapat dilakukan dengan

beberapa metode berikut :

1. Capacity Planning Using Overall Factors (CPOF)

CPOF merupakan perencanaan yang memerlukan input berupa MPS,

waktu total pabrik untuk memproduksi satu item tertentu dan proporsi historis.

Pendekatan ini membutuhkan data dan teknik perhitungan yang paling sedikit

dibandingkan teknik lainnya, sehingga pendekatan ini paling mudah

terpengaruh bila terjadi perubahan dalam volume produk maupun jumlah

waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk.

Perhitungannya dengan mengalikan proporsi historis dengan total

kuantitas MPS pada periode tertentu untuk masing-masing stasiun kerja. Dari

hasil perhitungan ini nantinya diperoleh waktu total yang diperlukan, total

waktu ini kemudian dirata-ratakan dan dibandingkan dengan waktu kapasitas.

AC = T * U * E

T = M * S * H * W

Page 12: Supply Chain

18

Data yang dibutuhkan rencana produksi dan waktu proses (unit/satuan waktu)

pada setiap stasiun kerja. Rumus yang digunakan untuk perhitungan proporsi

historis adalah :

T

ii

WP

WPPH

Dimana :

PHi : Proporsi Historis pada work center ke i

WPi : Waktu proses pada work center ke i

WPT : Total waktu proses.

Perhitungan untuk masing-masing stasiun kerja adalah perkalian proporsi

historis masing-masing stasiun kerja dengan kapasitas total yang dibutuhkan :

KBij = PHT * KBj

Keterangan :

KBij : Kebutuhan Kapasitas stasiun kerja i pada periode j

PHT : Proporsi historis pada stasiun kerja i

KBj : Kapasitas yang dibutuhkan pada periode j

2. Bill of Labor Approach (BOL)

Bill of Labor Approach didefinisikan sebagai suatu daftar yang berisi

jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu item. BOL

bukan merupakan routing, melainkan suatu alat untuk memperkirakan

kebutuhan agar dapat digunakan item atau kelompok item-item yang yang

telah terjadwal untuk menentukan kebutuhan kapasitas. Pendekatan dengan

teknik ini menggunakan data yang rinci mengenai waktu baku setiap produk

pada sumber-sumber utama dan masukan yang dibutuhkan adalah MPS.

Pendekatan BOL membutuhkan data rencana produksi dan data waktu standar

dalam masing-masing stasiun kerja dengan cara perhitungan sebagai berikut :

Perhitungan kapasitas total pada tiap periode yaitu:

KBj = WPT * RPj

Perhitungan kebutuhan kapasitas untuk stasiun kerja i pada periode j yaitu:

KBij = WPi * RPj

Page 13: Supply Chain

19

3. Resources Profile Approach

Teknik perhitungan resource profile hampir sama dengan dua metode

sebelumnya yang menggunakan pendekatan data waktu baku. Selain itu juga

membutuhkan data lead time yang diperlukan pada stasiun-stasiun kerja

tertentu. Pendekatan ini membutuhkan input due date untuk tiap-tiap stasiun

kerja. Due date merupakan waktu dimana suatu pekerjaan harus selesai.

2.6 Prakiraan dan Pengelolaan Permintaan

Berbagai definisi dan pemahaman tentang prakiraan (forecasting) telah

dikembangkan, secara garis besar prakiraan adalah proses menganalisis data

historis (masa lalu) yang diproyeksikan ke dalam sebuah model untuk

meperkirakan keadaan di masa yang akan datang (Groover, 2001). Teknik

prakiraan dikelompokkan atas ; 1) metode kualitatif dan 2) metode kuantitatif.

Peramalan dengan metode kualitatif adalah peramalan dengan melibatkan

pendapat pribadi dan pakar. Metode kuantitatif dibedakan menjadi dua kategori

yaitu; 1) model deret waktu (time series) yang, dan 2) metode kausal yaitu

didasarkan pada hubungan sebab akibat.

Metode time series relatif banyak digunakan dalam melakukan prakiraan

untuk menyusun rencana produksi, beberapa metode time series adalah, 1)

metode pemulusan terdiri atas rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial, 2)

metode ARIMA yaitu gabungan metode autoregresif dan rata-rata bergerak. 3)

metode Fourier, dan 4) metode jaringan syaraf tiruan.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengimplementasikan

hasil prakiraan adalah nilai kesalahan peramalan dan jangka waktu (periode)

prakiraan. Prakiran pasti mengandung kesalahan, besarnya nilai kesalahan dapat

dihitung sebagai selisih antara nilai prakiraan dengan nilai sesungguhnya yang

dikenal dengan istilah error (kesalahan). Menurut Groover (2001) dan

Makridarkis et al. (1998), besarnya nilai error dapat digunakan untuk menganalisa

ketepatan metode yang digunakan. Formula umum perhitungan nilai kesalahan

prakiraan adalah :

et = xt - Ft

Page 14: Supply Chain

20

dimana :

et : kesalahan pada periode ke-i

xt : nilai sesungguhnya pada periode ke-i

Ft : nilai hasil prakiraan pada periode ke-i

Ukuran nilai kesalahan sebagai ukuran bias atau selisih tidak efektif untuk

menghitung jumlah kesalahan. Untuk menghindari kondisi saling menetralkan

antara nilai kesalahan positif dan negatif sehingga ada kemungkinan nilai

kesalahan menjadi nol, pada umunya digunakan perhitungan nilai kesalahan

adalah Mean Square Error (MSE) dengan formula :

Nilai kesalahan hasil prakiraan menunjukkan kemampuan model prakiraan

mengurangi ketidakpastian yang terjadi. Panjang periode prakiraan menentukan

akurasi hasil peramalan, prakiraan untuk perioe yang lebih pendek lebih akurat

karena faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan.

Periode yang lebih panjang mengkibatkan semakin besarnya kemungkinan

terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (Santoso,

2009). Terjadinya perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan,

mengakibatkan hasil prakiraan memiliki bias yang tinggi, sehingga diperlukan

penyesuaian pada hasil prakiraan sehingga adaptif terhadap perubahan. Menurut

Hanna (2009) prakiraan adalah kunci untuk menyeimbangkan antara kelebihan

atau kekurangan pada tingkat produksi atau pasokan.

Pada umumnya perencanaan produksi disusun berdasarkan hasil prakiraan

permintaan. Prakiraan permintaan merupakan bagian dari aktifitas pengelolaan

permintaan (demand management). Pada dekade 30 tahun yang lalu prakiraan

permintaan dianggap suatu aktifitas yang kurang penting. Era berkembangnya

kekuatan bersaing melalui keberhasilan pengelolaan rantai pasok, demand

management menjadi salah satu faktor penting untuk menciptakan keunggulan.

Berbagai metode dikembangkan sehingga terjadi sinkronisasi dan kolaborasi

antara sisi permintaan dan pasokan dalam sistem rantai pasok. Gambaran evolusi

dari konsep demand management disajikan pada Gambar 5.

Page 15: Supply Chain

21

Gambar 5 Evolusi manajemen permintaan (Crum dan Palmatier, 2003)

Pada konsep demand management hasil prakiraan permintaan yang

dijadikan landasan dalam kegiatan produksi harus dapat beradaptasi dengan

perubahan sehingga penyesuaian (demand updating) bisa dilakukan dalam

horizon waktu yang lebih pendek. Proses mengelola permintaan dalam model

demand mangement yang dikembangkan oleh Crum dan Palmatier (2003) yang

ditunjukkan pada Gambar 6, meliputi ; 1) perencanaan permintaan, 2) komunikasi

permintaan, 3) pengaruh permintaan dan 4) prioritas permintaan.

Gambar 6 Demand management process model (Crum dan Palmatier, 2003)

Pemasok dan konsumen melakukan komunikasi dalam rangka

berkolaborasi dalam penyebaran informasi yang berkaitan dengan rencana

permintaan. Hasil perencanaan dianalisis sehingga dapat diidentifikasi faktor

yang mempengaruhi tercapainya rencana. Tidak semua rencana permintaan dapat

evolusi manajemen permintaan

Page 16: Supply Chain

22

direalisasi, namun diperlukan suatu proses penyesuaian berdasarkan skala tingkat

kepentingan sehingga pengelolaan permintaan ini dapat mengurangi faktor-faktor

ketidakpastian.

2.7 Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem merupakan pendekatan terpadu sebagai metodologi

pemecahan masalah yang kompleks dan bersifat interdisiplin dalam suatu sistem.

Ciri-ciri pendekatan sistem adalah memiliki suatu metodologi perencanaan dan

pengelolaan, bersifat multidisiplin terorganisir, menggunakan model matematik,

berpikir secara kualitatif serta dapat diaplikasikan dengan komputer.

Menurut Eriyatno (1999) persyaratan suatu substansi yang dikaji melalui

pendekatan sistem adalah : 1) kompleks yang menggambarkan interaksi antar

elemen yang cukup rumit, 2) dinamis dalam arti terdapat faktor yang berubah

menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, 3) probabilistik yaitu

diperlukan suatu fungsi peluang didalam inferensi kesimpulan maupun

rekomendasi.

Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu gugus dari elemen yang saling

berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau merupakan suatu

gugus dari tujuan-tujuan. Tahapan pemecahan masalah dalam pendekatan sistem

dimulai dengan analisis kebutuhan, identifikasi sistem dan formulasi masalah

dari suatu sistem nyata. Pengkajian masalah menggunakan pendekatan sistem

didasari alasan 1) memastikan bahwa pandangan menyeluruh telah dilakukan, 2)

mencegah analis menyajikan secara dini definisi masalah yang spesifik, 3)

mencegah analis menerapkan secara dini model tertentu, 4) memastikan

lingkungan masalah didefinisikan secara luas sehingga berbagai kebutuhan yang

relevan dapat dipenuhi (Simatupang 1995; Eriyatno, 1999).

2.8 Sistem Manajemen Ahli

Sistem Manajemen Ahli (SMA) merupakan integrasi dari Sistem

Penunjang Keputusan (SPK) dan Sistem Pakar (Turban, 2001). SPK didefinisikan

sebagai sistem berbasis komputer interaktif yang membantu para pengambil

keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan

Page 17: Supply Chain

23

masalah-masalah tidak terstruktur (Gorry dan Scott Morton, 1971 dalam Turban,

2001). Sedangkan sistem pakar adalah suatu sistem yang menggunakan

pengetahuan manusia yang tersimpan pada suatu komputer untuk menyelesaikan

masalah yang membutuhkan keahlian pakar. Dalam proses pengambilan

keputusan, banyak masalah tidak terstruktur dan bahkan semi terstruktur yang

sangat kompleks sehingga solusinya memerlukan keahlian yang dapat diberikan

oleh suatu sistem pakar. Banyak SPK canggih yang dilengkapi dengan satu

komponen yang disebut sub sistem manajemen berbasis pengetahuan. Komponen

ini dapat menyediakan keahlian yang diperlukan untuk memecahkan beberapa

aspek masalah dan memberikan pengetahuan yang dapat meningkatkan operasi

komponen SPK yang lain (Turban, 2001).

Selanjutnya Turban (2001) menyatakan integrasi sistem pakar dengan SPK

dapat berupa memasukkan sistem pakar ke dalam komponen-komponen SPK atau

dengan membuat sistem pakar sebagai komponen yang terpisah dari SPK. Nama

lain untuk integrasi sistem pakar dengan SPK adalah SPK intelejen dan Sistem

Manajemen Ahli. Konfigurasi model dasar dalam sistem manajemen ahli

ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Konfigurasi model dasar sistem manajemen ahli (Turban, 2001)

Sistim Pengolahan

Terpusat

Sistem Manajemen

Dialog

Model

Sistem

Manajemen Basis

Model

SMA

Mekanisme

Inferensi

(rule-base skenario)

Pengetahuan

Sistem Manajemen

Basis Pengetahuan

Data

Sistem

Manajemen

Data

Pengguna

SPK

Page 18: Supply Chain

24

Tujuan perancangan sistem pakar adalah untuk mempermudah kerja atau

bahkan mengganti tenaga ahli, penggabungan ilmu dan pengalaman dari beberapa

tenaga ahli. Pada prinsipnya sistem pakar tersusun dari beberapa komponen yang

mencakup (Marimin, 2005) :

1. Fasilitas akuisisi pengetahuan

2. Sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system)

3. Mesin inferensi (inference engine)

4. Fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi

5. Penghubung antara pengguna dan sistem pakar (user interface)

Fasilitas akuisisi pengetahuan digunakan sebagai alat untuk mengisi atau

mendapatkan pengetahuan, fakta, aturan dan model yang diperlukan oleh sistem

pakar dari berbagai sumber. Tahap akuisisi pengetahuan merupakan tahap

penting, kritis dan sangat menentukan keberhasilan sistem pakar yang akan

dikembangkan untuk pemecahan persoalan yang biasanya dapat diselesaikan oleh

seorang pakar.

Sistem basis pengetahuan merupakan bagian yang memuat obyek-obyek

pengetahuan serta hubungan yang dimiliki antar obyek-obyek tersebut. Basis

pengetahuan merupakan sumber kecerdasan sistem dan hal ini dimanfaatkan oleh

mekanisme inferensi untuk mengambil kesimpulan. Basis pengetahuan dapat

dilakukan dengan cara jaringan semantik, ekspresi logika, obyek-atribut-nilai,

frame, script, kaidah produksi, jaringan neural, representasi fuzzy dan pattern

invocked program.

Mesin inferensi merupakan komponen sistem pakar yang memanipulasi

dan mengarahkan pengetahuan dari basis pengetahuan sehingga tercapai

kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan melalui pemilihan aturan –aturan

yang ada pada basis pengetahuan yang dianggap sesuai dengan fakta yang

dimasukkan oleh pengguna. Mekanisme inferensi juga dapat memberikan

prioritas kepada setiap aturan yang dipilih dari basis pengethauan.Terdapat dua

strategi dalam mesin inferensi yaitu strategi penalaran dan strategi pengendalian

(Marimin, 2005).

Fasilitas penjelasan merupakan bagian yang menerangkan penalaran, aksi

ataupun rekomendasi yang dilakukan oleh sistem pakar. Interaksi manusia-mesin

Page 19: Supply Chain

25

merupakan bagian fisik dari hardware terutama yang berkaitan dengan

kemudahan pengguna berkomunikasi dengan sistem masukan atau keluaran

(Leary, 1985 dalam Marimin, 2005). Penghubung antara pengguna dengan sistem

pakar (user inerface) merupakan tampilan sistem pakar, merupakan bagian

dimana pengguna dan dan sistem pakar dapat saling berkomunikasi.

Pembentukan sistem pakar secara garis besar adalah pembentukan basis

pengetahuan yang diperoleh melalui akuisisi atau penyerapan pengetahuan pakar.

Hasil akuisis pengetahuan disusun dalam representasi pengetahuan pada basis

pengetahuan. Basis pengetahuan merupakan sumber kecerdasan yang

dimanfaatkan untuk pengambilan kesimpulan oleh mesin inferensi. Tahapan

pembentukan sistem pakar secara lebih rinci disajikan pada Gambar 8.

Iderntifikasi Masalah

Representasi Pengetahuan

Implementasi

Pengujian

Pengembangan Mesin

Inferensi

Akuisisi Pengetahuan

Mencari Sumber Pengetahuan

Mulai

Mewakili

Human Expert

?

Selesai

Ya

Tidak

Gambar 8 Tahap pembentukan sistem pakar (Marimin, 2005)

Page 20: Supply Chain

26

Sistem pakar akan menyimpan dan mengolah pengetahuan atau keahlian

dari seorang pakar. Pakar adalah seseorang yang mempunyai keahliah khusus

dalam suatu bidang tertentu. Selain itu pengetahuan juga dapat diperoleh dari

buku atau sumber tertulis lainnya, sehingga sistem pakar sering juga disebut

sebagai sistem berbasis pengetahuan.

2.9 Sistem Kecerdasan Buatan

Artificial Intelegence System atau sistem kecerdasan buatan merupakan

bagian ilmu komputer yang membuat mesin (komputer) dapat melakukan

pekerjaan seperti dan sebaik manusia, dengan meniru cara berpikir manusia.

Sistem ini dikembangkan oleh John Mc Charty pada tahun 1956 dari

Massachussets Institute of Technology. Karakteristik sistem ini adalah

pemrograman yang cenderung bersifat simbolik ketimbang algoritmik, bisa

mengakomodasi input yang tidak lengkap, dapat melakukan inferensi dan adanya

pemisahan antara kontrol dan pengetahuan.

Seiring dengan kemajuan teknologi maka sisem kecerdasan buatan

dibangun dengan menggunakan soft computing. Definisi soft computing

merupakan gabungan atau koleksi yang bertujuan untuk mengeksploitasi adanya

toleransi terhadap ketidaktepatan, ketidak pastian dan kebenaran parsial untuk

dapat diselenggarakan dengan mudah, robustness, dengan biaya penyelesaian

yang murah (Kusumadewi, 2004).

Soft computing merupakan inovasi sistem cerdas yang memiliki keahlian

seperti manusia pada domain tertentu, mampu beradaptasi dan belajar agar dapat

bekerja lebih baik jika terjadi perubahan pada lingkungan. Unsur-unsur pokok

dalam soft computing adalah :

1. Sistem Fuzzy (mengakomodasi ketidaktepatan)

2. Jaringan syaraf (menggunakan pembelajaran)

3. Probabilistic Reasoning ( mengakomodasi ketidakpasian)

4. Evolutionary computing (optimasi)

Keempat unsur dalam sistem kecerdasan buatan ini dapat melengkapi antara

satu sama lain, dan digunakan secara sinergis yang menghasilkan solusi yang

lebih baik, dibanding digunakan secara sendiri-sendiri.

Page 21: Supply Chain

27

2.9.1 Sistem Fuzzy Logic

Sistem fuzzy merupakan sistem yang dikembangkan dengan menggunakan

suatu fungsi dengan logika fuzzy. Logika fuzzy merupakan bagian dari logika

Bolean yang digunakan untuk mengekspresikan derajat kebenaran dari suatu

informasi yang mengandung unsur ambiguity , yang dinyatakan alam suatu

ukuran verbal dan lnguistik.

Menurut Kusumadewi (2003), gugus fuzzy dikembangkan oleh Prof. L.A.

Zadeh pada tahun 1965 dari Barkeley, gugus fuzzy merupakan pengembangan

dari gugus biasa. Beberapa hal yang perlu dipahami berkaitan dengan sistem fuzzy

yaitu :

1. Variabel fuzzy

Variabel fuzzy merupakan variabel yang dibahas dalam sistem fuzzy.

2. Himpunan fuzzy

Merupakan kelompok yang mewakili suatu kondisi tertentu dari variabel fuzzy.

3. Semesta Pembicaraan

Merupakan keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam

variabel fuzzy.

4. Domain

Merupakan keseluruhan nilai yang diperbolehkan dalam semesta pembicaraan

dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.

Dalam logika fuzzy terdapat beberapa proses , yaitu penentuan gugus fuzzy ,

penerapan aturan if-then dan proses inferensi fuzzy. Gugus atau himpunan fuzzy

merupakan gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian

hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [ 0, 1]. Teori

gugus fuzzy mendefinisikan derajat dimana elemen x dari gugus universal X

berada dalam suatu gugus fuzzy A. Fungsi yang memberikan derajat terhadap

sebuah elemen mengenai keberadaannya dalam sebuah gugus disebut fungsi

keanggotaan ( µ = derajat keanggotaan). Nilai atau derajat keanggotaan pada

interval [0, 1] sering dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut :

μA (x1) = 1, dibaca : nilai keanggotaan untuk elemen x1 pada gugus fuzzy A

bernilai 1.

Page 22: Supply Chain

28

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang

menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaanya (derajat

keanggotaan ) yang memiliki interval 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat

digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan dalah dengan menggunakan

pendekatan fungsi. Beberapa fungsi yang digunakan diantaranya representasi

linier, kurva segitiga, kurva trapezium, kurva S (sigmoid), kurva bentuk lonceng

(bell curve). Bentuk fungsi keanggotaan dengan menggunakan garis lurus adalah

triangular membership function (trifm) dan trapezoid yang disingkat (trapmf )

disajikan pada Gambar 9.

(a) Triangular Fuzzy Number

0 a b

1

domain

c d

derajat

keanggotaan

u[x]

(b) Trapezoidal Fuzzy Number

Gambar 9 Fungsi keanggotaan fuzzy berbentuk segitiga (a) dan trapesium (b)

(Kusumadewi, 2003)

Kurva berbentuk segitiga , pada dasarnya merupakan gabungan antara dua

garis linier dengan perhitungan untuk derajat keanggotaan sebagai berikut :

cxbb);-x)/(c-(b

bxaa);-a)/(b-(x

catau x ;0

][

ax

x

0 a b

1

c

derajat

keanggotaan

u[x]

Page 23: Supply Chain

29

Sedangkan kurva berbentuk trapesium, merupakan pengembangan kurva

segitiga hanya pada beberapa titik mempunyai nilai keanggotaan 1. Fungsi

keanggotaan untuk kurva trapesium sebagai berikut :

dx

ax

x

c);-x)/(d-(d

cxb1;

bxaa);-a)/(b-(x

datau x ;0

][

Sejak ilmu logika samar (fuzzy logic) dikembangkan telah banyak

penelitian-penelitian mengenai aplikasi dari logika samar ini ke berbagai bidang,

misalnya proses pengambilan keputusan yang melibatkan adanya informasi yang

samar (vagueness) atau tidak tepat (imprecision). Sistem logika samar juga

memungkinkan untuk menggunakan informasi dan data-data yang diperoleh dari

pakar berdasarkan pengetahuan pakar tersebut. Pada perencanaan produksi

dalam industri, biasanya melibatkan proses pengambilan keputusan yang

kompleks dan tidak pasti serta operasinya biasanya bergantung kepada

pengetahuan dan keahlian manajer dan operator produksi. Aplikasi dari metode

fuzzy sesuai untuk digunakan pada perencanaan produksi.

Pengembangan logika fuzzy diantaranya adalah Fuzzy Inference System

yang dikenal sistem logika fuzzy if then rule yang dikembangkan oleh Mamdani

dan Sugeno. Dalam pengolahannya terdiri atas 3 komponen : fuzifikasi, mesin

inferensi berdasarkan basis data serta sistem defuzifikasi. Sistem fuzifikasi

mengkonversi nilai-nilai tegas (crisp value) dari semua variabel masukan menjadi

nilai-nilai samar (fuzzy) yang sesuai (Gambar 10).

Gambar 10 Sistem inferensi logika fuzzy (Fuzzy Inference System)

(www.mathworks.com, 2009, diolah)

Basis data

Fuzzifikasi

Output

Defuzzifikasi Mesin

inferensi

Input

Page 24: Supply Chain

30

Inti dari sistem logika ini adala mesin inferensinya dengan basis kaidah

(rule base) yang mendefinisikan hubungan antara variabel input dengan output.

Kaidah yang paling banyak digunakan ialah kaidah “if - then” Langkah terakhir

ialah menterjemahkan himpunan nilai keluaran yang bersifat samar menjadi nilai-

nilai yang tegas Beberapa metode dapat didigunakan dalam proses defuzifikasi,

salah satu metode yang umum dipakai adalah metode centroid (center of area).

Metode ini menggambarkan pusat area dari fungsi keanggotaan.

2.9.2 Jaringan Syaraf Tiruan

Artificial Neural Network (Jaringan Syaraf Tiruan, JST) menurut ( Faucett,

1994; Kahforoushan, 2010) adalah sistem pengolahan informasi yang memiliki

kinerja dan proses pembelajaran seperti jaringan syaraf pada otak manusia.

Pengembangan JST digunakan dalam rangka melakukan generalisasi pemodelan

matematika dari cara bekerja jaringan syaraf tiruan dengan asumsi :

1. Terdapat sejumlah sel syaraf (neuron) yang melakukan proses pengolahan

informasi.

2. Melalui sambungan penghubung, terjadi pergerakan sinyal dari satu neuron ke

neuron lainnya. Setiap sambungan penghubung mempunyai bobot yang

memiliki kemampuan memperkuat sinyal yang ditransmisikan.

3. Neuron menggunakan fungsi aktivasi untuk melakukan proses transformasi

dari input untuk menentukan sinyal output.

Menurut Faucett (2004), Siang (2005) jaringan syaraf terdiri dari beberapa

neuron, yang mentransformasikan informasi yang diterima melalui sambungan

keluarnya menuju neuron yang lain. Pada jaringan syaraf , hubungan ini dikenal

dengan bobot, sehingga informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada

bobot tersebut. Neuron tiruan mempunyai karakteristik bahwa setiap neuron tiruan

menerima satu set input. Setiap input di kalikan dengan bobot yang analog dengan

kekuatan sinaptik-nya (synaptic strength) Jumlah dari semua input yang diberi

bobot tersebut, menunjukkan derajat pelepasan sinyal yang disebut tingkat

pengaktifan (activation level).

Sinyal input kemudian di proses oleh suatu fungsi aktivasi untuk

menghasilkan sinyal output. Jika output tersebut tidak sama dengan nol, akan

Page 25: Supply Chain

31

ditranmisikan. Fungsi pengkatifan dapat berupa suatu fungsi batas (threshold)

atau suatu fungsi lainnya seperti fungsi sigmoid atau fungsi tangen hyporbolik.

Jaringan syaraf tiruan digambarkan oleh suatu set simpul (node) dan tanda arah

(panah). Simpul berkaitan dengan neuron sedangkan tanda arah menyatakan arah

aliran sinyal diantara neuron dalam model matematis, suatu neuron

mereprensentasikan suatu elemen pemroses (processing element). Elemen

pemroses menangani fungsi dasar seperti mengevaluasi sinyal input,

menjumlahkan sinyal dan membandingkannya dengan suatu nilai batas

(threshold) untuk menentukan nilai ouputnya.

Setiap elemen pemroses dapat menerima banyak sinyal input secara

simultan, tetapi hanya terdapat satu sinyal output yang tergantung kepada sinyal

input, bobot dana nilai batas untuk elemen pemroses tersebut. Beberapa model

jaringan mempunyai suatu input ekstra yang disebut sebagai bias, yang

merupakan pengaruh dari luar jaringan.Jaringan syaraf tiruan terdiri dari sejumlah

elemen pemroses sederhana yang menyerupai neuron dan sejumlah penghubung

diantara elemen-elemen neuron. Setiap penghubung, menghubungkan satu simpul

ke simpul yang lainnya dan dikaitkan dengan uatu bobot. Bobot dari penghubung

menggambarkan pengetahuan dari suatu jaringan.

Dasar-dasar komputasi jaringan syaraf tiruan menurut Faucett (1994) dan

Siang (2005) mulai dari jaringan, input, hidden layer, output, bobot, fungsi

penjumlahan sampai dengan fungsi aktivasi, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Jaringan

Suatu JST terdiri atas kumpulan neuron yang terhubung, dan dikelompokkan

dalam lapisan-lapisan (layers). Struktur jaringan dalam JST dibedakan atas

dua struktur dasar yaitu (1) Struktur dua lapisan yang terdiri atas input dan

output (2) Struktur tiga lapisan yang terdiri atas input, intermediate (hidden)

dan ouput.

2. Input

Jaringan dapat dirancang untuk menerima sekumpulan nilai input yang berupa

nilai biner atau kontinyu. Jika masalah bersifat kualitatif dan berupa grafik,

maka informasi harus dirubah kedalam suatu nilai numerik yang ekivalen

sebelum dapat diinterpretasikan oleh Jaringan Syaraf Tiruan.

Page 26: Supply Chain

32

3. Output

Tujuan dari suatu jaringan adalah menghitung nilai output sebagai solusi dari

masalah. Dalam JST supervised, output awal dari jaringan biasanya tidak

tepat dan jaringan harus disesuaikan sampai diperoleh output yang benar.

4. Hidden layer

Pada arsitektur multi layered, hidden layers tidak berinteraksi secara langsung

dengan dunia luar, tetapi menambah tingkat kompleksitas dalam JST. Hidden

layer menambah sebuah representasi internal dari masalah, sehingga

menjadikan jaringan mampu memecahkan masalah yang kompleks dan non

linier.

5. Bobot (weight)

Bobot menunjukkan kekuatan relatif (nilai matematis) dari berbagai

koneksiyang mentransfer data dari lapisan ke lapisan. Bobot merupakan

kepentingan relatif dari setiap input ke dalam elemenproses (neuron). Bobot

sangat penting dalam JST karena dengan bobot ini jaringan disesuaikan secara

berulang untuk menghasilkan output yang diinginkan.

6. Fungsi penjumlahan

Fungsi penjumlahan (summation function) menghitung rata-rata bobot dari

suatu elemen input , dimana summation input (Xj ) dengan bobot (W ij)

dijumlahkan untuk mendapatkan weigted sum (Si), dengan formula :

1i

iii WXS

7. Fungsi Transfer (Aktivasi)

Fungsi transfer/aktivasi yang dipakai dalam metode belajar backpropagation ,

harus memiliki sifat kontinyu dan dapat diturunkan. Pemakaian fungsi aktivasi

ditentukan oleh aplikasi yang dirancang, hal yang paling penting adalah fungsi

transfer yang digunakan mudah dihitung turunannya sehingga dapat

menggunakan algoritma backpropagation.

Menurut Krose (1996), Siang (2005) pendekatan belajar dalam JST

dibedakan atas supervised learning (terawasi) dan unsupervised learning (tidak

terawasi). Supervised learning menggunakan sekumpulan input dengan output

Page 27: Supply Chain

33

yang telah diketahui. Perbedaan output aktual dan output yang diinginkan

digunakan untuk menghitung nilai koreksi pada bobot jaringan syaraf. Dalam

unsupervised learning, jaringan syaraf mengorganisasikan dirinya untuk

menghasilkan kategori dimana kumpulan iput akan termasuk kedalamnya.

Metode backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi

dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah

bobot-bobot yang terhubung dengan sel syaraf yang ada pada lapisan tersembunyi

(Patuelli, 2006). Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk

mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk

mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus

dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, sel-sel syaraf diaktifkan

dengan menggunakan fungsi aktivasi Sigmoid Biner atau fungsi aktivasi Sigmoid

Bipolar.

Metode backpropagation adalah metode turunan gardien (gradient descent

method) untuk meminimalkan total squared error dari output yang dihasilkan

jaringan. Fungsi kinerja yang sering digunakan adalah mean square error.

Karakteristk dari jaringan backpropagation dapat digunakan untuk menyelesaikan

berbagai masalah yang melibatkan pemetaan suatu input terhadap output tertentu

(supervised learning). Arsitektur jaringan Backpropagation diperlihatkan pada

Gambar 11

Gambar 11 Arsitektur jaringan syaraf tiruan Backpropagation

(http://fbim.fh-regensburg.de, 2010)

Page 28: Supply Chain

34

Menurut Munakata (2008) penggunaan JST dalam memecahkan masalah

memiliki kekurangan dan kelebihan. Diantara kelebihannya adalah :

1. Memiliki kemampuan belajar, melalui penyesuaian bobot dalam struktur

jaringan untuk setiap proses pembelajarannya.

2. Memiliki kemampuan generalisasi sehingga mampu mempelajari pola baru

mengacu pada pola pembelajaran yang dberikan.

3. Mampu menyelesaikan masalah nonlinier yang sulit diselesaikan dengan model

matematis, selama jaringan mampu mempelajari pola non linier yang

dilatihkan.

4. Memiliki kehandalan dalam menangani sejumlah noise pada input, bahkan jika

terjadi kerusakan dalam arsitektur jaringan, JST masih dapat melakukan

tugasnya dalam batas tertentu.

Selain keunggulan, menurut Munakata (2008 jaringan syaraf tiruan juga

memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut :

1. Secara menyeluruh jaringan belum benar-benar dapat meniru cara kerja

jaringan syaraf manusia sehingga masih perlu kajian dan pengembangan lebih

lanjut.

2. Bobot sebagai hasil proses pelatihan jaringan dalam pengenalan pola belum

menyajikan informasi yang jelas.

3. Iterasi sebagai proses penghitungan berulang untuk mempelajari pola sering

memakan waktu yang lama, namun jika jaringan sudah terlatih dengan mudah

dapat digunakan untuk memperkirakan suatu pola berdasrkan pola yang telah

dipelajari.

4. Jika dilakukan peningkatan skala (scale-up) dengan meningkatkan jumlah

neuron yang sudah terlatih, maka perlu dilakukan proses pelatihan dari awal.

Penerapan JST dalam melakukan prakiraan menurut Rurkhamet (1998)

memiliki beberapa kelebihan diantaranya ; 1) kemampuan memproses banyak

variabel, 2) kemampuan mempelajari perilaku data tanpa mengidentifikasi sebagai

masukan, 3) hasil cenderung lebih akurat dan 4) mampu beradaptasi pada saat

parameter atau data dirubah.

Page 29: Supply Chain

35

Kemampuan JST dalam melakukan prakiraan (forecasting) telah banyak

diterapkan dalam penelitian. Kamaruzzaman dan Sarker (2003) melakukan

perbandingan kemampuan antara metode Jaringan Syaraf Tiruan dan ARIMA

dalam memprediksi harga di pasar mata uang asing di Australia. Penelitian

menunjukkan Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode pembobotan standard

backpropagation lebih baik dalam melakukan prediksi. Kinerja prediksi diukur

dengan membandingkan nilai normalized mean square error (NMSE), mean

absolute error (MAE) dan directions symetry (DS) antara nilai prediksi dan nilai

aktual. Hasil penelitian Zhang (2003) menunjukkan penerapan neural network

sebagai metode baru dalam menangani masalah prakiraan kebutuhan dan

pemilihan pemasok.

Penerapan JST dengan propagasi balik lapisan tunggal (single layer

backpropagation) dalam bidang agroindustri minyak atsiri digunakan untuk

memprediksi harga dan permintaan berdasarkan data masa lalu oleh Indrawanto

(2007). Kemampuan JST dengan metode propagasi balik lapisan jamak (multiple

layer backpropagation) digunakan dalam memprediksi harga tapioka dan prediksi

pasokan bahan baku pada agroindustri tapioka (Astuti, 2010).

2.10 Posisi Penelitian

Tinjauan penelitian terdahulu yang terkait dalam penelitian ini

dikelompokkan kedalam tiga kajian, yaitu penelitian; 1) pengembangan

agroindustri karet spesifikasi teknis, 2) manajemen rantai pasok yang berkaitan

dengan perencanaan produksi dan, 3) penerapan kecerdasan buatan dalam

merancangbangun sistem manajemen ahli.

Penelitian yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri karet

spesifikasi teknis dilakukan oleh Utomo (2008). Hasil penelitian berupa

rancangbangun proses produksi karet spesifikasi teknis berbasis produksi bersih,

yang berkaitan dengan pemenuhan standar mutu bahan olah karet sehingga

menghasilkan penghematan penggunaan air. Kajian ini dapat digunakan untuk

memperoleh informasi berkaitan dengan proses produksi karet spesifikasi teknis.

Penelitian Haris (2006), menghasilkan suatu rancangbangun model aliansi

strategis sistem agroindustri karet spesifikasi teknis. Model ini menghasilkan

Page 30: Supply Chain

36

suatu rancangan bentuk kelembagaan kerjasama jangka panjang yang

menempatkan petani karet dan pengusaha agroindustri sebagai pelaku utama yang

dijembatani oleh lembaga ekonomi petani. Model kelembagaan ini menjadi

pendorong terciptanya akses petani terhadap simpul pengolahan dan pemasaran

produk karet spesifikasi teknis sehingga menjamin kontinuitas pasokan bahan

baku. Hasil penelitian ini digunakan untuk kajian pengelolaan rantai pasok dan

bentuk kelembagaan dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri. Penelitian

yang berkaitan dengan prakiraan produksi karet alam di India dilakukan oleh

Chawla dan Jha (2009). Penggunaan beberapa metode prakiraan time series

menunjukkan bahwa metode Winters lebih baik dalam melakukan prakiraan

produksi karet alam di India dibanding metode ARIMA, metode trends dan

metode Holts.

Berkaitan dengan perancangan sistem keputusan dan sistem manajemen

ahli dalam pengelolaan produksi rantai pasok agroindustri diantaranya dilakukan

oleh Hadiguna (2009), untuk mengelola rantai pasok minyak sawit kasar. Hasil

penelitian ini digunakan sebagai acuan untuk pemilihan metode dan integrasi

model perencanaan produksi ke dalam sistem manajemen ahli. Wang dan Yeh

(2009) mengembangkan suatu sistem pengambilan keputusan yang terintegrasi

dalam menyusun prakiraan. Galasso et al. (2006) membangun sistem pendukung

keputusan dalam menyusun perencanaan produksi dengan mempertimbangkan

fleksibilitas permintaan berdasarkan pola permintaan masa lalu namun belum

dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi permintaan.

Kusters (2006) meneliti berbagai pengembangan perangkat lunak untuk

melakukan prakiraan dan menyimpulkan bahwa model prakiraan perlu

dirancangsesuai dengan jenis data dan kebutuhan industri. Prakiraan dengan

menggunakan data time series yang lebih panjang menghasilkan prakiraan yang

lebih akurat. Kamaruzzaman dan Sarker (2003), Zhang (2003) melakukan

penelitian prakiraan dengan metode jaringan syaraf tiruan. Hasil penelitian

menunjukkan jaringan syaraf tiruan dengan metode pembobotan standard

backpropagation lebih baik dalam melakukan prediksi.

Penerapan konsep perencanaan dan pengendalian produksi dengan

pendekatan Manufacturing Resources Planning, dari berbagai penulusuran

Page 31: Supply Chain

37

penelitian pada umumnya digunakan untuk industri manufaktur. Pengembangan

MRP dengan menerapkan kecerdasan buatan dilakukan oleh Noori et al. (2008).

Wacker dan Sheu (2006) mengembangkan ukuran kinerja sistem perencanaan

produksi dalam lingkungan manufaktur diantaranya manufacturing lead time

pengiriman tepat waktu dan rata-rata keterlambatan.

Penerapan fuzzy logic dalam menggambarkan prilaku sistem digunakan

dalam penelitian model dinamika antara konsumen, produsen dan pekerja (Chang

et.al, 2006). Unahabhokha et al. (2007) menggunakan pendekatan fuzzy dalam

mengembangkan sistem pakar untuk memprediksi kinerja operasional delivery

lead time. Penelitian ini digunakan untuk mengembangkan metode fuzzy untuk

membantu pengambilan keputusan perencanaan produksi dalam sistem

manajemen ahli.

Penerapan pendekatan manajemen rantai pasok dalam agroindustri terus

berkembang, dengan lingkup kajian yang bevariasi dan ragam produk agroindustri

yang berbeda. Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan, belum ditemukan

penelitian yang berkaitan dengan pengembangan metode perencanaan produksi

terintegrasi pada rantai pasok agroindustri karet spesifikasi teknis.

Jenis kebaruan (novelty) dalam suatu penelitian di bidang teknologi

industri pertanian menurut Sukardi (2009) dapat berbentuk penemuan (invention),

peningkatan (improvement) dan bantahan (refutation). Mengacu kepada hasil

kajian terhadap beberapa penelitian terdahulu serta jenis kebaruan maka penelitian

ini dapat dikategorikan sebagai peningkatan (improvement). Kebaruan dari

penelitian dapat ditinjau dari aspek berikut :

1. Mengembangkan model perencanaan produksi yang mampu mengintegrasikan

dinamika aktifitas rantai pasokan bahan baku pada sisi hulu, kemampuan

produksi pada unit pengolah dan dinamika permintaan di sisi hilir.

2. Mengembangkan metode prakiraan permintaan, prakiraan harga dan prakiraan

pasokan bahan baku dengan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan yang

digabungkan dengan metode fuzzy inference system sehingga memungkinkan

melakukan penyesuaian rencana produksi dalam periode waktu yang lebih

singkat.

Page 32: Supply Chain

38

3. Menghasilkan sistem manajemen ahli untuk perencanaan produksi karet

spesifikasi teknis yang dilengkapi dengan sistem pengukuran kinerja untuk

mengukur tingkat kesesuaian rencana dengan realisasi produksi.