BAB II KONSEP MAHRAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’ANrepository.uinbanten.ac.id/352/4/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II KONSEP MAHRAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’ANrepository.uinbanten.ac.id/352/4/BAB II.pdf ·...
13
BAB II
KONSEP MAHRAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
A. Pengertian Mahram
Mahram yakni wanita yang haram dinikahi, baik yang masih
konservatif maupun yang sudah maju. Sebab-sebab keharamanya itu
banyak, demkian pula kelas-kelas mahram menurut bermacam-macam
umat, daerah nya luas dikalangan bangsa-bangsa yang masih
terbelakang, menyempit dikalangan bangsa-bangsa yang sudah maju.1
Maksud larangan dalam pernikahan pada pembahasan ini ialah
larangan untuk menikahi (kawin) antara seorang pria dan wanita.
Secara garis besar mahram menurut Prof. Dr. Abdul Rahman
dalam bukunya yang berjudul Fiqih munakahat adalah: larangan kawin
antara seorang pria dan seorang wanita menurut Syara.2
Di dalam Al-Qur‟an dijelaskan tentang tiga belas, atau
kelompok yang tidak boleh dinikahi. Berdasarkan penyebabnya, ketiga
belas orang atau kelompok ini dapat kita bagi jadi tiga golongan.
Pertama; Golongan karena hubungan darah, wiladah
(melahirkan), nasab atau keturunan; akibat hubungan genealogi, baik
secara vertikal atau secara horizontal.
Kedua; Golongan karena persusuan, baik yang menyusukan
ataupun saudara yang sepersusuan.3
Ketiga; Golongan karena pertalian perkawinan.
1 Syahid Sayyid Quthb. Tafsir fi zhilalil Qur’an di bawah naungan al-Qur’an
jilid 4 (Jakarta : Gema Insani press 2011), p.168 2 H. Abd. Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta, prenada media, 2003)…p103
3 Rahmat Hakim, Hukum perkawinan islam (Bandung: Pustaka
setia,2000),pp.53-54
14
Secara terperinci golongan tersebut sebagai berikut:
1. Ibu, yang dimaksud disini juga perempuan yang mempunyai
hubungan darah dengan garis keturunan lurus ke atas, baik dari
jurusan ayah maupun ibu.
2. Anak perempuan adalah anak perempuan dalam garis keturunan
lurus ke bawah, yaitu cucu perempuan, baik dari anak laki-laki
maupun anak perempuan.
3. Saudara-saudara perempuan, seibu atau seayah, seayah saja,
maupun seibu saja.
4. Saudara-saudara perempuan dari ayah ke atas atau ke bawah.
5. Saudara-saudara perempuan dari ibu ke atas atau ke bawah.
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki, anak kakak atau anak
adik.
7. Anak perempuan dari saudara perempuan, anak kakak atau anak
adik.
8. Ibu yang menyusui ketika ia masih kecil (ibu susu).
9. Perempuan yang sepersusuan, (saudara susu), yaitu mereka yang
masih kecil seibu dengannya.
10. Anak tiri, dengan catatan telah menjalin hubungan biologis
dengan ibunya, kalau belum terjadi hubungan biologis belum di
anggap muhrim.
11. Istri dari anak atau menantu.
12. Saudara perempuan dari istri, adik atau kakaknya, bibi atau
uwaknya.4
Semua itu tersurat dalam firman Allah SWT surah An-Nisa ayat
23;
4 Rahmat Hakim, Hukum...,pp.53-54
15
5
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara
ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua);
anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa
kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak
kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang .( QS An-nisa,[4]: 23)
Ayat di atas menjelaskan tentang wanita-wanita yang haram
dinikahi, diantaranya, yaitu istri bekas ayah, ibu, anak perempuannya,
saudara perepuan, bibi baik dari pihak ayah maupun ibu, keponakan
dari saudara laki-laki maupun perempuan, ibu yang menyusui, saudara
susuan, ibu mertua, anak tiri, memadu diantara dua saudara, dan
5 Kementrian Agama RI Al-qur’an...,p.40
16
wanita-wanita yang masih terkait hubungan suami istri dengan orang
lain.6
B. Macam-macam Mahram
Menurut syara larangan tersebut terbagi dua: yaitu halangan
abadi dan halangan sementara.
Diantara halangan-halangan abadi yang telah disepakati dan
adapula yang masih diperselisihkan, halangan yang telah disepakati ada
tiga, yaitu: 7
1. Larangan nikah karena Nasab (keturunan).
Proses lahirnya sebuah keluarga atau rumah tangga dimulai
dari khasrat dan keinginan individu untuk menyatu dengan individu
lainya. Khasrat itu merupakan fitrah yang dibawa sejak individu itu
lahir.
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa hasrat manusia
sejak dilahirkan adalah: Pertama, menjadi satu dengan manusia lain
di sekelilingnya; kedua, menjadi satu dengan suasana alam
sekelilingnya. Oleh karena itu, terbentuknya sebuah keluarga diawali
dengan proses memilih yang dilakuan oleh individu yang berlainan
jenis kelamin, lalu melamar (khitbah), Dan dilangsungkan dengan
perkawinan (Al-nikah). Dalam memilih calon pasangan hidup
berkeluarga, Nabi Muhammad SAW. telah menentukan beberapa
kriteria seseorang untuk dapat dinikahi, diantaranya: tidak ada
6 Asyibli H. Syarjaya, Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Jakarta: rajawali
Pers,2008),p.193 7 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.63
17
pertalian darah, sudah dewasa (baligh) dan berakal, dan
berkemampuan, baik material maupun immaterial.8
Dalam kaitan dengan masalah larangan nikah (kawin),
tersebut di dasarkan pada firman Allah SWT:
....9
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan, saudara saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara
ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan….(QS An-Nisa: 23)
Bedasarkan ayat di atas, wanita yang haram dinikahi untuk
selamanya (halangan abadi) karena pertalian nasab adalah:
a. Ibu, perempuan yang ada hubungan darah dalam garis
keturunan garis ke atas, yaitu ibu, nenek, (baik dari pihak ayah
maupun ibu dan seterusnya ke atas).
b. Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan darah
dalam garis lurus kebawah, yakni anak perempuan, cucu
perempuan, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan
dan seterusnya ke bawah.
c. Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja, atau seibu
saja.10
d. Bibi: saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung
ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.
8 Tihami dan Sohari, Fiki...,p.64
9 Kementrian Agama RI Al-qur’an... p.40
10 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.65
18
e. Kemenakan (keponakan) perempuan, yaitu anak perempuan
saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke
bawah.
2. Larangan Pembebasan (karena pertalian semenda atau perkawinan):
Ada empat orang yang telah dinyatakan Al-Qur‟an tidak
boleh dinikahi karena sebab perkawinan, keempat orang itu adalah
ibunda istri (mertua), anak-anak istri, istri anak kandung (menantu),
dan istri bapak, yang demikian itu berdasarkan firman-nya:
“Ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika
kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(QS An-Nisa: 23)11
Maksud ibu disini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas.
dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan,
cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-
lainnya. Sedang yang dimaksud dengan anak-anak istrimu yang
dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur Ulama termasuk juga anak
tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
11
Kementrian Agama RI Al-Qur’an....40
19
Jadi, jika ada seorang laki-laki menikahi seorang wanita,
maka diharamkan 12
baginya menikahi ibu istrinya, baik dalam
pengertian yang hakiki maupun majazi. dari sisi hubungan keturunan
maupun dari sisi persusuan, baik sudah bercampur maupun belum
bercampur, hal itu ditemukan oleh seluruh ulama kecuali yang
diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a, bahwa ia berkata. “tidak
haram bagi seorang laki-laki untuk menikahi ibunya kecuali ia telah
menggauli anaknya”. Hal yang sama juga dikatakan mujahid.
Yang dimaksud dengan rabibah adalah anak anak tiri. Jadi,
seorang anak laki-laki yang menikahi anak perempuan istrinya, baik
yang hakiki maupun yang hajazi, baik karena keturunan maupun
karena persusuan. maka anak perempuan istrinya dihramkan baginya
untuk selamanya. Sedangkan jika istrinya meninggal dunia atau di
ceraikan sebelum bercampur, maka laki-laki itu boleh menikahi anak
tirinya. Hal itu demikian yang dikemukakan oleh para ulama.13
Sedangkan Dawud Azh–Zahiri berkata, “anak istrinya yang
diharamkan dinikahi adalah yang berada dalam pemeliharaannya,
sehingga yang tidak berada dalam pemeliharaannya tidak haram
untuk dinikahinya, meskipun ia (laki-laki) itu telah bercampur
dengan ibu anak tersebut”. Hal itu juga di riwayatkan dari Ali bin
Abi Thalib r.a.
Adapun Zaid bin Tsabit mengemukakan, “anak istrinya itu
haram dinikahinya jika ia telah bercampur dengan ibunya atau
ibunya itu meninggal dunia”.
12
Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih Keluarga (Jakarta: Pustaka
Al-kautsar,2008),p.161 13
Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih ...,p.162
20
Yang menjadi dalil bagi pendapat pertama adalah apa yang
diriwayatkan Abdullah bin Amr bin „ash r.a, bahwa Nabi SAW
bersabda:
“Barang siapa yang menikahi seorang wanita, lalu ia
menceraikannya sebelum bercampur dengannya, maka
diharamkan baginya menikahi ibunya dan tidak diharamkan
untuk menikahi anak perempuannya”.
Sedangkan pemeliharaan dan pendidikan tidak mempunyai
pengaruh sama sekali dalam penentuan haram tidaknya seseorang
menikahi anak perempuan istrinya. Dan ayat Al-Qur‟an sendiri tidak
menjadikan pemeliharaan dan pendidikan sebagai syarat.
Sebenarnya, Al-Qur‟an menyebutkan pemeliharan itu hanya untuk
mengenalkan semata, karena menurut kebiasaan, anak istri itu
berada di bawah pemeliharaan suaminya.
Adapun istri anak laki-laki (menantu), jika seseorang
menikahi seorang wanita, maka wanita tersebut haram dinikahi oleh
ayahnya (mertua), baik suaminya itu sudah bercampur maupun
belum. 14
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
“Dan diharamkan bagi kalian istri-istri anak kandung kalian
(menantu).” (An-Nisa : 23).15
Dalam hal ini berlaku terhadap anak laki-laki yang bersifat
hakiki dan majazi, baik anak laki-laki sepersusuan yang bersifat
hakiki maupun majazi.
14
Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih...,p.163 15
Kementrian Agama RI Al-qur’an Tarjamah. h.40
21
Sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam
pembahasan wanita-wanita yang haram dinikahi karena keturunan.16
Jika ada yang menyatakan, bukankah Allah SWT telah
berfirman, “dan istri-istri anak kandung kalian”, dan khitbah (yang
diajak bicara) ayat tersebut menunjukan bahwa istri anak
sepersusuan tidak haram dinikahi. Maka yang menjadi jawaban
adalah bahwa dalil khitbah ayat itu akan dapat menjadi hujjah jika
tidak ditentang oleh nash, sedangkan disini terdapat nash yang lebih
kuat daripadanya sehingga ia layak didahulukan. Nash tersebut
adalah sabda Rasulullah SAW,
“Haram sebab sepersusuan seperti haram sebab kelahiran.”
(HR. Abu Dawud dan perawi lainnya yang bersumber dari
aisyah).
Berikutnya adalah istri ayah. Jika seseorang laki-laki
menikahi seorang wanita, maka diharamkan bagi anaknya untuk
menikahi istri ayahnya itu, baik ia sudah bercampur dengannya
maupun belum.
Hal ini berdasarkan firmannya:
“Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah
dinikahi oleh ayah kalian kecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan yang ditempuh.” (QS An-Nisa : 22)
Disini tidak ada perbedaan antara ayah dalam pengertian
hakiki maupun majazi, baik ayah sepersusuan dalam pengertian
16
Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, Fikih Keluarga _________p.163
22
hakiki maupun majazi.17
Sebagaimana yang telah kami kemukakan
dalam pembahasan masalah wanita-wanita yang haram dinikahi
karena keturunan.18
3. Larangan kawin karena hubungan sesusuan.
berdasarkan lanjutan surat An-Nisa ayat 23 di atas:
Ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan
Maksud ibu disini ialah ibu, nenek dan seterusnya keatas.
Dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan,
cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-
lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak istrimu yang
dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak
tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
Menurut riwayat Abu Dawud, An-Nisa‟I dan Ibnu Majah
dari Aisyah, keharaman karena sesusuan ini.
Yang artinya:
Dari „Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW Telah
bersabda: ”Diharamkan karena ada hubungan susuan apa yang
diharamkan karena ada hubungan nasab”. (HR Bukhari dan
Muslim, Abu Dauwud, Nasa‟I, dan Ibnu Majah).19
17
Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih...,p.164 18
Tihami dan Sohari, Fikih...,p.67 19
Tihami dan Sohari, Fikih...,p.67
23
Jika diperinci hubungan sususan yang diharamkan adalah:
a. Ibu susuan, yaitu ibu yang menyusui, maksudnya seorang
wanita yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai
ibu bagi anak yang yang disusui itu sehingga haram melakukan
perkawinan.
b. Nenek susuan, yaitu ibu dari yang pernah menyusui atau ibu
dari suami yang menyusui, suami dari ibu yang menyusui ini
dipandang seperti ayah bagi anak susuan sehingga haram
melakukan perkawinan.
c. Bibi susuan, yakni saudara ibu susuan atau saudara perempuan
suami ibu susuan dan seterusnya keatas.
d. Keponakan susuan perempuan, yakni anak perempuan dari
saudara ibu susuan.
e. Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah kandung
maupun seibu saja.
Sebagai tambahan, penjelasan susuan ini dapat di
kemukkakan dalam beberapa hal:
1. Susuan yang mengakibatkan keharaman perkawinan ialah
susuan yang diberikan pada anak yang masih memperoleh
makanan dari air susu. Umur anak pada waktu kurang dari dua
tahun.
2. Mengenai beberapa kali seorang ibu bayi menyusui yang
menimbulkan keharaman perkawinan seperti keharaman
hubungan nasab sebagai mana tersebut. Dalam hadis di atas,
24
dengan melihat dalil yang kuat, ialah yang tidak dibatasi
jumlahnya.20
Umur anak ketika menuysu asi seorang ibu hendaknya
kurang dari dua tahun. Berdasarkan ayat Al-Qur‟an dalam Surat Al-
Baqarah ayat 233:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan”. (QS Al-Baqarah ayat 233).
Sedangkan yang diperselisihkan ada dua, yaitu:
a. Zina/(Perempuan pezina).
Yang dimaksud perempuan pezina disini adalah
perempuan-perempuan tunasusila yang terang-terangan
melakukan perzinaan dan menjadikan naya sebagai profesi.
Telah diriwayatkan bahwa Murtsid bin Abi Murtsid meminta
ijin kepada Rasulallah SAW, untuk mengawini seorang
perempuan pezina bernama anaq yang dimasa jahiliyah dahulu
pernah menjalin hubungan dengannya. Nabi SAW.21
Berpaling
dari nya hingga turun firman Allah SAW.,
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang
20
Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih...,p.160 21
Qardhawi, yusup, Halal haram...,p.265
25
berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas oran-orang yang mukmin”.(Qs An-nur {24}:3)
Maksud ayat ini adalah: tidak pantas orang yang
beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.
Maka Nabi SAW. Membacakan ayat itu kepadanya dan
bersabda:
“jangan lah nikahi dia”.
Demikian itu karena Allah SWT, hanya memperbolehkan
mengawini perempuan-perempuan yang terhormat (suci), baik
itu dari perempuan mukminah maupun perempuan ahli kitab.
Demikian pula berkaitan dengan laki-lakinya, mereka
halal dinikahkan dengan syarat “muhsin (menjaga kehormatan)
dan tidak bermaksud menjadikan wanita-wanita itu gundik.”
(QS Al Maidah: 5)
Karena itu, barang siapa tidak menerima dan tidak
berpegang teguh pada hukum ini, ia adalah musyrik. 22
Tidak
akan menerima perkawinannya kecuali mereka yang juga
musyrik. Dan barang siapa mengakui, menerima ,dan komitmen
dengan hukum ini, akan tetap ia melanggar dan menikah dengan
perempuan yang di haramkan baginya, ia hakikatnya berzina.
b. Li‟an (Wanita yang haram dinikahi karna sumpah li‟an).
Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina
tanpa mendatangkan empat orang saksi, maka suami
diharuskan bersumpah empat kali dan kelima kali dilanjutkan
dengan menyatakan bersdia menerima laknat Allah SWT
apabila tindakannya itu dusta. Istri yang mendapat tuduhan itu
22
Qardhawi, yusup, Halal haram...,p.266
26
bebas dari hukuman zina kalau mau bersumpah seperti sumpah
suami diatas empat kali dan yang kelima kalinya diteruskan
bersedia menerima laknat bila tuduhan suami itu benar. Sumpah
demikian disebut sumpah li‟an. Apabila terjadi sumpah li‟an
antara suami istri maka putuslah hubungan perkawinan
keduanya untuk selama-lamanya. 23
Keharaman ini didasarkan pada firman Allah SWT
dalam surah An-Nur 6-9:
“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), Padahal
mereka tidak ada kali mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat bersumpah
dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk
orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa
la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang
berdusta.
Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat
kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar
termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima:
bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-
orang yang benar”.(QS An-Nur: 6-9)24
23
Tihami dan Sohari, Fikih...,p.71 24
Kementrian Agama RI Al-qur’an...,p.65
27
Maksud ayat ini adalah: orang yang menuduh istrinya
berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang saksi,
haruslah bersumpah dengan nama Allah empat kali, bahwa Dia
adalah benar dalam tuduhannya itu. Kemudian dia bersumpah
sekali lagi bahwa dia akan kena laknat Allah SWT jika dia
berdusta. Masalah ini dalam fiqih dikenal dengan Li'an.25
Halangan-halangan sementara ada Sembilan, yaitu:
a. Halangan bilangan
Wanita yang terkait perkawinan dengan laki-laki lain
haram dinikahi oleh seorang laki-laki.keharaman itu disebutkan
dalam Al-qur‟an surat An-Nisa ayat 24:
.....
dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami,..
b. Halangan mengumpulkan
Dua perempuan bersudara haram dikawini oleh seorang
laki-laki dalam waktu bersamaan, maksudnya mereka haram
dimadu dalam waktu yang bersamaan. Apabila mengawini
mereka berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini
seorang wanita, kemudian wanita tersebut meninggal atau
dicerai, maka laki-laki itu boleh mengawini adik atau kakak
perempuan dari wanita yang telah meninggal dunia tersebut.26
Keharaman mengumpulkan wanita dalam satu waktu
perkawinan itu disebutkan dalam lanjutan An-Nisa ayat 23:
25
Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat...,p.70 26
Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat...,p.73
28
“Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(QS An-Nisa ayat 23).
Tidak boleh memadu antara perempuan dan bibinya
(saudara perempuan dari ayah siperempuan itu) dan antara
perempuan dan bibinya (saudara perempuan ibu perempuan
itu).
c. Halangan kehambaan.
Menikahi laki-laki yang bukan muslim, haram bagi
wanita muslimah, kecuali laki-laki itu masuk Islam.27
d. Halangan kafir.
perempuan musyrik yang haram di nikahi, yaitu
perempuan yang menyembah berhala, seperti kaum arab dan
sejenisnya,
Allah SWT berfirman:
27 H, Abdullah, Boedi dan Saebani Ahmad Bani Perkawinandan perceraian
keluarga muslim((Bandung CV Pustaka Setia),p.297
29
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang
mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan
izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-
perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran”.(QS Al-baqarah: 221).28
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang muslim haram
menikahi dengan perempuan musyrik, karena perbedaan yang
sangat mencolok diantara dua keyakinan itu, mereka mengajak
kesurga sedangkan pihak lain mengajak ke neraka. pihak
pertama beriman kepada Allah SWT, kenabian dan hari akhir,
sedangkan pihak kedua menyekutukan Allah SWT, mengingkari
kenabian dan menyangkal adanya akhirat.
Sementara perkawinan adalah ketentraman dan cinta
kasih. Bagaimana mungkin dua pihak yang saling berjauhan itu
bisa disahkan.29
Wanita musyrik keharamannya habis sampai dia
memeluk agama islam.
e. Halangan ihram.
Wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram
umrah maupun ihram haji, tidak boleh dikawini. Hal ini
28
Mardani Ayat-ayat Temtik hukum islam (Jakarta Raja Grafindo Persada
2011),p.7 29
Qardhawi, yusup, Halal haram...,p.260
30
berdasarkan hadist nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dan Usman bin Affan;
Yang artinya ;
“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh
menikahkan, dan tidak boleh pula meminang”.30
f. Halangan sakit
Dan diharamkan menikahi perempuan yang mempunyai
salah satu dari lima penyakit atau cacat;31
1. Gila.
2. Penyakit lepra.
3. Menyakit baros.
4. Bunting kemaluan.
5. Impoten.
g. Halangan iddah (meski masih diperselisihkan segi
kesementaraannya).
Iddah adalah masa menanti yang diwajibkan atas
perempuan yang diceraikan suami (cerai hidup atau cerai mati).
Untuk mengetahui sedang mengandung (hamil) atau tidak.
Perempuan yang diceraikan suami adakalanya hamil dan
ada kalanya tidak, ketentuan iddahnya sebagai berikut;
1. Bagi perempuan yang hamil, iddahnya sampai melahirkan
anak yang dikandung nya, baik cerai maupun mati.
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur„an surat At-Talaq ayat
4;32
30
Tihami dan Sohari, Fikih...,p.74 31
H.Amar Imron Abu Fathul Qarib Jiljid 2 (Kudus, Menra kudus),p.42 32
Kamil Muhamad “Uwaidah, Syaikh. Fikih wanita edisi lengkap. (Jakarta
Al-kautsar, 1998).p,477
31
“Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak
haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya”. (QS At-Talaq: 4)
2. Perempuan yang tidak hamil, ada kalanya, “cerai mati atau
cerai hidup” cerai mati iddahnya empat bulan sepuluh hari.
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur„an surah Al-
Baqarah:234:33
“orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu)
menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh
hari”.(QS Al-bqarah:234)
h. Halangan perceraian tiga kali bagi suami yang menceraikan.
Haram kawin dengan wanita yang telah ditalak tiga kali
oleh suaminya, kecuali kalau sudah dikawin oleh orang lain dan
telah berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami terakhir itu
dan telah habis masa iddahnya. Berdasarkan firman Allah SWT
dalam surat Al-Baqarah ayat 229.
33
Kamil Muhamad “Uwaidah, Syaikh. Fikih ...,p.479
32
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara
yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu
dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-
hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri)
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (
QS Al-baqarah ayat 229).34
i. Halangan peristrian
Tidak dihalalkan bagi seorang laki-laki memiki lebih
dari empat orang istri pada waktu yang bersamaan.35
Dasarnaya
adalah firman Allah SWT:
......
“..Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :
dua, tiga atau empat.
34
Kementrian Agama RI Al-qur’an...,31 35
Al-Awaisyah, Husain Bin Audah, Enslikopedi fiqih menurut Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Jilid 3 (Jakarta; pustaka Imam As-Syaf‟I,2008),p.109