BAB II KONSEP MAHRAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’ANrepository.uinbanten.ac.id/352/4/BAB II.pdf ·...

20
13 BAB II KONSEP MAHRAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN A. Pengertian Mahram Mahram yakni wanita yang haram dinikahi, baik yang masih konservatif maupun yang sudah maju. Sebab-sebab keharamanya itu banyak, demkian pula kelas-kelas mahram menurut bermacam-macam umat, daerah nya luas dikalangan bangsa-bangsa yang masih terbelakang, menyempit dikalangan bangsa-bangsa yang sudah maju. 1 Maksud larangan dalam pernikahan pada pembahasan ini ialah larangan untuk menikahi (kawin) antara seorang pria dan wanita. Secara garis besar mahram menurut Prof. Dr. Abdul Rahman dalam bukunya yang berjudul Fiqih munakahat adalah: larangan kawin antara seorang pria dan seorang wanita menurut Syara. 2 Di dalam Al-Qur‟an dijelaskan tentang tiga belas, atau kelompok yang tidak boleh dinikahi. Berdasarkan penyebabnya, ketiga belas orang atau kelompok ini dapat kita bagi jadi tiga golongan. Pertama; Golongan karena hubungan darah, wiladah (melahirkan), nasab atau keturunan; akibat hubungan genealogi, baik secara vertikal atau secara horizontal. Kedua; Golongan karena persusuan, baik yang menyusukan ataupun saudara yang sepersusuan. 3 Ketiga; Golongan karena pertalian perkawinan. 1 Syahid Sayyid Quthb. Tafsir fi zhilalil Qur’an di bawah naungan al-Qur’an jilid 4 (Jakarta : Gema Insani press 2011), p.168 2 H. Abd. Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta, prenada media, 2003)…p103 3 Rahmat Hakim, Hukum perkawinan islam (Bandung: Pustaka setia,2000),pp.53-54

Transcript of BAB II KONSEP MAHRAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’ANrepository.uinbanten.ac.id/352/4/BAB II.pdf ·...

13

BAB II

KONSEP MAHRAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

A. Pengertian Mahram

Mahram yakni wanita yang haram dinikahi, baik yang masih

konservatif maupun yang sudah maju. Sebab-sebab keharamanya itu

banyak, demkian pula kelas-kelas mahram menurut bermacam-macam

umat, daerah nya luas dikalangan bangsa-bangsa yang masih

terbelakang, menyempit dikalangan bangsa-bangsa yang sudah maju.1

Maksud larangan dalam pernikahan pada pembahasan ini ialah

larangan untuk menikahi (kawin) antara seorang pria dan wanita.

Secara garis besar mahram menurut Prof. Dr. Abdul Rahman

dalam bukunya yang berjudul Fiqih munakahat adalah: larangan kawin

antara seorang pria dan seorang wanita menurut Syara.2

Di dalam Al-Qur‟an dijelaskan tentang tiga belas, atau

kelompok yang tidak boleh dinikahi. Berdasarkan penyebabnya, ketiga

belas orang atau kelompok ini dapat kita bagi jadi tiga golongan.

Pertama; Golongan karena hubungan darah, wiladah

(melahirkan), nasab atau keturunan; akibat hubungan genealogi, baik

secara vertikal atau secara horizontal.

Kedua; Golongan karena persusuan, baik yang menyusukan

ataupun saudara yang sepersusuan.3

Ketiga; Golongan karena pertalian perkawinan.

1 Syahid Sayyid Quthb. Tafsir fi zhilalil Qur’an di bawah naungan al-Qur’an

jilid 4 (Jakarta : Gema Insani press 2011), p.168 2 H. Abd. Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta, prenada media, 2003)…p103

3 Rahmat Hakim, Hukum perkawinan islam (Bandung: Pustaka

setia,2000),pp.53-54

14

Secara terperinci golongan tersebut sebagai berikut:

1. Ibu, yang dimaksud disini juga perempuan yang mempunyai

hubungan darah dengan garis keturunan lurus ke atas, baik dari

jurusan ayah maupun ibu.

2. Anak perempuan adalah anak perempuan dalam garis keturunan

lurus ke bawah, yaitu cucu perempuan, baik dari anak laki-laki

maupun anak perempuan.

3. Saudara-saudara perempuan, seibu atau seayah, seayah saja,

maupun seibu saja.

4. Saudara-saudara perempuan dari ayah ke atas atau ke bawah.

5. Saudara-saudara perempuan dari ibu ke atas atau ke bawah.

6. Anak perempuan dari saudara laki-laki, anak kakak atau anak

adik.

7. Anak perempuan dari saudara perempuan, anak kakak atau anak

adik.

8. Ibu yang menyusui ketika ia masih kecil (ibu susu).

9. Perempuan yang sepersusuan, (saudara susu), yaitu mereka yang

masih kecil seibu dengannya.

10. Anak tiri, dengan catatan telah menjalin hubungan biologis

dengan ibunya, kalau belum terjadi hubungan biologis belum di

anggap muhrim.

11. Istri dari anak atau menantu.

12. Saudara perempuan dari istri, adik atau kakaknya, bibi atau

uwaknya.4

Semua itu tersurat dalam firman Allah SWT surah An-Nisa ayat

23;

4 Rahmat Hakim, Hukum...,pp.53-54

15

5

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu

yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan,

saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara

ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-

saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-

saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;

saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua);

anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang

telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan

isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa

kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak

kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam

perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang

telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang .( QS An-nisa,[4]: 23)

Ayat di atas menjelaskan tentang wanita-wanita yang haram

dinikahi, diantaranya, yaitu istri bekas ayah, ibu, anak perempuannya,

saudara perepuan, bibi baik dari pihak ayah maupun ibu, keponakan

dari saudara laki-laki maupun perempuan, ibu yang menyusui, saudara

susuan, ibu mertua, anak tiri, memadu diantara dua saudara, dan

5 Kementrian Agama RI Al-qur’an...,p.40

16

wanita-wanita yang masih terkait hubungan suami istri dengan orang

lain.6

B. Macam-macam Mahram

Menurut syara larangan tersebut terbagi dua: yaitu halangan

abadi dan halangan sementara.

Diantara halangan-halangan abadi yang telah disepakati dan

adapula yang masih diperselisihkan, halangan yang telah disepakati ada

tiga, yaitu: 7

1. Larangan nikah karena Nasab (keturunan).

Proses lahirnya sebuah keluarga atau rumah tangga dimulai

dari khasrat dan keinginan individu untuk menyatu dengan individu

lainya. Khasrat itu merupakan fitrah yang dibawa sejak individu itu

lahir.

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa hasrat manusia

sejak dilahirkan adalah: Pertama, menjadi satu dengan manusia lain

di sekelilingnya; kedua, menjadi satu dengan suasana alam

sekelilingnya. Oleh karena itu, terbentuknya sebuah keluarga diawali

dengan proses memilih yang dilakuan oleh individu yang berlainan

jenis kelamin, lalu melamar (khitbah), Dan dilangsungkan dengan

perkawinan (Al-nikah). Dalam memilih calon pasangan hidup

berkeluarga, Nabi Muhammad SAW. telah menentukan beberapa

kriteria seseorang untuk dapat dinikahi, diantaranya: tidak ada

6 Asyibli H. Syarjaya, Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Jakarta: rajawali

Pers,2008),p.193 7 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.63

17

pertalian darah, sudah dewasa (baligh) dan berakal, dan

berkemampuan, baik material maupun immaterial.8

Dalam kaitan dengan masalah larangan nikah (kawin),

tersebut di dasarkan pada firman Allah SWT:

....9

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu

yang perempuan, saudara saudaramu yang perempuan,

saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara

ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-

saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-

saudaramu yang perempuan….(QS An-Nisa: 23)

Bedasarkan ayat di atas, wanita yang haram dinikahi untuk

selamanya (halangan abadi) karena pertalian nasab adalah:

a. Ibu, perempuan yang ada hubungan darah dalam garis

keturunan garis ke atas, yaitu ibu, nenek, (baik dari pihak ayah

maupun ibu dan seterusnya ke atas).

b. Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan darah

dalam garis lurus kebawah, yakni anak perempuan, cucu

perempuan, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan

dan seterusnya ke bawah.

c. Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja, atau seibu

saja.10

d. Bibi: saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung

ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

8 Tihami dan Sohari, Fiki...,p.64

9 Kementrian Agama RI Al-qur’an... p.40

10 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.65

18

e. Kemenakan (keponakan) perempuan, yaitu anak perempuan

saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke

bawah.

2. Larangan Pembebasan (karena pertalian semenda atau perkawinan):

Ada empat orang yang telah dinyatakan Al-Qur‟an tidak

boleh dinikahi karena sebab perkawinan, keempat orang itu adalah

ibunda istri (mertua), anak-anak istri, istri anak kandung (menantu),

dan istri bapak, yang demikian itu berdasarkan firman-nya:

“Ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam

pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika

kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu

ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan

diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan

menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang

bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

(QS An-Nisa: 23)11

Maksud ibu disini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas.

dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan,

cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-

lainnya. Sedang yang dimaksud dengan anak-anak istrimu yang

dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur Ulama termasuk juga anak

tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

11

Kementrian Agama RI Al-Qur’an....40

19

Jadi, jika ada seorang laki-laki menikahi seorang wanita,

maka diharamkan 12

baginya menikahi ibu istrinya, baik dalam

pengertian yang hakiki maupun majazi. dari sisi hubungan keturunan

maupun dari sisi persusuan, baik sudah bercampur maupun belum

bercampur, hal itu ditemukan oleh seluruh ulama kecuali yang

diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a, bahwa ia berkata. “tidak

haram bagi seorang laki-laki untuk menikahi ibunya kecuali ia telah

menggauli anaknya”. Hal yang sama juga dikatakan mujahid.

Yang dimaksud dengan rabibah adalah anak anak tiri. Jadi,

seorang anak laki-laki yang menikahi anak perempuan istrinya, baik

yang hakiki maupun yang hajazi, baik karena keturunan maupun

karena persusuan. maka anak perempuan istrinya dihramkan baginya

untuk selamanya. Sedangkan jika istrinya meninggal dunia atau di

ceraikan sebelum bercampur, maka laki-laki itu boleh menikahi anak

tirinya. Hal itu demikian yang dikemukakan oleh para ulama.13

Sedangkan Dawud Azh–Zahiri berkata, “anak istrinya yang

diharamkan dinikahi adalah yang berada dalam pemeliharaannya,

sehingga yang tidak berada dalam pemeliharaannya tidak haram

untuk dinikahinya, meskipun ia (laki-laki) itu telah bercampur

dengan ibu anak tersebut”. Hal itu juga di riwayatkan dari Ali bin

Abi Thalib r.a.

Adapun Zaid bin Tsabit mengemukakan, “anak istrinya itu

haram dinikahinya jika ia telah bercampur dengan ibunya atau

ibunya itu meninggal dunia”.

12

Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih Keluarga (Jakarta: Pustaka

Al-kautsar,2008),p.161 13

Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih ...,p.162

20

Yang menjadi dalil bagi pendapat pertama adalah apa yang

diriwayatkan Abdullah bin Amr bin „ash r.a, bahwa Nabi SAW

bersabda:

“Barang siapa yang menikahi seorang wanita, lalu ia

menceraikannya sebelum bercampur dengannya, maka

diharamkan baginya menikahi ibunya dan tidak diharamkan

untuk menikahi anak perempuannya”.

Sedangkan pemeliharaan dan pendidikan tidak mempunyai

pengaruh sama sekali dalam penentuan haram tidaknya seseorang

menikahi anak perempuan istrinya. Dan ayat Al-Qur‟an sendiri tidak

menjadikan pemeliharaan dan pendidikan sebagai syarat.

Sebenarnya, Al-Qur‟an menyebutkan pemeliharan itu hanya untuk

mengenalkan semata, karena menurut kebiasaan, anak istri itu

berada di bawah pemeliharaan suaminya.

Adapun istri anak laki-laki (menantu), jika seseorang

menikahi seorang wanita, maka wanita tersebut haram dinikahi oleh

ayahnya (mertua), baik suaminya itu sudah bercampur maupun

belum. 14

Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:

“Dan diharamkan bagi kalian istri-istri anak kandung kalian

(menantu).” (An-Nisa : 23).15

Dalam hal ini berlaku terhadap anak laki-laki yang bersifat

hakiki dan majazi, baik anak laki-laki sepersusuan yang bersifat

hakiki maupun majazi.

14

Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih...,p.163 15

Kementrian Agama RI Al-qur’an Tarjamah. h.40

21

Sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam

pembahasan wanita-wanita yang haram dinikahi karena keturunan.16

Jika ada yang menyatakan, bukankah Allah SWT telah

berfirman, “dan istri-istri anak kandung kalian”, dan khitbah (yang

diajak bicara) ayat tersebut menunjukan bahwa istri anak

sepersusuan tidak haram dinikahi. Maka yang menjadi jawaban

adalah bahwa dalil khitbah ayat itu akan dapat menjadi hujjah jika

tidak ditentang oleh nash, sedangkan disini terdapat nash yang lebih

kuat daripadanya sehingga ia layak didahulukan. Nash tersebut

adalah sabda Rasulullah SAW,

“Haram sebab sepersusuan seperti haram sebab kelahiran.”

(HR. Abu Dawud dan perawi lainnya yang bersumber dari

aisyah).

Berikutnya adalah istri ayah. Jika seseorang laki-laki

menikahi seorang wanita, maka diharamkan bagi anaknya untuk

menikahi istri ayahnya itu, baik ia sudah bercampur dengannya

maupun belum.

Hal ini berdasarkan firmannya:

“Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah

dinikahi oleh ayah kalian kecuali pada masa yang telah lampau.

Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci Allah dan

seburuk-buruk jalan yang ditempuh.” (QS An-Nisa : 22)

Disini tidak ada perbedaan antara ayah dalam pengertian

hakiki maupun majazi, baik ayah sepersusuan dalam pengertian

16

Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, Fikih Keluarga _________p.163

22

hakiki maupun majazi.17

Sebagaimana yang telah kami kemukakan

dalam pembahasan masalah wanita-wanita yang haram dinikahi

karena keturunan.18

3. Larangan kawin karena hubungan sesusuan.

berdasarkan lanjutan surat An-Nisa ayat 23 di atas:

Ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan

sepersusuan

Maksud ibu disini ialah ibu, nenek dan seterusnya keatas.

Dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan,

cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-

lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak istrimu yang

dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak

tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

Menurut riwayat Abu Dawud, An-Nisa‟I dan Ibnu Majah

dari Aisyah, keharaman karena sesusuan ini.

Yang artinya:

Dari „Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW Telah

bersabda: ”Diharamkan karena ada hubungan susuan apa yang

diharamkan karena ada hubungan nasab”. (HR Bukhari dan

Muslim, Abu Dauwud, Nasa‟I, dan Ibnu Majah).19

17

Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih...,p.164 18

Tihami dan Sohari, Fikih...,p.67 19

Tihami dan Sohari, Fikih...,p.67

23

Jika diperinci hubungan sususan yang diharamkan adalah:

a. Ibu susuan, yaitu ibu yang menyusui, maksudnya seorang

wanita yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai

ibu bagi anak yang yang disusui itu sehingga haram melakukan

perkawinan.

b. Nenek susuan, yaitu ibu dari yang pernah menyusui atau ibu

dari suami yang menyusui, suami dari ibu yang menyusui ini

dipandang seperti ayah bagi anak susuan sehingga haram

melakukan perkawinan.

c. Bibi susuan, yakni saudara ibu susuan atau saudara perempuan

suami ibu susuan dan seterusnya keatas.

d. Keponakan susuan perempuan, yakni anak perempuan dari

saudara ibu susuan.

e. Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah kandung

maupun seibu saja.

Sebagai tambahan, penjelasan susuan ini dapat di

kemukkakan dalam beberapa hal:

1. Susuan yang mengakibatkan keharaman perkawinan ialah

susuan yang diberikan pada anak yang masih memperoleh

makanan dari air susu. Umur anak pada waktu kurang dari dua

tahun.

2. Mengenai beberapa kali seorang ibu bayi menyusui yang

menimbulkan keharaman perkawinan seperti keharaman

hubungan nasab sebagai mana tersebut. Dalam hadis di atas,

24

dengan melihat dalil yang kuat, ialah yang tidak dibatasi

jumlahnya.20

Umur anak ketika menuysu asi seorang ibu hendaknya

kurang dari dua tahun. Berdasarkan ayat Al-Qur‟an dalam Surat Al-

Baqarah ayat 233:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua

tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan

penyusuan”. (QS Al-Baqarah ayat 233).

Sedangkan yang diperselisihkan ada dua, yaitu:

a. Zina/(Perempuan pezina).

Yang dimaksud perempuan pezina disini adalah

perempuan-perempuan tunasusila yang terang-terangan

melakukan perzinaan dan menjadikan naya sebagai profesi.

Telah diriwayatkan bahwa Murtsid bin Abi Murtsid meminta

ijin kepada Rasulallah SAW, untuk mengawini seorang

perempuan pezina bernama anaq yang dimasa jahiliyah dahulu

pernah menjalin hubungan dengannya. Nabi SAW.21

Berpaling

dari nya hingga turun firman Allah SAW.,

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan

yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan

yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang

20

Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih...,p.160 21

Qardhawi, yusup, Halal haram...,p.265

25

berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu

diharamkan atas oran-orang yang mukmin”.(Qs An-nur {24}:3)

Maksud ayat ini adalah: tidak pantas orang yang

beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.

Maka Nabi SAW. Membacakan ayat itu kepadanya dan

bersabda:

“jangan lah nikahi dia”.

Demikian itu karena Allah SWT, hanya memperbolehkan

mengawini perempuan-perempuan yang terhormat (suci), baik

itu dari perempuan mukminah maupun perempuan ahli kitab.

Demikian pula berkaitan dengan laki-lakinya, mereka

halal dinikahkan dengan syarat “muhsin (menjaga kehormatan)

dan tidak bermaksud menjadikan wanita-wanita itu gundik.”

(QS Al Maidah: 5)

Karena itu, barang siapa tidak menerima dan tidak

berpegang teguh pada hukum ini, ia adalah musyrik. 22

Tidak

akan menerima perkawinannya kecuali mereka yang juga

musyrik. Dan barang siapa mengakui, menerima ,dan komitmen

dengan hukum ini, akan tetap ia melanggar dan menikah dengan

perempuan yang di haramkan baginya, ia hakikatnya berzina.

b. Li‟an (Wanita yang haram dinikahi karna sumpah li‟an).

Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina

tanpa mendatangkan empat orang saksi, maka suami

diharuskan bersumpah empat kali dan kelima kali dilanjutkan

dengan menyatakan bersdia menerima laknat Allah SWT

apabila tindakannya itu dusta. Istri yang mendapat tuduhan itu

22

Qardhawi, yusup, Halal haram...,p.266

26

bebas dari hukuman zina kalau mau bersumpah seperti sumpah

suami diatas empat kali dan yang kelima kalinya diteruskan

bersedia menerima laknat bila tuduhan suami itu benar. Sumpah

demikian disebut sumpah li‟an. Apabila terjadi sumpah li‟an

antara suami istri maka putuslah hubungan perkawinan

keduanya untuk selama-lamanya. 23

Keharaman ini didasarkan pada firman Allah SWT

dalam surah An-Nur 6-9:

“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), Padahal

mereka tidak ada kali mempunyai saksi-saksi selain diri mereka

sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat bersumpah

dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk

orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa

la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang

berdusta.

Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat

kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar

termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima:

bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-

orang yang benar”.(QS An-Nur: 6-9)24

23

Tihami dan Sohari, Fikih...,p.71 24

Kementrian Agama RI Al-qur’an...,p.65

27

Maksud ayat ini adalah: orang yang menuduh istrinya

berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang saksi,

haruslah bersumpah dengan nama Allah empat kali, bahwa Dia

adalah benar dalam tuduhannya itu. Kemudian dia bersumpah

sekali lagi bahwa dia akan kena laknat Allah SWT jika dia

berdusta. Masalah ini dalam fiqih dikenal dengan Li'an.25

Halangan-halangan sementara ada Sembilan, yaitu:

a. Halangan bilangan

Wanita yang terkait perkawinan dengan laki-laki lain

haram dinikahi oleh seorang laki-laki.keharaman itu disebutkan

dalam Al-qur‟an surat An-Nisa ayat 24:

.....

dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang

bersuami,..

b. Halangan mengumpulkan

Dua perempuan bersudara haram dikawini oleh seorang

laki-laki dalam waktu bersamaan, maksudnya mereka haram

dimadu dalam waktu yang bersamaan. Apabila mengawini

mereka berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini

seorang wanita, kemudian wanita tersebut meninggal atau

dicerai, maka laki-laki itu boleh mengawini adik atau kakak

perempuan dari wanita yang telah meninggal dunia tersebut.26

Keharaman mengumpulkan wanita dalam satu waktu

perkawinan itu disebutkan dalam lanjutan An-Nisa ayat 23:

25

Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat...,p.70 26

Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat...,p.73

28

“Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan

yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

(QS An-Nisa ayat 23).

Tidak boleh memadu antara perempuan dan bibinya

(saudara perempuan dari ayah siperempuan itu) dan antara

perempuan dan bibinya (saudara perempuan ibu perempuan

itu).

c. Halangan kehambaan.

Menikahi laki-laki yang bukan muslim, haram bagi

wanita muslimah, kecuali laki-laki itu masuk Islam.27

d. Halangan kafir.

perempuan musyrik yang haram di nikahi, yaitu

perempuan yang menyembah berhala, seperti kaum arab dan

sejenisnya,

Allah SWT berfirman:

27 H, Abdullah, Boedi dan Saebani Ahmad Bani Perkawinandan perceraian

keluarga muslim((Bandung CV Pustaka Setia),p.297

29

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang

mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik

hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik

(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang

musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke

neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan

izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-

perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil

pelajaran”.(QS Al-baqarah: 221).28

Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang muslim haram

menikahi dengan perempuan musyrik, karena perbedaan yang

sangat mencolok diantara dua keyakinan itu, mereka mengajak

kesurga sedangkan pihak lain mengajak ke neraka. pihak

pertama beriman kepada Allah SWT, kenabian dan hari akhir,

sedangkan pihak kedua menyekutukan Allah SWT, mengingkari

kenabian dan menyangkal adanya akhirat.

Sementara perkawinan adalah ketentraman dan cinta

kasih. Bagaimana mungkin dua pihak yang saling berjauhan itu

bisa disahkan.29

Wanita musyrik keharamannya habis sampai dia

memeluk agama islam.

e. Halangan ihram.

Wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram

umrah maupun ihram haji, tidak boleh dikawini. Hal ini

28

Mardani Ayat-ayat Temtik hukum islam (Jakarta Raja Grafindo Persada

2011),p.7 29

Qardhawi, yusup, Halal haram...,p.260

30

berdasarkan hadist nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

dan Usman bin Affan;

Yang artinya ;

“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh

menikahkan, dan tidak boleh pula meminang”.30

f. Halangan sakit

Dan diharamkan menikahi perempuan yang mempunyai

salah satu dari lima penyakit atau cacat;31

1. Gila.

2. Penyakit lepra.

3. Menyakit baros.

4. Bunting kemaluan.

5. Impoten.

g. Halangan iddah (meski masih diperselisihkan segi

kesementaraannya).

Iddah adalah masa menanti yang diwajibkan atas

perempuan yang diceraikan suami (cerai hidup atau cerai mati).

Untuk mengetahui sedang mengandung (hamil) atau tidak.

Perempuan yang diceraikan suami adakalanya hamil dan

ada kalanya tidak, ketentuan iddahnya sebagai berikut;

1. Bagi perempuan yang hamil, iddahnya sampai melahirkan

anak yang dikandung nya, baik cerai maupun mati.

Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur„an surat At-Talaq ayat

4;32

30

Tihami dan Sohari, Fikih...,p.74 31

H.Amar Imron Abu Fathul Qarib Jiljid 2 (Kudus, Menra kudus),p.42 32

Kamil Muhamad “Uwaidah, Syaikh. Fikih wanita edisi lengkap. (Jakarta

Al-kautsar, 1998).p,477

31

“Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak

haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu

iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan

kandungannya”. (QS At-Talaq: 4)

2. Perempuan yang tidak hamil, ada kalanya, “cerai mati atau

cerai hidup” cerai mati iddahnya empat bulan sepuluh hari.

Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur„an surah Al-

Baqarah:234:33

“orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu)

menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh

hari”.(QS Al-bqarah:234)

h. Halangan perceraian tiga kali bagi suami yang menceraikan.

Haram kawin dengan wanita yang telah ditalak tiga kali

oleh suaminya, kecuali kalau sudah dikawin oleh orang lain dan

telah berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami terakhir itu

dan telah habis masa iddahnya. Berdasarkan firman Allah SWT

dalam surat Al-Baqarah ayat 229.

33

Kamil Muhamad “Uwaidah, Syaikh. Fikih ...,p.479

32

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk

lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara

yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu

dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau

keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-

hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri)

tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada

dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri

untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka

janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar

hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (

QS Al-baqarah ayat 229).34

i. Halangan peristrian

Tidak dihalalkan bagi seorang laki-laki memiki lebih

dari empat orang istri pada waktu yang bersamaan.35

Dasarnaya

adalah firman Allah SWT:

......

“..Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :

dua, tiga atau empat.

34

Kementrian Agama RI Al-qur’an...,31 35

Al-Awaisyah, Husain Bin Audah, Enslikopedi fiqih menurut Al-Qur’an

dan As-Sunnah. Jilid 3 (Jakarta; pustaka Imam As-Syaf‟I,2008),p.109